• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia Jakarta, 2002.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus, Kencana, Jakarta, 2006

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan : Khusus Pemahaman atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Perseroan Terbatas beriaku (efektio sejak 7 Maret 1996, Kesaint Blanc, Jakarta, 2002.

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006.

(2)

Bakti, Bandung, 2002.

______, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Alumni, Bandung, 2004.

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Subekti, Hukum Perjanjian "Buku hukum yang paling banyak dicari oleh pembaca, mahasiswa dan dosen", Intermasa, Jakarta, 2005.

Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, 1993, Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia, Rineka Cipta Jakarta, 1993

Munir Fuady, Hukum Pailit, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

R.Subekti, 1995, Pokok-Pokok Hukum Dagang, Intermasa, Jakarta, 1995

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, Halaman 28

Bryan A. Garner, 1999, Black Law’s Dictionary, West Group, St. Paul, Halaman 141.

(3)

R. Subekti dan Tjitrosoedibyo, 1989, Kamus Hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, halaman 85.

B. Peraturan Perundangan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

C. Website

(4)

BAB III

SIFAT "KOLEGIALITAS"

PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS

A. Tugas Dan Fungsi Serta Kewajiban Dewan Komisaris

Menurut pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa :"Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi".

"Perkataan "Dewan Komisaris" dalam pasal di atas mengandung pengertian baik sebagai "organ" maupun sebagai orang perseorangan". Sebagai "organ", Dewan Komisaris disebut "Dewan Komisaris", sedangkan sebagai "orang perseorangan" disebut "anggota Dewan Komisaris". Sebagai "organ", dalam UUPT pengertian "Dewan Komisaris" termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas pengawasan khusus di bidang tertentu."27

Secara umum fungsi pengawasan dari Dewan Komisaris perseroan antara lain :

Adapun fungsi Dewan Komisaris perseroan dinyatakan dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yang berbunyi : "Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi”:

28

1. Melakukan pengawasan secara umum terhadap pekerjaan Direksi dan kegiatan perseroan pada umumnya.

27 Ibid. 28

(5)

2. Membefientikan anggota Direksi dari jabatannya untuk sementara waktu. 3. Menyetujui tindakan tertentu dari Direksi.

4. Memeriksa perusahaan (termasuk pembukuan) dalam rangka pengawasan. 5. Memberi nasihat kepada Direksi (dan Rapat Umum Pemegang Saham), baik

jika diminta atau tidak.

6. Melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Direksi jika ditunjuk khusus untuk itu.

7. Menjalankan tugas kepengurusan tertentu untuk sementara waktu jika Direksi berhalangan apabila disebutkan dalam anggaran dasar.29

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris perseroan dilakukan semata-mata untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, yang artinya bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 108 ayat (2) UUPT.

Dewan Komisaris perseroan dalam melakukan pengawasan tersebut haruslah sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yaitu yang tertuang dalam anggaran dasar perseroan, yang mana pengawasan dan pemberian nasihat tersebut memang untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk kepentingan pribadi para anggota Dewan Komisaris maupun kepentingan pihak atau golongan tertentu.

Walaupun UUPT tidak melarang pemegang saham (share holder/ owner) menjadi anggota Dewan Komisaris, namun sebaiknya yang menjadi anggota Dewan Komisaris bukan pemegang saham. Hal ini untuk profesionalisme dan mencegah agar pemegang saham tidak menyalahgunakan perseroan untuk tujuan dan kepentingan dirinya selaku pemegang saham.

(6)

Seandainya yang menjabat anggota Dewan Komisaris adalah pemegang saham perseroan yang bersangkutan, dirinya wajib melaporkan kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya kepada perseroan tersebut dan perseroan lain, termasuk perubahan kepemilikan berdasarkan Pasal 116 huruf b UUPT.

Laporan anggota Dewan Komisaris mengenai kepemilikan sahamnya akan dicatat dalam Daftar Khusus. Dengan dicatatnya dalam Daftar Khusus tersebut, dapat diketahui secara jelas besamya kepemilikan dan kepentingan pengurus perseroan pada perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin. "Keluarga di sini meliputi isteri atau suami dan anak-anaknya.30

Berbeda dengan konsep direksi yang secara hukum bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama (joint and several), maka dalam konsep dewan komisaris hanya bertanggung jawab secara kolegial bersama-sama (joint only).31

1. Memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya ;

Konsep tersebut memberi pengertian bahwa dalam hal bertanggung jawab, jika bertindak mewakili Dewan Komisaris, maka seorang komisaris haruslah bersama-sama atau jika pun tidak bersamasama, anggota komisaris tersebut bertindak untuk dan atas nama dewan komisaris, sehingga tanggung jawab pun haruslah bersama-sama.

Rincian tugas Dewan Komisaris umumnya dapat kita temukan di dalam anggaran dasar, sebagaimana dalam pasal 15 form baku anggaran dasar perseroan terbatas dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut :

2. Memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas perseroan ;

30

Rachmadi Usman, Op. Cit., h. 195-196.

31

(7)

3. Mengawasi segala tindakan pengurusan yang dilakukan oleh Direksi ;

4. Untuk sementara waktu seorang atau lebih diantara anggota Dewan Komisaris yang telah diberikan kekuasaan sementara oleh Dewan Komisaris wajib mengurus perseroan apabila seluruh anggota Direksi diberhentikan sementara dan perseroan tidak mempunyai seorangpun anggota Direksi, hal mana atas tanggungan Dewan Komisaris.

Dalam memeriksa/mencocokkan pembukuan, uang kas atau laporan keuangan perseroan, Dewan Komisaris dapat melakukannya sendiri atau dapat pula dibantu / minta bantuan kepada pihak akuntan, hal ini untuk memperoleh hasil yang jelas dan seakurat mungkin serta sesuai dengan keadaan pembukuan perseroan.

Sebenamya yang menjadi tugas utama seorang anggota Dewan Komisaris adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yang berbunyi : 'Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi".

Dalam Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :32

1. Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan Terbatas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab ;

2. Melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada Perseroan Terbatas tersebut dan Perseroan Terbatas lainnya ;

3. Kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan dalam anggaran dasar, seperti misalnya :

a. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan

32

(8)

perbuatan hukum tertentu ;

b. melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

Seperti dijelaskan di atas, maka Dewan Komisaris perseroan wajib menjalankan tugasnya itu hanya untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lain. Apabila dalam perseroan itu terdapat anggota Dewan Komisaris yang sekaligus merangkap menjadi pemegang saham, maka ia diwajibkan untuk melaporkan kepemilikan sahamnya tersebut kepada perseroan, agar nantinya tidak terjadi benturan kepentingan sekaligus untuk menciptakan transparansi serta pemisahan antara hak dan kewajiban masing-masing organ perseroan.

Bagi anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk untuk melakukan tindakan pengurusan, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga, karena kedudukan anggota Dewan Komsiaris yang ditunjuk tersebut semata-mata untuk menggantikan kedudukan Direksi. Namun posisi Direksi tersebut hanya bisa diambil alih atau digantikan oleh Dewan Komisaris apabila seluruh anggota Direksi diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris karena suatu sebab tertentu yang dapat merugikan perseroan, atau anggota Direksi tersebut terdapat benturan kepentingan dengan perseroan.

B. Wewenang Dewan Komisaris

Agar Dewan Komisaris dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan penuh tanggung jawab, di dalam anggaran dasar dapat diatur beberapa kewenangan antara lain :33

1. Mengadakan dengar pendapat dengan akuntan yang memeriksa pembukuan perseroan ;

33

(9)

2. Ikut serta menandatangani laporan tahunan dan neraca perhitungan laba rugi ; 3. Memanggil RUPS ;

4. Memberikan nasihat dalam RUPS ;

5. Mewakili perseroan baik di luar maupun di dalam pengadilan bila antara Direksi dengan perseroan terdapat kepentingan yang berbeda ;

6. Membebaskan sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila kedapatan bertindak merugikan perseroan ;

7. Mengangkat seorang ahli pembukuan untuk membantu mengawasi pembukuan perseroan dalam waktu-waktu tertentu (secara insidentil) kecuali sebelumnya telah diangkat seorang ahli pembukuan oleh RUPS.

Perlu diketahui bahwa Dewan Komisaris meskipun dapat membebaskan sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila kedapatan bertindak merugikan perseroan, namun bukan berar6 ia bisa memberhentikan secara tetap anggota Direksi tersebut, karena yang dapat memberhentikan anggota Direksi hanyalah RUPS.

Seseorang yang mempunyai jabatan sebagai seorang anggota Dewan Komisaris yang memiliki kewenangan pengawasan, tentunya dalam melakukan tindakan pengawasan tersebut anggota Dewan Komisaris dapat juga melakukan kesalahan ataupun penyalahgunaan kewenangan, yang mungkin saja akan merugikan kepentingan orang lain atau bahkan merugikan kepentingan perseroan. Karena itu, anggota Dewan Komisaris tersebut harus mempertanggungjawabkannya secara hukum.

Seperti pada pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT yang mengatakan bahwa :

(10)

108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Berdasarkan pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT di atas, maka setiap anggota Dewan Komisaris dituntut untuk beritikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawas dan penasihat Direksi. Bahkan, akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Dewan Komisaris yang menimbulkan kerugian pada perseroan yang bersangkutan, anggota Dewan Komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban hukum oleh para pemegang sahamnya.

Jika Dewan Komisaris melakukan suatu kesalahan hukum (dengan unsur kesengajaan atau kelelaian) yang mana dapat merugikan perseroan, maka Dewan Komisaris harus mempertanggung jawabkan kesalahannya itu. Karena dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris bersifat kolegial, dengan demikian, jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang, maka seluruh anggota Dewan Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut) ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng.

C. Pengecualian Sifat "Kolegialitas" Dewan Komisaris

Dari uraian tersebut di atas, maka dalam konsep “kolegialitas" Dewan Komisaris perseroan temyata tidak mutlak diterapkan dalam hal kewenangan dan tanggung jawabnya saja, namun hukum juga membuka pengecualian terhadap konsep tanggung jawab kolegial ini, dalam hal disebutkan dalam Pasal 114 ayat (5) UUPT bahwa :

(11)

a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan P e r s e r o a n ;

b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian ; dan

c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul dan berianjutnya kerugian tersebut."

Dari bunyi pasal di atas, maka para anggota Dewan Komisaris dalam jabatannya tersebut bukan hanya bertugas mengawasi pekerjaan Direksi belaka, namun lebih dari sekedar itu Dewan Komisaris harus melakukan pengawasan terhadap perseroan secara maksimal dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan pengawasan itu dilakukan hanya untuk kepentingan perseroan saja, bukan untuk kepentingan pihak lain manapun, serta pada kesempatan tertentu Dewan Komisaris wajib mengingatkan atau memberi nasihat kepada Direksi apabila Dewan Komisaris mengetahui adanya suatu penyimpangan atau kesalahan yang dilakukan Direksi terhadap kegiatan kepengurusan perseroan.

Apabila Dewan Komisaris tersebut telah melakukan pekerjaannya dengan benar, namun pada kenyataannya kerugian diderita perseroan itu, maka ia dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila dapat membuktikan bahwa keadaan kerugian atau kesalahan yang bersangkutan memang bukan karena kesalahannya. Bisa saja ada satu anggota Dewan Komisaris yang harus bertanggung jawab secara hukum tetapi anggota Dewan Komisaris yang lain yang dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga dia tidak ikut bertanggung jawab.

(12)

D. Penerapan Sifat "Kolegialitas" Pada Fungsi, Wewenang, Dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas

Dewan Komisaris bersifat kolegial (majelis), yang mana konsep "dewan" bagi Dewan Komisaris ini berwujud dalam hal-hal yakni sebagai berikut34

1. Dalam kewenangan bertindak, meskipun tidak harus semuanya secara fisik bertindak, tetapi siapa pun yang bertindak mesti untuk dan atas nama seluruh anggota Dewan Komisaris yang ada ;

:

2. Dalam hal tanggung jawab, pada prinsipnya haruslah bertanggung jawab secara bersama-sama (joint only).

Penjabaran sifat “kolegialitas” dalam hal seorang anggota Dewan Komisaris misalnya pada saat tertentu ditunjuk untuk menjalankan tugas tertentu yang biasanya dikerjakan oleh Direksi, maka dialah yang akan bertanggung jawab dalam posisinya selaku Direksi. “Komisaris yang menjalankan tugas-tugas Direksi disebut dengan istilah `komisaris pendelegasian’ (gedelegeerd commissaris)".35

Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan yang sebenamya hanya dapat dilakukan oleh

Menjalankan tugas perseroan dalam posisi itu terjadi dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT :

(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

34

Munir Fuady, h. 117.

35

(13)

Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Dewan Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam UUPT.

Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, maka konsekuensi dari sifat "kolegialitas" adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota "dewan", anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan; 2. Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang

menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan dan tanggung jawab sebagai direksi perseroan (bukan sebagai Dewan Komisaris).

Namun demikian, ketentuan dalam pasal 69 ayat (3) dan ayat (4) UUPT berbicara sedikit lain, bahwa :

3. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

4. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.

(14)

komisaris atau anggota direksi yang lain yang dapat membuktikan tidak bersalah sehingga dia tidak bertanggung jawab.

Khususnya terhadap pembebasan tanggung jawab dari anggota dewan komisaris, ketentuan pembebasan tersebut merupakan suatu pengecualian terhadap berlakunya konsep "dewan" (majelis atau kolegialitas) bagi dewan komisaris tersebut".36

Sedangkan untuk perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang tidak dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan berkenaan, Dewan Komisaris tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas segala akibat hukumnya. Acquit de charge hanya memberikan pembebasan dan pelunasan perdata oleh para Berbicara mengenai pembebasan tanggung jawab diatas, dapat dijumpai juga dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan perseroan selalu diberikan pembebasan dan pelunasan oleh para pemegang saham perseroan kepada Dewan Komisaris juga Direksi perseroan atas setiap kegiatan perseroan dalam tahun buku yang baru lampau, sepanjang kegiatan tersebut dilaporkan atau tencermin dalam laporan tahunan yang disahkan dalam Rapat Umum Tahunan tersebut (acquit de charge).

Ketentuan mengenai acquit de charge sering disalahartikan oleh masyarakat bahwa dengan diberikannya acquit de charge tersebut, Dewan Komisaris telah bebas dari segala pertanggungjawaban yang mungkin masih harus ditanggung olehnya pada tahun dimana ia telah diberikan acquit de charge tersebut. Oleh sebab itu perlu dijelaskan disini bahwa pada prinsipnya pemberian acquit de charge hanya memberikan pembebasan dan pelunasan dari perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan yang telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan.

36

(15)

pemegang saham, sedangkan untuk setiap perbuatan yang termasuk dalam perbuatan pidana sama sekali di luar kewenangan dan karenanya tidak pemah diberikan acquit de charge.

Dalam praktek sering kali dijumpai adanya ketidaktahuan masyarakat bahwa betapa penting dilakukannya pemberian acquit de charge tersebut dalam setiap akhir tahun buku perseroan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, yang mana hal ini kebanyakan diabaikan oleh para pemegang saham yang menjabat juga sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris dalam perseroan itu.

Menurut pendapat penulis, ada alasan-alasan tertentu yang mendasari diabaikannya pemberian acquit de charge tersebut kepada para anggota Direksi atau Dewan Komisaris tersebut, antara lain :

1. perseroan tersebut adalah perusahaan keluarga, yang mana pemegang sahamnya adalah anggota keluarga dekat ;

2. perseroan tersebut adalah perusahaan dengan skala kecil, yang mana hal tersebut tidak membawa pengaruh terhadap manajemen perusahaan ;

3. anggota Direksi maupun anggota Dewan Komisaris perseroan sekaligus menjadi pemegang saham, sehingga tanggung jawab maupun kendali perusahaan ada ditangan mereka juga.

Dari beberapa alasan itulah kadangkala atau bahkan sama sekali tidak pemah diberikan acquit de charge oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan kepada setiap anggota Dewan Komisaris, padahal jika suatu saat nanti terjadi kerugian terhadap perseroan, maka secara bersama-sama anggota Dewan Komisaris yang pada masa jabatannya itu tidak pemah diberikan acquit de charge dapat dimintai pertanggung jawabannya pada saat kapanpun oleh pihak manapun yang berkepentingan meskipun anggota Dewan Komisaris itu sudah tidak menjabat lagi.

(16)

UUPT, para anggota direksi atau dewan komisaris dibebaskan dari tanggung jawabnya tersebut apabila terbukti bahwa keadaan yang bersangkutan bukan karena kesalahannya. Dengan demikian, bisa saja ada anggota direksi atau dewan komisaris yang harus bertanggung jawab secara hukum, tetapi dewan komisaris atau anggota direksi yang lain yang dapat membuktikan tidak bersalah tidak bertanggung jawab atas kerugian itu. Hal inilah yang menjadi konsekuensi dari sifat kolegialitas dalam hal pertanggung jawaban Dewan Komisaris perseroan.

Meskipun Dewan Komisaris bertindak secara kolegial, tetapi jika terdapat lebih dari 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris, salah satu di antara mereka menjadi Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Jabatan Presiden Komisaris atau Komisaris Utama ini hanya bersifat administratif, bukan bersifat liabilitas. Artinya, dalam hal tanggung jawab, yang bertanggung jawab tetap seluruh Dewan Komisaris yang ada. Presiden Komisaris atau Komisaris Utama biasanya yang akan berfungsi sebagai pelaksana tugas delegasi, bertindak dan melakukan tugas day to day (sehari-hari) dari fungsi Dewan Komisaris.

Untuk hal-hal penting, dalam bertindak anggota Dewan Komisaris harus melalui rapat Dewan Komisaris. Jika syarat rapat tersebut tidak terpenuhi, maka ke luar tetap Dewan Komisaris yang bertanggung jawab, tetapi ke dalam, hanya anggota Dewan Komisaris yang bertindak sendirilah yang bertanggung jawab.37

Pada level pengawasan Dewan Komisaris disebut Komisaris pengambil keputusan (decicion maker), yaitu konsep Dewan Komisaris di mana di samping Dalam Pasal 98 ayat (3) UUPT dinyatakan bahwa : "Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS":

37

(17)

dia mengawasi hal-hal tertentu, terutama dalam hal-hal penting, diajak pula untuk mengambil keputusan (misalnya dengan format surat persetujuan Dewan Komisaris) untuk kegiatan-kegiatan tertentu dari

Perseroan.38

1. mengambil loan (kredit) dari bank ;

Dari bunyi pasal 98 ayat (3) UUPT di atas serta pengertian komisaris sebagai pengambil keputusan di atas, maka disimpulkan bahwa jika anggaran dasar perseroan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi, maka kewenangan Direksi untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan menjadi terbatas dan bersyarat dalam hal-hal yang sudah diatur dalam anggaran dasar perseroan itu.

Dengan adanya kemungkinan tersebut, maka untuk melakukan perbuatan hukum tertentu Direksi harus mendapat persetujuan dari organ perseroan yang lain, misalnya saja Dewan Komisaris atau RUPS. Adapun perbuatan-perbuatan penting yang sebaiknya harus terlebih dahulu dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris misalnya dalam hal-hal :

2. meminjamkan asset perseroan ;

3. membeli atau menjual aset-aset penting dari perseroan; 4. menjadi penanggung (borg/avalist) ;

5. membuka kantor cabang baru ;

6. mengeluarkan dana melebihi jumlah tertentu ; 7. memberhentikan direksi untuk sementara waktu ; 8. mengubah ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar ;

9. melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan

10.mengubah status perseroan dari tertutup menjdi terbuka atau sebaliknya ; dan sebagainya ; yang mana kegiatan-kegiatan tersebut harus sudah dituangkan dalam anggaran dasar perseroan tersebut.

(18)

BAB IV

PENERAPAN SIFAT KOLEGIALITAS PADA SAAT PERSEROAN TERBATAS DALAM KEADAAN PAILIT

A. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Kepailitan menyebabkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan sejak putusan pernyataan pailit dinyatakan oleh majelis hakim.

Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan yang telah berlaku, maka setiap dan seluruh perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan setelah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.

Pasal 21 Undang-Undang No.37 tahun 2004 menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor. Dari ketentuan Pasal 21 ini diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum.

Dengan adanya sita umum ini hendak menghindari adanya sita perorangan. Sita umm tersebut haruslah bersifat koservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan senua kreditor yang bersangkutan. Para kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorium) sesuai dengan asas dalam Pasal 1132 KUH Perdata.

Perlu ditekankan bahwa tujuan kepailitan adalah untuk membagi seluruh kekayaan debitor yang dilakukan oleh kurator kepada semua kreditor dengan tetap memperhatikan hak-hak mereka masing-masing.

(19)

yang dapat diuangkan (ten gelde kunnen worden gemaakt). Meskipun kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor, namun di dalam Pasal 22 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 merinci apa saja kekayaan debitor yang tidak termasuk ke dalam kepailitan itu. Yakni antara lain :

1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor, yang dibutuhkan debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dpergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengakapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; serta

3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban member nafkah menurut undang-undang.

Sehingga dari hal tersebut diatas yang harus diperhatikan adalah bahwa kepailitan ini hanyalah menyangkut harta kekayaan debitor pailit dan ukan hak pribadi si debitor. Debitor masih tetap memiliki hak untuk melakuka perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang suami, orang tua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si debitor pailit dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

.

B. Penerapan Sifat “Kolegialitas” Pada Saat Perseroan Terbatas Dalam Keadaan Pailit

(20)

Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Demikian ditentukan di dalam ayat (3) Pasal 104. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan keadaan seperti yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) yang berbunyi :

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

Agar lebih spesifik dalam penggambaran mengenai penerapan sifat kolegialitas dewan komisaris jika PT terjadi pailit, maka dalam pembahasan ini akan dibahas lebih khusus mengenai tanggung jawab Komisaris dalam suatu PT berbentuk Bank. Hal tersebut dikarenakan tanggung jawab yang diemban komisaris pada PT berbentuk perbankan pada saat terjadinya pailit diatur secara lebih detail dengan karakteristik organ perseroan yang unik.

(21)

UUPT, tapi ditambahkan syarat tambahan, misalnya: harus lulus fit and proper test yang dilakukan oleh Bank Indonesia, harus mempunyai latar belakang keahlian di bidangperbankan, ekonomi, hukum, lulus sertifikasi manajemen risiko dan sebagainya, hal ini boleh saja dilakukan dan dibenarkan menurut Pasal 93 ayat (2) UUPT yang berbunyi :

Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang bewenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Yang unik dan menarik dan untuk dibahas adalah ketentuan di dalam praktik perbankan Indonesia. Berdasarkan PBI diatur bahwa yang dimaksud dengan Pengurus Bank adalah Komisaris dan Direksi. Komisaris sekaligus dimasukkan dalam lingkup Direksi.39

Apa yang dimaksud dengan kalimat ”dalam keadaan tertentu” itu? Menurut penjelasan Pasal 118 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada. Yang dimaksud

Apakah hal demikian tidak bertentangan dengan UUPT? Jawabannya: pada prinsipnya tidak! Pasal 118 ayat (1) UUPT menentukan bahwa :

Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

Sedangkan ayat 2 mengatakan bahwa:

Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

39

(22)

dengan ”dalam keadaan tertentu” antara lain keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c. Pasal 99 ayat (2) huruf b tersebut mengatur mengenai siapa yang berhak mewakili Perseroan jika terjadi perkara di Pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan, dimana seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Jika terjadi keadan demikian, maka Dewan Komisaris berhak mengambil alih posisi Direksi mewakili Perseroan melawan Direksi yang berperkara dengan Perseroan. Kemudian Pasal 107 huruf c mengatakan bahwa dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara. Dari bunyi Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c. kemungkinan Dewan Komisaris melakukan perbuatan pengurusan hanya berkaitan dengan hal-hal seperti yang diatur di dalam Pasal 97 ayat (2) huruf b jika ada perkara antara Direksi dengan Perseroan sementara seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan dan Pasal 107 huruf c perlunya diatur di dalam anggaran dasar PT, jika sewaktu waktu seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara, siapa pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan.

Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, maka konsekuensi dari sifat "kolegialitas" adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota "dewan", anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan ; 2. Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang

(23)

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 4 UUPT yang mengatakan bahwa terhadap Perseroan berlaku UUPT, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, ketentuan PBI yang mengatur secara spesifik PT Perbankan tidak bisa dikatakan bertentangan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bunyi penjelasan Pasal 4 UUPT tersebut. Berlakunya UU ini, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundangundangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (good corporate governance) dalam menjalankan Perseroan. Yang dimaksud dengan ”ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan perasuransian, peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan undang-undang ini yang berlaku adalah UU UUPT.

(24)

Hal tersebut menjadi penting karena dalam rangka menegakkan ketentuan UU PT dan UU Perbankan berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran UU Perbankan sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 ayat (2), 47 A, 48, 49 UU Perbankan, Direksi harus cukup ekstra hati-hati mengelola atau mengurus dan memelihara PT yang bergerak dibidang perbankan. Jangan sampai terjadi di dalam praktik anggota Dewan Komisaris yang tidak memahami ketentuan dalam PBI terkait dengan UUPT dan sehari-harinya ternyata tidak aktif sebagai Pengurus Bank, namun karena ada indikasi kejahatan atau pelanggaran UU Perbankan yang sedang diselidiki oleh Aparat Penegak Hukum, kemudian anggota Dewan Komisaris tersebut terpaksa harus menghadapi panggilan dan pertanyaan-pertanyaan dari Aparat Penegak Hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi.

(25)
(26)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Fungsi Dewan Komisaris perseroan menurut pasal 108 ayat (1) UUPT adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris perseroan dilakukan untuk kepentingan perseroan. Berdasarkan pasal 108 ayat (4) UUPT, jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, maka seluruh anggota Dewan Komisaris lain (termasuk yang tidak melakukan tindakan kesalahan tersebut) ikut juga bertanggung jawab secara hukum atau berlaku secara tanggung renteng, hal ini merupakan perwujudan sifat "kolegialitas" pada fungsi Dewan Komisaris perseroan.

Dewan Komisaris yang mempunyai kewenangan pengawasan tentunya dalam melakukan pengawasan tersebut bisa saja melakukan kesalahan ataupun penyalahgunaan kewenangan, yang dapat merugikan perseroan, oleh karena itu anggota Dewan Komisaris tersebut harus mempertanggung jawabkannya secara hukum. Sebagaimana dalam pasal 114 ayat (2) dan ayat (3) UUPT, maka setiap anggota Dewan Komisaris dituntut untuk beritikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang sudah diberikan oleh perseroan kepadanya. Dalam menjalankan kewenangan itu, Dewan Komisaris bersifat kolegialitas, dengan demikian jika seorang anggota Dewan Komisaris melakukan kesalahan, maka secara hukum seluruh anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng.

(27)
(28)

B. Saran

Perseroan terbatas sebagai salah satu sarana yang digunakan oleh para pengusaha (investor) untuk menjalankan modalnya dengan melakukan kegiatan usaha untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, hendaknya para pengusaha selaku pendiri perseroan terbatas dapat menempatkan perseroan terbatas dalam kedudukan yang proporsional di dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pelaku usaha, artinya janganlah pendiri perseroan terbatas memanfaatkan perseroan terbatas hanya untuk kepentingan pribadinya. Agar supaya hal tersebut tidak merugikan kepentingan pengusaha sendiri maupun merusak citra perseroan terbatas di mata masyarakat.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan acuan didalam penegakan hukum perseroan dan sekaligus sebagai payung hukum yang diharapkan dapat memberikan aspek perlindungan hukum yang memadai bagi para pengusaha yang ingin mendirikan perseroan terbatas. Meskipun lahimya UndangUndang ini terbilang baru, namun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum dengan layanan yang cepat dan terjamin kepastian hukum terhadap kemandirian perseroan terbatas.

Masing-masing organ perseroan mempunyai fungsi dan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda, namun demikian kesemuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, oleh karenanya apabila perseroan tersebut ingin mencapai tujuan perseroan, maka di antara organ perseroan tersebut harus dapat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang beriaku maupun anggaran dasamya.

(29)

tersebut harus mendapat persetujuan dari organ perseron terbatas yang lain, yaitu Dewan Komisaris atau RUPS yang telah diatur dalam anggaran dasar perseroan. Jika tidak diperoleh persetujuan dari organ dimaksud maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah dan tanggung jawab harus ditanggung oleh Direksi secara pribadi.

Dengan adanya teknologi mengenai pelayanan terhadap badan hukum khususnya perseroan terbatas oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) -nya, yaitu program

(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN KEPAILITAN

A. Perseroan Terbatas

1. Pengertian Dan Ciri-Ciri Perseroan Terbatas

Definisi mengenai perseroan terbatas tidak dapat dijumpai dalam pasal-pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Namun demikian, menurut Sutantya dan Sumantoro (1991 : 40) dari pasal-pasal : 36, 40, 42, dan 45 KUHD dapat diambil kesimpulan bahwa suatu perseroan terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan.

b. Adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris, berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan dalam menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar, dan lain-lain.

c. Adanya pengurus (direksi) dan pengawas (komisaris) yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan anggaran dasar atau keputusan RUPS.10

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang

10

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas,

(31)

dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.11

Dari batasan-batasan yang diberikan tersebut, ada 5 (lima) hal pokok yang dapat kita kemukakan disini :

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai :

“Badan hukum yang didirikan berdasarkan peranjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang c-etapkan dalam Undang-lndang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Sedangkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatakan bahwa :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

12

Adapun didalam penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum; b. Didirikan berdasarkan perjanjian;

c. Menjalankan usaha tertentu;

d. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham; e. Memenuhi persyaratan undang-undang.

13

(1) Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum memiliki 2 (dua) macam subyek

11

Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta, 1999.hal. 5 12

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Loc. Cit, hal. 7.

13

(32)

hukum, yaitu subyek hukum pribadi (natuurlijk persoon) dan subyek hukum berupa badan hukum (rechts persoon).

(2) "Badan hukum adalah suatu satuan tugas-tugas eksekutif perusahaan merupakan kewenangan Direksi;

(3) Pengawasan harus dilaksanakan kepada keputusan yang sudah diambil (ex post facto) atau terhadap putusan-putusan yang -akan diambil (preventive basis); (4) Pengawasan bukan hanya sekadar menerima informasi dari Direksi RUPS,

melainkan juga dapat mengambil tindakan-tindakan yang bersifat korektif;

(5) Pengawasan tidak hanya sekadar menyetujui atau tidak menyetujui terhadap tindakan-tindakan yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris sebagai yang diperinci dalam anggaran dasar, tetapi pengawasan mencakup semua aspek bisnis dan aspek korporat dari perusahaan.

2. Pendirian Perseroan Terbatas

Dalam proses pengajuan pendirian PT dibagi menjadi dua cara yakni pengajuan sendiri dan dikuasakan pada orang lain yang dalam hal ini adalah notaris. Secara umum apabila pengajuan pendiri PT yang pertama adalah dipenuhinya syarat minimal pendiri PT yakni 2 (dua) orang yang untuk kemudian diajukan pada notaris agar dibuatkan akta pendirian yang sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.

Akta pendirian yang diajukan selain memuat anggaran dasar juga berisi antara lain14

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan

:

14

(33)

alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;

b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;

c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. Dalam masalah saham, masing-masing dari pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Akan tetapi hal ini tidak berlaku apabila PT mengalami proses peleburan.

Selain poin-poin tersebut diatas, hal lainnya yang perlu dicantumkan dalam akta pendirian ialah perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan. Jika hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian. Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan.

Setelah semua proses pengajuan akta pendirian diatas terpenuhi, Persero masih belum berstatus badan hukum. Persero baru akan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Akan tetapi untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan tersebut harus diajukan diajukan terlebih dahulu melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri yang sebelumnya harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan. Ada dua proses pengajuan untuk pengesahan badan hukum dari Menteri Hukum dan HAM yakni :

1) Pengajuan sendiri tanpa melalui notaris.

(34)

a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. Jangka waktu berdirinya Perseroan;

c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. Alamat lengkap Perseroan.

Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud diatas harus diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Apabila dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu tersebut, maka akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.

Proses selanjutnya apabila format isian telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka Menteri Hukum dan Ham akan langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud, pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri Hukum dan Ham akan menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. Akan tetapi jika persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung tidak dipenuhi, Menteri Hukum dan Ham langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan akan gugur. Jika pernyataan tidak berkeberatan gugur, maka pemohon dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri.

(35)

saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

2) Pengajuan melalui notaris yang telah dikuasakan

Untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum dari Menteri Hukum dan Ham melalui notaris, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M-01-HT.01-10 Tahun 2007 yang dijabarkan prosesnya adalah sebagai berikut :

1. Pengajuan permohonan pengesahan badan hukum perseroan dilakukan oleh Notaris sebagai kuasa pendiri

2. Permohonan sebagaima dimaksud dalam poin pertama diajukan oleh notaris melalui sisminbakum dengan cara mengisi FIAN model I (Format Isian Akta Notaris untuk permohonan pengesahan status badan hukum perseroan) setelah pemakaian nama disetujui menteri atau pejabat yang ditunjuk dan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud meliputi :

a. Salinan akta pendirian perseroan dan salinan akta perubahan pendirian perseroan, jika ada.

b. Salinan akta peleburan dalam hal pendirian perseroan dilakukan dalam rangka peleburan;

c. Bukti pembayaran biaya untuk : 1) Persetujuan pemakaian nama

2) Pengesahan badan hukum perseroan

3) Pengumuman dalam tambahan berita negara Republik Indonesia. d. bukti setor modal perseroan berupa :

(36)

2) Keterangan penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti pembelian barang jika setoran modal dalam bentuk lain selain uang yang disertai pengumuman dalam surat kabar jika setoran dalam bentuk benda tidak bergerak,

3) Peraturan pemerintah dan atau Surat Keputusan Menteri Keuangan bagi perseroan; atau

4) Neraca dari perseroan atau neracar daro badan usaha bukan badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal.

e. Surat keterangan alamat lengkap Perseroan dari Pengelola Gedung atau Surat pernyataan tentang alamat lengkap perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan.

3. Jika FIAN dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri atau pejabat yang ditunjuk langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan.

4. Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menyatakan tidak berkeberatan atau menolak permohonan yang dajukan. Pernyataan tidak berkeberatan atau penolakan sebagaimana dimaksud dilakukan langsung melalui Sisminbakum. Sisminbakum adalah Sistem Administrasi Badan Hukum yang merupakan sebuah jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum perseroan dan proses pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data perseroan serta pemberian informasi lainnya secara elektronik, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

(37)

dipenuhi, menteri atau pejebat yang ditunjuk langsung memberitahukan hal tersebut kepada notaris melalui sisminbakum dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana menjadi gugur.

6. Jika notaris dapat membuktikan telah menyampaikan secara fisik permohonan yang dilampiri dokumen pendukung dalam batas waktu maka pernyataan tidak berkeberatan tidak menjadi gugur. Notaris dapat menyampaikan secara fisik surat kedua yang dilampiri dengan dokumen pendukung paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tangga pemberitahuan.

7. Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri dengan memperhatikan ketentuan batas waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani.

8. Dalam hal permohonan untuk meperoleh keputusan menteri tidak diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, maka akta penderian batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.

9. Jika semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat (7) hari, menteri atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan.

(38)

3. Modal Dan Saham Perseroan Terbatas

Kata perseroan menunjuk kepada modal perseroan yang terbagi dalam sero atau saham. Sedangkan kata terbatas menunjuk kepada tanggung jawab yang terbatas dari sekutu pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang dimilikinya. Agar suatu perseroan berfungsi dengan baik, maka perseroan tersebut harus memiliki kekayaan sendiri. Kekayaan ini dimulai dengan perolehannya dari para pendiri yang telah mengambil saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang sebesar nilai saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap saham dicantumkan jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut.keseluruhan dari jumlah nilai saham tersebut merupakan modal dasar perseroan. Dalam struktur modal perseroan, menurut UUPT dapat dibagi menjadi beberapa, yakni sebagai berikut :

1. Modal dasar (maatschappelijk kapital atau gemeenschappelijk kapital) adalah modal maksimum dimana dapat dikeluarkan tanpa perubahan anggaran dasar dan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Hukum dan HAM.

2. Modal yang ditempatkan (geplaasts kapital), yaitu sejumlah modal dengan nilai nominal yang diambil para pendiri.

3. Modal yang disetor (gestoort kapital) adalah modal yang telah di penuhi kewajiban penyetorannya.15

Dikatakan disini, bahwa modal awal pada saat perseroan didirikan, para pendiri sudah harus memenuhinya dan merekalah yang pertama kali yang memberikan modal pada perseroan yang didirikannya itu.

Dalam peraturan lama ( pasal 50 dan 51 KUHD), para pendiri harus ikut serta dalam modal perseroan sekurang-kurangnya 20% pada saat perseroan didirikan dan 10% modal perseroan sudah harus disetor sebelum diperoleh pengesahan. Sedangkan berapa jumlah minimum modal dasar perseroan tidak ditentukan, begitu pula kapan batas waktu penyetoran penuh harus dilakukan oleh

15

(39)

para pendiri yang mengambil saham juga tidak ditentukan, tetapi semua itu ditentukan dalam anggaran dasarnya.

Sebaliknya, dalam UUPT ditentukan dengan tegas bahwa suatu perseroan terbatas harus mempunyai modal dasar minimum sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaimana yang telah di tentukan dalam pasal 32 ayat (1). Dan modal tersebut, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) sudah harus ditempatkan dan disetor penuh, seperti dinyatakan dalam pasal 33 ayat (1) UUPT. Hal yang terdapat didalam UUPT tersebut diatas adalah sangat penting artinya bagi eksistensi, kelangsungan hidup maupun pengembangan perseroan terbatas sebagai organisasi ekonomi. Sebab bagaimanapun juga modal merupakan sarana untuk meraih laba yang sebesar-besarnya yang nantinya akan dibagi-bagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden.16

1. Saham atas nama (op naam, registered stock) adalah saham yang nama pemiliknya sudah tertera didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari agar tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, sebab pengalihannya memerlukan prosedur balik nama.

Dalam akta pendirian suatu perseroan terbatas pasti dicantumkan jumlah modal peseroan terbatas yang terbagi dalam saham-saham. Bila dilihat kembali Undang-Undang No. 15 Tahun 1995 didalam Pasal 24 ayat (2), maka terdapat 2 jenis saham, yakni sebagai berikut :

2. Saham atas tunjuk (aan toonder, bearer stock) adalah saham yang tidak menyebut nama pemiliknya dan biasanya disebut sebagai saham blanko. Peralihannya tidak memerlukan proses balik nama, namun cukup dari tangan ke tangan, sebab saham ini melegitimasi pemegangnya sebagai pemilik, kecuali dibukikan terbalik.

Menurut Rido (1988:21), bahwa saham itu mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yakni antara lain :

1. Saham sebagai bagian dari modal. Dikatakan demikian, karena pada dasarnya saham itu merupakan modal, yang sering kali dibaca dalam akta pendirian

16

(40)

perseroan terbatas. Maka dpat dikatakan bahwa setiap saham merupakan bagian dari modal yang menjelma dalam harga saham.

2. Saham sebagai tanda anggota. Setiap orang yang akan ikut serta ebagai anggota dalam kerja sama perseroan terbatas diwajibkan memberikan sejumlah uang sebagai inbreng ke dalam perseroan. Pemasukan inilah yang diperhitungkan dalam bentuk saham. Nominal uang pemasukan itu tercantum sama dalam saham. Dengan dimilikinya saham, menunjukkan bahwa orang tersebut adalah anggota yang disebut pesero dari perseroan terbatas dan sebagai bukti diberikanlah saham sebagai tanda anggota.

3. Saham sebagai alat legitimasi. Artinya ialah, saham merupakan suatu surat yang menunjuk kepada pemegangnya sebagai orang yang berhak.

4. Organ Perseroan Terbatas

Organ Perseroan terbatas terdiri pemegang saham, direksi, dan komisaris. Dalam PT (Pasal 1 ayat (2) UU No. 40). Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut :

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) a. Pengertian RUPS

Pengertian RUPS terdapat dalam Pasal 1 ayat 4 UU NO. 40 Tahun 2007 yang berbunyi sebagai berikut :

Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

(41)

diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan komisaris. Kekuasaan yang yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang telah diberikan oleh undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan dewan komisaris. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri di dalam UU No. 40 Tahun 2007. setiap organ diberi kebebasan untuk bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS dapat saja tidak dipenuhi oleh Direksi maupun Dewan Komisaris meskipun Direksi maupun Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan Direksi maupun Dewan Komisaris oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki Direksi maupun Dewan Komisaris bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS melainkan wewenang yang ada pada Direksi maupun Dewan Komisaris adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar.

Paham mengenai hal tersebut diatas disebut dengan paham institutional. Paham ini berpandangan bahwa ketiga organ PT masing-masing mempunyai kedudukan mandiri (otonom) dengan kewenangan sendiri-sendiri sebagaimana diberikan menurut undang-undang dan anggaran dasar tanpa wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lainnya.17

1.) RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.

b. Tata Cara Penyelenggaraan RUPS

Menurut Pasal 78 UU NO. 40 Tahun 2007 RUPS dibagi menjadi dua macam yakni :

17

(42)

2.) RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan dari persero.

Selanjutnya guna kepentingan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham yang urainnya dalam Pasal 82 UU No. 40 Tahun 2007 sebagai berikut :

(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.

(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.

(3) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.

(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.

(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

(43)

2. Direksi

a. Pengertian Direksi

Menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007, yang disebut dengan Direksi adalah :

Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Berdasarkan hal ini maka Direksi bertindak mewakili PT sebagai badan hukum.18

Untuk mengetahui tugas dari direksi harus dilihat dari anggaran dasar PT dan pada umunya berkisar pada hal-halk berikut :

b. Tugas Direksi

19

1) Mengurus segala urusan perseroan

2) Menguasai harta perseroan

3) Dalam hubungannya dengan pihak ketiga, direksi masing-masing atau bersama-sama mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal-hal dalam bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan. Direksi bertanggung jawab penuh mengenai pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan dari perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 4) Dalam hubungannya dengan harta kekayaan perseroan, Direksi harus

mengurus dan menguasai dengan baik, menginventarisasi secara teliti dan cermat. Segala perbuatan hukum mengenai hak dan kewajiban perseroan dicatat dalam pembukuan sedemikian rupa sesuai dengan norma-norma pembukuan yang lazim.

18

Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 87

19

(44)

3. Dewan Komisaris

Pasal 1 ayat (6) : “Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.” Mengenai uraian lengkapnya tentang Dewan komisaris akan dijabarkan dalam pasal-pasal berikut :

Pasal 108

(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.

(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.

(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. (5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.

Pasal 109

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.

(45)

(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 110

(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

a. dinyatakan pailit;

b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

c dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

(46)

mengenai tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris. Diatur dalam anggaran dasar. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.

(47)

B. Kepailitan

Secara etimologi kepailitan berasal kari kata pailit, selanjutnya istilah “pailit” berasal dari bahasa Belanda faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Istilah faillit sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata to fail dengan arti sama, dan dalam bahasa latin disebut failire. Kemudian istilah kepailitan dalam pengertian hukum istilah faillit mengandung unsur-unsur tersendiri yang dibatasi secara tajam, namun definisi mengenai pengertian itu tidak ada dalam undang-undang. Selanjutnya istilah pailit dalam Bahasa Belanda adalah faillit, maka ada pula sementara orang yang menerjemahkan sebagai faillit dan faillissement sebagai kepailitan.

Kemudian pada negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah bankrupt dan bankruptcy.20

Menurut Munir Fuady yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditor.21

R. Subekti berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil.22

berhenti membayar (utang-utangnya).

H. M. N. Puwosutjipto berpendapat bahwa kepailitan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit. Pailit adalah keadaan

23

Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary pailit atau bankrupt adalah ”the state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes a

20

Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, 1993, Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia, Rineka Cipta Jakarta, Halaman 18

21

Munir Fuady, 2002, Hukum Pailit, Citra Aditya Bakti, Bandung, Halaman 8

22

R.Subekti, 1995, Pokok-Pokok Hukum Dagang, Intermasa, Jakarta, Halaman 28 23

(48)

person against whom an voluntary petition has been filed, or who has been adjudged a bankrupt.24

Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat dlihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri maupun permintaan pihak ketiga.25

Di dalam kamus hukum dikemukakan bahwa pailit diartikan sebagai keadaan dimana seorang debitor telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas permintaan para kreditornya atau permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit maka harta kekayaan dikuasai oleh balai harta peninggalan selaku curtirice (pengampu) dalam usaha kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan oleh semua kreditor.26

24

Bryan A. Garner, 1999, Black Law’s Dictionary, West Group, St. Paul, Halaman 141. 25

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri hukum Bisnis, Raja Grafndo Persada, Jakarta, Halaman 11

26

R. Subekti dan Tjitrosoedibyo, 1989, Kamus Hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, halaman 85.

Dalam Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1), bahwa Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang penguasaan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Syarat-Syarat Untuk Dinyatakan pailit

(49)

1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

Dari ketentuan pasal 1 tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah

a) Adanya utang

Istilah utang menurut pasal 1 UUK merujuk pada hukum perikatan dalam hukum perdata. Menurut pasal 1233 KUH Perdata, kewajiban atau utang timbul dari perjanjian atau undang-undang. Ada kewajiban untuk memberikan sesuatu, untk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata). Bagi debitur, kewajiban tersebut adalah utang yang memberikan hak menagih kepada kreditur (tagihan/piutang). Kegagalan debitur untuk memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dapat menjadi dasar suatu permohonan kepailitan atau permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

b) Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo

Suatu utang jatuh waktu dan harus dibayar jika utang itu sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang harus dibayar. Jika dalam perjanjian tidak mengatur ketentuan mengenai jatuh tempo utang, maka dalam pasal 1238 KUH Perdata diatur bahwa pihak yang berutang dianggap lalai apabila ia dengan surat teguran telah dinyatakan lalai dan dalam surat tersebut debitur diberi waktu tertentu untuk melunasi utangnya.

(50)

d) Adanya Debitur e) Adanya Kreditur

f) Krediturnya lebih dari satu

g) Pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan Niaga

h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu - Pihak Debitur

- Satu atau lebih Kreditur

- Jaksa untuk kepentingan umum

- Bank Indonesi jika debiturnya adalah bank - Bapepam jika debiturnya adalah perusahan efek.

i) Dan syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan

j) Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim ”menyatakan pailit”. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan ”judgment” yang luas, sungguhpun limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir (Pasal 6 ayat (3) UUK).

Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit dan Dinyatakan Pailit

Didalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 ditentukan pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yakni antara lain :

1. Debitor sendiri;

2. Seorang atau beberapa orang kreditor (Pasal 2 ayat (1); 3. Kejaksaan demi kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2);

(51)

5. BAPEPAM dalam hal menyangkut debitor yang merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat (4);

6. Menteri keuangan dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badab Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, bisa dijatuhi keputusan kepailitan. Debitur dsini dapat terdiri dari satu orang atau badan pribadi atau badan hukum.

Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah : 1.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana diatur dalam Pasal 117 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa di dalam Anggaran Dasar perseroan dapat ditetapkan kewenangan

Dalam prosedur pemberitahuan (notofikasi) tersebut, anggota kelompok dalam waktu yang telah ditentukan oleh Hakim, diberi kesempatan untuk menyatakan keluar dari anggota

Perseroan selalu terbuka oleh beberapa faktor, baik itu faktor eksternal misalnya karena krisis moneter global atau oleh karena faktor internal yaitu kesalahan dan kelalaian

Direksi bertindak sebagai pengurus Perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT, sedangkan Dewan

Bagi suatu perusahaan yang akan melakukan penggabungan, peleburan dan akuisisi (pengambilalihan) tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Tugas direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas yaitu anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang

Dari bunyi pasal di atas, maka para anggota Dewan Komisaris dalam jabatannya tersebut bukan hanya bertugas mengawasi pekerjaan Direksi belaka, namun lebih dari sekedar itu

Dari pengertian di atas secara jelas memberi arti bahwa badan hukum Perseroan Terbatas terbentuk dari modal-modal yang terkumpul dari orang-orang yang terikat oleh perjanjian