• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cedera Akibat Kerja pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cedera Akibat Kerja pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Cedera Akibat Kerja pada Pekerja Industri

di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta

Woro Riyadina

Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI

Abstrak: Cedera akibat kerja di Indonesia dari Januari sampai September 2003 tercatat 81 169 kasus atau setiap hari rata-rata lebih dari 300 kasus. Faktor manusia berperan penting (80%) timbulnya kecelakaan kerja yang mengakibatkan cedera terutama pada pemakaian alat pelindung kerja (APD). Tujuan penelitian ini adalah menentukan jenis cedera dan bagian tubuh yang mengalami cedera serta hubungan cedera dengan pemakaian APD pada pekerja industri di kawasan industri Pulogadung. Jenis penelitian ini adalah operasional riset dengan rancangan penelitian cross-sectional. Responden adalah 950 orang pekerja di bagian produksi yang berusia 15-55 tahun yang bekerja pada tujuh perusahaan di kawasan industri Pulo Gadung. Data dikumpulkan dengan metode wawancaradengan kuesioner. Mayoritas cedera akibat kerja pada pekerja industri adalah luka terbuka (37,2%), lecet atau superfisial (29,6%) dan cedera mata (14,8). Bagian tubuh yang mengalami cedera didominasi oleh cedera sendi-pinggul-tungkai atas (40,2%), kepala (24,8%) dan pergelangan tangan (14,3%). Penyebab cedera terbanyak adalah tertusuk (43,1%) pada industri garmen dan mata kemasukan serpihan logam/ gram (10%) pada industri baja. Kepatuhan memakai APD pada pekerja 68,1% tetapi belum lengkap dan benar. Pemakaian APD pada pekerja industri ini berhubungan bermakna (p<0.05) dengan terjadinya cedera akibat kerja dengan risiko 2,2 kali (95% CI 1,59-3,06). Disimpulkan Proporsi cedera akibat kerja pada pekerja industri masih tinggi sehingga perlu ditingkatkan kepedulian, kepatuhan pemakaian APD secara lengkap dan benar serta menyempurnakan desain APD agar nyaman dan ergonomis.

(2)

Occupational Injuries on Industrial Workers in Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung

Woro Riyadina

Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI

Abstract: Injury cases cause of work in Indonesia from January to September 2003 is 81 169 cases or more than 300 cases per day. Human factor is the main risk factor (80%) of occupational injury, especially using personal safety devices (APD). The objective of the study to determine type of injury and part of body that suffered injury and correlated injury with using APD on industrial workers in Pulo Gadung Industrial Estate. The study was operational research with cross-sectional design. The study conducted 950 industrial workers at seven companies in 2006. Re-spondents were industrial workers who worked in Jakarta industrial estate Pulogadung. Data collected were based on interview with questionnaire and analyzed with statistic analysis. The majority of occupational injuries on industrial workers were injury on hinge-hip-upper leg (40.2%), head (24,8%) and wrist (14.3%). Type of injuries were excoriasi (37.2%), superficial (29.6%) and eyes injury (14.8%). Cause of occupational injuries were pierced cases (43.1%) on garment industry and metal shrapnel to the eye cases (10%) on steel industry. Industrial workers have been used personal safety devices (APD) 68.1% which used incomplete and noproper. Using personal safety devices (APD) significant correlated (p<0.05) with occupational injuries by OR 2.2 (95% CI 1. 59-3.06). Occupational injuries proportion are still high therefore its need to rise care for using, discipline and complete ergonomic design related with personal safety devices (APD).

Keywords: occupational injury, worker, industry

Pendahuluan

Masyarakat pekerja di Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995 jumlah pekerja sekitar 88,5 juta dan pada tahun 2003 pekerja di Indonesia berjumlah 100 316 000.1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 2003 sebanyak

216 948 400 orang, jumlah penduduk usia kerja 152 649 981 orang, angkatan kerja 100 316 007 orang. Pekerja tersebut terbagi dalam beberapa lapangan usaha utama atau jenis industri utama yaitu pertanian 47,67% perdagangan 17,90% industri pengolahan 11,80%, jasa 10,98 %.2

Menurut International Labour Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat pekerjaan. Sekitar 300 000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat pekerjaan.3 Data Dewan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun yaitu 82.456 kasus di tahun 1999 meningkat menjadi 98 905 kasus di tahun 2000 dan naik lagi mencapai 104 774 kasus pada tahun 2001. Dari kasus kecelakaan kerja 9,5% (5 476 tenaga kerja) di antaranya mendapat cacat

permanen. Hal itu berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru dan 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja.4

Kecelakaan industri secara umum disebabkan oleh dua hal pokok yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe hu-man act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa 80%-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor manusia. 3

Undang-undang Nomor 23 Tahun 19925 tentang

Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan di setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Tujuan penelitian ini adalah menentukan jenis cedera dan bagian tubuh yang mengalami cedera serta hubungan cedera dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada

(3)

pekerja industri di kawasan industri Pulo Gadung. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan masukan dalam menyusun program pengendalian faktor risiko cedera akibat kerja serta menentukan kebijakan kesehatan yang lebih sesuai dengan kemajuan teknologi.

Metode

Jenis penelitian ini adalah riset operasional (riset terapan) dengan rancangan penelitian cross-sectional. Populasi adalah masyarakat pekerja industri dewasa laki-laki dan perempuan yang berusia kerja (15-55 tahun) di kawasan industri Pulo Gadung pada tahun 2006. Sampel adalah responden sebagai pekerja industri yang berusia 15-55 tahun yang bekerja di kawasan industri Pulo Gadung. Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling dari pekerja industri yang terpilih.Variabel yang diukur meliputi jenis cedera, bagian tubuh yang cedera dan pemakaian APD pada saat bekerja. Pengumpulan data dengan metode wawancaradengan kuesioner. Analisis data melalui tahapan analisis deskriptif dengan menghitung proporsi masing-masing variabel dan bivariat untuk menentukan hubungan dan menghitung besarnya risiko/odd ratio OR.

Hasil dan Pembahasan

Pengumpulan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus dan September 2006. Didapatkan 950 responden yang memenuhi kriteria responden yang berasal dari 7 perusahaan yang masing-masing mewakili jenis industri di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta Timur. Pengambilan sampel responden terpilih untuk masing-masing jenis industri dilakukan secara proporsional. Perincian jumlah responden menurut jenis industri ditunjukkan dalam gambar 1. Waktu pengumpulan data dilakukan pada jam kerja dengan sistem bergilir atau bergantian sehingga tidak mengganggu produksi perusahaan.

Gambar 1. Persentase Jumlah Responden dari 7 Jenis Indus-tri yang Ikut dalam Penelitian

13.9 5.7 21.7 22.5 7.9 26.2 2.1 0 5 10 15 20 25 30 G arm en Perc eta kan Sp are p art K im ia M ak an an B aja Kon struk si Jumlah pekerja

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa industri baja menempati urutan terbanyak jumlah respondennya yaitu 249 orang (26,2%) dan paling sedikit adalah jenis industri konstruksi yaitu hanya 20 orang (2,1%). Pekerja di industri konstruksi bagian produksi mengalami kesulitan waktu dan tempat dalam pengambilan datanya karena pekerja di industri tersebut mobilitasnya tinggi dan tersebar di beberapa tempat yang sulit dikumpulkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan.

Cedera akibat kerja merupakan cedera yang terjadi akibat kecelakaan pada saat bekerja. Dari 950 pekerja ternyata terdapat 284 orang (29,9%) yang mengalami cedera akibat kerja. Jenis cedera dan bagian tubuh yang mengalami cedera diklasifikasikan berdasarkan ICD-10.6 Jenis cedera disebut

sebagai sifat cedera adalah jenis luka yang diderita akibat kecelakaan. Bagian tubuh cedera disebut daerah cedera. Sifat dan daerah cedera akibat kerja pada pekerja industri menurut ICD-10 ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat dan Daerah Cedera pada Pekerja Industri Me-nurut ICD-10 Variabe Jumlah % lN = 284 Responden (n) Sifat Cedera Superfisial 7 8 29,6 Luka terbuka 9 8 37,2

Patah tulang (termasuk gigi) 9 3,4

Dislokasi, sprain, strain 1 1 4,2

Cedera pembuluh darah 1 3 4,9

Cedera otot dan tendo 6 2,3

Cedera mata 3 9 14,8 Amputasi 5 1,9 Lainnya 4 1,5 Daerah Cedera Kepala 6 6 24,8 Leher 2 0,7 Dada 2 0,7

Perut, punggung, pinggang, panggul 6 2,2

Bahu, lengan atas 2 0,7

Siku, lengan bawah 3 8 14,3

Pergelangan tangan 107 40,2

Sendi, pinggul, tungkai atas 5 1,9

Lutut, tungkai bawah 2 0 7,5

Pergelangan kaki 1 8 6,8

* Korban minimal mempunyai satu jenis cedera dan kebanyakan merupakan multiple injury.

Jenis cedera atau sifat luka akibat kerja yang dialami pekerja industri paling banyak adalah luka terbuka (37,2%), diikuti dengan luka lecet atau superfisial (29,6%) dan cedera mata (14,8%). Adapun bagian tubuh yang mengalami cedera paling banyak adalah bagian sendi, pinggul, tungkai atas yaitu sebanyak 40,2% selanjutnya diikuti bagian kepala sekitar 24,8% dan bagian pergelangan tangan sebanyak 14,3%.

(4)

Urutan penyebab cedera akibat kerja terbanyak pada industri baja yaitu mata kemasukan benda/gram (10 %), tertimpa (8%), dan terjepit (6%). Jenis industri spare part adalah tertusuk (6,1%), tertimpa (5,6%) dan terjepit (5,1%), sedangkan untuk jenis industri garmen yaitu tertusuk (43,1%), lainnya (9,8%), terbakar dan tergores (3,9%). Berdasarkan risiko cedera akibat kerja di masing-masing industri tersebut, maka perlu ditingkatkan kepatuhan menggunakan alat pelindung kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya dan evaluasi terhadap APD.

Pemakaian Alat Pelindung Diri

Kecelakaan terjadi disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu manusia (host), alat (vector) dan lingkungan ( environ-ment) sesuai dengan teori Haddon.7 Pekerja di bagian

produksi diwajibkan menggunakan APD sebagai alat pelindung kerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Pekerja industri yang memakai APD pada saat bekerja sebanyak 647 orang (68,1%) sedangkan yang tidak memakai APD sekitar 303 (31,9%). Pekerja yang patuh menggunakan APD saat bekerja sebanyak 68,1% sedangkan yang tidak menggunakan APD sebanyak 31,9%. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memakai APD cukup tinggi yaitu 82,3% tetapi yang mengaku selalu memakai APD hanya 41,7%.8 Hal tersebut menunjukkan bahwa

kepatuhan pekerja industri untuk memakai APD cukup baik akan tetapi ternyata pemakaian APD belum lengkap sesuai dengan aturan pemakaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45,5% pekerja berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD dan 54,5% pekerja yang berperilaku baik.9

Alasan pekerja yang tidak memakai APD sebagian besar adalah karena mengganggu kenyamanan dan aktifitas dalam bekerja, merasa tidak memerlukannya serta justru membahayakan (contohnya, sarung tangan berisiko menyebabkan terjepit mesin).

Jenis APD yang digunakan untuk pekerja menurut jenis industri berbeda menurut jenis pekerjaannya yang disesuaikan dengan bagian produksi tempat kerjanya. Mayoritas jenis APD yang digunakan untuk masing-masing jenis industri ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Mayoritas Jenis APD yang Digunakan Pekerja Me-nurut Jenis Industri

Jenis Industri Jenis APD

Garmen Masker dan tutup kepala

Percetakan Masker dan sarung tangan

Spare Part Baju, sepatu, masker, sarung tangan, helm, safety belt, ear plug

Kimia Masker, sarung tangan, topi, sepatu

Makanan Masker, sarung tangan, topi, sepatu

Baja Helm, sarung tangan, ear plug, kaca mata, sepatu,

masker

Konstruksi Sepatu, helm, masker, sarung tangan

APD seharusnya digunakan lengkap sesuai dengan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau sesuai Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Kesesuaian pemakaian APD pada pekerja tidak sesuai dengan pemakaian APD menurut persyaratan OSHA, tetapi kebanyakan pekerja industri belum menyadari pentingnya APD bagi perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan diri. Untuk itu diperlukan sistem pengawasan untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran pekerja untuk memakai APD secara lengkap dan benar.

Hubungan Antara Cedera Akibat Kerja dengan Pemakaian APD

Salah satu faktor yang berperan untuk terjadinya cedera akibat kerja adalah pemakaian APD yang sesuai dan benar cara pakainya. Hasil penelitian menyatakan bahwa cedera akibat kerja 11% terjadi karena kurangnya perhatian tenaga kerja untuk menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja khususnya pada tenaga kerja bagian produksi.10

Hubungan antara akibat kerja dengan pemakaian APD diperlihatkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Cedera Akibat Kerja dengan Pemakaian APD pada Pekerja Industri

P e m a k a i a n Kecelakaan kerja OR 95% CI APDN=950 Ya Tidak Total

N =284 N = 666 N = 950 (29,9%) (70,1%) (100%) n (%) n (%) n (%) Pakai APD Ya 225 34,8 422 65,2 647 100 2,20 1,59-3,06 Tidak 59 19,5 244 80,5 303 100

Cedera akibat kerja pada pekerja industri ini ternyata justru terjadi pada pekerja yang mengunakan APD saat terjadi kecelakaan. Pekerja yang menggunakan APD berisiko 2,20 kali (95% CI: 1,59 – 3,06) mengalami kecelakaan kerja yang menyebabkan cedera dibandingkan dengan pekerja yang tidak memakai APD (Tabel 3). Beberapa kasus disini menunjukkan bahwa menggunakan sarung tangan justru membuat pekerja tidak merasa nyaman atau mengganggu aktifitas kerja sehingga justru membahayakan. Memakai sarung tangan menyebabkan tangan mudah terjepit mesin karena berisiko tertarik oleh putaran mesin. Menggunakan kaca mata las (glasses) yang kurang ergonomik (masih terdapat celah) masih memungkinkan masuknya serbuk gram besi ke dalam mata. Untuk itu perlu dilakukan kajian tentang APD disesuaikan dengan jenis pekerjaan sehingga APD tersebut benar-benar melindungi pekerja dari risiko bahaya di tempat kerja.

Pekerja yang mengalami cedera akibat kerja yang menggunakan APD pada saat terjadi kecelakaan kerja sekitar

(5)

44,01%. Hal tersebut lebih jelas menggambarkan bahwa kepatuhan memakai APD masih rendah. Risiko cedera akibat kerja belum sepenuhnya disadari oleh pekerja itu sendiri. Untuk itu perlu dilakukan edukasi untuk meningkatkan kepedulian pekerja dalam perlindungan terhadap risiko cedera akibat kerja.

Kesimpulan

Proporsi cedera akibat kerja pada pekerja industri masih tinggi maka perlu ditingkatkan kepedulian, kepatuhan pemakaian APD secara lengkap dan benar dan menyem-purnakan desain APD agar nyaman dan ergonomis. Daftar Pustaka

1. BPS. Data Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia, 2003. 2. BPS. Pekerja di Indonesia berdasarkan jenis lapangan pekerjaan.

2002.

3. Pusat Kesehatan Kerja. Kecelakaan di Industri. Jakarta: Depkes RI. 2002.

4. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja nasional (DK3N).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3): Jangan sampai global compact beraksi. Warta ekonomi; 2002.

5 . Undang-undang Kesehatan RI pasal 23 tentang Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes;1992.

6 . WHO. International Statistical Classification of Diseases and Health Related Problems (The) ICD-10. Second Edition. En-glish, 2005.

7 . Holder, Peden M, Krug E. Injury Surveillance Guidelines. World Health Organization, Geneva; 2001.

8 . Trihandoyo,B. Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja pada sector industri dalam kaitannya dengan produktivitas kerja di kawasan industri, Kabupaten Serang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan dan Teknologi. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI; 2001.

9 . Yusmardiansay, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Bagian Produksi Unit Chlor Alkali PT. Indah Kiat Pulp & Paper Perawang Tbk, Tahun 2005 [tesis].Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Uni-versitas Indonesia;2005.

10. Thamrin Y, Star A. Studi tentang cedera akibat kerja pada tenaga kerja berdasarkan laporan PT Jamsostek Makassar tahun 2003. J Med Nus J 2005:26(1).

Gambar

Tabel 1. Sifat dan Daerah Cedera pada Pekerja  Industri  Me- Me-nurut ICD-10 Variabe  Jumlah   % lN = 284 Responden (n) Sifat Cedera Superfisial 7 8 29,6 Luka terbuka 9 8 37,2
Tabel 3. Hubungan Cedera Akibat Kerja dengan Pemakaian APD pada Pekerja Industri

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi terapi bedah sendiri dikerjakan bila secara klinis maupun neurologis tidak ada perbaikan atau cenderung memburuk dengan pemberian medikamentosa OAT fase

Kata serapan dari bahasa lain memperkaya leksikon BM sesuai dengan perubahan.. semua bidang

Intisari— Aplikasi Augmented reality untuk media promosi rumah pada alang-alang construction berbasis android, dirancang sebagai media penunjang promosi rumah untuk lebih

dalam pelaksanaan diplomasi hijau ini diwadahi pula dengan adanya organisasi internasional UNFCCC dibawah pengawasan PBB dengan fokus dalam upaya pencegahan perubahan iklim

keterampilan pola asuh anak perlu diajarkan kepada orang tua peserta didik sejak dini agar orang tua lebih paham dalam hal pola pengasuhan anak yang baik dan

Tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara hubungan frekuensi DOPS dengan nilai ujian ANC pada mahasiswa semester 5 di Prodi Kebidanan DIII STIKES

Pihak investor juga memiliki kepentingan dengan melihat Tanah Kas Desa tersebut sebagai sebuah wilayah yang potensial untuk dijadikan sebuah kegiatan yang berbasis

14 Pada penelitian yang dilakukan, anak balita yang menderita tuberkulosis paru sebagian besar sudah mendapat imunisasi BCG karena kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada