BAB III
SIFAT "KOLEGIALITAS"
PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS
A. Tugas Dan Fungsi Serta Kewajiban Dewan Komisaris
Menurut pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa :"Dewan Komisaris
adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi".
"Perkataan "Dewan Komisaris" dalam pasal di atas mengandung
pengertian baik sebagai "organ" maupun sebagai orang perseorangan". Sebagai
"organ", Dewan Komisaris disebut "Dewan Komisaris", sedangkan sebagai "orang
perseorangan" disebut "anggota Dewan Komisaris". Sebagai "organ", dalam
UUPT pengertian "Dewan Komisaris" termasuk juga badan-badan lain yang
menjalankan tugas pengawasan khusus di bidang tertentu."27
Secara umum fungsi pengawasan dari Dewan Komisaris perseroan
antara lain :
Adapun fungsi Dewan Komisaris perseroan dinyatakan dalam Pasal 108
ayat (1) UUPT yang berbunyi : "Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Perseroan maupun usaha Perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi”:
28
1. Melakukan pengawasan secara umum terhadap pekerjaan Direksi dan
kegiatan perseroan pada umumnya.
27Ibid. 28
2. Membefientikan anggota Direksi dari jabatannya untuk sementara waktu.
3. Menyetujui tindakan tertentu dari Direksi.
4. Memeriksa perusahaan (termasuk pembukuan) dalam rangka pengawasan.
5. Memberi nasihat kepada Direksi (dan Rapat Umum Pemegang Saham), baik
jika diminta atau tidak.
6. Melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Direksi jika ditunjuk khusus untuk
itu.
7. Menjalankan tugas kepengurusan tertentu untuk sementara waktu jika
Direksi berhalangan apabila disebutkan dalam anggaran dasar.29
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris perseroan dilakukan
semata-mata untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan, yang artinya bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang
dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan
tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 108 ayat
(2) UUPT.
Dewan Komisaris perseroan dalam melakukan pengawasan tersebut
haruslah sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yaitu yang tertuang dalam
anggaran dasar perseroan, yang mana pengawasan dan pemberian nasihat
tersebut memang untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk kepentingan
pribadi para anggota Dewan Komisaris maupun kepentingan pihak atau
golongan tertentu.
Walaupun UUPT tidak melarang pemegang saham (share holder/ owner)
menjadi anggota Dewan Komisaris, namun sebaiknya yang menjadi anggota
Dewan Komisaris bukan pemegang saham. Hal ini untuk profesionalisme
dan mencegah agar pemegang saham tidak menyalahgunakan perseroan untuk
tujuan dan kepentingan dirinya selaku pemegang saham.
Seandainya yang menjabat anggota Dewan Komisaris adalah pemegang
saham perseroan yang bersangkutan, dirinya wajib melaporkan kepemilikan
sahamnya dan atau keluarganya kepada perseroan tersebut dan perseroan lain,
termasuk perubahan kepemilikan berdasarkan Pasal 116 huruf b UUPT.
Laporan anggota Dewan Komisaris mengenai kepemilikan sahamnya
akan dicatat dalam Daftar Khusus. Dengan dicatatnya dalam Daftar Khusus
tersebut, dapat diketahui secara jelas besamya kepemilikan dan kepentingan
pengurus perseroan pada perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain,
sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil
mungkin. "Keluarga di sini meliputi isteri atau suami dan anak-anaknya.30
Berbeda dengan konsep direksi yang secara hukum bertanggung jawab, baik
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama (joint and several), maka dalam
konsep dewan komisaris hanya bertanggung jawab secara kolegial bersama-sama
(joint only).31
1. Memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya ;
Konsep tersebut memberi pengertian bahwa dalam hal bertanggung jawab,
jika bertindak mewakili Dewan Komisaris, maka seorang komisaris haruslah
bersama-sama atau jika pun tidak bersamasama, anggota komisaris tersebut
bertindak untuk dan atas nama dewan komisaris, sehingga tanggung jawab pun
haruslah bersama-sama.
Rincian tugas Dewan Komisaris umumnya dapat kita temukan di dalam
anggaran dasar, sebagaimana dalam pasal 15 form baku anggaran dasar perseroan
terbatas dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, antara
lain sebagai berikut :
2. Memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas perseroan ;
30
Rachmadi Usman, Op. Cit., h. 195-196. 31
3. Mengawasi segala tindakan pengurusan yang dilakukan oleh Direksi ;
4. Untuk sementara waktu seorang atau lebih diantara anggota Dewan Komisaris
yang telah diberikan kekuasaan sementara oleh Dewan Komisaris wajib
mengurus perseroan apabila seluruh anggota Direksi diberhentikan sementara
dan perseroan tidak mempunyai seorangpun anggota Direksi, hal mana atas
tanggungan Dewan Komisaris.
Dalam memeriksa/mencocokkan pembukuan, uang kas atau laporan
keuangan perseroan, Dewan Komisaris dapat melakukannya sendiri atau dapat
pula dibantu / minta bantuan kepada pihak akuntan, hal ini untuk memperoleh
hasil yang jelas dan seakurat mungkin serta sesuai dengan keadaan pembukuan
perseroan.
Sebenamya yang menjadi tugas utama seorang anggota Dewan Komisaris
adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yang berbunyi :
'Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan
dan memberi nasihat kepada Direksi".
Dalam Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris mempunyai
kewajiban-kewajiban sebagai berikut :32
1. Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan Terbatas dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab ;
2. Melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan sahamnya dan
atau keluarganya pada Perseroan Terbatas tersebut dan Perseroan Terbatas
lainnya ;
3. Kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan dalam anggaran dasar, seperti
misalnya :
a. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan
32
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya Kajian Analitis UU
perbuatan hukum tertentu ;
b. melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu
untuk jangka waktu tertentu.
Seperti dijelaskan di atas, maka Dewan Komisaris perseroan wajib
menjalankan tugasnya itu hanya untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lain. Apabila dalam perseroan itu
terdapat anggota Dewan Komisaris yang sekaligus merangkap menjadi
pemegang saham, maka ia diwajibkan untuk melaporkan kepemilikan
sahamnya tersebut kepada perseroan, agar nantinya tidak terjadi benturan
kepentingan sekaligus untuk menciptakan transparansi serta pemisahan antara
hak dan kewajiban masing-masing organ perseroan.
Bagi anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk untuk melakukan
tindakan pengurusan, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak,
wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga, karena
kedudukan anggota Dewan Komsiaris yang ditunjuk tersebut semata-mata
untuk menggantikan kedudukan Direksi. Namun posisi Direksi tersebut hanya
bisa diambil alih atau digantikan oleh Dewan Komisaris apabila seluruh
anggota Direksi diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris karena suatu
sebab tertentu yang dapat merugikan perseroan, atau anggota Direksi tersebut
terdapat benturan kepentingan dengan perseroan.
B. Wewenang Dewan Komisaris
Agar Dewan Komisaris dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang
diberikan kepadanya dengan penuh tanggung jawab, di dalam anggaran dasar dapat
diatur beberapa kewenangan antara lain :33
1. Mengadakan dengar pendapat dengan akuntan yang memeriksa pembukuan
perseroan ;
33
2. Ikut serta menandatangani laporan tahunan dan neraca perhitungan laba rugi ;
3. Memanggil RUPS ;
4. Memberikan nasihat dalam RUPS ;
5. Mewakili perseroan baik di luar maupun di dalam pengadilan bila antara
Direksi dengan perseroan terdapat kepentingan yang berbeda ;
6. Membebaskan sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila
kedapatan bertindak merugikan perseroan ;
7. Mengangkat seorang ahli pembukuan untuk membantu mengawasi
pembukuan perseroan dalam waktu-waktu tertentu (secara insidentil) kecuali
sebelumnya telah diangkat seorang ahli pembukuan oleh RUPS.
Perlu diketahui bahwa Dewan Komisaris meskipun dapat membebaskan
sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila kedapatan bertindak
merugikan perseroan, namun bukan berar6 ia bisa memberhentikan secara tetap
anggota Direksi tersebut, karena yang dapat memberhentikan anggota Direksi
hanyalah RUPS.
Seseorang yang mempunyai jabatan sebagai seorang anggota Dewan
Komisaris yang memiliki kewenangan pengawasan, tentunya dalam melakukan
tindakan pengawasan tersebut anggota Dewan Komisaris dapat juga melakukan
kesalahan ataupun penyalahgunaan kewenangan, yang mungkin saja akan
merugikan kepentingan orang lain atau bahkan merugikan kepentingan
perseroan. Karena itu, anggota Dewan Komisaris tersebut harus
mempertanggungjawabkannya secara hukum.
Seperti pada pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT yang mengatakan
bahwa :
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehatihatian
dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi
atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Berdasarkan pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT di atas, maka setiap
anggota Dewan Komisaris dituntut untuk beritikad baik dan penuh tanggung
jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawas dan penasihat
Direksi. Bahkan, akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Dewan
Komisaris yang menimbulkan kerugian pada perseroan yang bersangkutan,
anggota Dewan Komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban hukum oleh para
pemegang sahamnya.
Jika Dewan Komisaris melakukan suatu kesalahan hukum (dengan unsur
kesengajaan atau kelelaian) yang mana dapat merugikan perseroan, maka
Dewan Komisaris harus mempertanggung jawabkan kesalahannya itu. Karena
dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris bersifat kolegial, dengan
demikian, jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang, maka seluruh anggota Dewan
Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut)
ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng.
C. Pengecualian Sifat "Kolegialitas" Dewan Komisaris
Dari uraian tersebut di atas, maka dalam konsep “kolegialitas" Dewan
Komisaris perseroan temyata tidak mutlak diterapkan dalam hal kewenangan dan
tanggung jawabnya saja, namun hukum juga membuka pengecualian terhadap
konsep tanggung jawab kolegial ini, dalam hal disebutkan dalam Pasal 114 ayat
(5) UUPT bahwa :
Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
P e r s e r o a n ;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian ;
dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul dan
berianjutnya kerugian tersebut."
Dari bunyi pasal di atas, maka para anggota Dewan Komisaris dalam
jabatannya tersebut bukan hanya bertugas mengawasi pekerjaan Direksi belaka,
namun lebih dari sekedar itu Dewan Komisaris harus melakukan pengawasan
terhadap perseroan secara maksimal dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan pengawasan itu dilakukan
hanya untuk kepentingan perseroan saja, bukan untuk kepentingan pihak lain
manapun, serta pada kesempatan tertentu Dewan Komisaris wajib mengingatkan
atau memberi nasihat kepada Direksi apabila Dewan Komisaris mengetahui
adanya suatu penyimpangan atau kesalahan yang dilakukan Direksi terhadap
kegiatan kepengurusan perseroan.
Apabila Dewan Komisaris tersebut telah melakukan pekerjaannya dengan
benar, namun pada kenyataannya kerugian diderita perseroan itu, maka ia dapat
dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila dapat membuktikan bahwa
keadaan kerugian atau kesalahan yang bersangkutan memang bukan karena
kesalahannya. Bisa saja ada satu anggota Dewan Komisaris yang harus
bertanggung jawab secara hukum tetapi anggota Dewan Komisaris yang lain
yang dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga dia tidak ikut
bertanggung jawab.
D. Penerapan Sifat "Kolegialitas" Pada Fungsi, Wewenang, Dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas
Dewan Komisaris bersifat kolegial (majelis), yang mana konsep
"dewan" bagi Dewan Komisaris ini berwujud dalam hal-hal yakni sebagai
berikut34
1. Dalam kewenangan bertindak, meskipun tidak harus semuanya secara
fisik bertindak, tetapi siapa pun yang bertindak mesti untuk dan atas nama
seluruh anggota Dewan Komisaris yang ada ; :
2. Dalam hal tanggung jawab, pada prinsipnya haruslah bertanggung jawab
secara bersama-sama (joint only).
Penjabaran sifat “kolegialitas” dalam hal seorang anggota Dewan
Komisaris misalnya pada saat tertentu ditunjuk untuk menjalankan tugas
tertentu yang biasanya dikerjakan oleh Direksi, maka dialah yang akan
bertanggung jawab dalam posisinya selaku Direksi. “Komisaris yang menjalankan
tugas-tugas Direksi disebut dengan istilah `komisaris pendelegasian’
(gedelegeerd commissaris)".35
Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dewan Komisaris untuk
melakukan pengurusan perseroan yang sebenamya hanya dapat dilakukan oleh Menjalankan tugas perseroan dalam posisi itu terjadi dalam hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT :
(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat
melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi
terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
34
Munir Fuady, h. 117. 35Ibid.,
Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Dewan Komisaris hanya
dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam UUPT.
Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, maka konsekuensi
dari sifat "kolegialitas" adalah sebagai berikut :
1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota "dewan",
anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut
tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan;
2. Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang
menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama
perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan dan tanggung jawab
sebagai direksi perseroan (bukan sebagai Dewan Komisaris).
Namun demikian, ketentuan dalam pasal 69 ayat (3) dan ayat (4) UUPT
berbicara sedikit lain, bahwa :
3. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar
dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang
dirugikan.
4. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti
bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Dalam hal ini UUPT memberikan pembuktian terbalik bagi anggota
Direksi atau Dewan Komisaris yang bersangkutan. Sebab menurut Pasal 69
ayat (4) UUPT, para anggota direksi atau dewan komisaris dibebaskan dari
tanggung jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang bersangkutan
bukan karena kesalahannya. Dengan demikian, bisa saja ada anggota direksi atau
komisaris atau anggota direksi yang lain yang dapat membuktikan tidak
bersalah sehingga dia tidak bertanggung jawab.
Khususnya terhadap pembebasan tanggung jawab dari anggota dewan
komisaris, ketentuan pembebasan tersebut merupakan suatu pengecualian
terhadap berlakunya konsep "dewan" (majelis atau kolegialitas) bagi dewan
komisaris tersebut".36
Sedangkan untuk perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang tidak dilaporkan
atau tercermin dalam laporan tahunan berkenaan, Dewan Komisaris tetap
bertanggung jawab sepenuhnya atas segala akibat hukumnya. Acquit de
charge hanya memberikan pembebasan dan pelunasan perdata oleh para Berbicara mengenai pembebasan tanggung jawab diatas, dapat
dijumpai juga dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan
perseroan selalu diberikan pembebasan dan pelunasan oleh para pemegang
saham perseroan kepada Dewan Komisaris juga Direksi perseroan atas
setiap kegiatan perseroan dalam tahun buku yang baru lampau, sepanjang
kegiatan tersebut dilaporkan atau tencermin dalam laporan tahunan yang
disahkan dalam Rapat Umum Tahunan tersebut (acquit de charge).
Ketentuan mengenai acquit de charge sering disalahartikan oleh
masyarakat bahwa dengan diberikannya acquit de charge tersebut, Dewan
Komisaris telah bebas dari segala pertanggungjawaban yang mungkin masih
harus ditanggung olehnya pada tahun dimana ia telah diberikan acquit de
charge tersebut. Oleh sebab itu perlu dijelaskan disini bahwa pada prinsipnya
pemberian acquit de charge hanya memberikan pembebasan dan pelunasan dari
perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilaporkan atau tercermin dalam
laporan tahunan yang telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Tahunan.
pemegang saham, sedangkan untuk setiap perbuatan yang termasuk dalam
perbuatan pidana sama sekali di luar kewenangan dan karenanya tidak pemah
diberikan acquit de charge.
Dalam praktek sering kali dijumpai adanya ketidaktahuan masyarakat bahwa
betapa penting dilakukannya pemberian acquit de charge tersebut dalam setiap
akhir tahun buku perseroan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, yang mana hal ini
kebanyakan diabaikan oleh para pemegang saham yang menjabat juga sebagai
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris dalam perseroan itu.
Menurut pendapat penulis, ada alasan-alasan tertentu yang mendasari
diabaikannya pemberian acquit de charge tersebut kepada para anggota Direksi atau
Dewan Komisaris tersebut, antara lain :
1. perseroan tersebut adalah perusahaan keluarga, yang mana pemegang sahamnya
adalah anggota keluarga dekat ;
2. perseroan tersebut adalah perusahaan dengan skala kecil, yang mana hal tersebut
tidak membawa pengaruh terhadap manajemen perusahaan ;
3. anggota Direksi maupun anggota Dewan Komisaris perseroan sekaligus
menjadi pemegang saham, sehingga tanggung jawab maupun kendali
perusahaan ada ditangan mereka juga.
Dari beberapa alasan itulah kadangkala atau bahkan sama sekali tidak pemah
diberikan acquit de charge oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan kepada
setiap anggota Dewan Komisaris, padahal jika suatu saat nanti terjadi kerugian
terhadap perseroan, maka secara bersama-sama anggota Dewan Komisaris yang
pada masa jabatannya itu tidak pemah diberikan acquit de charge dapat dimintai
pertanggung jawabannya pada saat kapanpun oleh pihak manapun yang
berkepentingan meskipun anggota Dewan Komisaris itu sudah tidak menjabat
lagi.
Tetapi, UUPT juga memberikan perlindungan hukum bagi anggota Direksi
UUPT, para anggota direksi atau dewan komisaris dibebaskan dari tanggung
jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang bersangkutan bukan
karena kesalahannya. Dengan demikian, bisa saja ada anggota direksi atau dewan
komisaris yang harus bertanggung jawab secara hukum, tetapi dewan komisaris
atau anggota direksi yang lain yang dapat membuktikan tidak bersalah tidak
bertanggung jawab atas kerugian itu. Hal inilah yang menjadi konsekuensi dari sifat
kolegialitas dalam hal pertanggung jawaban Dewan Komisaris perseroan.
Meskipun Dewan Komisaris bertindak secara kolegial, tetapi jika terdapat
lebih dari 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris, salah satu di antara mereka
menjadi Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Jabatan Presiden
Komisaris atau Komisaris Utama ini hanya bersifat administratif, bukan bersifat
liabilitas. Artinya, dalam hal tanggung jawab, yang bertanggung jawab tetap
seluruh Dewan Komisaris yang ada. Presiden Komisaris atau Komisaris Utama
biasanya yang akan berfungsi sebagai pelaksana tugas delegasi, bertindak dan
melakukan tugas day to day (sehari-hari) dari fungsi Dewan Komisaris.
Untuk hal-hal penting, dalam bertindak anggota Dewan Komisaris
harus melalui rapat Dewan Komisaris. Jika syarat rapat tersebut tidak terpenuhi,
maka ke luar tetap Dewan Komisaris yang bertanggung jawab, tetapi ke dalam,
hanya anggota Dewan Komisaris yang bertindak sendirilah yang bertanggung
jawab.37
Pada level pengawasan Dewan Komisaris disebut Komisaris pengambil
keputusan (decicion maker), yaitu konsep Dewan Komisaris di mana di samping Dalam Pasal 98 ayat (3) UUPT dinyatakan bahwa : "Kewenangan Direksi
untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak
terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini,
anggaran dasar, atau keputusan RUPS":
37Ibid.,
dia mengawasi hal-hal tertentu, terutama dalam hal-hal penting, diajak pula
untuk mengambil keputusan (misalnya dengan format surat persetujuan Dewan
Komisaris) untuk kegiatan-kegiatan tertentu dari
Perseroan.38
1. mengambil loan (kredit) dari bank ;
Dari bunyi pasal 98 ayat (3) UUPT di atas serta pengertian komisaris
sebagai pengambil keputusan di atas, maka disimpulkan bahwa jika anggaran
dasar perseroan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap
perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi, maka kewenangan Direksi untuk
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan menjadi terbatas
dan bersyarat dalam hal-hal yang sudah diatur dalam anggaran dasar perseroan
itu.
Dengan adanya kemungkinan tersebut, maka untuk melakukan perbuatan
hukum tertentu Direksi harus mendapat persetujuan dari organ perseroan yang
lain, misalnya saja Dewan Komisaris atau RUPS. Adapun perbuatan-perbuatan
penting yang sebaiknya harus terlebih dahulu dimintakan persetujuan kepada Dewan
Komisaris misalnya dalam hal-hal :
2. meminjamkan asset perseroan ;
3. membeli atau menjual aset-aset penting dari perseroan;
4. menjadi penanggung (borg/avalist) ;
5. membuka kantor cabang baru ;
6. mengeluarkan dana melebihi jumlah tertentu ;
7. memberhentikan direksi untuk sementara waktu ;
8. mengubah ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar ;
9. melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan
10.mengubah status perseroan dari tertutup menjdi terbuka atau sebaliknya ; dan
sebagainya ; yang mana kegiatan-kegiatan tersebut harus sudah dituangkan
dalam anggaran dasar perseroan tersebut.
BAB IV
PENERAPAN SIFAT KOLEGIALITAS PADA SAAT PERSEROAN TERBATAS DALAM KEADAAN PAILIT
A. Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Kepailitan menyebabkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan
segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah
dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan
sejak putusan pernyataan pailit dinyatakan oleh majelis hakim.
Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan yang telah berlaku,
maka setiap dan seluruh perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan
pihak ketiga yang dilakukan setelah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat
dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan
keuntungan bagi harta pailit.
Pasal 21 Undang-Undang No.37 tahun 2004 menentukan bahwa
kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor. Dari ketentuan Pasal 21 ini
diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum.
Dengan adanya sita umum ini hendak menghindari adanya sita
perorangan. Sita umm tersebut haruslah bersifat koservatoir yaitu bersifat
penyimpanan bagi kepentingan senua kreditor yang bersangkutan. Para kreditor
harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorium) sesuai dengan
asas dalam Pasal 1132 KUH Perdata.
Perlu ditekankan bahwa tujuan kepailitan adalah untuk membagi seluruh
kekayaan debitor yang dilakukan oleh kurator kepada semua kreditor dengan
tetap memperhatikan hak-hak mereka masing-masing.
yang dapat diuangkan (ten gelde kunnen worden gemaakt). Meskipun kepailitan
meliputi seluruh kekayaan debitor, namun di dalam Pasal 22 Undang-Undang
No.37 Tahun 2004 merinci apa saja kekayaan debitor yang tidak termasuk ke
dalam kepailitan itu. Yakni antara lain :
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor, yang
dibutuhkan debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya,
alat-alat medis yang dpergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan
perlengakapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan
bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya,
yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang
tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim
Pengawas; serta
3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban
member nafkah menurut undang-undang.
Sehingga dari hal tersebut diatas yang harus diperhatikan adalah bahwa
kepailitan ini hanyalah menyangkut harta kekayaan debitor pailit dan ukan hak
pribadi si debitor. Debitor masih tetap memiliki hak untuk melakuka
perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang suami, orang
tua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si debitor pailit
dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
.
B. Penerapan Sifat “Kolegialitas” Pada Saat Perseroan Terbatas Dalam Keadaan Pailit
Pasal 104 ayat (2) UUPT menentukan bahwa dalam hal kepailitan terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang
tidak terlunasi dari harta pailit. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi
anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota
Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan. Demikian ditentukan di dalam ayat (3) Pasal 104. Anggota Direksi
tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan
keadaan seperti yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) yang berbunyi :
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
Agar lebih spesifik dalam penggambaran mengenai penerapan sifat
kolegialitas dewan komisaris jika PT terjadi pailit, maka dalam pembahasan ini
akan dibahas lebih khusus mengenai tanggung jawab Komisaris dalam suatu PT
berbentuk Bank. Hal tersebut dikarenakan tanggung jawab yang diemban
komisaris pada PT berbentuk perbankan pada saat terjadinya pailit diatur secara
lebih detail dengan karakteristik organ perseroan yang unik.
Dalam UU UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan),
mengatur bahwa salah satu bentuk hukum Bank Umum ataupun BPR adalah PT
(Ps 21 UU Perbankan). Konstruksi hukum organ PT Perbankan sudah tentu sama
dengan yang diatur di dalam UUPT. Jika UU Perbankan termasuk peraturan
pelaksanaannya, termasuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) telah dan/atau akan
mengatur sendiri hal-hal yang berkaitan dengan organ PT, misalnya: persyaratan
UUPT, tapi ditambahkan syarat tambahan, misalnya: harus lulus fit and proper
test yang dilakukan oleh Bank Indonesia, harus mempunyai latar belakang
keahlian di bidangperbankan, ekonomi, hukum, lulus sertifikasi manajemen risiko
dan sebagainya, hal ini boleh saja dilakukan dan dibenarkan menurut Pasal 93
ayat (2) UUPT yang berbunyi :
Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi
kemungkinan instansi teknis yang bewenang menetapkan persyaratan
tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Yang unik dan menarik dan untuk dibahas adalah ketentuan di dalam
praktik perbankan Indonesia. Berdasarkan PBI diatur bahwa yang dimaksud
dengan Pengurus Bank adalah Komisaris dan Direksi. Komisaris sekaligus
dimasukkan dalam lingkup Direksi.39
Apa yang dimaksud dengan kalimat ”dalam keadaan tertentu” itu?
Menurut penjelasan Pasal 118 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk
melakukan pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada. Yang dimaksud Apakah hal demikian tidak bertentangan
dengan UUPT? Jawabannya: pada prinsipnya tidak! Pasal 118 ayat (1) UUPT
menentukan bahwa :
Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat
melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.
Sedangkan ayat 2 mengatakan bahwa:
Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi
terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
39
dengan ”dalam keadaan tertentu” antara lain keadaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c. Pasal 99 ayat (2) huruf b
tersebut mengatur mengenai siapa yang berhak mewakili Perseroan jika terjadi
perkara di Pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan, dimana seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan. Jika terjadi keadan demikian, maka Dewan Komisaris berhak
mengambil alih posisi Direksi mewakili Perseroan melawan Direksi yang
berperkara dengan Perseroan. Kemudian Pasal 107 huruf c mengatakan bahwa
dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai pihak yang berwenang
menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota
Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara. Dari bunyi Pasal 99 ayat
(2) huruf b dan Pasal 107 huruf c. kemungkinan Dewan Komisaris melakukan
perbuatan pengurusan hanya berkaitan dengan hal-hal seperti yang diatur di dalam
Pasal 97 ayat (2) huruf b jika ada perkara antara Direksi dengan Perseroan
sementara seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan dan Pasal 107 huruf c perlunya diatur di dalam anggaran dasar PT, jika
sewaktu waktu seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk
sementara, siapa pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili
Perseroan.
Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, maka konsekuensi
dari sifat "kolegialitas" adalah sebagai berikut :
1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota "dewan", anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut
tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan ;
2. Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama
perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan dan tanggung jawab
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 4 UUPT yang mengatakan bahwa
terhadap Perseroan berlaku UUPT, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya, ketentuan PBI yang mengatur secara
spesifik PT Perbankan tidak bisa dikatakan bertentangan. Namun yang perlu
diperhatikan adalah bunyi penjelasan Pasal 4 UUPT tersebut. Berlakunya UU ini,
anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundangundangan lain, tidak
mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas
kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (good
corporate governance) dalam menjalankan Perseroan. Yang dimaksud dengan
”ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan,
termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan
perasuransian, peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan
antara anggaran dasar dan undang-undang ini yang berlaku adalah UU UUPT.
Jadi sekali lagi, BI perlu menguji apa yang menjadi ”recht ide” sehingga
mengatur dengan tegas bahwa yang dimaksud dengan Pengurus PT Perbankan
adalah Direksi dan Dewan Komisaris. Jika ketentuan ini diterjemahkan secara
harafiah berarti yang melakukan perbuatan pengurusan PT Perbankan itu serta
merta adalah Direksi dan Dewan Komisaris. Jika demikian halnya, akan terjadi
kesimpangsiuran mengenai siapa yang kemudian menjalankan fungsi pengawasan
sebagai organ PT. Sementara PBI hanya menentukan yang dimaksud dengan
pengurus PT Perbankan adalah Direksi dan Komisaris. Tidak ada ketentuan yang
mengatakan bahwa tidak semua anggota Dewan Komisaris yang menjadi bagian
dari Pengurus bank. Oleh sebab itu menurut hemat saya BI tetap perlu mencermati
kembali ketentuan ini, supaya tidak diterjemahkan telah bertentangan dengan asas
hukum PT. Pada prinsipnya Dewan Komisaris memang boleh ikut terlibat dalam
pengurusan PT, namun hanya dalam hal dan keadaan-keadaan tertentu. Itu yang
Hal tersebut menjadi penting karena dalam rangka menegakkan ketentuan
UU PT dan UU Perbankan berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran UU
Perbankan sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 ayat (2), 47 A, 48, 49 UU
Perbankan, Direksi harus cukup ekstra hati-hati mengelola atau mengurus dan
memelihara PT yang bergerak dibidang perbankan. Jangan sampai terjadi di
dalam praktik anggota Dewan Komisaris yang tidak memahami ketentuan dalam
PBI terkait dengan UUPT dan sehari-harinya ternyata tidak aktif sebagai Pengurus
Bank, namun karena ada indikasi kejahatan atau pelanggaran UU Perbankan yang
sedang diselidiki oleh Aparat Penegak Hukum, kemudian anggota Dewan
Komisaris tersebut terpaksa harus menghadapi panggilan dan
pertanyaan-pertanyaan dari Aparat Penegak Hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Di tengah masyarakat bisnis, masih banyak organ PT Perbankan yg belum
memahami sungguh-sungguh filosofi UUPT terkait dengan pengaturan organ PT,
sifat hubungan hukum antar organ, fungsi, hak dan wewenang masingmasing
organ dalam kaitannya dengan kegiatan usaha Perseroan. Terlebih lagi mayoritas
PT di Indonesia, termasuk PT Perbankan adalah PT Tertutup yg belum “go
publik” ke Pasar Modal. PT Tertutup, kebanyakan berasal dari bisnis keluarga,
teman dekat, group yang dirancang sejak awal dengan “kurang“ mengedepankan
atau memperhatikan aspek hukum yang membingkai bentuk hukum PT Perbankan
tersebut. Misalnya adanya hubungan afiliasi diantara anggota organ masih sangat
dominan dan kurang mendapat perhatian khusus berkaitan dengan konsekuensi
hukumnya. Hal tersebut kurang disadari telah berpotensi merugikan kepentingan
Perseroan. Demikian pula untuk PT-PT “Plat Merah“ baik BUMN maupun
BUMD, tidak jarang indikasi mismanajemen dalam pengurusan PT Bank,
berujung pada pemeriksaan Kejaksaan–bukan dengan menggunakan UU
Perbankan–tapi dengan menggunakan UU Tipikor dapat merepotkan semua pihak
yg terlibat dalam pengurusan perbankan. Jika ternyata terdapat benturan
pengaturan antara UUPT dengan UU Perbankan misalnya, maka berdasarkan
dengan mendasarkan pada asas “lex specialis derogat legi generali“. Akan tetapi
karena asas ini berada dalam wilayah doktrin hukum yang merupakan salah satu
sumber hukum, maka jika doktrin tersebut tidak dipakai, tidak diterapkan oleh
semua Aparat Penegak Hukum, maka asas tersebut hanya akan menjadi kata-kata
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi Dewan Komisaris perseroan menurut pasal 108 ayat (1) UUPT
adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan
pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi
nasihat kepada Direksi. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris
perseroan dilakukan untuk kepentingan perseroan. Berdasarkan pasal 108 ayat (4)
UUPT, jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, maka
seluruh anggota Dewan Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan
kesalahan tersebut) ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara
tanggung renteng, hal ini merupakan perwujudan sifat "kolegialitas" pada fungsi
Dewan Komisaris perseroan.
Dewan Komisaris yang mempunyai kewenangan pengawasan tentunya
dalam melakukan pengawasan tersebut bisa saja melakukan kesalahan ataupun
penyalahgunaan kewenangan, yang dapat merugikan perseroan, oleh karena
itu anggota Dewan Komisaris tersebut harus mempertanggung jawabkannya
secara hukum. Sebagaimana dalam pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT, maka
setiap anggota Dewan Komisaris dituntut untuk beritikad baik dan penuh
tanggung jawab dalam menjalankan fungsi, wewenang dan tanggung jawab
yang sudah diberikan oleh perseroan kepadanya. Dalam menjalankan
kewenangan itu, Dewan Komisaris bersifat kolegialitas, dengan demikian jika
seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, maka secara hukum
seluruh anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng.
Dalam bertindak, seorang komisaris haruslah bersama-sama atau jika pun
tidak bersama-sama, anggota Dewan Komisaris tersebut bertindak untuk dan atas
nama Dewan Komisaris, sehingga tanggung jawab pun haruslah bersama-sama,
yang mana konsep dewan komisaris ini hanya bertanggung jawab secara
Jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang, maka seluruh anggota Dewan Komisaris
lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut) ikut juga
bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng, hal
ini merupakan perwujudan sifat “kolegialitas” Dewan Komisaris, namun
berdasarkan pasal 69 ayat (4) UUPT, pare anggota Dewan Komisaris dapat
dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang
bersangkutan bukan karena kesalahannya. Hal inilah yang menjadi pengecualian
B. Saran
Perseroan terbatas sebagai salah satu sarana yang digunakan oleh para
pengusaha (investor) untuk menjalankan modalnya dengan melakukan kegiatan
usaha untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, hendaknya para
pengusaha selaku pendiri perseroan terbatas dapat menempatkan perseroan
terbatas dalam kedudukan yang proporsional di dalam menjalankan aktivitasnya
sebagai pelaku usaha, artinya janganlah pendiri perseroan terbatas memanfaatkan
perseroan terbatas hanya untuk kepentingan pribadinya. Agar supaya hal
tersebut tidak merugikan kepentingan pengusaha sendiri maupun merusak citra
perseroan terbatas di mata masyarakat.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
merupakan acuan didalam penegakan hukum perseroan dan sekaligus sebagai
payung hukum yang diharapkan dapat memberikan aspek perlindungan hukum
yang memadai bagi para pengusaha yang ingin mendirikan perseroan terbatas.
Meskipun lahimya UndangUndang ini terbilang baru, namun diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum dengan
layanan yang cepat dan terjamin kepastian hukum terhadap kemandirian
perseroan terbatas.
Masing-masing organ perseroan mempunyai fungsi dan wewenang dan
tanggung jawab yang berbeda, namun demikian kesemuanya merupakan
satu-kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, oleh karenanya apabila perseroan tersebut
ingin mencapai tujuan perseroan, maka di antara organ perseroan tersebut
harus dapat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang beriaku maupun anggaran dasamya.
Selain Direksi dan RUPS, keberadaan Dewan Komisaris selaku pengawas
atas kebijakan dan pengurusan perseroan yang dilakukan oleh Direksi adalah
mutlak diperlukan dalam perseroan, dengan maksud agar perbuatan
kepengurusan oleh Direksi tersebut tidak menyimpang dari tujuan dan harapan
perseroan itu sendiri. Khususnya dalam melakukan perbuatan hukum tertentu,
perlu adanya pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi yang mana telah
tersebut harus mendapat persetujuan dari organ perseron terbatas yang lain,
yaitu Dewan Komisaris atau RUPS yang telah diatur dalam anggaran dasar
perseroan. Jika tidak diperoleh persetujuan dari organ dimaksud maka
perbuatan hukum itu menjadi tidak sah dan tanggung jawab harus ditanggung
oleh Direksi secara pribadi.
Dengan adanya teknologi mengenai pelayanan terhadap badan hukum
khususnya perseroan terbatas oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen
AHU) -nya, yaitu program
Sisminbakum (sistem administrasi badan hukum) yang dapat diakses lewat
internet, maka kemudahan tersebut diharapkan mampu meningkatkan gairah
para pengusaha untuk mendirikan suatu perusahaan yang legal dengan
kualitas pelayanan yang cepat dan tedamin kepastian hukum terhadap badan
hukum tersebut, yang nantinya dapat meningkatkan perekonomian negara dan