• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUMAH KONTRAKAN DAERAH – X DI KOTA DENPASAR, TIDAK NYAMAN. DITINJAU DARI KELUHAN SUBYEKTIF DAN RESPON FISIOLOGIS PENGHUNI | Ir. Solichul Hadi Achmad Bakri, M.Erg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RUMAH KONTRAKAN DAERAH – X DI KOTA DENPASAR, TIDAK NYAMAN. DITINJAU DARI KELUHAN SUBYEKTIF DAN RESPON FISIOLOGIS PENGHUNI | Ir. Solichul Hadi Achmad Bakri, M.Erg"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

R

UMAH

K

ONTRAKAN DAERAH – XDI

K

OTA

D

ENPASAR,

T

IDAK

N

YAMAN.

D

ITINJAU DARI

K

ELUHAN

S

UBYEKTIF DAN

R

ESPON

F

ISIOLOGIS

P

ENGHUNI

Oleh :

SOLICHUL HADI A. BAKRI e-mail: shadibakri@yahoo.com

Abstrak

Penyediaan kamar sewa di pusat kota Denpasar ternyata berkembang dari waktu ke waktu. Fasilitas hunian ini mampu menampung kaum pendatang dan pekerja yang berkeinginan tinggal sementara di wilayah perkotaan, dengan pertimbangan kemudahan pencapaian keberbagai fasilitas. Tetapi kondisi kamar sewa yang tersedia, rata-rata dibangun hanya dengan pertimbangan aspek ekonomis semata, sedangkan aspek kenyamanan penghuni kurang mendapat perhatian. Kajian yang ada sangat minim untuk dapat dijadikan patokan, apakah jenis usaha ini cukup potensial untuk dikembangkan, dan mampukah memberikan kontribusi kepada pemerintah kota dalam bentuk pajak penghasilan, karena akhir-akhir ini ada rencana pengenaan pajak penghasilan oleh pemerintah daerah. Terlepas dari berbagai rencana tersebut, survei awal telah dilakukan di lima tempat yang berbeda di wilayah pusat kota, untuk mendapatkan data tentang kondisi kamar kontrakan. Selain itu juga dikumpulkan 13 data keluhan subjektif penghuni dengan kuesioner. Selanjutnya dilakukan pengukuran mikroklimat hunian yang meliputi; suhu kering, suhu basah, kelembaban, indeks suhu bola basah (ISBB), kecepatan aliran udara dan intensitas penerangan ruangan. Karena berbagai keterbatasan yang ada, telaah ini baru sampai pada tingkat observasi dan survai pendahuluan. Adapun hasil yang diperoleh adalah 1) sistem penghawaan silang/’cross ventilation’ jarang dipergunakan 2) beberapa lokasi sering kebanjiran di musim hujan 3) di siang hari, suhu kering antara 30,4-31,8 0C, suhu basah 27,4-28,6 0C, kelembaban udara 79-83 % dan kecepatan gerakan udara antara 0,05-0,2 m/det. 4) intensitas pencahayaan kurang untuk melakukan kegiatan membaca, menulis dan berias, yaitu berkisar antara 45-272,5 lux, dan 5) keluhan yang banyak dirasakan penghuni adalah rasa gerah, haus dan sering berkeringat jika berada di dalam kamar hunian. Dari hasil kajian ini, ternyata banyak hal yang perlu dilakukan, seperti upaya perbaikan oleh penghuni sendiri ataupun pemilik usaha untuk meningkatkan kenyamanan penghuni. Begitu pula pemerintah kota dalam hal ini Dinas Tata Kota berkepentingan dalam tahap perancangan, penataan, bimbingan teknis dan pengawasan implementasi lapangan.

Kata kunci : Kamar Kontrakan, kenyamanan, ergonomis, ekonomis.

Abstract

(2)

comfortable feeling to it’s inhabitants. Likewise local government which through the office of city planning as the representative official is to make arrangement from designing phase, structuring, technical guidance and supervise in field implementation.

Key words: Rental rooms, Pleasant, Economical, Ergonomics

1. PENDAHULUAN

Seirama dengan meningkatnya kaum migran di daerah perkotaan dengan segala permasalahan -nya, ternyata terjadi peningkatan kebutuhan tempat tinggal disekitar wilayah pusat kota. Beragam pertimbangan pendatang dalam memilih bentuk, lokasi, kelengkapan fasilitas dan harga sewa dari tempat kontrakan yang akan dipilih.

Sebutan kamar kontrakan boleh jadi muncul, karena batas kemampuan pendatang dalam membayar sewa tidak pada bangunan utuh seukuran rumah, tetapi hanya sebatas sebuah kamar. Dalam perkembangan selanjutnya fasilitas kelengkapan yang dibutuhkan sangat beragam. Terdapat kamar kontrakan dengan kamar mandi dan WC di luar kamar, tetapi yang sekarang banyak dikembangkan adalah kamar mandi dan WC juga kelengkapan lainnya berada didalam kamar tersebut. Alternatif terakhir ini yang paling banyak diminati pengguna. Untuk itulah penelitian ini akan dititik beratkan pada alternatif bentuk ini.

Rumah tinggal bagaimanapun bentuknya, merupakan salah satu kebutuhan manusia. Sedangkan fungsi utamanya untuk melindungi penghuni dari ancaman panas matahari, hujan lebat, angin kencang dan banjir, sehingga eksistensinya sebagai manusia tetap terjamin (Oka Sujadnja, 1998)

Untuk keperluan desain yang ergonomis, beberapa standar yang berhubungan dengan kemampuan, kebolehan dan batasan manusia yang dikaitkan dengan peralatan, cara dan lingkungan kerja yang harus dilakukan (Manuaba, 2000). Ergonomi sebenarnya juga merupakan kemampuan untuk menerapkan informasi perilaku, kemampuan, keterbatasan dalam perancangan peralatan manusia, ruang tinggal dan lingkungan dimana manusia dapat hidup, bekerja dan bermain dengan aman, nyaman serta efisien (Annis J.F. etal, 1996). Sedangkan pada tahap penerapannya, ergonomi dikatakan berhasil apabila ada keseimbangan antar tuntutan tugas dengan kemampuan, kebolehan dan batasan manusia, sehingga terdapat penampilan yang sehat, aman, nyaman, produktif dan terhindar dari kecelakaan, rasa sakit serta penyakit. (Manuaba, 2000).

Dengan demikian perlu dilakukan pengamatan, seiiring dengan berkembangnya usaha rumah kontrakan di wilayah pusat Kota Denpasar. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dibuat rumusan masalahnya, “apakah kamar kontrakan-X yang berada di daerah pusat kota Denpasar, telah memberikan kenyamanan kepada penghuninya ?”

2. MATERI DAN METODE 2.1. Materi

Penelitian dilakukan, pada lokasi sebagai berikut.

 A- Jalan Letda. Reta, Denpasar dengan 7 kamar kontrakan.  B- Jalan P. Bali-I (3 kamar kontrakan)

 C- Jalan P. Bali-II (6 kamar kontrakan)

 D- Jalan Gili Biaha, Denpasar (4 kamar kontrakan)  E- Jalan Ida Bagus Oka, Denpasar (12 kamar kontrakan)

Responden dipilih dari penghuni di setiap lokasi, dan yang telah menghuni tempat tersebut minimal selama 4 (empat) bulan. Parameter pengukuran objektif meliputi pengukuran suhu kering, suhu basah, suhu radiasi, kelembaban nisbi, indeks suhu bola basah, kecepatan aliran udara dan intensitas penerangan di siang hari dengan lampu kamar dinyalakan.

2.2 Metode Penelitian

(3)

yang dipilih secara purposive, di lima lokasi diwilayah pusat Kota Denpasar. Wawancara dilakukan untuk mengetahui keluhan subjektif penghuni kamar kontrakan yang meliputi kesan terhadap lingkungan fisik berupa keadaan huniannya dan respon fisiologis yang akan memberikan kesan kepada tingkat kenyamanan responden sebagai penghuni.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

Tabel 1. Hasil Pengukuran Mikroklimat, Kecepatan Aliran Udara dan Intensitas Pencahayaan

No. Lokasi Ta Tb Tg RH ISBB V Intensitas Keterangan

(o C) (o C) (o C) (%) (o C) (m/dt) (Lux) < Satuan

A Dalam kamar 30.80 27.90 30.78 80.75 28.73 0.055 97.5 Tanpa Cross-Ventilation

Diluar 31.60 26.70 31.70 67.50 28.40 0.681 2500 Menghadap ke Timur

B Dalam Kamar 30.40 28.40 30.40 86.00 29.00 0.140 68 Cross-Ventilasi

Diluar 31.30 28.10 31.40 80.00 29.00 0.203 170 Menghadap ke Selatan

C Dalam kamar 30.40 27.80 30.30 82.00 28.50 0.151 272.5 Cross-Ventilation

Koridor 30.90 27.50 30.90 77.00 28.50 0.276 450 Menghadap ke Utara

D Dalam Kamar 30.70 27.90 30.70 81.00 28.70 0.121 122.5 Tanpa Cross-Ventilation Diluar Kamar 31.10 27.60 31.10 77.00 28.50 0.391 550 Menghadap ke Timur E Dalam Kamar 31.30 28.60 31.30 81.50 29.40 0.051 45 Tanpa Cross-Ventilation

Diluar Kamar 32.10 28.30 32.10 76.25 29.50 0.362 305 Menghadap ke Barat

Ta : Suhu Kering RH : Kelembaban (Relative Humidity)

Tb : Suhu Basah ISBB : Index Suhu Bola Basah

Tg : Suhu Radiasi V : Kecepatan Aliran Udara

Intensitas : Intensitas Pencahayaan

Tabel 2. Perasaan Subjektif Penghuni terhadap Lingkungan Fisik dan Keluhan Fisiologis.

No. Perasaan L-K-Tidur Harga Pen.KT Keluhan Gerah Haus Keringatan Keterangan

Lokasi (%) (%) (%) (%) (%) (%) Harga sewa

A Besar sekali 0 100 0 Tak Pernah 0 0 0 Rp.250.000

Cukup 100 0 0 Terkadang 80 20 0 perbulan

Kecil 0 0 80 Sering 20 80 100

Kecil Sekali 0 0 20 Selalu 0 0 0

B Besar sekali 0 0 0 Tak Pernah 0 0 0 Rp.200.000

Cukup 50 100 50 Terkadang 0 50 0 perbulan

Kecil 0 0 50 Sering 50 50 100

Kecil Sekali 50 0 0 Selalu 50 0 0

C Besar sekali 0 50 0 Tak Pernah 0 0 0 Rp.200.000

Cukup 100 50 100 Terkadang 0 0 0 perbulan

Kecil 0 0 0 Sering 50 100 50

Kecil Sekali 0 0 0 Selalu 50 0 50

D Besar sekali 0 50 0 Tak Pernah 0 0 0 Rp.200.000

Cukup 0 50 0 Terkadang 0 0 0 perbulan

Kecil 100 0 50 Sering 100 50 50

Kecil Sekali 0 0 50 Selalu 0 50 50

E Besar sekali 0 0 0 Tak Pernah 0 0 0 Rp.150.000

Cukup 100 100 0 Terkadang 0 0 0 perbulan

Kecil 0 0 0 Sering 0 100 100

Kecil Sekali 0 0 100 Selalu 100 0 0

L-K-Tidur : Luas Kamar Tidur Gerah : Merasa Panas dan Kegerahan

Harga : Besarnya Harga sewa Haus : Merasa Kehausan

(4)

3.2. Pembahasan

Kamar kontrakan yang pada umumnya berukuran 3,0 x 3,75 m2 dengan tinggi plavon tidak lebih dari 2,94 m terkadang dihuni oleh dua orang, tentu akan terasa sempit dan membuat pergerakan penghuni didalam kamar sangat terbatas (lihat gambar-1). Pemilihan jenis parabot yang dipergunakan dan penataannya di dalam ruangan, akan mempengaruhi keleluasaan gerak penghuni dan kemudahan perawatan sehari-hari. Kebutuhan ruang udara berkisar 16-24 m3 untuk setiap orang. Ruang udara dan space pergerakan yang sangat sempit akan mempengaruhi perasaan psikologis dan lebih jauh akan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan manusia sebagai penghuni di tempat tersebut (Panero & Zelnik, 1980; Neufert, 1980).

Dengan lebar bukaan jendela berkisar 0,7-1,2 m2, 50-100% penghuni di lima lokasi jika berada dalam kamar sering merasa gerah, keringatan dan perasaan haus. Tanpa penghawaan silang, ternyata kecepatan aliran udara hanya berkisar 0,051-0,121 m/det dan 0,140-0,151 m/det pada kamar yang mempergunakan penghawaan silang. Neufert (1980) dan WHS (1992)menyatakan bahwa kecepatan aliran udara di bawah 0,07 m/det akan mengakibatkan perasaan kaku dan keluhan sesak napas. Penghawaan silang/cross ventilation pada ruang tinggal yang agak tertutup sangat dibutuhkan, karena dalam keadaan istirahatpun seseorang dalam kegiatan bernapas akan menambah volume gas CO2 di dalam ruang tinggalnya.

Untuk daerah dengan dua musim yaitu penghujan dan kemarau seperti di Indonesia, PUSPERNAS (1995) menyatakan hasil penelitiannya bahwa suhu yang akan memberikan kenyamanan di dalam ruangan adalah antara 22-26 OC. Dibandingkan dengan hasil pengukuran mikroklimat di lima lokasi, dalam kamar kontrakan, ternyata suhu kering (Ta) cukup tinggi (30,4-31,3 OC), suhu basah (Tb) berkisar (27,8-28,6 OC), Tg dengan tanpa menyalakan pemanas/kompor (30,8-31,3 OC) dan indeks suhu bola basah (ISBB) 28,5-29,4 OC.

Tingginya nilai ISBB pada suatu ruangan berpengaruh terhadap pembatasan kemampuan kerja seseorang. Pengendalian terhadap pengaruh tekanan panas akan direspon oleh tubuh dengan naiknya suhu badan pada tingkat yang masih dapat ditolerir. Pada nilai ISBB suatu ruangan (28,5-29,4 OC) untuk jenis pekerjaan sedang, seperti memasak, mencuci dan menyetrika, seseorang maksimum diperkenankan bekerja berkisar 50-75% (Depnaker,1995). Artinya apabila seorang penghuni di dalam kamarnya dengan nilai ISBB sebesar 28,0 OC, 75% (45 menit dalam satu jam) penghuni dapat melakukan jenis pekerjaan sedang dan 15 menit dalam satu jam kerja seterusnya dipergunakan untuk istirahat. Apabila nilai ISBB menunjukkan 29,4 OC, penghuni sebaiknya hanya melakukan

(5)

kegiatannya 30 menit dalam satu jam kerja (50%), dan 30 menit sisanya dipergunakan untuk istirahat. Sehingga cukup beralasan bahwa hampir semua penghuni ruangan yang dihuni oleh dua orang, mengeluh saat melakukan pekerjaan mencuci pakaian yang termasuk jenis pekerjaan sedang, yang hampir tidak mungkin dilakukan di dalam ruangan di siang hari.

Gambar 2. Skema Thermal dan Aliran Udara pada Ruangan Tanpa Penghawaan Silang.

Dari pengukuran intensitas pencahayaan dalam kamar di lima lokasi penelitian menunjukkan, bahwa hanya lokasi-C yang memiliki tingkat pencahayaan yang agak memadai yaitu sebesar 272,5 lux. Padahal untuk jenis penerangan umum seperti ruang simpan dibutuhkan tingkat penerangan 80 – 170 lux, pekerjaan dengan ketelitian sedang memerlukan intensitas penerangannya antara 200 – 250 lux (Grandjean, 1988). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerangan alami di dalam kamar di empat tempat lainnya sangat kurang untuk jenis pekerjaan sedang seperti membaca dan menyetrika. Di samping itu untuk pekerjaan berias/make up, bagi penghuni wanita sangat terganggu, sehingga tidak jarang sebelum berangkat kerja mereka terlihat merias diri di teras depan kamar.

Kesan penghuni akan harga kontrak dan luas kamar tempat tinggal sangat beragam. Secara umum dapat diamati bahwa untuk kamar dengan harga kontrak < Rp. 200.000,-/bulan, semua penghuni (100%) menyatakan harga sewa cukup memadai. Tetapi mereka merasakan selalu kegerahan (100%) sering merasa kehausan dan keringatan. Pada kamar kontrakan dengan harga sewa > Rp. 200.000,- /bulan, penghuni merasa harga sewa agak mahal tetapi perasaan kegerahan, haus dan keringatan hanya terkadang dirasakan; dan lokasi ini ternyata bebas banjir dimusim penghujan.

IV. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.

a. Usaha penyediaan kamar kontrakan di wilayah pusat Kota Denpasar, dapat dikembangkan menjadi alternatif usaha yang cukup menjanjikan, apabila dipersiapkan dengan lebih baik. b. Posisi kamar dan bangunan berpengaruh kepada kemampuan angin masuk ke dalam

ruangan, terlebih apabila pengaturan posisi bangunan yang benar akan menaikkan tingkat kenyamanannya.

c. Sistem penghawaan berupa cross ventilation yang jarang dipergunakan, menimbulkan ketidaknyamanan di dalam ruangan, walaupun sudah didukung ruang plavon yang memadai di bawah atap.

d. Luas jendela yang tidak memadai, selain mengakibatkan lambatnya sirkulasi udara, juga menyebabkan intensitas pencahayaan di dalam kamar kurang adekuat.

e. Ukuran kamar yang terlampau sempit dibanding jumlah perkakas, mengakibatkan terhalangnya keleluasaan gerak penghuni.

(6)

4.2 Saran

Untuk dapat mempertemukan berbagai kepentingan dalam usaha kamar kontrakan ini, perlu ditempuh pendekatan ergonomi. Terkait dengan harapan tersebut dalam hal ini disarankan sebagai berikut.

a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam karena minimnya telaah masalah yang terkait dengan usaha kamar kontrakan.

b. Disarankan untuk membuat lubang/jendela di bagian belakang kamar, atau dengan membuat bukaan atas/sky light, sebagai upaya perbaikan/intervensi pada bangunan yang telah ada.

c. Pengaturan parabot dengan model rak gantung menempel pada dinding, akan memberikan kesan ruangan lebih luas dan menambah keleluasaan gerak penghuni. d. Pemilik rumah hendaknya membuatkan dapur yang terpusat, di luar ruang tinggal. Hal

ini selain untuk mengurangi panas di dalam kamar, juga dapat menghilangkan gangguan bau masakan ke kamar lainnya.

e. Dipasang kipas angin di dalam kamar.

f. Desain kamar kontrakan hendaknya juga memikirkan tumbuh kembangnya jenis pekerjaan penghuni, sehingga sesuai dengan Kep.Men.PU. No. 20/KPTS/1986 tentang teknik pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun.

g. Dengan penambahan tanaman di halaman depan, akan menambah kesejukan lingkungan rumah kontrakan ini.

h. Lembaga fungsional seperti Dinas Tata Kota, sebelum memberikan ijin bangunan, perlu memberikan advice-planning dan penelitian yang lebih seksama dengan berbagai pertimbangan yang menyangkut masalah keamanan dan kenyamanan penghuni nantinya.

V. Kepustakaan

Annis J.F., Mc Confille J.T., edited by: Bhattacharya A., Mc Glothlin J.D.,1996. Anthropometri, Occupational Ergonomics Theory and Applications, Marcel Dekker, Inc. New York: 1-7. Amrita, AAN., 2000. Tinjauan Ergonomi terhadap Keberadaan Rumah-Rumah Sederhana Tipe

36/90, Proceeding Seminar Nasional Ergonomi, Surabaya 6-7 September: 243-244.

Departemen Tenaga Kerja, Republik Indonesia, 1995. Standar Pengujian Iklim Kerja dengan Parameter ISBB, Depnaker, Jakarta : 6-7.

Grandjean, E. 1988. Fitting the Task to The Man, Taylor & Francis, London: 76-88, 105-113. Manuaba, A. 1996. Penerapan Ergonomi Kesehatan Kerja di Rumah Tangga. Disampaikan pada

pembahasan Teknis Peningkatan Peranan Dharma Wanita di Jakarta tanggal 21 Oktober:: 1-11.

Manuaba, A. 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi, Surabaya 6-7 September: 1-4.

Menteri Perburuhan, 1964. Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja, Peraturan Menteri Perburuhan no.7 tahun 1964, Jakarta : 60 – 62.

Neufert, E, 1980. Architects’ Data, London: 15-30.

Oka Sujadnja, IGM., 1998. Kenyamanan Bale Meten dilihat dari sudut Ergonomis di Desa Gianyar, Proceedings Seminar Nasional Sehari- Ergonomi dan Fisiologi Olahraga-Universitas Udayana, Denpasar 18 Nopember: 40-42.

Panero, J & Zelnik, P, 1980. Human Dimension & Interior Space, A Source Book of Design Reference Standards, London: 37-45.

PUSPERKES, l995. Penelitian Kualitas Iklim Kerja dan Kebisingan Lingkungan Kerja Perkantoran, Jakarta: tabel-2.

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengukuran Mikroklimat, Kecepatan Aliran Udara dan Intensitas Pencahayaan
Gambar 1.  Denah, Layout Parabot dan Aliran Udara di dalam Kamar.
Gambar 2.  Skema Thermal dan Aliran Udara pada Ruangan Tanpa Penghawaan Silang.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahap perencanaan disiapkan hal-hal sebagai berikut: (1) menyiapkan bahan, inventarisasi kebutuhan, dan inventarisasi masalah/kesulitan guru dan kepala

Namun dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak

Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara telah menyediakan layanan koleksi digital pada pelayannya dalam kegiatan sehari – hari agar

Kajian ikan target tangkapan ( fish target ) dan daerah penangkapan ikan ( fishing ground ) dititikberatkan pada analisis entitas dan potensi ruang yang ditetapkan sebagai

X Muham mad Anugrah, Emsosfi Zaini, dan Rispiand a VSM dan WAM Membeerikan usulan berdasarkan identifikasi pemborosan yang terjadi menggunakan WAM Metode dalam

Pengujian lelah dengan siklus rendah dari alu- minum padu 7475-T351 merupakan pengujian dasar untuk mendapatkan karakteristik suatu material dimana hasilnya menunjukkan bahwa

Penelitian dari Basri et,al (2013) menemukan bahwa seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap hari. Kotoran sapi sebanyak itu dapat dihasilkan

Perancangan alat pendeteksi golongan darah manusia menggunakan metode ABO, darah diteteskan pada kaca preparat lalu dicampur dengan cairan antigen, kemudian sensor LDR akan