• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LAB UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS BERDASARKAN GENDER SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LAB UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS BERDASARKAN GENDER SISWA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LAB UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BERDASARKAN GENDER SISWA

A Febri1, Sajidan2, Sarwanto3

1Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 57126 2Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 57126 3Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 57126

Email Korespondensi: adefebri1@student.uns.ac.id Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis berdasarkan gender siswa. Jenis penelitian ini adalah R & D dengan desain penelitianya one group pretest-postest. Populasi penelitian merupakan kelas VIII dengan sampel yang diambil kelas VIII A sebagai kelas eksperimen. Pengumpulan data menggunakan soal pretest posttest berbentuk soal uraian. Data dianalisis menggunakan Independent Samples T-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara N gain rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan dengan siginifikansinya (0,034<0,05).

Kata Kunci: Pembelajaran abad 21, penyelidikan, peningkatan, perbedaan

Pendahuluan

Pendidikan ditempuh oleh para siswa untuk meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan. Salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai siswa dengan keterampilannya yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Keterampilan siswa dibutuhkan kaitannya dalam menghadapi pembelajaran abad 21. Berbagai macam metode guru yang harus dilakukan untuk menjadikan siswa memiliki keterampilan semaksimal mungkin. Perkembangan abad 21 telah berfokus juga pada bidang pendidikan (Amornkitpinyo & Wannapiroon, 2015). Abad 21, menjadi lebih mudah dalam berbagai bidang dikarenakan teknologi (Hidayah dkk, 2017). Saat ini teknologi pada pembelajaran terus mengalami pertumbuhan. Hal ini memungkinkan adanya proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien agar diperoleh hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan perlu menggunakan suatu pembelajaran yang baru yang dapat mendukung perubahan tersebut (Mishra & Mehta, 2017).

Keterampilan abad ke-21 mewakili karakteristik yang seharusnya dimiliki siswa dalam mengatasi kesulitan dan mencapai keberhasilan (Ball, Joyce, & Butcher, 2016). Pembelajaran abad 21 telah diterima dan menjadi fokus mengenai beberapa keterampilan yang harus dikuasai siswa. Materi IPA yang masih sulit dipahami pada siswa SMP Negeri 1 Jaten yaitu materi gerak dan Hukum Newton. Hasil analisis wawancara siswa menunjukkan bahwa siswa kesulitan dalam menghafalkan persamaan materi hitungan IPA. Hasil analisis lainnya yaitu hasil daya serap UN SMP Negeri 1 Jaten pada tahun 2014/2015; 2015/2016; 2016/2017 dan 2017/2018 yang menunjukkan bahwa hampir semua indikator pada topik gerak dan Hukum Newton masih dibawah 60% atau digolongkan masih rendah. Sebagian siswa belum bisa dalam memahami grafik dan belum bisa membedakan gerak yang diperlambat maupun dipercepat. Hal ini menandakan siswa masih kurang mengenai belajar lewat visual. Siswa harus menyukai kegiatan membaca dan meningkatkan ketelitian dalam tindakannya.

Observasi kelas di SMPN 1 Jaten diperoleh bahwa hanya satu atau dua siswa yang memberikan pertanyaan pada guru saat pelajaran. Selain itu saat siswa menjawab pertanyaan yang diberikan guru, siswa menjawab sesuai dengan bacaan di buku atau bukan dari kalimat siswa. Siswa menjawab pertanyaan dengan singkat dan terkadang tidak sesuai dengan permasalahan. Guru masih memberikan jenjang soal C3 sampai C5 saja belum memfokuskan pada C4 hingga C6. Menurut Smith & Szymanski (2013), siswa yang dapat menyampaikan pendapat atau pertanyaa dalam soal C4-C6, maka siswa telah memiliki keterampilan berpikir kritis. Pendapat yang sama oleh Marin &

CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

(2)

pernyataan dari siswa. Pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dapat membimbing siswa dalam penyelesaian permasalahan di kehidupan sehari-hari (Dwijananti, P., & Yulianti, D. (2010). Hasil observasi diperkuat dengan hasil tes profil awal keterampilan berpikir kritis menurut Facione (2015) yang menunjukkan bahwa dua aspek kategori baik yaitu analisis sebesar 62% dan evaluasi 70%, sedangkan pengaturan diri sebesar 46% dan kesimpulan sebesar 49% termasuk kategori cukup. Dua aspek yang tergolong masih rendah/kurang yaitu penjelasan sebesar 40%, dan interpretasi sebesar 35%, Maka disimpulkan bahwa hasil observasi pada SMP Negeri 1 Jaten menunjukkan keterampilan berpikir kritis siswa masih tergolong rendah.

Solusi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis yaitu dengan menerapkan suatu pembelajaran guided inquiry lab dari Wenning (2010). Guided Inquiry Lab merupakan kegiatan berinkuiri atau penyelidikan yang dapat melatih siswa menjadi pribadi yang lebih mandiri dalam merencanakan percobaan dan mengumpulkan data. Kegiatan inkuiri memfasilitasi siswa dalam bertanya, mengasah keingitahuannya, dan bertanggung jawab atas kegiatan penyelidikan dan merumuskan pertanyaan (Wenning, 2005).Guided Inquiry Lab ditandai dengan kegiatan pre lab dan

Leading Questioning. Kegiatan pre lab berisikan mengenai kegiatan mengaktifkan pengetahuan awal

siswa. Kegiatan Leading Questioning berisikan kegiatan memberikan pertanyaan untuk menuntun siswa dalam melakukan kegiatan percobaan dan analisis percobaan. Kelebihan dari pembelajaran

Guided Inquiry Lab antara lain mendorong siswa dalam mengembangkan self concept atau konsep

sendiri pada siswa, sehingga siswa semakin kuat dalam memahami konsep, serta meningkat pada kemampuan pengaplikasian pengetahuan ke kehidupan nyata (Yanti, 2016). Setiap kelas memiliki karakteristik siswa yang berbeda. Salah satunya yaitu perbedaan gender siswa. Menurut Elliot (2000), siswa laki-laki lebih unggul dalam bidang matematika dibandingkan dengan siswa perempuan. Namun siswa laki-laki terkadang kesulitan dalam aspek Bahasa dibandingkan perempuan. Penjelasan menurut Elliot (2000) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan antara siswa perempuan dan laki-laki.

Berdasarkan hasil observasi dan kajian pada latar belakang, siswa mengalami kesulitan dalam memahami gerak lurus dan hukum Newton dan masih rendah dalam keterampilan berpikir kritisnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis berdasarkan gender siswa. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan terkait usaha meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa menggunakan Guided Inquiry Lab.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu one group pretest-postest onlyyang diterapkan pada kelas yang diberi perlakuan pembelajaran guided inquiry lab. Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu SMP di kabupaten Karanganyar sebanyak 32 siswa. Masing-masing jumlah siswa laki-laki dan perempuan sama yaitu sebanyak 16. Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan pada soal pretest posttest berdasarkan indikator Facione (2015). Soal pretest posttest sebelumnya telah divalidasi melalui uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran di salah satu SMP di kabupaten Sukoharjo.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis berdasarkan gender siswa. Antara siswa laki-laki dan perempuan diberikan perlakuan yang sama yaitu pembelajaran Guided Inquiry Lab dari Wenning (2010). Sebelum diberikan perlakuan Guided Inquiry Lab, siswa terlebih dahulu diberikan pretest ke siswa laki-laki dan perempuan. Soal pretest posttest yang dikembangkan didasarkan pada indikator keterampilan berpikir kritis Facione (2015) yang terdiri dari interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan, dan pengaturan diri.

(3)

Pelaksanaan pembelajaran Guided Inquiry Lab terdiri dari langkah observasi, manipulasi, generalisasi, verifikasi, dan aplikasi.

Pembelajaran Guided Inquiry Lab berisi mengenai aktivitas guru dengan memberikan pertanyaan yang memandu siswa kegiatan percobaan, pemecahan masalah, dan melatih pemikiran kritis siswa (Serafin, M., & Priest, O. P., 2015). Pendapat lain dari Rahmi, Novriyanti, Ardi, & Rifandi (2018) menjelaskan bahwa Guided Inquiry Lab berada di level ketiga inkuiri yang ditandai guru memberikan siswa pertanyaan untuk membantu siswa merancang prosedur dan penjelasan yang dihasilkan. Terdapat enam karakteristik dari pembelajaran inkuiri yaitu antara lain, 1) Siswa belajar aktif dan dapat merefleksikan pengalamannya, 2) Siswa belajar melalui kegiatan membangun hal yang sudah didapatkan, 3) Siswa mengembangkan pemikirannya pada tingkat tinggi melalui pembelajaran inkuiri, 4) Pengembangan siswa terjadi sedikit demi sedikit melalui tahapan pembelajaran, 5) siswa memiliki cara atau gaya belajar yang berbeda, 6) siswa belajar berinteraksi sosial dengan orang lain (Kuhlthau, C. C., Maniotes, L. K., & Caspari, A. K., 2015).

Langkah pertama dalam pembelajaran Guided Inquiry Lab yaitu Tahap observasi berisi membuat rancangan percobaan melalui kegiatan prelab (diskusi kelompok) dan multiple leading

questioning (pertanyaan yang menuntun). Siswa mengobservasi fenomena dan diberikan pertanyaan

terkait dengan fenomena tersebut. Langkah kedua yaitu manipulasi yang berisi mengenai siswa yang didorong untuk mengidentifikasi dan membedakan variabel yang bersangkutan. pada tahap ini siswa diminta untuk melakukan eksperimen atau percobaan sesuai dengan rancangan percobaan sebelumnya. Langkah ketiga yaitu generalisasi yang berisikan mengenai kegiatan melakukan pengamatan penyelidikan, mencatat hasil percobaan dan mengkomunikasikan dengan kelompok lain. Pada tahap generalisasi diperoleh suatu prinsip, konsep atau istilah yang digunakan dalam capaian pembelajaran. Langkah keempat yaitu verifikasi yang berisi mengenai kegiatan mengkomunikasikan dan membandingkan dengan temuan teman lainnya. pada tahap ini juga terdapat kegiatan mengkoreksi kebenaran hasil diskusi kelompok lain. Langkah kelima Guided

Inquiry Lab yaitu tahap aplikasi yang berisi mengenai kegiatan menyebutkan aplikasi dari hasil

penyelidikan dalam kehidupan nyata serta mengerjakan soal-soal evaluasi.

Setiap langkah pada Guided Inquiry Lab dapat meningkatkan setiap indikator berpikir kritis menurut Facione (2015). Berikut di

sajikan

mengenai hubungan antara langkah Guided Inquiry Lab dengan setiap indikator keterampilan berpikir kritis melalui tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara Langkah Guided Inquiry Lab dengan Setiap Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

Langkah

Pembelajaran Proses pembelajaran

Aspek Keterampilan berpikiri kritis

Observasi

Membuat rancangan percobaan melalui kegiatan prelab (diskusi kelompok) dan multiple leading questioning (pertanyaan yang menuntun)

Interpretasi

Siswa mengobservasi fenomena dan diberikan pertanyaan Analisis

Manipulasi

siswa didorong untuk mengidentifikasi semua variabel yang

bersangkutan Analisis

Siswa diminta untuk membedakan antara variabel yang tidak

bersangkutan Analisis

Siswa didorong untuk mengidentifikasi variabel bebas yang

berpengaruh pada variabel terikat Analisis Siswa diminta untuk melakukan eksperimen atau percobaan

sesuai dengan rancangan percobaan sebelumnya Analisis

generalisasi

Siswa melakukan pengamatan Analisis Siswa mencatat hasil percobaan dan mengkomunikasikan ke

kelompok lain Analisis

Siswa diminta untuk menganalisis hubungan antara

variabel-variabel yang berpengaruh Analisis Siswa diminta untuk membuat suatu prinsip atau istilah yang

didapatkan dari penyelidikannya Kesimpulan Verifikasi

Siswa mengkomunikasikan dan membandingkan dengan temuan

teman lainnya Penjelasan

(4)

Langkah

Pembelajaran Proses pembelajaran

Aspek Keterampilan berpikiri kritis Generalisasi siswa menyebutkan aplikasi hasil penyelidikan dalam kehidupan

sehari-hari Evaluasi

Siswa mengerjakan soal evaluasi Evaluasi

Pembelajaran yang telah dilakukan pada kelas dengan perlakuan Guided Inquiry Lab, selanjutnya dilakukan N gain rata-rata antara siswa laki-laki dan perempuan. Berikut perhitungan N gain yang digunakan dan kriteria N gain yang tersaji pada tabel 2.

Keterangan:

<g> = faktor gain

S post= skor rata-rata posttest S pre= skor rata-rata pretest Smaks = skor maksimal

Tabel 2. Kategori perolehan skor N-gain

Nilai (g) Kategori (g) ≥ 0,7 0,3 < (g) < 0,7 (g) < 0,3 Tinggi Sedang Rendah Berikut hasil analisis Ngain rata-rata disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Hasil N Gain Rata-Rata Siswa Laki-Laki dan Perempuan

No Gender Siswa Ngain rata-rata

1 Laki-laki 0.467

2 Perempuan 0.59

Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil bahwa peningkatan keterampilan berpikir kritis perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Hal ini sama dengan penelitian Sulistyawati dan Andriani (2017) yang didapatkan bahwa siswa perempuan mempunyai keterampilan berpikir kritis lebih tinggi dibanding dengan siswa laki-laki. Penelitian lain juga dari Mahanal (2011) menyatakan bahwa kelompok siswa perempuan menunjukkan keterampilan berpikir kritis lebih tinggi dibanding siswa laki-laki. Hasil ini diperkuat dengan Indepent Sample T Test yang sebelumnya telah berdistribusi normal dan homogen. Hasil Uji t yang diperoleh siginifikansinya sebesar (0,034<0,05). Hasil uji t menunjukkan H0 ditolak atau H1 diterima yang artinya bahwa terdapat perbedaan N Gain rata-rata keterampilan berpikir kritis antara siswa laki-laki dan perempuan. Selanjutnya dikaji Ngain pada setiap indikator berpikir kritis antara siswa laki-laki dan perempuan melalui tabel 4.

Tabel 4. N gain setiap Indikator berpikir kritis pada siswa laki-laki dan perempuan

No Gender Indikator N Gain

1 Laki-laki Interpretasi 0.59 Analisis 0.56 Evaluasi 0.31 Kesimpulan 0.51 Penjelasan 0.31 Pengaturan Diri 0.46 2 Perempuan Interpretasi 0.78 Analisis 0.72 Indikator N Gain Evaluasi 0.57 Kesimpulan 0.21 Spre maks Skor S S g post pre    

(5)

No Gender Indikator N Gain

Penjelasan 0.68 Pengaturan Diri 0.54

Aspek interpretasi pada siswa perempuan lebih tinggi peningkatannya dibanding laki-laki (0.78<0.59). Hal ini menandai bahwa perempuan dapat memahami dan menyatakan maksud dari pengalaman yang bervariasi situasi, data, peristiwa, keputusan, konvensi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria (Susilowati, Sajidan, & Ramli, 2017). Hal ini sependapat dengan Facione (2015) bahwa interpretasi mencakup kegiatan memahami makna dari berbagai pengalaman/kejadian (Facione, 2015). Aspek analisis pada siswa perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (0.72>0.56). Hal ini menunjukkan bahwa siswa perempuan mampu menganalisis bukti dan fakta yang membedakan dari anggapan (Belecina & Ocampo, 2018). Selain itu siswa perempuan lebih mudah memecahkan masalah dengan memberikan pertanyaan lalu memperoleh jawabannya berdasarkan analisis yang dilakukan.

Aspek Evaluasi pada siswa perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (0.57 > 0.31). Hal ini menunjukkan bahwa siswa perempuan lebih mudah dalam menilai atau menafsrkan suatu penyajian lain atau pengalaman yang telah didapatkan. Menurut Sumarni, et al, 2018, kegiatan evaluasi mencakup keterampilan presentasi, evaluasi kinerja dan mengaplikasikan pengetahuan tentang pembuatan produk, mensintesis informasi dan memberikan alasan berdasarkan informasi yang diketahui. Aspek selanjutnya yaitu kesimpulan dengan N gain laki-laki lebih tinggi dari siswa perempuan (0.51>0.21). Hal ini menunjukkan bahwa siswa laki-laki dapat mengindentifikasi atau menggunakan dua/lebih informasi untuk disampaikan dalam kalimatnya sendiri. Kesimpulan merupakan salah satu aspek pemahaman dalam kemampuan membaca siswa (Rumainah, 2018).

Aspek kelima yaitu penjelasan dengan perolehan siswa perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (0.31>0.68). Hal ini menandakan bahwa siswa perempuan lebih lancar dalam menjelaskan berbagai infomasi saat kegiatan penyelidikan serta pada saat menjelaskan jawaban yang didapatkan melalui penyelidikan. Kegiatan penjelasan merupakan kegiatan mempresentasikan hasil pemikiran dan membenarkan argumen mengenai pertimbangan bukti. Aspek terakhir yaitu pengaturan diri dengan hasil siswa perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki (0.54>0.46). Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu dalam mengkoreksi kebenaran dari hasil diskusi dengan yang lain. Facione (2015) menyatakan kegiatan kegiatan pengaturan diri merupakan memantau kegiatan pengetahuan seseorang melalui pertanyaan dan pengoreksian hasil.

Simpulan, Saran, dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil pemaparan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis berdasarkan gender siswa (laki-laki dan perempuan). N Gain rata-rata setiap aspek menunjukkan bahwa hanya aspek pada kesimpulan siswa laki-laki lebih tinggi dibanding siswa perempuan, sedangkan aspek lain siswa perempuan N gainnya memperoleh lebih tinggi dibanding laki-laki. Diharapkan penelitian ini menjadi acuan untuk penelitian lain dengan memperbaiki kekurangan dan dikembangkan lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

Amornkitpinyo, T., & Wannapiroon, P. (2015). Causal relationship model of the technology acceptance process of learning innovation in the 21st century for graduate students. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 174, 2090-2095.

Ball, A., Joyce, H. D., & Anderson-Butcher, D. (2016). Exploring 21st Century Skills and Learning Environments for Middle School Youth. International Journal of School Social Work, 1(1), 1.

Belecina, R. R., & Ocampo Jr, J. M. (2018). Effecting Change on Students’ Critical Thinking in Problem Solving. EDUCARE, 10(2).

(6)

Dwijananti, P., & Yulianti, D. (2010). Pengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa melalui pembelajaran problem based instruction pada mata kuliah fisika lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6(2).

Facione, Peter A. (2015. Critical Thinking; A Statement of Expert Concensus for Purpose of Educational Assessment and Instruction. American Philosophical Association, Newark, Del.

Hidayah, R., Salimi, M., & Susiani, T. S. (2017). Critical Thinking Skill: Konsep Dan Inidikator Penilaian. TAMAN CENDEKIA: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 1(2), 127-133.

Kuhlthau, C. C., Maniotes, L. K., & Caspari, A. K. (2015). Guided inquiry: Learning in the 21st century: Learning in the 21st century. ABC-CLIO.

Mahanal, S. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek pada Matapelajaran Biologi dan Gender terhadap Keterampilan Metakognisi dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA di Malang. Laporan Penelitian. Malang: Lemlit UM.

Marin, L. M., & Halpern, D. F. (2011). Pedagogy for developing critical thinking in adolescents: Explicit instruction produces greatest gains. Thinking Skills and Creativity, 6(1), 1-13.

Mishra, P., & Mehta, R. (2017). What we educators get wrong about 21st-century learning: Results of a survey. Journal of Digital Learning in Teacher Education, 33(1), 6-19.

Rahmi, Y. L., Novriyanti, E., Ardi, A., & Rifandi, R. (2018, April). Developing Guided Inquiry-Based Student Lab Worksheet for Laboratory Knowledge Course. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012082). IOP Publishing.

Rumainah, R. (2018). Undergraduate Students’ Reading Interest and Reading Comprehension Achievement in a State Islamic University. Ta’dib: Journal of Islamic Education (Jurnal Pendidikan Islam), 23(1), 54-64.

Serafin, M., & Priest, O. P. (2015). Identifying Passerini Products Using a Green, Guided-Inquiry, Collaborative Approach Combined with Spectroscopic Lab Techniques. Journal of Chemical Education, 92(3), 579-581.

Smith, V. G., & Szymanski, A. (2013). Critical thinking: More than test scores. International Journal of Educational Leadership Preparation, 8(2), 16-25.

Sulistiyawati, S., & Andriani, C. (2017). Kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar biologi berdasarkan perbedaan gender siswa. WACANA AKADEMIKA: Majalah Ilmiah Kependidikan, 1(2).

Sumarni, W., Supardi, K. I., & Widiarti, N. (2018, April). Development of assessment instruments to measure critical thinking skills. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering (Vol. 349, No. 1, p. 012066). IOP Publishing.

Susilowati, S., Sajidan, S., & Ramli, M. (2017). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Magetan. In Prosiding SNPS (Seminar Nasional Pendidikan Sains) (pp. 223-231). Wenning, C. J. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. In J.

Phys. Teach. Educ. Online.

Wenning, C. J. (2010). Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science. Journal of Physics Teacher education online, 5(4), 11-19.

Wenning, C. J. (2010). The levels of inquiry model of science teaching. Journal of Physics Teacher Education Online, 6(2), 9-16.

Yanti, I. W., Sudarisman, S., & Maridi, M. (2016). Pengembangan Modul Berbasis Guided Inquiry Laboratory (Gil) Untuk Meningkatkan Literasi Sains Dimensi Konten. Inkuiri, 5(2), 108-121.

Gambar

Tabel 2. Kategori perolehan skor N-gain  Nilai (g)  Kategori               (g) ≥ 0,7  0,3 &lt; (g) &lt; 0,7  (g) &lt; 0,3  Tinggi  Sedang  Rendah

Referensi

Dokumen terkait

Hasan, Iqbal, Analisis Data Penelitian dengan statistik , Jakarta: PT Bumi

PUBLIC HEALTH AND PREVENTIVE MEDICINE ARCHIVE Public Health and Preventive Medicine Archive (PHPMA) adalah jurnal resmi yang dikelola oleh Program Magister Ilmu Kesehatan

Saya mohon kesediaan saudara/saudari untuk mengisi daftar pertanyaan (kuesioner) penelitian ini.Informasi yang Saudara/i berikan adalah sebagai data penelitian dalam rangka

KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN INFRASTUKTUR DI KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. NO DAFTAR FPIPS 4805

Investor yang potensial akan menganalisis dengan cermat kelancaran sebuah perusahaan dan kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan (profitabilitas), karena mereka

 ISDN : pengembangan dari jaringan telepon IDN ( Integrated Digital Network ) yg menyediakan hubungan digital dari ujung pelanggan satu ke pelanggan lain secara digital untuk

Pendaftaran dilakukan oleh pegawai tetap perusahaan (masuk dalam Struktur Organisasi Perusahaan) yang di kuasakan disertai surat kuasa mendaftar bermaterai cukup

[r]