• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada

Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi

Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya

TESIS

Nani Lukmana

0806361074

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI

JAKARTA

(2)

Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada

Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi

Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Spesialis Radiologi

Nani Lukmana

0806361074

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI

JAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendifl. dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dimjuk telah saya nyatakan dengan beniu.

Nama : dr. .ani Lukmana

FU\1 : 0806361074

Tand.

T.ng~l~

Tanggal : 17 September 2012

ii

Kesesuaian temuan..., Nani Lukmana, FKUI, 2012

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : dr. Nani Lukmana

NPM : 0806361074

Program Studi : Program Pendidikan Spesialis I Radiotogi

Judul Tesis : Kesesuaian Temuan Erosi Tu1ang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer

Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media

Supuratif Kronik Tipe Bahaya

TeJah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi pada Program Pendidikan Dakter Spesialis I Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. Vally Wulani, Sp.Rad(K) )

Pembimbing : Dr. dr. Ratna D. Restuti,Sp.THT-KL(K) ( )

Pembimbing : dr. JoOOo Prihartono, MPH )

Penguji : Dr. dr. Arman Adel Abdullah, SpRad(K) (

.----.-Penguji : dr. Indrati Suroyo, Sp.Rad(K) )

/

Moderator : dr. Sawitri Darmiati, Sp.Rad ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 17 September 2012 Kesesuaian temuan..., Nani Lukmana, FKUI, 2012

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Radiologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Vally Wulani, Sp.Rad(K), Dr. dr. Ratna Dwi Rastuti,Sp.THT-KL(K),

dan Dr.dr. Joedo Prihartono, MPH, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;

2. Dr. dr. Arman Adel Abdullah, Sp.Rad(K), dr. Indarti Suroyo, Sp.Rad(K)

dan dr. Sawitri Darmiati, Sp.Rad. selaku penguji yang telah memberikan arahan untuk menyempurnakan tesis ini serta membimbing dalam pendidikan dokter spesialis radiologi.

3. dr. Indarti Suroyo, Sp.Rad(K), selaku kepala departemen radiologi

RSUPN Cipto Mangunkusumo / FKUI yang telah memberi kesempatan kepada saya masuk sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis radiologi dan membimbing saya dengan sepenuh hati.

4. dr. Tenri Abeng Siswanto, Sp.Rad(K), Sp.KN, selaku mantan kepala

pendidikan spesialis radiologi yang telah menerima saya sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis dan selaku dosen yang selalu membimbing saya dengan penuh keibuan.

5. dr. Sawitri Darmiati, Sp.Rad(K), selaku kepala pendidikan dokter spesialis

radiologi yang banyak mengatur dan memberikan arahan dalam menjalankan program pendidikan dokter spesialis.

6. dr. Diana N Yulisa, Sp.Rad(K), selaku kepala pelayanan medik yang telah

(6)

7. dr. AviyantiDjurzan, Sp.Rad, selaku SPS dan yang

telahmembantwnenganalisis CT-Scan mastoid

padapene1itianinisehinggapenelitianberlangslmglancardengan hasi1 yang akurat.

8, Seluruh staf dokter radiologi, radiografer, dan tata usaha di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RSVP Fatmawati, RSVP Persahabatan, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RS Kanker Dhannais yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persahL Saya sangat berterima kasih telah diberi kesempatan dalam menimba ilmu dan belajar bekerja sama dengan banyak pihak.

9. Pihak departemen THT RSVP Fatmawatidan RSCM yang telaIl memberikan kesempatan wIhlk pengambilan subyek penelitian serta membantu lllemberi data operasi.

10. Pemda Kabupaten Sukabumi, yang telall memberikan kesempatan dan dukungan kepada saya untuk dapat menimba ilmu pendidikan dokter spesialis di departemen Radiologi RSCM Universitas Indonesia, Jakarta.

11. Orang tua, suami, anak-anak, dan keluarga saya, yang telah memberikan pengertian dan dukungan moral dalam menyelesaikan tesis dan pendidikan dokter spesialis radiologi ini.

12. Para kolega dan sahabat yang telall banyak membanhl saya dalam menyelesaikan tesis ini.

Jakarta, 17 September 2012

______H_ormal a l w

dr. Nani Lukmana

v

Kesesuaian temuan..., Nani Lukmana, FKUI, 2012

(7)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : dr. Nani Lukmana

NPM : 0806361074

Program St1.1di : Spesialis I

Departemen : Radiologi

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk membenkan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Noli-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma PadaTomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif iui Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengaJihmedialfonnatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dan saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di : Jakarta Pada tanggal: 17September 2012

Yang menyatakan,

'~k

(dr., ani Lukmana) VI

Kesesuaian temuan..., Nani Lukmana, FKUI, 2012

(8)

ABSTRAK Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran tomografi komputer (CT Scan) tulang temporal dalam mengevaluasi adanya kolesteatoma dan erosi tulang pada kasus-kasus OMSK tipe bahaya serta mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat sehubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.

Metode

Penelitian cross-sectional dengan data prospektif ini menganalisis temuan pemeriksaan tomografi komputerpreoperatif pada 21 pasien OMSK tipe bahaya yang telah didiagnosis secara klinis dan kemudian dinilai kesesuaiannya dengan temuan intraoperatifnya . Data diambil dari Mei 2012 sampai Agustus 2012. Menggunakan tomografi komputer resolusi tinggi (HRCT), tanpa kontras dan potongan yang digunakan aksial dan koronal. Rekonstruksi dilakukan pada irisan 0,6 mm dan 1 mm. Penilaian preoperatif dan intraoperatif meliputi adanya temuan kolesteatoma, erosi pada skutum, osikel, tegmen timpani, kanalis fasialis (pars timpani dan pars mastoid), dinding posterior kavum timpani serta sinus sigmoid. Uji statistik untuk mengetahui kesesuaian antara temuan preoperatif dan temuan intraoperatif menggunakan uji McNemar dan perhitungan nilai Kappa.

Hasil dan diskusi

Kolesteatoma merupakan kelainan yang paling banyak terdeteksi baik dengan irisan 0,6 mm maupun 1 mm, masing-masing didapatkan pada 19 dari 22 sampel telinga dan 18 dari 22 sampel. Urutan kelainan berikutnya yang ditemukan adalah erosi skutum, osikel, dinding posterior kavum timpani, kanalis fasialis, tegmen timpani dan sinus sigmoid. Uji kesesuaian seluruh pemeriksaan preoperatif memakai tomografi komputer dengan irisan 0,6 mm maupun 1 mm dengan temuan intraoperatif memiliki nilai Mc Nemar > 0,05 dan nilai kappa > 0,4. Menandakan adanya kesesuaian yang signifikan antara temuan preoperatif dan intraoperatif.

Kesimpulan

Terdapat kesesuaian antara temuan erosi tulang dan kolesteatom pada tomografi komputer preoperatif dengan temuan operasi otitis media supuratif kronik tipe bahaya. Tingkat kesesuaian antara temuan pemeriksaan preoperatif baik dengan irisan 0,6 mm atau 1 mm dan temuan intraoperatif dinilai tergolong dalam kategori yang cukup baik dan signifikan.

Kata kunci: kesesuaian, OMSK tipe bahaya, High Resolution Computed Tomography (HRCT)

(9)

ABSTRACT Objectives

To determine the role of temporal bone CT scan in evaluation cholesteatom and bone erosions in malignant CSOM patients and getting the important informations associated to surgery planning.

Methods

It’s a cross-sectional study, data taken prospectively, analyzed preoperative CT scan findings in 21 patients with malignant CSOM diagnosed clinically and planned for surgery. Data was taken from Mei 2012 until Agust 2012. Using High Resolution Computed Tomography (HRCT) without contrast with axial and coronal planes. Reconstructed by 0,6 mm and 1 mm slices. Preoperatif CT scan and intraoperative appraisal consist of cholesteatom, scutum erosions, ossicles, tegmen tympani, facialis canal (tympani and mastoid segment), posterior wall of tympanic cavity and sigmoid sinus findings. Statistical test for determining the suitability between preoperative and intraoperative findings calculated with McNemar and Kappa test.

Results and Discussion

Cholesteatom is the most finding either with 0,6 mm or 1 mm slices, consecutive 19 0f 22 and 18 0f 22. The next sequence pathologic findings are scutum erosion, ossicles, posterior wall of tympanic cavity, fascial canal, tegmen tympani and sigmoid sinus. All suitability test preoperative and intraoperative findings had McNemar value test > 0.05 with the Kappa value test > 0.4. This results indicate the preoperative and intraoperative findings are suitable and significant.

Conclusions

There is a significant suitability between preoperative CT scan and intraoperative findings in malignant CSOM patients. The suitability level of preoperative CT scan using 0.6 mm or 1 mm slices classified in that category quite good and significantly.

Key words : suitability, malignant CSOM, High Resolution Computed Tomography (HRCT)

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINIALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Pertanyaan Penelitian ... 3 1.4. Hipotesis ... 4 1.5. Tujuan Penelitian ... 4 1.5.1. Tujuan Umum ... 4 1.5.2. Tujuan Khusus ... 4 1.6. Manfaat Penelitian ... 4 1.6.1. Bidang Pendidikan ... 4

1.6.2. Bidang Pelayanan Masyarakat ... 4

1.6.3. Bidang Penelitian ... 4

(11)

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1.Otitis Media Supuratif Kronis ... 5

2.2. Anatomi ... 5 2.3.Epidemiologi ... 12 2.4. Klasifikasi ... ... 13 2.5. Etiologi .... ... 14 2.6.Patogenesis ... 15 2.7. Gejala Klinis... 16 2.8. Diagnosis ... . 18

2.9. Pemeriksaan Radiologi OMSK ... 18

2.9.1. Foto Polos ... 19

2.9.2. Tomografi Komputer ... 19

2.9.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) ... 21

2.9.4. Diagnosis Banding ... 21 2.10. Penatalaksanaan ... 22 2.11. Komplikasi ... 22 2.12. Kerangka Teori... 24 3. METODOLOGI PENELITIAN ... . 25 3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu ... 25

3.3. Populasi dan Sampel ... 25

3.4. Kerangka Konsep ... 26 3.5. Subjek Penelitian ... 26 3.5.1. Kriteria Penerimaan ... 26 3.5.2. Kriteria Penolakan ... 26 3.6. Besar Sampel ... 26 3.7. Teknik Pemeriksaan ... 27 3.8. Cara Kerja ... 27 3.9. Alur Penelitian ... 29 3.10. Batasan Operasional ... 29 3.11. Analisis Data ... 31

(12)

3.13. Pendanaan ... 31

4. HASIL PENELITIAN ... 32

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 32

4.2. Gambaran Kelainan Telinga ... 33

4.3. Hubungan Temuan Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Intraoperatif ... 36

5. PEMBAHASAN ... 40

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 40

5.2. Gambaran Kelainan Telinga ... 40

5.3. Hubungan Tomografi Komputer Dengan Operasi ... 42

6. KESIMPULAN dan SARAN ... 44

7. DAFTAR PUSTAKA ... 46

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Kategori Prevalensi OMSK di Dunia... 13

Tabel 4.1.Karakteristik Demografik Subyek Penelitian ... 32

Tabel 4.2. Sebaran Telinga yang Terlibat Menurut Sisi Kepala ... 33

Tabel 4.3.KesesuaianTemuan hasilTK(0,6 mm) dengan Temuan Intraoperasi ... 36

Tabel 4.4.Kesesuaian Temuan Hasil TK 1 mm denganTemuan Operasi ... 37

Tabel 4.5.Perubahan Hasil Temuan pemeriksaan TKBerdasarkanKetebalan Irisan 38 Tabel 4.6.Perbandingan Temuan Erosi Kanalis Fasialis (pars timpani) padaTK (irisan 0,6 mm) denganIntra-operasi ... 39

Tabel 4.7.Perbandingan Temuan Erosi Kanalis Fasialis (pars mastoid) padaTK(irisan 0,6 mm) denganIntra-operasi ... 39

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah ... 6

Gambar 2.2. Tulang Pendengaran ... 8

Gambar 2.3. Foto Polos dengan Posisi Schuller ... 19

Gambar 2.4. Reid's Line ... 20

Gambar 4.1. Histogram umur subyek ... 33

Gambar 4.2. Persentase Temuan Kelainan Telinga Preoperasi BerdasarkanTomografi Komputer(irisan 0,6 mm).. ... 34

Gambar 4.3. Persentase Temuan Kelainan Telinga Preoperasi BerdasarkanTomografi Komputer(irisan 1 mm).. ... 35

Gambar 4.4. Persentase Temuan Kelainan Telinga Intraoperasi.. ... 35

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Tabel Induk Penelitian …..………... 48

LAMPIRAN 2 Keterangan Lolos Kaji Etik ……….54

LAMPIRAN 3 Kuesioner Pengisian Data ………...55

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik ( OMSK) didalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini

pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. 1

Pemeriksaan tomografi komputer (TK) tulang temporal belum secara luas diterima dan digunakan sebagai alat diagnostik untuk kasus-kasus OMSK pada umumnya dan sebagai

evaluasi preoperatif pada kasus OMSK tipe bahaya2,3,4 walaupun akhir-akhir ini di beberapa

negara sudah lebih sering digunakan bahkan telah dijadikan protap. Dengan kemampuan spesifik yang dimiliki tomografi komputer, memudahkan para ahli radiologi dalam memahami dan menilai struktur anatomi dari telinga tengah yang kompleks, sehingga

diagnosis yang akurat lebih dapat ditegakkan.5

Beberapa spesialis THT yang melakukan pemeriksaan foto konvensional sebelum operasi menyatakan bahwa kelainan patologis akan dapat langsung terlihat saat tindakan bedah. Namun berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa pemeriksaan tomografi komputer preoperatif mampu mengidentifikasi kelainan patologis yang terdapat pada OMSK tipe bahaya, seperti adanya kolesteatoma, erosi skutum, erosi segmen, dehisensi kanalis semisirkularis serta dehisensi kanalis fasialis. Proses identifikasi preoperatif ini dikatakan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan tindakan operasi

terutama jenis dan teknik operasi yang akan digunakan.2,3,4

Beberapa penelitian telah dilakukan di beberapa negara untuk melihat keefektifan tomografi komputer tulang temporal dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan kasus OMSK terutama yang bertipe bahaya. Negara-negara tersebut antara lain Iran, Brazil, Turki dan India, dimana negara-negara tersebut memiliki prevalensi kasus-kasus OMSK yang relatif tinggi.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di negara-negara tersebut di atas serta penelitian lainnya mengenai hubungan dan peran tomografi komputer dengan

(17)

temuan hasil operasi radang telinga tengah dikatakan bahwa pemeriksaan tomografi komputer sebelum tindakan bedah radang telinga tengah memiliki banyak manfaat dalam keakuratan diagnosis maupun dalam perencanaan dan teknik operasi. Tomografi komputer tulang temporal mampu lebih jelas dan informatif memperlihatkan struktur anatomi telinga tengah, mengidentifikasi adanya kelainan kongenital, jaringan abnormal serta erosi tulang. Pemeriksaan tomografi komputer preoperatif juga memberi manfaat dalam mengidentifikasi

potensi komplikasi ataupun komplikasi yang terjadi pada pasien-pasien tanpa gejala. 3,4,5,6

Luasnya penyakit juga dapat dinilai lebih baik sehingga bermanfaat untuk perencanaan pendekatan tindakan bedah yang aman yang akan dilakukan serta bermanfaat dalam melakukan konseling dengan pasien sebelum operasi. Sebelum tomografi komputer digunakan sebagai pemeriksaan preoperatif, para dokter melakukan pendekatan tindakan bedah hanya berdasarkan hasil pemeriksaan otoskopi, audiometri dan foto polos sehingga teknik operasi cenderung belum standar dan bergantung dengan "selera" atau keinginan dari masing-masing dokter/operator. Namun dengan adanya hasil pemeriksaan tomografi komputer preoperatif, dengan melakukan diskusi antara otologist dan radiologist, dapat ditentukan atau direncanakan teknik operasi yang aman yang dapat digunakan seperti penentuan area aman untuk dilakukan pengeboran, penentuan akses operasi yang mempermudah lapang pandang serta prediksi letak kelainan yang akan dieksplorasi. Perencanaan teknik dan akses operasi bermanfaat pula untuk menghindari kemungkinan

komplikasi tindakan operasi yang terjadi. 3,4,5,6

Hasil penelitian juga memperlihatkan beberapa keterbatasan yang masih dimiliki oleh tomografi komputer sebagai pemeriksaan preoperatif. Tomografi komputer belum akurat dalam membedakan kolesteatoma dengan massa lainnya seperti jaringan granulasi, cairan atau pus serta keganasan. Sensitifitas tomografi komputer dalam mendeteksi kolesteatoma cukup tinggi bila didapatkan gambaran densitas massa yang disertai dengan erosi tulang atau jaringan sekitarnya. 3,4,5,6

Penelitian Suat Keskin et al pada tahun 2010 mengenai hubungan antara pemeriksaan tomografi komputer preoperatif tulang temporal dengan temuan hasil operasinya menunjukkan : sensitifitas tomografi komputer dalam mendeteksi erosi osikel sebesar 81,3 %, erosi skutum 80%, iregularitas kanalis fasialis 66,6%, spesifisitas terhadap erosi tegmen

97,7%. 3

(18)

Sampai saat ini di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, salah satu pemeriksaan radiologi rutin dalam mengevaluasi kasus-kasus OMSK terutama tipe bahaya adalah pemeriksaan foto konvensional tulang temporal dengan posisi Schuller. Sebagai rumah sakit rujukan nasional, sudah saatnya RSCM mulai beralih atau mempertimbangkan penggunaan tomografi komputer sebagai protap preoperatif dalam mengevaluasi pasien-pasien OMSK tipe bahaya.

Mengingat telah adanya penelitian-penelitian mengenai keefektifan tomografi komputer tulang temporal dalam mengevaluasi kasus-kasus OMSK, khususnya OMSK yang bertipe bahaya/maligna, maka peneliti berkeinginan untuk menilai modalitas tersebut dengan melihat tingkat kesesuaian pemeriksaan preoperatif tomografi komputer tulang temporal dengan hasil operasinya pada pasien-pasien OMSK tipe bahaya di RSCM yang direncanakan menjalani operasi telinga tengah. Adapun kelainan-kelainan patologis OMSK tipe bahaya yang peneliti ingin lihat kesesuaiannya melalui tomografi komputer adalah erosi skutum, erosi tegmen timpani, adanya kolesteatoma, erosi kanalis fasialis, erosi dinding posterior kavum timpani dan erosi pada sinus sigmoid.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah :

a. Foto konvensional tulang temporal masih merupakan pemeriksaan rutin (protap) di

RSCM dalam mengevaluasi OMSK tipe bahaya.

b. Pemeriksaan tomografi komputer tulang temporal dapat mempermudah pemahaman dan

penilaian struktur anatomi telinga tengah yang kompleks sehingga diagnosis dapat lebih akurat ditegakan dibandingkan dengan pemeriksaan foto konvensional serta dapat membantu perencanaan tindakan operasinya.

c. Belum adanya penelitian di RSCM untuk menilai kesesuaian pemeriksaan preoperatif

tomografi komputer tulang temporal dengan hasil temuan operasinya pada kasus-kasus OMSK.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dibuat pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

(19)

1) Apakah tomografi komputer tulang temporal dapat mengidentifikasi kelainan-kelainan patologis dari OMSK tipe bahaya ?

2) Apakah ada kesesuaian antara temuan operasi OMSK tipe bahaya dengan hasil penilaian yang dihasilkan dari pemeriksaan preoperatif tomografi komputer tulang temporal ?

1.4. Hipotesis

Terdapat kesesuaian antara temuan erosi tulang dan kolesteatom pada tomografi komputer preoperatif dengan temuan operasi otitis media supuratif kronik tipe bahaya.

1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum

Mengetahui peran tomografi komputer tulang temporal dalam mengevaluasi kasus-kasus OMSK tipe bahaya serta mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat sehubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.

1.5.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi erosi skutum, erosi tegmen timpani, kolesteatoma, erosi kanalis

fasialis, erosi dinding posterior kavum timpani dan erosi sinus sigmoid pada OMSK tipe bahaya melalui pemeriksaan preoperatif tomografi komputer tulang temporal,

2. Melihat tingkat kesesuaian hasil operasi OMSK dengan hasil pemeriksaan tomografi

komputer tulang temporal sebelum operasi

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1 Bidang pendidikan : sebagai proses pembelajaran untuk melatih cara berpikir

dan cara melakukan penelitian.

1.6.2 Bidang Pelayanan : Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap penderita

OMSK tipe bahaya dengan mendapatkan informasi lebih rinci tentang kelainan pada telinga tengah melalui pemeriksaan preoperatif tomografi komputer tulang temporal yang dapat membantu perencanaan operasinya.

(20)

1.6.3 Bidang penelitian : penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk dikembangkan bagi penelitian lebih lanjut yang terkait dengan validitas tomografi komputer dalam mengevaluasi kasus OMSK.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea). Riwayat keluarnya cairan dapat hilang timbul. Batasan

waktu keluarnya sekret menentukan diagnosis. World Health Organization (WHO)

menentukan batasan waktu 2 minggu namun para ahli THT ada yang mengambil batasan

waktu sampai 3 bulan.1,6,7,8

2.2. Anatomi

Telinga tengah adalah rongga berisi udara yang didalamnya terdapat tulang-tulang pendengaran (Gambar 1). Telinga tengah terdiri dari : membran timpani, kavum timpani,

prosesus mastoideus , dan tuba Eustachius.7,8

Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Diameter rata-rata membrana timpani sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior posterior. Membrana timpani merupakan struktur yang terus tumbuh, sehingga memungkinkannya menutup bila terjadi perforasi dan menyebabkan benda asing yang

melekat padanya terusir keluar. 7,8

Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa

Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar, sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

2. Pars flaksida atau membran Shrapnell

Letaknya dibagian atas dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh dua lipatan yaitu : plika maleolaris anterior ( lipatan muka) dan plika maleolaris posterior

(22)

( lipatan belakang).7,8

Arteri yang menyuplai membrana timpani terutama berasal dari cabang aurikuler a.maksilaris interna, cabang stilomastoid a.aurikularis posterior dan cabang timpanik a.maksilaris interna yang mendarahi bagian mukosa. Vena yang letaknya superfisial bermuara ke v.jugularis eksterna sedangkan vena-vena yang dalam bermuara ke sinus

transversus, vena-vena duramater dan ke pleksus di tuba Eustachius.7,8

Persarafan sensoris bagian luar membran timpani merupakan kelanjutan dari persarafan sensoris kulit liang telinga. Nervus Aurikulotemporalis mempersarafi bagian posterior dan inferior membran timpani sedangkan bagian anterior dan superior dipersarafi oleh cabang aurikularis n.vagus. Persarafan sensoris permukaan dalam membrana timpani

(mukosa) dipersarafi oleh n. Jacobson, yaitu cabang timpani n.glosofaringeus. 7

Gambar 1. Anatomi Telinga Tengah9

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa tulang temporal, berbentuk bikonkaf. Memiliki rata-rata diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter

transversal 2-6 mm.8 Kavum timpani merupakan sebuah rongga yang dibatasi sebelah lateral

(23)

oleh membrana timpani, disebelah medial oleh promontorium, disebelah superior oleh

tegmen timpani dan disebelah inferior oleh bulbus jugularis dan n.fasialis.7,8

Menurut ketinggian batas superior dan inferior membrana timpani, kavum timpani

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum, merupakan bagian superior dan berada

dibagian atas membran timpani, karena terletak diatas membran timpani maka sering disebut juga atik. Atik menyempit didaerah posterior, menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yang disebut aditus ad antrum. Mesotimpanum, merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membrana timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani dan pada bagian superior terdapat tuba Eustachius. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus terletak dibawah membrana timpani dan berhubungan dengan bulbus jugularis.7,8

Kavum timpani secara anatomi terdiri atas enam dinding yaitu : dinding bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior. Dinding bagian atap kavum timpani dibentuk oleh suatu tulang yang tipis yang disebut tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. Pada anak-anak, penulangan sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah tegmen timpani, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum timpani ke meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa vena-vena dari telinga tengah menembus sutura ini dan berakhir pada sinus petroskuamosa dan sinus petrosal superior, hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari telinga tengah secara langsung ke sinus-sinus

venosus kranial.7,8

Lantai kavum timpani memisahkan kavum timpani dari bulbus jugularis. Bagian ini dibentuk oleh tulang yang tipis, memiliki ketebalan yang bervariasi bahkan dapat tidak ada tulang sama sekali sehingga infeksi dari kavum timpani dapat menyebar ke bulbus vena jugularis. Dinding medial kavum timpani memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, sekaligus sebagai dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum timpani, disebut promontorium. Belakang dan bagian atas

promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval windows). Tempat

jalannya nervus fasialis berada diatas fenestra vestibuli. Foramen rotundum (round windows),

ditutupi oleh suatu membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder. Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fossa yang dalam yaitu sinus timpanikus. Area lain yang secara

(24)

klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang terdapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal. Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas antara kavum timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus as antrum tertutup oleh suatu sebab maka resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum timpani dengan

kavum mastoid. 7,8

Dinding posterior kavum timpani dekat atap, memiliki satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Bagian bawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fossa inkudis. Dinding posterior kavum

timpani adalah fossa kranii posterior dan sinus sigmoid.7,8

Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. Tuba ini berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara mastoid. Sebuah saluran yang berisi otot tensor timpani terletak diatas tuba ini. Dinding anterior dibawah tuba biasanya tipis merupakan dinding posterior dari saluran karotis. Dinding lateral kavum timpani adalah

bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada diatas dan bawah membran timpani.7,8

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari (Gambar 2) :

1. Malleus ( hammer / martil).

2. Inkus ( anvil/landasan)

3. Stapes ( stirrup / pelana)7,8

Malleus Inkus

(25)

Stapes

Gambar 2. Tulang Pendengaran10

Malleus

Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang pendengaran dan terletak paling lateral. Terdiri atas kepala (kapitulum), leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, dan lengan (manubrium). Memiliki panjang sekitar 7,5 - 9,0 mm. Kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan

membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus

anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara

basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.7,8

Inkus

Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan dua kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3mm - 5,5mm. Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum. Prosesus longus berjalan sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok ke medial membentuk prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes. Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes

melalui sendi inkudostapedius.7,8

Stapes

(26)

Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm - 4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan

posterior dan telapak kaki (foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara

ligamentum anulare. Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar, krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dibandingkan dengan krura posterior.7,8

Rongga mastoid berbentuk segi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu besar yang iregular berasal dari epitimpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Arah medial dan dibawah dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, dari atas kebawah 9 mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian dari lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan lobus temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12mm - 15mm pada dewasa. Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas

pada daerah sekitar antrum. 7,8

(27)

Saraf fasial meninggalkan fossa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu :

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal)

yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. Digastrik dan m. Stapedius.

2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis

preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.7,8

Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi di dinding posterior mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati foramen stilomastoidea. Belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari 2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf kranial VII pada ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah. Saraf ini mengandung jaringan perasa dari

palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap rongga mulut, kavum nasi dan orbita.7,8

Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan korda timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak secara vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion

submandibula. Sel jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.7,8

Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi kavum timpani adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang

menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna.7,8

Pada daerah anterior mendapat vaskularisasi dari arteri timpanika anterior, yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpanika. Daerah posterior mendapat vaskularisasi dari arteri timpanika posterior, yang merupakan cabang dari arteri mastoidea yaitu arteri Stilomastoidea. Daerah superior mendapat perdarahan dari cabang arteri meningea media juga arteri petrosa superior, arteri

(28)

timpanika superior dan ramus inkudomalei. Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior. Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening retrofaring

atau ke nodulus limfatikus parotis.7,8

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya

seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Orang dewasa memiliki panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan

dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.7,8

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

1. Bagian tulang, terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). 2. Bagian tulang rawan, terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2cm - 2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Sedangkan pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar, maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba. Fungsi tuba Eustachius sebagai ventilasi telinga, yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring

ke kavum timpani. 7,8

(29)

2.3. Epidemiologi

Insiden OMSK bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak Aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada

negara yang sedang berkembang.1,8,11

Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti dari departemen THT RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, kasus OMSK tipe bahaya yang dilakukan operasi pada tahun 2009 sebanyak 55 kasus pertahun sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 48 kasus.

Tabel 1. Kategori Prevalensi OMSK di Dunia1,6

Kategori Populasi

Sangat Tinggi (>4%) Tinggi (2% - 4%)

Rendah (1% - 2%) Sangat rendah (< 1%)

Aborigin Australia, India, Kepulauan Salomon,Tanzania Thailand, Filipina, Malaysia, Eskimo, Indonesia, Cina, Mozambique, Nigeria, Eskimo, Angola, Korea

Brazil, Kenya

UK, Australia, Finlandia, Denmark

2.4. Klasifikasi

Radang telinga tengah menahun secara klinis dibagi atas 2 tipe, yaitu:1,7,8,12

(30)

1. Tipe tubotimpanal

Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

2. Tipe atikoantral

Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit

menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic supurative

otitis media with cholesteatoma.

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar.13

Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum memerlukan

penatalaksanaan bedah.1,7

2.5. Etiologi

Etiologi dari OMSK dapat berupa bakteri aerob, seperti Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species atau bakteri anaerob , seperti Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium. Bakteri-bakteri tersebut jarang didapatkan pada liang telinga luar, namun dapat berploliferasi dengan adanya trauma, inflamasi, laserasi atau kelembapan udara yang tinggi. Dengan adanya perforasi kronik memungkinkan bakteri-bakteri tersebut untuk masuk sampai ke telinga tengah. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang memiliki daya progresif dan destruktif pada telinga tengah dan struktur mastoid melalui toksin dan enzim yang dimilikinya.1,6,7,8

Faktor predisposisi OMSK antara lain :

(31)

1. Lingkungan

Kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.

2. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.

7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

(32)

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi

normal.8

2.6. Patogenesis

Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut menjadi awal penyebab OMSK yang merupakan hasil invasi ke mukoperiosteum oleh organisme yang virulen, terutama berasal dari nasofaring pada masa kanak-kanak atau karena rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani setelah penyakit

akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan membrane atrofi. 8

Saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK adalah gangguan fungsi tuba Eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini. Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering

menimbulkan otitis media daripada dewasa.1,8

Anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri dapat menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah. Selanjutnya terjadi respons imun di telinga tengah, sel-sel imun infiltrat menghasilkan mediator peradangan pada telinga tengah seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut menyebabkan permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. 1

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba

Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.1

(33)

2.7. Gejala Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret dapat bersifat purulen (putih, kental) atau mukoid (lebih encer) tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Otitis media supuratif kronik stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Otitis media supuratif kronik tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah biasanya berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.

2. Gangguan pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db, ini menandakan bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe bahaya biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri

(34)

merupakan tanda komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu

dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. 1,6,8,13

2.8. Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis

Penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi serta jaringan patologis. Melalui perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.

(35)

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campur. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tuli sensorineural kelainan terdapat pada koklea. Pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal

dan kolesteatoma. 1,8,13

2.9. Pemeriksaan Radiologi OMSK

Pemeriksaan pencitraan bukan merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan pada semua pasien dengan OMSK. Biasanya dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi. Pemeriksaan pencitraan kasus OMSK dapat dilakukan dari yang paling sederhana dengan foto polos ataupun dengan modalitas yang lebih canggih seperti tomografi komputer (CT

scan) dan atau dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).7

2.9.1. Foto Polos

Posisi foto polos yang masih dipakai dewasa ini untuk menilai keadaan telinga tengah dalam tulang temporal adalah posisi Schuller. Posisi Schuller menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan film ditujukan dengan membentuk sudut 30° sefalokaudal. Dosis efektif radiasi foto polos kepala 0,01-0,02 mSv. Pada posisi ini terlihat perluasan pneumatisasi mastoid, lempeng tegmen yang membatasi sel mastoid dengan jaringan otak, dan lempeng sinus yang menandai batas sel mastoid dengan sinus lateralis (Gambar 3). Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis. Kolesteatoma ditandai dengan erosi tulang yang tampak sebagai

gambaran radiolusen dibatasi oleh tulang sklerotik 7,8,13,14

(36)

Gambar 3. Foto Polos dengan Posisi Schuller13 2.9.2. Tomografi Komputer

Modalitas ini memiliki perkembangan yang pesat saat ini. Generasi terkini dari modalitas ini dilengkapi dengan sejumlah detektor (multidetektor). Berdasarkan kemampuan mengambil gambar dengan irisan-irisan dari berbagai potongan berbeda, modalitas ini dapat menunjukkan dengan baik, disertai resolusi yang tinggi, secara detail struktur anatomi tulang temporal, telinga tengah dan telinga dalam. Modalitas generasi baru ini juga memiliki waktu

kerja yang lebih singkat dari generasi-generasi sebelumnya. 15,16,19

Generasi tomografi komputer jenis terdahulu, untuk mendapatkan gambaran potongan aksial dan koronal, pasien harus diposisikan pada posisi tertentu. Namun dengan generasi terkini pasien hanya diposisikan pada satu posisi saja, yaitu posisi supine. Potongan aksial yang didapat kemudian dilakukan rekonstruksi untuk mendapatkan gambaran potongan

koronal (multiplanar).15,20

Potongan aksial diperoleh dengan merotasi 30° ke arah superior terhadap garis dasar

antropologi atau garis Reid's (garis dari tepi orbita ke kanalis auditorius eksternus) pada saat

rekonstruksi. Potongan aksial memungkinkan visualisasi tulang temporal dengan baik dan

tidak bertumpang tindih. Potongan koronal diperoleh dengan merotasi 90° dari garis Reid's

pada saat rekonstruksi.15

(37)

Gambar 4. Reid's Line18

Pemeriksaan tomografi komputer pada kasus dengan kecurigaan adanya kolesteatoma memperlihatkan lebih baik ada tidaknya erosi atau destruksi dinding lateral atik (skutum), dinding aditus ad antrum yang mengalami erosi, displasia dan erosi osikel, fistula labirin, erosi kanalis fasialis, destruksi sel pneumatisasi mastoid, erosi tegmen timpani dan lempeng sinus serta erosi dinding liang telinga. Modalitas ini juga dapat menunjukkan dengan baik

abses intrakranial dan intratemporal.7,15 Perkembangan jenis tomografi komputer pada saat

ini semakin mempermudah pemeriksaan pencitraan tulang temporal. Dengan tomografi komputer jenis multidetektor, berkemampuan memberikan resolusi yang tinggi dan daya rekonstruksi yang baik, memungkinkan untuk lebih rinci mendapatkan informasi tentang

anatomi telinga tengah yang kompleks. 14 Generasi terbaru tomografi komputer yaitu

dual-source CT yang dimiliki RSCM saat ini, memiliki kemampuan resolusi spatial yang lebih baik serta dosis radiasi yang semakin kecil. Berdasarkan parameter yang dimiliki serta perhitungan dengan faktor konversi, dosis radiasi tomografi komputer tulang temporal sekitar 0,7 mSv.

2.9.3. Magnetic Resonance Imaging(MRI)

Peran MRI untuk menunjukkan patologi di telinga tengah sangat terbatas. Modalitas ini mampu menunjukkan kolesteatoma lebih baik daripada tomografi komputer serta lebih memberikan informasi keterlibatan n.fasialis. MRI memiliki keterbatasannya dalam

(38)

memberikan informasi tentang keadaan tulang temporal dibandingkan dengan tomografi komputer.

Dalam mengevaluasi kasus OMSK, MRI dibutuhkan untuk membedakan kolesteatoma dengan granuloma kolesterol, dimana pada tomografi komputer keduanya menunjukkan massa yang tidak spesifik dan tidak menyangat dengan kontras. MRI dapat menunjukkan jaringan lunak yang sukar dibedakan dengan kolesteatoma. Gambaran kolesteatoma pada

MRI akan terlihat hipo atau isointens pada T1-weighted dan hiperintens pada T2-weighted

sedangkan pada granuloma kolesterol terlihat hiperintens pada T1-weighted maupun

T2-weighted .7

2.9.4. Diagnosis Banding

Gambaran kolesteatoma sendiri dengan pemeriksaan tomografi komputer dapat menyerupai kelainan massa lainnya sehingga sulit dibedakan. Diagnosis banding tomografi komputer kolesteatoma antara lain jaringan granulasi non kolesteatoma dan kolesteatoma kongenital, dimana keduanya pada pemeriksaan tomografi komputer juga memberikan gambaran massa dengan densitas yang hampir sama dengan kolesteatoma. Berdasarkan penelitian, kolesteatoma pada umumnya memiliki densitas sekitar 42,68 ± 24,42 HU. Kolesteatoma kongenital lebih jarang menimbulkan erosi tulang dan tidak ditemukannya

perforasi membran timpani.19,20

2.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMSK terbagi atas penatalaksanaan medis (konservatif) dan penatalaksanaan bedah (operasi). Prinsip dasar penatalaksanaan konservatif pada OMSK

berupa aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret dan terapi antimikroba topikal yaitu

antibiotik tetes telinga yang tidak ototoksik. Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga

sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pengobatan yang tepat untuk OMSK tipe

bahaya adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan

terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. 1,8

Penatalaksanaan bedah pasien OMSK adalah operasi mastoidektomi, yang terdiri dari:

1. Mastoidektomi sederhana

Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid.

(39)

2. Mastoidektomi radikal

Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase dan ventilasi menjadi mudah.

3. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan

timpanoplasti. 1,7,8

Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang tidak sembuh dengan terapi konservatif. Tujuannya ialah mengeradikasi infeksi dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Mastoidektomi radikal dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas. Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran pada operasi ini tidak diperbaiki. Timpanoplasti dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa . Tujuan operasi ini ialah untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. 13

2.11. Komplikasi

Komplikasi OMSK dapat dibagi atas:

1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial), antara lain terdiri dari parese n.

fasialis dan labirinitis.

2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial), antara lain terdiri dari abses

ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis.

Gejala klinis Otitis media supuratif kronik tanpa komplikasi telinga tidak terasa sakit, bila didapati rasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.1,7,8

(40)

2.12. Kerangka Teori Tuba pendek, datar/ belum

sempurna

Disfungsi Tuba Eustachius

Tekanan negatif telinga tengah Efusi Serosa O M A Perforasi membrana timpani O M S K

Respons imun --> peningkatan pelepasan mediator

Terbentuk kolesteatoma Tidak terbentuk

kolesteatoma Erosi tulang

telinga tengah

Komplikasi intrakranial : Abses ekstra dural , abses subdural , meningitis

Komplikasi intratemporal : Parese n.fasialis , labirinitis Kelainan

terbatas pada mukosa telinga

tengah

Terlambat terapi, terapi tidak adekuat, gizi kurang, higiene buruk

Trauma/iatrogenik Mikroorganisme liang telinga

Bakteri Aerob & Anaerob

Foto konvensional (Posisi Schuller)

Tomografi Komputer

Tomografi Komputer (CT)

(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik, dengan menggunakan metode cross-sectional. Sampel

diteliti hanya satu kali dengan melihat hasil pemeriksaan tomografi komputer tulang temporal untuk mendeteksi kelainan-kelainan patologis OMSK tipe bahaya sebelum operasi dan kemudian melihat kesesuaiannya dengan hasil temuan intraoperasinya.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di departemen THT dan Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam kurun waktu 6 (enam) bulan yakni mulai bulan Maret 2012 sampai bulan Agustus 2012 dengan jadwal sebagai berikut :

KEGIATAN Maret April Mei Juni Juli Agustus

Usulan Penelitian Administrasi Perizinan Pengumpulan Data Analisis Data Pelaporan

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh pasien yang telah terdiagnosis OMSK tipe bahaya. Sampel diambil dari pasien-pasien di departemen THT RS Cipto Mangunkusumo Jakarta yang secara klinis terdiagnosis OMSK tipe bahaya dan memerlukan tindakan bedah dalam waktu dekat (satu bulan) yang dikirim ke departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, untuk dilakukan pemeriksaan tomografi komputer tulang temporal, sebagai pemeriksaan preoperatif serta sesuai dengan kriteria penerimaan penelitian ini.

(42)

3.4. Kerangka Konsep

Kesesuaian

3.5. Subyek Penelitian

3.5.1. Kriteria Penerimaan

1. Pasien yang secara klinis terdiagnosis OMSK tipe bahaya, yang akan dioperasi dalam 1

bulan

2. Pasien yang dianggap kooperatif untuk dilakukan pemeriksaan tomografi komputer.

3. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani surat persetujuan mengikuti

penelitian

3.5.2. Kriteria Penolakan

Memiliki riwayat operasi telinga tengah sebelumnya.

OMSK tipe bahaya

Pemeriksaan TK preoperatif

Temuan Intra operatif

- Erosi osikel - Erosi skutum

- Erosi tegmen timpani - Kolesteatoma

- Erosi kanalis fasialis - Erosi dinding posterior - Erosi dinding sinus sigmoid

- Erosi osikel - Erosi skutum

- Erosi tegmen timpani - Kolesteatoma

- Erosi kanalis fasialis - Erosi dinding posterior - Erosi dinding Sinus sigmoid

(43)

3.6. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut : ( Zα + Z )

2 n = --- + 3 (0 ,5ln(1+r)/(1-r)

Keterangan :

α = kesalahan tipe 1, dalam hal ini ditetapkan α = 0,05 ; maka Zα = 1,96

 = kesalahan tipe 2, dalam hal ini ditetapkan  = 0,2 ; maka Z = 0,842

r = koefisien asosiasi, r = 0,6

n = jumlah kasus OMSK tipe bahaya yang diperiksa menggunakan TK tulang temporal

Hasil yang didapat berdasarkan rumus di atas, n= 20 kasus

Dengan perhitungan drop out 10% jadi besar sampel adalah 22

3.7. Teknik Pemeriksaan

Modalitas yang digunakan adalah tomografi komputer multi-detektor, dual-sorce,

resolusi tinggi (HRCT), tanpa kontras, matrix 512x512, field of view 235 mm wide window

setting 4000, level 700, 120 kV, 180 mAsdan algoritma tulang (bone window), rekonstruksi

dengan irisan 0,6 mm menggunakan "Kernel" H 70 very sharp.Pasien dengan posisi supine,

potongan yang digunakan aksial dan koronal. Potongan aksial dimulai dari bagian superior di eminensia arkuata hingga ke bagian inferior di fossa jugularis. Potongan koronal dimulai dari bagian anterior di tuba Eustachius hingga ke bagian posterior di KSS posterior. Potongan

aksial diperoleh dengan merotasi 30° dari garis Reid's sedangkan potongan koronal diperoleh

dengan merotasi 90° dari garis Reid's saat rekonstruksi.

3.8. Cara Kerja

Tahap I : mendata pasien-pasien yang secara klinis (sesuai dengan teknik pemeriksaan penelitian) terdiagnosis OMSK tipe bahaya di departemen THT RSUPN Cipto Mangunkusumo dan memerlukan tindakan bedah dalam waktu dekat (maksimal satu bulan) Tahap II : melengkapi data subyek penelitian dan penandatanganan surat persetujuan mengikuti penelitian

(44)

Tahap III : dilakukan pemeriksaan preoperatif berupa pemeriksaan TK tulang temporal sesuai dengan teknik pemeriksaan penelitian

Tahap IV : dilakukan evaluasi hasil TK tulang temporal di work station oleh peneliti yang

kemudian dikonfirmasi oleh dua orang dokter spesialis radiologi, dalam melihat kelainan patologis sesuai dengan yang terdapat pada konsep penelitian

Tahap V : dilakukan tatalaksana tindakan bedah dengan mikroskop terhadap subyek penelitian oleh Sp.THT di bidang otologi (Otologist)

Tahap VI : mendata hasil temuan operasi mengenai kelainan-kelainan patologis OMSK yang ditemukan sesuai yang terdapat pada konsep penelitian

Tahap VII : menganalisa seluruh data yang dikumpulkan

(45)

3.9. Alur Penelitian

3.10. Batasan Operasional

1. Tomografi komputer tulang temporal adalah suatu modalitas pencitraan radiologi, membantu dalam mendiagnosis kelainan yang terdapat di dalam rongga telinga tengah, jaringan lunak dan tulang

2. Teknik Pemeriksaan menggunakan tomografi komputer multi-detektor, dual-sorce,

resolusi tinggi (HRCT), tanpa kontras, matrix 512x512, field of view 235 mm wide

window setting 4000, level 700, 120 kV, 180 mAs dan algoritma tulang (bone window), rekonstruksi dengan irisan 0,6 mm menggunakan "Kernel" H 70 very

Pasien OMSK tipe bahaya yang telah direncanakan operasi dalam 1 bulan

Kriteria Penerimaan

Informed Consent

Pemeriksaan preoperatif TK tulang temporal, dianalisis oleh peneliti dan dikonfirmasi oleh dua orang Sp.Rad

Operasi bedah mikro telinga oleh Sp.THT di bidang otologi Kriteria Penolakan Kesesuaian

Gambar

Gambar 3. Foto Polos dengan Posisi Schuller 13 2.9.2. Tomografi Komputer
Gambar 4. Reid's Line 18
Foto konvensional (Posisi Schuller)
Tabel 2. Sebaran Telinga yang Terlibat Menurut Sisi Kepala
+6

Referensi

Dokumen terkait

Membuat persamaan logika sesuai tabel kebenaran hasil penuangan karateristik rangkaian yang diinginkan dengan teliti, jujur, dan tanggung jawab1. Menerapkan kaidah-kaidah

Hasil uji analisis yang menggunakan SPSS 17 one way anova pada berbagai macam konsentrasi kayu manis terhadap kualitas nata de pina tidak. berpengaruh

Adapun interaksi interpesonal Siswa SMA Negeri 8 Makassar dalam media sosial instagram menggunakan hubungan pertemanan sebagai inisiasi ( initiation ) yaitu berhubungan

Form adalah salah satu bentuk halaman web yang digunakan untuk menerima masukan dari pengguna, untuk selanjutnya masukan dari pengguna tersebut diolah menggunakan

[r]

Pencapaian program yang belum optimal juga disebabkan kurangnya pengawasan baik oleh kepala puskesmas maupun oleh dinas kesehatan menye- babkan dana yang ada menjadi tidak

Motif hias yang digunakan merupakan lelengisan benduk sederhana atau dasar dari ukiran, dan bentuknya tidak jauh beda dengan Padmasari yang lainnya .Bagian

Oleh karna itu, dengan adanya anggapan dari kalangan masyarakat luas bahwa dalam penanganan perkara tersebut ada pengistimewaan kepada terdakwa dari aparat penegak