• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU AGRESIF DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH AUTHORITARIAN, ASERTIVITAS DAN TAHAP PERKEMBANGAN REMAJA PADA ANAK BINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJA JAWA TENGAH ipi124191

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU AGRESIF DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH AUTHORITARIAN, ASERTIVITAS DAN TAHAP PERKEMBANGAN REMAJA PADA ANAK BINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJA JAWA TENGAH ipi124191"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUMANITAS

PERILAKU AGRESIF DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH

AUTHORITARIAN,

ASERTIVITAS DAN TAHAP PERKEMBANGAN

REMAJA PADA ANAK BINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN

ANAK KUTOARJA JAWA TENGAH

S. Hafsah Budi A

Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh authoritarian, asertivitas dan tahap perkembangan remaja dengan perilaku agresi anak. Hipotesis yang diajukan (1) ada perbedaan perilaku agresif pada remaja awal dan remaja tengah, (2) ada hubungan psitif antara persepsi pola asuh authoritarian dengan perilaku agresif (3) ada hubungan negatif antara asertivitas dengan perilaku agresif.

Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan agresif antara remaja awal dan remaja tengah, nilai F sebesar 0,443 (p> 0,05), jadi hipotesis pertama diterima. Hasil analisis hubungan antara Pola asuh authoritarian orangtua mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan agresi, nilai rxy= 0,370 taraf signifikansi p < 0,001, sumbangan efektif 13,5%, jadi hipótesis kedua diterima. Hasil uji hipótesis ketiga didapatkan rxy 0,006 dengan taraf signifikansi p > 0,05, jadi hipotesis ketiga ditolak.

Hasil penelitian Kualitatif: (a) Hasil observasi, hubungan pembina dengan anak binaan cukup baik, sesama anak binaan saling membantu. (b) Berdasar hasil focus group discussion, ditemukan : (1) Setelah melakukan agresi merasa tenang, setelah tertangkap takut dan menyesal. (2) Ketika dimasukkan kedalam penjara dewasa mengerikan sering dipukuli dengan sesama napi, di LP Anak Kutoarjo lebih santai tidak ada yang memukul. Hasil wawancara ditemukan (1) tidak ada perbedaan perilaku agresi yang dilakukan anak usia 14 tahun (remaja awal) dan anak usia 17 tahun (remaja tengah), (2) hubungan antara anak dengan orangtua pada dasarnya baik peran ayah dan ibu cenderung authoritatif akan tetapi ada ayah yang authoritarian. (3) anak binaan cenderung mempunyai asertivitas pasif, mereka lebih banyak menyelesaikan persoalan dengan kekuatan fisik, dan mudah terbawa emosi.

(2)

Abstract

The aim of this research was to know the correlation among authoritarian parenting, assertiveness, the stage of adolescence development and the agressiveness behavior of children. The presented hypothesis were: (1) there was difference between early and middle adolescence aggressiveness behavior, (2) there was a correlation between authoritarian parenting and aggressiveness behavior, (3) there was correlation between assertiveness and aggressiveness behavior, (4) there was correlation among authoritarian parenting, assertiveness and aggressiveness behavior.

The result of analysis between early and middle adolescence were: the aggressiveness wasn’t so different, F value is 0.443 (p = 0.508 >0.05), so the first hypothesis was accepted. Analysis result of correlation between authoritarian parents guidance pattern have relation that very significant with aggression. Value of rxy= 0,370 significance level p < 0,001, effective contribution 13,5%, so second hypothesis was accepted. The result of third hypothesis was rxy 0,006 with significance level p > 0,05, the effective contribution is 2.4%, so, the third hypothesis was refused.

The result of qualitative research: (a) Observation result, the relationship between trainers and the trainee was quite good, the trainee help each other. (b) In the focus group discussion founded: (1) after doing aggressiveness they feel calm, after caught they scary and regret. (2) When converted into adult jail the trainee usually beat by prisoner, here more relax, nobody beating. Interview result founded the relation between children and parent basiccally good. The role of father and mother tend to be authoritative and there was found authoritarian father too. The cause of children criminal act were: wanted to take revenge, influented by the peers, economy factor, and unintentionality. When the trainee doing the agresiveness, they feel unguilty and hard to control the emotion. But after they do that, they feel satisfied but regret too. Some of the trainee want to continue their study after they go out from the jail and the others want to continue their work.

(3)

HUMANITAS Pendahuluan

Di Indonesia, seiring dengan peningkatan perilaku kekerasan di masyarakat pada umumnya, perilaku kekerasan di kalangan anak dan remaja juga tampak semakin meningkat. Berbagai bentuk peristiwa kekerasan secara fisik dan verbal tidak hanya terjadi secara musiman, melainkan dapat terjadi setiap saat, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Berdasar data statistik Lapas anak Kutoarjo Jawa Tengah, setiap tahunnya tindak pidana yang dilakukan anak binaan Lapas Kutoarjo semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Selama periode tahun 2006 sampai Mei 2007, dibandingkan dengan tahun 2006 meningkat tajam. Pada kasus pencabulan naik 180%, pada kasus pembunuhan naik 100%, pengroyokan juga naik 100%, kasus pencurian dan perampokan naik 850%, untuk tindak pidana narkoba ada empat kasus, pada tahun sebelumnya tidak ada

(4)

Perilaku asertif berbeda dengan perilaku non asertif (perilaku pasif dan perilaku agresif). Menurut Lioyd (1991) perilaku non asertif bersifat pasif dan tidak langsung. Perilaku non asertif ini cenderung mengkomunikasikan suatu pesan inferioritas, dengan membiarkankeinginan, kebutuhan dan hak orang lain menjadi lebih penting dari dirinya sendiri, sehingga seringkali dirinya menjadi korban dari perilakunya sendiri. Individu yang bertingkah laku non asertif tidak memiliki kepercayaan diri dalam suatu hubungan interpersonal, tidak spontan dalam mengekspresikan emosi dan perasaan, sering merasa tegang dan cemas, serta membiarkan dan memberi kesempatan pada orang lain membuat keputusan untuk dirinya (Kanfer & Goldstein, 1975). Sebaliknya, perilaku agresif lebih kompleks sifatnya. Perilaku agresif ini dapat berarti aktif atau pasif, langsung maupun tidak langsung, tetapi selalu mengkomunikasikan kesan superioritas dan tidak adanya respek/penghargaan pada orang lain. Bertingkah laku agresif, berarti individu menempatkan keinginan, kebutuhan dan hak individu di atas keinginan, kebutuhan dan hak orang lain, serta berusaha menuruti kemauan dirinya tanpa memberi pilihan pada orang lain. Sementara itu, perilaku asertif lebih bersifat aktif, langsung dan jujur. Perilaku asertif ini mengkomunikasikan kesan respek/penghargaan, baik pada dirinya sendiri mupun pada orang lain.

Individu yang bertingkah laku asertif memandang keinginan, kebutuhan dan hak individu sama dengan keinginan, kebutuhan dan hak orang lain. Oleh karena itu perilaku asertif bagi remaja sangat dibutuhkan. Townend (1991), menjelaskan bahwa individu yang asertif memiliki ciri terbuka kepada orang lain, meskipun berbeda pandangan, mampu mengekspresikan dirinya dengan jelas, serta mampu berkomunikasi secara efektif, jadi jelas, perilaku asertif dapat mereduksi tekanan emosional atau beban masalah yang dihadapi remaja. Selain itu dapat membantu membangun hubungan interpersonal yang baik, sehingga agresif yang disebabkan karena masalah di atas dapat dihindarkan.

Tinjauan Pustaka

(5)

HUMANITAS

Faktor keluarga memberikan kontribusi terhadap perkembangan perilaku anak. Sejumlah karakteristik keluarga seperti kekerasan domestik, praktek pengasuhan, status sosial-ekonomi, latar belakang pendidikan dan kepribadian antisosial orangtua memberikan kontribusi terhadap perkembangan perilaku anak termasuk perilaku kekerasan. Orang tua sebagai pemegang posisi kunci dalam keluarga memainkan peran besar dalam memunculkan perilaku agresif dan kekerasan (Grusec, 1997).

Orangtua yang bersikap pasif terhadap perilaku kekerasan dan memilih hukuman fisik dalam menerapkan disiplin, mengindikasikan kegagalan dalam pemecahan problem hubungan interpersonal dan mengembangkan perilaku non-kekerasan (Stouthamer-Loeber, 1984). Kurangnya pengawasan orangtua, inkonsistensi disiplin, hukuman fisik dan sikap menolak orangtua yang ditandai dengan sikap kritis secara berlebihan, kebencian dan hukuman fisik berpengaruh terhadap perilaku agresif dan kekerasan (Murray, 2000).

Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, 1988). Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirya melampiaskan amarahnya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Hubungan dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-Iarangan yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar, seperti anak dilarang untuk bermain di luar, tetapi di dalam rumah tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena kesibukan mereka.

Kepribadian antisosial juga berpengaruh terhadap perilaku kekerasan siswa. Di samping itu, aspek-aspek kepribadian termasuk temperamen, harga diri, kontrol diri, asertivitas dan konsep diri negatif berhubungan dengan perilaku kekerasan. Asertivitas menggambarkan adanya perbedaan-perbedaan individual dalam reaktivitas dan regulasi diri dipengaruhi dan memengaruhi pengalaman individual. Individu yang menunjukkan temperamental tinggi cenderung melakukan tindakan destruktif, impulsif, dan tindakan tidak terkontrol (Inomata, 1996).

(6)

agresif atau asertif bukanlah perilaku bawaan, tetapi merupakan pola perilaku yang sebagian besar di pelajari dalam lingkungan sosialnya (Towned, 1991). Alberti dan Emmons (dalam Bruno, 1989) mengatakan bahwa individu dengan respon perilaku pasif yang dominan, biasanya dalam berinteraksi dengan orang lain gagal menegakkan hak-hak mereka, serta gagal untuk mengekspresikan pandangan/perasaannya secara bersama-sama. Ia mengekspresikan pikiran-pikiran/perasaan-perasaan dan keyakinan-keyakinannya dengan cara meminta ma’af, berhati-hati/tidak menonjolkan diri. Perilaku pasif didasarkan pada keyakinan bahwa kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginannya kurang begitu penting dibandingkan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan orang lain. Ciri khusus dari perilaku ini adalah penjelasan-penjelasan yang panjang, memberi alasan yang mencela diri, mengambil muka, berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan orang lain. Berbeda dengan individu yang memberikan respon agresif yang dominan dalam banyak situasi individu merasa bahwa hak-haknya lebih penting dari pada hak-hak orang lain. Individu mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan keyakinan-keyakinan dengan cara yang kurang pantas dan tidak tepat, meski merasa bahwa pandangan-pandangannya tepat. Sementara pada individu yang asertif dalam banyak situasi akan mampu menegakkan hak-haknya dengan cara yang tidak melanggar hak-hak orang lain. Ia mengekspresikan sudut pandangnya secara langsung, jujur dan terbuka yang pada waktu yang sama menunjukkan bahwa individu tersebut juga memahami posisi orang lain.

Perilaku asertif berbeda dengan perilaku non asertif (perilaku pasif dan perilaku agresif). Menurut Lioyd (1991) perilaku non asertif bersifat pasif dan tidak langsung. Perilaku non asertif ini cenderung mengomunikasikan suatu pesan inferioritas, dengan membiarkan keinginan, kebutuhan dan hak orang lain menjadi lebih penting dari dirinya sendiri, sehingga seringkali dirinya menjadi korban dari perilakunya sendiri.

Asertivitas berhubungan dengan perilaku agresif. Hal ini dimungkinkan karena anak yang memiliki asertivitas aktif akan memandang keinginan, kebutuhan dan hak individu sama dengan keinginan, kebutuhan dan hak orang lain. Sebaliknya anak yang bertingkah laku non asertif tidak memiliki kepercayaan diri dalam suatu hubungan interpersonal, tidak spontan dalam mengekspresikan emosi dan perasaan, sering merasa tegang dan cemas, serta membiarkan dan memberi kesempatan pada orang lain membuat keputusan untuk dirinya (Kanfer & Goldstein, 1975). Oleh karena itu anak yang mempunyai perilaku asertif pasif dapat menimbulkan kecenderungan perilaku antisosial termasuk perilaku agresif.

(7)

HUMANITAS

remaja diklasifikasikan dalam dua kelompok utama, yaitu (a) faktor ekstrinsik atau faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa termasuk faktor demografis, seperti jenis kelamin, pendidikan orangtua, usia, status sosial ekonomi orangtua, faktor sosial, seperti pengalaman perilaku kekerasan, pengasuhan orangtua, interaksi guru-siswa, dan pengaruh teman sebaya, (b) faktor intrinsik atau faktor-faktor yang bersumber pada diri remaja termasuk sifat-sifat kepribadian, temperamen, konsep diri, kontrol diri, asertivitas dan harga diri.

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku agresif sebagaimana dijelaskan di atas, tidak akan dikaji secara menyeluruh. Dalam penelitian ini akan dibatasi pada pola asuh authoritarian orangtua dan asertivitas. Hal ini didasarkan pada permasalahan dan tujuan penelitian serta berbagai keterbatasan penulis.

Variabel pola asuh authoritarian dan asertivitas dipilih didasarkan pendapat Bandura (1977) bahwa sebagian besar tingkah laku individu diperoleh melalui hasil belajar observasional. Individu yang menyaksikan dan memeroleh perlakuan kekerasan dari orangtua tidak hanya mengimitasi perilaku kekerasan tetapi cenderung memiliki kompetensi sosial yang rendah, problem akademik dan kegagalan sekolah. Di samping itu, asertivitas tampaknya masih menjadi perdebatan dalam hubungannya dengan kecenderungan perilaku agresif remaja.

Pertanyaan Penelitian

1. Apakah terdapat perbedaan agresif pada remaja awal dan remaja tengah pada anak binaan Lapas anak Kutoarjo?

2. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh authoritarian dengan perilaku agresif?.

3. Apakah terdapat hubungan antara asertivitas dengan perilaku agresif?

Metode Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri atas satu variabel dependen yaitu perilaku agresif, dua variabel independen yaitu persepsi pola asuh authoritarian, asertivitas serta satu variabel moderator yaitu tahap perkembangan remaja.

(8)

teman sesama anak binaan.

Alat pengumpul data, untuk memperoleh data tentang variabel-variabel dalam penelitian ini digunakan instrumen : (a) Skala Agresif, digunakan untuk mengungkapkan perilaku agresif. Aitem-aitem pada skala ini dikembangkan berdasar skala perilaku kekerasan yang disusun oleh Truscott (1992), (b) Skala asertivitas, digunakan untuk mengungkapkan asertivitas subjek. Aitem-aitem pada skala ini merupakan adaptasi skala asertivitas dari Afiatin (2003), (c) Skala Pola asuh Authoritarian, digunakan untuk mengungkapkan pengasuhan authoritarians orangtua yang disusun berdasar konsep Baumrind (1971), (d) Wawancara Mendalam, dilakukan kepada lima anak binaan yang mempunyai kasus berat, bertujuan untuk mengeksplorasi temuan data-data di lapangan. Menurut Bankster, dkk (dalam Poerwandari, 2001) kelebihan dari wawancara mendalam adalah peneliti dapat melakukan eksplorasi kepada responden penelitian melalui isu topik yang sedang diteliti yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan yang lain. (e) Observasi, adalah metode yang paling dasar dan paling tua dari ilmu-ilmu sosial, karena dalam cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik itu kualitatif maupun kuantitatif mengandung aspek observasi didalamnya. Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti melihat dan memperhatikan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah, (Banister, dkk dalam Poerwandari, 2001). (f) Dokumentasi, digunakan sebagai langkah awal untuk memperoleh gambaran tentang responden yang akan dijadikan responden penelitian dan untuk mendapatkan data anak binaan Lapas anak Kutoarjo, dengan cara melihat dokumen yang ada pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo. Data yang diambil dari dokumentasi adalah data Jenis-jenis tindak pidana yang dilakukan dan jumlah hukuman yang harus dijalani anak binaan. (g) Focus Group Discusion, digunakan sebagai salah satu cara untuk memperoleh informasi tentang latar belakang masalah responden. Dengan diskusi kelompok terfokus responden dapat mengungkapkan masalah-masalah mereka secara terbuka dan saling tukar informasi. Dalam focus group discusion, subjek yang mengikuti ada lima orang berdasarkan kasus-kasus yang dianggap berat dan ditentukan oleh pembina. Informasi-informasi inilah yang akan dijadikan sebagai salah satu tambahan untuk data penelitian.

(9)

HUMANITAS

SPSS for Window Versi 10 yaitu dengan tehnik: (a) Uji Univariat Analysis of Variance untuk menguji hipotesis pertama. (b) Uji Parsial corelation untuk membuktikan hipotesis kedua dan ketiga.

Data dari hasil observasi antara pembina dengan anak binaan dan antar anak binaan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data dari hasil wawancara dibuat verbatim. Berdasarkan hasil wawancara dalam bentuk verbatim ditemukan tema-tema yang relevan dengan pertanyaan penelitian.

Hasil Penelitian

Hasil analisis perbedaan perilaku agresif remaja awal dan remaja tengah dengan dikontrol variable pola asuh authoritarian dan asertivitas diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku agresif antara remaja awal dan remaja tengah, nilai F sebesar 0,443 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa hipotesis yang menyatakan ada perbedaan antara perilaku agresif remaja awal dan remaja tengah diterima. Rata-rata agresif remaja awal dan remaja tengah sedang.

Untuk menguji hipótesis kedua, digunakan analisis korelasi partial, hasilnya adalah koefisien korelasi parsial sebesar 0,370 dengan taraf signifikansi p<0,001, artinya antara Pola asuh authoritarian orangtua mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan agresi dan mempunyai sumbangan efektif sebesar 13,5%. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Pola asuh Authoritarian orangtua semakin tinggi perilaku agresif remaja artinya peran pola asuh authoritarian terhadap agresi pada anak-anak binaan Lapas Kutoarjo cukup tinggi yaitu 13,5%, sedangkan selebihnya yaitu 86,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model regresi ini. Jadi hipótesis kedua diterima.

Hasil uji hipotesis ketiga didapatkan koefisien korelasi parsial sebesar 0,006 dengan taraf signifikansi p<0,05. Artinya peranan asertivitas terhadap perilaku agresif tidak mempunyai hubungan positif, jadi hipotesis ketiga diterima.

(10)

tetapi ada ayah yang authoritarian. Anak binaan cenderung mempunyai asertivitas pasif, mereka lebih banyak menyelesaikan persoalan dengan kekuatan fisik, dan mudah terbawa emosi.

Pembahasan

Perilaku kekerasan merupakan persoalan yang multidimensional, dipengaruhi bukan saja faktor-faktor dari dalam diri siswa tetapi juga oleh faktor-faktor dari luar diri siswa. Secara umum perilaku kekerasan dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik maupun faktor intrinsik (Allan et al., 1997; Conger et al., 1999).

Secara deskriptif ditemukan bahwa perilaku agresif, rerata empiris lebih rendah daripada rerata hipotetik. Jadi secara kuantitatif, jumlah anak yang melakukan agresif lebih rendah daripada anak pada umumnya. Namun, mengingat dampak negatif pola asuh authoritarian orangtua terhadap perkembangan dan perilaku anak, maka seyogianya hal ini menjadi tantangan bagi segenap pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan.

Teori Bandura tentang peran unsur pengalaman belajar tampaknya teruji pada subjek penelitian ini. Perilaku agresif bukanlah sesuatu yang bersifat bawaan, tetapi merupakan hasil belajar melalui penguatan dan pengamatan terhadap perilaku individu lain, bahkan sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar observasional (Bandura, 1977; Edleson, 2001). Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Truscott (1992) mengenai pengalaman perilaku kekerasan yang mengungkapkan adanya korelasi positif dan signifikan dengan kekerasan verbal dan fisik. Pengalaman perilaku kekerasan berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku kekerasan karena individu yang menyaksikan maupun mengalami perlakuan kekerasan cenderung melakukan agresi balik, kurang percaya diri, menunjukkan sifat lekas marah, kekhawatiran yang tidak rasional, dan gangguan psikologis lainnya (Edleson, 2001). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pola asuh authoritarian, semakin tinggi pula kecenderungan perilaku agresif anak. Jadi, anak-anak yang menunjukkan kecenderungan perilaku agresif berkaitan dengan kondisi keluarga, khususnya pola asuh authoritarian orangtua yang cenderung tidak kondusif bagi perkembangan perilaku anak.

(11)

HUMANITAS

kognitif dan perilaku agresif dapat dijelaskan melalui proses belajar dan perkembangan, interpretasi individu terhadap pengalaman sosial yang berkaitan dengan kekerasan dan dukungan individu untuk mencegah dan mereduksi perilaku kekerasan.

Pengasuhan model athotoritarian, menunjukkan pengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan perilaku agresif anak. Anak yang memperoleh pengasuhan model aotoritarian dan permisif menunjukkan pengaruh positif, sedangkan model pengasuhan otoritatif menunjukkan pengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan perilaku kekerasan. Hal ini dapat dipahami karena orangtua authoritarian, misalnya, lebih menekankan hukuman fisik, melakukan kontrol secara berlebihan, tidak konsisten dalam menerapkan disiplin, bersifat sarkastis, sifat mudah mengancam, kemarahan dan sikap bermusuhan. Hasil penelitian ini tampaknya menunjukkan kesamaan dengan penelitian terdahulu terhadap remaja di negara Barat yang mengungkapkan bahwa praktek pengasuhan yang mencakup pengawasan, disiplin, pemecahan masalah, dan penguatan berkorelasi secara signifikan dengan tingkah laku yang menyalahi norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat (Patterson & Stouthamer-Loeber, 1984; Neiderhiser et al., 1999).

(12)

anak-anak binaan memiliki asertivitas yang rendah karena sebagian dari mereka dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan cara menguntungkan kedua belah pihak melainkan melakukan penyelesaian masalah sesuai dengan caranya sendiri yaitu dengan agresif sehingga menimbulkan korban.

Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan perilaku agresif antara remaja awal dan remaja tengah. Perilaku agresif keduanya sama-sama ada pada tahapan sedang. Situasi dan lingkungan sosial di sekitar mereka tidak membentuk pola emosi yang lebih baik dalam diri remaja binaan Lapas Kutoarjo Jawa Tengah

2. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi pola asuh authoritarian dengan perilaku agresif, baik pada remaja awal maupun remaja tengah. Perilaku agresif merupakan salah satu ekspresi dari pola asuh authoritarian yang mereka alami.

3. Asertivitas tidak berperan terhadap perilaku agresif, sehingga hipotesa ditolak.

4. Persepsi Pola asuh authoritarian dan Asertivitas secara signifikan berkorelasi dengan perilaku agresif pada anak sehingga hipotesis diterima. Secara bersama-sama persepsi pola asuh authoritarian dengan asertivitas dapat untuk memprediksi perilaku agresif remaja di LP Anak Kutoarjo.

5. Berdasarkan hasil observasi bahwa pola interaksi antar anak binaan dan antara anak binaan dan pembina di Lapas baik dan secara intensif pembina memantau perkembangan anak binaan sehingga situasi dalam Lapas kondusif.

6. Berdasarkan hasil wawancara dan focus group discussion hubungan antara anak dengan orangtua pada dasarnya baik peran ayah dan ibu cenderung authoritatif akan tetapi ada ayah yang authoritarian. Anak binaan cenderung mempunyai asertivitas pasif, mereka lebih banyak menyelesaikan persoalan dengan kekuatan fisik, dan mudah terbawa emosi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang telah diuraikan, penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:

(13)

HUMANITAS

tersebut untuk berkarya dan mandiri, sehingga mereka tidak melakukan tindak agresif.

2. Perlunya orangtua menerapkan pola asuh yang tidak authoritarian tetapi pola asuh yang dapat memberikan contoh yang baik sehingga dapat menjadikan tauladan anak, sehingga dapat mencegah terjadinya agresif yang dilakukan anak.

3. Bagi peneliti selanjutnya, perlunya memperhatikan aspek–aspek lain dalam mengkaji penyebab agresif anak, karena dalam penelitian ini hanya terbatas dalam mengkaji faktor eksternal persepsi pola asuh authoritarian dan faktor internal asertivitas.

4. Bagi pengelola Lembaga pemasyarakatan anak Kutoarjo diharapkan dapat menciptakan situasi yang kondusif sehingga dapat membantu anak binaan dalam pendidikan dan pembinaan kepribadian sehingga mereka dapat menyadari kesalahan yang pernah dilakukan dan dapat merencanakan masa depan yang lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

Afiatin, T. (2003). Pengaruh Program Kelompok Aji dalam Peningkatan Harga Diri, Asertivitas dan Pengetahuan Napza untuk Prevensi Penyalahgunaan Napza pada Remaja. Disertasi. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.

Allan, J., Nairne, J., and Majcher, J. (1997). Violence and violence prevention: A review of the literature. APA Public Communications. Retrieved September 13, 2000, from the World Wide Web: http: //www. fmhi. usf. edu.html.

APA Public Communications. (1999). What makes kids care? Teaching gentleness in a violent world. APA Home Page. Retrieved August 11, 2000, from the World Wide Web: http://www.apa.org/psyc.info.

Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall-Inc.

Baumrind, D. (1971). Current patterns of parental authority. Developmental Psychology Monographs, 4, 1-103.

Bruno, F. J. (1989). Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius

(14)

Conger, R.D., Rueter, M.A. & Elder, G.H. (1999). Couple resilience to economic pressure. Journal of Personality and Social Psychology, 76 (1), 54-71.

Feerick, M. (1995). Cognitive, social, and affective development/Child maltreatment and violence. APA Parent News for July-August 1999. Retrieved October 18, 2000, from the World Wide Web: http:// nichd.nih.gov/about/crmc/cog.htm.

Gilligan, J. (1997). Violence. New York: Vintage Books.

Iriani, Niken L.N. (1995). Pelatihan Asertivitas terhadap peningkatan Harga Diri. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Kanfer, F. H., & Goldstein, A. P. (1975). Helping People Change: A Textbook of Methods. New York: Pergamon Press, Inc.

Lioyd, S. R. (1991). Mengembangkan Perilaku Asertif yang Pasif (terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara

Neiderhiser, J.M., Reis, D, Hetherington, E.M., and Plomin, R. (1999). Relation between parenting and adolescent adjusment over time: Genetic and environmental contributions. Developmental Psychology, 35, 680-692.

Patterson, G.R., and Stouthamer-Loeber, M. (1984). The correlation of family management practices and delinquency. Journal of Child Development, 55, 1299-1307.

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan Kualitatif dalam Psikologi. Jakarta: LPSP 3. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Townend, A. (1991). Developing Assertiveness. London: Routledge.

Truscott, D. (1992). Intergenerational transmission of violent behavior in adolescent males. Aggressive Behavior, 18, 327-335.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar

Jawaban yang benar dituliskan sebagai 1,06 karena perbedaan 1 pada angka terakhir bilangan faktor yang turut dalam unsur pembagian (9,3) memberi kesalahan

Peningkatan tersebut diperoleh karena pada tindakan siklus II seluruh siswa dapat mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran menulis pantun dengan teknik Think Pair Share melalui kartu

activities in the way the teacher analyzed students’ needs, designed th e learning objectives, organized the materials and activities, presented the materials,

Analisis regresi dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh arus kas operasi, EPS, dan pengungkapan CSR

Pada gambar tersebut terlihat bahwa struktur mikro hasil pengecoran aluminium skrap, unsur silikon (Si) tersebar tidak merata dan didominasi oleh aluminium (Al).

Pembuatan binary tree lebih mudah menggunakan binary search tree (binary sorted tree) dengan cara : “ Jika nilai dari simpul yang akan disisipkan lebih besar dari simpul parent,

Faktor-faktor yang digunakan adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, leverage , kualitas auditor, proporsi dewan komisaris independen