• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SIFAT "KOLEGIALITAS" PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III SIFAT "KOLEGIALITAS" PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

SIFAT "KOLEGIALITAS"

PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS

A. Tugas Dan Fungsi Serta Kewajiban Dewan Komisaris

Menurut pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa :"Dewan Komisaris

adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi".

"Perkataan "Dewan Komisaris" dalam pasal di atas mengandung pengertian baik sebagai "organ" maupun sebagai orang perseorangan". Sebagai "organ", Dewan Komisaris disebut "Dewan Komisaris", sedangkan sebagai "orang perseorangan" disebut "anggota Dewan Komisaris". Sebagai "organ", dalam UUPT pengertian "Dewan Komisaris" termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas pengawasan khusus di bidang tertentu."27

Secara umum fungsi pengawasan dari Dewan Komisaris perseroan antara lain :

Adapun fungsi Dewan Komisaris perseroan dinyatakan dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yang berbunyi : "Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas

kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi”:

28

1. Melakukan pengawasan secara umum terhadap pekerjaan Direksi dan kegiatan perseroan pada umumnya.

27 Ibid. 28

(2)

2. Membefientikan anggota Direksi dari jabatannya untuk sementara waktu. 3. Menyetujui tindakan tertentu dari Direksi.

4. Memeriksa perusahaan (termasuk pembukuan) dalam rangka pengawasan. 5. Memberi nasihat kepada Direksi (dan Rapat Umum Pemegang Saham), baik

jika diminta atau tidak.

6. Melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Direksi jika ditunjuk khusus untuk itu.

7. Menjalankan tugas kepengurusan tertentu untuk sementara waktu jika Direksi berhalangan apabila disebutkan dalam anggaran dasar.29

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris perseroan dilakukan semata-mata untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, yang artinya bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 108 ayat (2) UUPT.

Dewan Komisaris perseroan dalam melakukan pengawasan tersebut haruslah sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yaitu yang tertuang dalam anggaran dasar perseroan, yang mana pengawasan dan pemberian nasihat tersebut memang untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk kepentingan pribadi para anggota Dewan Komisaris maupun kepentingan pihak atau golongan tertentu.

Walaupun UUPT tidak melarang pemegang saham (share holder/ owner) menjadi anggota Dewan Komisaris, namun sebaiknya yang menjadi anggota Dewan Komisaris bukan pemegang saham. Hal ini untuk profesionalisme dan mencegah agar pemegang saham tidak menyalahgunakan perseroan untuk tujuan dan kepentingan dirinya selaku pemegang saham.

29 Ibid.

(3)

Seandainya yang menjabat anggota Dewan Komisaris adalah pemegang saham perseroan yang bersangkutan, dirinya wajib melaporkan kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya kepada perseroan tersebut dan perseroan lain, termasuk perubahan kepemilikan berdasarkan Pasal 116 huruf b UUPT.

Laporan anggota Dewan Komisaris mengenai kepemilikan sahamnya akan dicatat dalam Daftar Khusus. Dengan dicatatnya dalam Daftar Khusus tersebut, dapat diketahui secara jelas besamya kepemilikan dan kepentingan pengurus perseroan pada perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin. "Keluarga di sini meliputi isteri atau suami dan anak-anaknya.30

Berbeda dengan konsep direksi yang secara hukum bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama (joint and several), maka dalam konsep dewan komisaris hanya bertanggung jawab secara kolegial bersama-sama

(joint only).31

1. Memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya ;

Konsep tersebut memberi pengertian bahwa dalam hal bertanggung jawab, jika bertindak mewakili Dewan Komisaris, maka seorang komisaris haruslah bersama-sama atau jika pun tidak bersamasama, anggota komisaris tersebut bertindak untuk dan atas nama dewan komisaris, sehingga tanggung jawab pun haruslah bersama-sama.

Rincian tugas Dewan Komisaris umumnya dapat kita temukan di dalam anggaran dasar, sebagaimana dalam pasal 15 form baku anggaran dasar perseroan terbatas dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut :

2. Memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas perseroan ;

30

Rachmadi Usman, Op. Cit., h. 195-196. 31

(4)

3. Mengawasi segala tindakan pengurusan yang dilakukan oleh Direksi ;

4. Untuk sementara waktu seorang atau lebih diantara anggota Dewan Komisaris yang telah diberikan kekuasaan sementara oleh Dewan Komisaris wajib mengurus perseroan apabila seluruh anggota Direksi diberhentikan sementara dan perseroan tidak mempunyai seorangpun anggota Direksi, hal mana atas tanggungan Dewan Komisaris.

Dalam memeriksa/mencocokkan pembukuan, uang kas atau laporan keuangan perseroan, Dewan Komisaris dapat melakukannya sendiri atau dapat pula dibantu / minta bantuan kepada pihak akuntan, hal ini untuk memperoleh hasil yang jelas dan seakurat mungkin serta sesuai dengan keadaan pembukuan perseroan.

Sebenamya yang menjadi tugas utama seorang anggota Dewan Komisaris adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yang berbunyi :

'Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi".

Dalam Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :32

1. Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan Terbatas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab ;

2. Melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada Perseroan Terbatas tersebut dan Perseroan Terbatas lainnya ;

3. Kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan dalam anggaran dasar, seperti misalnya :

a. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan

32

Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya Kajian Analitis UU

(5)

perbuatan hukum tertentu ;

b. melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

Seperti dijelaskan di atas, maka Dewan Komisaris perseroan wajib menjalankan tugasnya itu hanya untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lain. Apabila dalam perseroan itu terdapat anggota Dewan Komisaris yang sekaligus merangkap menjadi pemegang saham, maka ia diwajibkan untuk melaporkan kepemilikan sahamnya tersebut kepada perseroan, agar nantinya tidak terjadi benturan kepentingan sekaligus untuk menciptakan transparansi serta pemisahan antara hak dan kewajiban masing-masing organ perseroan.

Bagi anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk untuk melakukan tindakan pengurusan, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga, karena kedudukan anggota Dewan Komsiaris yang ditunjuk tersebut semata-mata untuk menggantikan kedudukan Direksi. Namun posisi Direksi tersebut hanya bisa diambil alih atau digantikan oleh Dewan Komisaris apabila seluruh anggota Direksi diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris karena suatu sebab tertentu yang dapat merugikan perseroan, atau anggota Direksi tersebut terdapat benturan kepentingan dengan perseroan.

B. Wewenang Dewan Komisaris

Agar Dewan Komisaris dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan penuh tanggung jawab, di dalam anggaran dasar dapat diatur beberapa kewenangan antara lain :33

1. Mengadakan dengar pendapat dengan akuntan yang memeriksa pembukuan perseroan ;

33

(6)

2. Ikut serta menandatangani laporan tahunan dan neraca perhitungan laba rugi ; 3. Memanggil RUPS ;

4. Memberikan nasihat dalam RUPS ;

5. Mewakili perseroan baik di luar maupun di dalam pengadilan bila antara Direksi dengan perseroan terdapat kepentingan yang berbeda ;

6. Membebaskan sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila kedapatan bertindak merugikan perseroan ;

7. Mengangkat seorang ahli pembukuan untuk membantu mengawasi pembukuan perseroan dalam waktu-waktu tertentu (secara insidentil) kecuali sebelumnya telah diangkat seorang ahli pembukuan oleh RUPS.

Perlu diketahui bahwa Dewan Komisaris meskipun dapat membebaskan sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila kedapatan bertindak merugikan perseroan, namun bukan berar6 ia bisa memberhentikan secara tetap anggota Direksi tersebut, karena yang dapat memberhentikan anggota Direksi hanyalah RUPS.

Seseorang yang mempunyai jabatan sebagai seorang anggota Dewan Komisaris yang memiliki kewenangan pengawasan, tentunya dalam melakukan tindakan pengawasan tersebut anggota Dewan Komisaris dapat juga melakukan kesalahan ataupun penyalahgunaan kewenangan, yang mungkin saja akan merugikan kepentingan orang lain atau bahkan merugikan kepentingan perseroan. Karena itu, anggota Dewan Komisaris tersebut harus mempertanggungjawabkannya secara hukum.

Seperti pada pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT yang mengatakan bahwa :

(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehatihatian dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

(7)

108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Berdasarkan pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT di atas, maka setiap anggota Dewan Komisaris dituntut untuk beritikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawas dan penasihat Direksi. Bahkan, akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Dewan Komisaris yang menimbulkan kerugian pada perseroan yang bersangkutan, anggota Dewan Komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban hukum oleh para pemegang sahamnya.

Jika Dewan Komisaris melakukan suatu kesalahan hukum (dengan unsur kesengajaan atau kelelaian) yang mana dapat merugikan perseroan, maka Dewan Komisaris harus mempertanggung jawabkan kesalahannya itu. Karena dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris bersifat kolegial, dengan demikian, jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang, maka seluruh anggota Dewan Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut) ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng.

C. Pengecualian Sifat "Kolegialitas" Dewan Komisaris

Dari uraian tersebut di atas, maka dalam konsep “kolegialitas" Dewan Komisaris perseroan temyata tidak mutlak diterapkan dalam hal kewenangan dan tanggung jawabnya saja, namun hukum juga membuka pengecualian terhadap konsep tanggung jawab kolegial ini, dalam hal disebutkan dalam Pasal 114 ayat (5) UUPT bahwa :

Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :

(8)

a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan P e r s e r o a n ;

b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian ; dan

c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul dan berianjutnya kerugian tersebut."

Dari bunyi pasal di atas, maka para anggota Dewan Komisaris dalam jabatannya tersebut bukan hanya bertugas mengawasi pekerjaan Direksi belaka, namun lebih dari sekedar itu Dewan Komisaris harus melakukan pengawasan terhadap perseroan secara maksimal dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan pengawasan itu dilakukan hanya untuk kepentingan perseroan saja, bukan untuk kepentingan pihak lain manapun, serta pada kesempatan tertentu Dewan Komisaris wajib mengingatkan atau memberi nasihat kepada Direksi apabila Dewan Komisaris mengetahui adanya suatu penyimpangan atau kesalahan yang dilakukan Direksi terhadap kegiatan kepengurusan perseroan.

Apabila Dewan Komisaris tersebut telah melakukan pekerjaannya dengan benar, namun pada kenyataannya kerugian diderita perseroan itu, maka ia dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila dapat membuktikan bahwa keadaan kerugian atau kesalahan yang bersangkutan memang bukan karena kesalahannya. Bisa saja ada satu anggota Dewan Komisaris yang harus bertanggung jawab secara hukum tetapi anggota Dewan Komisaris yang lain yang dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga dia tidak ikut bertanggung jawab.

(9)

D. Penerapan Sifat "Kolegialitas" Pada Fungsi, Wewenang, Dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas

Dewan Komisaris bersifat kolegial (majelis), yang mana konsep "dewan" bagi Dewan Komisaris ini berwujud dalam hal-hal yakni sebagai berikut34

1. Dalam kewenangan bertindak, meskipun tidak harus semuanya secara fisik bertindak, tetapi siapa pun yang bertindak mesti untuk dan atas nama seluruh anggota Dewan Komisaris yang ada ;

:

2. Dalam hal tanggung jawab, pada prinsipnya haruslah bertanggung jawab

secara bersama-sama (joint only).

Penjabaran sifat “kolegialitas” dalam hal seorang anggota Dewan Komisaris misalnya pada saat tertentu ditunjuk untuk menjalankan tugas tertentu yang biasanya dikerjakan oleh Direksi, maka dialah yang akan bertanggung jawab dalam posisinya selaku Direksi. “Komisaris yang menjalankan

tugas-tugas Direksi disebut dengan istilah `komisaris pendelegasian’ (gedelegeerd commissaris)".35

Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan yang sebenamya hanya dapat dilakukan oleh

Menjalankan tugas perseroan dalam posisi itu terjadi dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT :

(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

34

Munir Fuady, h. 117. 35

(10)

Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Dewan Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam UUPT.

Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, maka konsekuensi dari sifat "kolegialitas" adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota "dewan", anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan; 2. Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang

menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan dan tanggung jawab sebagai direksi perseroan (bukan sebagai Dewan Komisaris).

Namun demikian, ketentuan dalam pasal 69 ayat (3) dan ayat (4) UUPT berbicara sedikit lain, bahwa :

3. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

4. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.

Dalam hal ini UUPT memberikan pembuktian terbalik bagi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang bersangkutan. Sebab menurut Pasal 69 ayat (4) UUPT, para anggota direksi atau dewan komisaris dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang bersangkutan bukan karena kesalahannya. Dengan demikian, bisa saja ada anggota direksi atau dewan komisaris yang harus bertanggung jawab secara hukum, tetapi dewan

(11)

komisaris atau anggota direksi yang lain yang dapat membuktikan tidak bersalah sehingga dia tidak bertanggung jawab.

Khususnya terhadap pembebasan tanggung jawab dari anggota dewan komisaris, ketentuan pembebasan tersebut merupakan suatu pengecualian terhadap berlakunya konsep "dewan" (majelis atau kolegialitas) bagi dewan komisaris tersebut".36

Sedangkan untuk perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang tidak dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan berkenaan, Dewan Komisaris tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas segala akibat hukumnya. Acquit de

charge hanya memberikan pembebasan dan pelunasan perdata oleh para

Berbicara mengenai pembebasan tanggung jawab diatas, dapat dijumpai juga dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan perseroan selalu diberikan pembebasan dan pelunasan oleh para pemegang saham perseroan kepada Dewan Komisaris juga Direksi perseroan atas setiap kegiatan perseroan dalam tahun buku yang baru lampau, sepanjang kegiatan tersebut dilaporkan atau tencermin dalam laporan tahunan yang disahkan dalam Rapat Umum Tahunan tersebut (acquit de charge).

Ketentuan mengenai acquit de charge sering disalahartikan oleh masyarakat bahwa dengan diberikannya acquit de charge tersebut, Dewan Komisaris telah bebas dari segala pertanggungjawaban yang mungkin masih harus ditanggung olehnya pada tahun dimana ia telah diberikan acquit de

charge tersebut. Oleh sebab itu perlu dijelaskan disini bahwa pada prinsipnya

pemberian acquit de charge hanya memberikan pembebasan dan pelunasan dari perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan yang telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan.

36

(12)

pemegang saham, sedangkan untuk setiap perbuatan yang termasuk dalam perbuatan pidana sama sekali di luar kewenangan dan karenanya tidak pemah diberikan acquit de charge.

Dalam praktek sering kali dijumpai adanya ketidaktahuan masyarakat bahwa betapa penting dilakukannya pemberian acquit de charge tersebut dalam setiap akhir tahun buku perseroan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, yang mana hal ini kebanyakan diabaikan oleh para pemegang saham yang menjabat juga sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris dalam perseroan itu.

Menurut pendapat penulis, ada alasan-alasan tertentu yang mendasari diabaikannya pemberian acquit de charge tersebut kepada para anggota Direksi atau Dewan Komisaris tersebut, antara lain :

1. perseroan tersebut adalah perusahaan keluarga, yang mana pemegang sahamnya adalah anggota keluarga dekat ;

2. perseroan tersebut adalah perusahaan dengan skala kecil, yang mana hal tersebut tidak membawa pengaruh terhadap manajemen perusahaan ;

3. anggota Direksi maupun anggota Dewan Komisaris perseroan sekaligus menjadi pemegang saham, sehingga tanggung jawab maupun kendali perusahaan ada ditangan mereka juga.

Dari beberapa alasan itulah kadangkala atau bahkan sama sekali tidak pemah diberikan acquit de charge oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan kepada setiap anggota Dewan Komisaris, padahal jika suatu saat nanti terjadi kerugian terhadap perseroan, maka secara bersama-sama anggota Dewan Komisaris yang pada masa jabatannya itu tidak pemah diberikan acquit de charge dapat dimintai pertanggung jawabannya pada saat kapanpun oleh pihak manapun yang berkepentingan meskipun anggota Dewan Komisaris itu sudah tidak menjabat lagi.

Tetapi, UUPT juga memberikan perlindungan hukum bagi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang bersangkutan. Sebab menurut Pasal 69 ayat (4)

(13)

UUPT, para anggota direksi atau dewan komisaris dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang bersangkutan bukan karena kesalahannya. Dengan demikian, bisa saja ada anggota direksi atau dewan komisaris yang harus bertanggung jawab secara hukum, tetapi dewan komisaris atau anggota direksi yang lain yang dapat membuktikan tidak bersalah tidak bertanggung jawab atas kerugian itu. Hal inilah yang menjadi konsekuensi dari sifat kolegialitas dalam hal pertanggung jawaban Dewan Komisaris perseroan.

Meskipun Dewan Komisaris bertindak secara kolegial, tetapi jika terdapat lebih dari 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris, salah satu di antara mereka menjadi Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Jabatan Presiden Komisaris atau Komisaris Utama ini hanya bersifat administratif, bukan bersifat liabilitas. Artinya, dalam hal tanggung jawab, yang bertanggung jawab tetap seluruh Dewan Komisaris yang ada. Presiden Komisaris atau Komisaris Utama biasanya yang akan berfungsi sebagai pelaksana tugas delegasi, bertindak dan melakukan tugas day to day (sehari-hari) dari fungsi Dewan Komisaris.

Untuk hal-hal penting, dalam bertindak anggota Dewan Komisaris harus melalui rapat Dewan Komisaris. Jika syarat rapat tersebut tidak terpenuhi, maka ke luar tetap Dewan Komisaris yang bertanggung jawab, tetapi ke dalam, hanya anggota Dewan Komisaris yang bertindak sendirilah yang bertanggung jawab.37

Pada level pengawasan Dewan Komisaris disebut Komisaris pengambil keputusan (decicion maker), yaitu konsep Dewan Komisaris di mana di samping Dalam Pasal 98 ayat (3) UUPT dinyatakan bahwa : "Kewenangan Direksi

untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS":

37

(14)

dia mengawasi hal-hal tertentu, terutama dalam hal-hal penting, diajak pula untuk mengambil keputusan (misalnya dengan format surat persetujuan Dewan Komisaris) untuk kegiatan-kegiatan tertentu dari

Perseroan.38

1. mengambil loan (kredit) dari bank ;

Dari bunyi pasal 98 ayat (3) UUPT di atas serta pengertian komisaris sebagai pengambil keputusan di atas, maka disimpulkan bahwa jika anggaran dasar perseroan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi, maka kewenangan Direksi untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan menjadi terbatas dan bersyarat dalam hal-hal yang sudah diatur dalam anggaran dasar perseroan itu.

Dengan adanya kemungkinan tersebut, maka untuk melakukan perbuatan hukum tertentu Direksi harus mendapat persetujuan dari organ perseroan yang lain, misalnya saja Dewan Komisaris atau RUPS. Adapun perbuatan-perbuatan penting yang sebaiknya harus terlebih dahulu dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris misalnya dalam hal-hal :

2. meminjamkan asset perseroan ;

3. membeli atau menjual aset-aset penting dari perseroan;

4. menjadi penanggung (borg/avalist) ; 5. membuka kantor cabang baru ;

6. mengeluarkan dana melebihi jumlah tertentu ; 7. memberhentikan direksi untuk sementara waktu ; 8. mengubah ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar ;

9. melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan

10. mengubah status perseroan dari tertutup menjdi terbuka atau sebaliknya ; dan sebagainya ; yang mana kegiatan-kegiatan tersebut harus sudah dituangkan dalam anggaran dasar perseroan tersebut.

38 Ibid.

(15)

BAB IV

PENERAPAN SIFAT KOLEGIALITAS PADA SAAT PERSEROAN TERBATAS DALAM KEADAAN PAILIT

A. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Kepailitan menyebabkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan sejak putusan pernyataan pailit dinyatakan oleh majelis hakim.

Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan yang telah berlaku, maka setiap dan seluruh perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan setelah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.

Pasal 21 Undang-Undang No.37 tahun 2004 menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor. Dari ketentuan Pasal 21 ini diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum.

Dengan adanya sita umum ini hendak menghindari adanya sita perorangan. Sita umm tersebut haruslah bersifat koservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan senua kreditor yang bersangkutan. Para kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorium) sesuai dengan asas dalam Pasal 1132 KUH Perdata.

Perlu ditekankan bahwa tujuan kepailitan adalah untuk membagi seluruh kekayaan debitor yang dilakukan oleh kurator kepada semua kreditor dengan tetap memperhatikan hak-hak mereka masing-masing.

(16)

yang dapat diuangkan (ten gelde kunnen worden gemaakt). Meskipun kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor, namun di dalam Pasal 22 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 merinci apa saja kekayaan debitor yang tidak termasuk ke dalam kepailitan itu. Yakni antara lain :

1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor, yang dibutuhkan debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dpergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengakapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; serta

3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban member nafkah menurut undang-undang.

Sehingga dari hal tersebut diatas yang harus diperhatikan adalah bahwa kepailitan ini hanyalah menyangkut harta kekayaan debitor pailit dan ukan hak pribadi si debitor. Debitor masih tetap memiliki hak untuk melakuka perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang suami, orang tua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si debitor pailit dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

.

B. Penerapan Sifat “Kolegialitas” Pada Saat Perseroan Terbatas Dalam Keadaan Pailit

Pasal 104 ayat (2) UUPT menentukan bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota

(17)

Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Demikian ditentukan di dalam ayat (3) Pasal 104. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan keadaan seperti yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) yang berbunyi :

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

Agar lebih spesifik dalam penggambaran mengenai penerapan sifat kolegialitas dewan komisaris jika PT terjadi pailit, maka dalam pembahasan ini akan dibahas lebih khusus mengenai tanggung jawab Komisaris dalam suatu PT berbentuk Bank. Hal tersebut dikarenakan tanggung jawab yang diemban komisaris pada PT berbentuk perbankan pada saat terjadinya pailit diatur secara lebih detail dengan karakteristik organ perseroan yang unik.

Dalam UU UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan), mengatur bahwa salah satu bentuk hukum Bank Umum ataupun BPR adalah PT (Ps 21 UU Perbankan). Konstruksi hukum organ PT Perbankan sudah tentu sama dengan yang diatur di dalam UUPT. Jika UU Perbankan termasuk peraturan pelaksanaannya, termasuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) telah dan/atau akan mengatur sendiri hal-hal yang berkaitan dengan organ PT, misalnya: persyaratan pencalonan Direksi PT. Bank, yang tidak hanya mengacu pada ketentuan Pasal 93

(18)

UUPT, tapi ditambahkan syarat tambahan, misalnya: harus lulus fit and proper

test yang dilakukan oleh Bank Indonesia, harus mempunyai latar belakang

keahlian di bidangperbankan, ekonomi, hukum, lulus sertifikasi manajemen risiko dan sebagainya, hal ini boleh saja dilakukan dan dibenarkan menurut Pasal 93 ayat (2) UUPT yang berbunyi :

Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang bewenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Yang unik dan menarik dan untuk dibahas adalah ketentuan di dalam praktik perbankan Indonesia. Berdasarkan PBI diatur bahwa yang dimaksud dengan Pengurus Bank adalah Komisaris dan Direksi. Komisaris sekaligus dimasukkan dalam lingkup Direksi.39

Apa yang dimaksud dengan kalimat ”dalam keadaan tertentu” itu? Menurut penjelasan Pasal 118 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada. Yang dimaksud

Apakah hal demikian tidak bertentangan dengan UUPT? Jawabannya: pada prinsipnya tidak! Pasal 118 ayat (1) UUPT menentukan bahwa :

Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

Sedangkan ayat 2 mengatakan bahwa:

Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

39

(19)

dengan ”dalam keadaan tertentu” antara lain keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c. Pasal 99 ayat (2) huruf b tersebut mengatur mengenai siapa yang berhak mewakili Perseroan jika terjadi perkara di Pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan, dimana seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Jika terjadi keadan demikian, maka Dewan Komisaris berhak mengambil alih posisi Direksi mewakili Perseroan melawan Direksi yang berperkara dengan Perseroan. Kemudian Pasal 107 huruf c mengatakan bahwa dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara. Dari bunyi Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c. kemungkinan Dewan Komisaris melakukan perbuatan pengurusan hanya berkaitan dengan hal-hal seperti yang diatur di dalam Pasal 97 ayat (2) huruf b jika ada perkara antara Direksi dengan Perseroan sementara seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan dan Pasal 107 huruf c perlunya diatur di dalam anggaran dasar PT, jika sewaktu waktu seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara, siapa pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan.

Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, maka konsekuensi dari sifat "kolegialitas" adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota "dewan", anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan ; 2. Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang

menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan dan tanggung jawab sebagai direksi perseroan (bukan sebagai Dewan Komisaris).

(20)

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 4 UUPT yang mengatakan bahwa terhadap Perseroan berlaku UUPT, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, ketentuan PBI yang mengatur secara spesifik PT Perbankan tidak bisa dikatakan bertentangan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bunyi penjelasan Pasal 4 UUPT tersebut. Berlakunya UU ini, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundangundangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (good

corporate governance) dalam menjalankan Perseroan. Yang dimaksud dengan

”ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan perasuransian, peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan undang-undang ini yang berlaku adalah UU UUPT.

Jadi sekali lagi, BI perlu menguji apa yang menjadi ”recht ide” sehingga mengatur dengan tegas bahwa yang dimaksud dengan Pengurus PT Perbankan adalah Direksi dan Dewan Komisaris. Jika ketentuan ini diterjemahkan secara harafiah berarti yang melakukan perbuatan pengurusan PT Perbankan itu serta merta adalah Direksi dan Dewan Komisaris. Jika demikian halnya, akan terjadi kesimpangsiuran mengenai siapa yang kemudian menjalankan fungsi pengawasan sebagai organ PT. Sementara PBI hanya menentukan yang dimaksud dengan pengurus PT Perbankan adalah Direksi dan Komisaris. Tidak ada ketentuan yang mengatakan bahwa tidak semua anggota Dewan Komisaris yang menjadi bagian dari Pengurus bank. Oleh sebab itu menurut hemat saya BI tetap perlu mencermati kembali ketentuan ini, supaya tidak diterjemahkan telah bertentangan dengan asas hukum PT. Pada prinsipnya Dewan Komisaris memang boleh ikut terlibat dalam pengurusan PT, namun hanya dalam hal dan keadaan-keadaan tertentu. Itu yang penting untuk diketahui dan disadari oleh semua pihak.

(21)

Hal tersebut menjadi penting karena dalam rangka menegakkan ketentuan UU PT dan UU Perbankan berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran UU Perbankan sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 ayat (2), 47 A, 48, 49 UU Perbankan, Direksi harus cukup ekstra hati-hati mengelola atau mengurus dan memelihara PT yang bergerak dibidang perbankan. Jangan sampai terjadi di dalam praktik anggota Dewan Komisaris yang tidak memahami ketentuan dalam PBI terkait dengan UUPT dan sehari-harinya ternyata tidak aktif sebagai Pengurus Bank, namun karena ada indikasi kejahatan atau pelanggaran UU Perbankan yang sedang diselidiki oleh Aparat Penegak Hukum, kemudian anggota Dewan Komisaris tersebut terpaksa harus menghadapi panggilan dan pertanyaan-pertanyaan dari Aparat Penegak Hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Di tengah masyarakat bisnis, masih banyak organ PT Perbankan yg belum memahami sungguh-sungguh filosofi UUPT terkait dengan pengaturan organ PT, sifat hubungan hukum antar organ, fungsi, hak dan wewenang masingmasing organ dalam kaitannya dengan kegiatan usaha Perseroan. Terlebih lagi mayoritas PT di Indonesia, termasuk PT Perbankan adalah PT Tertutup yg belum “go publik” ke Pasar Modal. PT Tertutup, kebanyakan berasal dari bisnis keluarga, teman dekat, group yang dirancang sejak awal dengan “kurang“ mengedepankan atau memperhatikan aspek hukum yang membingkai bentuk hukum PT Perbankan tersebut. Misalnya adanya hubungan afiliasi diantara anggota organ masih sangat dominan dan kurang mendapat perhatian khusus berkaitan dengan konsekuensi hukumnya. Hal tersebut kurang disadari telah berpotensi merugikan kepentingan Perseroan. Demikian pula untuk PT-PT “Plat Merah“ baik BUMN maupun BUMD, tidak jarang indikasi mismanajemen dalam pengurusan PT Bank, berujung pada pemeriksaan Kejaksaan–bukan dengan menggunakan UU Perbankan–tapi dengan menggunakan UU Tipikor dapat merepotkan semua pihak yg terlibat dalam pengurusan perbankan. Jika ternyata terdapat benturan pengaturan antara UUPT dengan UU Perbankan misalnya, maka berdasarkan pendekatan doktrin seharusnya UU Perbankan diperlakukan sebagai UU khusus

(22)

dengan mendasarkan pada asas “lex specialis derogat legi generali“. Akan tetapi karena asas ini berada dalam wilayah doktrin hukum yang merupakan salah satu sumber hukum, maka jika doktrin tersebut tidak dipakai, tidak diterapkan oleh semua Aparat Penegak Hukum, maka asas tersebut hanya akan menjadi kata-kata tidak bermakna apa-apa menghadapi benturan pengaturan tersebut.

(23)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Fungsi Dewan Komisaris perseroan menurut pasal 108 ayat (1) UUPT adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris perseroan dilakukan untuk kepentingan perseroan. Berdasarkan pasal 108 ayat (4) UUPT, jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, maka seluruh anggota Dewan Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut) ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng, hal ini merupakan perwujudan sifat "kolegialitas" pada fungsi Dewan Komisaris perseroan.

Dewan Komisaris yang mempunyai kewenangan pengawasan tentunya dalam melakukan pengawasan tersebut bisa saja melakukan kesalahan ataupun penyalahgunaan kewenangan, yang dapat merugikan perseroan, oleh karena itu anggota Dewan Komisaris tersebut harus mempertanggung jawabkannya secara hukum. Sebagaimana dalam pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT, maka setiap anggota Dewan Komisaris dituntut untuk beritikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang sudah diberikan oleh perseroan kepadanya. Dalam menjalankan kewenangan itu, Dewan Komisaris bersifat kolegialitas, dengan demikian jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, maka secara hukum seluruh anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng.

Dalam bertindak, seorang komisaris haruslah bersama-sama atau jika pun tidak bersama-sama, anggota Dewan Komisaris tersebut bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris, sehingga tanggung jawab pun haruslah bersama-sama, yang mana konsep dewan komisaris ini hanya bertanggung jawab secara kolegial/bersama-sama (joint only).

(24)

Jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang, maka seluruh anggota Dewan Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut) ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng, hal ini merupakan perwujudan sifat “kolegialitas” Dewan Komisaris, namun berdasarkan pasal 69 ayat (4) UUPT, pare anggota Dewan Komisaris dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang bersangkutan bukan karena kesalahannya. Hal inilah yang menjadi pengecualian terhadap sifat kolegialitas pada organ perseroan terbatas "Dewan Komisaris".

(25)

B. Saran

Perseroan terbatas sebagai salah satu sarana yang digunakan oleh para pengusaha (investor) untuk menjalankan modalnya dengan melakukan kegiatan usaha untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, hendaknya para pengusaha selaku pendiri perseroan terbatas dapat menempatkan perseroan terbatas dalam kedudukan yang proporsional di dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pelaku usaha, artinya janganlah pendiri perseroan terbatas memanfaatkan perseroan terbatas hanya untuk kepentingan pribadinya. Agar supaya hal tersebut tidak merugikan kepentingan pengusaha sendiri maupun merusak citra perseroan terbatas di mata masyarakat.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan acuan didalam penegakan hukum perseroan dan sekaligus sebagai payung hukum yang diharapkan dapat memberikan aspek perlindungan hukum yang memadai bagi para pengusaha yang ingin mendirikan perseroan terbatas. Meskipun lahimya UndangUndang ini terbilang baru, namun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum dengan layanan yang cepat dan terjamin kepastian hukum terhadap kemandirian perseroan terbatas.

Masing-masing organ perseroan mempunyai fungsi dan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda, namun demikian kesemuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, oleh karenanya apabila perseroan tersebut ingin mencapai tujuan perseroan, maka di antara organ perseroan tersebut harus dapat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang beriaku maupun anggaran dasamya.

Selain Direksi dan RUPS, keberadaan Dewan Komisaris selaku pengawas atas kebijakan dan pengurusan perseroan yang dilakukan oleh Direksi adalah mutlak diperlukan dalam perseroan, dengan maksud agar perbuatan kepengurusan oleh Direksi tersebut tidak menyimpang dari tujuan dan harapan perseroan itu sendiri. Khususnya dalam melakukan perbuatan hukum tertentu, perlu adanya pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi yang mana telah ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Perbuatan-perbuatan hukum tertentu

(26)

tersebut harus mendapat persetujuan dari organ perseron terbatas yang lain, yaitu Dewan Komisaris atau RUPS yang telah diatur dalam anggaran dasar perseroan. Jika tidak diperoleh persetujuan dari organ dimaksud maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah dan tanggung jawab harus ditanggung oleh Direksi secara pribadi.

Dengan adanya teknologi mengenai pelayanan terhadap badan hukum khususnya perseroan terbatas oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen

AHU) -nya, yaitu program

Sisminbakum (sistem administrasi badan hukum) yang dapat diakses lewat

internet, maka kemudahan tersebut diharapkan mampu meningkatkan gairah para pengusaha untuk mendirikan suatu perusahaan yang legal dengan kualitas pelayanan yang cepat dan tedamin kepastian hukum terhadap badan hukum tersebut, yang nantinya dapat meningkatkan perekonomian negara dan masyarakat Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa bentuk intervensi lain yang pernah dilakukan dengan melibatkan aspek sosial maupun emosional dalam mengatasi perilaku agresif pada siswa, diantaranya ialah

17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen

Penerapan sistem informasi akuntansi yang baik dan benar, akan membawa dampak pada penyajian laporan keuangan yang berkualitas dan memliki aspek kualitas m yang

Pada penelitian ini kami menggunakan dua honeypot yaitu Dionaea dan Kippo, serta beberapa perangkat lunak seperti p0f dan database Maxmind GeoIP untuk memperoleh

Terdapat juga aplikasi “Penerapan Teknologi Augmented Reality bangun ruang dengan menggunakan metode Marker Based berbasis Android” yang dibuat oleh Muhammad Ismail,

perisytiharan yang mewujudkan, mengawal, atau menyentuh perkara itu, Majlis hendaklah menjadi pemegang amanah yang tunggal bagi semua wakaf, sama ada wakaf am atau wakaf khas,

Berdasarkan latar belakangnya yang telah dijelaskan bahwa walaupun Tari Tradisional ini sampai sekarang masih bisa dipelajari di Sekolah-Sekolah maupun sanggar seni tetapi

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIIIB SMP Negeri 2 Selomerto Kabupaten Wonosobo yang beralamat di jalan Jenderal Soeharto Se- lomerto Wonosobo dengan jumlah peserta