• Tidak ada hasil yang ditemukan

Index of /ProdukHukum/kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Index of /ProdukHukum/kehutanan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

  • Mata Pelajaran: Kehutanan
  • Topik: Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (I HMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi
  • Tipe: Peraturan Menteri Kehutanan
  • Tahun: 2009
  • Kota: Jakarta

I. Pengenalan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009, yang diterbitkan pada 11 Mei 2009 dan diundangkan pada 15 Mei 2009, menetapkan Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Dokumen ini merupakan revisi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.34/Menhut-II/2007, yang dianggap perlu penyempurnaan setelah evaluasi dan pembahasan dengan Tim Pakar IHMB dan Tim Pengendali Teknis IHMB. Peraturan ini memiliki implikasi penting terhadap proses administratif dan tata kelola kelembagaan di sektor kehutanan Indonesia, khususnya berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan hutan produksi secara lestari.

1.1 Latar Belakang dan Tujuan IHMB

Peraturan ini dilatarbelakangi oleh kewajiban pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk menyusun Rencana Kerja Usaha (RKU) berdasarkan inventarisasi hutan berkala sepuluh tahunan (sesuai Pasal 73 dan 75 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007). IHMB bertujuan untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan, menjadi dasar penyusunan RKU jangka panjang, dan bahan pemantauan kecenderungan kelestarian sediaan tegakan hutan. Ini menunjukkan pentingnya IHMB dalam proses perencanaan strategis dan pengambilan keputusan di tingkat operasional IUPHHK.

1.2 Ruang Lingkup dan Definisi Operasional

Pedoman ini mengatur tata cara penyelenggaraan IHMB pada hutan produksi yang dikelola dalam IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT, serta KPHP. Dokumen ini mendefinisikan berbagai istilah kunci seperti petak, plot contoh, sediaan tegakan hutan, dan berbagai jenis izin serta kelembagaan yang terlibat. Definisi-definisi operasional ini krusial untuk memastikan keseragaman pemahaman dan pelaksanaan IHMB di lapangan, menghindari ambiguitas interpretasi, dan memastikan konsistensi data yang dikumpulkan.

1.3 Implikasi Administratif dan Regulasi

Peraturan ini memiliki implikasi administratif yang signifikan. Ia menetapkan prosedur baku untuk pelaksanaan IHMB, termasuk perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan. Kegagalan mematuhi prosedur yang tercantum dalam peraturan ini dapat berdampak hukum bagi pemegang IUPHHK. Peraturan ini juga menekankan pentingnya peran berbagai lembaga dan pejabat kehutanan dalam pengawasan dan pengendalian IHMB, memperkuat aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam sektor kehutanan.

II. Proses dan Prosedur IHMB

Bagian utama peraturan ini menjelaskan secara detail proses dan prosedur pelaksanaan IHMB, mulai dari prasyarat pelaksanaan hingga analisis data dan pelaporan. Penjelasan yang sistematis dan terstruktur ini penting untuk memastikan konsistensi dan efisiensi proses administratif.

2.1 Prasyarat Pelaksanaan

Sebelum pelaksanaan IHMB, pemegang IUPHHK wajib menyusun rencana kegiatan yang meliputi peta areal kerja, data penginderaan jauh, peta stratifikasi tutupan hutan, rencana sampling, dan rencana pelaporan. Ini memastikan perencanaan yang matang dan mengurangi potensi kesalahan serta inefisiensi dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan. Perencanaan yang teliti ini merupakan praktik administratif yang baik dan penting untuk memastikan keberhasilan IHMB.

2.2 Pelaksanaan IHMB di Lapangan

Bab III dan IV menjelaskan secara detail pelaksanaan IHMB di hutan alam dan hutan tanaman, termasuk pembentukan tim pelaksana, penentuan plot contoh, pengukuran, dan pencatatan data. Detail prosedur ini penting untuk memastikan kualitas data yang dikumpulkan dan mengurangi bias dalam pengukuran dan analisis. Prosedur yang jelas dan rinci ini merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan IHMB dan meningkatkan akuntabilitas.

2.3 Analisis Data dan Pelaporan

Peraturan ini juga menjelaskan cara analisis data IHMB dan penyusunan laporan. Analisis data yang tepat dan laporan yang komprehensif penting untuk pengambilan keputusan yang tepat dan perencanaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Proses pelaporan yang sistematis dan terstruktur meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya hutan.

III. Aplikasi Praktis dan Evaluasi

Peraturan ini memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk pelaksanaan IHMB, yang memiliki aplikasi praktis yang luas dalam pengelolaan hutan produksi lestari di Indonesia. Evaluasi terhadap peraturan ini penting untuk memastikan efektivitas dan relevansinya dalam konteks perkembangan terkini.

3.1 Pengelolaan Hutan Lestari

IHMB, sebagaimana diatur dalam peraturan ini, menjadi alat penting dalam mendukung pengelolaan hutan lestari. Data yang dikumpulkan dapat digunakan untuk memantau kesehatan hutan, mengestimasi potensi hasil hutan, dan merumuskan strategi pengelolaan yang berkelanjutan. Ini memastikan pemanfaatan sumber daya hutan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan, selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

3.2 Pengambilan Keputusan Berbasis Data

Data yang dihasilkan dari IHMB memberikan dasar ilmiah untuk pengambilan keputusan dalam berbagai aspek pengelolaan hutan, seperti penetapan kuota tebangan, perencanaan reboisasi, dan pengelolaan konflik penggunaan lahan. Keputusan yang berbasis data memastikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan, mengurangi risiko kesalahan, dan meningkatkan transparansi.

3.3 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja

Prosedur pelaporan yang tercantum dalam peraturan ini memungkinkan pemantauan dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan secara berkala. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan sesuai dengan rencana dan peraturan yang berlaku, serta untuk melakukan penyesuaian jika diperlukan. Pemantauan dan evaluasi yang sistematis meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya hutan.

Gambar

Gambar 6. Diagram Alur Penentuan Kelas Tekstur Tanah Berdasarkan Metode Rasa Rabaan dan Gejala Konsistensi (Poerwowidodo, 1992; DEPTAN, 1992)
Gambar 7. Penentuan Posisi untuk Pengukuran Diameter
Tabel 3. Kelas Kualitas Batang (Log) Berdasarkan Kelurusan dan Kerusakan
Gambar 8. Penentuan Posisi “Pohon Masuk”  (•) dan “Pohon Keluar”(X)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Awang (2003) menyatakan ciri dari hutan rakyat adalah bahwa kegiatan penanaman pohon tersebut dilaksanakan di atas lahan milik rakyat. Walaupun demikian , kegiatan ini dapat

Pengelolaan hutan rakyat masih sangat tergantung pada pemilik lahan begitu juga penentuan jenis pohon yang akan ditanam sangat ditentukan oleh pemilik lahan, karena

Tahap I V, Peta Dasar Tematik Kehutanan ditumpang susun dengan peta pola ruang rencana tata ruang wilayah untuk mengetahui informasi mengenai kesesuaian rencana tata ruang

adalah luas lahan, volume kayu dan jumlah pohon baik dari jenis yang dominan maupun.. dari jenis yang

Sukses Kampanye I ndonesia Menanam yang dicanangkan Presiden RI , telah kita jadikan model di masa depan untuk terus menggalakkan gerakan penanaman pohon di seluruh tanah air,

1) Audit Perencanaan adalah audit dilaksanakan terhadap proses penyusunan rencana dengan menitikberatkan pada tahap penetapan pagu definitif. Substansi audit adalah

Pengelolaan madu oleh masyarakat Sumbawa umumnya dilakukan secara t radisional , dengan memanj at Boan (sebut an bagi pohon t inggi yang memiliki sarang lebah).. Pemanj at

jalur dan plot. 2) Buat sub-plot untuk tiang, pohon kecil dan pohon besar sesuai petunjuk inventarisasi, kemudian ukur diameter semua tiang, pohon kecil dan pohon besar