• Tidak ada hasil yang ditemukan

lapkir pendampingan cabai 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "lapkir pendampingan cabai 2016"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHI R

PENDAMPI NGAN PENGEMBANGAN

KAWASAN AGRI BI SNI S CABAI

DI BENGKULU

RUSWENDI

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN

2016

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga laporan akhir tahun kegiatan Diseminasi Pendampingan Pengembangan Kawasan Agribisnis Cabai Di Bengkulu telah dapat diselesaikan. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggungjawaban terhadap hasil pelaksanaan diseminasi inovasi teknologi pada kegiatan pendampingan pengembangan kawasan agribisnis cabai di Provinsi Bengkulu tahun 2016. Kegiatan pendampingan dilakukan pada lima lokasi pengembangan kawasan cabai, yaitu Kabupaten: Rejang Lebong, Kaur, Kepahiang, Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksananaan kegiatan dan penyusunan laporan ini masih banyak ditemui berbagai kendala dan kekurangan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami jadikan sumber perbaikan, mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu pelaksanaan kegiatan diseminasi pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional hortikultura tahun 2016 untuk komoditas cabai sampai tahun kegiatan berakhir, diucapkan terima kasih. Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi penerapan dan peluang diseminasi dan implementasi inovasi teknologi dalam pengembangan kawasan komoditas cabai di Bengkulu.

Bengkulu, Desember 2016 Penanggungjawab Kegiatan,

I r. Ruswendi, MP.

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

1. Judul RODHP : Pendampingan Pengembangan Kawasan Agribisnis Cabai di Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : Jln. I rian Km 6,5 PO Box 1010 Bengkulu 38001

4. Sumber Dana : DI PA BPTP Bengkulu TA. 2016 5. Status Pengkajian : Lanjutan

6. Penanggung Jawab Kegiatan :

a. N a m a : I r Ruswendi, MP

b. Pangkat/ Golongan : Pembina Utama Muda (I V/ c) c. Jabatan : Penyuluh Pertanian Madya

7. Lokasi Kegiatan : Kabupaten: Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Kaur dan Mukomuko

8. Agroekosistem : Lahan Kering Dataran Tinggi dan Dataran Rendah I klim Basah

9. Tahun Mulai : 2015

10. Tahun Selesai : 2017

11. Output Tahunan : Peningkatan produktivitas melalui kegiatan pendampingan inovasi teknologi produksi pada kawasan komoditas cabai merah

12. Output Akhir : Peningkatan produksi dan kualitas cabai merah pada kawasan agribisnis pengembangan komoditas cabai

13. Biaya Kegiatan TA. 2016 : Rp. 95.000.000,- (Sembilan Puluh Lima Juta Rupiah)

Koordinator Program, Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Shannora Yuliasari, STP., MP I r. Ruswendi, MP

NI P. 19740731 200312 2 001 NI P. 19610320 198903 1 003

Mengetahui,

(4)
(5)

DAFTAR I SI

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Keluaran ... 4

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak ... 4

I I . TI NJAUAN PUSTAKA ... 5

I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN ... 12

3.1...Waktu dan Lokasi Kegiatan ... 12

3.2...Metod e Pelaksanaan ... 12

3.3...Ruang Lingkup Kegiatan ... 12

3.4...Tahap an Pelaksanaan Kegiatan ... 13

3.5...Param eter ... 16

3.6...Pengu mpulan Data dan Metode Analisis ... 16

3.7...Pelapo ran ... 16

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1...P eningkatan Produksi Cabai Merah Pada Kawasan Pengem-bangan ... 17

4.2...P eningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Petani Terhadap Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai ... 18

4.3...P eningkatan Kinerja dan Sinergisme Pelaku maupun Mitra Usaha dalam Pengembangan Kawasan Cabai ... 24

(6)

5.1...Kesimp

ulan ... 25

5.2...Saran 25 KI NERJA HASI L PENGKAJI AN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 27

ANALI SI S RI SI KO ... 29

JADUAL KERJA ... 30

PEMBI AYAAN ... 31

PERSONALI A ... 33

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Lokasi program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura

komoditas cabai di Provinsi Bengkulu dan sinergi pendampingan

oleh BPTP Bengkulu Tahun 2016 ... 20

2. Diseminasi inovasi teknologi cabai merah melalui beberapa metoda pendampingan pada kawasan pengembangan cabai merah di

(8)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman 1. Foto dokumentasi kegiatan pendampingan pengembangan kawasan

agribisnis hortikultura komoditas cabai di Provinsi Bengkulu Tahun

(9)

RI NGKASAN

1. Judul : Pendampingan Pengembangan Kawasan Komoditas Cabai di Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu 3. Tujuan : 1. Meningkatkan produktivitas cabai merah pada

kawasan agribisnis melalui percontohan diluar musim dan ramah lingkungan

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai

3. Meningkatkan kinerja dan sinergisme pelaku maupun mitra usaha dalam pengembangan kawasan cabai

4. Keluaran/ Output : 1. Meningkatnya produktivitas cabai merah pada kawasan agribisnis melalui percontohan diluar musim dan ramah lingkungan

2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai

3. Meningkatnya kinerja dan sinergisme pelaku maupun mitra usaha dalam pengembangan kawasan caba

(10)

kegiatan aspek teknis inovasi teknologi produksi sesuai kebutuhan berupa demonstrasi, pembinaan, penyebaran bahan informasi penyuluhan. Serta pendampingan kelembagaan agribisnis dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif, membandingkan hasil dicapai dengan pembanding sekitarnya (with and without), serta tingkat adopsi dan penyebaran inovasi berdasarkan penentuan indikator keberhasilan pendampingan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terkait.

6. Capaian : Diseminasi hasil pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabe menggambarkan kegiatan pendampingan dan pengawalan percontohan inovasi cabai merah dilahan petani member dampak pada peningkatan produksi cabai sebesar 39,75% . Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam pengendalian hama penyakit pada tanaman cabai sebesar 41,98% . Serta adanya respon positif terhadap pengembangan kawasan cabai setelah terjalinnya peningkatan kerjasama dan kinerja pelaku atau mitra usaha sebesar 76,67% terhadap diseminasi inovasi dan komponen teknologi cabai merah yang didiseminasikan pelaku pengembangan kawasan cabai di Bengkulu

7. Manfaat : 1. Peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan petani dan penyuluh dalam menerapkan komponen teknologi produksi serta kemampuan merancang efisiensi usahatani cabai dalam penggunaan input maupun pemanfaatan sumberdaya lahan.

2. Percepatan penguna dan pelaku dalam mengadopsi dan menerapan komponen teknologi untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan petani cabai.

3. T

erjalinnya hubungan kemitraan melalui koordinasi, komunikasi pelaku usaha dan padupadan program pengembangan kawasan agribisnis dalam meningkatkan produksi cabai

8. Dampak : .... Disemina

1. Terjadinya peningkatan produtivitas dan pendapatan petani cabai melalui pengembangan kawasan agribisnis serta efisiensi usahatani komoditas unggulan strategis sesuai kondisi wilayah.

(11)

3. Penguatan kelembagaan dan kinerja agribisnis berbasis sumberdaya lokal dalam pengembangan kawasan cabai di Bengkulu.

9. Jangka Waktu : 3 (Tiga) Tahun

(12)

SUMMARY

1. Title : Development Region Chili’s Commodity Region Assistance in Bengkulu

2. I mplementing Unit : Assessment I nstitute for Agricultural Technology of Bengkulu

3. Objectives : 1. To increase productivity and quality of red chili in agribussiness region through in the off-season and friendly environment.

2. To increase knowledge and farmers skill about pest control in chili plant.

3. To increase the performance and synergy actors and business partner of development chili region. 4. Output : 1. I ncreasing productivity and quality of red chili in

chili agribusiness region.

2. I ncreasing the knowledge and farmers skill about pest control in chili plant.

3. I ncreasing the performance and synergism actors and business partner in chili region development . 5. Prosedure : Chili region development assistance activities

conducted by development chili regional program in Bengkulu province on five (5) areas, covering Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Kaur and Mukomuko district. For support the implementation of innovation dissemination through a pilot area of 0.2 ha which is carried out in Bengkulu Utara participatory. Assistance activities carried out meetings, training, interviewees and dissemination information according to the conditions through strategy utilizing a variety of communication channels and relevant stakeholders. Drafting the dissemination do synergism and regional programs through the stages of coordination, identification, dissemination and implementation of activities technical aspects of production according to the needs of technological innovation in the form of demonstrations, training, dissemination information materials counseling. As well as institutional assistance agribusiness by using descriptive analysis, comparing the results achieved with the surrounding comparators (with and without), as well as the rate of adoption and deployment of innovations based on the determination indicator success mentoring horticulture agribusiness development related.

(13)

of chili amount 39.75% . I ncrease the knowledge and skills of farmers about pest and disease control in chili plan amounted to 41.98% . Their positive response development chili region after establishment of enhanced cooperation and performance of actors or business partners amounted to 76.67% against the dissemination innovation and technology components disseminated red chili regional development actors in Bengkulu.

7. Expected Benefit : 1. I mproved knowledge, attitudes, skills of farmers and extension workers in applying the technology component production as well as the ability to design chili farming efficiency in the use of input and utilization of land resources.

2. Acceleration users and actors adopting and applying component technology to improve productivity, production and income of chili farmers.

3. Relations of partnership through coordination, communication businesman and unified frontier area development program agribusiness in increasing the production of chili.

8. Expected I mpact : This assessment will have an impact on;

1. I ncreased productivity and incomes of chili farmers through regional development of agribusiness and farming efficiency featured food commodities under the region conditions.

2. I ncreasing amount farmers and instructor in adopting and implementing technology innovations chili production in region to realize the sustainable and friendly environment farming

3. I nstitutional strengthening agribusiness based on local resources in development of chili region in Bengkulu

(14)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perencanaan pembangunan pertanian periode tahun 2015-2019, difokuskan pada pengembangan kawasan komoditas strategis dan unggulan nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 50/ Permentan/ CT.140/ 8/ 2012 mengenai pedoman pengembangan kawasan pertanian. Termasuk cabai sebagai komoditas unggulan hortikultura dan merupakan salah satu komoditas bernilai tinggi dan diminati oleh pasar, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 131 tahun 2014, komoditas cabai merupakan salah satu dari 7 (tujuh) komoditas pangan strategis nasional, yaitu; padi, jagung, kedelai, daging sapi, gula, cabai dan bawang merah yang dikembangkan pada kawasan-kawasan andalan secara utuh.

Pendampingan merupakan salah satu kegiatan diseminasi teknologi dan informasi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian melalui Balai-balai penelitian komoditas maupun secara spesifik lokasi oleh BPTP di daerah-daerah. Diseminasi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menyampaikan teknologi dan informasi hasil litkaji kepada pengguna, sehingga teknologi dan informasi hasil litkaji dapat dimanfaatkan dan diadopsi oleh pengguna yang dalam penyelenggaraannya disesuaikan kebutuhan, metode diseminasi dan media komunikasi yang berlandaskan pada pertimbangan efektivitas dan efisiensi (cost efective) untuk khalayak sasaran. Melalui pendampingan kegiatan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura diharapkan minimal dapat menggunakan 25% inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian (Hendayana et al., 2009).

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran bernilai ekonomi tinggi dan t ermasuk ke dalam kategori komoditas hortikultura utama, selain bawang merah, kentang, tomat, mentimun, dan kubis. Komoditas cabai ini memiliki karakteristik yang unik, selain merupakan ikon nasional juga sebagai pemicu inflasi, memiliki sebaran wilayah luas, potensi pasar cukup besar di dalam maupun luar negeri, sehingga pengembangan komoditas ini memerlukan dukungan pemerintah (Dirjen Hortikultura, 2013).

(15)

mempunyai daya adaptasi cukup luas dari dataran tinggi sampai dataran rendah, namun rerata produktivitas cabai merah relatif rendah yaitu hanya sekitar 5,61 t/ ha (Kementerian Pertanian, 2011) bila dibandingkan dengan potensi hasil yang berkisar antara 12–20 t/ ha (Soetiarso dan Setiawati, 2010).

Masih banyak kendala yang dihadapi pada peningkatan produksi cabai merah, termasuk; kondisi iklim yang berubah-ubah, kelembaban, ketersediaan air, serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak optimal serta menurunkan kualitas maupun kuantitas cabai merah yang diproduksi. Menurut Beckerman (2004) bahwa pada umumnya penyakit tanaman, seperti pada cabai dapat berkembang cepat pada kelembaban yang relatif tinggi.

Petani cabai merah umumnya akan memilih periode atau musim tanam yang dianggap paling tepat untuk penanaman cabai, pemilihan musim tanam inilah yang memicu terjadinya fluktuasi produksi cabai merah sepanjang tahun dan seringkali tidak menguntungkan petani. Luas tanam tertinggi terjadi pada Bulan Desember, Januari dan Februari, sedangkan luas tanam terendah terjadi pada Bulan September dan Oktober namun permintaan relatif stabil sepanjang tahun (Dirjen Hortikultura 2006). Diperlukan pola produksi cabai merah yang dapat menghasilkan sepanjang tahun, melakui dukungan diseminasi teknologi produksi dan pengembangan cabai merah sesuai kondisi wilayah dan kebutuhan petani.

Termasuk pengembangan program gerakan tanam cabai dimusim kering (GTCK) atau diluar musim sebagai tematik, melalui pendampingan dalam suatu wilayah kawasan komoditas terkait berdasarkan apresiasi atau kebutuhan masyarakat (bottom up) terhadap pengembangan kawasan komodit as (Kementerian Pertanian, 2014) yang dalam pelaksanaannya perlu disinergikan dengan program daerah kawasan terkait.

(16)

Hal ini sangat memberi peluang pada petani cabai untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, guna menjamin kualiltas dan kuantitas hasil tanaman cabai diwilayah sentra produksi, perluasan jangkauan penggunaan teknologi dan percepatan penyebaran atau diseminasi inovasi pada pengguna melalui berbagai pembinaan dan pendampingan pengembangan berwawasan agribisnis. Baik itu aspek perbaikan teknologi prapanen, pascapanen, pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan serta mendorong terjadinya kemitraan. Sehingga perlu dukungan dan sinergisme serta kebijakan program daerah dalam mewujudkan pengembangan komoditas cabai merah, melalui penguatan inovasi (teknologi, diseminasi dan kelembagaan) usahataninya.

Termasuk sistem penyuluhannya harus berperan aktif dalam menginformasikan dan menjembatani diseminasi perakit dan pengguna teknologi, dalam mempercepat proses transfer dan adopsi teknologi pertanian melalui penggunaan berbagai saluran diseminasi baik itu berupa percontohan, pertemuan, diskusi, media elektronik dan media cetak maupun implementasi langsung oleh pengguna.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Akhir

1. Meningkatkan produksi dan kualitas cabai merah di Bengkulu. 2. Meningkatkan pendapatan petani cabai merah di Bengkulu. 3. Penguatan kelembagaan agribisnis cabai merah di Bengkulu.

1.2.2. Tujuan Tahun 2016

1. Meningkatkan produktivitas cabai merah pada kawasan agribisnis melalui percontohan diluar musim dan ramah lingkungan.

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai.

(17)

1.3. Keluaran

1.3.1. Keluaran Akhir

1. Meningkatnya produksi cabai merah di Bengkulu.

2. Meningkatnya pendapatan petani cabai merah di Bengkulu. 3. Menguatnya kelembagaan agribisnis cabai merah di Bengkulu.

1.3.2. Keluaran Tahun 2016

1. Meningkatnya produktivitas cabai merah pada kawasan agribisnis melalui pengawalan dan percontohan diluar musim ramah lingkungan. 2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani terhadap

pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai.

3. Meningkatnya kinerja dan sinergisme pelaku maupun mitra usaha dalam pengembangan kawasan cabai.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

1.4.1. Manfaat

1. Peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan petani dan penyuluh dalam menerapkan komponen teknologi produksi serta kemampuan merancang efisiensi usahatani cabai dalam penggunaan input maupun pemanfaatan sumberdaya lahan.

2. Percepatan penguna dan pelaku dalam mengadopsi dan menerapan komponen teknologi untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan petani cabai.

3. Terjalinnya hubungan kelembagaan melalui koordinasi, komunikasi dan padu padan program pengembangan kawasan agribisnis dalam meningkatkan produksi cabai.

1.4.2. Dampak

1. Terjadinya peningkatan produtivitas dan pendapatan petani cabai melalui pengembangan kawasan agribisnis serta efisiensi usahatani komoditas pangan unggulan sesuai kondisi wilayah.

2. Meningkatnya jumlah petani dan penyuluh dalam mengadopsi dan menerapan inovasi teknologi produksi cabai dalam suatu kawasan mewujudkan usahatani berkelanjutan dan ramah lingkungan.

(18)

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

Bidang pertanian harus menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi secara global melalui peningkatan kemampuan petani. Teknologi hasil penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak sampai, tidak diterima atau tidak diadopsi oleh petani. I mplementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat (Fawzia, 2002).

Kebijakan pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional, merupakan suatu wujud peningkatan produksi pangan nasional dan pendapatan petani melalui implementasi inovasi dan transfer teknologi dalam suatu model diversifikasi usahatani secara terpadu. Termasuk pendampingan pengembangan komoditas cabe yang merupakan salah satu pangan unggulan nasional dan diharapkan mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian, mewujudkan pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi di daerah (Kementerian Pertanian, 2014).

(19)

Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Karena itulah maka adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka model percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat sehingga akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi maupun sistem usahatani yang dianjurkan dan dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya, sehingga pendapatan menjadi meningkat.

Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani serta produktivitas cabe diperlukan suatu sistem pengembangan dan diseminasi yang dapat mengimplementasikan inovasi teknologi langsung bagi pengguna, melalui pendampingan dalam suatu wilayah kawasan komoditas terkait. Sehingga diperlukan suatu upaya pendekatan sesuai sistem dengan arahan kebijakan yang berdasarkan apresiasi atau kebutuhan masyarakat (bottom up), yaitu berupa pendekatan lansung dalam bentuk pendampingan terhadap pengembangan kawasan komoditas (Kementerian Pertanian, 2014) maupun suatu kebijakan dalam peningkatan produktivitas dan pengembangan pada suatu kawasan sentra produksi. Dimana keberhasilannya tentu perlu pendampingan dan dukungan inovasi, serta dalam pelaksanaannya perlu disinergikan dengan program daerah kawasan terkait.

(20)

Pendampingan merupakan bagian dari kegiatan pengembangan dan diseminasi inovasi teknologi dengan proses komunikasi timbal balik, dimana para pelaku menyediakan sekaligus juga menerima informasi dan teknologi serta adanya kesepahaman dan kesepakatan bersama. I novasi teknologi berpeluang untuk diadopsi oleh petani apabila teknologi yang diintroduksikan memiliki sifat -sifat antara laian; 1) bermanfaat bagi petani secara nyata, 2) lebih unggul dibandingkan dengan teknologi yang telah sudah ada, 3) sudah tersedianya bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi teknologi, 4) memberikan nilai tambah dan keuntungan ekonomi, 5) meningkatkan efisiensi dalam berproduksi, 6) bersifat ramah lingkungan dan menjamin keberlanjutan usaha pertanian (Kartono, 2009).

Kawasan tanaman hortikultura adalah kawasan usaha komoditas pangan nasional cabe dan jeruk yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sehingga mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usha tanaman pangan. Kawasan yang akan dibangun dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru dan lokasinya dapat berupa hamparan dengan aksesibilitas yang memadai.

Saat sekarang pengembangan kawasan cabai tidak hanya didataran tinggi, akan tetapi jugas didataran rendah. Sehingga pada tahun 2015 pengembangan kawasan cabai di Provinsi Bengkulu diarahkan pada wilayah Kabupaten; Rejang Lebong, Kepahiang, Lebong, Mukomuko, dan Kaur dengan dukungan berbagai inovasi, termasuk halnya memanfaatkan teknologi produksi cabai merah dibawah naungan atau mulsa serta pengembangan program gerakan tanam cabai dimusim kering (GTCK).

(21)

Pada saat ini penggunaan mulsa plastik hitam perak sudah umum digunakan dalam produksi sayuran, karena penggunaan mulsa plastik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme, memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman melalui peningkatan konsentrasi karbondioksida pada zona pertanaman (Fahrurrozi et al. 2001). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak meningkatkan hasil beberapa tanaman sayuran termasuk cabai merah (Soetiarsoet al. 2006).

I qbal et al. (2009) melaporkan bahwa hasil panen cabai merah menggunakan mulsa plastik lebih tinggi sebesar 36,5–39,5% dibandingkan dengan hasil tanaman tanpa mulsa plastik, adanya peningkatan hasil diduga berhubungan dengan meningkatnya aktivitas mikroorganisme di daerah izosfir yang disebabkan oleh penggunaan mulsa plastik hitam perak memicu aktivitas penguraian bahan organik meningkat. Liang et al. (2011) melaporkan bahwa mulsa plastik mempertahankan kelembaban tanah, memperbaiki suhu tanah dan kualitas tanah, sehingga mampu meningkatkan laju fotosintesis daun dan mengakibatkan hasil panen meningkat.

Sistem usahatani cabai merah konvensional dengan menggunakan input pupuk buatan (kimia) dalam takaran tinggi dapat meningkatkan hasil panen cabai, namun menimbulkan masalah. Seperti hal terjadinya pengerasan lahan, pengurasan unsur hara mikro, pencemaran air tanah, dan berkembangnya OPT tertentu yang pada akhirnya berdampak terhadap penurunan produktivitas lahan dan tanaman. Dengan kata lain penggunaan pupuk buatan dalam takaran tinggi secara terus menerus tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan (Reijntjeset al., 1999). Oleh karena itu, perlu adanya terobosan teknologi alternatif yang bertujuan untuk mengurangi input pupuk buatan, melestarikan kesuburan lahan, meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil, serta meningkatkan pendapatan petani. Salah satunya melalui sistem pertanian dengan menggunakan input luar rendah, yaitu melalui perbaikan kesuburan lahan dengan memanfaatkan bahan-bahan organik alami maupun hayati berperan untuk mendorong dan meningkatkan daur ulang biologis dalam sistem usahatani yang melibatkan mikroorganisme, flora serta fauna tanah.

(22)

pertumbuhan akar dan batang, pembentukan daun dan peningkatan kandungan pigmen fotosintesis, serta meningkatkan kualitas maupun hasil cabai merah (Suwandi dan Rosliani, 2004). Peningkatan pertumbuhan dan hasil cabai merah tersebut disebabkan karena pupuk organik tidak hanya menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi tanah yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki areasi, mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah, memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH tanah, kapasitas tukar kation dan serapan hara, menurunkan zat toksik bagi tanaman, struktur tanah jadi remah.

Pada dasarnya pupuk organik (kompos) mengandung unsur hara sangat lengkap, akan tetapi konsentrasinya rendah. Oleh karena itu perlu inokulasi mikroorganisme yang dapat mempercepat perombakan dan pelepasan hara pupuk organik, membantu menambat N dan melarutkan P di dalam tanah, sehingga siap untuk diserap tanaman (Mujiyati dan Supriyadi 2009). Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati selain dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil dan kualitas cabai merah (Reyes et al. 2008) juga dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK (Rosliani et al. 2004).

(23)

Gunaeni dan Wulandari (2010) melaporkan, bahwa penggunaan mulsa plastik perak dapat menekan serangan trips hingga di bawah ambang pengendalian dan dapat menekan populasi kutu daun hingga 88% serta penyakit antraknos hingga 60% .

Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Karena itulah proses adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka model percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat sehingga akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi maupun sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatan menjadi meningkat.

Proses pembelajaran bagi petani haruslah dilakukan secara sistematis, lengkap, sederhana/ aplikatif, dan partisipatif dengan mengoptimalkan kinerja dari panca indra. Learning by doing secara partisipatif merupakan metode pembelajaran yang tepat, karena petani tidak hanya mendengar ataupun melihat, tetapi lebih ditekankan untuk mampu melaksanakan, mengevaluasi/ membuat penilaian (menemukan), menentukan pilihan, mengadopsi, dan mendifusikan teknologi yang spesifik lokasi.

(24)
(25)

I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Kegiatan diseminasi pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai dilaksanakan selama 3 tahun mulai Tahun 2015 sampai Tahun 2017 di 5 (lima) wilayah kawasan pengembangan komoditas cabai, meliputi 5 (lima) Kabupaten, yaitu; Kabupaten Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Kaur dan Mukomuko. Tahun 2016 kegiatan pendampingan dan pengembangan kawasan cabai dilaksanakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) Cabai.

3.2. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan pendampingan dan pengawalan pengembangan kawasan, adalah 1) on farm assessment ; 2) experimental design; 3) komunikasi tatap muka/ langsung; 4) identifikasi lapangan dan need assessment terhadap kebutuhan pendampingan pengembangan kawasan cabai dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) Cabai di 5 kabupaten lokasi pengembangan kawasan cabai.

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

(26)

3.4. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

3.4.1. Persiapan

Koordinasi dan sinergi program daerah

a. Menyampaikan tujuan dan rencana pelaksanaan pendampingan inovasi, sasaran penerapan dan adopsi inovasi, peningkatan produksi dan produktivitas kawasan.

b. Mendiskusikan lokasi desa, patani, kawasan untuk didampingi. Baik itu; pengawalan, penerapan, pelatihan, percontohan bimbingan tekhnis dan sosialisasi yang dilaksanakan di 5 (lima) kabupaten, berdasarkan:

• lokasi kegiatan tahun 2015 dan sinergi program daerah, yaitu pada Kabupaten; Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Kaur dan Mukomuko.

• pelaksanaan hasil identifikasi kawasan pendampingan tahun 2015 dan program pengembangannya.

c. Sinergi program pengawalan inovasi dan pendampingan pengembangan kawasan cabai

3.4.2. Pelaksanaan

3.4.2.1. Meningkatkan produktivitas cabai merah kaw asan pengembangan

1) Menyiapkan dan implementasi teknologi rekomendasi budidaya cabai merah Pendampingan dan pengawalan pada petani maupun kelompok dalam rangka mengimplementasikan teknologi budidaya cabai merah, sesuai kebutuhan kawasan pengembangan di 5 Kabupaten dan dukungan terhadap program daerah yang meliputi komponen teknologi;

• varietas, benih (sumber dan produktivitas)

• cara pengolahan tanah dan kompos organik

• cara dan sistem tanam (pola, jarak, waktu, dan lain-lain)

• pemupukan (jenis, dosis, cara, waktu per jenis)

• penyiangan dan pemangkasan

• pengendalian hama penyakit dan OPT

(27)

2) Demplot percontohan diluar musim

Melakukan kegiatan percontohan berupa Demplot mendukung gerakan tanam cabai diluar musim (GTCK), yaitu pada musim kering seluas 0,2 ha dilahan petani kooperator desa Tambak Rejo Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara sesuai kegiatan pengembangan sinergi program daerah dan kebutuhan pendampingan kawasan cabai. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan didukung dengan petunjuk teknis pelaksanaan percontohan, berupa diseminasi teknolgi introduksi dan pertanamannya dimulai pada bulan Juli 2016. Difokuskan pada penerapan komponen teknologi; varietas unggul baru (VUB) cabai merah keriting varietas Kencana; penggunaan kompos;, pengaturan jarak tanam 2 baris sistim zig-zag; dan pengendalian hama penyakit tanaman berupa penerapan tanaman perangkap (border) kutu melalui penanaman jaqgung 2 – 4 baris disekeliling lahan tanaman cabai pada awal pengolahan lahan. Sehingga pada saat pertanaman cabai dmulai, border tanam jagung akan berperan menahan dan menjadi perangkap hama inang penyebaran penyakit pada tanaman cabai, seperti halnya kutu kebul sebagai penyebar penyakit virus kuning.

3.4.2.2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai

1) Pengambilan kusioner penggalian tingkat pengetahuan pengendalian OPT pada petani cabai melalui sinergi progran daerah sesuai pelaksanaan kegiatan SL (sekolah lapang) pengendalian OPT.

2) Nara sumber, bimbingan tekhnis pengendalian OPT sinergi program sesuai pelaksanaan kegiatan daerah pengembangan kawasan cabai

3) Kegiatan pertemuan, pengawalan dan pelatihan inovasi pengo; ahan dan penerapan pupuk orgahik kompos pada tanaman cabai merah dalam rangka peningkatan keterampilan petani/ poktan/ gapoktan sesuai kondisi wilayah pada 5 kabupaten lokasi pengembangan kawasan cabai

(28)

5) Menyiapkan bahan informasi inovasi teknologi, pengendalian OPT tanaman cabai dan upaya penanganan baik langsung maupun melalui penyebaran bahan informasi teknologi dan pengemdalian OPT pada cabai merah

6) Penyebaran media informasi pengendalian OPT kebutuhan wilayah pengembangan kawasan cabai, berupa Banner penyakit utama tanaman cabai, Folder pengendalian penyakit virus kuning pada cabai, dan pengendalian penyakit layu fusarium pada cabai.

3.4.2.3. Meningkatkan kinerja dan sinergisme pelaku maupun mitra usaha dalam pengembangan kaw asan cabai

1) I mplementasi pendampingan kelembagaan melalui pembinaan dan pemberdayaan poktan/ gapoktan secara terfokus diwilayah pengembangan kawasan cabai, dalam hal;

a. pemasaran hasil dan kemitraan usaha pada 5 lokasi kawasan pengembangan komoditas cabai

b. sinergisme dan padupadan program melalui peningkatan kinerja (fungsi dan peran) saluran diseminasi dalam mempercepat transfer teknologi yang dilakukan secara bertahap, sesuai kebutuhan lapangan maupun pengguna teknologi (petani, petugas, staleholder) serta penyelia teknologi

2) Melakukan pembinaan poktan/ gapoktan melalui pendampingan dan perencanaan diseminasi teknologi dalam kawasan sebagai upaya peningkatan kemampuan dan skala usaha, meliputi:

a. I mplementasi pendampingan aspek teknis inovasi teknologi produksi sesuai kebutuhan (5 lokasi pendampingan), melalui penerapan inovasi teknologi produksi langsung oleh petani

b. I mplemetasi penyebaran hasil pendampingan dan percontohan pengembangan inovasi akan didukung dengan kegiatan;

• Sosialisasii pelaksanaan percontohan, sebagai upaya penyebaran hasil dalam pengembangan kawasan cabai

(29)

3.5. Parameter

1) Peningkatan produktivitas (sebelum dan setelah pendampingan) 2) Komponen teknologi yang diperbaiki

3) Respon petani terhadap hasil percontohan/ demplot

4) Peningkatan jumlah poktan/ adopter yang mengadopsi I novasi percontohan 5) Jumlah stakeholder (Petugas, Penyuluh, dll) berkunjung / ikut Sosialisasi

dan bimbingan inovasi teknologi

3.6. Pengumpulan Data dan Metode Analisis

Data yang diambil terdiri dari data primer meliputi karakteristik dan tingkat pengetahuan responden terhadap semua aspek dalam usahatani cabai. Data dikumpulkan melalui wawancara, tatap muka dan pertemuan terfokus dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner).

Diseminasi hasil kajian yang dikembangkan adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan, penyebaran inovasi teknologi serta pendampingan dan pembinaan kelembagaan usahatani cabai dengan mengumpulkan data terkait selama kegiatan.

Data terkumpul dianalisis menggunakan metode analisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil dicapai dengan hasil pembanding sekitarnya (with and without). Peningkatan hasil dianalisis menggunakan rumus :

N = SP x 100% SM

dimana : N = nilai hasil

SP = nilai didapat

SM = nilai maksimum

3.7. Pelaporan

(30)

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN

Hasil pelaksanaan kegiatan diseminasi pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai Provinsi Bengkulu dilaksanakan di 5 (lima) wilayah kawasan pengembangan komoditas cabai Provinsi Bengkulu, meliputi; 1) Kabupaten Rejang Lebong, 2) Kabupaten Kepahiang, 3) Kabupaten Bengkulu Utara, 4) Kabupaten Kaur, dan 5) Kabupaten Mukomuko, dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan sararan kegiatan yang meliputi:

4.1. Peningkatan Produksi Cabai Merah Pada Kaw asan Pengembangan

Pengukuran peningkatan produktivitas cabai pada wilayah pengembanagn kawasan cabai di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui pendampingan dan pengawalan inovasi teknologi produksi, baik melalui kegiatan percontohan langsung dilahan petani kooperator desa Tambak Rejo.

Hasil pengamatan menunjukan pada awal percontohan pertanaman sampai mulai berbuah umur 80 hst, pertumbuhan tanaman cabai memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan. Dimana tinggi tanaman rata-rata mencapai 100,13 cm dan pada umur 87 hst sudah dapat dipanen dengan produksi 35 – 40 gram/ batang bentuk buah panjang runcing dengan ukuran Panjang (P) 13,16 – 13,19 cm dan Diameter (L) 0,601 – 0,651 cm dengan warna merah menyala dan permukaan keriting bergelombang. Menurut Sumarni dan Muharam (2015) bahwa deskripsi cabai varietas kencana yang dihasilkan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, untuk tinggi tanamn (115 cm); umur panen ( 95 – 98 hst) dan ukuran buah (P= 13,2 x L= 0,8 cm).

(31)

bentuk buah pendek dan bengkok mencapai 39,43% ; busuk buah basah/ kering mencapai 10,39% . Sehingga pada panen ke 5 tidak layak lagi untuk dipanen akibat buah dihasilkan secara keseluruhan menjadi kerdil dan pendek, sebagian besar juga mengalami busuk kering maupun basah.

Disamping itu berdasarkan hasil pengamatan pendampingan dan pengawalan inovasi produksi cabai pada petani pelaksana pengembangan kawasan cabai yang tersebar pada 5 wilayah kabupaten, melalui pengumpulan data peningkatan produksi cabe yang dihasilkan petani. Maka berdasarkan kajian pengumpulan data produksi usahatani sebelumnya rata-rata 3,85 t/ ha dibandingkan dengan produksi cabe petani yang sudah selesai melaksanakan panen pada beberapa wilayah pengembangan kawasan cabai di Provinsi Bengkulu Tahun 2016 rata-rata sebesar 5,85 t/ ha atau terjadi peningkatan produksi cabai petani sebesar 39,75% .

4.2. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Petani Terhadap Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Cabai

Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi cabai adalah penerapan teknologi budidaya yang kurang tepat , sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal serta tingginya serangan hama dan penyakit. Untuk antisipasinya dilakukan kegiatan pendampingan aspek teknis inovasi teknologi pengendalian hama penyakit pada saat pertemuan dengan petani cabai dan kelompok serta petugas pendamping lainnya dilokasi pengembangan kawasan agribisnis cabai di Kecamatan Padang Jaya selaku lokasi percontohan teknologi produksi cabai merah.

(32)

cercospora (cercospora sp.), busuk buah antraknos (colletotrichum sp.), layu fusarium (fusarium oxysporum), layu bakteri (pseudomonas solanacearum), embun tepung (leveillula taurica), dan virus komplek.

Umumnya upaya pengendalian yang dilakukan masyarakat adalah melalui antisipasi penyemprotan fungi dan insektisida pada saat pertanaman, penyiangan dan pertumbuhan serta adanya terlihat gejala klinis penyakit cabai yang menyerang. Disamping juga melalui pengendalian lingkungan seperti halnya penggunaan mulsa pada lahan tanam cabai yang juga berperan dalam pengendalian penyakit tanaman cabai, bahan mulsa yang banyak digunakan dan mudah diperoleh adalah mulsa plastik hitam perak (MPHP). Hasil penelitian Yulimasni et al. (2003) melaporkan bahwa penggunaan MPHP mampu menekan populasi serangga aphids dan serangan penyakit busuk buah antraknos serta meningkatkan hasil cabai merah secara nyata.

Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai dilokasi pendampingan pengembangan kawasan agribisnis cabai di Bengkulu, selain dilakukan melalui pertemuan, bimbingan teknis, juga diikuti dengan pelatihan pembuatan Biopestisida menggunakan limbah urine ternak sapi atau ternak kambing difermentasi bersama bahan biofarmaka atau empon-mpon yang banyak terdapat disekitar pemukiman petani, serta penyebaran bahan informasi berupa Banner dan Leaflet Penyakit Utama Tanaman Cabai Merah.

4.2.1. Koordinasi

Kajian diseminasi pengembangan kawasan agribisnis hortikultura yang dilaksanakan di wilayah pengembangan kawasan komoditas cabai, terfokus pada kegiatan pendampingan inovasi teknologi. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan selalu dikoordinasikan dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan wilayah kabupaten yang memiliki program pengembangan kawasan komoditas cabai, sehingga diseminasi kegiatan pendampingan yang dilakukan sesuai dengan kondisi wilayah dan dalam pelaksanaannya dapat bersinergi dengan berbagai program terkait dan daerah yang dibutuhkan masyarakat dalam pengembangan kawasan tanaman cabai.

(33)

untuk komoditas cabai, tersebar pada 5 (lima) wilayah kabupaten, baik untuk dataran tinggi, dataran medium maupun dataran rendah. Untuk; dataran tinggi meliputi wilayah Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang; dataran medium Kabupaten Bengkulu Utara; serta untuk dataran rendah Kabupaten Kaur dan Kabupaten Mukomuko. Program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura komoditas cabai Tahun 2016 merupakan dukungan dari Dirjen Tanaman Pangan dengan luasan kawasan yang dikembangkan mencapai 260 ha yang difokuskan pada gerakan tanam diluar musim atau gerakan tanam cabai musim kemarau (GTCK).

Hasil pengamatan lapangan dan koordinasi dengan pemerintah kabupaten yang wilayahnya memiliki program pengembangan kawasan cabai, pelaksanaan program pengembangan kawasan cabai sudah terealisasikan dengan baik, mulai dari tahapan pendistribusian sarana produksi untuk Kabupaten Bengkulu Utara, Rejang Lebong, Mukomuko dan Kaur, serta Kabupaten Kepahiang berdasarkan verifikasi dan identifikasi yang sudah dilakukan, teridentifikasi pengembangan kawasan agribisnis cabai tersebar pada 32 kecamatan dan 57 desa/ kelurahan (Tabel 1.).

Tabel 1. Lokasi program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura komoditas cabai di Provinsi Bengkulu dan sinergi pendampingan oleh BPTP Bengkulu Tahun 2016.

1. Rejang Lebong 7 15 40 Pendistribusian

sarana produksi langsung pada petani

pelaksana

2. Bengkulu Utara 1 7 40

3. Mukomuko 8 14 40

4. K a u r 10 12 40

5. Kepahiang 6 9 100

Jumlah 32 57 260

Sumber : Data Primer (terolahh)

(34)

dalam pengendalian HPT cabai maupun pendampingan inovasi teknologi menggunakan metode; pertemuan, pelatihan, narasumber dan penyebaran media informasi sesuai kondisi yang dilakukan secara sinergisme dan padupadan program daerah.

Pelaksanaan koordinasi dan sinergi program dengan Pemerintah Daerah Kabupaten wilayah pengembangan kawasan agribisnis cabai, sekaligus juga sebagai penyampaian informasi pelaksanaan kegiatan diseminasi pendampingan yang dilakukan BPTP t elah memberikan hasil positif dengan berbagai pihak dan pengambil kebijakan terkait. Pemerintah kabupaten lokasi pendampingan, memberikan respon dan dukungan penuh sesuai kebijakan pemerintah daerah terhadap pengembangan kawasan agribisnis cabai maupun pengguna teknologi. Diharapkan pelaksanaan kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh BPTP dapat mendukung program pengembangan kawasan agribisnis cabai didaerah, serta dalam pelaksanaannya bersinergi antar program terkait. Menurut Balitbangtan (2011) penyampaian informasi teknologi dari sumber teknologi kepada pengguna perlu dilakukan dengan mengoptimalkan pemangku kepentingan (stakeholders) dan memanfaatkan media diseminasi sesuai kebutuhan wilayah.

(35)

4.2.2. I dentifikasi inovasi teknologi

Pelaksanaan identifikasi inovasi teknologi merupakan upaya dalam melakukan pengggalian secara terfokus melalui pertemuan dengan petugas lapang, tokoh masyarakat, petani cabai dan kelompoktani di lokasi wilayah pengembangan kawasan dan sentra komoditas cabai. Dilakukan untuk mendapatkan gambaran teknologi biasa diterapkan petani dalam berusahatani cabai merah selama ini (eksisting), karakteristik pet ani, kondisi usahatani, luas tanam, produktivitas, permasalahan dan upaya tindak lanjut hasil pembinaan yang didapat beberapa tahun terakhir ini. Pendampingan yang harus dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kondisi masing-masing kawasan pendampingan, terutama dalam hal kebutuhan inovasi penggunaan Varitas unggul (VUB), penerapan dan pengolahan pupuk organik (kompos), jarak tanam dan pengendalian HPT.

Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah gangguan dan serangan hama penyakit pada tamanan cabai, penyakit utama yang menyerang tanaman cabai pada tahun ini adalah; virus kuning, Trips, layu fusarium dan busuk buah(antraknos).

4.2.3. Pendampingan diseminasi inovasi teknologi

(36)

Tabel 2. Diseminasi inovasi teknologi cabai merah melalui beberapa metoda pendampingan pada wilayah kawasan pengembangan cabai merah di Provinsi Bengkulu Tahun 2016.

No. Metode Pendampingan Lokasi volume Terdiseminasikan pada 1. Pertemuan 5 Kabupaten 20 kali 20 kelompok; 120

petani 2. Pengawalan inovasi 5 Kabupaten 28 kali 31 kelompok

3. Narasumber Rejang Lebong,

Kepahiang dan Bengkulu Utara

7 kali 70 petugas;

4. Pelatihan Bengkulu Utara 2 kali 15 kelompok; 14 petugas 5. Sosialisasi inovasi Bengkulu Utara 1 kali 15 kelompok; 60

petani; 10 ptgs 6. Bimbingan teknis Bengkulu Utara

dan Kepahiang

5 kali 35 petugas; 12 poktan 7. Percontohan Bengkulu Utara 1 unit 27 petugas; 15

kelompok; 150petani 8. Penyebaran bhn informasi 5 Kabupaten 500 lbr Petani/ poktan/ petugas

Berdasarkan hasil kajian terhadap perobahan prilaku petani dalam penguasaan pengendalian penyakit pada tanaman cabai setelah dilakukan kegiatan pendampingan, pengawalan dan penyebaran bahan informasi terkait serangan dan pengendalian HPT tanaman cabai, memperlihatkan peningkatan sebesar 41,98% dibandingkan dengan tingkat pengetahuan petani sebelum dilakukan pendampinngan sebesar 54,00% dan setelah pendampingan menjadi sebesar 76,66% . Kondisi ini jelas menggambarkan bahwa melalui diseminasi inovasi teknologi, terlihat adanya peranan pendampingan dan pengawalan inovasi. Baik melalui pertemuan, pelatihan, percontohan dan penyebaran bahan informasi berupa folder pebgendalian HPT cabai merah secara berkala, memperlihatkan adanya peningkatan dan pengembangan sumberdaya manusia terhadap penerapan inovasi yang semakin optimal pada pengembangan kawasan cabe di Bengkulu. Menurut Demitria et all. (2006) Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan, kreativitas dan keterampilan, serta kemampuan petani.

(37)

antusias oleh petani cabai, walaupun secara nyata selama ini petani sudah menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang dikeringkan (pukan) dalam waktu lama dengan jalan menumpuknya selama 4 - 6 bulan baru digunakan. Namun melalui implementasi pengenalan cara fermentasi pupuk organik langsung oleh petani, telah dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengolahan limbah pertanian dan kotoran ternak sapi untuk dapat diolah dan dijadikan kompos hanya dalam waktu singkat (3 - 4 minggu).

Kemudian juga dilakukan pelatihan pengolahan pupuk cair (POC) biourin, memanfaatlkan limbah cair atau urin ternak sapi dan kambing yang selama ini belum dimanfaakan masyarakat. Pembuat an POC urine ternak ini selain dapat berfungsi sebagai pupuk organik, juga dapat diolah menjadi pupuk pestida nabati yang dapat dibuat sama seperti halnya pembuatan bio urine. Yaitu dengan menambahkan empon-empon (kunit, jahe, lengkuas) serta berbagai bahan pestisida nabati lainnya, seperti kencur, temu lawak, dll yang biasa banyak terdapat disekitar lingkungan kita. Pelatihan dan pengembangan inovasi POC dengan unsur pestisida nabati ini sangat baik diterapkan dalam pengendalian HPT pada tanaman cabai, karena selain ramah lingkungan juga dapat mengurangi penggunaan bahan kimia pada usahatani masyarakat. Teruma pada tanaman sayuran yang biasanya cendrung mengandung residu bahan aktif, akibat tingginya penggunaan pestisida dan insektisida sebagai upaya pengendalian HPT dan OPT yang semakin hari semakin beragam jenis dan serangannya.

4.3. Peningkatan Kinerja dan Sinergisme Pelaku Maupun Mitra Usaha Dalam Pengembangan Kaw asan Cabai

(38)

Upaya peningkatan kinerja dan sinergisme pelaku maupun mitra usaha dalam pengembangan kawasan cabai, dilakukan melalui pembinaan kelembagaan pada implementasi inovasi. Pada setiap pendampingan dan pengembangan inovasi juga dilakukan diskusi bersama-sama pelaku maupun mitra usaha yang ada dilokasi pengembangan kawasan cabai, sehingga akan dapat mewujudkan berbagai pemiukiran dan konsep-konsep untuk mendapatkan umpan balik permasalahan pengembangan kawasan agribisnis cabai. Termasuk pembinaan dan pemberdayaan poktan/ gapoktan (pasar, permodalan, serta kemitraan) , sinergisme dan padupadan program pada kawasan pengembangan komoditas cabai, untuk meningkatkan kinerja (fungsi dan peran) saluran diseminasi dalam mempercepat transfer teknologi yang dilakukan secara berkala dan sesuai kebutuhan lapangan maupun pengguna teknologi.

Pendampingan aspek teknis inovasi teknologi sesuai kebutuhan, melalui display dan percontohan inovasi teknologi produksi langsung dilahan petani. Terhadap inovasi komponen teknologi peningkatan produksi komoditas cabai yang berkaitan dengan permasalahan lapangan, seperti; bibit sesuai kondisi wilayah, pengolahan tanah, dosis dan cara pemupukan, cara dan sistem tanam, pengendalian hama penyakit pada tanaman cabai. Untuk penyebaran hasil pendampingan melalui percontohan pengembangan inovasi, didukung dengan kegiatan temu lapang atau sosialisasii inovasi teknologi yang diterapkan untuk peningkatan produksi cabai.

(39)
(40)

V. KESI MPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Melalui kegiatan pendampingan dan pengawalan serta percotohan usahatani cabai pada pengembangan kawasan agribisnis cabai Tahun 2016, telah memberikan dampak terhadap peningkatan produksi cabe sebesar 39,75% dibandingkan kegiatan kegiatan pertanamaman musim sebelumnya.

2. Hasil kajian perobahan prilaku petani dalam penguasaan pengendalian HPT tanaman cabai setelah dilakukan kegiatan pendampingan, pengawalan dan penyebaran bahan informasi, terlihat adanya peningkatan pengetahuqan dan

keterampilan petani sebesar 41,98% dibandingkan tingkat pengetahuan sebelum pendampinngan.

3. Hasil pengamatan dan kajian terhadap mitra kerja yang berkunjung baik itu poktan, petani, petugas, maupun stakeholder menyimpulkan, adanya respon positif sebesar 76,67% terhadap pengembangan kawasan cabai dan komponen teknologi didiseminasikan.

5.2. Saran

1. Perlu dukungan Pemerintah Daerah dalam berbagai aspek untuk mengoptimalkan pelaksanaan pendampingan pengembangan kawasan agribisnis cabai sercara lebih terpadu, melalui pengembangan jalinan komunikasi, pemberdayaan petani dan kelompok maupun mitra usaha dalam menumbuhkan dan meningkatkan perananan serta kemampuan pelaku usaha.

(41)

KI NERJA HASI L PENGKAJI AN

Pendampingan kegiatan diseminasi pengembangan kawasan hortikultura agribisnis cabai dilakukan pada 5 (lima) wilayah sentra kawasan pengembangan agribisnis cabai, meliputi Kabupaten; Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Kaur, dan Mukomuko telah mendorong :

1. Peningkatan sinergi program daerah dan pusat dalam pengembangan kawasan agribisnis cabai.

2. Peningkatan pengetahuan dan minat petani cabai serta kelompoktani lainnya untuk mengolah limbah pertanian dan kotoran ternak sapi menjadi kompos melalui inovasi fermentasi, karena segera dapat digunakan 3-4 minggu setelah proses pengolahan.

3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam pengembangan inovasi teknologi komoditas cabai, terutama dalam hal peningkatan produksi dan pemanfaatan pupuk organik/ kompos dalam usahatani cabai merah.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W. 2007. Overview of production, consumption and distribution aspects of hot pepper in I ndonesia, Annual report

Azwar, S. 2002. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Penerbit CV. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Balitbangtan. 2011. Paduan Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Beckerman, J.L 2004. Disease Management in High Tunnels, Minnesota High Tunnel Production Manual For Commercial Drowers, viewed 31 January 2012. www.extension.umn.edu/ distribution/ horticulture/ components/ 8-9. Demitria D, Harianto, Sjafri M, dan Nunung. 2006. Peran Pembangunan Sumberdaya Manusia dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Petani di Daerah I stimewa Yogyakarta. Forum Pascasarjana. I PB. Bogor. Vol.33. No.3. Juli 2010. hal. 155-164

Dirjen Hortikultura. 2006. Pola Produksi Cabai Merah Deptan Belum Dilaksanakan Daerah. diunduh 30 Oktober 2009, http: / / rafflesia.wwf.or.id/ admin/ attachment/ clips/ 2006-08-25-287-0014-001-03-0899

Dirjen Hortikultura. 2013. Program dan Kebijakan Pengembangan Hortikultura TA. 2013. Makalah disampaikan pada acara Workshop Evaluasi Outcome. Analisis Potensi I mpact dan Baseline Study. Tanggal 16-19 April 2013 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura di Solo. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Fagi,A,M., Subandrio, Rusastra, Wayan. 2009. Sistem I ntegrasai Ternak Tanaman: Sapi-Sawit-Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor

Fagi,A,M., Subandrio, Rusastra, Wayan. 2009. Sistem I ntegrasai Ternak Tanaman: Sapi-Sawit-Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor

Fahrurrozi, N., Setyowati dan Sarjono. 2006. Efektivitas Penggunaan Ulang Mulsa Plastik Hitam Perak Dengan Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai. Bionatura. Jakarta. no. 8 hlm. 17-23. Fawzia, S. 2002. Revitalisasi Fungsi I nmformasi dan Komunikasi Serta Diseminasi

(43)

Gunaeni, N dan Wulandari, AW. 2010. Cara Pengendalian Non Kimiawi Terhadap Serangga Vektor Kutu Daun dan I ntensitas Serangan Penyakit Virus Mosaik Pada Tanaman Cabe Merah; J. Hort., vol. 20, no. 4, hlm. 368-76. Hendayana, R. 2009. Analisis Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi

Percepatan Adopsi Teknologi Usaha Ternak: Kasus pada Usaha Ternak Sapi Potong di Boyolali, Jawa Tengah (Laporan Hasil Penelitian). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian. Bogor.

I qbal, Q., Amjad, M., Asi, MR., Ali, MA dan Ahmad, R. 2009. The vegetative and reproductive evaluation of hot pepper under different plastic mulches in poly/ plastic tunnel. Pakistan J. Agric. Sci., vol. 46, no. 2, pp. 113-8

Kementerian Pertanian 2011, Agricultural statistics 2011, Center for Agricultural Data and I nformation System Ministry of Agriculture Republic of I ndonesia, Jakarta

Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Permentan no.50 tahun 2012. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2014. Rancangan Model Pengembangan Kawasan Pertanian Tahun 2015-2019. Kementerian Pertanaian RI . Jakarta.

Moekasan, T. K., L. Prabaningrum, dan M. L.Ratnawati. 2005. Penerapan PHT pada SistemTanam Tumpanggilir Bawang Merah danCabai. Monografi No. 19. Balai PenelitianTanaman Sayuran Lembang. 44 hlm

Mujiyati and Supriyadi. 2009. ‘Effect of manure and NPK to increase soil bacterial population of Azotobacter and Azospirillus in chili (Capsicum annuum L.) cultivation’, BioScience, vol.1, no.2, pp. 59-64

Reijntjes, C., Haverkort, B dan Water-Bayer, A. 1999. Pertanian Masa Depan, Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan I nput Luar Rendah, I LEI A, Penerbit Kanisus. Yogyakarta

Reyes, I ., Alvarez, L., El-Ayoubi dan Valery, A. 2008. Selection and Evaluation Of evaluation of essensial oil from Cymbopogon nardus as oviposition detterent and ovicidal activities. I ndonesian J. Agric. Sci., vol 12, no. 1, hlm. 9-16

Soetiarso, T.A dan Setiawati, W. 2010. Kajian Teknis dan Ekonomis Sistem Tanam Dua Varietas Cabai Merah Di Dataran Tinggi. Pusatlitbang Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. J. Hort., vol. 20, no. 3 Tahun 2010, hlm. 284-98.

(44)

Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 2. Pusat Penelitian dan Penembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Sumarni, N dan A. Muharam. 2015. Panduan Tekhnis Budidaya Tanaman Cabai

Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Tjitropranoto, P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan I nformasi Pertanian. Balai Pusat Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.

(45)

ANALI SI S RI SI KO

Analisis risiko dalam kajian diseminasi sangat membantu dalam pencapaian dan pelaksanaan kegiatan, untuk dapat mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan pengembangan kawasan agribisnis cabai di Bengkulu, kemudian apa penyebab dan dampaknya telah disusun daftar dan analisis penanganan risiko berdasarkan penyebab dan dampaknya baik secara antisipatif maupun responsif.

Tabel 3. Daftar Risiko

No I dentifikasi Resiko Penyebab Dampak

1. Sinergi program tidak

Tabel 4. Daftar Penangan Risiko

No I dentifikasi Resiko Penyebab Penanganan risiko

(46)

JADWAL KERJA

Tabel 5. Jadwal Kerja Kegiatan

No Kegiatan B u l a n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Persiapan: Dekstudy, pengumpulan data Penyempurnaan proposal, seminar Koordinasi internal Koordinasi ekternal, pemantapan lokasi 2. Pelaksanaan:

Hunting dan pemantapan lokasi I dentifikasi potensi sumber daya

I dentifikasi kebutuhan teknologi

Sosialisasi kegiatan Penetapan kooperator Penyiapan bahan/ materi diseminasi Pendampingan inovasi Percontohan inovasi Penyebaran inovasi Bimbingan tekhnis Pembinaan lembaga Pengamatan

(47)

PEMBI AYAAN

Tabel 6. Rencana Anggaran Belanja (RAB)

No URAI AN Volume

Harga Satuan

Jumlah (Rp)

1. Belanja Bahan (521211) 8.500,0

• Penggandaan dan penjilidan 1 paket 1.500 1.500,0 • Konsumsi dalam rangka rapat koordinasi,

sosialisasi, pertemuan

140 OK (5 kab)

50 7.000,0

2. Honor Output Kegiatan (521213) 3.000,0

• Honor petugas lapang 15 OB 200 3.000,0

3. Belanja Barang non operasional lain(521219) 7.000,0

• UHL petani 140 OH 50 7.000,0

4. Belanja Barang untuk Persediaan Konsumsi (521811)

18.500,0 • Bahan Pendampingan & pendukung

lainnya

1 paket 14.200 14.200,0

• ATK dan komputer Suply 1 paket 2.800 2.800,0

• Bahan Diseminasi/ Penyuluhan 1 paket 1.500 5.600,0

5. Belanja Jasa Profesi (522151) 3.000,0

• Narasumber, fasilitator, evaluator 6 OJ 500 3.000,0

6. Belanja Perjalanan Biasa (524111) 50.000,0

• Perjalanan dalam rangka pelaksanaan kegiatan (berkisar antara 365.000-5.000.000)

10 OP 5.000 50.000,0

7. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota (524119)

5.000,0 • Uang jalan dan transportperjalanan ke

luar provinsi/ pusat dalam rangka pelaksanaan kegiatan

1 OH 2.900 2.900,0

• Penginapan perjalanan ke luar

provinsi/ pusat dalam rangka pelaksanaan kegiatan

3 OP 700 2.100,0

(48)

Tabel 7. Realisasi Anggaran

1. Belanja Bahan (521211) 8.500,0 8,95

• Penggandaan dan penjilidan 1.500,0 • Konsumsi dalam rangka rapat koordinasi,

sosialisasi, pertemuan

7.000,0

2. Honor Output Kegiatan (521213) 3.000,0 3,16

• Honor petugas lapang 3.000,0

3. Belanja Barang non operasional lain(521219) 7.000,0 7,37

• UHL petani 7.000,0

4. Belanja Barang untuk Persediaan Konsumsi (521811)

18.446,0 19,42 • Bahan Pendampingan & pendukung

lainnya

14.146,0 • ATK dan komputer Suply 2.800,0 • Bahan Diseminasi/ Penyuluhan 1.500,0

5. Belanja Jasa Profesi (522151) 3.000,0 3,16 • Narasumber, fasilitator, evaluator 3.000,0

6. Belanja Perjalanan Biasa (524111) 49.909,0 52,54 • Perjalanan dalam rangka pelaksanaan

kegiatan (berkisar antara 365.000-5.000.000)

49.909,0

7. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota (524119)

4.133,0 4,35 • Uang jalan dan transportperjalanan ke

luar provinsi/ pusat dalam rangka pelaksanaan kegiatan

2.900,0

• Penginapan perjalanan ke luar provinsi/ pusat dalam rangka pelaksanaan kegiatan

1.233,0

(49)

PERSONALI A

Tabel 8. Personalia Kegiatan

No. Nama/ NI P

- Mebuat RODHP, Juknis dan

renc. pertemuan tim

- Pengolahan dan analisis data/

pelaporan hasil diseminasi

anggota - Koordinasi dan identifikasi

potensi pengemb cabai

anggota - Penyusunan metoda analisis

(50)

pengolahan data

anggota - Melakukan pengumpulan dan

analisis serangan HPT

- Membantu kegiatan sosialisasi

dan pertemuan

- Membantu pengolahan data

skunder/ primer

- Membantu entri data dan

laporan hasil kegiatan

- Membantu entri data dan

laporan hasil kegiatan

- Membantu entri data dan

laporan hasil kegiatan

Anggota - Membantu persiapan dan

(51)

Lampiran 1. : Foto Dokumentasi Kegiatan pendampingan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura komoditas cabai di Provinsi Bengkulu Tahun 2016

Gambar 1. Melakukan koordinasi dan hunting lokasi dengan pihak terkait dalam rangka menggali informasi perkembangan komoditas cabe serta program daerah untuk sinergi pelaksanaan kegiatan pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabe Tahub 2016 di Kabupaten Bengkulu Utara dan Rejang Lebong

Gambar 2. Gambaran usahatani cabai petani pada saat identifikasi penggalian teknologi eksisting pengembangan kawasan cabai di Kecamatan Bermani Ulu Raya, Rejang Lebong dan Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten Kaur

(52)
(53)

Gambar 4. Melakukan obsevasi lapang dan komunikasi langsung dengan petani dan pertugas lapang, dalam rangka menggali informasi perkembangan usahatani cabai dan kendala yang dihadapi petani dalam berusahatiani

Gambar 5. Melakukan pendampingan kegiatan pelatihan pengolahan dan praktek langsung pembuatan kompos pada petani dan kelompoktani cabai di Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara

(54)

Gambar 7. Melakukan pendampingan inovasi pemupukan dasar dan pemasangan mulsa persiapan lahan tanam percontohan teknologi budidaya komoditas cabai merah di Desa Tambak Rejo Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara

Gambar 8. Melakukan pendampingan inovasi pengendalian penyakit dengan menanam border (tanam perangkap) berupa tanaman jagung disekeliling lahan tanaman percontohan teknologi budidaya komoditas cabai merah di Desa Tambak Rejo Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara

(55)

Gambar 10. Menjadi Narasumber inovasi pengendalian HPT cabai di Kabupaten Kepahiang dan Budidaya cabai di Kabupaten Rejang Lebong, dalam rangka pendampingan inovasi pengembangan kawasan agribisnis cabai Tahun 2016

Gambar 11. Melakukan pendampingan dan kunjungan langsung dilahan petani kegiatan pengembangan kawasan cabai Tahun 2016 di Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Kaur

(56)

Gambar 13. Melakukan pendampingan dan pengamatan hasil panen cabai merah kegiatan percontohan inovasi pengembangan kawasan agribisnis cabai merah di Desa Tambak Rejo Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara.

Gambar 14. Sinergi program pendampingan dan respon positif stakeholder terhadap pelaksanaan kegiatan percontohan inovasi pengembangan kawasan agribisnis cabai merah di Desa Tambak Rejo Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara

Gambar

Tabel 2.Diseminasi inovasi teknologi cabai merah melalui beberapa metodapendampingan pada wilayah kawasan pengembangan cabai merah diProvinsi Bengkulu Tahun 2016.
Tabel 4. Daftar Penangan Risiko
Tabel 5. Jadwal Kerja Kegiatan
Tabel 6. Rencana Anggaran Belanja (RAB)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem konversi data analog ke digital telah selesai dibuat dan hasil pengukuran data radiasi dapat ditampilkan pada layar monitor secara on- line.Posisi

Moreover, with new developments in computer technology and geographic information systems (GIS), and the concomitant development of simu- lation models, it is now possible to

The objectives of this study were to evaluate: (1) how the impact of soil fertility replenishment varies with initial soil conditions and the resource endowment level and

Berdasarkan hasil review HAZOP yang dilakukan pada hydrofinishing plant high pressure , potensi bahaya yang memiliki risiko tertinggi yaitu berupa pelepasan gas

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama pemulihan fisiologis (denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu rektal), konsumsi pakan dan bobot badan pada domba muda dan

Budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa dilakukan di Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo di tambak Dusun Tanjungsari yang kemudian akan dilanjutkan di Laboratoriun

(1) Sistem jaringan pemantauan dan Peringatan Dini Bencana Alam Geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf e ditetapkan untuk memantau dan menginformasikan situasi

Walaupun kelima kelompok organisme tersebut dapat digunakan sebagai indikator biologik perairan, tetapi indikator biologik sebaiknya dipilih dari kelompok