• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Salatiga 09 T1 292008048 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Salatiga 09 T1 292008048 BAB II"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Kajian Teori

2. 1.1 Metode Eksperimen

Metode adalah alat atau cara untuk mencapai tujuan. Semakin tepat

metode yang digunakan, semakin efektif pula pencapaian tujuan. Metode dan

tujuan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah metode dan tujuan

pembelajaran. Agar pencapaian tujuan pembelajaran IPA di SD diperlukan

kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran

yang sesuai dengan bahan ajar yang disajikan. Kegiatan pembelajaran lebih

diarahkan pada “learning” (belajar) daripada “teaching” (mengajar). Dengan

kegiatan pembelajaran yang demikian, guru di posisikan lebih banyak sebagai

fasilitator. Agar posisi guru sebagai fasilitator dapat benar-benar berjalan

sebagaimana mestinya, tampaknya metode eksperimen dapat menjadi salah

satu pilihan dalam metode pembelajaran. Namun demikian, apakah metode

eksperimen itu sendiri?

Rusyan (1993: 96), mengatakan bahwa metode eksperimen adalah cara

penyajian pelajaran, melalui percobaan-percobaan untuk membuktikan sendiri

sesuatu pernyatan atau hipotesis tertentu.

Modjiono (1997: 77), mengatakan bahwa metode eksperimen adalah

(2)

berdasarkan sejumlah bukti, fakta atau data), dari keadaan yang diamati

melalui eksperimen. Atau kata lainnya adalah metode eksperimen merupakan

kegiatan guru atau siswa untuk mencoba mengerjakan sesuatu serta

mengamati proses dan hasil percobaan itu.

Sahroni (1986: 3), menyatakan bahwa metode eksperimen adalah suatu

cara mengajar dimana siswa melibatkan diri di dalam proses untuk

menemukan sendiri suatu fakta atau suatu bukti yang ingin diketahi. Di dalam

metode eksperimen, siswa harus meneliti sendiri, mengamati, menganalisis,

memahami prosedur kerja, dan menarik kesimpulan sendiri.

Sependapat dengan Sahroni, Kartina (2011), mengemukakan bahwa

metode eksperimen sesungguhnya adalah metode belajar agar siswa mampu

mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan

yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Masih menurut

Kartina, dengan menggunakan metode belajar eksperimen, siswa dapat terlatih

dalam cara pikir ilmiah (scientific thinking).

Dari pemaparan di atas, dengan demikian dapat diidentifikasi tentang

metode eksperimen itu sendiri, yaitu:

1) Siswa dapat berkreasi sesuai dengan kreativitasnya, sekaligus dapat

menarik kesimpulan sendiri dari hasil percobaannya.

2) Adanya kegiatan percobaan baik dengan bimbingan guru maupun

(3)

selama ada petunjuk yang jelas tentang langkah-langkah yang harus

ditempuh dalam melakukan percobaan.

3) Guru dapat menilai kegiatan proses dan hasil dengan obyektif.

Mengacu pada berbagai penjelasan di atas, ditarik simpulan bahwa

metode eksperimen adalah metode belajar agar siswa mampu mencari dan

menemukan sendiri melalui percobaan, atas persoalan-persoalan yang

dihadapinya sendiri.

2.1.2 Langkah-langkah Metode Eksperimen

Agar penggunaan metode ini dapat berjalan tepat, diperlukan untuk

diketahui langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh dalam

mengimplementasi metode eksperimen. Ramayulis (2005: 250) memaparkan

apa saja yang perlu diketahui dalam melakukan metode eksperimen, berikut:

a. Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus

dilakukan dalam eksperimen.

b. Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa dalam

eksperimen.

c. Sebelum eksperimen itu dilaksanakan, terlebih dahulu, guru harus

menetapkan:

1) Alat-alat apa yang diperlukan

2) Langkah-langkah apa yang harus ditempuh

(4)

4) Variabel-variabel mana yang harus dikontrol

d. Setelah eksperimen guru harus menentukan apakah follow-up

(tindak lanjut) eksperimen, contohnya:

1) Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut.

2) Mengadakan tanya jawab tentang proses.

3) Melaksanakan tes untuk menguji pengertian peserta didik.

Mengacu pada penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

langkah-langkah metode eksperimen yang ditempuh guru dalam

pembelajaran di SD antara lain;

a. Memberikan penjelasan

b. Menentukan langkah-langkah pokok metode eksperimen

c. Menyiapkan alat dan bahan

d. Melaksanakan eksperimen

e. Menyusun laporan

f. Melakukan tanya jawab

g. Evaluasi.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen

Menurut Rusyan (1993: 96), metode eksperimen memiliki kelebihan

dan kekurangan antara lain, sebagai berikut:

a. Melatih disiplin diri peserta didik melalui eksperimen yang

dilakukannya terutama kaitannya dengan keterlibatan, ketelitian,

(5)

b. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta

didik melalui eksperimen yang dilakukannya sendiri secara langsung.

c. Peserta didik akan lebih memahami hakikat dari ilmu pengetahuan dan

hakikat kebenaran secara langsung.

d. Mengembangkan sikap terbuka bagi peserta didik.

e. Metode ini melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara

langsung dalam pengajaran, sehingga mereka terhindar dari

verbalisme.

Sedangkan kelemahan dari metode eksperimen antara lain:

a. Metode ini memakan waktu yang banyak, jika diterapkan dalam

rangka pelajaran di sekolah, ia dapat menyerap waktu pelajaran.

b. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang

tepat jika diterapkan pada pelajaran lain terutama bidang ilmu

pengetahuan sosial

c. Pada hal-hal tertentu, seperti eksperimen bahan-bahan kimia,

kemungkinan bahaya selalu ada. Dalam faktor hal ini faktor

keselamatan kerja perlu diperhitungkan.

d. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap, jika

kurang salah satu padanya, eksperimen akan gagal.

Untuk menekankan kegagalan, sebaiknya guru perlu menempuh

(6)

Tahapa ini berupa penetapan tujuan yang sesuai, penyediaan

fasilitas, uji eksperimen sendiri dan menyusun skenario

pembelajaran serta perangkat pembelajaran yang menunjang.

b. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini, guru dan siswa mendiskusikan mengenai

prosedur penelitian, alat dan bahan yang berbahaya, serta

membimbing siswa selama siswa melakukan percobaan.

Bimbingan tersebut dilaksanakan selama proses pembelajaran

hingga siswa menarik kesimpulan.

c. Tindak lanjut

2.2 Hasil Belajar 2.2.1 Belajar

Menurut Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku

yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam

Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan

oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak

dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan,

kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Beberapa pendapat di atas tersebut

menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang

(7)

Menurut Gagne (dalam Purwanto, 1993: 84), bahwa belajar terjadi

apabila suatu situasi stimulus bersama isi ingatan mempengaruhi siswa

sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah. Morgan (dalam Purwanto,

1993: 84), menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap

dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau

pengalaman. Sementara itu Witherington (dalam Purwanto, 1993: 84),

menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam

tingkah laku sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,

kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai

suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai reaksi yang berupa

kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian yang

disebabkan oleh situasi stimulus yang berupa latihan atau pengalaman yang

berulang-ulang.

2.2.2 Pengertian Hasil Belajar

Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam

mempelajari materi pelajaran atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk

skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

(Syah 1997:65).

Hasil belajar merupakan tolok ukur yang untuk mengetahui keberhasilan

(8)

hasil belajar. Agar seseorang tak mengutamakan hasil belajar dan mengabaikan

proses. Seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal

maupun faktor eksternal.

Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga

mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara

langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa

jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan

hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah)

kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000)

Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam

tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman,(3)

Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi.

Hasil belajar dalam bidang kognitif siswa bisa diukur dengan standar

KKM sekolah. SD N Salatiga 09 sebagai subjek penelitian menerapkan KKM

IPA adalah 7,00.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi/hasil

belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat

diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni penguasaan,

perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan

tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan dan hasil

(9)

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling

berinteraksi baik internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam

diri siswa, diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan

belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal

dari luar, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Surya (1987:

45), mendukung pernyataan ini dengan memaparkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Faktor internal

1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun

yang diperoleh

2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh yang terdiri atas:

a) Faktor-faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu

kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu

prestasi yang dimiliki

b) Faktof non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu

seperti sikap, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan

penyesuaian.

3) Faktor kematangan fisik maupun psikis

(10)

Pertama, kecerdasan intelegensi. Kecerdasan adalah

kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri

dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini salah

satunya ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Syah

(1999: 135), berpendapat bahwa intelegensi memberikan peluang

bagi sukesnya seorang siswa dalam belajar. Semakin tinggi

intelegensinya, semakin besar peluang sukses dalam belajar.

Kedua, minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap

untuk memperhatikan beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki

seseorang diperhatikan secara terus menerus yang disertai rasa

sayang. Winkel (1996: 24), menyatakan bahwa minat adalah

kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa

tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang

berkecimpung dalam bidang itu. Sejalan dengan Winkel,

Slameto (1995: 57), menjelaskan bahwa minat adalah

kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang

beberapa kegiatan, yang diminati seseorang, diperhatikan secara

terus-menerus yang disertai rasa sayang.

Ketiga, bakat. Bakat merupakan kemampuan tertentu yang

telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan bawaan. Purwanto

(1986: 28) menjelaskan bahwa bakat lebih dekat dengan kata

(11)

tertentu. Lebih lanjut, Kartono (1995: 2), menyatakan bahwa

bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan

kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi

kecakapan yang nyata. Berbeda dengan Kartono, Muhibbin

(1999: 136), mengatakan bahwa bakat adalah kemampuan

individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada

upaya pendidikan dan latihan.

Keempat, motivasi. Motivasi belajar merupakan faktor

pendorong penting, karena motivasi yang kuat dapat membantu

mengkondisikan siswa untuk belajar dalam situasi apa saja.

Nasution (1995: 73), menyatakan bahwa motivasi adalah segala

daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Dalam proses belajar, Sardiman (1992: 77), mengatakan bahwa

motivasilah yang menggerakan siswa untuk melakukan sesuatu

atau ingin melakukan sesuatu.

b. Faktor eksternal

1) Faktor sosial yang terdiri dari

a) Lingkungan keluarga

b) Lingkungan sekolah

c) Lingkungan kelompok

(12)

2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi

dan kesenian.

3) Faktor lingkungan fisik

4) Faktor lingkungan spiritual/keagamaan.

Untuk faktor-faktor eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, keluarga. Keluarga merupakan lingkungan

terkecil dimana seseorang dilahirkan dan dibesarkan serta dididik

pertama kalinya. Hasbullah (1994: 46), mengatakan:

“keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama,

karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan

pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam

keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi

pendidikan akhlak dan pandangan hidup”.

Kedua, sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan

formal pertama yang sangat penting dalam menentukan

keberhasilan belajar siswa. Karena itu, lingkungan sekolah yang

baik dapat mendorong siswa untuk dapat belajar lebih giat.

Keadaa sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan

guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.

Ketiga, masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan

salah satu faktor yang turut menyumbang keberhasilan siswa

(13)

pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, karena dalam

kesehariannya, anak akan banyak bergaul dengan lingkungan

dimana anak itu tinggal. Mengenai lingkungan masyarakat,

Kartono (1995:5), berpendapat demikian:

Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran

maupun kemudahan belajar anak, terutama teman-teman

sebayanya. Apabila anak-anak sebaya merupakan anak-anak

yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti

jejak mereka. Sebaliknya, bila anak-anak sekitarnya merupakan

kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan,

anakpun akan dapat terpengaruh pula.

2.3.IPA

2.3.1 Hakikat IPA

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diterjemahkan dari natural

science yang merupakan bagian dari science. Kata natural mengandung

pengertian alamiah atau berhubungan dengan alam, sedangkan kata science

diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan. Jadi secara harfiah, natural

science adalah ilmu pengetahuan tentang kejadian-kejadian alam atau

fenomena-fenomena alam. Dalam perkembangannya, natural science sering

(14)

Meskipun begitu, Brown (2002), menyatakan bahwa sains tidak hanya

mencakup produk dan proses, namun di dalam sains terkandung pula nilai

(value) atau sikap. Lebih rinci, Brown menyatakan bahwa sains mencakup

hal-hal berikut:

a. Science attitudes (sikap ilmiah), seperti: keyakinan, nilai-nilai,

gagasan/pendapat, objektif, jujur, menghargai pendapat orang lain dan

sebagainya.

b. Scientific process or method (metode ilmiah), yaitu cara khusus dalam

memecahkan masalah atau penyelidikan seperti: membuat hipotesis,

merancang dan melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan

menyusun data, mengevaluasi data, menafsirkan dan menyimpulkan

data, serta membuat teori dan mengkomunikasikannya.

c. Scientific products (produk ilmiah), yaitu berupa fakta, konsep,

prinsip, hukum, teori tentang fenomena dan sebagainya.

d. Science as a technology, yang diaplikasikan untuk menunjang

kesejahteraan manusia.

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa sains bukan sekedar kumpulan

pengetahuan tentang fenomena alam, tetapi juga menyangkut metode ilmiah

dan sikap ilmiah serta aplikasi teknologi sebagai hasil perkembangan sains.

Phenix (2002), menyatakan bahwa sains merupakan suatu metode untuk

(15)

Perntayaan ini merupakan penguatan terhadap pernyataan yang telah

dikemukan oleh Einstein tentang sains (dalam Darmojo, 1985), menyatakan

bahwa:

“science is the attempt to make the caotic diversity of our sense

experience correspond to a locigally uniform system of thought. In this

system single experience must be correlated with the theoretic structure in

such a way that resulting coordination is unique and convincing”

Sains harus dipahami dari berbagai aspek. Brown (2002)

mengemukakan ada lima aspek dalam memandang sains, yaitu: sains sebagai

institusi atau kelembagaan, sains sebagai metode ilmiah, sains sebagai salah

satu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia

terhadap alam semesta dan manusia serta sains sebagai kumpulan

pengetahuan yang sistematis dan logis.

Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka hakekat sains dari

waktu ke waktu mengalami perkembangan dan tidak bisa dilepaskan dari

perkembangan pelaksanaan metode ilmiah yang bergantung kepada

kemajuan teknologi. Hal ini dapat dipahami karena kegiatan observasi dan

eksperimentasi banyak dipengaruhi oleh penggunaan instrument yang

digunakan, karena banyak fenomena alam yang tidak dapat secara langsung

dapat diamati oleh manusia dengan inderanya tanpa menggunakan bantuan

(16)

2.3.2. Hakikat Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

a. Landasan Pengembangan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

Secara formal, pendidikan dimulai dari sekolah dasar. Dengan

demikian sekolah dasar memegang peranan penting dalam meletakan

fondasi bagi terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Menurut

Sukmadinata (2003), sekolah dasar sebagai satuan pendidikan

memiliki fungsi menyiapkan lulusannya untuk mencapai tiga sasaran.

Sasaran pertama adalah pengembangan kepribadian siswa. Sebagai

lembaga pendidikan formal pertama, sekolah dasar berfungsi untuk

memberikan dasar-dasar yang kuat dan kemampuan dasar bagi

pemenuhan kebutuhan, keamanan dan kesejahteraan pribadinya.

Sasaran kedua adalah pengembangan potensi dan kemampuan untuk

menjalin hubungan dalam masyarakat. Siswa sekolah dasar merupakan

calon warga masyarakat, namun sebenarnya sekarang mereka sudah

menjadi warga masyarakat anak-anak. Sebagai anak-anak, siswa

sekolah dasar harus dapat berinteraksi, menjalin hubungan dan

kerjasama dengan sesamanya serta mampu mematuhi aturan dan

nilai-nilai yang ada dilingkungannya. Sasaran ketiga adalah pengembangan

potensi dan kemampuan untuk melanjutkan studi ke jenjang

selanjutnya. Dengan demikian, sekolah dasar harus memberikan

dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, motivasi bagi siswanya

(17)

ini, maka sekolah dasar dituntut untk memberikan landasan yang kuat

dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini diperlukan dalam

memberikan landasan yang kuat untuk selanjutnya diperkaya dan

diperluas pada tahap perkembangan berikutnya.

Sasaran-sasaran pendidikan dasar di atas, dapat dicapai dengan

baik, apabila kompetensi peserta didik dapat dimunculkan secara

optimal melalui sistem pendidikan itu sendiri. Sukmadinata (2003)

mengelompokkan lima macam kompetensi yang harus dimiliki

manusia, yaitu: kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi

akademis, kompetensi vokasional, dan kompetensi professional. Siswa

dalam usia sekolah dasar setidaknya dapat memiliki tiga kompetensi

dari lima kompetensi yang disebutkan di atas, yakni: kompetensi

dasar, kompetensi umum dan kompetensi akademis. Kompetensi dasar

merupakan kompetensi atau kecakapan awal yang perlu dikuasai anak

untuk menguasai kompetensi-kompetensi yang lebih tinggi. Berbicara,

menulis, membaca dan berhitung merupakan kompetensi dasar yang

diajarkan sejak kelas satu sebagai bekal untuk penguasaan kompetensi

yang lebih tinggi di kelas berikutnya, terutama dalam memahami dan

menguasai bidang studi yang diajarkan. Termasuk ke dalam

kompetensi dasar adalah kemampuan untk menjaga dan memelihara

(18)

yang diperlukan dalam kehidupan di keluarga dan masyarakat sekitar.

Contoh tindakan yang termasuk ke dalam kecakapan umum untuk

siswa sekolah dasar misalnya: menyebrang zebra cross;

menghidupkan dan mematikan barang-barang elektronik seperti

misalnya televisi, radio, komputer, dll; naik dan turun dari kendaraan

umum, merawat benda-benda miliknya sendiri; mengendarai sepeda;

menggunakan alat-alat telekomunikasi seperti telepon rumah,

handphone dan telepon umum. Kompetensi akademis merupakan

kecakapan dan kemampuan berkenaan dengan aplikasi konsep,

prinsip, dan pengetahuan dalam kehidupan peserta didik. Dengan

memiliki kecakapan akademis atau disebut pula kemampuan

operasional peserta didik tidak hanya tahu dan mengerti pengetahuan

yang terdiri dari konsep, prinsip dan hukum dalam berbagai bidang

studi yang mereka pelajari (seperti misalnya: IPA, IPS, Matematika,

Bahasa Indonesia, dsb), tetapi lebih jauh dari itu, mereka dapat

menerapkan atau menggunakannya dalam kehidupan keseharian

mereka. Peserta didik yang memiliki kompetensi akademik misalnya

dalam bidang IPA yang berkaitan dengan tekanan air dapat

menerapkan pengetahuannya untuk memindahkan benda-benda berat

di darat dan di air. Siswa yang memiliki kompetensi akademik dalam

(19)

dapat berbicara dengan struktur yang baik dan benar dan membuat

karangan.

Sependapat dengan Sukmadinata, Parkay (2006), menyatakan

bahwa pendidikan di sekolah dasar dikembangkan untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu yang dirinci menjadi duabelas tujuan, yaitu: (1)

membantu peserta didik mengembangkan rasa percaya diri dan

percaya terhadap orang lain serta meningkatkan keinginan untuk

berinisiatif; (2) mengenalkan organisasi dan struktur tanpa

menghalangi kreativitas dan ekspresi diri; (3) mengembangkan

kecakapan sosial melalui belajar kelompok besar maupun kecil dan

aktivitas individu; (4) membangun fisik peserta didik yang sehat; (5)

dalam pendidikan dasar diajarkan hal-hal yang fundamental dalam

aspek komunikasi dan menghitung; (6) membangun keinginan untuk

belajar berbagai bidang pelajaran dengan mengenalkan mereka

terhadap beragam bidang pengetahuan; (7) mengembangkan rasa

percaya diri dan memperoleh rasa aman dengan menyediakan

kesempatan pada setiap anak untuk mencapai kesuksesan; (8)

menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk mengalami

bagaimana mencapai kepuasan; (9) mengembangkan apresiasi

terhadap hal-hal yang berharga dan apresiasi terhadap perbedaan yang

(20)

rasa peduli peserta didik terhadap lingkungan, masyarakat lokal

maupun global, masa depan dan kesejahteraan orang lain; dan (12)

membantu peserta didik untuk memiliki dan mengembangkan

nilai-nilai moral.

Menurut England Parliament Office of Science and Technology

(2003), secara umum, sasaran pendidikan IPA di sekolah dasar

dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: (1) untuk menstimulasi rasa

ingin tahu siswa dengan dunia di sekitar mereka dan mendorong cara

berpikir kritis serta berpikir kreatif; (2) menciptakan landasan bagi

pembelajaran IPA di sekolah menengah. Untuk memenuhi tujuan ini,

maka peserta didik selain perlu pengetahuan IPA, juga memiliki

kemampuan menggunakan metode ilmiah yang meliputi:

mengindetifikasi pernyataan yang diajukan secara ilmiah,

merencanakan dan melakukan penelitian, mengevaluasi data dan

mengenali keterbatasan dari pekerjaan yang mereka lakukan dan yang

dilakukan orang lain. Dengan demikian, maka pendidikan IPA yang

dilangsungkan di sekolah dasar, memiliki target tidak hanya

menekankan pada penguasaan konsep-konsep IPA, tetapi juga

mengembangkan metode ilmiah dan sikap-sikap ilmiah dalam

memahami fenomena alam sesuai hakekat IPA. Dengan karakteristik

tersebut, maka landasan pengembangan pembelajaran IPA tidak dapat

(21)

National Science Education Standar (NSES, 1996), menyatakan

bahwa dalam belajar IPA, siswa diajak untuk mendeskripsikan objek,

kejadian, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan,

mengkonstruksikan penjelasan tentang fenomena alam.

Penjelasan-penjelasan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yang

kemudian dikomunikasikan pada orang lain.

Pembelajaran IPA merupakan “proses aktif” yang tidak hanya

melibatkan aktivitas mental (minds-on), tetapi juga melibatkan

aktivitas fisik (hands-on). Pembelajaran IPA harus melibatkan siswa

dalam berinvestigasi melalui kegiatan inkuiri, dimana siswa

berinteraksi satu sama lainnya dan dengan guru.

b. Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar

Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan

kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Sandall dan Barbara

(2003), tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun

rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya dan

menyediakan kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta

mengkomunikasikannya. Tujuan pendidikan IPA di Indonesia

dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar

yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan

(22)

“kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada

SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi dan

mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan

kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan

mandiri”

Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran

standar isi Permendiknas No 22 Tahun 2006. Berdasarkan

Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam

ciptaan-Nya

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari;

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran

tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat

d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusanl;

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam mememilhara,

(23)

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan

segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006

tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan

yang memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan

menceritakan hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis;

b. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat

hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan

interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya;

c. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan

tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup;

d. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan

penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya;

e. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan

kemanfaatannya;

f. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan

perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan

(24)

2.4. Hasil Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian lain

yang digunakan sebagai bahan kajian yang relavan. Adapun penelitian-penelitian

yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul

penelitian: Studi Komparatif Penggunaan Metode Simulasi dengan

Metode Eksperimen terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SDN

Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen Tahun Ajaran 2010/2011. Tujuan

dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antara metode

simulasi dan metode eksperimen terhadap prestasi belajar IPA kelas V SD

Wonorejo 2. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode tes, dan dokumentasi. Berdasarkan analisis data

diperoleh rhitung sebesar 74, 58 sedangkan dalam tabel signifikansi 5%

diperoleh hasil 66,09 dan untuk 1% diperoleh hasil 0,46. Karena thitung >

ttabel atau 3,248 > 2,069 sehingga Prestasi Belajar IPA siswa yang dikenai

metode eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan

metode simulasi. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka

pembuktian hipotesisnya berbunyi: berarti ada perbedaan pada tingkat

kesalahan 5% ada perbedaan prestasi belajar IPA, berdasarkan nilai

(25)

simulasi, yaitu 74, 58 > 66,09, berarti prestasi belajar IPA siswa yang

dikenai metode eksperimen lebih baik dibandingkan dengan metode

simulasi.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Noor Jannah (2011) dengan judul

penelitian: “Pengaruh Penarapan Metode Eksperimen Terhadap Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas III Materi Bumi dan Alam Semesta SDN

Penanggunan Malang. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan

masalah: Apakah ada pengaruh penerapan metode eksperimen terhadap

hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Penanggunan Malang? Rancangan

penelitian ini adalah true experimental atau biasa disebut eksperimen yang

sebenarnya. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Pre-test dan Post-test Group. Instumen yang digunakan adalah tes

hasil belajar siswa. Guru memberikan pre test untuk mengetahui

kemampuan awal dan post test untuk mengetahui kemampuan akhir siswa.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

antara nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Perbedaan ini bukan semata-mata hasil perlakuan, sebab banyak variabel

yang dikontrol, sehingga penelitian ini dinamakan true eksperimen design.

Dari hasil analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada

kelompok eksperimen 79,10 lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar

(26)

3. Abdul Mutholib (2009) dengan skripsinya yang berjudul ” Penggunaan

Metode Eksperimen pada Mata Pelajaran IPA untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Kelas IV SD Sidorejo Lor 05 Salatiga Semester I Tahun

2009/2010” yang menyimpulkan sebagai berikut:

a. Metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada

pokok bahasan benda dan perubahannya hal ini dapat dilihat dari hasil

belajar siswa pada pembelajaran siklus I dan siklus II sebagai berikut:

Terjadi peningkatan prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus I

dari rata-rata ulangan harian 54,9 menjadi 64,4 pada postes atau

meningkat sebesar 17,3%. Terjadinya peningkatan prestasi belajar

siswa pada pembelajaran siklus II dari rata-rata nilai 64,4 meningkat

menjadi 77,4 pada postes atau meningkat sebesar 20,2%.

b. Metode eksperimen yang diterapkan dapat meningkatkan keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan pencapaian

kompetensi belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM). Adapun tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran siklus I

dengan rata-rat 64,5 serta meningkat menjadi 72,1 pada siklus II atau

meningkat sebesar 11,8%.

c. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara keaktifan dengan prestasi

belajar siswa didapatkan koefisien korelasi (r) antara keaktifan dengan

prestasi belajar sebesar 0,340 dengan signifikan 0,026, dan pada siklus

(27)

0,349 dengan signifikan 0,022. Hal ini menunjukkan bahwa kategori

korelasi yang diperoleh memiliki tingkat hubungan yang rendah dan

hubungan tersebut adalah hubungan yang signifikan, karena p = 0,026

dan 0,022 < 0,05. Hal ini mengandung makna bahwa pembelajaran

yang dilakukan dengan menerapkan metode eksperimen

membangkitkan keaktifan siswa dan terbukti secara signifikan dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul

Penelitian Efektivitas Penggunaan Metode Eksperimen terhadap

Prestasi Belajar IPA SDN Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode

eksperimen dalam pembelajaran IPA kelas V SDN Wonorejo 2.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Berdasarkan hasil analisis

data diperoleh t hitung 74.58 sedangkan dalam tabel signifikansi 0.05

diperoleh hasil 66.09 dan untuk signifikansi 0.01 diperoleh 0.46.

karena t hitung lebih besar dari t tabel atau 3.248 > 2.06 berdasarkan

hasil perhitungan tersebut, maka pembuktian hipotesis yang berbunyi

metode eksperimen efektif dalam meningkatkan prestasi belajar IPA

diterima.

2.5.Kerangka Berpikir

(28)

hasil percobaannya secara langsung, siswa juga dapat aktif melakukan percobaan,

dan guru juga dapat menilai kegiatan proses dan hasil dengan obyektif.

Prestasi/hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau

usaha yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni

penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat

diukur dengan tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan

dan hasil belajar kognitif siswa kelas V di SDN Salatiga 09. Keberhasilan

belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi baik

internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa,

diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan belajar, dan

lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar,

seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Tujuan dari pembelajaran IPA, hal yang ditekankan bahwa mata pelajaran

IPA membutuhkan interaksi atau pengalaman langsung siswa sebagai peserta

belajar dengan subyek yang hendak dipelajarinya. Hal ini disebabkan karena

mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran yang membutuhkan eksplorasi dari

siswa agar terjadi sintesis antara teori (konsep) yang didapatkan dan kenyataan

yang dialami secara langsung. Karena penekanan dalam mata pelajaran IPA

adalah konsep atau teori diperlakukan bukan sebagai kebenaran akhir, tetapi

diperlakukan sebagai kebenaran sementara (hipotesis), yang perlu dibuktikan

(verifikasi) secara langsung melalui interaksinya dengan subyek yang

(29)

siswa memiliki perubahan pada aspek-aspek belajar khususnya dalam aspek

kognitif.

Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka pikir penelitian ini adalah

sebagai berikut (lihat bagan):

Gambar 2.1 skema kerangka berfikir

2.5. Hipotesis

Dari berbagai pemaparan di atas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini

adalah:

1. H0 = penggunaan metode eksperimen tidak efektif dalam meningkatkan

hasil belajar kognitif IPA siswa kelas V Sekolah Dasar.

2. H1 = penggunan metode eksperimen efektif dalam meningkatkan hasil

belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar.

Metode

Eksperimen

Menarik kesimpulan Menjelaskan Membuat dugaan Menggolongkan Pengamatan

Kognitif

Gambar

Gambar 2.1 skema kerangka berfikir

Referensi

Dokumen terkait

14. Agus Sarifudin, S.P.d., MM Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat 15. Made Saputra, S.Pd., M.Si Dinas Pendidikan Propinsi Bali.. Cabang

Huffman Edna K., Health Information Management, Tenth Edition AHIMA, (Berwyn, Illionis: Physician Record Company , 1994) 2.. Shauw Patricia

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis statistik, yaitu dengan memberikan bobot skor pada tiap item atau pertanyaan

33 / 561 Laporan digenerate secara otomatis melalui aplikasi SSCN Pengolahan Data, © 2018 Badan Kepegawaian Negara...

Peneliti menginginkan pendapat anda mengenai “ PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL, GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA.. KARYAWAN

Dengan situs ini, masyarakat dapat mengetahui informasi tentang penelusuran gua mulai dari materi hingga tehnik yang digunakan sehingga informasi yang diperoleh dapat dipelajari

Kebijakan moneter kuantitatif adalah langkah-langkah bank sentral yang tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan suku bunga dalam perekonomian..

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis faktor leverage, opini audit, dan laba/rugi operasi, baik secara simultan maupun secara parsial, terhadap audit delay