• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquoeus, di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeable (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lameral subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula (zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serta nyeri, pembuluh darah atau syaraf di lensa (Vaughan, 2000).

Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot

(2)

untuk penglihatan dekat. Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Kadang-kadang serta-serat-serat ini menjadi keruh (opak), sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak. Lensa defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi (Sherwood, 2001).

2.2 Katarak 2.2.1 Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani ‘katarraktes‘ yang berarti air terjun karena pada awalnya latarak dipikir sebagai cairan yang mengalir dari otak ke depan lensa. Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan penurunan atau gangguan penglihatan.

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya ( Ilyas, 2009 ).

2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokuler lainnya. Selain itu, katarak juga boleh disebabkan oleh bahan toksik khusus. Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan katarak, seperti: eserin ( 0.25-0.5 % ), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase topikal. Kelainan sistemik atau metabolik juga dapat menyebabkan terjadinya katarak, seperti diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat ditemukan dalam keadaan

(3)

Katarak terdiri daripada beberapa klasifikasi :

a) Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.

Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapat sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi pada ibu seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan riwayat pemakaian obat selama kehamilan.

Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :

i. Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak polaris.

ii. Lentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak yang mengenai korteks atau nukleus lensa sahaja.

Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital :

i. Katarak piramidalis atau polaris anterior

Katarak piramidalis atau polaris anterior terjadi akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ini apabila ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan terdapat infeksi virus, maka amnion akan mengandungi virus. Pada pemeriksaan objektif akan terlihat kekeruhan kornea dan terdapatnya jaringan fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan kekeruhan kornea dengan lensa terletak di polus. Kekeruhan lensa pada katarak polar anterior ini tidak progresif.

ii. Katarak piramidalis atau polaris posterior

Katarak ini terjadi akibat arteri hialoid yang menetap pada saat tidak diperlukan lagi oleh lensa untuk metabolism. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat kekeruhan

(4)

di dataran belakang lensa. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapat dilihat dengan pemeriksaan ultrasonografi.

iii. Katarak zonularis atau lamelaris

Katarak lamelaris bersifat herediter, diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral. Bila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat, maka akan terlihat kekeruhan serat lensa pada suatu zona di dalam lensa.

iv. Katarak pungtata dan lain-lain.

Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strasbismus. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus toksoplasmosis, dan histoplasmosis. (Ilyas,2009)

b) Katarak Juvenil

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun

metabolik dan penyakit lainnya seperti : 1. Katarak metabolik

• Katarak diabetik dan galaktosemik (gula) • Katarak hipokalsemik (tetanik)

• Katarak defisiensi gizi

• Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria) • Penyakit Wilson

(5)

2. Otot

• Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun) 3. Katarak traumatik

4. Katarak komplikata

• Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).

• Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).

• Katarak anoksik

• Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi).

• Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis imperfekta, kondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

• Katarak radiasi(Ilyas,2009)

c) Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat degenerasi serat lensa karena proses penuaan. Penyebabnya sampai sekarag tidak diketahui secara pasti.

Katarak senil secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur.(Ilyas,2009)

(6)

Tabel 2.1. Perbedaan stadium katarak senil

Insipien Imatur Matur Hipermatur

• Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif

• Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

• Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

• Bilik mata

depan

Normal Dangkal Normal Dalam

• Sudut bilik mata

Normal Sempit Normal Terbuka

• Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos

• Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

Glaukoma (Sumber : Ilyas, 2009)

I. Katarak insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

Kekeruhan mulai dari tepi akuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mula terlihat di dalam korteks.

Katarak subkapsular posterior, kekeruhan ini mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah berbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif pada katarak insipien.

Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.

(7)

II. Katarak imatur

Sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

III. Katarak matur

Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bias terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan,maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan negatif. (Ilyas,2009)

IV. Katarak hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.

Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

d) Katarak Komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intraokular, iskemia okular, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin ( hipoparatiroid,

(8)

galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika antikolinesterase).

Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapisan korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.

Dikenal 2 bentuk yaitu :

• Kelainan pada polus posterior mata

Terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, miopia tinggi dan kontusio retina. Biasanya kelainan ini berjalan aksial sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.

• Kelainan pada polus anterior mata

Biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada katarak iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior sedangkan pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior. (Ilyas,2009)

e) Katarak Diabetes

katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus.

Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :

• Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemi nyata, pada lensa akan terlihat kekruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang jika terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.

• Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflakes atau bentuk piring subkapsular.

(9)

• Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologi dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.

f) Katarak Sekunder

Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari ekstraksi katarak ekstra kapsular ( EKEK ). Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti disisio katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh membran keruh. (Ilyas,2009)

2.2.3 Patogenesis

 Konsep Penuaan

Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak.

 Teori Radikal Bebas

Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar

(10)

dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah (Youngson, 2005). Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan katarak (Kumalaningsih, 2006). Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening.

 Sinar Ultraviolet

Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya katarak.

 Merokok

Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak dibanding dengan yang bukan perokok.

2.2.4 Manifestasi Klinis

1) Gejala subjektif dari pasien dengan katarak :

• Penurunan tajam penglihatan dan silau serta gangguan fungsional akibat kehilangan penglihatan.

(11)

• Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan bertambah putih.

3) Gejala umum gangguan katarak meliputi : • Penglihatan kabur dan berkabut. • Merasa silau terhadap sinar matahari.

• Kadang merasa seperti ada film didepan mata. • Seperti ada titik gelap didepan mata.

• Penglihatan ganda.

• Sukar melihat benda yang menyilaukan. • Halo, warna disekitar sumber sinar. • Warna manik mata berubah atau putih. • Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari. • Penglihatan dimalam hari lebih berkurang. • Sukar mengendarai kendaraan dimalam hari.

• Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah. • Sering berganti kacamata.

• Penglihatan menguning.

• Untuk sementara jelas melihat dekat (Ilyas, 2009).

2.2.5 Diagnosis

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata.Katarak pada stadium perkembangan yang paling dini dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan opthalmoskop, kaca pembesar atau slitlamp. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah ( slitlamp ), funduskopi, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah. Pada pasien diabetes, diperiksa juga kadar gula darah. Pemeriksaan kartu mata Snellen juga dilakukan

(12)

untuk melihat kemungkinan terganggu dengan kerusakan kornea, lensa , atau vitreous humor atau penyakit sistem saraf dan jalan optik.

2.2.6 Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Operasi katarak dilakukan dengan cara ekstraksi lensa dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. (Ilyas,2009)

• Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi Katarak Intrakapsular ( EKIK )

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus.

yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.

• Operasi katarak ekstrakapsular atau Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular ( EKEK )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar, melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, pasca bedah ablasi dan perencanaan implantasi sekunder lensa intra okular. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi katarak sekunder. (Ilyas,2009)

(13)

2.3 Diabetes Mellitus 2.3.1.Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan, manakala Mellitus berasal dari bahasa Latin yaitu madu atau gula. Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit gula adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau kerja insulin. Secara klinis, DM adalah sindroma yang merupakan gabungan kumpulan gejala-gejala klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati serta hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya.(Sudoyo dkk, 2009).

2.3.2 Etiologi dan Klasifikasi

1) Diabetes Mellitus tipe 1/ Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas, faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

• Faktor genetik

Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetik kearah DM tipe 1, kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 atau HLA DR4.

(14)

Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan asing.

• Faktor lingkungan

Virus/toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel beta.

2) Diabetes Mellitus tipe 2/Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Mekanisme tepat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, dan usia.

3) Diabetes Mellitus tipe lain

• Defek fungsi sel beta genetik • Defek genetik kerja insulin • Penyakit pada eksokrin pankreas • Endokrinolopati

• Obat/bahan kimia yang menginduksi 4) Diabetes Mellitus Gestational ( Saat kehamilan )

Tabel 2.2 Karakteristik umum DM tipe 1 dan 2

Karakteristik Tipe 1 Tipe 2

• Onset Biasanya umur <30

tahun

Biasanya umur >30 tahun

• Berkaitan obese Jarang Sangat sering

• Menjurus pada ketoasidosis

Ya Tidak

• Kadar insulin endogen dalam plasma

Sangat rendah/tidak terdeteksi

Tergantung derajat resistensi insulin dan destruksi sekretorik

(15)

• Konkodansi kembar < 50 % > 90% • Berkaitan dengan

antigen spesifik HLA-D

Ya Tidak

• Antibody sel islet pada diagnose

Ada, tapi boleh juga tidak terdeteksi sama sekali

Tidak ada

• Patologi islet Hilangnya sel beta selektif

Kelihatan normal, deposisi amiloid sering terjadi

• Penyebab komplikasi Ya Ya

• Respon hiperglikemi pada pemberian obat oral antihiperglikemi

Tidak Ya,pada tahap awal

2.3.3 Patofisiologi

Diabetes dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tipe 2.

Pada DM tipe 1, pancreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang diproduksi sangat sedikit. Hal ini disebabkan pada jenis DM ini, timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul, Islet Cell Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta) menyebabkan hancurnya sel beta itu. Oleh itu, kadar glukosa darah menjadi sangat tinggi dan tidak dapat digunakan secara optimal untuk pembentukan energi. Maka,energy nantinya diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid dan protein.

Pada DM tipe 2, berlaku resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak berespon tepat ketika adanya insulin dan juga penurunan kemampuan sel beta

(16)

pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada tipe ini, jumlah insulin normal,malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat di permukaan sel kurang, jadi glukosa akan bertumpuk di dalam darah. Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga pada suatu saat menyebabkan hipeinsulinemia. Keadaan ini akan menyebabkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas kinase receptor, translokasi glucose transport, dan aktivasi glycogen synthase. Ini akan menyebabkan resistensi insulin yang membawa kepada keadaan hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan aktivitas pankreas menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja pankreas mulai lemah dan akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. (Sudoyo dkk, 2009).

2.3.4 Manifestasi Klinis

1) Gejala khas DM :

• Poliuria ( sering kencing dalam jumlah banyak ) • Polidipsi ( banyak minum )

• Polifagia ( banyak makan )

• Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas 2) Gejala tidak khas DM :

• Kesemutan • Mata kabur

• Impotensi pada pria • Pruritus pada vulva • Luka yang sulit sembuh

(17)

2.3.5 Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis DM Kriteria diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl.

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl.

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl.

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glkosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

TTGO : tes toleransi glukosa oral (Sumber: Sudoyo dkk, 2009)

(18)

2.3.6 Penatalaksanaan

• Farmakoterapi

i. Obat anti hiperglikemik oral

 Golongan Insulin Sensitizing : Biguanid, Glitazone  Golongan Sekretagok Insulin : Sulfonilurea, Glinid ii. Penghambat Alfa Glukosidase

 Golongan Incretin • Non farmakologis

i. Terapi gizi medis ii. Latihan jasmani

2.3.7 Hubungan Diabetes Mellitus dengan Katarak

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam aqueous humor. Diabetes mellitus dapat mempengaruhi ketajaman lensa akibat penumpukan zat-zat sisa metabolism gula oleh sel-sel lensa mata. (Rasyid dkk, 2013)

2.4 Usia 2.4.1 Definisi

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998)

2.4.2 Kategori Usia

(19)

2. Masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun. 3. Masa remaja Awal : 12 - 1 6 tahun. 4. Masa remaja Akhir : 17 - 25 tahun. 5. Masa dewasa Awal : 26- 35 tahun. 6. Masa dewasa Akhir : 36- 45 tahun. 7. Masa Lansia Awal : 46- 55 tahun. 8. Masa Lansia Akhir : 56 - 65 tahun. 9. Masa Manula : 65 - sampai atas

2.4.3 Pengaruh Usia terhadap Katarak

Penyakit katarak di Indonesia banyak terjadi pada usia diatas 40 tahun. Proses degenerative mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan kerja metabolisme dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia seseorang maka risiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula (Istiantoro, 2008). WHO melaporkan bahwa hubungan katarak dengan proses penuaan telah diketahui sejak dulu. Usia dikatakan merupakan faktor risiko utama terjadinya katarak. Katarak senilis dikatakan suatu penyakit idiopatik, yang umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun, prevalensinya cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. . (Rasyid dkk, 2013)

2.5 Jenis Kelamin 2.5.1 Definisi

“Sex” refers to the biological and physiological characteristics that define men and women. Dari definisi yang dimaksud oleh WHO diatas, terlihat bahwa jenis kelamin (sex) adalah perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan. Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu (2007) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki

(20)

memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

2.5.2 Kategori jenis kelamin

Terdapat 2 jenis kelamin yang dimiliki manusia, antara lain: 1. Laki-laki

2. Perempuan

2.5.3 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Katarak

Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak yang kebanyakan diderita oleh perempuan disebabkan perempuan mengalami menopause pada usia lebih kurang 45 tahun, sehingga mengakibatkan kemampuan metabolisme

dalam tubuh semakin berkurang dan terjadi kerusakan pada jaringan tubuh (Ilyas,2007) (Rasyid dkk, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Framingham Eye Study (NHANES) di Punjab, India, ditemukan indikasi bahwa penderita katarak wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki terutama diatas umur 60 tahun, tetapi belum ada penjelasan yang mendasari.

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan stadium katarak senil
Tabel 2.2 Karakteristik umum DM tipe 1 dan 2

Referensi

Dokumen terkait

Toisaalta viranomaistaho saa moitetta myös siitä, että vanhempien eron yhteydessä isä jää usein taloudellisestikin heikoille, kun sosiaaliturva- tai asumistukijärjestelmä

Istilah “pokok-pokok pikiran” Pembukaan UUD 1945 pertama kali tertuang dalam Penjelasan Umum UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung 4 (empat) pokok

Nilai bobot yang dihasilkan pada perhitungan Fuzzy AHP ini mengindikasikan tingkat kepentingan dari setiap kriteria penilaian kinerja, dimana semakin besar bobot yang

Terkait dengan SSJ-NET sebagai bentuk reaksi alergi yang melibatkan sistem imun, beberapa penelitian pada populasi yang berbeda menunjukkan hubungan antara reaksi

Pengaruh Ekstrak Etanol Tali Putri (Cassytha filiformis L.) terhadap Fungsi Hati Mencit Putih Jantan.. Padang : Fakultas Farmasi

Secara umum pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan saintifik pada siklus I telah terlaksana cukup baik. Meskipun

Pengobatan secara tradisional masih tetap berlangsung di desa ini yaitu terdapat dukun kampung yang biasa membantu dalam kegiatan melahirkan dan melakukan

Berkenaan dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia, maka terdapat beberapa teori di Negara lain yang dapat menjelaskan perbedaan yang mencolok terhadap ideologi