• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Proyek

Green Permata Residence (GPR) merupakan sebuah kawasan perumahan yang dibangun oleh perusahaan pengembang properti besar di Indonesia, yaitu PT. Agung Podomoro Tbk. Pembangunan GPR ini sendiri merupakan proyek lanjutan setelah selesainya pembangunan kawasan perumahan Permata Mediterania yang berlokasi tidak jauh dari GPR. Pembangunan ini merupakan salah satu upaya dari pihak properti untuk mengembangkan sistem hunian yang megah dengan konsep modern tropical di tengah kota Jakarta yang aktif dengan kegiatan metropolitan.

GPR dibangun oleh PT. Kharisma Bakti Sejahtera (KBS) di bawah naungan PT. Agung Podomoro Tbk sejak awal tahun 2011. Proyek ini merupakan proyek yang diperoleh PT. Tropica Greeneries melalui sistem penunjukan langsung dengan rekomendasi dari pihak pengembang. Dalam pelaksanaannya, PT. Kharisma Bakti Sejahtera yang bertanggung jawab menangani proyek dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan, sekaligus sebagai pemberi tugas kepada PT. Tropica Greeneries, seperti yang tercantum dalam Surat Perjanjian Kerjasama (SPK).

Proyek ini melibatkan beberapa pihak diantaranya PT. Pagar Batu Lestari yang menangani pekerjaan urugan tanah, PT. Ebenhaezer Jaya Mandiri yang mengerjakan pekerjaan DPT, jalan dan saluran warga, serta kontraktor rumah yang terdiri dari PT. Ikagriya Darma Persada, PT. Laksana Binakarya, PT. Gandawisesa Makmur, PT. Oscarindo Utama Gemilang, dan PT. Bangun Menara Abadi. Jangka waktu penunjukan dari pihak KBS kepada PT. Tropica Greeneries untuk melaksanakan pekerjaan lanskap terhitung sejak dilakukannya penandatanganan SPK oleh pihak KBS yaitu pada 15 Januari 2012 hingga 15 Juli 2012. Waktu pekerjaan ini hanya mencakup pekerjaan softscape tidak termasuk dengan pekerjaan hardscape. Hal ini dikarenakan pihak owner baru menunjuk pihak Tropica untuk membuat desain hardscape setelah ada penambahan area yang harus dibangun. Hubungan kontrak dan alur supervisi kerja proyek ini dapat dilihat pada Gambar 9.

(2)

Gambar 9 Bagan Hubungan Kontrak Proyek GPR (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

Tahap persiapan proyek ini dimulai pada tahun 2011 awal dan pelaksanaan pembangunan perumahan itu sendiri baru dimulai sejak 2011 akhir. Pembangunan yang sudah dilaksanakan diantaranya pembangunan jalan-jalan utama dan gerbang pintu masuk kawasan GPR, sedangkan pembangunan rumah baru sampai pada tahap pemasangan tiang pancang. Keseluruhan proyek yang dikerjakan oleh PT. Tropica Greeneries lebih mencakup pada lanskap jalan atau dikenal dengan streetscape. Pembangunan area lanskapnya baru mencapai 8% dari keseluruhan pekerjaan.

Dalam hal pemantauan pekerjaan, PT. KBS sendiri langsung mengontrol kegiatan di lapang agar tahap-tahap pelaksanaan proyek ini dapat sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. Pengawas lapang terdiri dari tiga orang yang telah berpengalaman di bidangnya. Selaku konsultan lanskap PT. Tropica Greeneries telah mengerjakan desain lanskap proyek ini sesuai konsep yang diajukan dan disetujui oleh pihak owner. Namun dalam pelaksanaannya, proyek ini sedikit terhambat karena keadaan di lapang yang tidak mendukung, seperti lahan yang belum siap untuk dikerjakan & masih banyak pekerjaan bangunan yang belum selesai sehingga dikhawatirkan akan merusak kondisi tanaman jika dilakukan penanaman di awal.

(3)

5.2 Proses Perancangan Lanskap

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses perancangan lanskap GPR, yaitu tahap persiapan, tahap riset dan analisis, tahap konsep desain, tahap pengembangan desain, tahap pembuatan gambar kerja, tahap pembuatan spesifikasi teknis dan RAB, serta tahap pelaksanaan/implementasi desain. Booth (1983) menyatakan bahwa proses desain umumnya memiliki tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penerimaan proyek

2. Riset dan analisis (termasuk mengunjungi tapak) a. Persiapan rencana dasar

b. Inventarisasi tapak dan analisis c. Wawancara dengan pemilik (client) d. Pembentukan program

3. Desain

a. Diagram fungsi ideal

b. Diagram fungsi keterhubungan tapak c. Concept plan (rencana konsep) d. Studi tentang komposisi bentuk e. Desain awal

f. Desain skematik

g. Master plan (rencana utama) h. Pembuatan desain

4. Gambar-gambar konstruksi

a. Layout plan (rencana tata ruang)

b. Grading plan (rencana pembentukan lahan) c. Planting plan (rencana penanaman)

d. Detil konstruksi 5. Pelaksanaan

6. Evaluasi setelah konstruksi 7. Pemeliharaan

(4)

Secara umum proses ataupun metode perancangan lanskap GPR yang dilakukan oleh PT. Tropica Greeneries ini hampir mendekati alur proses desain yang dikemukakan oleh Booth (1983), hanya saja proses desain Booth lebih spesifik. Beberapa hal yang membedakan dari teori Booth adalah lebih kepada istilah penamaan serta adanya tahapan-tahapan yang dipisahkan. PT. Tropica Greeneries melakukan tahap persiapan setelah dilakukannya penerimaan proyek. Konsep dan pengembangan desain menurut Booth masuk ke dalam tahap desain, sedangkan PT. Tropica Greeneries membagi tahapan tersebut secara terpisah. Selain itu, PT. Tropica Greeneries juga melakukan tahap pembuatan spesifikasi teknis dan RAB. Untuk tahap pelaksanaan desain pada PT. Tropica Greeneries sudah mencakup evaluasi setelah konstruksi dan pemeliharaan yang dikemukakan oleh Booth.

5.3 Tahap Persiapan

Tahap persiapan dimulai dengan membentuk sebuah tim kerja untuk pengerjaan proyek GPR. Tim ini terdiri dari tiga orang dan satu project manager. Pada tahap persiapan tim ini mulai membuat proposal desain lanskap yang berisi tentang portfolio perusahaan, perumusan tujuan, dan rencana program kerja. Tahap ini merupakan tahapan paling awal yang dilakukan dalam proses pekerjaan desain setelah terjadi kesepakatan dengan pemberi tugas melalui penandatanganan SPK. Melalui SPK yang telah disepakati, pihak PT.Tropica Greeneris dapat mulai melakukan proses desain lanskap GPR.

Tahap persiapan ini telah dilakukan oleh PT. Tropica Greeneries sejak tahun 2011. Namun SPK dari pihak pemberi tugas yaitu PT. KBS belum diberikan kepada PT. Tropica Greeneries, hal ini dikarenakan birokrasi yang cukup lama dari PT. KBS. Sehingga pihak PT. Tropica Greeneries tidak terlalu terburu-buru dalam menjalankan tugas karena belum adanya kesamaan visi yang jelas.

5.4 Tahap Riset dan Analisis

Tahap riset dan analisis adalah tahap mencari data pendukung yang dapat menunjang proses perancangan. Metode yang dilakukan oleh PT. Tropica Greeneries pada tahap ini hampir mendekati metode yang dikemukakan oleh

(5)

Booth (1983) dimana terdiri dari persiapan peta dasar, inventarisasi dan analisis, wawancara dengan klien dan pengembangan program. Inventarisasi tapak yang dilakukan oleh perusahaan adalah survey tapak dan mengambil data foto agar dapat membantu ketika pembuatan konsep. Selain dokumentasi, wawancara dengan klien juga dilakukan guna memperoleh informasi mengenai desain yang diinginkan oleh klien. Pada tahap ini, PT. Tropica Greeneries juga mendapatkan master plan bangunan dari pihak arsitek yang kemudian dijadikan sebagai peta dasar untuk proses desain. Sedangkan pada tahap analisis mulai dicari potensi dan kendala dari tapak yang dapat dikembangkan dan diatasi solusinya. Analisis yang dilakukan oleh pihak PT. Tropica Greeneries tidak dituangkan dalam bentuk spasial (peta analisis), namun hanya berupa sketsa tangan. Pengumpulan data maupun informasi juga dilakukan melalui studi pustaka guna menunjang proses desain.

Pada awal proyek GPR, data awal tentang tapak yang didapatkan dari klien meliputi master plan dan acuan desain. Gambar tersebut menggambarkan konsep secara keseluruhan, batas tapak dan tata letak desain bangunan yang akan dibangun. Gambar tersebut berguna bagi PT. Tropica Greeneries sebagai bahan pengamatan kondisi tapak dan bahan pengecekan lokasi tapak yang sebenarnya. Acuan desain yang diberikan oleh klien digunakan sebagai bahan analisis pembuatan konsep desain. Pembuatan konsep sebagai bentuk hasil riset dan analisis GPR dilakukan oleh konseptor sekaligus direktur utama PT. Tropica Greeneries.

Salah satu potensi dari kawasan GPR yang terletak di Jakarta Selatan ini adalah karakter tapak asli yang merupakan lahan rawa dan daerah di Jakarta Selatan yang merupakan daerah resapan air. Hal ini membuat PT. Tropica Greeneries harus mencari dan membuat ide-ide desain yang menarik dengan memperhatikan perubahan penggunaan lahan yang mungkin terjadi di daerah tersebut.

5.4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Tapak

Kawasan GPR terletak di Jakarta bagian selatan tepatnya di Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan, Kotamadya Jakarta Selatan. Kawasan ini

(6)

memiliki luas total 127 ha, dengan total unit rumah berjumlah 328. Berdasarkan data dari Kantor Wilayah Kehutanan (2012), Kecamatan Pesanggrahan merupakan dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 5-50 mdpl, terletak 15 km dari pusat kota, dengan luas wilayah 13,47 km². Selain perumahan, kawasan ini juga akan membangun fasilitas umum seperti taman lingkungan, taman bermain dan area olahraga. Perumahan ini dikelilingi banyak lembaga pendidikan berkualitas seperti sekolah internasional, serta berbagai pusat perbelanjaan terkemuka yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.

GPR dibatasi oleh Jalan Pos Pengumben Raya di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Petukangan Utara. Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Jalan Joglo dan sebelah timur dengan Kelurahan Srengseng.

Lokasi dari perumahan ini cukup strategis, karena lokasi bersebelahan dengan jalan Pos Pengumben Raya dengan jarak tempuh kurang lebih 10 menit sehingga memudahkan penghuni untuk mencapai ke segala penjuru kota. Terdapat beberapa akses yang dapat digunakan untuk menuju lokasi GPR, yaitu melalui Jalan Joglo di sebelah barat, Jalan Ciledug Raya di selatan, atau melalui Taman Kebon Jeruk di sebelah utara. Kawasan GPR juga dilintasi oleh tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) atau Jalur Tol Lingkar Luar Jakarta yang masih dalam tahap pembangunan. Lokasi proyek GPR dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Aksesibilitas GPR (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

(7)

Pembagian area untuk melihat kondisi tapak dapat dilihat pada peta rencana utama (master plan) Gambar 11.

Gambar 11 Masterplan GPR (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

1. Area A yang terdiri dari akses masuk dan keluar utama, atau disebut dengan main gate dan side gate;

2. Area B yang terdiri dari jalan boulevard dengan Right Of Way (ROW) sebesar 14 meter, atau disebut dengan boulevard area;

3. Area C yang terdiri dari jalan lingkungan dengan Right Of Way (ROW) sebesar 10 meter, atau disebut dengan neighborhood addressing road; 4. Area D yang terdiri dari jalan masuk Right Of Way (ROW) sebesar 9

meter, atau disebut dengan internal road;

5. Area E yang terdiri dari jogging track, sitting area dan sport area, atau disebut dengan connecting park;

6. Area F yang terdiri dari area pembatas jalan dengan lingkungan sekitar, atau disebut dengan perimeter garden;

7. Area G yang terdiri dari area persimpangan jalan, atau disebut dengan traffic island;

(8)

Kondisi tapak proyek GPR dapat dilihat pada Gambar 12-15. Area A

Gambar 12 Foto Area A, GPR (Sumber : dokumentasi pribadi)

Area B dan C

Gambar 13 Foto Area B-C, GPR (Sumber: dokumentasi pribadi)

Area D dan E

Gambar 14 Foto Area D-E, GPR (Sumber : dokumentasi pribadi)

(9)

Area F dan G

Area A yang ditunjukkan pada Gambar 12 merupakan area pintu masuk kawasan GPR dan jalan utama sepanjang 500 meter. Area B, C dan D merupakan area jalur jalan dengan ROW yang berbeda sehingga dalam penataannya diperlukan karakter khusus. Area E merupakan area servis yang diperuntukkan khusus bagi penghuni tapak. Pemanfaatan lahan ini dapat memberikan alternatif kegiatan rekreasi dan olahraga. Bentukan lahan pada area ini relatif datar sehingga memungkinkan untuk dijadikan sebagai jalur jogging. Dengan kondisi tapak berupa ruang terbuka memerlukan penggunaan vegetasi peneduh untuk menciptakan suasana nyaman disekitar tapak. Area F merupakan area pembatas dengan lingkungan luar yang terdapat di sepanjang utara, selatan dan timur tapak. Area ini merupakan area yang akan didesain dengan konsep green yang berfungsi sebagai blocking view di beberapa titik tertentu. Area G merupakan area pendukung yang akan dibangun fasilitas bermain anak, yaitu children playground dengan konsep dan tema yang berbeda di setiap traffic islandnya.

Kawasan perumahan GPR merupakan lahan kosong seluas 127 ha yang dulunya merupakan daerah rawa dan permukiman. Pembangunan perumahan pada saat ini masih dalam proses pembangunan setelah selesainya pekerjaan dinding pagar pembatas dan pengurugan tanah. Perumahan GPR dinamakan berdasarkan konsep hijau yang ingin diciptakan pada kawasan tersebut.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya terdapat beberapa tipe serta luasan tanah dan terdapat pula kavling kosong yang bisa didesain sesuai permintaan pengguna. Jarak yang ditempuh dari jalan Pos Pengumben Raya menuju

Gambar 15 Foto Area F-G, GPR (Sumber: dokumentasi pribadi)

(10)

perumahan GPR ditempuh selama 10 menit. Akses untuk menuju perumahan ini sangat mudah untuk dijangkau oleh kendaraan mobil dan motor sehingga tidak menyulitkan user. Akses jalan menuju perumahan GPR dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Akses Jalan Menuju GPR 5.4.2 Topografi

Kawasan GPR secara umum berada pada daerah yang relatif datar dengan tingkat kemiringan 0% - 3% (Imam, 2012). Dengan topografi yang datar tersebut sangat cocok untuk dibangun perumahan karena kemungkinan terjadinya erosi atau pengikisan tanah sangat kecil. Potensi ini memudahkan bagi perencana dan perancang sehingga diperlukan adanya ide kreatif agar kesan datar dan monoton yang ada tidak menimbulkan rasa bosan bagi pengunjung tapak.

5.4.3 Iklim

Jakarta yang berada di daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun 28 °C, suhu udara maksimum 34,5 °C dan suhu udara minimum 24,5 °C. Kelembaban udara berkisar antara 67-81% dengan rata-rata kelembaban 75 %. Karena kedudukannya di daerah khatulistiwa, arah angin dipengaruhi oleh angin muson sehingga musim penghujan sering terjadi pada bulan November sampai April dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober (Joga, 2011).

Akibat curah hujan yang sangat tinggi (2000 mm/tahun), Jakarta dilanda banjir cukup parah, karena drainase kota sudah tidak bisa menampung volume air hujan. Hal ini disebabkan volume air permukaan (run off) yang sangat tinggi akibat air hujan tidak bisa meresap ke dalam tanah karena daerah resapan air sudah menjadi kawasan terbangun.

(11)

5.4.4 Tanah

Secara umum Kota Jakarta terdiri dari endapan aluvial setebal 50 m, sedangkan bagian Selatan terdiri dari lapisan aluvial yang memanjang dari Timur ke Barat pada jarak 10 km sebelah selatan pantai. Berdasarkan hasil wawancara, kawasan GPR memiliki jenis tanah aluvial cokelat dan latosol merah (Imam, 2012). Menurut Soepardi (1983), aluvial merupakan tanah pertanian yang apabila didukung dengan drainase yang baik akan menjadi tanah yang produktif. Begitu juga dengan latosol merah yang tergolong tanah cukup subur apabila dibandingkan dengan jenis tanah lain.

5.4.5 Hidrologi

Perumahan GPR ini dilalui oleh Sungai Pesanggrahan yang mengalir ke Sungai Cengkareng (Gambar 17). Sumber air bersih berasal dari air Perusahaan Air Minum (PAM) yang dialirkan ke masing-masing rumah melalui pipa-pipa yang diletakkan di bawah tanah. Namun, perumahan warga sekitar masih ada yang menggunakan air tanah. Sistem drainase yang terdapat pada kawasan ini adalah sistem drainase terbuka. Sistem drainase terbuka ini terdapat di pinggiran atau tepian jalan berupa cekungan yang terbuka. Sistem drainase tersebut menampung aliran air yang berasal dari rumah-rumah, bangunan fasilitas dan selanjutnya dialirkan ke outlet salah satunya ke Sungai Pesanggrahan.

Gambar 17 Aliran Sungai Pesanggrahan (Sumber: dokumentasi pribadi)

(12)

5.4.6 Vegetasi dan Satwa

Situasi sebelum pembangunan adalah lahan berawa dan permukiman warga. Oleh karena itu vegetasi eksisting yang berada di sekitar tapak berupa tanaman rawa, namun terdapat pula vegetasi liar seperti rumput-rumput, ilalang dan babadotan (Ageratum conyzoides). Rencana tanaman lanskap yang digunakan pada GPR ini cukup berbeda dengan vegetasi eksisting yang ada sebelumnya, karena pada kawasan ini akan diciptakan konsep hunian baru. Sehingga jenis tanaman yang digunakan memiliki fungsi arsitektural yang terdiri dari tanaman peneduh, pengarah, ornamental dari jenis pohon sampai groundcover.

Kondisi lahan berawa yang dulu sempat terjadi di daerah ini tidak menjadi pertimbangan bagi pihak konsultan arsitek saat mendesain area perumahan. Hal ini hanya diatasi dengan sistem pengurugan tanah. Satwa yang telah ada sebelum pembangunan perumahan ini adalah hewan-hewan dari jenis amphibi, aves, mamalia dan reptil seperti kodok, burung, ayam, kucing, kadal dan lain-lain. Namun, setelah pembangunan perumahan tersebut dimulai maka habitat hewan-hewan tersebut semakin berkurang.

5.4.7 Fasilitas

GPR merupakan perluasan dari Permata Mediterania Residence, yang menawarkan suatu hunian yang nyaman dan asri bagi para penghuni. GPR ini diharapkan akan menjadi oase di tengah kota Jakarta bagi mereka yang mendambakan perumahan dengan suasana homey dan pemandangan yang indah seperti yang ada di Singapura dan Bali. Fasilitas yang ditawarkan pihak pengembang diantaranya rumah dengan berbagai macam tipe ukuran, fasilitas olahraga (jogging track), jalur hijau dan area bermain anak (children playground). Selain itu setiap rumah di GPR juga dilengkapi dengan panic button yang terhubung langsung ke pos keamanan, sehingga memudahkan penghuni saat membutuhkan pertolongan cepat.

Perumahan ini memiliki empat jenis tipe rumah dan setiap tipenya diberi penamaan yang berbeda. Tipe 1 adalah Albatros (6x18) dengan LT (Luas Tanah) /LB (Luas Bangunan) =108/111 m². Tipe 2 adalah Cassowary (7x18) dengan LT/LB =126/150 m², tipe 3 adalah Eagle (9x20) dengan LT/LB =180/212 m² dan

(13)

tipe terakhir adalah Flamingo (10x23) dengan LT/LB = 230/323 m². Berikut ini merupakan salah satu gambar tipe perumahan GPR (Gambar 18).

Gambar 18 Tipe Cassowary (LT =126/ LB =150 m) (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

5.4.8 Kondisi Sosial

Menurut data Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi dalam situsnya (www.kependudukancapil.go.id), daerah Jakarta Selatan ini berpenduduk sekitar 2.135.571 jiwa. Daerah ini merupakan daerah dengan penduduk terbanyak ketiga setelah Jakarta Timur dan Barat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perumahan dan perkantoran yang dibangun di daerah sekitar Jakarta Selatan. Termasuk dengan dibangunnya GPR menjadi sebuah kawasan perumahan, yang tentunya semakin menambah jumlah penduduk di daerah ini.

Secara umum, perumahan di kecamatan Pesanggrahan ini terbagi atas dua kategori perumahan yang berbeda kelasnya, yaitu perumahan yang terencana dan perumahan yang tidak terencana (perkampungan). Perumahan yang terencana umumnya tumbuh dalam tiga sampai empat tahun terakhir, dibangun dalam tipe sederhana, menengah dan mewah. Sedangkan perumahan yang tidak terencana umumnya masih mengesankan perkampungan desa. Kondisi masyarakat yang berada di sekitar perumahan GPR ini termasuk ke dalam golongan ekonomi menengah ke atas.

(14)

Mata pencaharian penduduk sekitar adalah para pegawai PNS, BUMN, dan swasta dari berbagai kalangan. Namun ada juga yang masih bekerja sebagai buruh/pekerja bangunan. Dengan adanya alih fungsi lahan yang dulunya rawa menjadi lahan perumahan ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat sekitar untuk bekerja di kawasan GPR tersebut. Peranan permukiman sangat penting dalam usaha menjadikan penduduk sebagai unsur utama dalam pembangunan dan memungkinkan lingkungan hidup menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan (Budiharjo, 1992).

5.5 Analisis Masterplan

5.5.1 Dampak Perubahan Penggunaan Lahan

Setelah memahami analisis dari kondisi eksisting tapak, tahap berikutnya adalah meninjau ulang dampak yang akan ditimbulkan dari adanya perubahan penggunaan lahan di kawasan ini. Karakter tapak asli yang merupakan lahan rawa memiliki potensi yang besar apabila dikelola dengan baik dan benar. Menurut Haryono (2012), lahan rawa juga dapat mengurangi pemanasan global sebagai dampak dari perubahan iklim. Namun problem utama yang sering terjadi adalah alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman baru.

Rawa mempunyai karakteristik yang khas, dimana dampak yang terjadi akibat kegiatan manusia atau perubahan alam dapat menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak bisa dikembalikan kepada kondisi awalnya (irreversible impact). Alih fungsi lahan rawa, misalnya untuk pembangunan seperti perumahan, perkantoran, dan lainnya dengan menggunakan metode pengurugan atau penimbunan lahan rawa dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif. Dampak dampak tersebut antara lain adalah kurangnya daerah resapan air yang kemudian dapat menyebabkan bencana banjir (http://www.scribd.com/).

Menurut Karyono (2010), lokasi-lokasi yang rentan banjir akibat sungai atau hujan merupakan lokasi yang perlu dihindarkan, kecuali dalam perancangan dipersiapkan usaha-usaha penanggulangan secara teknis. Misalnya untuk banjir, di dalam kawasan GPR ini perlu dibangun danau-danau buatan untuk mengalihkan banjir, dibangun struktur penguat tanah untuk mengantisipasi tanah longsor, penggunaan material yang dapat menyerap air hujan seperti conblock, grassblock

(15)

dan sebagainya. Apalagi daerah Jakarta Selatan merupakan daerah dengan potensi resapan air tanah tinggi sehingga alternatif dalam mengatasi banjir tersebut dapat diterapkan.

5.5.2 Aplikasi Rancangan dengan Konsep Hijau

Konsep hijau dalam arsitektur hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, termasuk energi, air dan material serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Karyono, 2010). Arsitektur hijau merupakan langkah untuk merealisasikan kehidupan manusia yang berkelanjutan. Penerapan arsitektur hijau akan memberi peluang besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Konsep hijau ini juga erat sekali kaitannya dengan penghematan energi.

Penghematan energi melalui rancangan arsitektur mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendingin udara, penerangan buatan dan penerangan listrik lain dalam bangunan. Bagaimana bangunan dirancang sedemikian rupa agar ruangan cukup terang tanpa banyak menggunakan lampu dan agar udara dalam ruangan tetap sejuk tanpa AC.

Dalam konsep hijau, penggunaan energi dalam bentuk apa pun perlu diminimalkan. Aktivitas pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain diusahakan tidak mengonsumsi energi apalagi untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Untuk itu diperlukan jalur pejalan kaki yang memadai. Pada kawasan GPR ini tidak diterapkan jalur pedestrian bagi pengguna tapak. Hal ini dapat meningkatkan konsumsi energi untuk pergerakan manusia yang secara otomatis meningkatkan emisi karbondioksida (CO2) ke udara melalui penggunaan kendaraan bermotor dan tidak sesuai dengan prinsip dasar arsitektur hijau.

Rancangan dan tata letak masa bangunan di kawasan permukiman sangat mempengaruhi penggunaan energi kawasan secara menyeluruh. Orientasi bangunan, arah hadapan bangunan, mempengaruhi tingkat kenyamanan fisik serta konsumsi energi (Karyono, 2010). Prinsip utama dalam menurunkan suhu (panas) di dalam rumah adalah mengurangi perolehan panas radiasi matahari yang jatuh mengenai bangunan. Prinsip ini diterapkan pada kawasan GPR dengan dengan

(16)

penggunaan pohon besar di sekitar rumah yang dapat menimbulkan efek bayangan sehingga terasa nyaman.

Selain itu salah satu aplikasi rancangan arsitektur hijau yang mengusung tema hemat energi diterapkan pada pemilihan warna dan tekstur dinding luar bangunan. Dinding luar pada daerah yang terkena sinar matahari lebih banyak menggunakan warna yang lebih cerah. Hal ini agar panas matahari dapat dipantulkan kembali sehingga kenyamanan saat berada di dalam rumah bisa tercapai. Untuk tekstur dinding luar dibuat secara halus, karena penyerapan panas bangunan dirasa lebih tinggi pada dinding dengan tekstur kasar (Karyono, 2010). Penggunaan material lokal lebih disarankan agar energi yang digunakan untuk pengangkutan rendah (mudah diperoleh). Material terbarukan seperti halnya kayu, bambu sesungguhnya merupakan pilihan yang baik jika ditinjau dari sisi keberlanjutan karena dapat ditanam kembali. Konsep 3R (Renewable, Reuse, Recycle) sangat tepat digunakan pada material bangunan yang ada pada kawasan GPR karena dengan begitu konsep hijau yang ingin diciptakan dapat tercapai.

Secara keseluruhan kawasan GPR ini belum menerapkan konsep hijau pada desain rancangan bangunannya. Mengingat konsep hijau ini sangat penting bagi perubahan lingkungan yang lebih baik, oleh karena itu, pembangunan kawasan ini dapat diimbangi dengan membuat desain lanskap yang dapat mendukung arsitektur hijau.

5.6 Tahap Konsep Desain

Tahap konsep desain merupakan tahap berikutnya setelah analisis. Konsep desain pada pekerjaan desain lanskap GPR ditentukan oleh seorang arsitek lanskap berpengalaman melalui diskusi dengan tim inti proyek. Namun, sebelum menentukan konsep desain yang akan digunakan, PT. Tropica Greeneries terlebih dahulu melihat beberapa pertimbangan seperti keinginan dari pihak klien dan konsep bangunan dari pihak arsitek. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembuatan konsep desain agar dapat menyesuaikan keinginan klien.

PT. Tropica Greeneries memperoleh pertimbangan desain dari klien dengan melakukan pertemuan secara langsung, melalui telepon ataupun bisa melalui email. Menurut Booth (1983), cara untuk memperoleh informasi yang diperlukan

(17)

yaitu dengan diskusi secara personal dengan klien tentang apa yang diinginkan, disukai atau yang tidak disukai dan bagaimana maksud klien dalam penggunaan tapak di masa yang akan datang. Tahapan ini dilakukan oleh pihak konsultan dengan baik.

Konsep desain dibuat oleh seorang arsitek lanskap yang sudah berpengalaman yaitu Ir. Anggia Murni yang sekaligus menjadi direktur utama perusahaan. Namun, peran mahasiswa magang turut membantu dalam hal pengembangan desain serta mencari image reference. Dalam pembuatan konsep desain ada hal-hal yang perlu diperhatikan seperti alih fungsi lahan, kualitas visual, perbaikan lingkungan, keselamatan serta pemeliharaan. Alih fungsi lahan merupakan pertimbangan yang sangat penting untuk diperhatikan, karena dengan dengan jumlah lahan terbangun yang lebih besar maka persyaratan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) menjadi tidak terpenuhi. Kualitas visual menjadi pertimbangan selanjutnya karena dengan kualitas visual yang baik akan memberikan kenyamanan bagi pengguna tapak. Kualitas visual ini ditandai dengan memberikan nuansa yang berbeda pada lanskap GPR tersebut. Perbaikan lingkungan dilakukan dengan mendesain vertikal garden sehingga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Untuk aspek keselamatan dilakukan dengan menciptakan desain yang memperhatikan sisi keamanan bagi pengguna. Sedangkan untuk aspek pemeliharaan dipilih jenis tanaman yang tidak memerlukan pemeliharaan intensif sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan.

Konsep yang telah dibuat tidak banyak dituangkan dalam bentuk sketsa, karena pengerjaan selanjutnya akan dilakukan dengan sistem komputer. Pembuatan gambar konsep ini disertai oleh gambar-gambar pendukung yang dapat memperjelas informasi. Selanjutnya hasil tersebut dipresentasikan kepada klien dan didiskusikan kembali.

5.6.1 Konsep Umum

Perumahan GPR merupakan perluasan dari Permata Mediterania Residence yang dikembangkan oleh perusahaan properti terbesar di Indonesia yaitu PT. Agung Podomoro. Perumahan ini secara keseluruhan dibangun dengan tujuan

(18)

untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia akan tempat tinggal. Kebutuhan akan tempat tinggal perlu dibarengi dengan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di sebuah kawasan perumahan yang menjadi kebutuhan dasar penghuninya. Oleh karena itu lanskap yang ada di GPR dibuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Perancangan lanskap GPR lebih difokuskan pada area lanskap jalan yang berada di kawasan perumahan tersebut. Setiap area lanskap yang ada memiliki karakteristik khusus yang bisa mencirikan lokasi dimana penghuni tersebut tinggal. Lanskap ini menjadi bagian yang unik dan luar biasa dengan konsep yaitu modern tropis yang mengedepankan ciri khas nuansa di daerah Bali dan kota Singapura.

Taman gaya tropis sangat mungkin diterapkan untuk kita yang tinggal di daerah tropis, dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Keanekaragman vegetasi yang ada di Indonesia bisa menjadi modal untuk membuat taman bergaya tropis. Taman tropis merupakan taman yang banyak mengutamakan material lunak, berupa tanaman dan identik dengan kesan natural. Kehadiran tanaman, mulai dari rumput, herba, semak, perdu hingga pohon merupakan salah satu perlengkapan vegetasi yang akan dihadirkan. Dari urutan vegetasi tersebut, harus diperhatikan ketinggian dan tata letak yang baik, sehingga menghasilkan keharmonisan desain taman gaya tropis yang baik (Karyono, 2010).

Konsep modern tropis diterapkan pada unsur bangunan tanpa menggunakan kayu (woodless). Sedangkan pada konsep desain lanskap berusaha memadukan keragaman tanaman tropis dengan unsur-unsur modern sehingga tanaman pun terlihat sederhana namun tetap menawan. Konsep taman dapat dipadu dari dua elemen yang berbeda. Misalnya menggabungkan elemen tanaman tropis dengan elemen hardscape modern.

Bentuk bangunan rumah GPR merupakan hasil konsep yang telah direncanakan oleh konsultan arsitek, sehingga PT. Tropica Greeneries hanya mengikuti peletakan/layout bangunan yang sudah diberikan. Konsep dari lanskap perumahan ini memiliki nuansa yang berbeda dengan tujuan untuk memberikan oasis hijau di Kota Jakarta. Namun, pola desain yang digunakan mengikuti konsep bangunan dari pihak arsitek yaitu pola linier berupa garis lurus agar menjadi satu kesatuan yang harmonis.

(19)

5.6.2 Landscape Philosophy

Landscape philosophy merupakan sebuah filosofi dalam lanskap yang digunakan untuk mengembangkan ide desain dan konsep yang telah dibuat dengan mencari dan mengaplikasikan ide tersebut ke dalam tapak yang akan didesain. PT. Tropica Greeneries selalu menggunakan landscape philosophy dalam mendesain lanskap terutama untuk tapak yang ingin menonjolkan kekhasan tersendiri dengan prinsip bahwa taman merupakan kebutuhan fikiran, tubuh dan jiwa manusia. Dengan kata lain, tujuan dari desain lanskap ini tidak hanya memaksimalkan fungsi ruang untuk tempat hunian, tetapi juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan fikiran, tubuh dan jiwa manusia. Oleh karena itu, desain lanskap GPR harus dapat memenuhi kebutuhan manusia akan ketiganya.

Dalam pembuatan desain lanskap GPR ini yang menjadi acuan utama adalah daerah Bali yang menjunjung nilai-nilai budaya dan kearifan alam dalam kehidupannya. Seperti dalam lontar Bhagawad Gita Bab IX sloka 26 yang berbunyi “Pattram puspam phalam toyam Yo me Bhakty-prayacchati Tad aham bhaktyupahrtam Asn-mi prayat-tmanah” yang artinya adalah siapapun dengan kesujudan hati mempersembahkan padaKu daun, bunga, buah-buahan atau persembahan yang didasari oleh cinta dan lubuk hati yang suci, aku terima.

Dari filosofi tersebut, dapat diketahui bahwa kehidupan Bali sangat dekat dengan alam dimana tumbuhan dan hewan memiliki peranan penting. Seperti yang tercantum dalam Yadur veda XXIX.35; Plants advantages including flowers could be as neutralizer of any negative impact created by macrocosmos and microcosmos. Vanaspatih samite (Plants remove negatives influences). Inilah kearifan alam yang selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali.

PT. Tropica Greeneries kemudian menggunakan dasar filosofi tersebut dalam mendesain lanskap GPR dengan elemen desain berupa empat senses yang meliputi:

1. Sight atau penglihatan. Sense ini dapat diperlihatkan melalui warna-warna alami pada tanaman seperti bunga.

2. Touch atau sentuhan. Sense tersebut dapat dirasakan dalam penggunaan material hardscape seperti stepping stone atau material-material alami yaitu batu alam/andesit.

(20)

3. Smell atau penciuman. Sense penciuman dapat ditemukan dengan penggunaan tanaman yang mengeluarkan bau harum pada lanskap.

4. Taste atau rasa. Sense ini dapat ditemukan dengan penggunaan tanaman yang dapat menghasilkan dan dimanfaatkan hasilnya seperti tanaman buah.

Elemen desain yang digunakan oleh PT. Tropica Greeneries tidak memasukkan unsur pendengaran (hearing). Pada awalnya unsur pendengaran ini sempat diaplikasikan pada area penerimaan yaitu main gate, namun karena konsep yang diajukan belum sesuai dengan keinginan klien maka unsur tersebut dihilangkan dan diganti dengan konsep area penerimaan yang lebih sederhana dan sesuai dengan yang diminta oleh klien. Dari keempat sense tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan fikiran, tubuh dan jiwa. Filosofi desain ini terkait juga dengan elemen desain yang dikemukakan oleh Vandyke (1990) yaitu titik, garis, massa/ruang, tekstur, warna dan cahaya. Titik dan garis ditunjukkan oleh pola desain pada tapak. Massa/ruang ditunjukkan oleh desain area jalur jalan yang terdiri dari tiga elemen pembentuk ruang yaitu atap, dinding dan alas. Tekstur dan warna ditunjukkan oleh penggunaan material softscape dan hardscape sedangkan cahaya ditunjukkan oleh penggunaan elemen pendukung tapak berupa lighting. Dengan kata lain, lanskap dapat dijadikan sebagai sarana untuk menghilangkan stress dan kelelahan dengan adanya keindahan dan kesejukan yang ditampilkan pada lanskap GPR ini.

5.6.3 Tahap Pengembangan Konsep

Pengembangan konsep ini dibagi menjadi tiga konsep utama yaitu konsep ruang, konsep tata hijau dan konsep sirkulasi.

5.6.3.1 Konsep Ruang

Konsep pengembangan ruang merupakan konsep yang paling penting dalam mendesain suatu tapak. Konsep ruang yang dimaksud disini adalah konsep lanskap yang dibagi menjadi beberapa ruang pada pengembangannya. Hal ini bertujuan agar mempermudah dalam memahami karakter lanskap. Konsep ruang

(21)

GPR ini membagi tapak ke dalam empat ruang, yaitu ruang penerimaan, ruang sosial, ruang bermain dan ruang pribadi (Gambar 19).

1. Ruang penerimaan, meliputi area main gate dan side gate dari GPR. Ruang penerimaan ini harus memperhatikan desain sehingga menarik perhatian baik penghuni maupun bukan penghuni ketika memasuki kawasan permukiman. Karena ruang ini memberikan kesan awal pada pengunjung agar tertarik untuk masuk ke dalam tapak dan memberikan rasa nyaman ketika berada di kawasan ini. Area ini ditandai dengan adanya gerbang dan pos satpam, sehingga gerbang dapat menjadi point of interest dari ruang penerimaan.

2. Ruang sosial, yaitu ruang yang memberikan kesempatan bagi para penghuni tapak untuk bersosialisasi, bertemu dan berkumpul. Area ini meliputi perimeter garden yang berada di bagian selatan tapak dan connecting park. Karena ruang ini difungsikan sebagai ruang sosial, untuk itu diperlukan fasilitas khusus yang menunjang kegiatan seperti jogging track, bangku taman dan perkerasan, tetapi fasilitas yang disediakan tidak terlalu banyak agar tidak menggangu aktifitas utama.

3. Ruang bermain, yaitu ruang yang lebih diperuntukkan bagi anak-anak sebagai sarana bermain dan bersenang-senang. Ruang ini merupakan ruang aktif yang akan menarik anak-anak untuk masuk ke dalamnya dan bermain, ruang ini diharapkan dapat meningkatkan kreativitas penggunanya. Karena sasaran utama adalah anak-anak, fasilitas khusus yang diberikan pada tapak harus menarik dan penggunaan elemen didesain sedemikian rupa dengan tetap membawa nilai edukasi dan memperhatikan keamanan. Area ini meliputi children playground yang ada di setiap traffic island kawasan GPR.

4. Ruang pribadi, yaitu ruang utama/ruang inti yang terdiri dari bangunan-bangunan rumah yang ditempati oleh penghuni perumahan GPR. Pada ruang ini yang akan didesain adalah elemen utama pada lanskap jalannya. Area ini meliputi boulevard area, neighborhood addressing road serta internal road.

(22)

Gambar 19 Konsep Ruang

(dibuat oleh: Dwi Nurulloh Kisami, 2012)

5.6.3.2 Konsep Tata Hijau

Daerah Bali memiliki pertamanan dengan filosofi yang sangat tinggi sebagai unsur tanaman yang memberi kehidupan, keteduhan, kedamaian, keindahan, tempat meditasi, memuji dan menyembah Tuhan sebagai warisan Budaya Hindu di Bali. Sedangkan masyarakat Singapura selalu mempergunakan tanaman yang besar, berbunga dan wangi sejak awal perkembangan pertamanan di Singapura. Hal inilah yang mendasari pemilihan jenis tanaman untuk proyek GPR. Konsep pemilihan tanaman disesuaikan dengan konsep arsitektural bangunan yang telah ada. Untuk itu, konsultan lanskap menawarkan penggunaan tanaman lokal Bali dan low maintenance. Hal ini dimaksudkan agar konsep lanskap dengan ciri khas nuansa perkotaan di Singapura dan Bali dapat terwujud.

Pemilihan tanaman yang digunakan dalam mendesain lanskap GPR ini memanfaatkan potensi dan keanekaragaman tanaman yang adaptif di wilayah Jakarta. Secara umum komposisi tanaman yang digunakan terdiri dari tegakan pohon, semak, tanaman merambat, tanaman penutup tanah (groundcover) dan rumput. Tanaman yang digunakan dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan fungsi yaitu tanaman penaung, pengarah, pembatas dan artistik (Gambar 20).

(23)

1. Vegetasi penaung, vegetasi ini menempati area jalan lokal (internal road) dengan ROW 9 dan 8 meter. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi dengan ukuran kecil dan berbunga (small size flowering tree) seperti Michelia champaca, Elaeocarpus grandiflorus dan Tabebuia pallida, sehingga dapat berfungsi sebagai identitas dengan adanya warna bunga dan menaungi rumah dari sinar matahari. Penanaman vegetasi ini megikuti prinsip desain berupa adanya pengulangan (repetition) dan keseimbangan (balance).

2. Vegetasi pengarah, vegetasi ini ditempatkan di area jalan utama (boulevard area) dengan ROW 14 meter dan jalan lingkungan (neighborhood addressing road dengan) dengan ROW 10 meter. Tujuan penggunaan vegetasi pengarah ini agar dapat membantu pegguna jalan dalam memperjelas arah yang dituju. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi dengan ukuran besar pada boulevard area seperti Samanea saman dan Pelthoporum pterocarpum, serta vegetasi dengan ukuran medium (medium size flowering tree) seperti Tabebuia rosea. Selain itu, penanaman vegetasi pengarah menggunakan prinsip desain kesederhanaan (simplicity).

3. Vegetasi pembatas, vegetasi ini ditempatkan pada area pembatas jalan dengan lingkungan sekitar (perimeter area), sehingga bentukan dari pagar dapat tertutupi oleh tanaman. Vegetasi yang digunakan sebagai border adalah Bambu (Bambusa sp.). Sama halnya dengan vegetasi penaung dan pengarah, pola penanaman dari bambu ini adalah repetition dengan jarak yang berdekatan. Penanaman dari bambu ini akan membentuk suatu garis berumpun yang dapat menutupi pagar pembatas (screen) sehingga akan memperluas bentukan yang terkesan kaku dari pagar.

4. Vegetasi artistik, vegetasi ini ditempatkan pada traffic island kawasan GPR. Vegetasi ini dipilih yang memiliki karakter menarik seperti bunga atau daun berwarna indah dan semarak. Vegetasi yang digunakan adalah Plumeria red (kamboja) dan Cyrtostachis lakka (palem merah). Tanaman ini juga dipadupadankan dengan semak yang berbeda-beda di setiap island sehingga memiliki karakter daun yang kontras dengan hijaunya rumput.

(24)

Gambar 20 Konsep Tata Hijau (dibuat oleh: Dwi Nurulloh Kisami, 2012) 5.6.3.3 Konsep Sirkulasi

Kawasan GPR akan membangun jaringan jalan sepanjang 500 m yang dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat. Pembangunan jaringan jalan tersebut meliputi jalan utama dan jalan lingkungan termasuk jalan lokal. Jalan utama merupakan jalan yang menghubungkan seluruh area permukiman sedangkan jalan lingkungan merupakan jalan yang terdapat dalam cluster, termasuk jalan akses menuju ke rumah penghuni. Menurut Untermann dan Shall (1984), perencana harus menentukan seberapa luas sebuah sistem jalan diperuntukkan untuk tapaknya, yaitu dengan menggunakan tiga kategori yaitu utama, lokal dan jalan masuk. Tiga kategori tersebut diperuntukkan untuk tapak yang luas, sedangkan untuk tapak yang kecil menggunakan sistem jalan masuk yang luas.

Konsep sirkulasi jalan utama (Jl. Green Permata Boulevard) memiliki jalur dari Barat ke Timur, sedangkan jalan lokal memiliki jalur dari Utara ke Selatan untuk menghindari silau yang ditimbulkan sinar matahari. Konsep sirkulasi yang diterapkan di perumahan ini adalah sistem dua pintu dimana penghuni dapat keluar masuk rumah dengan dari dua jalur yang berbeda. Terdapat perbedaan jalan yang dapat dibedakan atas ukuran lebar jalan yang ada di kawasan GPR. Hal

(25)

ini juga akan mempengaruhi besarnya ukuran pohon yang digunakan. Jenis dan ukuran jalan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jenis dan Ukuran Lebar Jalan

Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012

Pemilihan material hot mix digunakan pada jalan utama, sedangkan untuk jalan lingkungan dipilih material paving block untuk memudahkan air meresap ke dalam tanah sehingga dapat memberikan kesan menarik dan menghilangkan rasa jenuh serta kebosanan bagi pengguna kendaraan ketika melintasi jalan.

Menurut Chiara dan Koppelman (1990) terdapat enam pola jalan agar sebuah permukiman tidak terlihat monoton. Tipe jalan yang digunakan pada kawasan GPR ini meliputi tiga tipe jalan, yaitu tipe loop, cul-de-sac dan taman. Dengan pola jalan tersebut, diharapkan penghuni dapat merasakan kenyamanan saat berada di rumah. Konsep sirkulasi yang digunakan pada kawasan GPR dapat dilihat pada Gambar 21.

Jenis Jalan Lebar Jalan Nama Jalan

Jalan Utama ROW 14 (Area B) Jl. Green Permata Boulevard

ROW 18 Jl. E

Jalan

Lingkungan/lokal

Jalan besar ROW 10 Jl. Magnolia

(Area C) Jl. Palm

Jl. Olive

Jl. Walnut

Jalan sedang ROW 9 Jl. Redwood

(Area D) Jl. Rosewood Jl. Oakwood Jl. Pinewood Jl. Ironwood Jl. Ebony Jl. Acacia

(26)

Gambar 21 Konsep Sirkulasi

(dibuat oleh: Dwi Nurulloh Kisami, 2012)

5.7 Tahap Pengembangan Desain

Pada tahap pengembangan desain dilakukan penjabaran konsep desain secara lengkap, dalam bentuk siteplan dan gambar ilustrasi/image reference. Langkah selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan siteplan dengan pembuatan gambar 3D, gambar detail maupun gambar potongan. Tahapan ini dilakukan setelah konsep desain yang diajukan disetujui oleh pihak klien. Sedangkan pihak konsultan akan mencari jenis material softscape dan hardscape yang akan digunakan pada desain lanskap GPR. Menurut Booth (1983), yang terpenting dalam material tanaman adalah bukan klasifikasinya, tapi fungsi apa yang dapat diberikan tanaman dan bagaimana tanaman dapat digunakan dalam lanskap untuk memenuhi fungsi yang diinginkan secara efektif.

Hasil produk pengembangan desain ini akan dipresentasikan kepada klien untuk mendapatkan masukan/persetujuan, oleh karena itu PT. Tropica Greeneries membuat produk gambar dalam bentuk presentasi yang mudah dipahami secara grafis oleh klien. Hasil produk yang tidak dipresentasikan akan dibuat dengan menggunakan software AutoCad. Hal inilah yang dilakukan oleh mahasiswa magang.

(27)

Pengembangan desain selanjutnya dilakukan untuk melengkapi hal-hal lain berdasarkan masukan dari pengembang dan pihak arsitek. Proses pengembangan desain dalam proyek ini sering mengalami perubahan oleh senior lanskap untuk menciptakan desain yang lebih menarik. Desain yang dibuat mengacu pada kebutuhan klien dengan memikirkan budget yang dimiliki oleh pihak owner. Setelah proses pengembangan desain dilakukan, hasil revisi siteplan kembali dipresentasikan di depan owner untuk mendapatkan approval desain yaitu desain akhir yang telah disetujui pihak owner. Jika pihak owner tidak memiliki kesempatan untuk melihat hasil revisi desain, maka pihak PT. Tropica Greeneries memberikan hasilnya dalam bentuk softcopy dan hardcopy yang dikirim langsung ke kantor PT. Agung Podomoro untuk diperiksa.

Pembuatan desain lanskap ini disesuaikan dengan konsep yang diangkat dan dilakukan secara bertahap dengan menggunakan sketsa tangan terlebih dahulu kemudian diterjemahkan ke dalam format AutoCAD. Selama proses pekerjaan desain ini pembuatan desainnya akan terus dilakukan revisi hingga pencapaian kesepakatan dengan pihak owner. Konsep rencana lanskap yang digunakan dalam desain GPR ini adalah modern tropis yang memadukan nuansa alami perkotaan di daerah Bali dan Singapura. Desain lanskap GPR ini dapat dilihat pada Gambar 22. Terdapat beberapa perbedaan prinsip desain yang digunakan oleh PT. Tropica Greeneries dengan teori yang dikemukakan oleh Ingels (1997). Menurut Ingels (1997), prinsip desain terdiri atas enam kriteria yaitu:

1. Balance (keseimbangan), yaitu sesuatu yang bagus dipandang. Terdapat tiga macam keseimbangan yaitu symmetric (simetris), asymmetric (asimetris) dan proximal/distal.

2. Focalization of interest (pusat perhatian), yaitu segala sesuatu yang dapat menarik perhatian pengunjung saat pertama kali melihatnya.

3. Simplicity (simpel), yaitu prinsip yang berusaha menghindari terlalu banyak penggunaan elemen/ pola desain.

4. Rhythm and line (ritme dan garis), yaitu ketika desain pada tapak mengalami pengulangan terhadap sesuatu dalam suatu waktu dengan adanya standar jarak.

(28)

6. Unity (kesatuan), yaitu satu dari banyak bagian yang berkontribusi untuk mengkreasikan desain keseluruhan.

Sedangkan PT. Tropica Greeneries menggunakan elemen desain yang diambil dari filosofi lanskap terdiri dari empat sense yaitu penglihatan (sight), sentuhan (touch), penciuman (smell) dan rasa (taste). Keempat sense tersebut diwujudkan dalam lanskap GPR melalui penggunaan material softscape dan hardscape. Unsur penglihatan (sight) ditunjukkan dengan penggunaan tanaman berbunga dengan warna yang menarik seperti Tabebuia pallida, Elaeocarpus grandiflorus, Pelthoporum pterocarpum. Elemen desain sentuhan (touch) diwujudkan dengan penggunaan material bertekstur baik hardscape ataupun softscape seperti stepping stone atau material-material alami yaitu batu alam/andesit. Elemen desain penciuman (smell) ditunjukkan dengan adanya tanaman berbunga yang mengeluarkan bau harum seperti Plumeria sp., sedangkan elemen desain rasa (taste) diwujudkan dengan adanya tanaman yang menghasilkan buah seperti Cocos nucifera.

Meskipun memiliki prinsip desain yang berbeda, namun pada dasarnya, desain lanskap yang dihadirkan oleh PT. Tropica Greeneries tetap memperhatikan prinsip desain yang dikemukakan oleh Ingels (1997), yaitu balance, focalization of interest, simplicity, rhythm and line, proportion,dan unity. Balance (keseimbangan) ditunjukkan dengan sistem penanaman lanskap pada beberapa area. Focalization of interest (pusat perhatian) ditunjukkan dengan adanya beberapa artwork/sculpture yang didesain secara unik dan artistik. Simplicity (simpel) ditunjukkan dengan konsep modern minimalis yang memiliki pola lanskap tidak beragam karena menyesuaikan konsep bangunan yang juga tidak beragam variasi. Rhythm and line (ritme dan garis) dapat dilihat pada area connecting park yang menggunakan repetisi pada pola vegetasi yang ditanam dan juga pola garisnya serta penggunaan pavement yang dapat menciptakan ritme pergerakan. Proportion (proporsi) ditunjukkan dengan adanya kesesuaian antara ukuran tanaman yang digunakan dengan lebar jalan. Unity (kesatuan) dapat dilihat dari keseluruhan konsep desain yang diaplikasikan pada tapak melalui pemilihan material baik softscape maupun hardscape.

(29)

Gambar 22 Site plan GPR

(30)

5.7.1 Area Penerimaan

Desain lanskap area penerimaan ditandai dengan adanya pos satpam dan gerbang masuk perumahan GPR. Lanskap area ini mencakup taman yang berada di sisi kanan dan kiri dari area main gate dan side gate. Luas area tapak yang akan dibangun sebesar 2000 m². Tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara desain main gate dan side gate, hanya saja desain main gate lebih banyak menggunakan vegetasi pohon sedangkan pada area side gate lebih dominan semak.

Konsep desain pada area ini adalah mengoptimalkan fungsi ruang sebagai area penerimaan. Area ini diharapkan dapat menarik perhatian pengunjung untuk masuk ke dalam tapak dan memberikan rasa nyaman kepada pengunjung. Lokasi area penerimaan dan ilustrasi area main gate dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar ini dibuat sebagai alternatif desain yang digunakan saat tahap pengembangan desain. Terdapat perbedaan desain pada saat konsep awal dan saat pengembangan desain. Hal ini terlihat pada gambar ilustrasi desain main gate dan side gate yang ditunjukkan oleh Gambar 24. Awalnya pada area main gate akan dimasukkan elemen air yang dapat menciptakan efek suara, namun karena budget yang disediakan oleh pihak klien terbatas dan mengingat kebutuhan dana yang besar apabila menggunakan elemen air, maka desain tersebut tidak dipakai.

Gambar 23 Lokasi dan Gambar Ilustrasi Area main gate

(Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012; Digambar oleh: Dwi Nurulloh Kisami) KEY PLAN

(31)

Gambar 24 Gambar Ilustrasi Area Penerimaan pada Tahap Konsep Desain [atas: main gate, bawah: side gate]

(Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

Softscape

Desain yang sederhana dipilih pada area gate ini dengan perpaduan tanaman tropis namun terlihat megah. Tanaman yang digunakan adalah pisang kipas (Ravenala madagascariensis), palem merah (Cyrtostachis lakka) dan streletzia (Strelitzia nicolai). Tanaman ini dipilih karena memiliki stuktur dan warna yang menarik sehingga dapat memberikan kesan sebagai welcome area. Peletakan tanaman tersebut juga dipilih pada posisi yang tepat, yaitu berada di sudut dinding gate agar tidak menutupi name sign sebagai identitas kawasan GPR. Sedangkan pemilihan tanaman semak tidak menggunakan berbagai macam kombinasi, karena kesan yang ingin dimunculkan adalah simpel modern sehingga jenis tanaman yang dipilih adalah love grass (Penissetum stassium) dengan perpaduan rumput gajah mini (Axonopus compressus). Semak ini dinilai cocok karena dipadupadankan dengan pisang kipas yang memiliki pola bentukan daun yang artistik dan berkesan tropis. Pola penanaman semak mengikuti garis organik susunan bata dengan bentukan terasering seperti yang terdapat di daerah Bali.

Area lanskap di belakang dinding gate juga menggunakan tanaman kombinasi pohon peneduh dan barrier seperti trembesi, kelapa, palem jepang dan bambu. Penggunaan tanaman palem jepang (Ptychosperma macarthurii) berfungsi

(32)

sebagai pembatas antara area penerimaan dengan area pribadi (penghuni rumah). Di sisi kanan gerbang main gate terdapat pula elemen softscape berupa vertikal garden yang dibuat dengan sistem wiremesh.

Hardscape

Elemen hardscape yang dihadirkan pada area ini berupa batu andesit yang dipilih dengan motif Rata Alam (RTA) dan Rata Mesin (RTM) yang disusun dengan pola grid pada dinding gate. Penggunaan batu alam ini dapat menciptakan tekstur tersendiri sehingga elemen desain dapat terlihat. Selain hadirnya batu andesit juga terdapat dua patung Bali yang diletakkan pada area side gate. Area penerimaan ini semakin terlihat indah dengan adanya penambahan efek lighting yang menimbulkan cahaya di malam hari. Gambar referensi dari penggunaan hardscape untuk area ini dapat dilihat pada Gambar 25-27.

Dinding gate/entrance yang dibuat dari perpaduan batu andesit RTA dan RTM dibangun setinggi 3m dari permukaan tanah, kondisi ini cukup sesuai karena tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek jika dibandingkan dengan ukuran standar tinggi manusia dewasa. Namun, terdapat perbedaan ukuran panjang antara sisi gate di sebelah kiri dan kanan. Ukuran dinding gate bagian kanan memiliki Gambar 25 Image Reference Hardscape yang digunakan pada Area Penerimaan

(33)

panjang 8,5 m sedangkan bagian kiri lebih lebih panjang yaitu 15 m. Hal ini menimbulkan efek negatif karena terjadi ketidakseimbangan ukuran panjang dinding gate. Dalam prinsip desain Ingels (1997) dikenal dengan nama asymmetric balance (keseimbangan asimetris).

Bagian di bawah dinding gate dipasang ornament taman dari bata sebagai border semak yang disusun dengan pola organik dan berbentuk undakan seperti terasering. Desain ini mencerminkan gaya desain pada daerah Bali yang sering menggunakan sistem penanaman berbentuk terasering. Pada jalur pedestrian, material hardscape yang digunakan adalah paving block. Paving block digunakan karena dapat meresap air lebih cepat, dan juga dapat memberikan kesan menarik dengan pemilihan warna yang cerah. Sehingga dapat memperbaiki salah satu aspek kondisi lingkungan yang sering dikenal dengan pemanasan global (global warming).

5.7.2 Area Jalur Jalan

Perancangan lanskap jalur jalan di perumahan GPR ini dirancang sesuai dengan karakter yang ingin ditimbulkan pada area lanskap jalan tersebut. Lanskap jalan pada kawasan GPR terbagi menjadi tiga. Area jalan utama dengan ROW 14 m disebut dengan boulevard road, area jalan lingkungan dengan ROW 10 m disebut dengan neighborhood addressing road dan area jalan masuk dengan ROW 9 m dan 8 m disebut dengan internal road. Kaitannya dengan konsep dasar, lanskap area jalur jalan ini menggunakan desain yang minimalis dan tanaman tropis yang mudah dipelihara (low maintenance).

Softscape

Material softscape yang digunakan pada area ini disesuaikan dengan ukuran lebar jalan. Jenis tanaman yang dipilih pada area jalan utama dengan ROW 14 m adalah tanaman dengan ukuran besar dan bentuk tajuk melebar (spread). Tanaman yang digunakan adalah trembesi (Samanea saman) dan yellow flame (Pelthoporum pterocarpum). Tanaman ini dipilih karena dapat berfungsi sebagai pohon peneduh.

(34)
(35)
(36)

Sedangkan area jalan lingkungan dengan ROW selebar 10 m dipilih tanaman dengan ukuran medium yang dapat menghubungkan ruang taman antar ketetanggaan. Area jalan ini disebut dengan neighborhood addressing road. Tanaman yang digunakan adalah Tabebuia rosea dengan perpaduan warna daun dan bunga yang bisa menghilangkan rasa lelah setelah menjalankan kesibukan seharian penuh. Untuk area jalan lingkungan dengan ROW 9 m dan ROW 8 m digunakan tanaman dengan ukuran kecil yang dapat menjadi identitas jalan dengan warna bunga yang menarik. Area jalan ini disebut dengan internal road. Tanaman yang digunakan pada area ini adalah elaeocarpus (Elaeocarpus grandiflorus), tabebuia pink daun kecil (Tabebuia pallida) dan ketapang kencana (Buchida buceras). Gambar 28 menunjukkan tata letak penempatan pohon di area jalur jalan.

Penanaman area jalur jalan ini dibentuk dengan pola simetris dengan komposisi dan jumlah tanaman yang seimbang. Pola penanaman mengikuti berm jalan yang telah direncanakan. Pada area persimpangan menuju jalan lingkungan terdapat dua pohon pulai (Alstonia scholaris) dan dua pohon butter cup (Cocholospermum religiosum) sebagai pohon tinggi dan antik yang dapat dijadikan penanda adanya tikungan menuju persimpangan jalan.

Pada area jalan utama juga ditempatkan beberapa pot yang berisikan tanaman air seperti Adenium cutanium sehingga dapat berfungsi sebagai artwork. Menurut Booth (1983), material tanaman dapat mempengaruhi persepsi terhadap ruang. Dengan adanya sejumlah massa tanaman pada area ini dapat menimbulkan efek ruang yang merupakan salah satu dari elemen desain. Intensitas ruang dapat dipengaruhi tekstur. Dalam warna yang sama, tekstur yang lebih lembut akan menampakkan intensitas warna lebih kuat daripada tekstur kasar.

Tekstur dari tanaman yang digunakan pada area jalur jalan ini ditunjukkan oleh daun-daun berupa ukuran, sifat tumbuh, pengelompokan dan susunan keseluruhan daun. Pada tanaman, tekstur dapat berupa kasar/halus, berat/ringan, pudar/mengkilat, kaku/lemah, ataupun transparan/rapat. Tekstur dapat menunjukkan halus-kasarnya permukaan elemen taman, baik elemen lunak maupun keras. Tekstur kasar menimbulkan kesan kokoh dan kuat, sedangkan tekstur halus menimbulkan kesan elegan dan formal.

(37)

Gambar 28 Tata Letak Penempatan Pohon Area Jalur Jalan (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

Tanaman semak hanya ditanam pada area jalan utama. Jenis tanaman semak yang dipilih adalah kombinasi puring (Codiaeum variegatum), capit udang (Heliconia psittacorum), dietes (Dietes irreoides) dan pacing (Costus woodsonii). Pemilihan jenis semak yang digunakan adalah tanaman yang bersifat tropis dengan perpaduan warna yang indah antara puring dan capit udang yang menciptakan warna merah dan kuning, sedangkan perpaduan dietes dan pacing yang menciptakan paduan warna merah dengan putih. Penanamannya disusun mengikuti gradasi/tinggi tanaman dan disusun berselang seling diantara dua pohon yang ada di sebelahnya. Dengan menggunakan desain yang sederhana (simplicity), menyatu (unity), dan seimbang (balance) maka akan tercipta area lanskap jalur jalan yang menarik. Hal ini sesuai dengan prinsip desain yang dikemukakan oleh Ingels (1997). Hasil perancangan area lanskap jalur jalan dapat dilihat pada gambar 29-31.

(38)

74 KEY PLAN KEY PLAN 700 1400 2100cm 0

Gambar 31 Lokasi, Gambar Ilustrasi dan Gambar Potongan Area Jalur Jalan ROW 14m

(39)

KEY PLAN

500 1000 1500cm 0

Gambar 30 Lokasi, Gambar Ilustrasi dan Gambar Potongan Area Jalur Jalan ROW 10m

(40)

5.7.3 Area Bermain

Ruang ini merupakan ruang aktif yang akan menarik anak-anak untuk masuk ke dalamnya dan melakukan aktifitas bermain. Ruang ini lebih ditujukan kepada anak-anak sebagai pengguna. Oleh karena itu, fasilitas yang ada di area ini didesain khusus dengan konsep yang tetap memperhatikan sisi keamanan pengguna. Kawasan GPR ini memiliki tiga area bermain yang ada di setiap traffic island. Konsep desainnya pun memliki perbedaan tema di setiap area, seperti wooden plaything, eco-education ground dan colour discovery. Perbedaan konsep yang dimunculkan pada area ini memiliki tujuan agar terdapat variasi berbagai jenis permainan untuk kebutuhan anak-anak.

Wooden plaything adalah konsep taman bermain anak yang menggabungkan berbagai jenis permainan seperti papan seluncur, wall climbing, papan keseimbangan dan panjat tali dengan menggunakan material yang berasal dari kayu. Area children playground ini memiliki luas sekitar 416 m² dan terletak di bagian selatan tapak dekat pintu masuk utama. Melihat kondisi wilayah Jakarta Selatan yang meiliki curah hujan tinggi dan konsep dasar yang ingin diciptakan adalah modern tropis, penggunaan material kayu dinilai kurang cocok. Namun, dengan menggunakan material kayu dapat memberikan keamanan yang lebih saat

Gambar 31 Lokasi, Gambar Ilustrasi dan Gambar Potongan Area Jalur Jalan ROW 9m

(Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

450 900 1350cm 0

(41)

anak melakukan aktifitas bermain. Hal ini merupakan dua persepsi desain yang berbeda, sehingga diperlukan alternatif pembuatan desain yang memperhatikan faktor keduanya.

Eco-education ground adalah konsep taman bermain yang berusaha memberikan unsur edukasi dalam kegiatan bermain anak sehingga dapat meningkatkan daya kreatifitas anak. Area children playground ini memiliki luas sekitar 258 m² berada di sebelah timur laut kawasan, tepatnya berada di ujung jalan Acacia. Pada area ini jenis permainan yang ada lebih dibebaskan dan bersifat dinamis. Sedangkan colour discovery adalah area bermain yang menggunakan material dengan beragam warna, sehingga menarik perhatian anak-anak untuk masuk ke dalamnya. Area children playground ini memiliki luas 258 m². Lokasi dan gambar ilustrasi dari area bermain ini dapat dilihat pada Gambar 32-36.

Softscape

Tanaman yang banyak digunakan pada area bermain ini adalah jenis vegetasi penaung seperti elaeocarpus (Elaeocarpus grandiflorus), cempaka (Michelia champaca) dan kamboja (Plumeria sp.) sebagai tanaman khas Bali. Hal ini agar pengguna merasa nyaman saat berada di area bermain. Namun pada area children playground 1 terdapat tambahan palem merah (Cyrtostachis lakka) yang menambah kesan artistik sebagai border taman. Penempatan pohon cempaka dan kamboja di area ini mencerminkan salah satu elemen desain yang ingin diciptakan oleh PT. Tropica Greeneries yaitu smell.

Penggunaan variasi semak lebih diminimalkan karena dikhawatirkan dapat menghambat ruang gerak anak. Jenis semak yang digunakan pada setiap area juga dibedakan agar bisa mencirikan dimana tapak tersebut berada. Seperti pada area children playground 1 digunakan arundodonax (Arundodonax), bakung (Hymenocallis littoralis) serta pandan kuning (Pandanus pygmaeus). Sedangkan pada area children playground 2 vegetasi semak yang digunakan adalah hanjuang merah (Cordyline frusticosa) dan nusa indah (Mussaenda erytrophylla) dan pada area children playground 3 vegetasi semak yang digunakan adalah bawang brojol (Zephiranthes rose) dan adam hawa (Rhoeo discolor). Sebagai dasar digunakan rumput Axonopus compressus, hal ini bertujuan mengurangi resiko kecelakaan

(42)

anak saat bermain. Sistem penanaman pohon pada area ini dibentuk secara teratur dan rapih membentuk garis linier dengan menggunakan tree grate yang memungkinkan ruang bagi lalu lintas pejalan kaki berada di atas area penanaman pohon. Dengan demikian prinsip desain rhythm and line yang dikemukakan oleh Ingels (1997) dapat terlihat.

Desain pada area children playground 3 ini dilengkapi dengan vertical garden berbentuk pohon ajaib yang dihiasi dengan tanaman dan bunga-bunga tropis. Hal ini sesuai dengan konsep wisata taman modern di Garden Bays, Singapura.

Gambar 32 Desain Lanskap dan Image Reference Area Children Playground 1 (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012; digambar oleh: Dwi Nurulloh Kisami)

Gambar 33 Gambar Ilustrasi Area Children Playground 1

(Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012: Digambar oleh: Dwi Nurulloh Kisami) KEY PLAN

(43)

KEY PLAN

Gambar 34 Desain Lanskap Area Children Playground 2

(Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012; Digambar oleh: Dwi Nurulloh Kisami)

Gambar 35 Gambar Ilustrasi dan Image Reference Area Children Playground 2 (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012; Digambar oleh: Dwi Nurulloh Kisami)

(44)

Hardscape

Fasilitas pendukung yang berada di area ini adalah bangku taman terbuat dari beton yang menjadi border area children playground. Pola perkerasan pada area bermain didesain dengan bentuk grid menggunakan batu granite dan border lantai menggunakan koral sikat. Setiap area bermain juga ditempatkan artwork/ sculpture dengan nuansa Bali-Singapura yang dapat menjadi daya tarik dan nilai tambah estetik pada tapak. Penambahan efek lighting yang tertanam pada lantai digunakan untuk fungsi estetika dan kenyamanan sehingga dapat menciptakan kesan ruang yang luas, bersifat dinamis dan mengurangi kesan menakutkan di

Gambar 36 Gambar Ilustrasi dan Image Reference Area Children Playground 3 (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012;Digambar oleh: Dwi Nurulloh Kisami)

(45)

malam hari. Gambar reference untuk artwork dan lighting yang digunakan pada area ini dapat dilihat pada Gambar 37. Denah detail dari area children playground dijelaskan pada Gambar 38-40.

Gambar 37 Image Reference untuk artwork dan Lighting pada Area Bermain (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

(46)
(47)
(48)

(49)

5.7.4 Area Sosial

Area sosial merupakan area yang memberikan kesempatan bagi para penghuni tapak untuk bersosialisasi, bertemu dan berkumpul. Area ini terbagi menjadi dua, yaitu connecting park yang menghubungkan taman di belakang rumah dan perimeter garden yang menjadi pembatas dengan area perumahan di luar tapak. Area ini juga berfungsi sebagai blocking view di beberapa titik tertentu. Gambar 41 memperlihatkan rencana lanskap, gambar ilustrasi, dan gambar potongan area connecting park.

Gambar 41 Lokasi, Gambar Ilustrasi dan Gambar Potongan Area Connecting Park (Sumber: PT. Tropica Greeneries, 2012)

KEY PLAN

500 1000 1500cm 0

Referensi

Dokumen terkait

Dari penutupan lahan diatas, didapatkan pada RTH mempunyai nilai suhu permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun (RTB) hal ini dikarenakan RTH

Karena menurut Mulyasa “untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan

Sama seperti kelompok ungko, setiap kelompok siamang juga merupakan satwa monogami yang umumnya memiliki 1 jantan dewasa, 1 betina dewasa sebagai pasangan dan

Hasil penelitian menunjukkan produksi rumah tangga nelayan sebesar 5,43 ton, curahan jam kerja nelayan memungkinkan untuk mencari pekerjaan alternatif untuk mengisi waktu,

Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti yaitu berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan membeli, diantaranya faktor

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan

Seperti yang dinyatakan Rosyidah, bahwa minat juga dipengaruhi dari luar individu, dimana jika fasilitas yang tersedia sudah baik akan membuat mahasiswa menjadi lebih

nonstatistik. Me Meto todo dolo logi gi un untu tuk k mem memut utus uska kan n akseptabilitas populasi pada intinya sama baik untuk sampling atribut maupun akseptabilitas