• Tidak ada hasil yang ditemukan

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

II.1 Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun teori dalam penelitian ini adalah :

II.2 Kebijakan Publik

Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981:1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not). Definisi kebijakan publik menurut Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa : (1) Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan swasta; (2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Sedangkan James E. Anderson (1979:3) mendefiniskan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya ( dikutip Dye, 1981:366-377 ). Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik

(2)

hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-pratika sosial yang ada dalam masyarakat ( Subarsono, 2009:3 ). Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Dalam pandangan Ripley (1985:49), tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik

Diikuti Diperlukan Diperlukan Evaluasi thd Implementasi, Kinerja,

Kinerja dan Dampak Kebijakan Kebijakan Baru Hasil Hasil Hasil Mengarah ke

Penyusunan Agenda Agenda Pemerintah

Formulasi & Legitimasi

Kebijakan Kebijakan

Implementasi

Kebijakan Tindakan Kebijakan

Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang diperlukan yakni ; (1) Membangun persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh sekelompok masyarakat tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sebagaian

(3)

masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah; (2) Membuat batasan masalah; dan (3) Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negoisasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang terpilih. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini perlu dukungan sumberdaya, dan penyusunan organisasi pelaksanan kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang lebih baik dan berhasil

II.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah impelementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood (Tangkilisan, 2003:17), hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam

(4)

keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky (1984:21), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Dan menurut Patton dan Sawicki (1986:25) bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Jadi tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor. Dan untuk kebijakan makro usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi (Tangkilisan, 2003:18)

Berbagai studi kasus berfokus pada satu kebijakan atau satu aspek sebuah kebijakan. Mereka memberikan yang kaya akan nuansa yang berakitan dengan pembuatan kebijakan dan menguji ke dalam nuansa yang mungkin hilang dalam perlakuan lebih luas. Namun demikian, pendekatan studi terhadap pengkajian

(5)

memfokuskan secara sempit dalam satu isu, sebuah studi kasus tidak bisa berfungsi sebagai basis untuk generalisasi sederetan luas kebijakan. Studi kasus implementasi belum secara sistematis mengidentifikasikan atau menganalisis berbagai faktor yang kritis dalam implementasi kebijakan publik .

Dalam sebuah studi yang berkualitas, Eugene Bardach telah memakai metafora induk “permainan” untuk mengkaji implementasi. Bardach (Edward III, 1980:1) memperdebatkan bahwa kerangka kerja permainan yang ia telah kembangkan menerangi pembuatan keputusan dengan mengarahkan perhatian pada para pemain (mereka yang terlibat dalam impelementasi), taruhan, strategi dan taktik, sumberdaya, aturan main dan komunikasinya, serat tingkat ketidakpastian seputar hasil.

Proses implementasi kebijakan hendaknya melalui alur seperti yang dikemukakan oleh Dye (1981:70) sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Analisis Kebijakan Publik Public Policy

Public Environment

Sumber : Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, 3 th ed. (Englewood Cliffs, NJ; Pretice Hall, 1981)

Berdasarkan gambar/bagan pemikiran dihubungkan dengan permasalahan yang diteliti sebagai berikut :

(6)

1. Public Policy, merupakan rangkaian pilihan yang harus lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang-bidang isu sejak pertahanan, energi, dan kesehatan sampai pendidikan, kesejahteraan, dan kejahatan. Pada salah satu bidang isu tersebut terdapat banyak isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan pemerintah yang aktual ataupun yang potensial yang mengandung konflik diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat.

2. Policy Stakeholder, yaitu para individu dan atau kelompok individu yang mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.

3. Policy Environment, yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik, oleh karena itu sistem kebijakan berisi proses yang bersifat dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuatan kebijakan tidak terpisahkan di dalam prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan; sistem kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya; para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.

(7)

Input Proses Output Outcomes

1. Input, sumberdaya-sumberdaya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana.

2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.

3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan tersebut.

4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapkan dimana akan memberikan tujuan kebijakan yang positif kepada pemerintah dan masyarakat sebagai penerima manfaat.

Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang sukses? Ada empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik menurut George C. Edwards III (1980: 9-12) :

1) Komunikasi

Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan harus tahu apa yang mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat, dan kebijakan ini mesti jelas, akurat dan konsisten.

(8)

2) Sumberdaya

Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat didalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan; dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan.

3) Disposisi

Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publk. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan.

4) Struktur Birokrasi

Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin menegerjakannya, impelentasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam strukltur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan

(9)

kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan.

Bagan 2.4 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III Komunikasi Sumber Daya Implementasi Disposisi Struktur birokrasi

Dan menurut Merilee S. Grindle (1980:9), keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel yaitu :

1. Isi Kebijakan (content of policy) Variabel isi kebijakan ini mencakup :

a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan;

b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ;

(10)

d) Apakah letak sebuah program sudah tepat;

e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan

f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. 2. Lingkungan Implementasi (context of implementation)

Variabel kebijakan ini mencakup :

a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; c) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Menurut Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (Subarsono, 2005:99) , ada enam variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya non-manusia.

(11)

Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dari instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi itu.

5. Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni : (a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni prefensi nilai yang dimiliki oleh para implementor.

(12)

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan tanah.

Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk menggunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi hak-haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud adalah ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA :

1) Hak milik 2) Hak guna usaha 3) Hak guna bangunan 4) Hak pakai

5) Hak sewa

6) Hak membuka tanah

7) Hak memunguti hasil hutan

8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang telah ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah adalah hak yang dimiliki oleh seseorang untuk memanfaatkan dan mengelola tanah yang dimilikinya atau hak menguasai.

(13)

Pendaftaran tanah merupakan rangkain kegiatan yang terdiri atas (Tehupeiory, 2012 :6-7) :

1) Pengumpulan, pengolahan-penyimpanan, dan penyajian data fisik bidang-bidang tanah tertentu;

2) Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data yuridis tertentu;

3) Penerbitan surat tanda bukti haknya; dan

4) Pencatatan perubahan-perubahan pada data fisik dan data yuridis yang terjadi kemudian.

Kegiatan pendaftaran tanah yang akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut dengan sertifikat, merupakan realisasi salah satu tujuan UUPA. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran itu, pada prinsipnya dibebankan kepada pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, daerah demi daerah berdasarkan pertimbangan ketersediaan peta dasar pendaftaraan

II.5.1 Tujuan Pendaftaran Tanah

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat rechscadaster. Rechascadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan. Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan.

(14)

Tujuan pendaftaran yang semula menurut Pasal 9 ayat (1) UUPA hanya bertujuan tunggal semata-mata untuk menjamin kepastian hukum, maka berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikembangkan tujuan pendaftaran tanah juga meliputi :

a) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar;

c) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah wajib daftar.

II.6 Sertifikat Hak Atas Tanah

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda “certificat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau dikatakan sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atau sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut

(15)

menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat.

Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah, dan hak-hak pihak lain yang diberada diatasnya).

Sertifikat memberikan berbagai manfaat, misalnya dapat mengurangi kemungkinan timbulnya sengketa dengan pihak lain, memperkuat posisi tawar-menawar apabila hak atas tanah diperlukan hak lain untuk kegiatan pembangunan, serta mempersingkat proses peralihan serta pembebanan hak atas tanah.

Keberadaan sertifikat tanah diaktifkan dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga bagi yang menggunakannya telah membantu untuk meningkatkan usaha dalam meningkatkan pendapatan si pemilik tanah sekaligus dapat meningkatkan tingkat perekonomian secara makro, sebab dia telah mengaktifkan modal yang diberikan oleh bank. Dengan demikian surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah itu dapat berfungsi menciptakan tertib hukum pertanahan serta mengaktifkan kegiatan perekonomian rakyat. Sebab yang namanya sertifikat hak adalah tanda bukti atas tanah yang telah terdaftar dan didaftar oleh badan resmi yang sah dilakukan oleh Negara atas dasar undang-undang.

(16)

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.

LARASITA merupakan Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah. LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. Program ini memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak. Tujuannya adalah untuk menembus daerah-dearah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat mudah mendapatkan layanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya yang mahal.

LARASITA merupakan tugas pokok dan fungsi yang ada pada Kantor Pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk :

1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional; 2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang

pertanahan;

(17)

4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi bermasalah;

5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan dilapangan;

6) Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat;

7) Meningkatkan dan mempercepat legalisasi atas tanah Manfaat program LARASITA adalah :

1. Pelayanan kepada masyarakat lebih dekat 2. Beban biaya masyarakat menjadi lebih ringan 3. Masyarakat langsung dilayani petugas BPN 4. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab 5. Proses lebih cepat

Jenis pelayanan yang dilakukan program LARASITA ini sama saja dengan semua pelayanan yang BPN lakukan yaitu :

1. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

2. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik

3. Pemecahan Sertipikat

4. Pemisahan Sertipikat

5. Penggabungan Sertipikat

(18)

7. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah

8. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah

9. Peralihan Hak – Hibah

10. Peralihan Hak – Jual Beli

11. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama

12. Peralihan Hak – Pewarisan

13. Peralihan Hak – Tukar Menukar

14. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik

15. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur

16. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar

II.8 Definisi Konsep

Definisi konsep memberi batasan terhadap bahasan dari permasalahan yang ditentukan oleh peneliti. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

1) Implementasi Kebijakan adalah merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Adapun model implementasi yang dipakai pada penelitian ini adalah model implementasi Van Meter dan E. Van Horn, dimana ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yaitu : standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya,

(19)

hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial, politik, dan ekonomi dan disposisi implementor.

2) LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. Program ini memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak.

3) Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) adalah rangkaian kegiatan kebijakan yang diimplementasikan untuk

melihat apakah program ini berjalan dengan baik atau tidak.

II.9 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(20)

Bab ini terdiri dari kerangka teori, definisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penulisan, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan pengujian keabsahan data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi keadaan geografis, kependudukan, sosial, ekonomi dan pemerinmtahan serta gambaran umum mengenai program.

BAB V PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh dilapangan dan merupakan tempat melakukan analisa data yang diperoleh saat penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya dan

Selain membandingkan nilai F hitung n F tabel, dengan membandingkan nilai Sig dengan nilai α yaitu Sig < α 5% (0,001 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan bubur pepaya dan bubur terung belanda berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut selai yang

Pada hasil yang telah ditunjukkan di atas, terbukti secara ilmiah bahwa tanah yang digunakan memiliki signifikansi yang baik dalam menyisihkan senyawa fosfat daripada

sebagai berikut: sebuah struktur yang sangat organik dengan minimal formalisasi; spesialisasi pekerjaan yang tinggi berdasar pendidikan formal; para spesialis akan memiliki

barbirostris yang Tertangkap Permalam (MBR) di Dalam dan di Luar Rumah Pada Bulan Juli - Oktober 2011 di Kabupaten Sumba Tengab. ~ Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor

Perumusan masalah dari tesis ini adalah apakah faktor-faktor yang menentukan terpilihnya kepala desa di kecamatan Jekulo, dan apakah kebijakan camat Jekulo

Konflik tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, selama manusia masih membutuhkan orang lain selama itu pula konflik akan timbul. Di Indonesia khususnya pada masa peralihan