• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA POSTMODERN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA POSTMODERN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA POSTMODERN

Hancurnya bangunan Pruitt Igoe yang bangunan arsitekturnya modern dengan karakter ruang yang isotropis, homogen, monoton, anti-ornamen, anti-metafor, anti-humor, mono-simbiolik, dan berestetika mesin sekaligus menandai hancurnya era arsitektur modern dan ditandai dengan lahirnya sebuah era baru, yaitu era atau zaman postmodern. Postmodern adalah wacana kesadaran yang mencoba mempertanyakan kembali batas-batas, implikasi dan realisasi asumsi-asumsi modernisme, semangat untuk memperluas cakrawala estetika, tanda dan kode seni modern. Serta wacana tentang kebudayaan yang ditandai dengan kejayaan kapitalisme, lahirnya realitas semu, dunia hiperrealitas dan simulasi, dan tumbangnya nilai-guna, tukar, tanda, dan nilai simbol.

Aliran posmodernisme pada dasarnya bersumber pada filsafat modern seperti eksistensialisme, marxisme dan lain-lain yang dihubungkan dengan tafsir bahasa (Hermeunitika). Kelompok posmodernisme tidak mengakui sejarah sebagai perubahan sosial, dan cenderung menyatakan bahwa manusia tidak bisa menekankan kenyataan an sich sehingga yang ada hanyalah hasil imajinasi yang didasarkan pada persepsi dan pikiran. Wawasan kelompok posmodernisme juga tidak mengakui adanya kebenaran universal. Setiap

sejarah dinyatakan mempunyai kebenarannya sendiri-sendiri. Selain itu, aliran

posmodernisme juga menolak konsep sosial (masyarakat). Mereka hanya mengakui adanya individu.

I. Definisi/ Karakteristik Pemikiran pada masa postmodern

Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan ‘later or after’. Bila disatukan katanya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan- pertanyaan yang tidak dapat terjawab di zaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.

Sedankan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendifinisikan Postmodern secara luas dalam istilah yang berlawanan antara lain : Pertama, postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas. Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat imdustrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, dan kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, dan totalitas, dan sebagainya.

Postodern bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif,dan keduanya menjadi konstruk dan tidak bersinambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kitamelihat diri dan mengkonstruk identitas. Definisi Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) . Dia bersuara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektifitas, dan pemikiran- pemikiran kristen lainnya. Nietzsche berkata “Ada bamyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata ; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”

(2)

iii Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti : (1)dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang, dan mau kembali kepada situasi para-modernisme dan sering dtemukan dalam fundamentalisme ; (2) suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme. Postmodern adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang muncul sejak akhir abad 19. Dalam postmodernisme pikiran diganti dengan keinginan, penalaran digantikan dengan emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme.Kenyataan tidak

lebih dari sebuah konstruk sosial ; kebenaran disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan. Identitas diri muncul dari kelompok. Postmodern mempunyai karakteristik fragmentasi (terpecah-pecah menjadi lebih kecil), tidak menentukan (indeterminacy), dan sebuah ketidak percayaan terhadap suatu hal yang universal (pandangan dunia) dan struktur kekuatan. Postmodern adalah pandangan dunia yang menyangkal semua pandangan dunia. Kesimpulannya postmodern mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yang valid untuk setiap orang. Individu terkunci dalam persepktif terbatas oleh ras, gender, dan grup etnis masing-masing.

postmodern adalah pemikiran pada abad 20 yang merambah ke berbagai bidang disiplin filsafat dan dunia ilmu pengetahuan. Aliran ini lahir sebagai kegagalan filsafat pada modernisme, karena faham modernisme dinilai sangat humanis ( Francois Lyotarl -1942), yang menerbitkan buku yang berjudul THE POST MODERN CONDITION. Postmodernisme adalah sebuah antitesa oleh modernisme yang dinilai telah gagal dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Selama rentang waktu 1960 – 1970an perbincangan tentang postmodern mulai masuk ke dunia arsitektur. Diruntuhkannya bangunan perumahan Pruitt Igoe, St. Louis, Missouri yang memiliki karakter arsitektur modern (arus arsitektur Interasional Style yang dipelopori oleh Mies van der Rohe) menandai lahirnya pemikiran arsitektur postmodern. Arsitektur postmodern membawa tiga prinsip dasar yakni : kontekstualisme, allusionisme dan gaya arsitektur yang lebih luas. Istilah postmodern juga dirujukan sebagai fenomena yang realitas pada masyarakat kontemporer sebagai masyarakat post-industri (post-industrial society), masyarakat komputer (computer society), masyarakat konsumer (consumer society), masyarakat media (media society), masyarakat tontonan (spectacle society) atau masyarakat tanda (semiurgy society). Postmodern sebagai paradigma pemikiran. Postmodern memiliki tiga aspek yaitu ontologi, epistemologi serta aksiologi. Ketiga asspek dasar ini menjadi kerangka pemikir dan bertindak untuk para penganut postmodern bentuk pertama ( Lyotard Derrida, Foucault ). Kedua, postmodern sebagai metode analisis kebudayaan. Dalam konteks ini, prinsip dan pemikiran postmodern digunakan sebagai lensa membaca realitas sosial budaya masyarakat kontemporer (Rotry dan1

Baudrillard).

Gagasan postmodern, dijelaskan oleh Ritzer ( 1997:6), meliputi sebuah era sejarah baru, produk-produk kultural baru, serta tentang dunia sosial.

Unsur-unsur postmodern ini menegaskan bahwa ada sesuatu yang baru dan berbeda, baik secara sosial, budaya atau intelektual.

Prouk-produk budaya yang menyertai kebudayaan modern harus juga diganti dengan produk-produk yang bersifat postmodern. Ide dasar postmoder adalah penentangan terhadap semua yang berbau modern. Rosenau (dalam Ritzer,1997:8-9) menyebutkan beberapa visi postmodern, diantaranya adalah kritik terhadap kehidupan modern, Menolak pandangan dunia, grand-narasi, meta-narasai, dan totalisasi. Selanjutnya, karakter lainnya adalah menerima arti penting gejala-gejala pra-modern seperti: Emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman pribadi, kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, kosmologi, magis, mitos, sentimen keagamaan dan pengalaman mistik.

(3)

II. TOKOH/FILOSOF YANG HIDUP PADA MASA POSTMODERN

Gagasan postmodern , oleh Ritzer ( 1997:6), meliputi era sebuah sejarah baru, produk-produk kultural baru,serta tipe baru dalam teori tentang dunia sosial.

Tokoh yang mempelopori postmodern adalah Francois Lyotard (1942), yang menerbitkan buku yang berjudul THE POST MODERN CONDITION.

Rosenau (dalam Ritzer,1997:8-9) menyebutkan beberapa visi postmodern, diantaranya adalah kritik terhadap kehidupan modern,menolak pandangan dunia, grand-narasi, meta-narasi, dan totalisasi.

Charles Jencks dengan bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post modern sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitektur setelah ratusan terkukung satu gaya.

Tokoh-tokoh yang hidup pada masa post modern terbagi menjadi dua model, yakni dekonstruktif (bangsa Prancis) dan rekonstruktif (oleh Teori Kritis Mazhab Frankfurt). Dekonstruktif : Friedrich Wilhelm Nietzsche, Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault, Pauline Rosenau, Jean Baudrillard, dan Richard Rotry.

Rekonstruktif : Max Horkheimer, Theodor W Adorno, Jurgen Habermas Daniel Bell, seorang sosiolog, bahkan melihat postmodern sebagai puncak tendensi perlawanan terhadap modernisme, dengan hasrat, insting dan kegairahan untuk membawa logika modernisme sampai ke titik terjauh yang mungkin bisa dicapai (Featherstone, 1988: 202).

Robert Ventury, arsitek sekaligus teoritisi awal konsep arsitektur postmodern, dalam bukunya Complexity and Contradiction in Architecture (1966), yang mulai membuka pembicaraan tentang konsep arsitektur postmodern.

III. PEMIKIRAN TOKOH/FILOSOF YANG HIDUP PADA MASA POSTMODERN

Semenjak awal paruh kedua abad ke-20 M, tepatnya pada kisaran tahun 1960-an, postmodernisme telah muncul sebagai diskursus kebudayaan yang banyak menarik perhatian. Berbagai bidang kehidupan dan disiplin ilmu seperti: seni, arsitektur, sastra, sosiologi, sejarah, antropologi, politik dan filsafat hampir secara bersamaan memberikan tanggapan terhadap tema postmodernisme. Meskipun tidak mudah atau malah hampir tidak ada cara baku untuk mendefinisikan postmodernisme, namun tema ini bukanlah lahir tanpa sejarah. Postmodernisme hadir setelah melalui perjalanan sejarah yang membentuknya hingga sampai pada keadaannya saat ini. Inilah

(4)

v positivistik, rasionalistik dan teknosentris; modernisme yang yakin secara fanatik pada kemajuan sejarah yang linear, kebenaran ilmiah yang mutlak, kecanggihan rekayasa masyarakat yang diidealkan, serta pembakuan secara ketat tata pengetahuan dan sistem produksi; modernisme yang kehilangan semangat emansipasi dan terperangkap dalam sistem yang tertutup; dan modernisme yang tak lagi peka pada perbedaan dan keunikan (Ariel Heryanto, 1994: 80).

Sebaliknya, postmodernisme menawarkan ciri-ciri yang bertolak belakang dengan watak era pendahulunya, yakni: menekankan emosi ketimbang rasio, media ketimbang isi, tanda ketimbang makna, kemajemukan ketimbang penunggalan, kemungkinan ketimbang kepastian, permainan ketimbang keseriusan, keterbukaan ketimbang pemusatan, yang lokal ketimbang yang universal, fiksi ketimbang fakta, estetika ketimbang etika dan narasi ketimbang teori (Ariel Heryanto, 1994: 80). Karakter yang sering disuarakan postmodernisme antara lain adalah pluralisme, heterodoks,

eklektisisme, keacakan, pemberontakan, deformasi, dekreasi, disintegrasi,

dekonstruksi, pemencaran, perbedaan, diskontinuitas, dekomposisi, de-definisi, demistifikasi, delegitimasi serta demistifikasi (Bertens, 1995: 44).

Merujuk Akbar S. Ahmed, dalam bukunya Postmodernism and Islam (1992), terdapat delapan ciri karakter sosiologis postmodernisme.

Pertama, timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas, memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran.

Kedua, meledaknya industri media massa, sehingga ia seolah merupakan perpanjangan dari system indera, organ dan syaraf manusia. Kondisi ini pada gilirannya menjadikan dunia dan ruang realitas kehidupan terasa menyempit. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma menjadi Agama dan Tuhan baru yang menentukan kebenaran dan kesalahan perilaku manusia.

Ketiga, munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul sebagai reaksi manakala orang semakin meragukan kebenaran ilmu, teknologi dan filsafat modern yang dinilai gagal memenuhi janji emansipatoris untuk membebaskan manusia dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Keempat, munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan romantisme dengan masa lampau.

Kelima, semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah pedesaan (rural area) sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju (Negara Dunia Pertama) atas negara berkembang (Negara Dunia Ketiga).

Keenam, semakin terbukanya peluang bagi pelbagai kelas sosial atau kelompok minoritas untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas dan terbuka. Dengan kata lain, era postmodernisme telah turut mendorong proses demokratisasi.

Ketujuh, munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya ekletisisme dan

pencampuradukan berbagai diskursus, nilai, keyakinan dan potret serpihan realitas, sehingga sekarang sulit untuk menempatkan suatu objek budaya secara ketat pada kelompok budaya tertentu secara eksklusif.

(5)

Kedelapan, bahasa yang digunakan dalam diskursus postmodernisme seringkali mengesankan tidak lagi memiliki kejelasan makna dan konsistensi, sehingga bersifat paradoks (Ahmed, 1992: 143-4).

Charles Jencks, yang diakui sebagai mahaguru arsitektur postmodern, dalam bukunya The Language of Postmodern Architecture (1977), menyebut beberapa atribut konsep arsitektur postmodern. Beberapa atribut tersebut adalah metafora, historisitas, ekletisisme, regionalisme, adhocism, semantik, perbedaan gaya, pluralisme, sensitivisme, ironisme, parodi dan tradisionalisme (Bertens, 1995: 58). Lebih lanjut arsitektur postmodern, menurut Jencks juga memiliki sifat-sifat hibrida, kompleks, terbuka, kolase, ornamental, simbolis dan humoris. Jencks juga menyatakan bahwa konsep arsitektur postmodern ditandai oleh suatu ciri yang disebutnya double coding. Double coding adalah prinsip arsitektur postmodern yang memuat tanda, kode dan gaya yang berbeda dalam suatu konstruksi bangunan. Arsitektur postmodern yang menerapkan prinsip double coding selalu merupakan campuran ekletis antara tradisional/modern, populer/tinggi, Barat/Timur, atau sederhana / complicated.

Robert Venturi, arsitek sekaligus teoritisi awal konsep arsitektur postmodern, dalam bukunya Complexity and Contradiction in Architecture (1966), yang mulai membuka pembicaraan konsep arsitektur postmodern. Ia memaparkan bahwa arsitektur postmodern adalah konsepsi teoritis arsitektur yang memiliki beberapa karakter. Menurutnya, arsitektur postmodern lebih mengutamakan elemen gaya hibrida (ketimbang yang murni), komposisi paduan (ketimbang yang bersih), bentuk distorsif (ketimbang yang utuh), ambigu (ketimbang yang tunggal), inkonsisten (ketimbang yang konsisten), serta kode ekuivokal (ketimbang yang monovokal) (Bertens, 1995: 54).

Pemikiran Michel Foucault tentang sejarah sebenarnya juga dipengaruhi oleh pandangan posmodern. Sebenarnya Foucault sendiri dapat dimasukkan dalam kelompok strukturalis karena adanya persamaan pandangan dengan aliran strukturalisme. Dalam strukturalisme, jaringan hubungan dan diskontinuitas merupakan faktor penting daripada sekedar fakta-fakta dan bahan-bahan yang dipertautkan oleh hubungan itu. Sistem atau struktur hubungan dianggap lebih penting dari fakta dan sejarah terbentuknya sistem atau asal-usul sistem. Foucault sebenarnya berkeberatan jika dimasukkan dalam kelompok strukturalisme. Ketidaksetujuannya

terhadap pandangan strukturalisme menempatkannya dalam kelompok

posstrukturalisme (posmodern).

Daniel Bell, seorang sosiolog, bahkan melihat postmodernisme sebagai puncak tendensi perlawanan terhadap modernisme, dengan hasrat, insting dan kegairahan untuk membawa logika modernisme sampai ke titik terjauh yang mungkin bisa dicapai (Featherstone, 1988: 202). Berbeda dengan Bell, Jean Baudrillard, salah seorang pembicara terdepan postmodernisme, memandang postmodernisme lebih sebagai strategi pembacaan realitas dengan objek sentral prinsip reproduksi tanda-tanda, kapitalisme multinasional yang membawa akibat perluasan luar biasa dalam dunia social dan meledaknya budaya massa. Postmodernisme dengan demikian adalah metode analisa kritis yang mencoba membongkar mitos dan anomali paradigma modernisme, membuka ironi, intertekstualitas dan paradoks, mencoba menemukan suatu teori masyarakat postmodern atau postmodernitas, dan menggambarkannya dalam realitas sosial yang ada dalam masyarakat kontemporer Barat dewasa ini

(6)

vii Mike Featherstone, seorang sosiolog dan kritikus kebudayaan, postmodernisme memiliki tiga ruang pengertian yang berada dalam wilayah kebudayaan. Pertama, sebagai perubahan bentuk teorisasi, presentasi dan diseminasi karya seni dan intelektual yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan mikro dalam wilayah kebudayaan. Kedua, sebagai perubahan ruang budaya yang lebih luas mencakup bentuk-bentuk produksi, konsumsi dan sirkulasi tanda dan simbol yang dapat dikaitkan dengan perubahan yang lebih luas pula dalam relasi keseimbangan dan kekuasaan dalam masyarakat. Ketiga, sebagai perubahan praktek dan pengalaman keseharian berbagai kelompok yang menggunakan rezim penandaan (regime of signification) dalam berbagai cara dan gaya, serta mengembangkan sarana-sarana baru bagi orientasi dan pembentukan identitas (Featherstone, 1988: 208).

Istilah postmodern , merujuk Ihab Hassan, dipergunakan pertama kali oleh Federico de Onis- 1930, dalam tulisannya Antologia de la Poesia Espanola a Hispanoamericana untuk menunjuk suatu reaksi terhadap modernisme yang muncul pada saat itu (Featherstone, 1988: 202). Istilah ini kemudian menjadi terkenal pada tahun 1960, ketika seniman-seniman muda, penulis dan kritikus seni seperti Hassan, Rauschenberg, Cage, Barthelme, Fielder dan Sontag menggunakannya sebagai nama gerakan penolakan modernisme. Seni postmodern memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan modernisme, yakni: hilangnya batas seni dan kehidupan sehari-hari, runtuhnya distingisi antara budaya tinggi dan budaya massa/populer maraknya gaya elektis dan campur aduk, munculnya kitsche, parodi, pastiche, camp dan ironi, merorotnya kedudukan pencipta seni,serta adanya asumsi seni sebagai pengulangan, perpetual art (Featherstone, 1988: 202). Penggunaan istilah postmodern selanjutnya perlahan-lahan mulai menyentuh bidang-bidang yang lain. Daam bidang arsitektur, istilah posmodern mengacu kepada perlawanan arsitektur modern yang menonjolkan keteraturan, rasionalitas, objektif, praktis, ruang isotropis dan estetika mesin. Arsitektur posmodern, sebaliknya menawarkan konsep bentuk asimetaris, ambigu, naratif, simbolik, penuh kejutan dan variasi, ekuivokal, penuh ornamen, metafor serta akrab dengan alam (Andy Siswanto, 1994: 36). Dalam sejarah manusia di kenal dengan tiga era atau zaman yang memiliki ciri khasnya masing-masing yaitu pra-modern, modern dan postmodern. Pada akhirnya yaitu zaman dimana kita sekarang yaitu zaman postmodern. Pemikiran pada periode ini menamakan dirinya postmodern, memfokuskan diri pada teori kritis yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua hal yang saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi.

Kesimpulan :

Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan ‘later or after’. Bila disatukan katanya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan- pertanyaan yang tidak dapat terjawab di zaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.

Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendifinisikan Postmodern secara luas dalam istilah yang berlawanan antara lain : Pertama, postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.

(7)

Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat imdustrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, dan kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, dan totalitas, dan sebagainya.

Gagasan postmodern , oleh Ritzer ( 1997:6), meliputi era sebuah sejarah baru, produk-produk kultural baru,serta tipe baru dalam teori tentang dunia sosial.

Tokoh yang mempelopori postmodern adalah Francois Lyotard (1942), yang menerbitkan buku yang berjudul THE POST MODERN CONDITION.

Mike Featherstone, seorang sosiolog dan kritikus kebudayaan, postmodernisme memiliki tiga ruang pengertian yang berada dalam wilayah kebudayaan. Pertama, sebagai perubahan bentuk teorisasi, presentasi dan diseminasi karya seni dan intelektual yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan mikro dalam wilayah kebudayaan. Kedua, sebagai perubahan ruang budaya yang lebih luas mencakup bentuk-bentuk produksi, konsumsi dan sirkulasi tanda dan simbol yang dapat dikaitkan dengan perubahan yang lebih luas pula dalam relasi keseimbangan dan kekuasaan dalam masyarakat. Ketiga, sebagai perubahan praktek dan pengalaman keseharian berbagai kelompok yang menggunakan rezim penandaan (regime of signification) dalam berbagai cara dan gaya, serta mengembangkan sarana-sarana baru bagi orientasi dan pembentukan identitas (Featherstone, 1988: 208).

_________

Oleh: Septiani Wahyu Permatasari

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.)

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan representasi matematis siswa pada indikator representasi simbol dengan rata-rata sebesar 85,33 lebih tinggi dari pada indikator representasi verbal dan

Dari kegiatan ini adalah melakukan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Balangan Tahun 2017-2021 dan Menyusun Revisi Rencana Program

Skripsi yang berjudul : Program Layanan Informasi pada Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Madrasah Tsanawiyah Negeri Mulawarman, ditulis oleh Aisya Yuhanida Noor

Agar data yang dikelola senantiasa lengkap baik relatif terhadap kebutuhan pemakai maupun terhadap waktu, dengan melakukan penambahan baris-baris data ataupun melakukan

Kabupaten Lampung Selatan mempunyai potensi untuk pengembangan program DME mengingat masih banyak pedesaan yang belum terlistriki, kebutuhan energinya akan meningkat, dan

ANALISIS PENGARUH TRANSAKSI ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2007-2011.

H. Kominkan sebagai lembaga pendidikan nonformal memiliki lima ciri utama: a) Kominkan memiliki aturan pendirian dan pengelolaan yang jelas dalam social

Jika suhu dinaikkan, maka energi kinetic dari partikel-partikel zat reaktan yang baertumbukkan akan semkin cepat sehingga zat produk yang diperoleh makn yang baertumbukkan