• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPECTIVE MARKET. Wealth Management Newsletter Desember 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSPECTIVE MARKET. Wealth Management Newsletter Desember 2017"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Wealth Management Newsletter | Desember 2017

PERSPECTIVE

Shielded by Sound Fundamentals

Kondisi fundamental ekonomi yang membaik telah menjadikan Indonesia lebih kuat dalam menghadapi kekhawatiran terhadap guncangan siklus ekonomi 10 tahun di 2018.

(2)

Nasabah yang terhormat,

Terima kasih atas kepercayaan Anda menjadi Nasabah setia Commonwealth Bank.

Pada edisi Market Perspective e-Newsletter di penghujung tahun 2017, selain membahas mengenai pergerakan pasar keuangan baik pasar saham maupun obligasi sepanjang bulan November 2017 Kami juga akan membahas mengenai risiko IHSG pada tahun 2018.

Melanjutkan penguatan di bulan Oktober, selama bulan November 2017 IHSG kembali mencetak rekor baru di 6.070 walaupun sedikit terkoreksi pada penutupan bulan akibat rebalancing MSCI.

Menjelang memasuki tahun 2018, investor mulai mengkhawatirkan apakah siklus ekonomi 10 tahun benar-benar ada seperti yang pernah terjadi pada tahun 1998 dan 2008. Jika cermati lebih dalam, sudah banyak kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang berbeda dan menjadi lebih baik pada saat ini dibanding tahun-tahun tersebut. Berdasarkan pengalaman buruk tahun 1998 dan 2008, terlihat pemerintah telah lama mempersiapkan dan memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia untuk lebih kuat menghadapi jika terjadi guncangan ekonomi. Pada edisi ini kami membahas perbedaan kondisi saat ini dibandingkan masa

pre-crisis terdahulu dan kenapa kami tetap optimis menghadapi 2018

walaupun tetap waspada akan risiko yang ada.

Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai strategi dan rekomendasi produk-produk investasi, Anda dapat menghubungi

Relationship Manager Kami di cabang terdekat. Rustini Dewi

(3)

Pada bulan November IHSG berhasil mencetak rekor baru di level 6.070 menjelang akhir bulan. Namun level tertinggi ini tidak bertahan lama karena setelahnya IHSG ditutup melemah. Selama sebelas bulan berjalan, IHSG baru mengalami dua bulan koreksi yaitu pada Januari dan November yang masing-masing turun -0,05% dan -0,89%.

Fokus utama pasar pada bulan November masih tetap terpusat di AS dengan rencana kenaikan suku bunga AS dan rencana pemangkasan pajak.

Setelah berhasil memenangkan persetujuan di senat untuk rencana reformasi pajak, partai republik juga telah sukses melakukan konsolidasi dalam memenangkan voting di level house of representative. Berbeda dengan senat yang hanya diduduki 100 orang, jumlah anggota house di AS sangat banyak mencapai 435 orang. Saat ini permasalahan yang terjadi terdapat perbedaan mengenai proposal tax plan yang disepakati oleh senat dan house, dan perlu kembali dirundingkan untuk menselaraskan perbedaan tersebut.

Dari domestik perubahan pilihan saham pada MSCI index di bulan November cukup memberi dampak signifikan pada beberapa saham yang dikeluarkan dari indeks tersebut. Saham seperti Summarecon Agung Tbk yang terkoreksi hingga mencapai -7%.

Hingga akhir November IHSG naik +12,37% YTD, MSCI World Index naik +18,62% YTD, dan MSCI Emerging Market Index naik +29,98% YTD. Sementara investor asing telah keluar dari pasar saham sebesar Rp39 triliun.

Yield Curve SBN Indeks Global Dalam Periode Uptrend

Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg

Pasar obligasi domestik pada bulan November berbalik mencatatkan total return positif setelah bulan sebelumnya membukukan total return bulanan negatif. Kinerja tersebut tercermin pada BINDO Index yang mencatat total return +2,47% di November. Sementara kondisi yang berbeda terjadi pada kinerja obligasi seri INDON yang mencatakan total return -0,19% seperti cerminan kinerja BEMSID Index.

Yield SUN 10 tahun turun -28bps menjadi 6,52% dari 6,80%. Sementara yield INDON 10 tahun naik +5,3bps ke level 3,62% di akhir bulan November.

Penurunan yield SUN 10 tahun salah satunya didorong oleh arus dana asing yang masuk ke pasar obligasi. Setelah pada bulan Oktober investor asing mengurangi porsi sebesar Rp23.2 triliun, di November investor asing kembali melakukan net-buy sebesar Rp34.6 triliun. Jika melihat dari arus dana investor asing selama dua bulan terakhir, investor asing mulai kembali melakukan aksi akumulasi ketika yield dalam rentang 6,77%-6,85%. Ini menandakan bahwa dalam rentang tersebut merupakan yield yang cukup atraktif bagi investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia.

Sementara dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia tidak merubah tingkat suku bunga acuan di 4,25% pada RDG BI bulan November. Selain itu, Bank Indonesia memastikan untuk menunda penerbitan kebijakan makroprudensial mengenai pelonggaran LTV sektor properti dan otomotif secara parsial hingga tahun depan.

EQUITY MARKET

(4)

Market Risk On 2018

S&P 500 Sectoral Performance

Setelah indeks negara berkembang mengalami kenaikan signifikan sejak 2016, termasuk Indonesia, para investor mempertanyakan apakah rally ini dapat berlanjut di 2018. Berdasarkan riset Blackrock, aset manajemen terbesar di dunia, peluang indeks emerging market untuk melanjutkan rally di 2018 masih terbuka lebar. Ada beberapa alasan kuat mengapa rally dapat berlanjut di 2018.

Pertama, kenaikan indeks saat ini didukung oleh penguatan fundamental. Sebagai underlying dari pergerakan indeks, kenaikan laba bersih merupakan hal yang utama. Laba bersih IHSG pada 3Q17 mengalami peningkatan sebesar 20% YoY. Sementara menurut konsensus, pada 2018 laba bersih diproyeksikan naik sebesar 12%.

Kedua adalah reformasi kebijakan yang dilakukan oleh negara-negara berkembang. Kebijakan alokasi subsidi yang kurang efektif telah dikurangi dan dialihkan untuk belanja infrastruktur. Negara seperti Indonesia dan India sejak pemerintahan baru di 2014 telah melakukan pengurangan subsidi yang cukup signifikan.

Ketiga, aliran dana investor global baru mulai kembali pada tahun ini. Setelah beberapa tahun dana investor global keluar dari emerging market, pada tahun ini dana baru mulai kembali masuk, dan belum sebesar lima tahun lalu. Bahkan di Indonesia investor asing melakukan net-sell sebesar Rp39 triliun sepanjang tahun ini.

Keempat, dipangkasnya suku bunga di tengah rendahnya inflasi. Ketika negara maju mulai melakukan pengetatan moneter, di sisi lain, negara berkembang melakukan hal sebaliknya dengan memangkas suku bunga untuk mendorong pertumbuhan. Periode inflasi rendah seperti saat ini memberikan momentum untuk melakukan pelonggaran moneter dan melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi.

One Year After Trump Elected

Semenjak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS pada 8 November 2016, pasar saham AS mengalami rally yang signifikan tercatat indeks Dow Jones mengalami kenaikan sebesar 28,5% dan S&P 500 menguat sebesar 21,3% hingga 8 November 2017. Kenaikan pasar saham tidak hanya terjadi di pasar AS namun juga pasar global tercermin dari kinerja MSCI World Index yang naik sebesar 21,2% hingga 8 November 2017.

Tidak dapat dipungkiri bahwa permintaan terhadap pasar saham AS meningkat pesat didorong oleh harapan akan adanya pemotongan pajak untuk korporasi di AS yang akan mendongkrak laba perusahaan. Namun peningkatan laba perusahaan tidak serta merta meningkat seketika, ini membuat valuasi saham di AS cenderung mahal. Menurut artikel Schoders pada awal November, P/E rasio saham AS pada November 2017 senilai 23,2x naik dari 20,4x di November 2016.

Namun hingga satu tahun terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, beliau masih belum berhasil untuk menembus persetujuan Kongres untuk menjadikan proposal reformasi pajak menjadi undang-undang. Meski demikian, pasar saham memang selalu berada satu langkah di depan terhadap ekspektasi yang akan terjadi.

Dari segi sektoral, sektor teknologi memimpin kenaikan harga selama setahun disusul oleh sektor keuangan yang mendapatkan keuntungan dengan rencana kenaikan FFR, serta sektor material dan pertambangan yang diuntungkan dengan ekspektasi kenaikan permintaan bahan baku untuk keperluan pembangunan infrastruktur yang dijanjikan presiden Trump.

GLOBAL MARKET

OUTLOOK

Sumber: Schroders, sumber data Bloomberg rentang 8 Nov 2016 hingga 31 Oktober 2017

Technology Financials Materials Industrials Health Care Cons discretionary Utilities Cons staples Energy Telecoms -10 -5 0 5 10 15 20 25 40 35 40 %

Setelah beberapa tahun dana investor global keluar dari emerging market, pada tahun ini dana baru mulai kembali masuk, Tetapi belum sebesar lima tahun lalu.

(5)

Indonesia & India Reduce Subsidy Since New Govt.

Sumber: Bloomberg diolah oleh Commonwealth Bank

Sumber: Bloomberg, dan berbagai sumber

Perdebatan Siklus Ekonomi 10 Tahun

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Data Ekonomi Indonesia

Menjelang masuk tahun 2018, pertanyaan yang kerap muncul dari investor pasar modal adalah “akankah siklus ekonomi 10 tahun kembali terulang di 2018 seperti pada 2008 dan 1998?”. Seperti teori ekonomi yang kita ketahui, siklus ekonomi yang dimulai dengan fase resesi dan berpuncak pada fase boom (late upswing phase) memang betul terjadi. Namun apakah siklus ini selalu terjadi setiap 10 tahun? Bila kita melihat data historis sebelum 1998, maka jawabannya tidak. Ekonomi Indonesia dalam kondisi baik-baik saja. Untuk mengetahui lebih lengkap, Kami mencoba membahas perbedaan kondisi ekonomi Indonesia sebelum 2018 dengan kondisi ekonomi Indonesia sebelum 2008 dan 1998. Setelah itu, barulah kita nilai tepatkah bila kita perlu khawatir terhadap ekonomi Indonesia yang akan kembali terperosok di 2018.

Kondisi ekonomi Indonesia ketika sebelum krisis 1997-1998 sedang bertumbuh secara signifikan. Bahkan di tahun 1995-1996 mencatatkan pertumbuhan ekonomi 7-8%. Ketika itu Indonesia dipuji sebagai

Tingginya asumsi inflasi pada periode tersebut mengakibatkan bunga pinjaman dalam mata uang rupiah menjadi tinggi dan membuat perusahaan lebih memilih meminjam dalam mata uang dolar AS. Masalah yang terjadi pada waktu itu, Indonesia terbiasa dengan nilai tukar rupiah yang di-cap (fixed rate) pada level 2.500.

Masyarakat maupun perusahaan terbiasa dengan rupiah yang stabil dan cenderung tidak menggunakan fasilitas hedging (lindung nilai), untuk memproteksi risiko nilai tukar, karena memiliki fee yang mahal. Yang terjadi kemudian adalah ketika timbul goncangan pada mata uang di Asia Tenggara, yang dimulai dari Thailand, Indonesia berada dalam kondisi tidak siap. Kondisi ini diperparah dengan kecilnya cadangan devisa Indonesia yang hanya sebesar USD25 miliar pada saat itu. Padahal cadangan devisa ini dapat digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengintervensi rupiah agar tidak melemah terlalu dalam. Akibatnya ketika itu rupiah anjlok dari Rp2.500 hingga sempat menyentuh Rp15.000.

Hutang perusahaan pun melonjak hingga lima kali lipat dan mengakibatkan kebangkrutan. Sementara masyarakat panik dan menarik dananya dari perbankan yang menyebabkan banyak bank di Indonesia tumbang.

EQUITY MARKET

OUTLOOK

negara yang berpotensi besar dan untuk pertama kalinya mendapatkan peringkat investment grade. Ketika ekonomi Indonesia sedang berakselerasi, perusahaan-perusahaan menjadi lebih berani mencari pinjaman untuk melakukan ekspansi, terefleksi dari tingginya pertumbuhan kredit yang mencapai 29% YoY di tahun 1997. Sumber: Blackrock 2.6% 2.2 1.8 1.4 6% 4 2 o India (share of GDP) Indonesia (share of GDP) 2010 India Indonesia 2012 2014 2017 1997 2007 2017 Current Account (% to GDP) Budget Deficit (% to GDP) NPL (%) Debit to GDP (%) BI Rate (%) Inflation (%) Forex Reserve (USD bn) Loan Growth (%) -2.21 -0.67 7.7 57.7 70.0 11.1 25.0 29.1 2.44 -1.48 4.6 34.0 8.0 6.7 56.9 26.0 -1.60 -2.70 2.9 31.5 4.25 3.3 125.0 8.1

Month GrowthGDP Month GrowthGDP Month GrowthGDP Month GrowthGDP Month GrowthGDP Month GrowthGDP

Dec-09 Dec-08 Dec-07 Dec-06 Dec-05 Dec-04 Dec-03 Dec-02 Dec-01 Dec-00 Dec-99 Dec-98 Dec-97 Dec-96 Dec-95 Dec-94 Dec-93 Dec-92 Dec-91 Dec-90 Dec-89 Dec-88 Dec-87 Dec-86 Dec-85 Dec-84 Dec-83 Dec-82 Dec-81 Dec-80 Dec-79 Dec-78 Dec-77 Dec-76 Dec-75 Dec-74 Dec-73 Dec-72 Dec-71 Dec-70 7.32 6.77 8.76 6.89 4.98 7.63 8.10 7.04 7.02 7.55 7.46 5.78 4.93 5.88 2.46 6.98 4.19 2.25 7.93 9.88 0.79 -13.13 4.70 7.82 8.22 7.54 6.50 6.50 6.91 7.24 4.63 -6.01 6.53 5.50 5.69 5.03 4.78 4.50 3.64 4.92 Dec-69 Dec-68 Dec-67 6.82 10.92 1.38 Dec-16 Dec-15 Dec-14 Dec-13 Dec-12 Dec-11 Dec-10 5.02 4.88 5.01 5.56 6.03 6.17 6.22

(6)

PMI Manufaktur Indonesia Belum Konsisten dalam fase ekspansi

Sementara, krisis ekonomi yang terjadi pada 2008 memiliki situasi yang berbeda dengan 1998, karena pada saat itu pusaran krisis utama terjadi di AS dan negara maju, dimana pecahnya bubble sektor properti merusak sistem ekonomi, dan Indonesia ikut terseret dalam krisis global karena semakin meningkatnya konektivitas dengan pasar global.

Persamaan yang terjadi pada krisis tahun 1998 dan 2008 adalah kondisi ekonomi Indonesia yang sama-sama sedang berada dalam fase ekspansi, dimana pada tahun 2007 pertumbuhan kredit di Indonesia berada pada kecepatan yang sangat tinggi mencapai 26% YoY.

Namun di 2008 ekonomi Indonesia berada dalam kondisi fundamental yang lebih baik, dan memiliki cadangan devisa yang jauh lebih besar dua kali lipat di USD50.2 miliar dibanding tahun 1998. Terbukti krisis finansial global 2008 hanya memberi dampak yang minim pada ekonomi Indonesia. Ketika ekonomi global mencatatkan pertumbuhan -1,7% di 2009, Indonesia justru dapat bertumbuh 4,6% YoY. IHSG hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk kembali ke level tertingginya setelah terkoreksi hingga -50% pada 2008.

Sumber: Bloomberg

Jika dilihat dari rasio ekonomi, Indonesia saat ini sangat sehat. Cadangan devisa Indonesia mencapai USD125 miliar, rasio hutang pemerintah terhadap GDP hanya 31%. Perusahaan-perusahaan juga sudah memiliki manajemen risiko yang lebih baik, terutama dalam menggunakan fasilitas hedging dibandingkan tahun 1997-1998. Dengan inflasi yang rendah dan suku bunga pinjaman yang cukup rendah, dibandingkan data historis, membuat perusahaan-perusahaan mengedepankan pinjaman dalam mata uang rupiah dibanding mata uang asing. Pemerintah juga memiliki strategi yang sejalan dengan mewajibkan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi dengan beberapa syarat. Hal ini membuat ketergantungan Indonesia terhadap mata uang dolar AS semakin berkurang.

Setelah mengetahui kondisi yang terjadi sebelum krisis di tahun 1997 dan 2007 maka perekonomian Indonesia pada saat ini memiliki situasi yang Sumber: Media

Proses Siklus Ekonomi

Sementara menghadapi 2018, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidaklah sedang berakselerasi seperti pada periode 1997 dan 2007. Pemerintah dan Bank Indonesia sedang berusaha keras meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi dengan melakukan pelonggaran moneter dan deregulasi. Jangankan risiko bubble, untuk menaikkan pertumbuhan pinjaman kredit hingga dua digit atau di atas 10% saja saat ini masih belum dapat tercapai. Pada tahapan siklus ekonomi, Indonesia saat ini dapat dikatakan berada di pertengahan antara siklus recovery dan ekspansi.

Krisis pada 1998 merupakan sejarah terburuk yang pernah dialami sejak Indonesia berdiri. Lemahnya manajemen risiko perbankan, ketergantungan pada mata uang asing, serta kondisi ekonomi yang overheating merupakan alasan utama yang membuat ekonomi Indonesia ambruk saat itu.

(7)

Current Account Defisit Tetap Menjadi Risiko yang Perlu Dicermati

BINDO Index vs JCI

Sumber: Bloomberg

Sumber: Bloomberg Tahun 2017 diperkirakan bukan tahunnya untuk

aset kelas obligasi. Namun jika dibandingkan dengan kelas aset saham, kinerja obligasi hingga akhir November lebih baik dengan mencatatkan return sebesar 15,8% (BINDO Index) sementara IHSG mencatatkan return sebesar 12,4%.

berbeda, dan masih sangat jauh dalam risiko ekonomi overheating, yang umumnya terefleksi dengan inflasi yang tinggi. Namun bukannya Indonesia tidak memiliki risiko, dengan status Indonesia saat ini sebagai pengimpor minyak membuat risiko current account deficit, yang dapat membuat beban terhadap pelemahan rupiah tetap menjadi risiko besar. Meski demikian risiko itu baru akan benar-benar meningkat ketika ekonomi sedang berakselerasi karena kebutuhan impor yang meningkat. Ditambah lagi pemerintah saat ini telah membuat beberapa solusi untuk terus menekan risiko ketergantungan terhadap dolar AS dengan melakukan swap dengan negara lain, mewajibkan adanya underlying dalam penggunaan dolar AS, dan kewajiban penggunaan rupiah untuk perusahaan yang berbisnis di Indonesia.

BOND MARKET

OUTLOOK

Another Year for Bond?

Banyak pendapat dari para analis yang melihat tahun 2018 mendatang juga bukan tahunnya obligasi. Pendapat ini berdasarkan pertimbangan bahwa tahun depan daya beli masyarakat akan lebih baik dari pada tahun ini yang akan berimbas naiknya tingkat inflasi di tahun depan.

Meskipun pemerintah telah memutuskan bahwa tidak akan ada kenaikan harga BBM, tarif listrik dan harga gas, namun pemerintah berencana untuk menerbitkan peraturan terkait proyek padat karya tunai. Walaupun namanya berbeda dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun pada konsepnya hampir sama karena akan memberikan uang tunai meski dalam bentuk upah proyek. Penerimaan uang tunai secara mingguan bahkan harian, diharapkan akan memicu peningkatan konsumsi masyarakat dan akan mendongkrak inflasi.

Pemerintah menetapkan target inflasi tahun depan berada pada kisaran 3,5% lebih rendah dari asumsi tahun ini di 4%. Namun hingga akhir November, inflasi berada di level 3,30%. Ini salah satu justifikasi mengapa yield Indonesia dapat turun sebanyak 145 bps ke level 6,52% di akhir November. Meskipun asumsi inflasi di tahun depan lebih rendah, namun perlu dilihat realisasinya, jika lebih rendah akan memberikan sentimen positif pada pasar obligasi, namun jika lebih tinggi akan berdampak sebaliknya.

Meskipun pemerintah telah memutuskan tidak akan ada kenaikan harga BBM, tarif listrik dan gas, namun pemerintah

berencana menerbitkan peraturan terkait proyek padat karya tunai.

(8)

Rencana The Fed melakukan penyusutan balance sheet-nya memberikan risiko baru bagi para investor obligasi global. Tindakan melepas obligasi yang terlalu masif dapat menyebabkan kondisi over supply di pasar dan membuat yield meningkat sebelum kembali pada titik ekuilibrium. Ditambah dengan ditunjuknya Jerome Powell oleh Presiden Donald Trump sebagai pemimpin The Fed menggantikan Janet Yellen, merupakan sosok yang mendukung pengurangan kepemilikan obligasi pemerintah di dalam neraca The Fed.

Rencana Donald Trump untuk menaikkan tarif impor dan merenegosiasikan perjanjian perdagangan menciptakan ketidakpastian pada dunia usaha. Mengingat AS merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia, maka kebijakan yang diambil dapat memberikan dampak signifikan pada negara lainnya.

Janji Donald Trump untuk memangkas pajak korporasi dan individu disambut positif oleh masyarakat AS. Dampak dari pemangkasan pajak akan meningkatkan permintaan dan pada akhirnya meningkatkan inflasi melebihi inflasi rata-rata tahunan. Tingginya inflasi akan memaksa The Fed menaikkan suku bunga dan membuat harga obligasi berisiko terkoreksi.

Masih rendahnya penerimaan pajak di tengah kebutuhan dana yang besar untuk belanja pemerintah akan memperlebar defisit anggaran, yang dapat memicu meningkatnya supply obligasi di pasar.

RISK

TO WATCH

Bank Indonesia sebagai pengambil kebijakan moneter yang berorientasi pada kerangka inflasi, maka tingkat inflasi tahun depan akan sangat mempengaruhi kebijakan yang akan diambilnya. Seperti yang terjadi pada tahun ini dimana di awal tahun para ekonom tidak melihat Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga, namun pada bulan Agustus, setelah melihat inflasi bergerak pada batas bawah target Bank Indonesia, akhirnya Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan 7-days reverse repo rate dalam dua bulan berturut-turut pada Agustus dan September.

Jika diperkirakan inflasi akan merangkak naik pada tahun depan dan The Fed akan menaikan suku bunganya, maka ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia akan lebih sempit. Namun tidak menutup kemungkinan penurunan suku bunga lanjutan jika inflasi berada pada batas bawah dan The Fed tidak agresif menaikkan suku bunganya, seperti yang terjadi pada tahun ini.

Selain inflasi, nilai tukar rupiah juga ikut mempengaruhi pergerakan pasar obligasi. Dengan adanya peningkatan inflasi yang disebabkan oleh pulihnya daya beli masyarakat dapat memicu meningkatnya impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Potensi melemahnya rupiah akibat melebarnya current account deficit tetap perlu dicermati pada tahun 2018 mendatang. Pendorong demand dari investor domestik pada tahun 2018 juga diperkirakan akan lebih rendah dibanding tahun 2017 dikarenakan peraturan OJK (POJK No.1 Tahun 2016) mengenai kewajiban investasi perusahaan IKNB pada instrumen obligasi pemerintah sudah harus dipenuhi pada akhir tahun ini, sehingga tahun depan demand akan kembali normal.

Sementara dari sisi supply, diperkirakan akan mengalami pengurangan yang tercermin dari jumlah rencana net-issuance obligasi pemerintah dalam RAPBN 2018 yang lebih rendah dibandingkan pada tahun 2017. Pemerintah berencana menerbitkan obligasi bersih sebesar Rp414.7 triliun lebih rendah dari APBNP 2017 dan outlook pemerintah yang masing-masing sebesar Rp467 triliun dan Rp433 triliun.

Selain itu, pada tahun 2018 Indonesia masih menyisakan potensi kenaikan peringkat kredit dari Moody’s dan Fitch yang saat ini menyematkan outlook positif pada peringkat Indonesia. Jika kenaikan peringkat ini terjadi dapat memberikan angin segar untuk pasar obligasi Indonesia.

(9)

Berbeda dengan obligasi, dasar dari kenaikan saham adalah meningkatnya kinerja perusahaan. Oleh karena itu mendengar indeks mencetak rekor baru bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Berdasarkan konsensus laba bersih IHSG diproyeksikan akan bertumbuh 12% pada 2018 mendatang. Sementara ekonomi Indonesia diekspektasikan tumbuh 5,3-5,4% di 2018, jauh lebih baik dari 2017 ini yang masih relatif flat bertumbuh di 5,0-5,1%. Ditambah data ekonomi global yang telah menunjukkan sudah semakin pulih, maka merupakan hal yang wajar jika para pelaku pasar meyakini outlook yang positif pada pasar saham termasuk Indonesia kembali berlanjut di 2018. Walaupun rencana kenaikan suku bunga AS dan pengurangan stimulus Uni Eropa terus berlanjut, tidak perlu dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif pada pasar saham. Terbukti pada tahun 2003-2007 ketika AS menaikkan suku bunga hingga 400 bps, IHSG terus melanjutkan penguatan. Kami tetap berpandangan bullish pada kelas aset saham secara jangka menengah dan panjang, dengan melihat kondisi saat ini yang sangat mendukung pertumbuhan, di tengah inflasi dan suku bunga yang rendah.

Level inflasi yang rendah masih akan memberikan sentimen positif bagi pasar obligasi. Meskipun tidak terlalu banyak sentimen yang dapat memberikan pengaruh pergerakan pada pasar obligasi hingga akhir tahun, namun diperkirakan pada tahun depan fundamental Indonesia masih tetap berada pada

REKOMENDASI

INVESTASI

kondisi yang sehat dan melanjutkan perbaikannya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2018 yang lebih baik memang lebih menguntungkan kelas aset saham dibanding obligasi. Namun di dalam sebuah portofolio investasi, kelas aset obligasi mempunyai peranan penting untuk menjaga stabilitas tingkat return. Dengan demikian kami melihat porsi yang sama untuk kelas aset obligasi seperti porsi bulan sebelumnya. Secara jangka pendek kami berpandangan netral namun masih cukup positif secara jangka panjang.

Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun depan dan akan berdampak positif pada kelas aset saham, maka dari itu porsi kas dalam portofolio direkomendasikan untuk diturunkan untuk diinvestasikan ke dalam instrumen yang lebih berisiko.

Risiko capital outflow akan membayangi pasar keuangan di tahun ini. Harus diakui bahwa porsi kepemilikan investor asing di pasar saham maupun obligasi relatif besar. Dengan membaiknya kondisi ekonomi AS maka memperbesar tekanan outflow untuk keluar dari emerging market yang dapat memberikan tekanan baik di pasar saham maupun obligasi.

(10)

Based on Risk Profile

Dynamic Model Portfolio

REKOMENDASI

(11)

Pada bulan Desember ini AUD bergerak stabil dengan kecenderungan turun dalam range 0.7505 – 0.7695 seiring dengan kembali pesimisnya pandangan market terhadap perekonomian Australia dan China, RBA memberikan sinyal bahwa akan sulit mencapai target inflasi 2-3% sampai dengan awal tahun 2019. Suku bunga tetap dipertahankan di level 1,5%, fokus RBA selain inflasi juga tertuju kepada pertumbuhan upah yang masih lemah. Disamping itu current

account dan trade balance dirilis buruk memberikan sinyal bahwa ekonomi Australia masih berkontraksi. Fokus masalah geopolitik juga membuat investor urung memburu aset berisiko seperti AUD.

Diperkirakan AUD/USD akan cenderung bergerak dengan rentang 0.7370 – 0.7650 pada kurun waktu bulan Desember-Januari 2018.

AUD/USD

Pergerakan USD/IDR hingga Desember 2017 cukup stabil dengan range antara 13480 – 13610 menjelang FED meeting terakhir di tahun 2017 dengan estimasi akan ada kenaikan suku bunga lanjutan ke level 1,25%. secara keseluruhan pergerakan US banyak didominasi oleh faktor Geopolitik seperti ketegangan semenanjung Korea, ketidakpastian politik di US, dan yang terakhir pengakuan secara sepihak dari Trump

USD/IDR

atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Estimasi data Payroll dan pengangguran yang bagus pada awal bulan ini diharapkan dapat memberikan efek positif sendiri terhadap pergerakan USD

Diperkirakan nilai tukar Rupiah akan berada di rentang 13,450 – 13,650, pada kisaran bulan Desember-Januari ini.

ANALISA

VALAS

Pertumbuhan ekonomi US saat ini berpotensi memacu Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga 2-3 kali dalam setahun kedepan. Salah satu katalisnya adalah berekspansinya pasar tenaga kerja dan turun tajamnya tingkat pengganguran di level 4.1%.

Potensi kenaikan suku bunga The FED untuk tahun depan paling besar bisa terjadi di bulan Maret, Juni dan Desember 2018. Untuk selanjutnya masih menunggu sinyal outlook kebijakan untuk tahun depan, the Fed diperkirakan akan memberikan statemen dalam sebuah konferensi pers sesudah meeting Desember ini.

Nilai tukar Euro terhadap USD bergerak stabil dengan range 1.1715 – 1.1960 di bulan November-Desember ini, EUR/USD kembali turun setelah data menunjukkan bahwa tingkat inflasi Zona Euro dirilis di bawah ekspektasi di bulan November, menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi di Eropa lemah dan mendukung strategi European Central Bank untuk menghapus stimulus secara bertahap. Eurostat memberikan laporan bahwa inflasi di 19 negara

Zona Euro pada tingkat tahunan hanya naik di level 1,5% di bulan November dari 1,4% di bulan Oktober. Sebelumnya ekonom memperkirakan untuk kenaikan 1,6% dan inflasi masih di bawah target ECB yaitu di level 2%.

Untuk jangka menengah diperkirakan EUR/USD akan cenderung bergerak dalam rentang 1.1650 – 1.1900 pada kurun waktu bulan Desember-Januari 2018.

(12)

USD/JPY

JPY masih bergerak sangat stabil pada bulan Oktober-November ini dengan range 110.90 – 113.90 kondisi geopolitik yang terjadi antara Korut dan US masih sebatas ancaman verbal dan dapat diantisipasi oleh pasar. Fokus market sempat tertuju kepada ketidakpastian politik di US terkait dengan Tax Reform dan Pernyataan Trump mengenai Yerusalem sebagai ibukota Israel secara sepihak. BoJ juga memberikan indikasi akan tetap berkomitmen menggunakan suku

bunga dan pembelian aset sebagai alat kebijakan utama untuk menghidupkan kembali perekonomian menyebabkan JPY berpotensi kembali melemah signifikan untuk jangka waktu menengah dan panjang jika masalah geopolitik mulai mereda.

Diperkirakan USD/JPY akan cenderung bergerak dengan rentang 111.50 – 114.50 pada bulan Desember-Januari 2018.

GBP/USD

Pada bulan November-Desember ini poundsterling bergerak fluktuatif menguat dengan range 1.3060-1.355 dipicu oleh ketidakpastian hasil negosiasi Brexit antara Uni Eropa dan Inggris yang sampai sekarang belum menemui kata sepakat, Theresa May mulai diragukan kredibilitasnya untuk menangani masalah Brexit. Rumor yang berkembang untuk Brexit

fee yang potensial disepakati diperkirakan mencapai 45-50 milyar EUR.

Diperkirakan GBP/USD akan bergerak dalam rentang 1.3300 – 1.3580 pada kurun waktu bulan Desember-Januari 2018.

*Data di atas hanya bersifat indikatif dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi pasar.

Entry Point Profit Taking Cut Loss

USD/IDR EUR/USD GBP/USD AUD/USD USD/JPY

RECOMMENDATION

Expected buying level 13.400 - 13.450 1.1650 - 1.700 1.3300 - 1.3350 0.7350 - 0.7400 111.50 - 112.00 Expected selling level 13.600 - 13.650 1.1850 - 1.1900 1.3550 - 1.3600 0.7600 - 0.7650 114.00 - 114.50 Long profit taking 13.600 and above 1.1850 and above 1.3550 and above 0.7600 and above 114.00 and above Short profit taking 13.450 and below 1.1700 and below 1.3350 and below 0.7400 and below 112.00 and below Long cut loss 13.300 - 13.350 1.1550 - 1.1600 1.3200 - 1.3250 0.7250 - 0.7300 110.50 - 111.00 Short cut loss 13.700 - 13.750 1.1950 - 1.2000 1.3650 - 1.3700 0.7700 - 0.7750 115.00 - 115.50

(13)

tetapi tidak terbatas pada penuntutan hukum oleh pihak ketiga. PTBC beserta direkturnya, karyawannya dan perwakilannya dalam Lampiran ini selanjutnya bersama-sama disebut sebagai “Grup”. Laporan ini diterbitkan semata-mata untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu ajakan atau penawaran untuk membeli efek atau instrumen keuangan. Laporan ini telah disusun tanpa mempertimbangkan tujuan, situasi keuangan dan kapasitas untuk menanggung kerugian, pengetahuan, pengalaman atau kebutuhan orang-orang tertentu yang mungkin menerima laporan ini. Tidak ada anggota dari Grup yang melakukan atau harus melakukan penilaian kelayakan atau penyesuaian laporan untuk penerima laporan ini yang karenanya tidak mendapat manfaat dari perlindungan peraturan dalam hal ini. Laporan ini bukan nasihat atau petunjuk. Semua penerima laporan ini harus, sebelum bertindak atas dasar informasi dalam laporan ini, mempertimbangkan kewajaran/kelayakan dan kesesuaian informasi, dengan memperhatikan tujuan-tujuan mereka sendiri, situasi keuangan dan kebutuhan, dan jika perlu mencari profesional yang tepat, memperhatikan kondisi valuta asing atau nasihat keuangan tentang isi laporan ini sebelum membuat keputusan investasi. Kami percaya bahwa informasi dalam laporan ini adalah benar dan setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang cukup telah diadakan atau dibuat, berdasarkan informasi yang tersedia pada saat kompilasi, tetapi tidak ada pernyataan atau jaminan, baik tersurat atau tersirat, yang dibuat atau disediakan untuk akurasi, kehandalan atau kelengkapan setiap pernyataan yang dibuat dalam laporan ini. Setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang ditetapkan dalam laporan ini dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan, kesimpulan, pendapat atau rekomendasi yang diungkapkan oleh Grup di tempat lain. Kami tidak berkewajiban untuk, dan tidak, memberitahukan perkembangan terkini atau harus terus mengikuti informasi terkini yang terdapat dalam laporan ini. Grup tidak menerima tanggung jawab untuk setiap kerugian atau kerusakan yang timbul akibat dari penggunaan seluruh atau setiap bagian dari laporan ini. Setiap penilaian, proyeksidan prakiraan yang terkandung dalam laporan ini didasarkan pada sejumlah asumsi dan perkiraan dan tunduk pada kontinjensi dan ketidakpastian. Asumsi dan perkiraan yang berbeda dapat mengakibatkan hasil material yang berbeda pula. Grup tidak mewakili atau menjamin bahwa salah satu proyeksi penilaian atau prakiraan, atau salah satu dasar asumsi atau perkiraan, akan dipenuhi. Kinerja masa lalu bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk kinerja masa depan. Grup tidak menjamin kinerja dari produk investasi atau pembayaran kembali modal dengan produk yang didistribusikan oleh PTBC. Investasi dalam produk ini bukan merupakan simpanan atau kewajiban lainnya dari Grup atau anak perusahaannya dan setiap jenis produk investasi memiliki risiko investasi termasuk hilangnya pendapatan dan modal yang diinvestasikan. Contoh yang digunakan dalam komunikasi ini hanya untuk ilustrasi. Semua materi yang disajikan dalam laporan ini, kecuali bila ditentukan lain, berada di bawah hak cipta Grup. Tak satu pun dari materi, maupun isinya, maupun salinannya, dapat diubah dengan cara apapun, ditransmisikan ke, disalin atau didistribusikan kepada pihak lain, tanpa izin tertulis dari perusahaan terkait yang menjadi bagian dalam Grup. Grup, berikut agennya, asosiasinya dan kliennya memiliki atau telah memiliki posisi panjang atau pendek pada efek atau instrumen keuangan lainnya yang disebut di sini, dan dapat setiap saat melakukan pembelian dan/atau penjualan terhadap kepentingan atau surat berharga dalam kapasitasnya sebagai prinsipal atau agen, termasuk menjual atau membeli dari klien atas dasar pokok dan dapat terlibat dalam transaksi yang tidak konsisten dengan laporan ini. Silakan melihat website kami di www.commbank.co.id untuk informasi lebih lanjut. Jika Anda ingin berbicara dengan seseorang mengenai instrumen keuangan yang dijelaskan dalam laporan ini, silakan hubungi Call Centre kami di 15000 30 atau email kami di [email protected].

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Di samping gaji dan penghasilan-penghasilan lainnya yang erat berhubungan dengan gaji maka kepada Kepala Daerah diberikan juga tunjangan-tunjangan yang lebih

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui Iklim Komunikasi Organisasi berbasis Kearifan Lokal di Puslatbang PKASN LAN-RI Jatinangor; hambatan didalam Iklim

Dalam tindak tutur tidak langsung, kalimat perintah dapat digunakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya untuk melembutkan tuturan.. Tuturan yang diutarakan secara tidak

Yani hanya menyikapi dengan biasa saja karena kata beliau selama tidak mengganggu usaha orang lain untuk apa di balas dengan marah, orang akan memilih membeli

Dalam penelitian ini proses komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa asal Sumatera Utara Suku Batak Karo tidak selalu menjadikan dirinya sebagai komunikator, karena pada

Sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori, disebutkan bahwa Nagori memiliki weweenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan

Uraian tentang bentuk dan nilai yang terkandung dari gerak yang terdapat pada tari Melinting akan dibaca sebagai kumpulan mozaik dimana masing-masing

Beberapa Hari Setelah Seminar Workshop Ada Warga Rt 014 Rw 08 Lenteng Agung Yang Meninggal Dan Telah Diuruskan Oleh Tim Pengurusan Jenazah (4 Orang) Yang Telah