• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pembelajaran Mahărat Al-Kalăm. TEKNIK PEMBELAJARAN MAHĂRAT AL-KALĂM Oleh: Hasan Saefuloh, M.Ag.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teknik Pembelajaran Mahărat Al-Kalăm. TEKNIK PEMBELAJARAN MAHĂRAT AL-KALĂM Oleh: Hasan Saefuloh, M.Ag."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 22

TEKNIK PEMBELAJARAN MAHĂRAT AL-KALĂM Oleh: Hasan Saefuloh, M.Ag.

Abstrak

,ةيوغللا تاراولحا ةيلمع وه ملاكلاو عامتسلإا

مهف ةيلمع وه عامتسلإا ناك اذإ

.ناسللبا ةملكلا ليصوت ةيلمع وه ملاكلا امأف ةملكلا

,ةملكلا في ةيبيردتو ةيقيبطت وه ملاكلا ةراهم دصق نأ ىلع ةميعط دحمأ يدشر ىري

بيردت في ةبلطلل صرف رثكأ يطعي ملاكلاو عامتسلإا ةسارد ملعلم دبلا كلذلو

غللا تاراولحا ةيلمع في قيبطتو

.ةيو

ةردقلاو ملاكلا ةراهم ملعت في ابه مالملإا ةبلطلل دبلا تيلا تايساسلأا تاراهلما نمو

نوكب مهفلاو ةملكلا ليصوت ةيفيك في ةردقلاو تاحلاتسلإاو تاوصلأا بيكرت في

.ينعمتسلما

Kata Kunci: Maharat al-Kalam, Teknik Pembelajaran, Peran Guru. A. Pendahuluan

Vallet dalam Fathi Ali Yunus mengatakan bahwa sejak

lebih dari 20 tahunan yang lalu, diantara faktor yang

mendorong siswa untuk belajar bahasa Asing adalah agar

bisa berkomunikasi dengan penutur bahasa yang

dipelajarinya.1

1 Fathi Ali dan Muhammad Yunus Abd Rauf. 2003. Al-Marji’ Fy Ta’lim Lughah

(2)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 23

Senada dengan Vallet, Mahmud Kamil al-Naqah2 mengatakan bahwa urgensi kemahiran berbicara dalam konteks pembelajaran bahasa Asing tampak pada aspek lisan pada bahasa itu sendiri, sehingga keterampilan berbicara merupakan aspek utama dalam kurikulum pembelajaran bahasa Asing.

Kalau kita cermati, kedua pendapat di atas sangat rasional, karena dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita mengatakan bahwa seseorang mahir dalam bahasa Inggris misalnya, maka yang terdetik di benak kita adalah bahwa orang tersebut cakap berbicara bahasa Inggris. Hal ini semakin menguatkan bahwa pembelajaran aspek berbicara dalam pembelajaran bahasa Asing memikiki tingkat ugrensitas yang tinggi, begitu juga dalam pembelajaran bahasa Arab. Namun kenyataan di lapangan, pembelajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah, masih jarang yang memperhatikan kemahiran berbicara. Padahal, dalam Permenag no. 2 tahun 20083, kemahiran berbicara termasuk salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran bahasa Arab. Kalaupun ada diantara guru yang mengajarkan mahārat al-kalām, fokus pembelajaran masih terbatas pada menghafal contoh hiwār yang ada pada buku, sehingga pembelajaran mahārat al-kalām terasa hambar, tidak alami, dan tidak menggambarkan kecakapan siswa dalam menyampaikan pesan atau gagasannya.

Untuk memberikan gambaran dalam mengembangkan pembelajaran

mahārat al-kalām bagi para guru bahasa Arab, para mahasiswa Jurusan PBA,

dan praktisi pembelajaran bahasa Arab pada umumnya, di bawah ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran mahārat

al-kalām.

B. Hakikat Pembelajaran Mahārat al-Kalām

Dari segi komunikasi, istimā’ dan kalām merupakan kegiatan komunikasi lisan. Jika istimā’ merupakan kegiatan memahami pesan, makakalām adalah kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.

2 Mahmud Kamil Al-Naqah. 1985. Ta’lim al-Lughah al-Arabiyyah Li al-Nathiqin Bi Lughat

Ukhra: Ususuh, Mahakhiluh, Thuruq Tadrisih. Makkah al-Mukarramah: Jami’at Um al-Qura.hal.151

(3)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 24

Berbicara berartimengungkapkan apa yang ada dalam pikiran kita, baik berupa ungkapan jiwa, pendapat, ide dan lain sebagainya secara benar dan lancar.4

Menurut Ilyan5berbicara adalah ungkapan yang disampaikan pembicara sebagai ekspresi jiwanya, baik berupa gagasan, perasaan, atau pemikiran, yang memberikan pengertian, pemahaman, dan informasi bagi pendengarnya.

Rusydi Ahmad Thu’aimah6 mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan pembelajaran mahārat al-kalām adalah praktik atau berlatih berbicara. Yang dapat dipahami dari ungkapan di atas, dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, adalah bahwa seyogyanya guru memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan kegiatan berbicara, bukan mendengarkan apa yang dibicarakan orang lain.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah siswa yang belajar bahasa Arab dianggap melakukan kegiatan berbicara di saat mereka menirukan ucapan-ucapan tertentu yang dicontohkan guru? Apakah siswa dianggap melakukan kegiatan berbicara di saat mereka mempraktikan hafalan teks dialog yang ada dalam buku pelajaran?

Jika hanya menirukan ucapan yang dicontohkan guru atau sekedar menghafal contoh dialog yang ada di buku, maka menurut Al-Naqah7, kegiatan tersebut belum termasuk kegiatan berbicara dalam arti yang sesungguhnya. Kegiatan ini masih berada pada tataran latihan pengucapan, karena kegiatan berbicara yang sesungguhnya adalah ekspresi lisan atas buah pikiran yang ada di benak siswa. Jadi, yang dimaksud mengajarkan kemahiran berbicara adalah melatih siswa untuk mengekspresikan gagasannya secara komunikatif, baik dilakukan monolog maupun melalui kegiatan dialog. C. Tujuan Pembelajaran Mahārat al-Kalām

Sebelum membahas tujuan pembelajaran mahārat al-kalām, di bawah ini akan diuraikan beberapa keterampilan dasar yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran mahārat al-kalām. Keterampilan-keterampilan ini

4 DR. Ahmad Fuad Ilyan. Metodologi Edukatif dalam Pembelajaran Bahasa Arab. hal. 63. 5 Lihat Ahmad Fuad Mahmud Ilyan. 1992. Al-Maharat al-Lughawiyyah: Mahiyatuha wa

Tharaiq Tadrisiha. Dar al-Muslim Li al-Nasyr wa al-Tauzi’, Riyadh. Hal. 86

6 Thu’aimah, Rusydi Ahmad. 1986. Al-Marja’ fy Ta’lim Lughah Arabiyyah Li

al-Nathiqin Bi Lughat Ukhra. Juz 2. Makkah al-Mukarramah: Jami’at Um al-Qura. hal 486

(4)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 25

penting untuk diketahui, agara proses pembelajaran mahārat al-kalām fokus dan terarah.

Diantara keterampilan dasar yang harus dikuasai siswa dalam belajar

mahārat al-kalām adalah sebagai berikut8

: penguasaan tata bunyi, penguasaan

tarākīb, penguasaan kosa kata, termasuk idiom dan peristilahan, serta

kemahiran yang berkaitan dengan tata cara penyampaian dan memahami kondisi audiens.

Mengacu pada keterampilan-keterampilan dasar di atas, maka sesungguhnya tujuan pembelajaran mahārat al-kalām sangat banyak dan bermacam-macam.

Menurut Al-Naqah9, walaupun arah tujuan yang bisa dijadikan fokus capaian dalam pembelajaran mahārat al-kalām sangat banyak, namun secara umum beberapa tujuan yang perlu dijadikan pijakan adalah sebagai berikut: 1) Mengucapkan bunyi huruf-huruf Arab dengan baik dan benar sesuai dengan

makhārij al-hurufnya, 2) Membedakan bunyi huruf-huruf Arab yang

berdekatan makhrajnya, 3) Membedakan bunyi huruf yang berharakat panjang dan pendek, 4) Mengekspresikan gagasannya secara lisan dengan menggunakan tata bahasa yang benar, 5) Mengekspresikan gagasannya secara lisan dengan menggunakan pola kalimat yang benar, 6) Mengekspresikan gagasannya secara lisan dengan memperhatikan karakteristik bahasa Arab seperti penggunaan kata mudzakkar, muannats, tamyīz ‘adad, hal, fi’il

mudhāri’, fi’il mādhi, dan seterusnya, 7) Mengekspresikan gagasannya secara

lisan pada tema yang sesuai dengan perkembangan usia dan kematangannya, 8) Mengekspresikan gagasannya secara lisan dengan memperhatikan budaya pada bahasa sasaran (bahasa Arab), 9) Mengekspresikan tentang dirinya secara lisan pada berbagai situasi, 10) Mengekspresikan pola pikirnya dengan bahasa Arab dengan kecepatan yang wajar dan tidak terputus-putus.

Untuk mencapai tujuan di atas, hendaklah guru melatih siswa sejak dini untuk mempraktikan bahasa yang dipelajarinya dengan menggunakan berbagai strategi dan pendekatan serta memanfaatkan berbagai media agar dapat menciptakan suasana komunikasi yang kondusif.

8 Ahmad Fuad Mahmud Ilyan. 1992. Al-Maharat al-Lughawiyah: Mahiyatuha wa Thara’iq

Tadrisiha. Riyadh: Dar al-Muslim Li al-Nasyr wa al-Tauzi’. Hal. 96

(5)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 26

Sementara Ali Ahmad Madkur10mengatakan bahwa diantara tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran mahārat al-kalām, khususnya pada tahap permulaan, adalah: 1) Pengucapan huruf hija’iyyah dengan benar, 2) Meningkatkan kesadaran siswa akan ungkapan-ungkapan lisan kata-kata Arab sebagi kesatuan bahasa yang utuh, 3) Memperkaya kosa kata dan meningkatkan kemampuan pengucapannya secara lisan, 4) Memahami kaitan kata dengan maknanya, 5) Meningkatkan kemampuan menyusun kalimat secara lisan, 6) Meningkatkan kemampuan menyampaikan gagasan secara lisan, 7) Menyampaikan cerita ringan yang menghibur.

Pada tahap berikutnya, kemampuan siswa harus ditingkatkan kepada: 1) Melakukan percakapan dan diskusi dengan bahasa yang baik dan benar, 2) Menyiapkan dan menyelenggarakan seminar, 3) Menyampaikan ceramah atau berbicara pada tema tertentu di hadapan orang banyak, 4) Menyampaikan cerita atau kisah-kisah dengan lancar, 5) Menyampaikan intruksi atau pengarahan, 6) Menyampaikan laporan dari suatu kegiatan yang dilakukannya, 7) Memberikan komentar pada suatu berita atau peristiwa yang disaksikannya, 8) Membuka pembicaraan dengan orang di sekitarnya, dan 9) Menyampaikan gagasan secara logis dan sistematis.

Pandangan para ahli di atas, walaupun diungkapkan dengan redaksi yang berbeda serta memiliki arah dan fokus yang berbeda, pada dasarnya semuanya menunjukan saling keterkaitan, dalam arti semuanya saling melengkapi. Kalau diklasifikasikan berdasar levelisasi pembelajaran bahasa Arab, maka tujuan pembelajaran maharat al-kalam sebagai berikut:

a. Tujuan Pembelajaran Mahāratal-Kalām untuk Pemula:

1. Mengucapkan bunyi hurūf sesuai dengan makhrajnya. 2. Membedakan bunyi huruf yang berdekatan makhrajnya.

3. Membedakan bunyi huruf yang berharakat panjang dan pendek. 4. Mengucapkan kata yang bertanwin dengan artikulasi yang tepat. 5. Mengucapkan kata dengan aksen yang tepat.

6. Merangkai kata dan kalimat dasar secara logis dan sistematis. 7. Melafalkan contoh dialog sederhana yang disiapkan oleh guru.

b. Tujuan Pembelajaran Mahāratal-Kalām untuk level menengah:

10 Ali Ahmad Madkur, Tadris Funun al-lughah al-arabiyah. 2000. Dar al-Fikr al-Araby:

(6)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 27

1. Menggunakan kosa kata yang tepat dan menguasai idiom dan peristilahan.

2. Menggunakan ungkapan yang tepat untuk menyampaikan gagasan sesuai situasi dan kondisi.

3. Melakukan percakapan sederhana dengan bahasa yang baik dan benar. 4. Melakukan percakapan lewat telepon.

5. Menyampaikan permintaan dengan bahasa sasaran.

6. Meminta atau memberikan penjelasan tentang tempat, waktu, dan tokoh.

7. Memberikan pengarahan kepada orang lain.

8. Menyampaikan pengalaman pribadi dengan cara yang menarik perhatian pendengar.

9. Menyampaikan pengumuman.

10. Menyampaikan cerita sederhana dengan lancar.

11. Memberikan respon secara tepat terhadap berbagai ungkapan atau pertanyaan yang disampaikan kepadanya.

12. Mendeskripsikan benda, tempat atau kegiatan.

c. Tujuan Pembelajaran Mahāratal-Kalām untuk level atas:

1. Melakukan wawancara atau interview. 2. Menyampaikan laporan dari suatu kegiatan.

3. Memberikan komentar pada suatu berita atau peristiwa. 4. Menyampaikan ceramah dengan baik dan lancar. 5. Melakukan diskusi pada tema tertentu.

6. Melakukan debat pada tema-tema kontropersial.

7. Memenuhi kebutuhannya yang bisa disampaikan secara lisan.

8. Menyampaikan pesan secara runut dan fokus pada tema pembicaraan. 9. Menyampaikan gagasan dengan pola kalimat yang sesuai dengan tata

bahasa Arab.

10. Mengekspresikan gagasan dengan memperhatikan budaya Arab. 11. Menyampakian gagasan dengan lancar tanpa terputus-putus.

12. Mampu menarik perhatian pendengar dengan gaya bahasa yang disampaikannya.

13. Mampu mengatur irama bicara, menyesuaikan mimik dan gestur tubuh dengan kalimat yang disampaikan.

(7)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 28

Dari rincian tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

mahārat al-kalām pada level pemula masih bersifat pengenalan dan persiapan

serta didominasi oleh kegiatan-kegiatan pra komunikatif. Pada level menegah

tujuan pembelajaran mahārat al-kalām mengarah pada kegiatan

komunikatifsederhana. Sedangkan pada level atas, di samping

mengembangkan kegiatan level menengah, pada level ini pembelajaran

mahārat al-kalām sudah mengarah pada kegiatan-kegiatan komunikasi ril

yang lebih kompleks baik secara monolog maupun dialog. D. Peran Guru dalam Pembelajaran Mahārat al-Kalām

Mahārat al-kalām merupakan skill yang pencapaiannya memerlukan

latihan yang terus menerus dan konsisten. Pandangan pendidikan kontemporer melihat bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam suatu keterampilan perlu diciptakan suasana belajar yang menantang dan membangkitkan semangat siswa untuk berinteraksi dengan suasana tersebut. Oleh karena itu, peran guru dalam pembelajaran keterampilan, termasuk

mahārat al-kalām adalah memfasilitasi dan menciptakan situasi yang

menantang dan merangsang untuk terjadinya interaksi antara siswa dengan situasi tersebut11.

Menurut Al-Naqah12, dibanding dengan keterampilan bahasa lainnya, pembelajaran mahārat al-kalām termasuk jenis keterampilan yang paling membutuhkan tenaga ekstra, baik dari sisi siswa maupun dari sisi guru. Disamping variasi metode yang harus digunakan, kesungguhan dan kreativitas guru sangat diperlukan untuk mencapai kompetensi kemahiran berbicara.

Ada beberapa saran untuk guru dalam imlpementasi pembelajaran kemahiran berbicara:

1. Hendaklah siswa mengekspresikan pengalamannya.

Dalam mengajarkan mahārat al-kalām, sebaiknya guru tidak meminta siswa untuk membicarakan tema-tema pembicaraan yang masih asing dan belum dikenalnya. Mintalah siswa untuk berbicara berkaitan dengan tema yang familiar dan sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.

11 Ilyan. Ibid. Hal. 100-101 12 Al-Naqah. Ibid. Hal. 179

(8)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 29

2. Guru harus sabar menghadapi kesalahan yang dilakukan siswa dalam berlatih mahārat al-kalām. Atinya, guru jangan tergesa-gesa membetulkan kesalahan siswa di saat berlatih.

3. Tidak sering memotong pembicaraan.

Kalau ketika seseorang berbicara dalam bahasa nasionalnya saja merasa terganggu jika ada yang memotong pembicaraanya, maka hal ini akan lebih terasa lagi di saat seseorang itu sedang berlatih bahasa Asing. Oleh kaena itu, guru jangan sering memotong pembicaraan siswa, apa lagi dengan menyalahkannya.

4. Tidak terlalu banyak ekspektasi atau tuntutan.

Ada sebagian guru yang menuntut siswanya untuk secara langsung berbicara bahasa asing dengan sempurna, maka ia mencela siswa yang belum mampu melakukan seperti yang diharapkannya. Perlu disadari, bahwa untuk mencampai sempurna pada waktu yang singkat adalah sulit. Hal ini tidak saja terjadi pada pembelajaran bahasa Arab, tetapi juga pada bahasa asing lainnya. Oleh karena itu, agar tidak menjadi beban berat bagi siswa, guru harus realistis dan melatih siswa berbicara secara pelan-pelan dan bertahap.

5. Bertahap

Prinsip ini bertolak dari keyakinan bahwa berbicara merupakan kegiatan berpikir yang kompleks, yang kompetensinya tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat. Untuk mencapai kompetensi mahārat al-kalām dibutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan keseriusan baik dari pihak guru maupun siswa itu sendiri.

E. Teknik Pembelajaran Mahārat al-Kalām

Pada fase-faseawalatau fase pra komunikatif, latihan berbicara mirip dengan latihan menyimak.Dalam latihan menyimak ada tahap mendengarkan dan menirukan. Latihan mendengarkan dan menirukan ini merupakan gabungan antara latihan dasar untuk kemahiran menyimak dan kemahiran berbicara. Hanya saja, kalau dalam pembelajaran istimā’ yang menjadi fokus adalah kemampuan memahami yang diperdengarkan, maka pada pembelajaran kalām, yang menjadi fokusnya adalah kemampuan mengucapkannya.

(9)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 30

Selanjutnya, untuk mengajarkan mahārat al-kalām secara efektif, perlu dilakukan analisis dan pertimbangan yang matang dalam memilih pendekatan dan metode pembelajarannya.

Sebenarnya banyak pendekatan yang bisa dijadikan pijakan penentuan metode atau teknik pembelajaran mahārat al-kalām, seperti pendekatan

sam’iyyah-syafāwiyah, madkhal ithishāly, pendekatan

sam’iyyah-bashariyyah, madkhal insāny, madkhal taqny, dan sebagainya13. Namun

hemat penulis, dari beberapa pendekatan tersebut, pendekatan audio-visual bisa dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran mahārat al-kalām, karena dalam pendekatan ini banyak teknik yang bisa digunakan, seperti teknik ekspresi gambar, teknik peragaan, gambar peristiwa berantai dan sebagainya.

Selain itu, ada beberapa alasan yang dapat dijadikan pertimbangan penggunaan pendekatan di atas, diantaranya14: 1)Adanya asosiasi antara gambar dengan makna yang langsung diucapkan dapat meminimalisasi penggunaan bahasa Ibu; 2)Dengan memperhatikan gambar, sejak dini siswa terlatih untuk berpikir dan fokus pada penggunaan bahasa sasaran; 3) Pendekatan ini meminimalisasi kebutuhan siswa pada tulisan berupa penjelasan, karena kejelasan gambar dengan sendirinya membimbing siswa untuk mengekspresikan secara lisan makna-makna yang terkandung dalam gambar tersebut; 4) Pendekatan ini fokus pada penggunaan indra pendengaran, penglihatan, dan pengucapan. Penggunaan indra-indra ini secara teratur dan terus menerus dapat melatih kelancaran siswa dalam latihan berbicara; 5) Pendekatan ini dapat merangsang dan meningkatkan motivasi siswa untuk terus berlatih berbicara dengan modal beberapa ungkapan yang sudah dipelajarinya pada fase pembelajaran menyimak. Dengan demikian siswa merasa bahwa mereka benar-benar telah belajar sesuatu yang bermanfaat dan bisa mempraktekannya; 6) Pendekatan ini juga bisa dijadikan acuan tuntuk

13 Lihat ‘Audh, Ahmad Abduh. Madakhil Ta’lim al-Lughah al-Arabiyyah. Makkah

Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura. Hal. hal 7

14 Penjelasan lebih lanjut mengenai penggunaan pendekatan audio visual dalam pembelajaran

mahārat kalām, lihat Mahmud Kamil Al-Naqah. 1985. Ta’lim Lughah Arabiyyah Li al-Nathiqin Bi Lughat Ukhra: Ususuh, Mahakhiluh, Thuruq Tadrisih. Makkah al-Mukarramah: Jami’at

(10)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 31

penggunaan teknik-teknik lain seperti teknik langsung, teknik drama berantai, teknik tanya jawab, dan sebagainya.

Di bawah ini akan diuraikan penggunaan beberapa teknik tersebut: 1. Teknik langsung/uslub mubāsyir

Teknik ini sangat populer dan banyak digunakan dalam proses pembelajaran bahasa Asing. Teknik ini lebih dikenal dengan nama metode langsung/tharīqah mubāsyirah.

Aspek utama yang menjadi ciri dari teknik ini adalah menghubungkan kata dengan bendanya secara langsung, lalu menghubungkannya dengan konteks kalimat, dan selanjutnya menghubungkan kalimat dengan ekspresi lisan yang lebih luas/ta’bīr dalam bahasa sasaran15.

Implementasi teknik langsung di ruang belajar

Guru bisa memulai pelajaran dengan menyebutkan satu atau beberapa kata baru sambil menunjukan bendanya, kemudian meminta siswa untuk menirukannya. Setelah itu, guru memberikan contoh-contoh penggunaan kata-kata tersebut dalam konteks kalimat, seperti berikut:

- Guru menyebutkan beberapa kata seperti ،ةَحاَّسَم ،ة َر ْوُّبَس ،رْيِشاَبَط ،بَتْكَم ،باَتِك sambil menunjuk bendanya, sementara siswa diminta menirukannya. - Selanjutnya guru menerapkan kata-kata tersebut dalam kalimat

sempurna:

.بَتْكَمْلا ىَلَع باَتِكْلا ؟باَتِكْلا َنْيَأ .ة َر ْوُّبَّسلا ِرا َو ِجِب رْيِشاَبَّطلا ؟ رْيِشاَبَّطلا َنْيَأ .ةَحاَّسَمْلاِب ة َر ْوُّبَّسلا ِحَسْمِا ،ةَخِسَّتُم ة َر ْوُّبَّسلا Setelah guru mencontohkan kegiatan tersebut, guru meminta siswa mempraktikannya secara langsung.

Secara perlahan kegiatan pembelajaran berbicara bisa ditingkatkan, terutama untuk kelas yang agak tinggi, bisa melalui kegiatan bermain peran, pameran gambar, dan sebagainya yang menuntut siswa untuk aktif berbicara.

Bisa juga memanfaatkan berbagai benda lain yang ada di ruang belajar, seperti gambar-gambar hiasan dinding, peta, foto, dan sebagainya.

15Ibid. Hal 167

(11)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 32

Dari peta yang menempel di dinding kelas, siswa bisa diarahkan untuk berbicara mengenai berbagai hal berkaitan dengan negara tertentu atau propinsi tertentu. Untuk tema negara tertentu, misalnya, pembicaraan bisa dimulai dengan menyebutkan nama negaranya, ibu kotanya, agamanya, bahasanya, penghasilan utamanya, nama sungai, gunung, dan seterusnya. 2. Gerakan atau peragaan kegiatan berantai

Teknik ini juga termasuk bagian dari pendekatan audio visual16 yang implementasinya berpaduan dengan teknik langsung. Hanya saja, jika pada teknik langsung yang menjadi fokus adalah benda sebagai stimulus kegiatan berbicara, sementara pada teknik gerakan berantai yang menjadi fokusnya adalah gerakan. Teknik ini lebih cocok untuk siswa tingkat menengah ke atas.

Guru menyiapkan serangkaian gerakan atau perbuatan yang diurutkan secara berantai sehingga menggambarkan suatu kegiatan pada tema tertentu. Setiap gerakan yang berlangsung disertai dengan ungkapan. Selanjutnya siswa secara berkelompok diminta untuk meragakan gerakan atau kegiatan tersebut, sementara siswa lainnya menyampaikan pengucapannya. Atau bisa juga siswa yang melakukan gerakan tersebut langsung mengucapkan secara lisan sambil melakukan gerakan17.

Sebagai contoh: guru berdiri dari kursi, lalu berjalan menuju ke arah pintu dan membukanya lalu menutupnya kembali. Pada waktu yang sama guru mengatakan :

. َباَبْلا ُقِلْغُأ اَنَأ ، َباَبْلا ُحَتْفَأ اَنَأ ،ِباَبْلا ىَلِإ ُه ِجَّتَأ اَنَأ ،ىِناَكَم ْنِم ُم ْوُقَأ اَنَأ Setelah mengulang gerakan-gerakan tadi beberapa kali, selanjutnya guru bertanya kepada siswa dimulai dari gerakan pertama (guru berdiri dari kursi tempat duduknya), dengan ungkapan ؟ َنلآا ُلَمْفَأ اَذاَم .

siswa menjawab : َكِناَكَم ْنِم ُم ْوُقَت َتْنَأ.

(guru berjalan menuju ke arah pintu) sambil bertanya ؟ َنلآا ُلَمْفَأ اَذاَم . siswa menjawab .ِباَبْلا ىَلِإ ُه ِجَّتَت َتْنَأ . dan begitu seterusnya.

16 Al-Naqah. Ibid. Hal 168

17 Lihat al-Na’imi, Ali. 2004. Al-syamil Fy Tadris al-Lughah al-Arabiyyah. Amman Jordan:

(12)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 33

Kegiatan semacam ini dilanjutkan kepada situasi-situasi komunikatif lainya, seperti:

- guru atau siswa mengeluarkan buku dari dalam tasnya sambil berkata: اَنَأ ةَبْيِقَحْلا َنِم َباَتِكْلا ُج ِرْخُأ,

- kemudian meletakan buku tersebut di atas meja, sambil berkata: ُعَضَأ اَنَأ بَتْكَمْلا ىَلَع َباَتِكْلا,

- selanjutnya membuka buku halaman 17 misalnya, sambil berkata: ُحَتْفَأ اَنَأ َة َرْشَع َةَعِباَّسلا ِةَحْفَص ىَلَع َباَتِكْلا ,

- dan seterusnya.

Kegiatan berbicara dengan peragaan gerakan ini bisa ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, misalnya dengan mengubah kata kerja dari mudhāri’ ke bentuk mādhi dan sebagainya. Situasi-situasi lain yang bisa disampaikan dengan rangkaian peragaan gerakan adalah kegiatan setelah bangun tidur, berangkat ke sekolah, pulang dari sekolah, berangkat ke pasar atau toko, naik kendaraan dan sebagainya. Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan dalam proses pembelajaran

mahārat al-kalām, diantaranya18:

- Memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa untuk praktik penggunaan bahasa pada situasi komunikatif yang ril dan kontekstual. - Membantu siswa memahami makna setiap kalimat dengan jelas dan

mudah karena setiap kalimat yang diajarkan selalu dibarengi dengan kontekstualisasi makna baik melalui gerakan maupun penunjukan benda yang dimaksud. Pada waktu yang sama teknik ini menghindari penggunaan tarjamah ke bahasa siswa atau penggunaan kamus.

- Melatih siswa agar terbiasa berbicara secara bebas dan lepas dengan berbekal beberapa kosa kata yang sudah mereka kuasai.

3. Tanya jawab

Metode tanya jawab termasuk metode yang paling sederhana dan paling mudah untuk pembelajaran mahārat al-kalām, terutama muhādatsah. Guru memulai dengan menyediakan berbagai pertanyaan pendek dan sederhana

18 Lihat al-Naqah, Ibid. Hal 171

(13)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 34

yang disertai jawabannya berkaitan dengan tema-tema yang ada di sekitar siswa dan sesuai dengan tingkat kemampuannya19.

Pada tahap awal pertanyaan-pertanyaan yang dilatihkan kepada siswa hendaklah:

1. Memerlukan jawaban yang sederhana berkaitan dengan kata-kata benda yang ada disekitar siswa.

2. Struktur kalimat yang digunakan juga masih sederhana. Jika sudah menggunakan kata kerja, maka pada tahap awal cukup menggunakan

fi’il mudhāri’ dulu misalnya.

3. Kegiatan dilakukan secara berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan menggunakan bahasa Arab sejak dini.

Jika siswa sudah terbiasa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan sederhana secara bergantian, secara bertahap model pertanyaan dan jawaban ditingkatkan kepada yang lebih kompleks, begitu juga tema-temanya lebih diperluas lagi serta pemakaian kata kerjanya lebih variatif lagi.

Cara Penggunaan Metode Tanya Jawab

1. Mula-mula pertanyaan disampaikan oleh guru dan seluruh siswa menjawabnya20. Selanjutnya siswa dibagi dua kelompok, kelompok satu berperan sebagai penanya dan kelompok dua sebagai penjawab. Kemudian dua orang siswa melakukan tanya jawab secara bergantian. Intinya setiap siswa harus kebagian giliran baik sebagai penanya maupun penjawab.

2. Setelah guru merasa yankin bahwa semua siswanya mampu melakukan tanya jawab sederhana dengan menggunakan struktur kalimat sederhana, guru bisa memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan model-model tanya jawab tadi pada konteks yang berbeda, tetapi masih berkaitan dengan pola kalimat yang diajarkan. 3. Jika langkah pertama dan kedua sudah dilakukan, maka sebagai variasi,

guru bisa meminta siswa melakukan tanya jawab secara berantai. Seorang siswa menyampaikan pertanyaan kepada teman di sampingnya.

19 Al-Na’imi, Ibid. Hal 19

20 Lihat Al-Khuli, Muhammad Ali. 1986. Asalib Tadris Lughat ‘Arabiyyah. Riyadh :

(14)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 35

Teman yang di sampingnya menjawab, lalu memberikan pertanyaan kepada siswa di sampingnya lagi, dan begitu seterusnya.

4. Variasi lain yang mungkin dikembangkan untuk melatih kelancaran siswa menyampaikan pertanyaan dan jawaban: guru menyampaikan pertanyaan dan salah seorang siswa diminta menjawabnya. Kemudian siswa yang lain mengulangi jawaban yang disampaikan oleh siswa yang ditanya tadi.

5. Tema muhādatsah bisa diambil dari teks bacaan sederhana. Guru memilih bahan bacaan yang sesuai lalu membacakannya di hadapan siswa. Setelah itu guru menyampaikan beberapa pertanyaan seputar isi bacaan dengan memfokuskan pada kosa kata dan struktur kalimat yang terkandung dalam bahan bacaan tersebut.

6. Untuk lebih mengembangkan pertanyaan dari bahan bacaan, guru bisa melatih siswa agar mampu membuat pertanyaan dan jawaban dengan menggunakan berbagai kata tanya seperti apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana dan sebagainya.

7. Dalam latihan tanya jawab dari teks bacaan, perlu memperhatikan kesesuaian kandungan bacaan, baik dari segi kosa kata, pola kalimat, dan unsur gramatika, dengan level dan kemampuan siswa. Pada tahap awal pertanyaan yang dilontarkan tidak boleh keluar dari kandungan teks. Tetapi pada tahap lanjutan, secara bertahap bentuk pertanyaan bisa ditingkatkan kepada yang tersirat.

Variasi Teknik Pembelajaran Mahārat al-Kalām (1) Al-Hiwār

Percakapan atau muhādatsah atau hiwār adalah proses pembicaraan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara timbal balik. Hiwār biasanya fokus pada tema tertentu, dari mulai membicarakan hal yang sederhana sampai yang kompleks sesuai dengan tingkat pengetahuan siswa21.

21 Contoh-contoh teknik hiwar ini disarikan dan dimodifikasi dari beberapa rujukan, seperti:

Ahmad Fuad Effendi 2000. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab Misykat: Malang. Hal. 112 dst, Henri Guntur Tarigan. 2006. Teknik Pengajaran Keterampian Bahasa. Angkasa: Bandung.hal. 90 dst. Al-Naqah, Mahmud Kamil. 1985. Ta’lim al-Lughah al-Arabiyyah Li al-Nathiqin Bi Lughat Ukhra:

(15)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 36

Diantara model latihan hiwār ialah sebagai berikut: (a) Al-hiwār al-Mutasalsil

- Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa pertama.

- Siswa pertama menjawab, lalu menyampaikan pertanyaan yang sama kepada siswa kedua.

- Siswa kedua menjawab pertanyaan dari siswa pertama, lalu menyampaikan pertanyaan ke siswa ketiga,

- Dan seterusnya, sampai semua siswa mendapat giliranya.

Contoh : ؟دْيِمَح اَي ر ْوُطُفْلا ىِف َتْلَكَأ اَذاَم :س ِِّرَدُمْلا ؟ ماَشِه اَي ر ْوُطُفْلا ىِف َتْلَكَأ اَذاَم .َّيِلْقَمْلا َّز ُّرلا ُتْلَكَأ ر ْوُطُفْلا ىِف : دْيِمَح ِه ؟ لاَصْيَف اَي ر ْوُطُفْلا ىِف َتْلَكَأ اَذاَم . َزْبُخْلا ُتْلَكَأ ر ْوُطُفْلا ىِف : ماَش ... خلإ . ِضْيَبْلا َعَم َّز ُّرلا ُتْلَكَأ ر ْوُطُفْلا ىِف :لاَصْيَف (b) Hifdzal-hiwār al-namūdzajī

Guru memberikan suatu model hiwār untuk dihafalkan oleh siswa. Lalu secara berpasangan siswa diminta tampil kemuka kelas untuk mempraktikanhiwār tersebut. Agar praktik hiwār berjalan secara alami, siswa diminta untuk memperhatikan mimik, gerak-gerik, dan intonasi sesuai dengan isihiwār.

(c) Al-hiwār al-Muwajjah

Di dalam al-hiwār al-muwajjah, guru menentukan setingan situasnya. Siswa diharapkan mengembangkan imajinasinya sendiri sesuai dengan situasi yang telah ditentukan.

Contoh : َيِل ِِ ْوُقُّْلاَِْم ااًَلْبَم ُُ َرْيِعُت ْنَأ َكِْْم ُبُلْطَي َكَل ٌْيِمَح قْيِد ََص َكَءاَج ِِّ َحْلا ِء ْو َُسِل َكَِّْكَل َِ .اةَيَِِِْأ ِهِب ََ ِرَت َْش َ َِْمَهِب َ ِرَت َََْشَي َِ َةَّيَِِدَيْلا َكَتَعا ََََس َعْيِبَي ْنَأ ُهَل ُض ِرْعُتَف ،دْعَب ِتْأَت ٌَْل َكَتَلا َو ِح َّنَلأِ سِلْفُم ا ا يِتَّلا َةَيَِِِْلأ َّنِإ َلاَق َِ َضَف َر ُهَِّْكَل َِ ،اَ ْيَلِإ ُجاَتْحَي ِةَيِلاَبْلا ِهِباَيِث َضْعَب َعْيِبَيَس ُه 22 .

Siswa melakukan muhadatsah sesuai situasi tersebut.

Mahmud Ismail Shiny dkk. 1991.Dalil Mu'allim Ila Istikhdam Shuwar wa Bithaqah fi Ta'lim

al-Lughah. Riyadh: Maktabat al-Tarbiyah al-Arabi Li Duwal al-Khalij hal 199 dst.

(16)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 37

(d) Al-hiwār al-Hurr

Dalam kegiatan al-hiwār al-hurr/percakapan bebas, guru hanyamenetapkan topiknya saja. Siswa diberi kesempatan melakukan percakapan mengenai topik tersebut secara bebas. (2) MukālamahTilfūniyyah

Seiring kemajuan teknologi, hand phone merupakan alat komunikasi yang dimiliki oleh hampir semua siswa. Keterampilan menggunakan telepon sangat diperlukan dalam berbagai hal. Misalnya untuk menghubungi keluarga, menyampaikan berita, pesan dan sebagainya. Juga digunakan untuk menyampaikan keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit dan sebagainya.

Melalui teknik bertelepon siswa dilatih berbicara jelas, singkat dan lugas. Juga siswa harus dapat menggunakan waktu seefisien mungkin. (3) Al-washf/Mendeskripsikan

Guru memberikan contoh deskripsi sesuatu benda tanpa menyebutkan nama bendanya. Siswa diharapkan dapat menebak benda yang dimaksud. Kemudian siswa 1 mendeskripsikan benda lain tanpa menyebutkan nama bendanya. Siswa 2 menebak nama benda yang dimaksud siswa 1. Lalu siswa 2 mendeskripsikan benda lain dan siswa 3 menebaknya dan seterusnya, hingga semua siswa kebagian giliran berlatih mendeskripsikan benda dan menebak benda yang didskripsikan orang lain.

(4) Al-Ta’limat/Memberi Petunjuk

Latihan memberi petunjuk merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara.Memberi petunjuk mengenai suatu hal seperti menjelaskan arah, letak sesuatu tempat, cara mengerjakan sesuatu, dan sebagainya memerlukan keterampilan berbicara kualitas tinggi. Petunjuk harus singkat agar mudah diingat. (5) Taqdim al-taqarir/Reportase

Reportase atau laporan dari suatu kegiatan dapat digunakan sebagai sarana latihan keterampilan berbicara. Kegiatan yang dilaporkan bisa berkaitan dengan kegiatan di sekolah, di rumah, di masyarakan dan

(17)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 38

sebagainya. Bahasa laporan haruslah singkat, padat, jelas, lugas, dan menarik.

(6) Al-Muqabalah/Wawancara

Wawancara adalah bentuk kelanjutan dari percakapan atau tanya jawab. Wawancara dapat digunakan sebagai teknik pengajaran berbicara. (7) Al-Qishah/Bercerita

Bercerita merupakan bentuk latihan kemampuan berbicara yang penting untuk dikembangkan, apa lagi kalau cerita tersebut dikemas secara menarik, baik cara penyampaiannya, maupun gaya bahasanya23.Cerita bisa mengenai peristiwa-peristiwa fiktif, bisa juga menngenai kisah nyata, atau gabungan antara keduanya.

Variasi model latihan bercerita

a. Qishah mutasalsilah/Cerita berantai

Guru menyusun suatu cerita lalu disampaikan secara lisan, tetapi tidak sampai tuntas. Guru memintasalah seorang siswa untuk melanjutkan ceritanya. Siswa pertama menghentikan ceritanya pada bagian tertentu. Guru meminta siswa kedua melanjutkan cerita tersebut. Pada batas tertentu siswa kedua berhenti, lalu dilanjutkan siswa ketiga dan seterusnya.

b. I’ādat al-ta’bīr/Mengulangi Cerita

Guru menyediakan bahan bacaan berupa cerita ringan yang agak panjang. Bahan itu diberikan kepada siswa untuk dibaca dan dipahami. Kemudian siswa diminta menceritakan kembali isi bacaan yang dibacanya dengan ungkapan sendiri.

c. Ta’bīr an shūrah/Menceritakan Gambar

Menceritakan atau mendeskripsikan gambar secara lisan termasuk sarana peningkatan kemampuan berbicara yang sangat efektif. Ada gambar yang bergerak, ada juga gambar diam: Yang termasuk gambar bergerak adalah seperti film, tayangan televisi, dan video24. Sedangkan gambar diam adalah gambar yang biasa kita dapatkan di

23 Lihat Jabir, Walid Ahmad. Tadris al-Lughah al-Arabiyyah: Mafahim Nadzariyyah wa

Tathbiqat Amaliyyah. Amman, Jordan: Dar al-Fikr Li al-Thaba’ah wa al-Nasyr. Hal. 244

(18)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 39

buku, majalah, koran, dan sebagainya. Bisa juga dibuat langsung dengan cara melukis, atau hasil fotografi.

(8) Al-Ta’bīr al-hurr/Berbicara Bebas

Yang dimaksud berbicara bebas dalam konteks pembelajaran kemahiran berbicara adalah melatih siswa untuk menyampaikan pendapat dan pemikirannya seputar tema-tema tertentu, seperti membicarakan tema keagamaan, kebudayaan, adat istiadat, perayaan atau pesta, mengomentari berita, membicarakan penomena alam seperti gunung meletus, kebakaran, banjir dan sebagainyadan sebagainya.

Dalam kegiatan ini, siswa diberi kebebasan untuk berbicara sesuai dengan pendapat, pengetahuan, dan pengalamannya

(9) Al-Munāqasyah/Diskusi

Diskusi merupakan kegiatan ilmiah untuk membahas atau mengkaji permasalahan atau tema tertentu. Perlu ditegaskan di sini bahwa dalam diskusi kita tidak sekedar menyampaikan pertanyaan dan jawaban saja, melainkan sebuah proses interaksi antara bebagai pihak untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran kritis dan kreatif serta fakta-fakta untuk menguatkan pemahaman terhadap suatu objek yang didiskusikan. Oleh karena itu, diskusi sangat bermanfaat untuk dijadikan sarana peningkatan kemampuan berbicara25.

Dalam diskusi ada beberapa kecakapan yang bisa diraih siswa berkaitan dengan latihan berbicara, diantaranya:

- Latihan menyampaikan alasan yang rasional untuk memuaskan lawan. - Menghindari debat kusir, atau mempertahankan pendapat yang tidak

kuat.

- Menerima pendapat orang lain dengan lapang dada.

- Merasa puas dengan pendapat orang lain, dan pada waktu yang sama bisa mengubah pendapat sendiri yang kurang kuat.

- Mengikuti aturan diskusi, memberi kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan pendapatnya, tanpa memotong pembicaraan. - Latihan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah.

25 Lihat Madkur, Ali Ahmad. 2000. Tadris Funun al-Lughah al-Arabiyyah. Al-Qahirah: Dar

(19)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 40

(10) Al-Khithabah wa Ilqa’ al-kalimat/Pidato dan Sambutan

Kegiatan ini hendaknya dilakukan setelah siswa mempunyai cukup pengalaman dalam berbagai kegiatanberbicara yang lain seperti percakapan, bercerita, wawancara, diskusi danlain-lain. Hal ini perlu karena kegiatan berpidato inisifatnya selalu resmi dan membutuhkan gaya bahasa yanglebih banyak. Oleh kerena itu perlu waktu persiapan yang cukup26.

Ada beberapa unsur atau kisi-kisi yang haus diperhatikan dalam penyampaian pidato dan sambutan, yaitu:

- Pendahuluan: berisi pengantar untuk menarik perhatian pendengar. Oleh karena itu, tahap pendahuluan ini harus disampaikan dengan cara yang menarik perhatian pendengar.

- Penyajianmateri pokok: Pada tahap ini pembicara menyampaikan inti materi pidatonya. Di sini pembicara bisa menjelaskan pendapat dan pandangannya tetang tema pembicaraan serta mengungkapkan dalil-dalil yang memperkuat pendapat dan pandangannya tersebut. Semua pembicaraanya itu disampaikan secara logis, sistematis, dan berdasar pada dalil atau rujukan yang terpercaya, sehingga dapat memuaskan pendengar.

- Penutup/kesimpulan: pada tahap ini pembicara menyampaikan kesimpulan dari pidatonya dengan ungkapan yang ringkas padat dan jelas.

Selanjutnya menurut pandangan Ilyan, (1992:113), yang termasuk dalam kawasan khithābah, adalah debat atau munādzarah. Debat atau

munādzarah biasanya dilakukan minimal oleh dua orang,

membicarakan tema yang berbau kontropersial/debatable, seperti kebijakan-kebijakan baru, peraturan, dan sebagainya. Satu pihak berposisi sebagai pendukung yang berupaya menguatkan dukungannya dengan alasan-alasan yang rasional. Sementara pihak yang lain berposisi sebagai pembantah yang berusaha menggugurkan pandangan pihak mendukung, tentunya dengan alasan-alasan yang rasional pula.

26 Ilyan, Ibid. Hal. 111

(20)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 41

(11) La’b al-adwar/Bermain Peran

Teknik bermain peran sangat baik dalam melatih kemampuan berbicara siswa. Dalam bermain peran, siswa, bertindak, berlaku, dan berbahasa sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Misalnya sebagai guru, orang tua, polisi, hakim, dokter, dan sebagainya.

(12) Masrahiyyah/Sandiwara

Sandiwara merupakan kegiatan yang mengandung unsur rekreatif, karenanya menyenangkan. Melalui teknik bermain sandiwara siswa dilatih mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan. Bermain sandiwara jelas meningkatkan kemampuan berbicara para pelakunya.

Persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan ini ialah :

- Memilah naskahyang dialog-dialognya dapat dianggap baik sebagai alat untuk mengajarkan kemampuan berbicara.

- Siswa diberi kesempatan untuk latihan beberapa hari sebelum penampilan.

F. Evaluasi Pembelajaran Mahārat al-Kalām

Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan pengajaran diperlukan penilaian yang sistematisdengan kriteria yang jelas. Tanpa aturan yang jelas, guru akan mengalami kesulitan dalam menentukan “apa yang dinilai danbagaimana cara menilainya”. Akibatnya hasil penilaian sangat subyektif dan tidak akurat.

Maharat al-kalam pada hakikatnya merupakan kemahiran

berkomunikasi lisan yang bersifat produktif. Oleh karena itu, penilaian kemahiran berbicara paling tepat dilaksanakan melalui tes subjektif. Penggunaan tes objektif untuk tes kemampuan berbicara merupakan suatu pemaksaan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan27.

Menilai kemampuan berbicara siswa bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Alat penilaian yang digunakan, sebagaimana

(21)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 42

pendapat Lee, dalam Khundharu Saddhono dan St. Y. Slamet (2012: 59)28, harus dapat menilai kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan gagasannya, termasuk kemampuan menggunakan kata, kalimat, dan wacana yang sekaligus mencakup kemampuan kognitif dan psikomotorik.

Selanjutnya menurut Lee, ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk menilai kemampuan berbicara, seperti:

1. Tes bercerita, dilakukan dengan cara meminta siswa untuk mengungkapkan sesuatu (pengalaman atau topik tertentu) yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Aspek penilaian diarahkan pada unsur linguistik, kelancaran, kefasihan, intonasi, gaya penyampaian, dan sebagainya. 2. Tes diskusi, dilakukan dengan cara memberikan suatu topik untuk

didiskusikan oleh peserta tes. Tujuan tes ini untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat, serta menanggapi ide atau gagasan yang disampaikan oleh orang lain. Aspek penilaian diarahkan pada unsur linguistik (akurasi bahasa), pemilihan kosa kata, kelancaran, kefasihan, penyampaian gagasan, mempertahankan gagasan, membantah atau mengkritisi pendapat orang lain, dan sebagainya.

Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, Yunus29 mengatakan bahwa

tes kemampuan berbicara dapat diarahkan pada: 1) Tes ponetik 2) Tes kosa kata 3) Tes struktur kalimat dan tata bahasa, serta 4) Tes berbicara spontan. 1. Tes ponetik

Salah satu aspek pembelajaran kemahiran berbicara adalah penguasaan ponetik. Tes ponetik bisa dilakukan, melaui:

a. Pronouciation test

Siswa dites kompetensinya dalam mengucapkan bunyi tiap huruf Arab (yang berharakat, yang sukun, yang pendek, yang mad, yang bertanwin, yang bertasydid, dan seterusnya) dalam kalimat yang utuh30. Contoh: 1. Guru menjelaskan sesuatu dengan bahasa sasaran (bahasa Arab), lalu

meminta siswa untuk mengulangi penjelasan dari guru tadi.

28 Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet. 2012. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa

Indonesia: Teori dan Aplikasi. Bandung: Karya Purta Darwati. Hal.59

29 Fathi Ali Yunus dan Muhammad Abd Rauf. 2003. Al-Marji’ Fy Ta’lim Lughah

al-Arabiyyah Li al-Ajanib Min al-Nadzariyyah Ila al-Tathbiq.al-Qahirah: Maktabah Wahbah. Hal 168

30 Untuk mendapat gambaran lebih jelas, lihat Muhammad, Abdul Khaliq Muhammad.

(22)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 43

2. Siswa diminta membaca teks atau dialog yang sudah diperdengarkan melalui rekaman.

3. Menggunakan media gambar sebagai stimulus. Misalnya

menggunakan gambar jam untuk mengecek kemampuan siswa dalam pengucapan angka-angka Arab, baik yang menunjukan angka asli,

maupun yang menunjukan angka pecahan atau untuk

mengekspresikan jam tepat, kurang atau lebih, menyebutkan menit, detik dan seterusnya.

b. Intonation test

Jika pada bagian a, tes diarahkan pada kemampuan pengucapan huruf, kata, frasa, atau kalimat, maka pada bagian ini, tes diarahkan pada intonasi kalimat. Contoh:

1. Guru meminta siswa untuk menanyakan umur temannya, atau keadaan orang tuanya, atau cara berangkat ke sekolah dan seterusnya. 2. Guru meminta siswa untuk meminta tolong temannya menutup pintu. 3. Guru meminta siswa untuk menyampaikan permohonan maaf kepada

temannya, karena pernah melanggar janji. Danseterusnya.

4. Guru bisa juga meminta siswa untuk membaca sebuah teks yang cukup kompleks (umpamanya teks yang berkaitan dengan kisah/cerita) yang memuat berbagai variasiintonasikalimat.

2. Tes kosa kata

Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengetes tingkat penguasaan siswa terhadap kosa kata secara lisan:

a. Ekspresi waktu

Guru membawa reflika jam yang besar. Siswa diminta menyebutkan waktu sesuai yang ditunjukan oleh guru.

b. Membaca jadwal

Guru menyediakan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta di stasiun tertentu. Siwa diminta untuk menjelaskan jadwal dari kereta tertentu sesuai yang diminta guru.

c. Membaca angka dengan nyaring

Guru menulis beberapa angka, dari yang sederhana sampai yang kompleks, termasuk tanggal lahir. Siswa diminta membacanya dengan nyaring.

(23)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 44

d. Mengekspresikan gambar

Guru menyediakan berbagai gambar. Siswa diminta untuk

mendeskripsikan gambar sesuai yang ditunjukan guru. 3. Tes struktur kalimat dan tata bahasa

Tes struktur kalimat dan tata bahasa dalam kemahiran berbicara bisa dilakukan dengan beberapa cara:

a. Mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan siswa dengan fokus pada pemilihan kata kerja dan kesesuaiannya dengan kata ganti. Contoh:

.لْصَفْلا ُلُخْدَت ى ِراَم َنلآا ُسِلْجَت َيِه .اَ ِناَكَم ىَلِإ ةَبِهاَذ َيِه

Guru: ضاَملْعِف Siswa :

ْتَسَلَج ٌَُّث .اَ ِناَكَم ىَلِإ ْتَبَهَذ َيِه .لْصَفْلا ْتَلَخَِ ى ِراَم b. Mengubah kata ganti (dhāmir)

Guru menyiapkan beberapa kalimat lengkap dengan pelaku misalnya kata ganti dia laki-laki )وه(.

Guru mengatakan: bacalah kalimat di atas dengan mengubah dhamir)وه( dengan: 1) يه 2) نحن 3) تنأ 4) ٌه 5) نه 6) Dan seterusnya.

Siswa membaca kalimat yang disediakan guru dengan menggunakan

dhamir yang berbeda.

c. Mengubah kata tunggal (mufrād) menjadi dual (mutsanna) atau

jama’. Contoh: : عْمَج ىَلِإ ِ َرْفُم ْنِم َةَيِتلآا َةَلْمُجْلا ِل ِِّوَح 1 . ؟ ىِباَتِك َنْيَأ 2 . لْيِمَج ذاَتْسُلأا ٌَُلَق 3 . ٌِئاَن ىِبْلَك 4. Tes berbicara spontan (speaking for communication)

Tes kecakapan siswa dalam komunikasi lisan diarahkan pada kemampuan siswa menyampaikan pesan sesuai konteks yang disampaikan atau diminta guru. Siswa diberi kebebasan untuk menggunakan pola kalimat dan memilih kosa kata yang dapat menyampaikan pesan tersebut.

Menurut Randall dalam Yunus (2003:172)31, interview atau wawancara masih dianggap sebagai salah satu teknik yang tepat untuk mengukur

31 Yunus. Ibid. Hal. 172

(24)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 45

kecakapan berbicara, karena melalui wawancara kita dapat mengukur kecakapan siswa hampir pada semua aspek (fonetik, kosa kata, struktur kalimat, konten atau tema dan sebagainya).

Selain interview, Randall menawarkan beberapa model untuk teks kecakapan berbicara spontan, diantaranya Mādzā taqūl (apa yang kamu katakan pada situasi seperti ini) :

Contoh 1:

Guru menyediakan beberapa kartu bertuliskan :

َأ ْنَع ِقْي ِرَّطلا ىِف َنْيِفِقا َوْلا َدَحَأ َتْلَأَس َِ ،ُلْبَق ْنِم اَ ُف ِرْعَت َلا ىِتَّلا نُدُمْلا ىَدْحِإ ىَلِإ َتْبَهَذ َّلا ِنِكاَمَلأا ِدَح

ىِت

ِِّدَحُي ْنَأ ُدْي ِرُت َِ هْيَلِإ َباَهَّذلا ُدْي ِرُت ؟ هَل َتْلُق اَذاَمَف ،َُاَجِِّتِلاا َكِلَذ َِ

Siswa menyampaikan sesuai yang diminta dalam kartu. Contoh 2:

: َتْلُقَف َباَهَّذلا ُعْيِطَتْسَت َلا َكَِّْكَل َِ ،ِتَلاَفَحْلا ِدَحَأ ىَلِإ َتْيِعُِ Siswa menyampaikan sesuai yang diminta dalam kartu.

Variasi dari teknik Mādzā taqūl (apa yang kamu katakan pada situasi seperti ini) adalah teknik Mawāqif (hal tuwāfiq am lā, wa limādzā?)

Contoh 3:

Guru menyediakan beberapa kartu bertuliskan :

؟ اَذاَمِل َِ ،َلا ْمَأ قِفا َوُت َتْنَأ ْلَه ،ِتْيَبْلا َج ِراَخ َلَمْعَت ْنَأ ِةَأ ْرَمْلِل ُز ْوُجَي َلا Siswa menyampaikan sikap dan alasannya.

Contoh 4:

؟ اَذاَمِل َِ ،َلا ْمَأ قِفا َوُت َتْنَأ ْلَه ،رِِّخَأَتُمْلا ِجا َِ َّزلا َنِم رْيَخ رِكْبُمْلا ُجا َِ َّزلا Siswa menyampaikan sikapnya atau pendapatnya terhadap pernyataan dalam kartu.

Variasi lain dari teknik Mādzā taqūl (apa yang kamu katakan pada situasi seperti ini) adalah teknik ibdā’ al-Ra’y (Mā ra’yuka ?)

Contoh 1:

Guru menyediakan beberapa kartu bertuliskan

؟ ءاَسِِّْلا َِ ِلاَج ِِّرلا َنْيَب ِةا َِاَسُمْلا ىِف َكُيْأ َر اَم Siswa menyampaikan pendapatnya atas pernyataan dalam kartu.

Contoh 2:

؟ ِةَأ ْرَمْلا ِةَساَئ ِر ىِف َكُيْأ َر اَم Siswa menyampaikan pendapatnya atas pernyataan dalam kartu.

(25)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 46

Berdasarkan berbagai pandangan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya tes kemahiran berbicara dapat dilakukan dengan model tes berikut:

1. Tes ponetik (Pengucapan dan Intonasi)

2. Tes bercerita, (pengalaman atau topik tertentu) yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.

3. Tes berbicara pada tema tertentu, baik secara spontan maupun dengan persiapan. Adapun variasi tes berbicara :

a. Mawāqif : Mādzā taqūl (apa yang kamu katakan)

b. Mawāqif : Mādzā taf’al (apa yang kamu lakukan pada situasi seperti ini) yang diuraikan secara lisan:

c. Ibdā’ al-Ra’y (Mā ra’yuka fy ...? d. Hal tuwāfiq am lā, wa limādzā ? 4. Tes wawancara,

5. Mendeskripsikan gambar,

6. Melakukan percakapan atau berdiskusi, atau berdebat, 7. Bermain peran (role play).

8. Berpidato.

Jenis atau model tes apapun yangdiberikan kepada siswa dalam menguji kemampuan berbicara, penguji harus memfokuskan penilaiannya pada aspek-aspek berikut:

- Unsur kebahasaan (tata bahasa, kosa kata, kefasihan) - Substansi (isi) pembicaraan

(26)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 47

DAFTAR PUSTAKA

‘Audh, Ahmad Abduh. Tt. Madakhil Ta’lim al-Lughah al-Arabiyyah. Makkah Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura.

al-Na’imi, Ali. 2004. Al-syamil Fy Tadris al-Lughah al-Arabiyyah. Amman Jordan: Dar Usamah.

Al-Naqah, Mahmud Kamil. 1985. Ta’lim Lughah Arabiyyah Li

al-Nathiqin Bi Lughat Ukhra: Ususuh, Mahakhiluh, Thuruq Tadrisih.

Makkah al-Mukarramah: Jami’at Um al-Qura. Djiwandono, Soenardi. 2008. Tes Bahasa. Jakarta: Indeks.

Effendi, Ahmad Fuad. 2000. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab Misykat: Malang.

Ilyan, Ahmad Fuad Mahmud. 1992. Al-Maharat al-Lughawiyyah:

Mahiyatuha wa Tharaiq Tadrisiha. Dar Muslim Li Nasyr wa

al-Tauzi’, Riyadh.

Jabir, Walid Ahmad. Tadris al-Lughah al-Arabiyyah: Mafahim Nadzariyyah

wa Tathbiqat Amaliyyah. Jordan: Dar Fikr Li Thaba’ah wa

al-Nasyr.

Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet. 2012. Meningkatkan Keterampilan

Berbahasa Indonesia: Teori dan Aplikasi. Bandung: Karya Purta

Darwati.

Madkur, Ali Ahmad. 2000. Tadris Funun al-lughah al-arabiyah. Dar al-Fikr al-Araby: Madinat al-Nashr Kairo.

Muhammad, Abdul Khaliq Muhammad. Ikhtibarat Lughah. Jami’ah al-Malik Su’ud: ‘Amadah Syu’un al-Maktabah.

Permenag no. 2. Tahun 2008 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

Tarigan, Henri Guntur. 2006. Teknik Pengajaran Keterampian Bahasa. Angkasa: Bandung.

Thu’aimah, Rusydi Ahmad. 1986. Al-Marja’ fy Ta’lim Lughah

Arabiyyah Li Nathiqin Bi Lughat Ukhra. Juz 2. Makkah

(27)

El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013 48

Yunus, Fathi Ali dan Muhammad Abd al-Rauf. 2003. Al-Marji’ Fy Ta’lim

Lughah Arabiyyah Li Ajanib Min Nadzariyyah Ila al-Tathbiq.al-Qahirah: Maktabah Wahbah.

Referensi

Dokumen terkait

Panjang akar stek dihitung dengan cara mengukur panjang akar terpanjang pada setiap stek diakhir penelitian dengan menggunakan penggaris dan dinyatakan dalam

Dari penjelasan tersebut, maka belum dapat diperoleh kesimpulan yang jelas bahwa apakah ada pengaruh merger terhadap kinerja saham perusa- haan sehingga akan lebih menarik

Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari peneliti yang setuju untuk mengetahui tentang “Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas 0-3 Hari Tentang Colostrum Di Rumah Sakit Umum

Meskipun demikian, pada fungsi hasil pengujian MR4 ini juga dapat dilihat bahwa perhitungan average response time pada database local tidak berbeda jauh

[r]

Hal yang sama juga ditunjukkan dalam hasil analisis faktor serta analisis tingkat kepentingan dan kinerja dimana faktor citarasa makanan dan minuman merupakan salah satu faktor

Hal tersebut berarti cairan merkuri tetap berada dalam cairan dan menyebabkan amalgam lebih lama mengeras meskipun dalam pemasukan adonan ke dalam cetakan model

Kebanyakan karyawan memiliki jenjang pendidikan terakhir sekolah menengah atas (SMA) dan kebanyakan karyawan tidak pernah mendapatkan bimbingan atau pelatihan, para