• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBARAN DAERAH PENANGKAPAN TUNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEBARAN DAERAH PENANGKAPAN TUNA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN DAERAH PENANGKAPAN TUNA DI PERAIRAN LAUT BANDA Oleh :

AYU ADHITA DAMAYANTI/C451070051 BUDI NUGRAHA/C451070071

PENDAHULUAN

Tuna merupakan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Perikanan tuna di Indonesia berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah unit penangkapan tuna. Kenaikan rata-rata unit penangkapan tuna secara keseluruhan dari tahun 1991 sampai tahun 2001 meningkat sebesar 10,25 %, dengan rata-rata peningkatan produksi tuna sebesar 8,4 % (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2003). Pada tahun 2002 tuna dalam bentuk segar dan beku sekitar 18.011,5 ton dari Bali dan 17.471 ton dari Muara Baru diekspor ke negara-negara lain seperti Jepang, Malaysia, Jerman, dan sebagainya (Proctor et al., 2003).

Potensi sumberdaya ikan pelagis besar, terutama tuna, di Laut Banda pada tahun 2001 sebesar 104.120 ton, sedangkan tingkat pemanfaatannya baru sekitar 27,95 % (Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi tuna di Laut Banda masih memungkinkan untuk dikembangkan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Pemanfaatan sumberdaya tuna di berbagai wilayah perairan Indonesia tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai padat tangkap (fully exploited), bahkan lebih tangkap (over fishing).

(2)
[image:2.595.100.509.70.267.2]

Sumber : www.dkp.go.id

Gambar 1. Peta sebaran tuna di Indonesia

SUMBERDAYA TUNA

Tuna merupakan anggota dari famili Scombridae. Ada beberapa jenis tuna exportable yang tertangkap dari perairan Indonesia, diantaranya adalah madidihang atau yellowfin tuna (Thunnus albacares), tuna mata besar atau bigeye tuna (Thunnus obesus), albakora atau albacore (Thunnus alalunga) dan tuna sirip biru selatan atau southern bluefin tuna (Thunnus maccoyi) (Gambar 2).

Tuna adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu mencari makan. Kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. Kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera. Pengetahuan mengenai penyebaran tuna sangat penting artinya bagi usaha penangkapannya.

(3)

Distribusi tuna di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor internal meliputi jenis (genetis), umur dan ukuran, serta tingkah laku (behaviour). Perbedaan genetis ini menyebabkan perbedaan dalam morfologi, respon fisiologis dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Faktor eksternal merupakan faktor lingkungan, diantara adalah parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas dan kedalaman lapisan thermoklin, arus dan sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan makanan.

Penyebaran vertikal tuna di perairan tropis sangat dipengaruhi oleh lapisan termoklin. Tuna menyebar sampai ratusan meter di bawah permukaan air laut. Berdasarkan deteksi gema, ikan tuna banyak terdapat pada kedalaman 100 – 200 m dengan kedalaman renang 20 – 200 m (Nishimura, 1964 diacu dalam Suharto, 1995). Kedalaman renang tuna bervariasi tergantung jenisnya. Umumnya tuna dapat tertangkap di kedalaman 0 – 400 m. Salinitas perairan yang disukai berkisar 32 – 35 ppt atau di perairan oseanik. Suhu perairan berkisar 17 – 310C.

Madidihang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Panjang madidihang bisa mencapai lebih dari 2 m. Jenis tuna ini menyebar di perairan dengan suhu yang berkisar antara 17 – 310C dengan suhu optimum yang berkisar antara 19 – 230C,

sedangkan suhu yang baik untuk kegiatan penangkapan berkisar antara 20 – 280C (Uda,

1952 diacu dalam Laevastu and Hela, 1970).

Tuna mata besar menyebar dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau di Indonesia sampai ke Samudera Hindia. Ikan ini terutama ditemukan di perairan sebelah selatan Jawa, sebelah barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda dan Laut Maluku. Menurut Uda (1952) diacu dalam Laevastu and Hela (1970), tuna mata besar merupakan jenis yang memiliki toleransi suhu yang paling besar, yaitu berkisar antara 11 – 280C dengan kisaran suhu penangkapan antara 18 – 230C.

Sebaran tuna albakora sangat dipengaruhi oleh suhu. Jenis ini menyenangi suhu yang relatif lebih rendah. Albakora juga memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dibandingkan dua jenis tuna di atas.

(4)
[image:4.595.69.538.91.346.2]

Tabel 1. Habitat dan penyebaran horisontal dan vertikal beberapa jenis tuna

Jenis ikan Swimming layer

(m) Habitat

Batas kisaran

suhu air ( 0C)

Distribusi geografis

Thunnus alalunga

(Albacore) >380

epipelagis mesopelegis

oseanis

15,6 - 25,2 45 30 00 – 50 – 40 00LULS

Thunnus albacares

(Yellowfin tuna) <100

epipelagis

oseanis 18 - 31

Perairan Tropis Subtropis

Thunnus atlanticus

(Blackfin tuna) Tidak terbatas

epipelagis

oseanis ≥ 20

Samudera Atlantik Barat

Thunnus maccoyii

(Southern bluefin tuna) >200

epipelagis

oseanis 5 - 30 >30 0LS

Thunnus obesus

(Bigeye tuna) 0 - 250

epipelagis mesopelagis

oseanis

13 - 29 Perairan TropisSubtropis

Thunnus thynnus (Nothern bluefin tuna)

Tidak terbatas epipelagisoseanis Batas toleransitinggi Samudera AtlantikSamudera Pasifik

Thunnus tonggol

(Longtail tuna) - epipelagis

-Samudera Pasifik Barat

Sumber : FAO (1983)

Sumber : www.fishbase.com

Gambar 2. Jenis-jenis ikan tuna.

KEADAAN UMUM PERAIRAN LAUT BANDA

Laut Banda merupakan kawasan perairan Indonesia Timur yang termasuk ke dalam perairan Samudera Pasifik Barat dan berbatasan dengan Samudera Hindia. Secara topografi kedalaman kawasan perairan Indonesia Timur lebih dari 2.000 m bahkan di

Albakora Madidihang

[image:4.595.106.506.379.606.2]
(5)

beberapa tempat mencapai 5.000 – 6.000 m (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2001).

Menurut Wyrtki (1958) seperti diacu dalam Suharsono (2003) di perairan Laut Banda pada musim timur yaitu antara bulan April sampai September terjadi upwelling dan pada musim barat yaitu antara bulan Oktober sampai Maret terjadi downwelling. Pada musim timur angin bertiup dari timur menuju barat, sehingga menyebabkan arus permukaan mengalir dari Laut Banda menuju Laut Flores dan Laut Jawa. Hal ini menimbulkan pergerakan massa air dari lapisan bawah yang bersuhu lebih dingin ke atas sehingga terjadilah upwelling. Pada musim barat terjadi sebaliknya, angin bertiup dari barat ke timur dan menyebabkan arus permukaan bergerak dari Laut Jawa, Laut Sulawesi dan Laut Flores menuju ke Laut Banda sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan massa air yang besar dan kemudian tenggelam (downwelling).

Upwelling ditandai dengan penurunan suhu, kenaikan oksigen, zat hara nitrat, dan fosfat (Rochford, 1962 diacu dalam Suharsono, 2003). Terjadinya penurunan suhu pada saat upwelling diperkuat oleh pengamatan variasi suhu musiman yang dilakukan di Banda Timur yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu sebesar 2 – 6 0C pada bulan Juni –

September dan suhu maksimum terjadi pada bulan November (Boely et al., 1990 diacu dalam Suharsono, 2003). Meningkatnya oksigen dan nutrien pada musim timur ini menyebabkan terjadinya peningkatan produktivitas primer dan jumlah plankton hingga 2 – 3 kali apabila dibandingkan dengan musim barat (Arinardi, 1999 diacu dalam Suharsono, 2003). Peningkatan jumlah biomassa plankton tersebut secara tidak langsung memberi pengaruh pada meningkatnya produksi ikan pelagis besar. Pada saat terjadinya upwelling produksi ikan pelagis meningkat sebesar 4 – 5 kali apabila dibandingkan dengan musim barat. Sehingga hasil tangkapan ikan tuna nelayan Kepulauan Banda meningkat pada musim timur dan mencapai puncaknya pada awal musim barat yaitu antara bulan Oktober – November (Amin dan Nugroho, 1990 diacu dalam Suharsono, 2003).

(6)

DAERAH PENANGKAPAN TUNA (TUNA FISHING GROUND)

Pengertian daerah penangkapan (fishing ground) adalah suatu perairan tempat ikan yang menjadi sasaran. Menurut Gunarso (1998), beberapa daerah di Indonesia yang merupakan daerah penangkapan ikan tuna antara lain adalah Laut Banda, Laut Maluku dan perairan selatan Jawa terus menuju timur. Begitu pula di perairan selatan dan barat Sumatera serta perairan lainnya.

Daerah penangkapan yang potensial sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu operasi penangkapan. Penentuan daerah penangkapan tuna dengan tepat dapat dilakukan dengan dukungan berbagai informasi. Informasi tersebut salah satunya dapat diperoleh berdasarkan pengalaman nelayan dimana informasi tersebut dicatat di dalam buku pelayaran (log book).

Karakteristik fishing ground yang baik menurut Nomura (1977) seperti diacu dalam Suryadi (1982) adalah sebagai berikut :

(1) Perairan tersebut mempunyai kondisi yang sangat baik sehingga ikan mudah datang bersama-sama secara bergerombol dan perairan tersebut merupakan tempat yang cocok bagi ikan;

(2) Perairan tersebut merupakan tempat yang mudah bagi nelayan untuk mengoperasikan alat tangkapnya; dan

(3) Perairan tersebut secara ekonomis menguntungkan.

Ditambahkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan Jepang, dilaporkan daerah penangkapan tuna yang baik adalah :

(1) Tempat-tempat pertemuan arus dari daerah perairan dangkal, sempit, dengan laut dalam;

(2) Tempat-tempat terjadinya konvergensi dan divergensi diantara arus yang berdekatan; dan

(3) Tempat-tempat dimana arus mengalir dengan deras atau tempat dengan arus yang sempit.

Daerah penangkapan yang pernah dilaporkan oleh PT. PSB sebagai berikut : Januari : barat Sumatera, selatan NTB/NTT, Laut Flores, Laut Banda bagian timur. Pebruari : barat Sumatera, selatan Jawa/Bali/NTB/NTT dan relatif kecil di Laut

(7)

Maret : barat Sumatera, selatan Jawa/Bali/NTB/NTT dan relatif kecil di Laut Banda.

April : barat Sumatera, selatan Jawa/Bali/NTB/NTT, Laut Flores dan di Laut Banda cukup padat.

Mei : terutama di selatan Jawa/Bali/NTB dan Laut Banda. Juni : selatan Jawa/Bali/NTB dan Laut Banda.

Juli : selatan Jawa/Bali, lepas pantai NTB/NTT dan sedikit di Laut Banda. Agustus : sedikit di barat Sumatera dan selatan Jawa dan Laut Banda.

September : barat Sumatera, selatan Jawa, lepas pantai NTB dan Laut Banda.cukup padat.

Oktober : selatan Jawa/Bali/NTB/NTT dan Laut Banda.

November : barat Sumatera, sedikit di selatan Jawa/NTB, Laut Flores dan Laut Banda. Desember : selatan NTB/NTT dan Laut Banda serta Laut Flores.

Nilai daerah penangkapan suatu perairan dapat ditentukan berdasarkan nilai hook rate yang dihasilkan sewaktu melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan tuna longline. Hook rate hasil tangkapan adalah jumlah ikan (tuna atau jenis lainnya) yang tertangkap untuk setiap 100 mata pancing. Penentuan nilai hook rate dapat dilakukan berdasarkan periode penangkapan tertentu dan jangka waktu tertentu, seperti hook rate per setting per kapal, hook rate per trip per kapal, dan sebagainya.

Sebagai contoh daerah penangkapan di perairan Laut Banda. Gambar 3 – 7 menunjukkan daerah penangkapan tuna di perairan Laut Banda dengan melihat nilai hook rate berdasarkan setting per kapal pada bulan Oktober – Februari. Pada gambar-gambar tersebut terlihat bahwa daerah penangkapan tuna longline di perairan Laut Banda berada pada koordinat 4 – 80LS dan 122 – 1280BT. Nilai hook rate tuna di perairan Laut Banda

setiap bulan berubah, tergantung dari hasil tangkapan yang diperoleh. Pada bulan Oktober – November (Gambar 3) nilai hook rate-nya 0,00 – 0,38, bulan November – Desember (Gambar 4) nilai hook nya 0,00 – 0,60, bulan Desember (Gambar 5) nilai hook rate-nya 0,00 – 0,56, bulan Januari (Gambar 6) nilai hook rate-rate-nya 0,00 – 1,42 dan bulan Februari (Gambar 7) nilai hook rate-nya 0,00 – 0,77. Secara umum, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hook rate tuna di perairan Laut Banda yaitu sebesar 0,27.

(8)

Sehingga kapal-kapal tersebut dapat menekan atau mengurangi biaya operasional dalam melakukan operasi penangkapan.

- 1 1 ° - 7 ° - 3 °

La

tit

ud

e

1 1 8 ° 1 2 2 ° 1 2 6 ° 1 3 0 °

L o n g i t u d e 2 0 0 m

5 0 m 2 0 0 m

L A U T B A N D A

L A U T F L O R E S

S U L A W E S I

M A L U K U

H o o k R a t e

[image:8.595.110.504.130.362.2]

0 . 0 0 t o 0 . 1 4 0 . 1 4 t o 0 . 2 5 0 . 2 5 t o 0 . 3 1 0 . 3 1 t o 0 . 3 3 0 . 3 3 t o 0 . 3 8

Gambar 3. Daerah penangkapan dan hook rate tuna di perairan Laut Banda pada bulan Oktober – November.

- 1 1 ° - 7 ° - 3 °

La

tit

ud

e

1 1 8 ° 1 2 2 ° 1 2 6 ° 1 3 0 °

L o n g i t u d e 2 0 0 m

5 0 m 2 0 0 m

L A U T B A N D A

L A U T F L O R E S S U L A W E S I

M A L U K U

H o o k R a t e

0 . 0 6 t o 0 . 2 0 0 . 2 0 t o 0 . 2 7 0 . 2 7 t o 0 . 3 3 0 . 3 3 t o 0 . 4 7 0 . 4 7 t o 0 . 6 0

[image:8.595.110.505.436.667.2]
(9)

- 1 1 ° - 7 ° - 3 °

La

tit

ud

e

1 1 8 ° 1 2 2 ° 1 2 6 ° 1 3 0 °

L o n g i t u d e 2 0 0 m

5 0 m 2 0 0 m

L A U T B A N D A

L A U T F L O R E S S U L A W E S I

M A L U K U

H o o k R a t e

[image:9.595.108.506.67.297.2]

0 . 0 0 t o 0 . 0 7 0 . 0 7 t o 0 . 1 3 0 . 1 3 t o 0 . 1 4 0 . 1 4 t o 0 . 4 0 0 . 4 0 t o 0 . 5 6

Gambar 5. Daerah penangkapan dan hook rate tuna di perairan Laut Banda pada bulan Desember.

- 1 1 ° - 7 ° - 3 °

La

tit

ud

e

1 1 8 ° 1 2 2 ° 1 2 6 ° 1 3 0 °

L o n g i t u d e 2 0 0 m

5 0 m 2 0 0 m

L A U T B A N D A

L A U T F L O R E S S U L A W E S I

M A L U K U

H o o k R a t e

0 . 0 0 t o 0 . 0 6 0 . 0 6 t o 0 . 3 9 0 . 3 9 t o 0 . 7 5 0 . 7 5 t o 1 . 1 6 1 . 1 6 t o 1 . 4 2

[image:9.595.110.505.373.602.2]
(10)

- 1 1 ° - 7 ° - 3 °

La

tit

ud

e

1 1 8 ° 1 2 2 ° 1 2 6 ° 1 3 0 °

L o n g i t u d e 2 0 0 m

5 0 m 2 0 0 m

L A U T B A N D A

L A U T F L O R E S S U L A W E S I

M A L U K U

H o o k R a t e

[image:10.595.108.506.67.297.2]

0 . 0 0 t o 0 . 0 6 0 . 0 6 t o 0 . 1 3 0 . 1 3 t o 0 . 3 2 0 . 3 2 t o 0 . 7 7 0 . 7 7 t o 0 . 7 7

Gambar 7. Daerah penangkapan dan hook rate tuna di perairan Laut Banda pada bulan Februari.

Selain informasi mengenai daerah penangkapan atau penyebaran tuna secara horisontal, informasi mengenai penyebaran tuna secara vertikal atau kedalaman renang tuna (swimming layer) sangat diperlukan guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut pada tahun 2002 – 2003 dengan menggunakan minilog diketahui bahwa kedalaman renang ikan-ikan tuna di perairan Laut Banda berkisar antara 100 – 400 m dengan kisaran suhu antara 10 – 18,90 C. Terbanyak pada kedalaman 200,1 – 250,0 m dan pada kisaran

suhu 11 – 14,90 C, kemudian pada kedalaman 250,1 – 300,0 m. Hasil-hasil ini

menunjukkan bahwa di perairan Laut Banda kedalaman yang paling baik untuk menangkap ikan-ikan tuna adalah antara 200 – 300 m.

SIMPULAN

1. Daerah penangkapan tuna di perairan Laut Banda berada pada koordinat 4 – 80LS dan 122 – 1280BT.

2. Nilai hook rate tuna di perairan Laut Banda bulan Oktober – November 0,00 – 0,38, bulan November – Desember 0,00 – 0,60, bulan Desember 0,00 – 0,56, bulan Januari 0,00 – 1,42 dan bulan Februari 0,00 – 0,77 dengan nilai rata-rata sebesar 0,27.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Riset Perikanan Laut. 2003. Hubungan Antara Suhu dan Kedalaman Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Bigeye Tuna (Thunnus obesus) dan Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Dengan Tuna Longline di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya. Laporan Akhir Penelitian. Balai Riset Perikanan Laut. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Evaluasi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Tuna dan Cakalang di Perairan Samudera Hindia, Laut Sulawesi, dan Samudera Pasifik. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Direktorat Sumber Daya Ikan. Jakarta

______. 2003. Statistik Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

FAO. 1983. FAO Spesies Catalogue Vol. 2 Scombrids of The World. Food and Agriculture Organization of The United Nations. United Nations Development Programme. Rome. 137 p.

Gunarso, W. 1998. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. Diktat Kuliah. Laboratorium Tingkah Laku Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 119 hal.

Laevastu, T. and Ilmo Hela. 1970. Fisheries Oceanography New Ocean Enviromental Services. Fishing News Book LTD. London.

Nakamura, H. 1969. Tuna Distribution and Migration. Fishing News Book Ltd. London.

Proctor, C.H, M Fedi A. Sondita, Ronny I. Wahju, Tim L.O. Davis, John S. Gunn and Retno Andamari. 2003. A review of Indonesia’s Indian Ocean Tuna Fisheries. ACIAR Project FIS/2001/079.

Pusat Riset Perikanan Tangkap. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Badan Riset Kelautan dan Perikanan – Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Suharsono. 2003. Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Banda dan Suksesi Karang di Bekas Muntahan Lahar Pulau Gunung Api. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol 5 No 1. ISSN 1410 – 7821.

Suharto. 1995. Pengaruh Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna Terhadap Hasil Tangkapan (Percobaan Orientasi dengan KM. Madidihang di Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera). Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal.

Suryadi A. 1982. Peranan Perikanan Rawai Tuna Dalam Pengelolaan Zona Ekonomi Ekslusif 200 Mil. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 54 hal.

(12)

Gambar

Gambar 1. Peta sebaran tuna di Indonesia
Tabel 1.  Habitat dan penyebaran horisontal dan vertikal beberapa jenis tuna
Gambar 3.  Daerah penangkapan dan hook rate tuna di perairan Laut Banda padabulan Oktober – November.
Gambar 5.  Daerah penangkapan dan hook rate tuna di perairan Laut Banda padabulan Desember.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kadar Total Nitrogen Terlarut Hasil Hidrolisis Daging Udang Menggunakan Crude Ekstrak Enzim Protease Dari Lambung Ikan Tuna Yellowfin (Thunnus albacares;

Penelitian ini hanya dilakukan pada ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) yang tertangkap di Samudera Hindia dengan alat tangkap rawai tuna ( longline ) dan didaratkan

Gambar 4 menunjukkan bahwa musim penangkapan madidihang (Thunnus albacares) terjadi pada bulan Januari, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober dan

Penelitian ini hanya dilakukan pada ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) yang tertangkap di Samudera Hindia dengan alat tangkap rawai tuna ( longline ) dan didaratkan

1) Pemberian terapi tepung tulang ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) dengan dosis 800 mg/kg BB pada tikus (Rattus norvegicus) model ovariektomi bisa memperbaiki

Ukuran ikan tuna matabesar (Thunnus obesus) yang ditangkap dengan menggunakan pancing ulur (hand line) di perairan Maluku [Size of bigeye tuna (Thunnus obesus) which are caught

The reproductive biology of yellowfin tuna (Thunnus albacares) in Hawaiian water and the western tropical Pacific Ocean: Project summary.. Fecundity of yellowfin tuna

Penangkapan ikan tuna terutama untuk je- nis tuna madidihang, tuna mata besar dan cakalang antara lain dengan menggunakan alat tangkap pan- cing tuna (tuna handline) dengan alat