• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Pembentuk Media

Pada penelitian kali ini dicoba sebuah media adsorben yang terbuat dari tanah, kapur (CaCO3), dan serbuk kayu. Ketiga komponen tersebut dicampur

secara merata dan kemudian dibakar pada suhu tinggi sedimikian rupa sehingga serbuk yang terdapat di dalamnya terbakar dan membentuk pori (pada media), serta dapat mengeraskan struktur tanah itu sendiri sehingga terlihat kuat dan dapat diaplikasikan dengan mudah.

4.1.1 Tanah

Tanah yang digunakan ialah tanah dari Majalaya, yaitu di tempat pembuatan batu bata daerah setempat. Karakteristik fisik tanah tersebut ialah seperti pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut, dapat diketahui klasifikasi tekstur tanah dengan menggunakan segitiga tekstur (Lampiran B) bahwa tanah Majalaya tersebut tergolong tanah lempung berlanau. Dengan menggunakan grafik pendekatan yang diusulkan Casagrande dalam Holtz et al (1981), mineral yang berada dalam tanah tersebut tergolong mineral liat illite (Lampiran B). Menurut hasil dari Grain Size Analysis Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil ITB (Lampiran C), diameter lempung (clay) pada tanah ini berkisar antara 0,0014 – 0,005. Selain itu, luas permukaan spesifik tanah ini juga dapat diketahui dengan melihat Tabel 2.2. Pada tabel tersebut tanah yang tergolong illite mempunyai nilai luas permukaan spesifik sebesar 80 m2/g. Semakin kecil ukuran partikel suatu tanah maka akan semakin besar nilai luas permukaan spesifiknya. Hal ini mendukung adanya reaksi permukaan atau adsorpsi tanah tersebut yang juga akan semakin besar. Inilah salah satu sifat fisik yang dimiliki lempung, yaitu tekstur yang halus sehingga reaksi permukaan (adsorpsi) akan lebih sering terjadi.

Kelompok mineral illite memiliki struktur mineral 3 lapis, yang terdiri dari 3 lembar setiap lapisnya. Kation akan menempel pada permukaan lembar untuk menetralisir muatan negatif lempung. Akan tetapi, air antarlembar tersebut tidak terserap oleh lempung sehingga mineral illite tidak mengembang jika terkena air.

(2)

Hal ini dikarenakan mineral ini mengandung unsur Kalium (K) dengan kadar 7 – 8% (Notodarmojo, 2005), yang menyebabkan ikatan antarlembarnya menjadi lebih kuat. Illite memiliki nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tergolong rendah, 30 miliekivalen/100 g lempung, dibandingkan dengan kelompok montmorilonite yang mengembang, sebesar 70-100 miliekivalen/100 g lempung. Nilai KTK ini memiliki korelasi dengan banyaknya reaksi permukaan (adsorpsi) yang terjadi antara tanah dengan air (kontaminan). Semakin besar nilai KTK maka reaksi permukaan (adsorpsi), berupa pertukaran ion, lebih sering terjadi.

Tabel 4.1 Karakteristik fisik tanah Majalaya

No. Karakteristik Nilai

1 Finer # 200 69,69% 2 Gravel 2% 3 Sand 28% 4 Silt 53% 5 Clay 17% 6 Specific gravity 2,634 7 D10 0,0014 mm 8 D30 0,0099 mm 9 D60 0,0320 mm 10 Cu 22,857 11 Cc 2,188 12 Liquid Limit, LL 76,90% 13 Plastic Limit, PL 28,12% 14 Plastic Index, IP 48,78% Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah ITB (2007)

Parameter lain yang dapat ditentukan ialah nilai Konduktivitas Hidrolis. Konduktivitas hidrolis ini menunjukkan tingkat hantaran air di dalam tanah. Semakin besar nilai K (koduktivitas) maka aliran air atau interaksi air dengan padatan di dalam tanah akan semakin cepat. Menurut Tabel 2.3, diketahui bahwa jenis tanah liat memiliki harga K antara 0,001 hingga 0,2 m/hari. Harga K yang kecil ini menunjukkan bahwa hambatan atau gesekan antara air dengan padatan cukup besar. Hal ini dikarenakan ukuran partikel liat yang sangat halus sehingga

(3)

gesekan yang terjadi antara air dan padatan juga akan semakin besar. Dampak penting besarnya harga K pada reaksi permukaan atau adsorpsi tanah ialah interaksi antara air (kontaminan) dengan tanah akan semakin lama, sehingga kontaminan akan efektif diserap oleh tanah tidak begitu saja lolos. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada kapasitas sorpsi tanah tersebut.

Selain memiliki perilaku fisik, tanah juga mempunyai perilaku kimia, salah satunya ialah pertukaran kation atau anion. Jika dilihat dari parameter kimia Tabel 4.2, mineral Al3+ pada lempung akan menyebabkan adanya pertukaran ion negatif antara ion yang menempel pada Al3+ dengan ion negatif dari kontaminan, seperti fosfat (PO43-). Reaksi yang umumnya terjadi ialah ikatan antara ion fosfat dengan

Al oktahedral (Tan, 1992) dengan reaksi sebagai berikut: Al-OH (lempung) + H2PO4-ÅÆ Al-H2PO4 + OH

-Reaksi ini tentunya mendukung adanya penyisihan senyawa fosfat dalam deterjen (limbah grey water). Senyawa fosfat dalam deret liotrop termasuk kepada senyawa yang paling mudah diserap setelah SiO44-.

Selain Al3+, mineral silikat, SiO2, juga mempengaruhi adanya reaksi antara

lempung silikat dengan fosfat (Tan, 1992). Pada tanah Majalaya, mineral silikat juga memiliki komposisi yang cukup besar, sebesar 42,9%.

Tabel 4.2 Karakteristik kimia tanah Majalaya No. Parameter Persentase (%)

1 SiO2 42,9 2 Al2O3 24,82 3 CaO 3,25 4 P2O5 0,21 5 pH 6 6 H2O 2,26

Sumber: Laboratorium Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi (2007)

4.1.2 Kapur

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tanah mempunyai mineral-mineral yang mampu melakukan aktivitas kimia ataupun fisika. Salah satu diantaranya adalah reaksi pertukaran ion (kation atau anion). Adanya mineral

(4)

seperti Al3+, Silikat, atau Ca2+, memiliki peran dalam pertukaran ion tersebut. Pertukaran ion ini diharapkan terjadi antara mineral yang berada di dalam tanah dengan kontaminan dalam air limbah, dalam hal ini fosfat.

Penambahan kapur pada campuran media adsorben ini dimaksudkan untuk menambah kadar mineral yang dapat dipertukarkan dengan kontaminan tersebut. Batu kapur kalsit, atau CaCO3, jika ditambahkan pada tanah masam (tanah dengan

Al tinggi), akan bereaksi dengan H2O yang mengandung CO2:

CaCO3 + H2CO3Æ Ca(HCO3)2

Kalsium karbonat yang terbentuk bersifat larut dalam air. Ca2+ yang terdisosiasi kemudian akan diadsorp oleh tanah melalui pertukaran dengan Al3+:

3/2 Ca(HCO3)2 + tanah-Al ÅÆ Ca(3/2)-tanah + Al(OH)3+ 3 CO3

Hal ini merupakan proses netralisasi dan presipitasi dari reaksi pertukaran kation (Tan,1992).

Pada reaksi pertukaran anion, Ca2+ juga mempunyai peran penting sebagai jembatan atau sambungan antara tanah lempung dengan ion fosfat (kontaminan). Dari hasil reaksi pertukaran kation antara Al3+ dengan Ca2+ tersebut, tanah akan menjadi tanah-Ca. Menurut Tan (1992) bahwa lempung-Ca dapat mengadsorp fosfat dalam jumlah yang besar.

Lempung – Ca – H2PO4

4.1.3 Serbuk Kayu

Pada dasarnya serbuk kayu pada pencampuran ketiga komponen ini tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara langsung. Pemberian serbuk kayu didasarkan bahwa media akan menjadi lebih mempunyai rongga (luas permukaan spesifik meningkat) karena serbuk kayu yang dicampurkan terbakar ketika media dipanaskan pada suhu 6000C. Semakin banyak serbuk kayu yang ditambahkan pada suatu pencampuran komponen, maka akan semakin besar luas permukaan media tersebut, yang ditunjukkan dengan wujudnya yang lebih rapuh.

4.1.4 Pembuatan Media Adsorben

Banyaknya komposisi berat terhadap campuran – berupa tanah, kapur, dan serbuk kayu – pada media yang dibentuk, dikhawatirkan memiliki perbedaan yang

(5)

cukup signifikan dalam penyisihan senyawa fosfat. Pembuatan variasi komposisi tiap komponen ini dimaksudkan untuk mencari komposisi komponen yang efektif dalam menyisihkan senyawa fosfat. Ketiga komponen tersebut divariasikan berdasarkan beratnya dalam setiap nomor variasi (Tabel 4.3). Misalnya pada variasi 1, berat tanah 100% (b/b), sedangkan kapur dan serbuk kayu masing-masing 0%. Dengan divariasikannya berat setiap komponen, dapat diamati komponen mana yang mempunyai signifikansi yang kuat terhadap penyisihan senyawa fosfat nanti.

Setelah ketiga komponen tersebut dicampurkan, langkah selanjutnya ialah pemanasan media pada suhu 6000C. Pemanasan ini dimaksudkan selain untuk memperkeras struktur media, bahwa dengan pemanasan di atas 5500, juga akan terjadi pelepasan gugus OH dari struktur lempung dan menjadikan lempung bermuatan positif sehingga memungkinkan mengikat ion deterjen (PO43-) yang

bermuatan negatif (Masduqi, 2000). Selain bermuatan positif, lempung juga mempunyai struktur yang tidak beraturan atau amorf sehingga cenderung lebih reaktif. Pada pemanasan suhu di atas 5500C juga akan menyebabkan hilangnya zat-zat organik volatile yang terkandung di dalam pori-pori tanah lempung, sehingga dapat memperbesar luas permukaan spesifik lempung (Masduqi, 2000). Hal ini tentunya akan menyebabkan reaksi permukaan yang terjadi akan lebih besar.

(6)

Tabel 4.3 Komposisi komponen pembentuk media adsorben

Variasi

Tanah CaCO3 Serbuk kayu

% gram % Gram % gram

1 100 400 0 0 0 0 2 90 360 0 0 10 40 3 90 360 10 40 0 0 4 80 320 0 0 20 80 5 80 320 10 40 10 40 6 80 320 20 80 0 0 7 70 280 0 0 30 120 8 70 280 10 40 20 80 9 70 280 20 80 10 40 10 70 280 30 120 0 0 11 60 240 0 0 40 160 12 60 240 10 40 30 120 13 60 240 20 80 20 80 14 60 240 30 120 10 40 15 60 240 40 160 0 0 16 50 200 0 0 50 200 17 50 200 10 40 40 160 18 50 200 20 80 30 120 19 50 200 30 120 20 80 20 50 200 40 160 10 40 21 50 200 50 200 0 0

4.2 Penyisihan senyawa fosfat

Analisis penyisihan fosfat melalui media adsorben ini dilakukan dengan eksperimen sistem batch. Sisten batch ini dilakukan untuk mengetahui model sorpsi dan kapasitas masing-masing media adsorben terhadap senyawa fosfat. Eksperimen ini dilakukan dengan memvariasikan komposisi masing-masing komponen pembentuk media dan waktu kontak, sedangkan konsentrasi sampel atau senyawa fosfat dibuat konstan. Senyawa fosfat yang akan diolah merupakan bentuk sintetik atau buatan dalam bentuk KH2PO4. Konsentrasi yang diberikan

(7)

ialah 20 mg/L sesuai dengan konsentrasi paling tinggi senyawa fosfat dalam limbah domestik (Tchobanoglous et al, 1991).

Setelah larutan fosfat dimasukkan ke dalam botol yang berisi media adsorben, botol digoyang (shake) pada alat shaker. Selanjutnya, setiap waktu kontak yang telah ditentukan, dilakukan pemeriksaan senyawa fosfat. Pengukuran dilakukan pada waktu kontak jam ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48. Hasil pengukuran dari 21 variasi pada setiap waktu kontak dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Penyisihan senyawa fosfat tiap variasi memiliki kecenderungan berbeda-beda. Variasi dengan kandungan tanah lebih banyak belum tentu mempunyai tingkat penyisihan yang baik. Begitu juga dengan kandungan CaCO3 atau serbuk

kayu yang lebih banyak dari yang lainnya. Pada Gambar 4.1 – Gambar 4.6 diberikan kurva penyisihan fosfat oleh media berdasarkan banyaknya jumlah tanah yang diberikan. Dari kurva-kurva tersebut dapat dilihat bahwa variasi yang memiliki komposisi serbuk kayu yang besar, memiliki tingkat penyisihan yang lebih baik daripada variasi dengan komposisi serbuk kayu yang kecil. Pada komposisi tanah 100% (Gambar 4.1), tingkat penyisihannya masih jauh lebih baik dengan komposisi tanah 70% tapi serbuk kayu 30% (Gambar 4.5). Hal ini dikarenakan serbuk kayu terbakar pada pembakaran 6000C sehingga media memiliki pori. Ini mengakibatkan luas permukaan lebih besar sehingga reaksi permukaan (adsorpsi) lebih banyak terjadi.

Semakin banyak jumlah serbuk kayu yang ditambahkan dalam campuran, terlihat memiliki tingkat penyisihan yang cenderung lebih baik. Untuk persentase tanah yang sama, dan persentase kapur yang berbeda, jumlah serbuk kayu dalam suatu campuran memiliki pengaruh yang signifikan. Seperti pada Gambar 4.2, jumlah serbuk kayu 10% dan kapur 0% memiliki kurva penyisihan lebih baik daripada jumlah serbuk kayu 0% dan kapur 10%. Hal ini juga terjadi pada Gambar 4.3, serbuk kayu 20% dan kapur 0% lebih baik penyisihannya daripada serbuk kayu 0% dan kapur 20%. Dengan campuran serbuk kayu dan kapur masing-masing 10% (Gambar 4.3) pun serbuk kayu 20% dan kapur 0% masih lebih baik. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya luas permukaan dalam sebuah media memiliki peranan penting dalam menyisihkan fosfat.

(8)

Tabel 4.4 Konsentrasi penyisihan senyawa fosfat untuk sistem batch

Variasi Konsentrasi, mg/L

Efisiensi penyisihan Jam ke-0 Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke-6 Jam ke-24 Jam ke-48

1 20 5,286 8,930 5,221 1,778 1,212 1,349 80,19% 2 20 14,475 9,861 5,157 3,761 0,739 0,445 71,30% 3 20 11,981 10,972 6,927 4,989 0,173 0,401 70,46% 4 20 0,582 0,414 0,220 0,331 0,078 0,150 98,52% 5 20 3,438 5,157 0,646 0,321 0,171 0,246 91,69% 6 20 11,360 6,914 6,436 0,491 0,313 0,514 78,31% 7 20 6,927 2,520 1,163 0,403 0,282 0,054 90,54% 8 20 5,415 0,562 0,551 0,357 0,501 0,579 93,36% 9 20 5,971 0,666 1,254 0,189 0,414 0,840 92,22% 10 20 7,108 5,725 3,619 0,445 0,781 0,181 85,12% 11 20 0,023 0,097 1,460 0,110 0,047 0,124 98,45% 12 20 0,318 0,401 0,510 0,330 0,520 0,548 97,81% 13 20 6,824 0,892 0,724 0,297 0,328 0,153 92,32% 14 20 8,078 2,132 0,569 0,162 0,248 0,003 90,67% 15 20 9,835 6,617 2,255 0,317 0,284 0,059 83,86% 16 20 0,078 0,065 2,107 0,233 0,023 0,072 97,85% 17 20 1,099 0,905 1,015 0,556 0,383 0,486 96,30% 18 20 1,202 0,504 0,556 0,607 0,083 0,543 97,09% 19 20 1,435 2,262 1,738 1,318 0,339 0,101 94,01% 20 20 5,790 2,520 1,525 0,614 0,527 0,003 90,85% 21 20 7,729 3,347 1,105 1,428 0,225 0,075 88,41%

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen pembentuk media – tanah, kapur dan serbuk kayu – mempunyai kontribusi masing-masing terhadap penyisihan senyawa fosfat. Tanah dan kapur merupakan dua komponen yang secara langsung melakukan reaksi dengan ion fosfat, sedangkan serbuk kayu hanya memperluas luas permukaan reaksinya. Hal ini membuktikan adanya reaksi sorpsi antara tanah dengan senyawa fosfat. Karakteristik dan jenis mineral liat dari tanah yang digunakan memberikan pengaruhnya dalam penyisihan fosfat seperti yang terlihat pada Tabel 4.4. Diameter partikel liat yang kecil (0,0014 – 0,005 mm) dan luas permukaan spesifik sebesar 80 m2/g memberikan ruang yang relatif besar untuk terjadinya reaksi permukaan antara tanah dengan senyawa fosfat.

(9)

Selain itu, tanah yang digunakan juga termasuk kelompok mineral liat illite yang mempunyai Kapasitas Tukar Kation 30 mek/100 g lempung dan harga Konduktivitas Hidrolis sebesar 0,001 – 0,2 m/hari. Sifat-sifat inilah yang menjadikan media adsorben yang terdiri dari tanah lempung tersebut dapat menyisihkan fosfat dengan tingkat penyisihan yang cukup signifikan tinggi. Sedangkan komponen kapur mempengaruhi adanya reaksi elektrostatik antara mineral Ca yang berada di dalam tanah dengan senyawa fosfat. Hal ini dikarenakan CaCO3 yang ditambahkan akan bereaksi menjadi kalisum karbonat

dan selanjutnya Ca2+ tersebut akan ditukarkan dengan Al3+ yang berada di tanah sehingga tanah bermuatan Ca.

CaCO3 + H2CO3Æ Ca(HCO3)2(kalsium karbonat)

3/2 Ca(HCO3)2 + tanah-Al ÅÆ Ca(3/2)-tanah + Al(OH)3+ 3 CO3

Dari kurva yang telah dihasilkan, belum dapat dipastikan komponen mana yang mempunyai peran utama (paling signifikan). Pengujian komponen paling signifikan dalam penyisihan fosfat ini dianalisis dengan metode statistika analisis variansi tiga arah (trifaktor), yang selanjutnya akan dibahas pada bagian 4.2.2. Selain itu, walaupun terjadi perbedaan tingkat penyisihan antarvariasi, delta perbedaan tersebut cenderung tidak memiliki nilai yang cukup besar sehingga tidak bisa disimpulkan secara simultan variasi optimumnya. Untuk membuktikan apakah penyisihan antarvariasi tersebut memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak, digunakan juga Analisis Variansi (ANOVA) Rancangan Blok Teracak Lengkap sebagai metode analisis.

Gambar 4.1 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 100% 0 5 10 15 20 0 10 20 30 40 50 k o nse n tr asi fosfat, mg/ l waktu, jam

(10)

Gambar 4.2 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 90%

Gambar 4.3 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 80%

Gambar 4.4 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 70% 0 5 10 15 20 0 10 20 30 40 50 k o nse n tr asi fosfat, mg/ l waktu, jam

+0% kapur+ 10% serbuk kayu

+10% kapur+ 0% serbuk kayu

0 5 10 15 20 0 10 20 30 40 50 ko nsentrasi fosfa t, mg/l waktu, jam

+0% kapur+20% serbuk kayu +10% kapur+10% serbuk kayu +20% kapur+0% serbuk kayu

0 5 10 15 20 0 10 20 30 40 50 konsentr asi fosfat, mg/ l waktu, jam

+0% kapur+30% serbuk kayu

+10% kapur+20% serbuk kayu

+20% kapur+10% serbuk kayu

(11)

Gambar 4.5 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 60%

Gambar 4.6 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 50%

4.2.1 Variasi Optimum dalam penyisihan senyawa fosfat

Variasi optimum secara mudah dapat dilakukan dengan melihat nilai efisiensi penyisihan yang paling besar. Akan tetapi, ada kekhawatiran bahwa nilai-nilai efisiensi penyisihan variasi lainnya – yang mempunyai rentang nilai tidak terlalu jauh – menghasilkan efek yang tidak berbeda secara signifikan dengan variasi optimum yang dipilih. Sehingga perlu adanya pengujian perbedaan pengaruh variasi-variasi yang memiliki nilai efisiensi penyisihan tinggi dan mempunyai

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 10 20 30 40 50 konse ntrasi fosfat, mg/ l waktu, jam

+0% kapur+40% serbuk kayu

+10% kapur+30% serbuk kayu

+20% kapur+20% serbuk kayu

+30% kapur+10% serbuk kayu

+40% kapur+0% serbuk kayu

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 10 20 30 40 50 kon sen trasi fosfat, mg/ l waktu, jam

+0% kapur+50% serbuk kayu +10% kapur+40% serbuk kayu +20% kapur+30% serbuk kayu +30% kapur+20% serbuk kayu +40% kapur+10% serbuk kayu +50% kapur+0% serbuk kayu

(12)

rentang nilai yang tidak terlalu jauh. Untuk mengujinya, digunakan Analisis Variansi (ANOVA) Rancangan Blok Teracak Lengkap atau ANOVA Completely Randomized Blocks. Analisis statistik ini menggunakan faktor perlakuan sebagai tujuan utama percobaan dengan blok-blok sebagai batasan himpunan satuan sehingga lebih sistematis (Walpole et al, 1995). Dalam ANOVA ini, output yang dihasilkan ialah sebuah pernyataan apakah setiap perlakuan atau variasi yang diberikan memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak dalam menyisihkan fosfat. Maka dari itu, input data yang akan dianalisis sebaiknya merupakan data pilihan yang memiliki nilai rataan terbaik yang nilainya satu sama lain tidak terlalu jauh. Pada Gambar 4.7 ditunjukkaan nilai rata-rata dari konsentrasi sisa fosfat yang diukur pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48. Nilai rata-rata yang kecil menunjukkan nilai efisiensi penyisihan yang besar. Oleh karena itu, untuk memudahkan perhitungan, data yang diambil untuk Analisis Variansi ini ialah variasi ke 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21 (Tabel 4.5). Kelima belas variasi ini memiliki nilai rata-rata sisa konsentrasi fosfat di bawah 2,5 mg/L atau nilai rata-rata efisiensi penyisihan di atas 90%. Dari data variasi-variasi ini selanjutnya diolah dengan menggunakan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap seperti pada Tabel 4.5.

Gambar 4.7 Grafik nilai rata-rata kadar fosfat setiap variasi 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Ra ta -r ata n ila i p e n y isih a n , mg /L

(13)

Tabel 4.5 Nilai fosfat pada variasi yang memiliki jumlah rataan paling kecil (ȝ<2,50 mg/L) Variasi Pengambilan Sampel, mg/L jam ke-1 jam ke-2 jam ke-3 jam ke-6 jam ke-24 jam ke-48 4 0,582 0,414 0,220 0,331 0,078 0,150 5 3,438 5,157 0,646 0,321 0,171 0,246 7 6,927 2,520 1,163 0,403 0,282 0,054 8 5,415 0,562 0,551 0,357 0,501 0,579 9 5,971 0,666 1,254 0,189 0,414 0,840 11 0,023 0,097 1,460 0,110 0,047 0,124 12 0,318 0,401 0,510 0,330 0,520 0,548 13 6,824 0,892 0,724 0,297 0,328 0,153 14 8,078 2,132 0,569 0,162 0,248 0,003 16 0,078 0,065 2,107 0,233 0,023 0,072 17 1,099 0,905 1,015 0,556 0,383 0,486 18 1,202 0,504 0,556 0,607 0,083 0,543 19 1,435 2,262 1,738 1,318 0,339 0,101 20 5,790 2,520 1,525 0,614 0,527 0,003 21 7,729 3,347 1,105 1,428 0,225 0,075 Jumlah 54,906 22,442 15,142 7,254 4,166 3,975 Rata-rata 3,37 1,364 1,002 0,416 0,281 0,278

Dari Tabel 4.5 di atas, selanjutnya dibuat perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap (Lampiran D). Hasil perhitungannya diberikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Analisis variansi untuk rancangan blok teracak lengkap

Sumber Jumlah Derajat Rataan f hitungan Variasi Kuadrat Kebebasan Kuadrat (f1)

Perlakuan JKA 14 2,749

1,356

Blok JKB 5 23,399

(14)

Nilai kritis (fc) yang diperoleh sebesar 1,874. Nilai ini didapatkan dari tabel

nilai kritis distribusi-F (dengan Į=0,05 dan df1=14 dan df2= 65).

x H0 : ȝ1. = ȝ2. = … = ȝk = ȝ

x H1 : ȝ1, tidak semuanya sama

(memiliki signifikansi yang berbeda)

x Hipotesis nol ditolak pada taraf keberartian Į bila f1> fc.

Hipotesis nol yang diberikan ialah bahwa nilai rataan setiap variasi yang diberikan memiliki nilai yang sama. Artinya tingkat penyisihan antarvariasi tidak berbeda secara signifikan. Jika hipotesis nol ini diterima berarti variasi-variasi yang memiliki nilai efisiensi penyisihan di atas 90% tersebut, tingkat penyisihannya sama. Akan tetapi, jika hipotesis nol ditolak maka hipotesis alternatiflah yang digunakan, yaitu bahwa antarvariasi tersebut memiliki tingkat penyisihan yang berbeda.

Untuk data ini, nilai f-hitung ternyata lebih kecil dari nilai kritis sehingga hipotesis nol diterima (tidak ditolak). Berarti setiap perlakuan memiliki signifikansi yang sama. Dari hasil perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap ini dapat diketahui bahwa untuk variasi 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21, nilai penyisihan terhadap senyawa fosfatnya dalam rentang waktu 48 jam, tidak terlalu berbeda.

Dari hasil analisis statistik ini dapat ditinjau kembali bahwa media adsorben yang merupakan campuran dari tanah, CaCO3, dan serbuk kayu tersebut memiliki

daya sorpsi yang cukup signifikan tinggi (efisiensi 90%). Dan perbedaan komposisi berat tiap variasi pun menghasilkan efek yang signifikan tidak berbeda. Sehingga variasi optimum untuk media adsorben yang telah dibuat adalah variasi-variasi yang menghasilkan efisiensi penyisihan fosfat di atas 90%.

4.2.2 Komponen Yang Paling Berpengaruh

Komponen yang paling berpengaruh dari tiga komponen (tanah, CaCO3, dan

serbuk kayu) dalam penyisihan senyawa fosfat dapat diuji dengan menggunakan Analisis Variansi (ANOVA) with Three Way Unbalanced. Data input yang

(15)

dimasukkan dalam uji ini adalah semua nilai konsentrasi fosfat pada setiap pengambilan sampel (jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48). Sedangkan sumber variasi (perlakuan) yang dimasukkan adalah ketiga komponen tersebut, yaitu tanah, CaCO3, dan serbuk kayu. Dengan menggunakan software Minitab

akan dihasilkan sebuah data yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil running ANOVA with Three Way Unbalanced

Sumber Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat

Tanah 5 229,77 CaCO3 5 70,71 Serbuk kayu 4 17,45 Tanah*CaCO3 6 23,22 Tanah*Serbuk kayu 0 0,00 CaCO3*Serbuk kayu 0 0,00 Tanah*CaCO3*Serbuk kayu 0 0,00 Galat 105 817,56 Total 125 1158,72

ANOVA tiga arah (trifaktor) merupakan analisis perbandingan variasi dengan mengikutsertakan tiga perlakuan ke dalam perhitungannya. Setiap perlakuan tersebut juga diukur seberapa besar nilai interaksinya antarkedua perlakuan dan antarketiga perlakuan. Dari Tabel 4.7 ini dapat dilakukan perhitungan selanjutnya untuk mencari f hitungan (f1) dan f kritis. Perhitungan ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa Sumber Variasi utama (tanah, kapur, dan serbuk kayu), ketiganya memiliki nilai rataan kuadrat. Berbeda dengan pengaruh dari interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor, nilai rataan kuadratnya nol (sangat kecil), kecuali interaksi antara tanah dengan kapur. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kedua komponen ini memiliki pengaruh langsung terhadap penyisihan fosfat. Tidak adanya nilai rataan kuadrat mengakibatkan nilai f-hitung tidak dapat dikuantifikasi yang mengindikasikan tidak adanya pengaruh dari perlakuan antarkomponen tersebut terhadap penyisihan senyawa fosfat.

(16)

Tabel 4.8 Analisis variansi untuk percobaan ANOVA with Three Way Unbalanced Sumber Variasi Jumlah

Kuadrat

Derajat kebebasan

Rataan kuadrat f hitung (f1) f kritis (fc) Pengaruh Utama x Tanah (A) x CaCO3 (B) x Serbuk kayu (C)

Interaksi dua faktor x AB

x AC x BC

Interaksi tiga faktor x ABC Galat JKA JKB JKC JK(AB) JK(AC) JK(BC) JK(ABC) JKG 5 5 4 6 0 0 0 125 ܵଵଶ = 45,955 ܵଶଶ = 14,141 ܵ = 4,362 ܵସଶ = 3,870 ܵ = 0,000 ܵ = 0,000 ܵ଻ଶ = 0,000 ܵଶ = 7,786 5,902 1,816 0,560 0,497 2,287 2,287 2,287 1,594

Dari perhitugan ANOVA with Three Way Unbalanced ini dapat dihasilkan sebuah pernyataan dengan ketentuan:

x H0’:ȝTanah 100% =ȝTanah 90% = … = ȝTanah 50%

H1’: paling sedikit sepasang tidak sama

x H0’’: ȝCaCO3 50% =ȝ CaCO3 40% = … = ȝ CaCO3 0%

H1’’: paling sedikit sepasang tidak sama

x H0’’’ : ȝSerbuk kayu 50% =ȝSerbuk kayu 40% = … = ȝSerbuk kayu 0%

H1’’’ : paling sedikit sepasang tidak sama

x Hipotesis nol ditolak pada taraf keberartian Į = 0,05 bila f1 > fc.

Pada Tabel 4.8 di atas, dapat disebutkan bahwa Sumber Variasi yang hipotesis nol-nya ditolak hanya tanah, yang lainnya diterima. Nilai f-hitung tanah ialah sebesar 5,902 yang lebih besar dari f-kritisnya, 2,287. Sedangkan f-hitung kapur

(17)

sebesar 1,816;hanya terpaut sedikit dengan nilai f-kritisnya. Walaupun demikian, keputusan yang diambil tetap H0-nya tidak ditolak. Komponen kapur dicampurkan

ke dalam media memang dimaksudkan untuk menambah kadar mineral tanah yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk reaksi pertukaran ion.

Hasil ini menunjukkan bahwa komponen tanah merupakan komponen paling berpengaruh terhadap penyisihan fosfat. Terkait kesimpulan dari perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap di awal, dapat ditarik analisis baru bahwa komponen yang paling berpengaruh dari variasi-variasi yang secara baik menyisihkan fosfat (efisiensi di atas 90%) tersebut, ialah komponen tanah. Hal ini juga sesuai dengan sifat-sifat tanah (tanah lempung) yang telah dijelaskan sebelumnya.

4.3 Perbandingan dengan Jenis Tanah dari Sumber yang Berbeda

Pada hasil yang telah ditunjukkan di atas, terbukti secara ilmiah bahwa tanah yang digunakan memiliki signifikansi yang baik dalam menyisihkan senyawa fosfat daripada komponen pembentuk media lainnya. Untuk menguji lebih mendalam, maka tanah dari Majalaya tersebut dibandingkan dengan tanah yang diambil dari Dago Atas. Pengambilan lokasi Dago Atas merupakan pilihan acak, tidak ada faktor khusus dalam pemilihan lokasi tersebut. Pada Tabel 4.9, ditunjukkan karakteristik fisik tanah dari Dago Atas.

Berbeda dengan karakteristik tanah Majalaya (17% clay), tanah Dago Atas memiliki kandungan lempung yang lebih besar, yaitu 38%. Dengan menggunakan segitiga tekstur (Lampiran B) bahwa tanah Dago Atas tergolong tanah berlanau liat. Secara umum, kondisi fisik tanah ini hampir mirip dengan tanah Majalaya. Hal ini dapat dilihat dari jenis mineral tanah liat dari tanah Dago Atas ini. Illite, yang sama dengan jenis mineral liat pada tanah Majalaya (Holtz et al, 1981). Kandungan mineral yang sama pada tanah lempung untuk tanah Dago Atas dengan Majalaya, membuat sifat-sifat fisik kedua tanah ini – seperti luas permukaan spesifik, nilai KTK, dan konduktivitas hidrolis – cenderung akan sama.

(18)

Tabel 4.9 Karakteristik fisik tanah Dago Atas

No. Karakteristik Nilai

1 Finer # 200 97,47% 2 Gravel 0% 3 Sand 2% 4 Silt 59% 5 Clay 38% 6 Specific gravity 2,60 7 D60 0,0092 mm 8 Liquid Limit, LL 74,95% 9 Plastic Limit, PL 39,95% 10 Plastic Index, IP 35,00%

Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah Program Studi Teknik Sipil ITB (2007)

4.3.1 Hasil Perbandingan Media Adsorben dengan Tanah Dago Atas

Dengan cara yang sama, yaitu melarutkan larutan fosfat ke dalam sampel tanah dan kemudian didiamkan (sistem batch), maka didapat data penyisihan senyawa fosfat setiap jam pengukurannya pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.8. Sampel tanah yang dibandingkan ialah tanah Dago Atas tanpa pemanasan dan dengan pemanasan 6000C, serta media adsorben dari variasi 14 (tanah 60%, CaCO3 30%, serbuk kayu 10%). Penentuan variasi 14 tersebut merupakan

pengambilan secara acak dari 15 variasi yang memiliki nilai penyisihan terhadap fosfatnya sama atau perbedaannya tidak signifikan (seperti yang telah dijelaskan pada Bab 4.2.1).

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.8 tersebut, terlihat bahwa tanah dengan pemanasan mempunyai nilai penyisihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemanasan. Hal ini sesuai dengan pengaruh pemanasan 6000C yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada pemanasan di atas 5500C akan terjadi pelepasan gugus OH dari struktur lempung dan menjadikan lempung bermuatan positif sehingga bisa mengikat ion fosfat yang bermuatan negatif. Selain itu, lempung juga akan lebih reaktif dan memiliki luas permukaan spesifik yang lebih besar sehingga reaksi sorpsi lebih sering terjadi.

(19)

Tabel 4.10 Perbandingan tanah Dago Atas dengan tanah Majalaya dalam penyisihan senyawa fosfat

Waktu Konsentrasi Fosfat (mg/L)

(jam) Tanah Majalaya Tanah Dago Atas

dengan pemanasan dengan pemanasan tanpa pemanasan

0 60,00 60,00 60,00 1 32,64 32,36 44,48 2 36,26 10,58 38,32 3 26,90 6,41 28,72 4 16,50 0,37 26,09 6 18,26 0,28 15,29 9 13,40 0,64 8,42

Gambar 4.8 Grafik perbandingan tanah Majalaya dan Dago Atas dalam penyisihan senyawa fosfat

Akan tetapi, perbandingan penyisihan antara variasi 14 atau tanah Majalaya (dengan pemanasan) dengan Tanah Dago Atas (tanpa pemanasan) memiliki hasil yang tidak jauh berbeda, walaupun secara sepintas tanah Majalaya lebih besar daripada Dago Atas. Untuk menguji ketidakpastian analisis ini maka dilakukan uji hipotesis untuk memastikan secara statistik apakah kedua grafik penyisihan tersebut signifikan perbedaannya atau tidak.

0 10 20 30 40 50 60 70 0 2 4 6 8 10 Konsentrasi fosfat,mg/ L waktu, jam

Tanah Majalaya (variasi 14) Tanah Dago Atas (dengan pemanasan) Tanah Dago Atas (tanpa pemanasan)

(20)

4.3.2 Uji Hipotesis untuk Membandingkan Media Adsorben (Tanah Majalaya) dengan Dago Atas

Hasil akhir yang ingin dicapai dari pengujian ini adalah pernyataan apakah media adsorben yang telah dibuat memiliki nilai penyisihan yang lebih baik daripada tanah Dago Atas tanpa modifikasi (pemilihan lokasi acak). Pertimbangan ini dimaksudkan untuk menguji kelayakan media adsorben (variasi 14) secara teknis dan ekonomis. Jika tanah biasa (tanpa modifikasi) menghasilkan efisiensi penyisihan yang sama baik dengan media adsorben yang telah dibuat (dimodifikasi), maka penggunaan media adsorben sebagai alat penyisihan fosfat menjadi tidak efektif karena mengeluarkan banyak tenaga dan biaya. Akan tetapi, jika media adsorben yang dibuat memiliki nilai efisiensi yang lebih besar, maka produk yang dihasilkan ini bisa digunakan sebagai media penyisihan fosfat sesungguhnya. Maka dari itu data yang dibandingkan ialah tanah Majalaya (dengan pemanasan) atau variasi 14 dengan tanah Dago Atas tanpa pemanasan (tanpa modifikasi). Data keduanya ditampilkan pada Tabel 4.11 di bawah ini.

Tabel 4.11 Data perbandingan penyisihan fosfat Variasi 14 dengan Tanah Dago Atas

Waktu Konsentrasi fosfat (mg/L) Persentase Persentase (jam) Tanah Dago Atas Variasi 14 Selisih Selisih

 (data 1) (data 2) Data 1 (%) Data 2 (%)

0 60,000 60,000 25,868 43,833 1 44,479 33,700 13,844 -7,610 2 38,322 36,265 25,061 4,383 3 28,718 34,675 9,163 52,426 4 26,087 16,496 41,371 -10,688 6 15,294 18,259 44,977 26,627 9 8,415 13,398 -1,746 12 8,562

Dari data di atas dapat ditentukan nilai-nilai lain yang diperlukan dalam perhitungan, seperti terdapat pada Tabel 4.12

(21)

Tabel 4.12 Nilai-nilai yang diperlukan untuk perhitungan uji hipotesis Data Jumlah Derajat Persentase Standar Variansi

data (n) kebebasan (df) selisih (µ) deviasi (S) (S2)

1 8 7 22,648 16,930 286,628

2 7 6 18,162 26,799 718,212

Dari Tabel 4.12 dapat dihasilkan nilai simpangan baku (Sp) sebesar 796,458 yang selanjutnya didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,0108. Dengan menggunakan tabel distribusi students (t) dengan Į = 0.05 dan df = (n1+n2) – 2 = 10, dihasilkan

nilai t-tabel sebesar -1,771.

Uji hipotesis yang dilakukan ialah, x H0 : µ1 = µ2

(penyisihan kedua media tidak berbeda secara signifikan) x H1 : µ1 < µ2

(penyisihan media adsorben variasi 14 lebih baik daripada media tanah Dago Atas)

x Tolak H0 jika t-hitung < t-tabel dengan angka probabilitas 0,05.

Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa t-hitung > t-tabel, sehingga H0

diterima. Dengan demikian, kedua media tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam menyisihkan fosfat. Hasil uji hipotesis ini menunjukkan bahwa penggunaan media adsorben dengan modifikasi (campuran tanah, CaCO3, dan serbuk kayu)

dan media tanah Dago Atas (tanpa modifikasi) menghasilkan tingkat penyisihan terhadap fosfat yang sama. Hasil pengujian statistik ini tidak memberi keputusan bahwa media adsorben yang dibuat tidak layak digunakan karena hasil efisiensinya sama dengan tanah tanpa modifikasi. Hasil uji hipotesis ini hanya berlaku untuk pembanding tanah dari Dago Atas. Kesimpulan dapat berubah jika tanah yang dibandingkan berbeda. Kesimpulan juga dapat berubah jika jumlah data yang diambil lebih banyak, atau perlakuan yang dilakukan berbeda.

Karakteristik tanah Majalaya yang digunakan untuk media adsorben memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan tanah bandingan (Dago Atas). Tanah Majalaya memiliki kandungan liat lebih rendah daripada tanah Dago Atas

(22)

walaupun jenis mineral liatnya sama, yaitu illite. Kandungan liat yang berbeda tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan karena sifat-sifat liat mempunyai peranan yang baik atas penyisihan senyawa fosfat (Bab 2.4). sehingga walaupun tanah Majalaya dilakukan pemanasan pada suhu 6000C terlebih dahulu, efeknya terhadap penyisihan fosfat tidak berbeda dengan tanah Dago Atas tanpa pemanasan. Selain itu, hal ini juga dimungkinkan karena mineral-mineral yang berada pada tanah Dago Atas lebih banyak, sehingga reaksi-reaksi adsorpsi, seperti pertukaran ion (Al3+, Si2+, atau Ca2+) lebih banyak terjadi.

Dengan cara yang sama, perbandingan ini juga bisa dilakukan dengan variasi-variasi lainnya (yang memiliki efisiensi > 90%). Nilai t-hitung untuk variasi-variasi tersebut ditampilkan pada Tabel 4.13. Terlihat bahwa semua nilai t-hitung-nya lebih besar dari t-tabel. Hal ini menunjukkan bahwa media adsorben yang telah dibuat tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan tanah Dago Atas tanpa modifikasi.

Tabel 4.13 Nilai t-hitung variasi-variasi yang memiliki efisiensi > 90%

Variasi t-hitung 4 -0,026 5 -0,009 7 -0,032 8 -0,022 9 0,000 11 0,007 12 0,004 13 -0,026 16 0,002 17 -0,007 18 -0,016 19 0,002 20 -0,027 21 -0,033 

(23)

4.4 Pengujian Media dengan Sampel Limbah Grey water Domestik

Selain pengujian dengan menggunakan sampel sintetik atau sampel buatan, pengujian juga dilakukan dengan menggunakan sampel limbah grey water. Limbah ini diambil dari limbah bekas cucian Asrama Putra Salman ITB Jl Ganesha No.7 Bandung. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kecenderungan penurunan kontaminan fosfat seperti yang telah terjadi pada sampel buatan. Selain parameter fosfat, diukur juga parameter lainnya, yaitu kandungan zat organik. Data pengolahan limbah grey water (secara batch) dengan menggunakan media adsorben yang telah dibuat (variasi 14) untuk fosfat dan zat organik masing-masing ditampilkan pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14. Sedangkan grafik penurunannya masing-masing ditampilkan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10.

Tabel 4.14 Pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter fosfat

Waktu Konsentrasi Fosfat

(jam) (mg/L) 0 10,78 1 9,62 2 10,69 3 6,93 4 13,84 5 11,78 6 13,32 8 13,06 12 9,75 24 1,34 48 1,23 Rata-rata efisiensi 5,86%

(24)

Tabel 4.15 Pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter zat organik

Waktu Kandungan Zat Organik

(jam) mg/L KMnO4 0 269,65 1 115,34 2 100,78 3 122,09 4 169,21 5 141,49 6 184,33 7 65,38 9 91,97 11 94,08 Rata-rata efisiensi 1,98%

Gambar 4.9 Grafik pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter fosfat

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 10 20 30 40 50 60 Konse ntrasi Fosfat, mg/ L waktu, jam

(25)

Gambar 4.9 Grafik pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter zat organik

Secara keseluruhan, baik penyisihan fosfat maupun zat organik, menunjukkan nilai efisiensi yang rendah. Penyisihan fosfat hanya memiliki nilai rata-rata efisiensi 5,86%, sedangkan organik 1,98%. Penyisihan fosfat dari limbah grey water pada percobaan ini menunjukkan sisa konsentrasi fosfat yang tidak berubah (stasioner) pada jam ke-24 dan jam ke-48. Hal ini menunjukkan bahwa media adsorben yang diujikan tidak bisa lagi menyisihkan fosfat yang terkandung dalam limbah grey water tersebut.

Pada penyisihan zat organik, nilai zat organik yang terukur pada limbah grey water masih tersebut relatif besar. Konsentrasi zat organik (dalam KMnO4) ini

memberikan indikasi bahwa kandungan BOD ataupun COD yang terukur dan yang tersisihkan, akan menghasilkan nilai yang lebih besar dari kandungan zat organik. Lebih tepatnya, kandungan BOD lebih besar dari zat organik, dan kandungan COD lebih besar dari BOD. Hal ini dikarenakan, pada pengukuran zat organik dengan KMnO4, reduksi zat organik bersifat terbuka sehingga zat-zat

organik yang volatile akan menguap ke udara terbuka. Hal ini menyebabkan jumlah zat organik tidak sepenuhnya yang terukur. Sedangkan pada pengukuran BOD dan COD, reaksi yang terjadi bersifat tertutup sehingga seluruh zat organik bisa diukur. Akan tetapi, perbedaan BOD dan COD ialah jika pada COD zat organik yang diukur merupakan zat organik biodegradable dan

non-0 50 100 150 200 250 300 0 2 4 6 8 10 12 Konse ntr asi Or gani k, mg/ L KMnO 4 Waktu, jam

(26)

biodegradable, sedangkan pada BOD, zat organik yang terukur adalah zat organik yang bisa dikonsumsi oleh mikroorganisme saja.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik fisik tanah Majalaya  No. Karakteristik  Nilai
Tabel 4.2 Karakteristik kimia tanah Majalaya  No. Parameter  Persentase  (%)
Tabel 4.3  Komposisi komponen pembentuk media adsorben
Tabel 4.4  Konsentrasi penyisihan senyawa fosfat untuk sistem batch
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 4.14, hasil uji t menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,003 dengan signifikansi sebesar 0,036 &lt;

1) Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, artinya variabel independen secara individual memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. 2) Jika

Hal ini menunjukkan bahwa metode HPLC-ELSD yang telah dilakukan oleh peneliti memiliki nilai rekoveri yang lebih baik yang ditunjukkan dengan nilai RSD yang lebih rendah dari

Berdasarkan tabel tersebut, variabel dependen ( audit delay ) pada shapiro-wilk masing-masing memiliki nilai signifikansi &gt; 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa

Tingginya C-organik tanah yang diikat liat pada tanah Andosol dari hutan Dusun Arca, dapat dilihat dari nilai ratio C-organik tanah yang diikat liat memiliki nilai yang lebih

Sedangkan antara perlakuan perlakuan 1 dengan perlakuan 2 memiliki nilai signifikansi alpha lebih dari 0,05 ( P&gt; 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak

Hasil ini berbeda dengan isolat bakteri T8 yang meskipun memiliki nilai IP yang tidak berbeda jauh dengan isolat bakteri T9 yaitu 3,27 namun dalam hal melarutkan fosfat pada

Pendapat lain dikemukakan oleh Sumarno (1996 : 29) “Film sebagai karya seni terbukti memiliki kemampuan kreatif untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai