• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. PENDAHULUAN. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. PENDAHULUAN. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

1 Executive Summary

A.

PENDAHULUAN

Berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan No.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional dan Undang-Undang Transportasi Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, serta draft Sistranas dan Tatranas. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan.

Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), penetapan lokasi, rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden tanggal 20 Mei 2011, dengan skenario pembangunan ekonomi ke depan berdasarkan komoditas unggulan pada 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia yaitu 1) Koridor Ekonomi Sumatera, 2) Jawa, 3) Bali dan Nusa Tenggara, 4) Kalimantan, 5) Sulawesi, dan 6) Papua dan Kepulauan Maluku.

Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, mengingat potensi Pulau Sulawesi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektor perkebunan, perikanan laut, tanaman pangan, serta pertambangan. Selain itu, terdapat potensi lain pada wilayah Sulawesi yakni eco-cultural tourism yang memiliki keunggulan komparatif yang juga membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang handal.

Pembangunan pelabuhan di Koridor ekonomi Sulawesi tentunya perlu diselaraskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan untuk mempercepat pelaksanaannya dibutuhkan upaya dan strategi yang sistematis dan komprehensif. Pembangunan koridor ekonomi Sulawesi harus sinkron dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan yang sudah disusun. Melakukan analisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas dalam mendukung Percepatan Pengembangan Ekonomi di koridor Sulawesi dalam MP3EI serta bertujuan tersusunnya konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Sulawesi untuk jangka pendek, menengah dan panjang.

(2)

2 Executive Summary

Kegiatan studi ini meliputi; i). Inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan pembentukan koridor ekonomi Sulawesi, potensi ekonomi dan hinterland, rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) dan rencana induk pelabuhan (RIP), dan analisis pengembangan potensi-potensi dan bangkitan transportasi koridor ekonomi Sulawesi; ii). Analisis aksesibilitas transportasi laut, kebutuhan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan wilayah koridor ekonomi Sulawesi, tahapan dan rekomendasi pengembangan pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Sulawesi.

B. KAJIAN TEORITIS DAN KONSEP 1. Transportasi Laut dan Perekonomian

Globalisasi internasional yang terjadi saat ini adalah era perdagangan bebas, mempengaruhi sistem dan distribusi logistik, mobilitas modal, dan persaingan semakin tinggi menuntut efisiensi. Efisiensi dalam sistem distribusi dan logistik dapat dicapai melalui pengembangan teknologi dan penerapan sistem transportasi terpadu. Indikasi kombinasi regional jaringan transportasi laut dunia diperlihatkan pada Gambar 1.

Kemajuan teknologi transportasi mengikuti perkembangan ekonomi dan perdagangan, begitu pula sebaliknya. Transportasi mempunyai peran

Seoul Korea Newyork Havana Amsterdam Korea Hongkong Korea Singapura Korea Container Land-Bridges Land-Bridges Korea RC & Transhipmet Korea RW-Services

Gambar 1. Indikasi Kombinasi Regional Jaringan Transportasi Laut Dunia (Linde, dalam Jinca, 2008)

(3)

3 Executive Summary

memperluas daerah cakupan distribusi barang atau jasa, mendukung distribusi logistik industri yang efisien dan spesialisasi kegiatan produksi, sehingga menciptakan konsentrasi aktivitas produksi di suatu tempat, dan dapat menimbulkan "Economics of Scale” dan “Aglomeration Economics" dalam sistem logistik.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai potensi wilayah yang tersebar dari hinterland, dihubungkan oleh jaringan transportasi jalan ke pelabuhan, sistem transportasi laut (kepelabuhanan, pelayaran/perkapalan dan potensi pergerakan barang) sebagaimana tampak pada Gambar 2.3, mempunyai fungsi sangat penting. Pelabuhan sebagai titik-titik simpul jasa distribusi melalui laut dan sebagai pusat kegiatan transportasi laut, me-nyediakan ruang untuk industri dan menunjang pembangunan masa depan. 2. Peran Dan Fungsi Pelabuhan

Pelabuhan adalah suatu kawasan yang mempunyai infrastruktur (sarana dan prasarana) dalam menunjang kegiatan operasional. Infrastruktur tersebut merupakan fasilitas yang harus ada pada suatu pelabuhan untuk mendukung operasional atau usaha pelabuhan. Infrastruktur atau fasilitas pelabuhan terdiri atas fasilitas pokok (sarana) dan fasilitas penunjang (prasarana). Pembagian Pelabuhan berperan dan berfungsi sangat penting dalam perdagangan dan pembangunan regional, nasional dan internasional, yaitu sebagai pintu gerbang keluar-masuk barang dan penumpang ke dan dari suatu daerah, di

(c) Akses Laut dan Darat, Kapasitas dan Pelayanan, Efisiensi dan Efektifitas, Spesialisasi Terminal Hub Port (a) Ekonomi-Bisnis Pelayaran Industri, Teknologi dan Spesialisasi (A) CARGO/ MUATAN (B) KAPAL (C) PELABUHAN TRANSPORTASI LAUT

(a) Unitized, Petikemas, Curah Kering, Cair, Perdagangan, Investasi dan Produksi, Pertumbuhan Ekonomi

(4)

4 Executive Summary

mana pelabuhan tersebut berada. Peranan dan fungsi pelabuhan meliputi berbagai aspek yaitu:

a. Ketersediaan prasana dan sarana pelabuhan melayani kegiatan B/M barang dan kunjungan kapal, berkaitan dengan daerah belakang yang dihubungkan oleh transportasi darat, investasi, teknologi, manajemen, dan kualitas pelayanan.

b. Keterkaitan pelabuhan di pulau yang satu dengan pelabuhan di pulau lain (nasional dan internasional), dan pelabuhan sekitarnya, sebagai asal dan tujuan pergerakan barang.

c. Keterkaitan suatu pelabuhan dengan aspek-aspek yang berdampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari pengembangan pelabuhan terhadap daerah sekitarnya.

3. Tatanan dan Infrastruktur Pelabuhan

Menurut UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, Bab VII bagian Kepelabuhanan, menjelaskan tentang tatanan kepelabuhan nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah berwawasan nusatanra. Tatanan kepelabuhanan nasional merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah serta kondisi alam. Tatanan kepelabuhanan nasional memuat peran, fungsi, jenis, hirarki pelabuhan, rencana induk pelabuhan nasional dan lokasi pelabuhan.

Defenisi yang tercantum dalam PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, menjelaskan bahwa: Pertama, pelabuhan utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Kedua, pelabuhan pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyebe-rangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Dermaga merupakan salah satu fasilitas pokok pelabuhan serta gudang dan lapangan penumpukan merupakan komponen dari fasilitas penunjang (prasarana).

4. Kinerja Fasilitas Pelabuhan

Secara operasional, pihak pengusaha pelabuhan menyediakan prasarana untuk mendukung kelancaran kapal dan arus barang dalam sistem transportasi. Penyediaan fasilitas pelabuhan yang berlebihan akan

(5)

5 Executive Summary

menguntungkan pemakai jasa transportasi, tetapi di lain pihak memberatkan pengusaha pelabuhan. Penyediaan fasilitas yang minim cenderung menguntungkan pihak pengusaha pelabuhan, tetapi merugikan pemakai jasa transportasi. Hal ini mengakibatkan terhambatnya kelacaran arus barang dan kapal, berdampak terhadap kegiatan ekonomi lainnya, sehingga dapat merugikan masyarakat pada umumnya.

Pemecahan masalah ini, tentu terdapat titik temu antara kepentingan penyedia prasarana transportasi dan pengusaha transportasi. Titik temu dapat dilakukan dengan meminimumkan total biaya yang timbul terhadap penyedia prasarana transportasi dan pengusaha kapal. Untuk mengetahui tingkat pelayanan yang diberikan pihak pengusaha pelabuhan, terhadap pemakai jasa pelabuhan, maka diperlukan suatu penilaian indikator kinerja sebagai berikut:

a) Jumlah waktu putar kapal (total ship turn around time/TSTAT), yaitu jumlah waktu yang diperlukan antara kedatangan kapal sampai dengan keberangkatan.

b) Produktivitas kapal (ship’s productivity/SP) yaitu jumlah ton barang atau rata-rata barang tiap jam yang dapat diselesaikan pada saat bongkar-muat barang.

c) Tambatan sebagai obyek dapat dibagi dalam:

(1). Berth occupancy rate (BOR) yaitu peresentase penggunaan tambatan oleh kapal

(2). Berth troughput yaitu jumlah ton jenis barang yang dibongkar/muat pada tiap tambatan.

(3). Gudang sebagai obyek, dapat dibagi dalam:

(a) Storage occupancy rate (SOR) yaitu persentase jumlah ton barang dalam gudang terhadap kapasitas (ton) gudang. (b) Storage capacity (SC) yaitu daya muat dihitung dalam ton

barang untuk gudang tertutup/terbuka dan lapangan penumpukan.

(4). Tenaga kerja sebagai obyek, dibagi dalam: (a) jumlah ton barang/gang yang dapat dibongkar/muat, (b) jumlah ton barang tiap gang per jam, (c) jumlah ton barang tiap jam-orang (man hour), (d) biaya tenaga kerja untuk melaksanakan bongkar muat tiap ton barang.

Kebijaksanaan peningkatan kapasitas dermaga pada sistem transportasi bertujuan mencegah terjadinya kongesti kapal di pelabuhan. Analisis kebijakan dalam rangka peningkatan kapasitas dermaga dipertimbangkan sebagaimana tampak dalam Gambar 3.

(6)

6 Executive Summary

Gambar 3. Alternatif Kebijakan Peningkatan Kapasitas Dermaga

Faktor pengaruh terhadap alternatif kebijaksanaan I adalah sebagai berikut:

Kebijaksanaan I = f (X1, X2, X3, X4, X5)

di mana, X1 = Jumlah hari kerja per tahun X2 = Produktivitas kerja per gang

X3 = Jumlah jam kerja per hari di pelabuhan

X4 = Penggunaan jumlah gang untuk bekerja per kapal X5 = Tingkat pemakaian dermaga

Pelaksanaan kebijakan II, tergantung pada jumlah unit tambatan yang tersedia, tingkat pemanfaatan dermaga dan ditempuh jika nilai biaya tunggu Demand volume arus

barang

Demand kunjungan

kapal Supply jasa dan fasilitas pelabuhan

Performance pelabuhan

Tujuan pelabuhan sudah tercapai ? M emper ba iki a ta u menin gka tka n ka pa sit as derma ga Pertahankan performance pelabuhan

Produktivitas pelabuhan sudah mencapai maks

?

Ok

Kebijakan I

perbaiki atau tingkatkan produktivitas pelabuhan

Kebijakan II

penambahan fasilitas dermaga

(7)

7 Executive Summary

kapal dipelabuhan sudah lebih besar dari biaya pembangunan satu unit tambatan. Selama kapal berada pada sistem di pelabuhan, baik pada waktu tunggu, maupun waktu kapal melakukan kegiatan bongkar muat, akan terjadi biaya pada kapal yang besarnya terdiri dari; i) biaya investasi dan biaya bunga modal; ii) Biaya operasi kapal, iii) dan biaya-biaya yang harus dibayarkan kepengusaha pelabuhan meliputi, biaya jasa labuh, pandu, tunda dan sebagainya. Fasilitas Pelabuhan

Pada bagian ketiga Rencana Induk Pelabuhan Nasional pasal 22 sampai dengan pasal24 (PP. RI. No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan), dijelaskan bahwa dalam penyusunan RIP- Laut, Sungai dan Danau meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan Fasilitas Pokok dan Fasilitas Penunjang baik untuk peruntukan wilayah daratan maupun wilayah perairan. Fasilitas pokok yang dimaksud untuk wilayah daratan meliputi; Dermaga, Gudang lini 1, Lapangan penumpukan lini 1, Terminal penumpang, Terminal peti kemas, Terminal ro-ro, Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah, Fasilitas bunker, Fasilitas pemadam kebakaran, Fasilitas gudang untuk bahan/barang berbahaya dan beracun, Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP).

Fasilitas penunjang untuk wilayah darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi; Kawasan perkantoran, Fasilitas pos dan telekomunikasi, Fasilitas pariwisata dan perhotelan, Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, Jaringan jalan dan rel kereta api, Jaringan air limbah, drainase dan sampah, Areal pengembangan pelabuhan, Tempat tunggu kendaraan bermotor, Kawasan perdagangan, Kawasan industri dan Fasilitas umum lainnya.

Fasilitas pokok peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam pasal 23 meliputi: Alur pelayaran, Perairan tempat labuh, Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, Perairan tempat alih muat kapal, Perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun (B3), Perairan untuk kegiatan karantina, Perairan alur penghubung, Perairan pandu, Perairan untuk kapal pemerintah, Fasilitas penunjang peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang, Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal, Perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), Perairan tempat kapal mati, Perairan untuk keperluan darurat,Perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan.

5. Kerangka Konsep Penelitian

Bertolak pada dokumen KAK tentang lingkup penelitian, maka disusun Alur Proses Penelitian sebagaimana pada gambar 4.

(8)

8 Executive Summary

Gambar 4. Alur Proses Penelitian

Tahap Inventarisasi Tahap Identifikasi Analisis Kapasitas

dan Fasilitas Rumusan strategis Kesimpulan Rencana Pengembangan Sulawesi (RTRW/P) Regulasi Koridor Ekonomi Sulawesi (MP3EI) Rencana Induk pelabuhan Nasional

(RIPN dan RIP Pelabuhan) dan Objek Studi Potensi Ekonomi Hinterland Koridor Ekonomi Sulawesi Kinerja Pelabuhan di Koridor Ekonomi Sulawesi (Eksisting Condition) Prediksi Demand dan Bangkitan Transportasi Akses Wilayah Transportasi KE Sulawesi: 1. Jaringan Pelayanan 2. Jaringan Prasarana Transportasi Optimasi dan Pengembangan Kegiatan Fasilitas Pelabuhan Str ate gi P en ge mb an gan kap as ita s d an fa si litas s ert a p en ge mb an gan ( jan gka p en d ek, me n en gah , d an p an jan g) Rek o m end asi I N P U T A N A L I S I S O U T P U T

Kendala dan Peluang Pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi (Permintaan Transportasi Laut) (Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan)

(9)

9 Executive Summary

Berdasarkan uraian dalam Tinjauan Pustaka dan Teori, dapatlah disususun konsep operasional proses penelitian dalam bentuk Kerangka Pikir sebagai berikut;

Gambar 5. Kerangka Pikir Kajian

Berdasarkan proses analisis tersebut dapat diketahui bagaimana kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas dalam mendukung percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia, sehingga dapat tersusun suatu konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Sulawesi untuk jangka pendek, menengah dan panjang.

Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Pelabuuhan

Objek Studi Permintaan Kunjungan Kapal Performance Pelabuhan M emper ba iki a ta u menin gka tka n ka pa sit as P ela bu ha n Permintaan Pertahankan performans pelabuhan Kebijakan 2 Penambahan fasilitas dermaga Kebijakan I

Perbaiki atau tingkatkan produktivitas pelabuhan Fungsi Pelabuhan tercapai ? Produktivitas Pelabuhan Sudah Maks ? Potensi Wilayah dan Bangkitan

Transportasi (RTRW/P) + MP3EI Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Pelabuhan Objek Studi

ok

Tidak

(10)

10 Executive Summary

C. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Proporsi dalam analisis masih dominan menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung pendekatan kuantitatif. Terutama pada analisis prediksi pertumbuhan permintaan transportasi, pendekatan normatif tentang kebutuhan fasilitas darat dan perairan pelabuhan. Berfokus pada pelabuhan utama di masing-masing wilayah Provinsi yaitu Sulawesi Utara (Pelabuhan Bitung dan Tahuna), Sulawesi Tengah (Pelabuhan Pantoloan), Gorontalo (Pelabuhan Gorontalo dan Anggrek), Sulawesi Tenggara (Pelabuhan Bungkutoko dan Bau-Bau), Sulawesi Barat (Pelabuhan Mamuju di Belang-belang), dan Sulawesi Selatan (Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Garongkong). Secara umum lokasi kegiatan diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 2.9 Lokasi Umum Studi

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian

Bitung dan Tahuna

Gorontalo An ggrek B e lang -b e lang P ant ol oan Bau-bau Makassar Bungkutoko Garongkong

(11)

11 Executive Summary

Analisa Data

Konsep awal pendekatan yang digunakan adalah mengungkap fakta observasi lapangan, mengidentifikasi data primer dan sekunder dari dokumen yang ada dari instansi BPS, Sistem Informasi Manajemen Pelabuhan (Simopel). Dinas Perhubungan provinsi dan kabupaten, Dinas PU, RTRW provinsi, Kabupaten dan nasional yang relevan. Gambar 3.2 memperlihatkan faktor terkait dengan analisis. Secara prinsip, dimulai dengan deskripsi permintaan angkutan laut dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, memprediksi kecenderungan volume permintaan sampai tahun 2025, seperti rencana MP3EI koridor Sulawesi, RPJM, dan RPJP.

Prediksi Trafik dan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan 1. Arus Barang

Prediksi arus barang terdiri dari prediksi arus barang keluar yang merupakan potensi hinterland dan barang masuk yaitu barang konsumsi masyarakat hinterland. Prediksi barang keluar didasarkan pada pertumbuhan arus komoditi dominan sesuai arahan MP3EI Koridor Ekonomi Sulawesi untuk masing-masing propinsi yang berkisar antara 8% hingga 11%. Sedangkan prediksi arus barang masuk yang ditentukan olah jumlah penduduk dan PDRB digunakan analisis regresi.

Dari analisis regresi beberapa pelabuhan diperoleh bahwa barang masuk dipengaruhi olah jumlah penduduk dan PDRB dengan pola sebagai berikut: Arus barang masuk Pelabuhan Makassar = 1.22 + 0.163 (PDRB) + 0.376

(Penduduk)

Arus barang masuk Pelabuhan Bitung = -391856.775 + 0.042 (PDRB) + 0.457 (Penduduk)

Arus barang masuk Pelabuhan Pelabuhan Gorontalo= -14839.698 + 0.75 (PDRB) + 0.061 (Penduduk) Arus barang masuk Pelabuhan Pantoloan = -10017.291 + 0.039 (PDRB) +

0.022 (Penduduk)

Arus barang masuk Pelabuhan Kendari/Pantoloan = 33448.224 + 0.058 (PDRB) + 0.085 (Penduduk) Untuk pelabuhan-pelabuhan lainnya hanya menggunakan asumsi pertumbuhan PDRB.

2. Arus Petikemas

Prediksi arus petikemas didasarkan pada persentase arus barang yang dikemas dengan petikemas . Pada tahun 2030, presentase kemasan petikemas diprediksikan mencapai 70% hingga 80% dari total arus barang

3. Arus Kapal

Prediksi arus kapal merupakan turunan dari prediksi arus barang dengan muatan rata-rata tiap kapal di tahun 2011 yang mengalami peningkatan sesuai pola pertumbuhan yang ada. Demikian pula GT kapal.

(12)

12 Executive Summary

4. Kebutuhan Dermaga Non Petikemas

Prediksi kebutuhan dermaga non petikemas dengan pendekatan kapasitas dermaga sebagai berikut:

KapD = N x Ng x P x Nh x Nd x B x F

KapD = kapasitas dermaga dalam ton/tahun,

N = jumlah unit dermaga

Ng = rata-rata jumlah gang per kapal

P = produktivitas bongkar muat dalam ton/gang/jam Nh = rata-rata jumlah jam kerja per hari

Nd = jumlah hari kerja per tahun

B = tingkat pemanfaatan dermaga maksimum yang dapat ditolerir F = perbandingan antara waktu bongkar/muat dan waktu pelayanan. 5. Kebutuhan Luas Gudang

Prediksi kebutuhan gudang dengan pendekatan sebagai berikut L = (f1 x f2 x Tts x d) / (mts x D x 365)

L = Luas gudang

f1 = Proporsi gross/nett dari luas gudang karena penggunaan areal

untuk alat angkut ke gudang f2 = Bulking factor

Tts = Factor hambatan pada saat barang masuk gudang

d = Waktu barang mengendap di gudang (dwell time) D = Daya dukung lantai

D. LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Sosio-Ekonomi Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi merupakan wilayah strategis bagi pola pergerakan dan perdagangan antar pulau di wilayah Indonesia dan antar negara meliputi wilayah Asean seperti Brunai, negara bagian Malaysia (Serawak), dan Philipina. Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah 193.847,09 km2 yang terbagi 6 wilayah Provinsi.

Kondisi topografi Sulawesi umumnya pegunungan (60,1%) dan berbukit (18,5%), memanjang mulai dari Sulawesi Utara ke arah selatan, timur dan tenggara.

Jumlah penduduk di Pulau Sulawesi tahun 2010 sebanyak 17.371.782 jiwa. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling besar jumlah penduduknya mencapai 8.034.776 jiwa sedangkan yang terendah adalah Provinsi Gorontalo dengan jumlah penduduk mencapai 1.040.164 jiwa. Begitu pula

(13)

13 Executive Summary

dengan kepadatan penduduk per km2, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan

provinsi yang paling padat sekitar 175 jiwa/km. Sedangkan Provinsi Sulawesi Tengah dengan kepadatan rendah yang hanya mencapai 39 jiwa/km. Dengan pertumbuhan rata-rata penduduk Pulau Sulawesi mencapai 1,96% per tahun. Indikator ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi memperlihatkan keadaan yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. PDRB Pulau Sulawesi atas harga berlaku pada tahun 2010 sekitar Rp. 39.185.895,97 milyar rupiah. Pulau Sulawesi berdasarkan harga berlaku menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai 11.783.027,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai 2.565.594,07 milyar rupiah. Sedangkan untuk Nilai PDRB harga Konstan 2000 menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai 5.238.365,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai 1.076.857,72 milyar rupiah.

Gambar 7. Tingkat Kemampuan Berkembang Setiap Wilayah Provinsi di KTI menurut PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2. Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi

Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, serta Pertambangan Nikel Nasional.

Rerata Nasional 4.69% (39,15) Pabar (24) (40,85) Papua (32) (16,17) Malut (25) (31,49) Maluku (27) (21,28) Sultra (23) (19,57) Sulbar (31) (14,47) Sulsel (19) (22,13) Sulteng (21) (34,89) Gorontalo (29) (11,06) Sulut (8) (11,06) Kaltim (3) (7,66) Kalsel (20) (9,36) Kalteng (26) (12,77) Kalbar (28) (27,23) NTT (33) (24,68) NTB (30) -4 -2 0 2 4 6 8 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 PDRB/Kapita (Milliar) P e rt um buha n (% ) Re ra ta N as io n al (7 ,3 4 2) (Maju) I. Cepat Maju dan

Berkembang IV. Berkembang

Cepat Tumbuh

II. Maju Tapi Tertekan (P e rt u m b u h an E ko n o m i) III. Relatif Tertinggal Catatan :

(-) = Angka di Belakang Provinsi, % Kemiskinan

(±) = Angka di Depan Provinsi, Indeks Disparitas Tingkat Hidup Provinsi (IDTHAP)

(14)

14 Executive Summary

Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pertanian pangan, kakao, perikanan dan nikel. Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini.

Gambar 8. Pola Pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi 3. Rencana Pengembangan Kepelabuhanan

Pengembangan kepelabuhanan nasional yang tertuang dalam rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) memuat tentang pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang mengatur kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian dan pengembangan pelabuhan.

Penetapan lokasi pelabuhan yang merupakan global hub di kawasan barat dan kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menjadi pintu gerbang laut bagi setiap kawasan yang berada dalam jangkuan masing-masing pelabuhan, sehingga diyakini menjadi penopang pengembangan perekonomian Indonesia yang tidak lagi menjadikan Pulau Jawa sebagai pusat pengembangan ekonomi utama.

(15)

15 Executive Summary

Meningkatkan perekonomian yang kuat tidak lepas dari upaya percepatan konektivitas dan pendistibusian logistik yang cepat, efektif dan efisien dan tentunya akan membutuhkan dukungan dan peran pelabuhan sebagai lokasi bongkar muat logistik

Gambar 9. Lokasi Pelabuhan Global Hub 4. Potensi Ekonomi dan Hinterland Pulau Sulawesi

a. Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai lumbung beras dan penghasil terbesar tanaman pangan di kawasan timur Indonesia, dan memposisikan Sulsel sebagai produsen pangan yang cukup potensial. Produksi padi Sulsel adalah sebesar 3.365.509 ton tahun 2006, tahun 2007 sebanyak 3.589.740 ton dan tahun 2008 sebanyak 3.697.990 ton, mengalami pertumbuhan rata-rata 4,84% per tahun. Produktifitas pertanian jenis tanaman padi di Provinsi Sulsel memperlihatkan bahwa kebutuhan beras dapat mencukupi kebutuhan penduduk Provinsi Sulsel dengan kebutuhan konsumsi sebasar 954.843,40 ton beras. Kondisi ini memperlihatkan bahwa wilayah Provinsi Sulsel mengalami surplus sebesar 2.743.146,60 ton beras.

Potensi perikanan adalah udang, ikan tuna, cakalang, dan bawal, serta beberapa jenis perikanan lainnya, baik berupa perikanan tangkap maupun budidaya. Sedagnkan sektor peternakan di Sulsel termasuk provinsi surplus daging yang mencapai 7.969 ton (Balitbang Perhubungan 2010). Pusat produksi ternak di Sulsel meliputi Kabupaten Bone yang mencapai 15,21%, Kabupaten Bulukumba 9,65%, Kabupaten Gowa, Maros, Barru sebesar 38,49%. Ternak unggas seperti ayam, itik dan telur ayam.

Potensi kehutanan di daerah Sulsel terutama dimiliki oleh Kabupaten Luwu, Luwu Timur, luwu Utara, dan Palopo, dengan komoditas andalannya antara

(16)

16 Executive Summary

lain kayu hitam, rotan dan damar. Sedangkan kegiatan perindutrian yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, baik sebagai pemasok maupun sebagai sentra distrbusi ke beberapa wilayah di KTI adalah industry semen (PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa), gula pasir, tepun terigu, minyak goreng, garam beryodium, Pulp kertas, dan pupuk.

b. Provinsi Sulawesi Tenggara

Produksi beras pada tahun 2006 mencapai 349.429 ton, tahun 2007 sebanyak 423.316 ton dan tahun 2008 sebanyak 420.411 ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10,23% per tahun. Jika dilihat kebutuhan konsumsi pada tahun 2008 yang mencapai 229.756,39 ton, maka produksi beras di wilayah ini adalah surflus sebanyak 190.654,61 ton. Produksi tanaman perkebunan tahun 2005 yang tertinggi adalah tanaman coklat 126.812 ton yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota. Kemudian diikuti tanaman jambu mete dengan produksi 35.367 ton yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota.

Komoditas andalan : ikan cakalang, ikan tuna, ikan teri, ikan layang, dan ikan kerapu yang banyak terdapat di Londano, Bungkinalo, Lakare, Runa, dan Lasolo. Daerah penghasil ikan terbesar adalah Kabupaten Kolaka dan Kendari. Produksi kayu (hutan) di Sultra antara lain kayu jati logs (bulat) 5.707,07 m3 dan 3.074,99 m3 (menurun); kayu jati gergajian 4.816,78 m3 dan 1.908,15 m3 (menurun); kayu rimba bulat 142.237 m3 dan 81.313,24 m3 (menurun), kayu rimba gergajian 5.502,12 m3 dan 15.115,31 m3, serta hasil rotan 9.724,82 ton dan 10.189,19 ton. Selain hasil rotan (non kayu), sebagian besar produksi hutan di Sultra menurun.

Di sektor pertambangan dan galian, Sultra memiliki potensi yang cukup besar, khususnya nikel di daerah Pomala dan Kolaka, aspal di Buton, serta bahan lainnya, seperti chromit, pasir, batu koral, marmer, batu gamping, yang tersebar dalam jumlah yang cukup besar yang dikelola oleh PT. Antam Tambang (Pertambangan Nikel) terletak di Pomala Kabupaten Kolaka, PT. Sarana Karya (Pertambangan Aspal) terletak di Banabungi Kabupaten Buton dan PT. Bakrie Prima yang mengelola Pertambangan Marmer di Kecamatan Moramo Kabupaten Kendari. Sedangkan hasil tambang berupa minyak dan gas bumi disuplai dari Kalimantan Timur, Papua dan wilayah KBI

c. Provinsi Sulawesi Barat

Komoditas unggulan : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar, durian, manggis, mangga, langsat, dan rambutan. Produksi padi pada tahun 2006 sebanyak 301.616 ton, tahun 2007 sebanyak 312.676 ton, dan tahun 2008 sebanyak 321.002 ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,16% per tahun. Komoditas perkebunan yang banyak dihasilkan adalah kakao, kopi, kelapa, cengkeh, kemiri, dan jambu mete. Luas areal

(17)

17 Executive Summary

tanaman perkebunan rakyat secara keseluruhan sebesar 81.276,12 Ha. Sebesar 65.444,03 Ha.

Komoditas hutan seperti rotan, pinus, damar, dan kayu. Luas kawasan hutan di daerah ini seluas 72.814 Ha yang terdiri dari 55. 375 Ha hutan lindung, 16.539 Ha hutan produksi, dan 900 Ha merupakan cagar alam. Adapun wilayah penghasil hasil-hasil hutan ada wilayah ini adalah Mamasa, Mamuju dan Polman. Sedangkan Potensi industri berbasiskan pada industri kecil yang menyebar di seluruh kabupaten seperti industri gerabah, meubel rotan, kerajinan kayu, meubel kayu, kapal rakyat, batu bara, ikan kering, minyak kelapa, tahu / tempe.

d. Provinsi Sulawesi Tengah

Jumlah produksi pada tahun 2006 sebanyak 739.777 ton, tahun 2007 sebanyak 839.944 ton dan tahun 2008 sebanyak 849.907 ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,36% per tahun. Jika dilihat kebutuhan konsumsi beras tahun 2008 yang dapat mencapai sebesar 283.774,70 ton, maka wilayah ini mengalami surflus sebesar 566.132,30 ton. Untuk jenis komoditi jagung yang banyak dikembangkan oleh masyarakat, terutama pada wilayah Kabupaten Morowali, Parimo, Buol dan beberapa wilayah lainnya, sehingga produk tanaman jagung mengalami surplus.

Untuk Sektor peternakan, Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah defisit 970 ton/th, yang mana populasi ternak terbesar untuk sapi di Kabupaten Banggai yang mencapai 39.205 ekor atau 20,90%, menyusul Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, dan Morowali, sedangkan untuk ternak kerbau dijumpai terbanyak di Kabupaten Poso yang mencapai 2.931 ekor atau 65,70%. Hasil produksi hutan di Sulteng meliputi kayu rimba, kayu hitam, dan kayu bakau. Sementara itu, produksi hasil hutan di Sulteng menurut jenisnya adalah kayu bulat 250.443 m3; kayu gergajian 34.306 m3; kayu hitam gergajian 109 m3; rotan 20.959 ton; dan damar 582 ton.

Sektor pertambangan, daerah Sulawesi Tengah memiliki berbagai bahan mineral seperti emas, nikel, bijih besi, mangan, mika skis, limestone, granit, marmer, kaolin, gypsum, dan batubara. Seluruh potensi tambang mineral tersebut tersebar di berbagai wilayah kabupaten. Sementara itu, cadangan (deposit) minyak bumi dan gas terdapat di Kabupaten Donggala dan Poso. e. Provinsi Gorontalo

Dari seluruh luas lahan di Provinsi Gorontalo 1,02 juta Ha atau 83,74 % merupakan lahan pertanian, sementara potensi areal perkebunan 180.019,81 Ha, yang tersebar di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango sebesar 115.061,51 Ha serta Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato sebesar 64.958,30 Ha. Komoditas pertanian yang digalakkan di daerah Gorontalo adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Hasil produksi beras pada tahun 2006 mencapai 192.583 ton,

(18)

18 Executive Summary

tahun 2007 mencapai 195.901 ton, dan tahun 2008 mencapai 201.443 ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,28% per tahun.

Sumber Daya Perikanan adalah : Budidaya Laut (Rumput Laut, Ikan dan Mutiara) 275.280 ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan baru sebesar 2,09 %, Budidaya Air Payau (Udang Windu, Bandeng, Kepiting) 59.770 ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 95,87 %, Budidaya Air Tawar 4.218 ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 59,59 %.

Potensi Non Logam, Logam Emas dan Tembaga adalah : ANDESIT, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bongalo, sumber daya : 2.506.000.000 ton. GRANIT, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, sumber daya : 5.065.278.340 ton. BATU GAMPING, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bongalo, sumber daya : 35.099.583.500 ton. SIRTU, lokasi : Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : 473.915.000 ton. LEMPUNG, lokasi : Kabupaten Gorontalo, sumber daya : 750.000.000 ton. TOSEKI, lokasi : Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, sumber daya : 31.900.000 ton. DASIT, lokasi : Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : 2.026.125.000 ton. FELSPAR, lokasi : Kabupaten Gorontalo, sumber daya : 2.500.000 ton. BASAL, lokasi : Kabupaten Bone Bolango, sumber daya : 2.375.000.000 ton. EMAS, lokasi : Motomboto / Tombulilato, Tapadaa, G. Pani / Marisa, sumber daya : 500.000 kg. TEMBAGA, lokasi : Motomboto / Tombulilato, Tapadaa, sumber daya : 3.300.000 kg.

f. Provinsi Sulawesi Utara

Hasil produksi pertanian pangan, yakni padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sayur - sayuran dan buah - buahan. Produksi padi yang telah dikonversi menjadi beras pada tahun 2006 mencapai 454.902 ton, tahun 2007 mencapai 494.95 ton, dan tahun 2008 mencapai 506.107 ton atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,53% per tahun. Komoditi perkebunan yang dihasilkan berupa kelapa, kopi, cengkeh, pala. Produksi Hasil perkebunan tersebut diperdagangkan ke wilayah Pulau Jawa.

Hasil perikanan laut : mencapai 181.376,7 ton, terdiri dari ikan laut 175.018 ton, binatang berkulit keras 220 ton, binatang berkulit lunak 731,2 ton, rumput laut 5.367,1 ton, dan binatang laut lain 39,7 ton. Hasil total produksi laut mencapai Rp 944.961.376.000,00. Sumbangan terbesar berasal dari penangkapan ikan laut, yakni Rp 938.519.533.000,00 dan dari rumput laut Rp 1.116.892.000,00. Produksi perikanan darat : ikan dari perairan umum menghasilkan 175.018 ton, ikan tambak 220,7 ton, ikan kolam 731,2 ton, ikan sawah 5.367,1 ton dan ikan dari keramba 39,7 ton. Nilai produksinya dari

(19)

19 Executive Summary

perairan umum mencapai Rp 935.519.533.000,00; hasil tambak Rp 2.850.975.000,00; hasil kolam Rp 2.735.588.000,00; hasil ikan sawah Rp 1.116.892.000,00; dan hasil dari ikan keramba Rp 856.280.000,00

Produksi kayu pertukangan di Sulut adalah kayu bulat sebanyak 250.443 m3 dan kayu gergajian 5.103.123 m3. Produksi hasil hutan meliputi rotan 29.959 ton, kayu kemedang 34.778 ton, kayu gaharu 9.125 ton. Sedangkan potensi sektor pertambangan meliputi sumber daya mineral, seperti tembaga, bijih besi, nikel, emas, serta bahan galian batu kapur, kaolin, sangat potensial untuk dikembangkan secara optimal. Selain itu, di daerah Lahendong telah ditemukan panas bumi yang potensial untuk dikembangkan menjadi tenaga listrik dengan kekuatan ribuan megawatt.

5. Kondisi Jaringan Prasarana dan Pelayanan Transportasi a. Transportasi Jalan

Secara umum pelabuhan yang tergolong sebagai pelabuhan utama atau pelabuhan pengumpul dapat diakses dengan jalan negara. Pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan dapat diakses dengan jalan provinsi atau jalan kabupaten. Panjang masing-masing kelas jalan pada tiap provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.22

Tabel 1. Panjang Jalan (km) Menurut Kewenangan di Sulawesi

No. Provinsi Jalan

Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Total 1 Sulawesi Utara 1.319 941 4.935 7.195 2 Gorontalo 607 408 3.449 4.464 3 Sulawesi Tengah 2.182 1.649 14.110 17.941 4 Sulawesi Barat 572 441 6.410 7.423 5 Sulawesi Selatan 1.723 1.260 29.698 32.681 6 Sulawesi Tenggara 1.397 1.187 8.247 10.831 Jumlah (Km) 7.800 5.886 66.849 80.535

Sumber: Statistik Transportasi Indonesia,2010 b. Transportasi Penyeberangan

Transportasi penyeberangn sangat berperan di kawasan kepulauan di Sulawesi Utara (Kab Sangihe dan Kab Talaud), di Sulawesi Tengah (kab Banggai kepulauan) dan di Sulawesi Tenggara (Kab Muna, Buton, dan Kota baubau). Dari sembilan pelabuhan yang dikaji dalam penelitisn ini, Pelabuhan Bitung, Tahuna (Sulut) dan Pelabuhan Raha dan Baubau (Sultra) merupakan pelabuhan yang melayanai lintasan penyeberangan. Untuk pelabuhan tersebut, perlan lintasan pennyeberangan sangat penting. Pelayanan transportasi penyeberangan Pulau Sulawesi sebagaimana dilihat pada Tabel 2.

(20)

20 Executive Summary

Tabel 2. Lokasi Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Sulawesi No Penyeberangan Lintas Provinsi/Kab/Kota Fungsi

1 Bajoe-Kolaka Sulsel-Sultra Lintas Provinsi

2 Siwa-Lasusua Sulsel-Sultra Lintas Provinsi

3 Bira-Tondasi Sulsel-Sultra Lintas Provinsi

4

Pattumbukang-Labuan Bajo/Reo Sulsel-NTT Lintas Provinsi

5 Mamuju-Balikpapan Sulbar-Kaltim Lintas Provinsi

6 Taipa-Balikpapan Sulteng-Kaltim Lintas Provinsi

7 Pagimana-Gorontalo Sulteng-Gorontalo Lintas Provinsi

8 Bitung-Ternate Sulut-Maluku Utara Lintas Provinsi

9 Bira-Pamatata Bulukumba-Selayar (Sulsel) Lintas

Kabupaten

10 Kendari-Langara Kendari (Sultra) Dalam Kab.

11 Torobulu-Tampo Kendari-Muna (Sultra) Lintas

Kabupaten

12 Baubau-Waara Buton-Muna (Sultra) Lintas

Kabupaten

13

Wawasangka-Dongkala Muna (Sultra) Dalam Kab.

14 Luwuk-Salakan Luwuk-Banggai (Sulteng) Lintas

Kabupaten

15 Salakan-Banggai Banggai (Sulteng) Dalam Kab.

16 Bitung-Pananaru Bitung-Sangile (Sulut) Lintas

Kabupaten

17 Bitung-Melonguane Bitung-Talaud (Sulut) Lintas

Kabupaten

18 Bitung-Siau Bitung-Sangile (Sulut) Lintas

Kabupaten

19 Bitung-P.Lembeh Bitung (Sulut) Dalam Kab.

Sumber : Statistik Perhubungan setiap Provinsi

Produksi lintas penyeberangan antar provinsi baik dalam wilayah maupun luar Pulau Sulawesi belum menunjukkan hasil menggembirakan, meskipun produksinya tetap ada. Salah satu faktor berpengaruh adalah adanya beberapa alternatif untuk memilih moda transportasi antar pulau dengan pelayanan yang sama, baik melalui pelabuhan penyeberangan atau menggunakan kapal Ro-Ro melalui pelabuhan laut.

c. Transportasi Laut

Transportasi laut dibutuhkan dalam pergerakan barang dan manusia dari dan ke pulau Sulawesi. Hal ini ditunjang dengan ketersediaan jaringan prasarana transportasi laut berupa pelabuhan. Jumlah pelabuhan yang dapat disinggahi oleh kapal di Pulau Sulawesi sebanyak 220 yang terdiri atas 146 pelabuhan

(21)

21 Executive Summary

umum dan 74 pelabuhan khusus seperti pada Tabel 4.15. Hal ini menunjukkan bahwa pulau Sulawesi sangat terbuka dan dapat diakses pada beberapa titik.

Tabel 3. Jumlah Pelabuhan di Pulau Sulawesi

Provinsi Pelabuhan Total

Umum Khusus Sulawesi Utara 29 23 52 Gorontalo 13 5 18 Sulawesi Tengah 27 35 62 Sulawesi Barat 11 3 14 Sulawesi Selatan 32 3 35 Sulawesi Tenggara 34 5 39 Total 146 74 220

Hingga tahun 2010 trayek PT. PELNI melayani trayek pulau-pulau yang ada di Sulawesi sebagaimana pada Tabel 4.27. Trayek tersebut menghubungkan beberapa kota di Indonesia dengan kota di pulau Sulawesi dengan frekuensi 2 kali sebulan setiap trayek. Berdasarkan hal tersebut, setiap minggu beberapa kota di Pulau Sulawesi dikunjungi kapal PT. PELNI. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi yang ditunjukkan dengan mobilitas penduduk dan/atau barang dari dan ke Pulau Sulawesi ke beberapa kota di Indonesia cukup signifikan. Selain itu kondisi tersebut menunjukkan bahwa transportasi laut mempunyai peran cukup signifikan dalam pergerakan barang dan/atau manusia dari dan ke pulau Sulawesi.

Tabel 4. Angkutan PT. PELNI yang Melayani Pulau Sulawesi

Nama Kapal

GT

Kap. Penumpang

(org)

KM. Umsini

13.900

1.729

KM. Tidar

13.900

1.974

KM. Dobonsolo

13.900

1.974

KM. Sinabung

13.900

1.906

KM. Nggapulu

13.900

2.206

KM. Tilong Kabila

5.700

969

Sumber : PT. Pelni (2010) d. Transportasi Udara

Pulau Sulawesi memiliki 22 Bandar Udara, baik yang dikelola oleh PT. Persero Angkasa Pura I, Pemerintah Pusat maupun Perusahaan Swasta yang bergerak dalam industri pertambangan ( KM 68 Tahun 2002)

(22)

22 Executive Summary

Dari 22 bandar udara 2 di antaranya dikelola oleh PT Angkasa Pura I yaitu bandar udara Hasanuddin Makassar dan bandar udara Sam Ratulangi Manado, 17 Bandar udara di kelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, sedangkan 3 lainnya dikelola bandar udara khusus masing-masing PT. Aneka Tambang Pomala dan PT. Inco Soroako dan PT. Wakatobi Resort.

Dari segi fungsi, bandar udara Sam Ratulangi Manado dan Hasanuddin Makassar termasuk Bandar udara Pusat penyebaran, sedangkan Bandar udara Jalaluddin – Gorontalo, Mutiara – Palu, Wolter Monginsidi – Kendari, Bubung – Luwuk termasuk Bandar udara bukan pusat penyebaran. Bandar udara yang termasuk kelas IV, V, dan satuan kerja pada umumnya melayani angkutan udara perintis, sehingga fungsinya masih dikategorikan bandar udara perintis.

6. Kondisi Pelayanan dan Fasilitas Pelabuhan Studi a. Pelabuhan Makassar

Kondisi kedatangan dan keberangkatan penumpang di Pelabuhan Makassar dari tahun 2006 sampai 2011cenderung menurun. Untuk tahun 2006 kedatangan dan keberangkatan dalam dan luar negeri mencapai 1.042.956 orang, namun pada tahun 2011 menurun mendekati angka 838.785 orang. Arus traffic jenis petikemas yang melewati pelabuhan Makassar selama 13 tahun terakhir (1999-2010) dibagi dua, yaitu Pelabuhan Makassar belum mengoperasikan Terminal Petikemas Makassar tahun 1998-2006 dan masa TPM telah beroperasi tahun 2007-2010. Sebelum TPM dioperasikan arus petikemas mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 10,50 % yaitu 102.418 Teus tahun 1998 menjadi 256.071 Teus pada tahun 2006. Setelah TPM dioperasikan jumlah petikemas berkurang jumlahnya yaitu 982 Teus pada tahun 2007 menjadi 4.824 tahun 2010, dengan pertumbuhan rata-rata 53 %.

Tabel 5. Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Makassar

Tahun Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Bongkar Total

(Ton)

Total Muat (Ton)

(Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat

1999 4.463 13.486.403 177 8.738 64.487 55.612 64.664 64.350 2000 5.138 15.784.071 41 10.682 83.176 70.785 83.217 81.467 2001 5.333 18.842.851 1.035 10.167 87.861 78.353 88.896 88.520 2002 5.770 18.654.377 2.318 7.671 101.865 95.631 104.183 103.302 2003 5.389 18.917.871 1.536 8.604 114.796 107.218 116.332 115.822 2004 4.991 17.615.889 1.957 9.783 123.325 114.779 125.282 124.562 2005 4.839 17.988.255 1.425 10.618 121.173 110.983 122.598 121.601 2006 4.985 18.440.551 1.262 12.283 127.266 115.260 128.528 127.543 2007 5.396 19.187.416 906 8.626 82.594 72.714 83.500 81.340 2008 5.216 18.362.425 507 475 507 475 2009 5.320 20.024.059 1.647 1.303 1.647 1.303 2010 5.553 20.723.078 3.616 1.208 3.616 1.208 2011 5.504 22.727.693 3.721 1.676 3.721 1.676

(23)

23 Executive Summary

Tabel 6. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Makassar

Uraian uan Sat Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011 Gen.Cargo T/M3 88.538 82.935 71.099 65.044 126.637 1.216.634 Bag Cargo T/M3 1.443.437 1.341.066 1.287.304 1.216.288 1.176.024 1.430.265 Curah Cair T/M3 1.857.291 1.599.840 1.843.281 2.438.152 2.954.828 1.592.477 Curah Kering T/M3 2.178.446 2.023.925 1.496.816 1.603.265 1.615.256 2.006.372 Petikemas T/M3 3.303.012 3.929.704 12.495 30.876 52.839 65.415 Lain-lain T/M3 866.347 887.047 1.336.716 1.014.919 1.549.052 729.436 Jumlah T/M3 9.737.071 9.864.517 6.047.711 6.368.544 7.474.636 7.040.599

Sumber: Pelindo IV, 2012

Fasilitas umum pada pelabuhan Cabang Makassar yang terdiri atas pelabuhan Soekarno, Pelabuhan Hatta, Pelabuhan Paotere dan Pelabuhan TPM meliputi sisi perairan dan sisi daratannya

Fasilitas tambat pada Pelabuhan Makassar untuk pangkalan Soekarno, Hatta dan Paotere memiliki ukuran luas sebesar 7.677,1 m/35.617,1 m2 dan pada

pangkalan TPM dengan memanfaatkan pangkalan Hatta seluas 850 m/50 m2.

Pangkalan yang memiliki luas fasilitas tambat yang terluas pada Pelabuhan Makassar adalah Pangkalan Hatta, yakni 1.158 x 15 m/ 15.998 m2 yang

dibangun pada tahun 1994-1997, kemudian Pangkalan Soekarno, yakni 1.310 x 11 m / 14.410 m2.

Fasilitas gudang pada pelabuhan Makassar sebanyak 7 unit yang kesemuanya berlokasi pada Pangkalan Soekarno. Fasilitas gudang TPM dimanfaatkan gudang pada salah satu gudang di Pangkalan Soekarno berupa gudang CFS. Luas total gudang pada Pelabuhan makassar adalah 19.800 m2 ditambah

dengan gudang CFS sebesar 4.000 m2, jadi total luas gudang adalah 23.800

m2.

Lapangan penumpukan pada pelabuhan Makassar sebanyak 21 area pada 3 (tiga) lokasi pangkalan. Pada pangkalan Soekarno, luas lapangan penumpukannya adalah 56.086,78 m2, Pangkalan Paotere dengan luas

7.962,13 m2, dan untuk Pangkalan Hatta yang sekaligus dimanfaatkan sebagai

lapangan penumpukan TPM dengan luas lapangan 114.446 m2

b. Pelabuhan Pantoloan

Kondisi pelayanan pelabuhan untuk pengangkutan penumpang baik dalam dan luar negeri dari tahun 2006 sampai 2011 cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2007 terjadi penurunan penumpang dari tahun 2006 dan kemudian sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan menurun pada tahun 2009 dan 2010 dan akhirnya meningkat pada tahun 2011.

(24)

24 Executive Summary

Tabel 7. Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Pantoloan

Tahun Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Bongkar Total

(Teus)

Total Muat (Teus)

(Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat

2006 2.348 5.380.296 0 0 18.772 18.986 18.772 18.986 2007 1.950 4.107.867 0 0 22.276 21.878 22.276 21.878 2008 2.152 4.261.020 0 0 25.902 26.203 25.902 26.203 2009 2.015 4.211.570 0 0 29.415 28.886 29.415 28.886 2010 1.823 4.126.977 0 0 34.748 34.646 34.748 34.646 2011 1.911 10.090.291 0 0 37.780 37.857 37.780 37.857

Sumber: Pelindo IV, 2012

Tabel 8. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Pantoloan

Uraian Satuan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011 General Cargo T/M3 111.074 71.862 61.743 43.782 46.979 32.917 Bag Cargo T/M3 243.132 218.443 228.574 185.651 223.929 203.261 Curah Cair T/M3 329.008 274.488 310.389 324.866 375.001 263.975 Curah Kering T/M3 1.137.652 1.425.413 1.232.944 1.179.462 471.174 103.557 Petikemas T/M3 500.453 592.014 679.496 738.720 866.649 944.526 Lain-lain T/M3 0 0 0 0 0 0 JUMLAH T/M3 2.321.319 2.582.220 2.513.146 2.472.481 1.983.732 1.548.236

Sumber: Pelindo IV, 2012

Fasilitas tambat pada Pelabuhan Pantoloan terbagi atas 2 lokasi berdasarkan lokasi kawasan dermaga dengan luas total sebesar 277 m2. Luas dermaga I

sebesar 13 x 150 m dan dermaga II dengan ukuran 45 x 18 x 55 x 13 + 30 x 22 m. Pada tahun 2009 terjadi penambahan dermaga sebesar 30 x 22 m. Fasilitas pergudangan yang tersedia ada Pelabuhan Pantoloan sebanyak 5 unit bangunan dengan luas bangunan secara keseluruhan adalah 3.700 m2.

Fasilitas pergudangan tersebut terdapat pada 2 (dua) kawasan pelabuhan, yaitu pada kawasan Pelabuhan Pantoloan dengan luas 2.000 m2 dan kawasan

Pelabuhan Donggala dengan luas 1.700 m2. Lapangan penumpukan pada

Pelabuhan Pantoloan memiliki luas keseluruhan 17.900 m2 yang terdiri atas lapangan penumpukan kawasan Pelabuhan Pantoloan sebesar 16.400 m2 dan

kawasan Pelabuhan Donggala sebesar 1.500 m2.

c. Pelabuhan Bitung

Kegiatan kedatangan dan keberangkatan apenumpang di Pelabuhan Bitung dari tahun ketahun cenderung berfluktuasi. Dari tahun 2006 sampai 2011 jumlah keberangkatan dan kedatangan yang terbesar adalah tahun 2010 dengan jumlah 624.565 orang sedangkan yang paling sedikit tingkat kedatangan dan keberangkatannya terjadi pada tahun 2011 sebesar 168.564 orang.

(25)

25 Executive Summary

Arus Traffic petikemas yang melewati pelabuhan Bitung periode 1999-2010 mengalami peningkatan. Dari 48.674 Teus yang dibongkar muat tahun 1999 menjadi 166.298 Teus tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10,23 %. Untuk kegiatan bongkar dari 24,667 Teus tahun 1999 menjadi 84,479 Teus tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata, 10,28 %, sedang kegiatan muat dari 24,007 Teus tahun 1999 menjadi 81,819 Teus pada tahun 2010, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10,17 %.

Tabel 9. Arus Kapal dan Traffic Petikemas Pelabuhan Bitung

Tahun

Arus Kapal Perd. LD Perd. DN Total

Bongkar (Teus)

Total Muat (Teus)

(Call) (GT) Impor ekspor Bongkar Muat

1999 3.905 5.733.271 16 1.564 24.651 22.443 24.667 24.007 2000 4.849 6.451.212 46 1.589 33.380 31.722 33.426 33.311 2001 4.967 6.121.238 36 993 39.251 40.106 39.287 41.099 2002 5.217 7.986.587 611 1.917 40.863 40.470 41.474 42.387 2003 4.340 6.807.596 226 686 46.533 45.453 46.139 46.139 2004 4.315 6.517.855 151 338 51.412 50.747 51.653 51.085 2005 5.992 7.382.166 1 115 50.858 52.291 50.859 52.406 2006 5.478 7.075.624 - - 50.279 50.654 50.279 50.654 2007 6.436 7.522.645 - - 59.390 57.727 59.390 57.727 2008 6.300 7.400.714 - - 67.615 67.141 67.615 67.141 2009 5.395 7.321.383 1 - 74.860 73.893 74.861 73.893 2010 4.698 10.612.226 53 - 84.426 81.819 84.479 81.819 2011 3.179 10.846.347 1 - 40.999 41.537 41.000 41.537

Sumber: Pelindo IV, 2012

Tabel 10. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Bitung

Uraian uan Sat TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010 2011 General Cargo T/M3 164.695 185.079 190.618 137.475 204.833 444.506 Bag Cargo T/M3 371.462 388.202 338.095 311.956 314.546 328.109 Curah Cair T/M3 1.607.211 1.870.094 1.617.127 1.997.258 2.042.673 2.203.804 Curah Kering T/M3 362.139 414.275 415.290 514.481 524.609 415.701 Petikemas T/M3 1.044.717 1.219.376 1.374.621 1.513.541 1.676.663 898.102 Lain-lain T/M3 32.556 36.659 35.587 43.587 0 0 JUMLAH T/M3 3.582.780 4.113.685 3.971.338 4.518.298 4.763.324 4.290.222

Sumber : PT. (Persero) Pelindo IV, 2012

Fasilitas tambat pada Pelabuhan Bitung berdasarkan jumlah dermaga yang ada, maka terdapat 11 lokasi tambat. Penggunaan atau kegiatan pertambatan kapal dilakukan berdasarkan pelayaran kapal yang meliputi pelayaran samudea, nusantara dan pelra. Ukuran tambat kapal secara total pada Pelabuhan Bitung adalah 1.622 m2. Fasilitas gudang Pelabuhan Bitung sebanyak 15 unit dengan luas total bangunan adalah 20.749,45 m2 terdiri atas luas gudang di Manado seluas 6.154,45 m2 dan Pelabuhan Bitung seluas 14.595 m2. Jumlah area lapangan penumpukan pada pelabuhan Bitung

(26)

26 Executive Summary

sebanyak 9 area pada 2 (tiga) lokasi pangkalan. Pada pangkalan Bitung, luas lapangan penumpukannya adalah 65.329,55 m2 dan pangkalan TPB seluas 33.000 m2.

d. Pelabuhan Gorontalo

Kondisi aktifitas penumpang di Pelabuhan Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah penumpang yang naik (berangkat) tercatat 56.800 orang dan yang turun (datang) 52.215 orang. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2002 dimana jumlah penumpang yang naik (berangkat) tercatat 46.992 orang dan yang turun (datang) 43.367 orang. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2003 dan 2004 sedangkan pada tahun 2005 kembali mengalami peningkatan.

Selain aktifitas penumpang, kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Gorontalo juga mengalami fluktuasi khususnya pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun sebelumnya. Untuk rata-rata pertumbuhan 10 tahun terakhir untuk aktifitas bongkar mencapai angka 11,96% dan untuk aktifitas muat mencapai angka 10,29%.

Gambar 10. Fluktuasi jumlah kegiatan bongkat muat Barang di Pelabuhan Gorontalo 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Bongkar 181.165 162.999 224.995 383.290 356.675 327.638 715.758 184.051 473.371 474.144 560.889 Muat 52.818 68.498 171.722 183.343 190.077 189.298 435.558 154.390 128.199 173.889 140.636 0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 Bongkar Muat

(27)

27 Executive Summary

Tabel 11. Fasilitas di Pelabuhan Gorontalo

No. Fasilitas 2009 2010 2011

1 Dermaga I 60 m x 11 m 60 m x 11 m 60 m x 11 m

2 Dermaga II 120 m X 10 m 120 m X 10 m 120 m X 10 m

3 Dermaga III - 39 m x 15 m 39 m x 15 m

4 Trestle Dermaga III 21 m x 15 m 21 m x 15 m 21 m x 15 m

5 Kantor 250 m2 250 m2 250 m2 6 Lapangan Penumpukan 1.000 m2 1.000 m2 1.000 m2 7 Terminal Penumpang 800 m2 800 m2 800 m2 8 Gudang I 560 m2 560 m2 560 m2 9 Gudang II 1.000 m2 1.000 m2 1.000 m2 e. Pelabuhan Belang-Belang

Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Belang-Belang berdasarkan data – data selama 6 tahun terakhir sejak 2005 hingga tahun 2010. Kegiatan bongkar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2005 terjadi aktivitas bongkar sebanyak 7.815 ton, tahun 2007 menjadi 29.425 ton, bahkan tahun 2009 naik menjadi 47.124 ton.

Untuk kegiatan Muat yang terjadi peningkatan dari tahun 2005 yakni 45.574 ton kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi 353.584 ton, namun mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 343.974 ton kemudian naik lagi pada tahun 2010 menjadi 365.729 ton

Tabel 12. Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Belang – Belang (Ton)

Tahun

Bongkar

Muat

Jumlah

2005

2006

2007

2008

2009

2010

7.815

12.716

29.425

36.338

47.124

67.535

45.574

53.813

254.169

353.584

343.974

365.729

53.389

66.529

283.594

389.922

391.098

433.264

Sumber ; Laporan KPP Belang-Belang 2010

Pelabuhan Belang-Belang memiliki fasilitas berupa Dermaga I terbuat dari beton bertulang dengan ukuran (15 x 62)m², panjang trestle adalah 19 meter dan lebar 6,4 meter sedangkan causeway dengan panjang 22 meter dan lebar 6,4 meter. Dibangun tahun 1989 . Dermaga II terbuat dari beton bertulang dengan ukuran (101 x 15,7) m², dibangun tahun 2009 Lapangan Penumpukan 138.000 m², gudang 3 buah dan Ship Call 631 unit.

(28)

28 Executive Summary

f. Pelabuhan Tahuna

Kegiatan bongkat muat barang di Pelabuhan Tahuna didominasi oleh barang-barang sumber daya alam yang akan dikirim keluar Tahuna, seperti hasil perikanan, pertanian dan hasil bumi lainnya. Kegaitan bongkat mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar jumlah bawang yang masuk ke Tahuna. Sedangkan barang yang dimuat cenderung berfluktuatif.

Tabel 13. Kegiatan Operasional di Pelabuhan Tahuna

Tahun Kegiatan Operasional Kunjungan Kapal (call) Bongkar (Ton/M3) Muat (Ton/M3) Penumpang Naik Penumpang Turun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1.438 1.198 1.238 986 1.114 1.123 1.048 1.048 50.358 51.669 51.087 55.262 49.627 87.874 85,473 82,256 21.740 16.842 23.144 19.908 25.855 26.915 20,839 8.336 77.128 69.594 81.267 79.452 68.178 92.275 107.003 110.772 81.267 67.491 69.622 53.574 79.983 101.256 138,074 119.565 Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tahuna didukung oleh fasilitas pelabuhan antara lain dermaga, gudang dan lapangan penumpukan. Seperti yang diperlihatkan pada table dibawah ini.

Tabel 14. Fasilitas Pelabuhan Tahuna

Nama Fasilitas Volume Barang Pembuatan Tahun Baik Kondisi Rsk Rss

Dermaga – 1 Dermaga – 2 Dermaga – 3 Dermaga – 4 Dermaga – 5 Dermaga Rakyat 64 x 8 m² 46 x 8 m² 15 x 8 m² 40 x 8 m² 35 x 8 m² 90 x 6 m² 1979 1991 1998 2003 2004 2008 64 x 8 M² 46 x 8 M² 15 x 8 M² 40 x 8 M² 35 x 8 M² 90 x 6 M² - - - - - - - - - - - - Trestle – 1 Trestle – 2 Trestle - 3 10 x 6 m² 35 x 6 m² 37 x 6 m² 1979 1991 2004 10 x 6 M² 35 x 6 M² 37 x 6 M² - - - - - - Lapangan Penumpukan-1 Lapangan Penumpukan-2 Lapangan Penumpukan-3 1.000 m² 2.250 m² 3.250 m² 1991 2005 2006 1.000 M² 2.250 M² 3.250 M² - - - - - -

(29)

29 Executive Summary

g. Pelabuhan Bau-Bau

Arus kunjungan penumpang di Pelabuhan Bau-Bau tahun 2010 untuk pelayaran rakyat yang naik sebesar 12.490 orang dan yang turun sebesar 12.490 orang. Untuk pelayaran perintis jumlah penumpang yang naik sebesar 510 orang dan yang turun 388 orang. Sedangkan pelayaran dalam negeri jumlah penumpang yang naik mencapai 387.969 orang dan yang turun mencapai 333.893 orang.

Arus barang di Pelabuhan Bau-Bau, pelayaran rakyat jumlah barang yang di bongkar sebesar 37.400 ton dan barang yang dimuat sebesar 21.353 ton. Pelayaran luar negeri, jumlah barang yang di bongkar sebesar 75.596 ton. Sedangkan untuk pelayaran dalam negeri, jumlah barang yang di bongkar mencapai 643.949 ton dan yang di muat mencapai 309.801 ton.

Tabel 15. Arus Barang dan Penumpang di Pelabuhan Bau-Bau Tahun 2010

Jenis Pelayaran

Arus Barang (Ton) Arus Penumpang Bongkar Muat Jumlah Naik Turun Jumlah

Pelayaran Rakyat 37.400 21.353 58.753 12.475 12.490 24.965 Pelayaran Perintis 0 510 388 898 Pelayaran Luar Negeri 75.596 75.596 0 Pelayaran Dalam Negeri 643.949 309.801 953.750 387.969 333.893 721.862 Jumlah 756.945 331.154 1.088.099 400.954 346.771 747.725

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau, 2012

Sedangkan fasilitas dipelabuhan Bau-Bau antara lain Dermaga Umum : 180 meter, Konstruksi Beton dengan Border Laut 2 buah. Gudang/lapangan penumpukan : 2.400 m2, Terminal Penumpang : 1 buah dengan Luas : 780 m2, Dermaga Khusus terdiri atas Khusus Penyeberangan dengan Panjang 47 meter dengan konstruksi beton, Khusus Pertamina Panjang 110 meter, Konstruksi Beton, Border Laut 2 buah, Khusus Perikanan dengan Panjang 40 meter, Konstruksi Tiang beton lantai kayu, Tambang Aspal Panjang 60 meter, Konstruksi Beton Border laut 3 buah.

h. PelabuhanAnggrek

Arus bongkat muat barang di Pelabuhan Anggrek Cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 24,84% untuk kegiatan bongkar barang dan 6,06% untuk kegiatan muat barang.

Dari angka pertumbuhan tersebut, pada tahun 2007 terjadi aktvitas bongkar muat yang paling tinggi sebesar 162.068 untuk kegiatan bongkar dan 134.562 untuk kegiatan muat. Sedangkan yang terendah kegiatan bongkar pada tahun

(30)

30 Executive Summary

2004 dengan jumlah traffic yang dibongkar sebesar 20.421 ton dan yang dimuat sebesar 9.609 ton pada tahun 2005.

Gambar 11. Grafik Kegiatan Aktivitas Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Anggrek

Tabel 16. Fasilitas di Pelabuhan Anggrek

No Fasilitas 2011 1 Dermaga 153 m X 12 m 2 Terminal Penumpang 600 m2 3 Kantor 480 m2 4 Lapangan Penumpukan 3.900 m2 5 Gudang 30 m2 6 Tempat Parkir 1.546 m2

Sumber: Dinas Perhubungan Prov. Gorontalo, 2012

i. Pelabuhan Garongkong

Eksisting pelabuhan garongkong merupakan pelabuhan ferry, namun kedepannya akan direncanakan sebagai salah satu Pelabuhan Kontainer di Sulawesi Selatan. Keberadaan pelabuhan ini diharapkan dapat mendukung Pelabuhan Makassar sebagai outlet di hinterland Sulawesi Selatan.

Pada kawasan Pelabuhan Garongkong sedang dikembangkan (dalam proses pembangunan) sebuah pelabuhan penyeberangan Ferry. Pelabuhan penyeberangan ini direncanakan akan melayani kapal ferry yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Batulicin, Provinsi Kalimantan Selatan. Direncanakan, pelabuhan penyeberangan ferry akan melayani Kapal Ferry dengan bobot 3000 GRT. Sistem dermaga yang

0 50.000 100.000 150.000 200.000 Bongkar Muat 0 0 0 0 22.605 22.579 20.421 19.926 23.878 9.609 42.863 21.101 162.068 134.562 20.756 6.268 44.249 30.013 100.778 74.181 133.337 36.122 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003

(31)

31 Executive Summary

digunakan adalah sistem Dolphin. Untuk sarana bongkar muat akan digunakan sistem pelencengan.

Tabel 17. Fasilitas Pelabuhan Ferry dan Kebutuhan Ruang

Jenis Fasilitas Kebutuhan

Fasilitas Utama

Panjang Dermaga 120 m2

Gedung Terminal 3260 m2

Kantor Pelabuhan 136 m2

Parkir Kendaraan Menyeberang 2794 m2

Parkir Kendaraan Antar/Jemput 575 m2

Fasilitas BBM 68 m2

Fasilitas Air Bersih 84 m2

Generator 150 m2

Fasilitas Penumpang

Terminal Kendaraan Umum dan parkir 288 m2

Fasilitas Peribadatan 60 m2

Fasilitas Kesehatan 60 m2

Fasilitas Perdagangan 60 m2

Fasilitas Pos dan Telekomunikasi 60 m2

Total A dan B 7595 m2

Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Barru

7. Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan a. Pelabuhan Makassar

Penentuan kebutuhan fasilitas Pelabuhan didasarkan pada prediksi arus barang dan kunjungan kapal di Pelabuhan. Untuk pelabuhan Makassar diprediksikan akan terjadi peningkatan kunjungan kapal tiap tauhun yang diikuti oleh peningkatan angkutan barang baik non petikemas maupun petikemas. Peningkatan aktivitas tersebut akan berujung pada pemanfaatan fasilitas pelabuhan yang diharapkan akan tetap mencukupi pola aktifitas dimasa yang akan dating. Perkiraan arus barang dan arus kapal selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 18. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Makassar

Uraian Sat 2013 2014 2015 2020 2025 2030

Non

Petikemas Ton 5,780,598 6,084,190 6,399,360 7,890,252 11,593,368 14,313,302

Petikemas Ton 8,384,074 9,213,656 10,122,313 16,385,507 24,075,685 38,096,240

Teu 531,310 583,882 641,465 1,038,372 1,525,709 2,414,210

(32)

32 Executive Summary

Tabel 19. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Makassar

Uraian Sat 2013 2014 2015 2020 2025 2030

Arus Kapal

Call 5,365 5,440 5,516 5,914 6,339 6,796

GT 22,938,829 24,062,832 25,241,911 32,062,669 40,726,502 51,731,438

Sumber: Hasil Analisis 2012

Dari perkiraan arus kapal dan arus barang yang dibongkat/muat di Pelabuhan Makassar, maka dapat ditentukan fasilitas dan besaran kebutuhannya dimasa akan datang. Prediksi fasilitas pelabuhan antara lain dermaga, gudang dan lapangan penumpukan. Selengkapnya prediksi fasilitas tersebut diperlihatkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 20. Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Makassar

Dermaga Non Petikemas Sat Tahun Pengembangan 2013 2014 2015 2020 2025 2030 Tersedia m2 1,360 1,360 1,360 1,360 1,360 1,360 Kebutuhan m2 1,161 1,222 1,285 1,584 2,328 2,874 Penambahan m2 - - - 224 744 546

Sumber: Hasil Analisis 2012

Tabel 21. Kebutuhan Gudang di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Makassar

Gudang Sat 2013 2014 Tahun Pengembangan 2015 2020 2025 2030

Tersedia m2 15,800 15,800 15,800 15,800 15,800 15,800

Kebutuhan m2 2,140 2,253 2,369 2,921 4,292 5,299

Penambahan m2 - - - -

Sumber: Hasil Analisis 2012

Tabel 22. Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Terminal Non Petikemas Pelabuhan Makassar

Lapangan

Penumpukan Sat 2013 2014 Tahun Pengembangan 2015 2020 2025 2030

Tersedia m2 56,086 56,086 56,086 56,086 56,086 56,086

Kebutuhan m2 25,682 27,031 28,431 35,054 51,507 63,591

Penambahan m2 - - - 7,505

(33)

33 Executive Summary

Tabel 23. Kebutuhan Dermaga Non Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Makassar Dermaga Non Petikemas Sat Tahun Pengembangan 2013 2014 2015 2020 2025 2030 Tersedia m 850 850 850 850 850 850 Kebutuhan m 830 912 1,002 1,622 2,384 3,772 Penambahan m - - 152 620 761 1,388

Sumber: Hasil Analisis 2012

Tabel 24. Kebutuhan Lapangan Penumpukan di Terminal Petikemas Pelabuhan Makassar Lapangan Petikemas Sat Tahun Pengembangan 2013 2014 2015 2020 2025 2030 Tersedia m2 114,446 114,446 114,446 114,446 114,446 114,446 Kebutuhan m2 236,542 259,947 285,584 462,289 679,254 1,074,820 Penambahan m2 21,364 23,405 25,636 176,705 216,965 395,566

Sumber: Hasil Analisis 2012

b. Pelabuhan Bitung

Pelabuhan Bitung dalam konsep RIPN diharapkan dapat menjadi pelabuhan hub internasional yang melayani KTI. Selain itu dalam konsep MP3EI telah mengarahkan peningkatan kebijakan diberbagai sektor termasuk masalah kepelabuhanan. Oleh sebab itu kebijakan tersebut akan menjadi pemicu kuat terjadinya lonjakan peningkatan aktivitas pelabuhan selain kondisi eksisting pelabuhan yang ada sekarang.

Adapun perkiraan arus barang dan kapal di Pelabuhan Bitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 25. Perkiraan Arus Barang di Pelabuhan Bitung

Uraian Sat 2013 2014 2015 2020 2025 2030

Arus Barang

Non Petikemas Ton 1,146,500 1,238,220 1,337,277 1,858,964 2,648,658 3,648,513

Arus Petikemas Ton 2,140,433 2,311,667 2,496,601 3,774,261 5,628,398 8,513,197

Teu 209,846 226,634 237,772 331,076 461,344 697,803

Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 26. Perkiraan Arus Kapal di Pelabuhan Bitung

Uraian Sat 2013 2014 2015 2020 2025 2030

Arus

Kapal Call GT 6,425,981 6,683,021 6,950,341 8,456,153 10,288,203 2,518 2,526 2,533 2,571 2,610 12,517,172 2,650 Sumber: Hasil Analisis, 2012

Gambar

Gambar  1.  Indikasi  Kombinasi  Regional  Jaringan  Transportasi  Laut  Dunia (Linde, dalam Jinca, 2008)
Gambar 2. Sistem Transportasi Laut
Gambar 4. Alur Proses Penelitian
Gambar 5.  Kerangka Pikir  Kajian
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan penanaman di dalam tanah ialah pengawalan penggunaan nutrien pemakanan yang lebih efisien, penggunaan di kawasan yang tidak suaitani, kegunaan air dan baja

Akan tetapi hubungan antara curah hujan dan suhu udara dengan peningkatan jumlah penderita DBD tidak dapat dimodelkan dengan metode ARIMA, karena metode ini hanya untuk satu

Sumarmo (Kusnadi, 2010) memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan SHQDODUDQ PDWHPDWLN µ PHQDULN NHVLPSXODQ ORJLV 0HPEHULNDQ SHQMHODVDQ WHUKDGDS PRGHO fakta,

Semakin baik kinerja dari sistem yang diterapkan.Penelitian ini bertujuanuntuk menganalisis pengaruh keterlibatan pemakai dalam pengembangan sistem informasi, dukungan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan tanaman bawang merah dengan penyiraman air kelapa pada berbagai konsentrasi air kelapa yang dapat

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW melakukan shalat bersama-sama dengan orang

Basic Indexatau indeks dasar untuk penghargaan sebagai Jasa Pelayanan Medis dasar bagi seluruh Pegawai RSU Teungku Peukan yang standarnya diadopsi dari gaji

Kemajuan di bidang biologi molekuler telah melahirkan berbagai teknik yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan penyakit tungro, di antaranya (1) diagnosis penyakit tungro, (2)