• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Toksisitas Subkronis Boraks (Sodium tetraborate) Terhadap Jumlah Spermatosit Primer Dalam Testis Mencit.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Toksisitas Subkronis Boraks (Sodium tetraborate) Terhadap Jumlah Spermatosit Primer Dalam Testis Mencit."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

SUBCHRONIC EFFECT OF BORAX ( Sodium tetraborate ) INTOXICATION TO POPULATION NUMBER OF PRIMARY SPERMATOCITE IN MALE

MICE’S TESTIS

Refial Mizan, 2007

1st Tutor : Endang Evacuasiany, dra, Apt, MS, AFK 2nd Tutor : Hana Ratnawati, dr, Mkes

Borax ( Sodium tetraborate ) is one among numbers of chemical agent that widely exposed to human. It can be found in ground water that contaminated from industries to our dialy product such as detergent, fertilizer, drug and even being misuse as a food additive.

The study was done with aim to determine subchronic effect of borax intoxication to male mice fertility by counting the population number of primary spermatocite in male mice’s testis.

This study used single dose of borax ( 9000 ppm ) in mice’s drinking water. The mices were then grouped into four and then being sacrificed after 1, 2, 3 and 4 weeks of treatment.

The population of primary spermatocite was counted in five representative tubulus seminiferuses and then statistically analyzed using one way ANOVA and different mean test of Tukey with α = 0.05 .

The study shows a decrease in population of primary spermatocite in all treated group and it appeared to be greater as the time of treatment added.

It can be concluded that borax ( Sodium tetraborate ) can significantly decrease the population number of primary spermatocite in male mice’s testis and this decreased has a correlation with the time of treatment.

Key words : Borax ( Sodium tetraborate ), Primary Spermatocyte

(2)

ABSTRAK

EFEK TOKSISITAS SUBKNONIS BORAKS ( Sodium tetraborate ) TERHADAP JUMLAH SPERMATOSIT PRIMER DALAM TESTIS

MENCIT

Refial Mizan, 2007

Pembimbing 1 : Endang Evacuasiany, dra, Apt, MS, AFK Pembimbing 2 : Hana Ratnawati, dr, Mkes

Boraks ( Sodium tetraborate ), merupakan zat kimia yang sangat luas kemungkinannya terpapar dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari air tanah yang tercemar karena limbah industri, hingga produk sehari-hari seperti deterjen, pupuk, obat-obatan, bahkan disalahgunakan dalam berbagai industri makanan di tanah air.

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efek toksisitas subkronis boraks terhadap sistem reproduksi mencit jantan dengan menghitung jumlah populasi spermatosit primer dalam testis mencit.

Penelitian ini mengunakan boraks dalam dosis tunggal ( 9000 ppm ) dalam air minum hewan uji. Hewan uji kemudian dibagi menjadi empat kelompok dan dikorbankan berturut-turut setelah 1, 2, 3, dan 4 minggu. Data yang diukur adalah rerata populasi spermatosit primer yang dihitung pada lima tubulus seminiferus yang terbaik. Data dianalisis menggunakan ANAVA satu arah dan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan α = 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah spermatosit primer pada semua kelompok uji dan penurunan ini semakin besar dengan semakin lamanya pemberian boraks pada hewan uji.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah boraks secara signifikan menurunkan jumlah spermatosit primer pada testis mencit dan penurunan ini berbanding lurus dengan lama hewan coba terpapar dengan zat uji.

Kata kunci : Boraks ( Sodium tetraborate ), Spermatosit Primer

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 3

1.3. Maksud dan Tujuan ... 3

1.4. Kegunaan Penelitian ... 3

1.4.1. Kegunaan Akademis ... 3

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 3

1.5. Kerangka Pemikiran ... 4

1.6. Hipotesis ... 5

1.7. Metode Penelitian ... 5

1.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Testis ... 6

2.1.1. Tubulus Seminiferus ... 7

2.1.1.1. Sel Penyokong ... 9

(4)

ix

2.1.1.2. Sel Spermatogenik ... 11

2.1.2. Bagian Interstisium ... 14

2.2. Spermatogenesis ... 16

2.3. Boraks ( Sodium tetraborate ) ... 28

2.3.1. Data Kimia ... 28

2.3.2. Kegunaan ... 29

2.3.3. Toksikokinetik ... 30

2.4. Glikolisis dan Sintesa DNA ... 32

2.4.1 Glikolisis ... 33

2.4.2 Sintesa DNA ... 35

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan ... 37

3.3.1. Alat ... 37

3.3.2. Bahan ... 37

3.2. Hewan Coba ... 37

3.3. Metode Penelitian ... 38

3.3.1. Desain Penelitian ... 38

3.3.2. Variabel Penelitian ... 38

3.3.3. Metode penarikan Sampel ... 39

3.3.4. Prosedur Kerja ... 39

3.3.5. Penyiapan Larutan Boraks 9000 ppm ... 42

3.3.6. Metode Analisis ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 43

4.2. Pembahasan ... 48

4.2.1. Efek Boraks Terhadap Jumlah Spermatosit Primer ... 48

4.2.2. Lama Perlakuan dan Jumlah Spermatosit Primer ... 50

4.3. Uji Hipotesis ... 52

(5)

x

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 58

RIWAYAT HIDUP ... 62

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Toksikokinetik Boraks ... 30 Tabel 4.1. Jumlah Spermatosit Primer ... 43 Tabel 4.2. Hasil Uji ANAVA Rerata Spermatosit Primer

Dari Berbagai Kelompok Perlakuan ... 48 Tabel 4.3. Hasil Uji Beda Rerata Tukey HSD Jumlah Spermatosit

Primer Dari Berbagai Kelompok Perlakuan ... 49 Tabel 4.4 Hubungan Lama Perlakuan Terhadap Penurunan Jumlah

Spermatosit Primer... 50

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Makroskopis dan Mikroskopis Testis ... 6

Gambar 2.2. Sel Penyokong dan Sel Spermatogenik ... 8

Gambar 2.3. Sel Sustentakular Sertoli Mengelilingi dan Menyokong Perkembangan Sel Benih... 11

Gambar 2.4. Sel Spermatogenik ... 14

Gambar 2.5. Sel Interstisial ( Leydig ) testis ( HE/480x ) ... 16

Gambar 2.6. Siklus Sel... 19

Gambar 2.7. Interfase... 20

Gambar 2.8. Profase Awal ... 21

Gambar 2.9. Metafase ... 21

Gambar 2.10. Anafase... 22

Gambar 2.11. Telofase ... 22

Gambar 2.12. Sitokinesis ... 23

Gambar 2.13. Kromosom Pada Mitosis ... 23

Gambar 2.14. Kromosom Pada Meiosis ... 26

Gambar 2.15. Boraks ... 28

Gambar 2.16 Siklus Glikolisis Embden-Meyerhof, Boraks Bersifat Kompetitif Inhibitor Terhadap Enzim glyceraldehydes 3 phosphate dehidrogenase... 34

(8)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1. Perbandingan Jumlah Spermatosit Primer

Pada Lima Kelompok Perlakuan ... 45 Grafik 4.2. Perbandingan Rerata Spermatosit Primer

Pada Lima Kelompok Perlakuan ... 46 Grafik 4.3. Perbandingan Rerata Spermatosit Primer

Kelompok Uji Dengan Kontrol Negatif... 47

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Statistik SPSS 12 Terhadap

Rerata Spermatosit Primer ... 58

Lampiran 2. Gambar – gambar ... 60

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi:

Nama : Refial Mizan Nomor Pokok Mahasiswa : 0210076

Tempat Tanggal Lahir : Bukittinggi, 11 Januari 1984

Alamat : Jl. Bukit Dago Utara 1 : 412, Bandung

Riwayat Pendidikan:

1996 lulus SD Negeri 14 Bukittinggi 1999 lulus SLTP Negeri 1 Bukittinggi 2002 lulus SMU Negeri 1 Bukittinggi

2002 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

(11)

LAMPIRAN 1

Perhitungan Statistik SPSS 12 Terhadap Rerata Spermatosit Primer

Descriptives

95% Confidence Interval for

Mean Min Max

Lower Bound Upper Bound

(12)

59

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Spermatosit Primer

Tukey HSD

(I) kelompok (J) kelompok Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Mean Difference

(I-J)

Lower Bound Upper Bound

satu dua 12.0667(*) 2.3098 .000 5.283 18.850

* The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets

(13)

60

Lampiran 2

Gambar - gambar

Hewan coba, cara pemberian boraks melalui air minum

(14)

61

Reagen

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Boraks atau Sodium tetraborate adalah senyawa kimia yang telah lama dan luas penggunaannya baik dalam bidang industri ( gelas, cat, pupuk, pestisida ) , rumah tangga ( sabun, deterjen ) maupun dalam bidang kesehatan ( antiseptik,

farmasetik, pengobatan kanker / boron neutron capture therapy ) ( Sheffer, 2002 ). Boraks juga dapat digunakan untuk pengobatan kandidiasis

vagina dengan bentuk sediaan : jel intravagina, kapsul dan suppositoria ( Baker B, 2000 ).

Secara alami, boraks dapat ditemukan dalam air tanah dengan konsentrasi 3 - 100 mg/liter sebagai akibat pengikisan tanah dan batuan. Sedangkan kandungannya yang tinggi pada air permukaan lebih dikarenakan buangan dari limbah industri dan air cucian rumah tangga ( Sheffer, 2002 ).

Walaupun penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam makanan telah dilarang ( SNI No.01-3818-155 dan Peraturan Mentri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX/1988 ) ( Negara, 2003 ), ( Peraturan Mentri Kesehatan No.1168/1999 dan Undang-Undang No.7/1996 tentang perlindungan pangan ) ( Emka, 2006 ), namun dalam kenyataannya masih sering sekali ditemukan kasus penggunaan boraks dalam berbagai industri makanan di tanah air.

Hasil pemeriksaan laboratorium Badan POM ( Pemeriksa Obat dan Makanan ) Denpasar terhadap bakso dan ikan segar di Jembrana ( Bali ), dari 35 sampel ( 22 penjual di Kec.Negara, 5 di Kec.Melaya, 7 di Kec.Mendoyo dan satu penjual di Kec.Perkutatan ), 19 sampel ( 54, 29 persen ) diantaranya dinyatakan positif mengandung boraks. Jumlah kandungan boraks yang ditemukan bervariasi antara 0, 63 ppm sampai 132, 142 ppm ( Negara, 2003 ).

(32)

2

Laporan Badan POM tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mi basah

yang dijual di pasar dan supermarket di Jawa Barat, ditemukan 2 sampel ( 6, 9 persen ) mengandung boraks, 1 sampel ( 3, 45 persen ) mengandung

formalin sedangkan 22 sampel ( 75, 8 persen ) mengandung boraks dan formalin.

Hanya empat sample yang dinyatakan bebas dari boraks dan formalin ( Anonymous 1 ).

Sedangkan dari laporan Burhanuddin Gumay, Kepala Bidang Sertifikasi dan

Layanan Informasi Konsumen, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan ( BBPOM ) Palembang , berdasarkan penelitian terhadap beberapa jenis makanan

rakyat ditemukan dua jenis makanan ( kemplang merah, kemplang ikan ) positif mengandung boraks ( Arif Jumana, 2002 ).

Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, tulang dan testis ( buah zakar ), sehingga dosis boraks dalam tubuh mejadi tinggi ( Winarno, 1994 ). Zat kimia yang dikumulasi dalam tubuh tidak diperbolehkan dipakai sebagai zat tambahan makanan dan zat kimia ini harus sudah dieksresi dalam 24 jam ( I.Darmansjah, 2003 ).

Luasnya kemungkinan paparan boraks dalam kehidupan manusia sehari – hari mengindikasikan pentingnya dilakukan berbagai penelitian di bidang toksikologi boraks. Salah satu efek toksik boraks yang telah diketahui adalah efeknya yang bersifat racun terhadap sistem reproduksi.

Penelitian oleh Weir dan Fisher ( 1972 ) menemukan bahwa boraks bersifat toksik terhadap sistem reproduksi, kulit dan Sistem Saraf Pusat tikus jantan. Penelitian oleh Lee et all ( 1978 ) menemukan penurunan jumlah spermatozoa hingga infertilitas setelah pemberian boraks selama 60 hari pada tikus jantan ( Chapin, 1994 ).

Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat diasumsikan efek toksik boraks terhadap penurunan fertilitas dengan mempengaruhi proses spermatogenesis. Namun belum terungkap dengan jelas bagaimana efek toksik subkronis boraks terhadap sel spermatosit primer pada testis mencit. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek toksisitas subkronis boraks

(33)

3

terhadap jumlah spermatosit primer dalam daur spermatogenesis pada testis mencit.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah pemberian boraks subkronis dalam dosis toksik ( 9000 ppm ) mengurangi jumlah spermatosit primer dalam testis mencit.

2. Apakah lama pemberian boraks berpengaruh terhadap jumlah penurunan spermatosit primer dalam testis mencit.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melihat efek toksisitas subkronis boraks terhadap jumlah spermatosit primer dalam testis mencit. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh toksisitas subkronis boraks terhadap penurunan jumlah spermatosit primer dalam testis mencit.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Penelitian ini dapat berguna dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang meluaskan cakrawala farmakologi khususnya dalam bidang toksikologi dalam hal ini adalah efek keracunan subkronis boraks terhadap sistem reproduksi mencit jantan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Dengan lebih diketahuinya efek toksik dari boraks diharapkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap bahaya yang mungkin timbul dari pemaparan boraks akan lebih meningkat, seiring dengan meningkatnya pengetahuan tentang toksikologi

(34)

4

boraks. Hal ini selanjutnya diharapkan mampu menekan angka penyalahgunaan boraks.

1.5 Kerangka Pemikiran

Boraks menyebabkan defek testicular yang mengarah pada proses atropi melalui dua mekanisme sebagai berikut :

A. Boraks menurunkan energi metabolisme sel benih

Spermatogenesis adalah proses yang membutuhkan banyak energi. Energi untuk proses spermatogenesis disediakan oleh Sel Sertoli dalam bentuk laktat sebagai substrat untuk metabolisme sel benih ( Martinez, 2002 ).

Boraks bersifat kompetitif inhibitor terhadap enzim glyceraldehide 3

phosphate dehydrogenase yang terdapat dalam siklus glikolisis yang mengubah

glukosa / glikogen menjadi piruvat dan laktat dalam jalan glikolisis Embden-Meyerhof ( Chapin, 1994 ).

Kegagalan pembentukan laktat oleh boraks ini menyebabkan ketidaktersediaan laktat sebagai substrat untuk energi metabolisme sel benih yang berakhir dengan kematian sel benih.

B. Boraks mengganggu sintesa DNA sel benih

Spermatogenesis adalah proses proliferasi dan diferensiasi yang terus-menerus dari epitel seminiferus ( Leeson, 1996 ). Pada tahap persiapan ( Interfase ) dari

daur spermatogenesis terjadi fase aktif dari sintesa DNA ( periode S ) ( Martini, 2004 ).

Boraks mengganggu sintesa DNA pada sel benih karena boraks secara spesifik merusak nukleosida deoxythymidin. Kecacatan yang terjadi pada rantai DNA karena ketidaktersediaan basa timin ini merangsang reaksi sitotoksik sel yang berakhir pada kematian sel benih ( Chapin, 1994 ).

(35)

5

1.6 Hipotesis

1.Pemberian subkronis boraks dalam dosis toksik ( 9000 ppm ) mengurangi jumlah spermatosit primer pada testis mencit.

2.Semakin lama perlakuan, semakin besar pengurangan jumlah spermatosit primer pada testis mencit.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan memakai Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) dan bersifat komparatif dengan hewan coba mencit jantan.

Data yang diukur adalah rata-rata jumlah spermatosit primer pada testis kanan masing-masing mencit.

Analisis data memakai statistik ANAVA satu arah dan uji beda rerata dari Tukey dengan α=0, 05.

1.8 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan LP2IKD, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung. Waktu penelitian: Februari – Desember 2006.

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pemberian boraks ( Sodium tetraborate ) subkronis dalam dosis toksik ( 9000 ppm ) menurunkan jumlah spermatosit primer secara sangat signifikan.

2. Efek penurunan jumlah spermatosit primer karena boraks ini berbanding lurus dengan lama hewan coba terpapar dengan zat uji.

5.2 Saran

Penelitian mengenai efek toksisitas boraks terhadap penurunan jumlah spermatosit primer ini dapat dilakukan dengan menggunakan dosis yang terdapat dalam bahan makanan yang ditemukan mengandung boraks dan dikonsumsi secara bebas oleh masyarakat. Perlu juga dilakukan penelitian dengan masa paparan zat lebih lama sehingga efek kroniknya dapat pula diketahui.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous 1. 2002. http://www.kompas.com. 21 Februari 2006.

Anonymous 2. 2002. http://www.kumedicalcenter.com. March 3rd, 2006

Anonymous 3. 2001. Borax. http://www.webmineral.com. March 3rd, 2006.

Anonymous 4. 1999. Boric acid. http://www.encyclopedia.com. March 3rd, 2006.

Arif Jumana. 2002. Makanan berpengawet mayat dalam belanjaan anda. http://www.detik.com. 21 Februari 2006.

Baker B. 2000. Forced diuresis for acute poisoning. Newcastle: The Book Company. p. 24, 26-27.

Bloom W., Fawcett D.W. 1975. A textbook of histology. 10th ed. Toronto: W.B.Saunders Company. p. 805-812, 819-841.

Burkitt H.G., Young B., Heath J.W. 1995. Functional histology. 3th ed. Terjemahan Jan Tambajong. Jakarta: EGC. hal. 323-330.

Chapin R.E., Warren. 1994. The reproductive toxicity of boric acid. http://www.ehponline.org/members/1994/Suppl-7/chapin-full.html. March 3 , 2006. rd

_______. 1994. Mechanism of the testicular toxicity of boric acid in rats: in vivo and in vitro studies. http://www.ehponline.org/members/1994/Suppl-9 /chapin-full.html. March 3 , 2006.rd

Emka. 2006. Kita harus makan apa dong?. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/22/percil/utama01.htm . 2 Mei 2006.

Guyton A.C., Hall J.E., Textbook of medical physiology. 9th ed. Terjemahan Irawati Setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta: EGC. hal. 1265-1268, 1273-1275.

(38)

56

Hafez P. 1976. Functional aspect of epididymis. Ontario: ESE. p. 7-11.

Ham A.W., Cormack D.H. 1979. Histology. 8th ed. Philadelphia: J.B.Lippincott Company. p. 903-911.

Hiskia Achmad. 2001. Kimia larutan. Bandung: Citra Aditya Bakti. hal. 5-6.

I.Darmansjah. 2003. Dasar toksikologi dalam: Farmakologi dan terapi. Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia. hal. 762-777.

Leeson C.R., Leeson T.S., Paparo A.A. 1996. A textbook of histology. 5th ed. Terjemahan Koesparti Siswojo, Jan Tambajong, Sugito Wonodirekso. Jakarta: EGC. hal. 511-536.

Litovitz T.L., Klein S.W., Oderda G.M., Schmitz B.F. 1988. Clinical

manifestations of toxicity. Toronto: Medica. p. 209-213.

Martin D.W., Mayes P.A., Granner D.K., Rodwell V.W. 1990. Harper’s review

of biochemistry. 20th ed. Terjemahan Iyan Darmawan. Jakarta: EGC. hal. 185-190, 388-390, 397,407-409, 417-420, 439.

Martinez Z. 2002. Male reproductive system. http://www.grad.ttuhsc.edu/ courses/ histo/ notes/malerep.html. March 3rd, 2006.

Martini Frederic. 2004. Fundamental of anatomy and physiology. 6th ed. Pearson Educational International. p. 102-103, 1048, 1050-1059, 1062-1063.

Negara. 2003. 54,29 persen bakso di jembrana mengandung borax. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/12/22/b4.htm. 21 November 2006.

Schou J.S., Jansen J.A., Aggerbeck B. 1984. Human pharmacokinetics. Hamburg: Skyline. p. 232-235.

Sheffer, Marla. 2002. Boron in drinking water. http://www.who.int/ water_sanitation_health /dwq/wsh0304_54/en/index4.html. Mei 1st , 2006.

Sigma-Aldrich Co. 2001. Material safety data sheet. http://www.conncoll.edu/ offices/envhealth/ MSDS/botany/ B/Boric-acid-sigma-b0252.html. March 3rd, 2006.

(39)

57

Smith F.M., Veatch J. http://www.en.wikipedia.org/wiki/Borax. November 21st, 2006.

Winarno, Rahayu. 1994. Farmakokinetik. Jakarta: Angkasa. hal. 151-159.

Yatim W. 1988. Efek antifertilitas gula berkhlor terhadap tikus wistar dan

implikasi prospeknya sebagai kontraseptif pria. Bandung: Universitas

Padjajaran. Tesis.

Gambar

Gambar - gambar

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian efek air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Linn.) terhadap aktivitas motorik mencit Swiss Webster sebaiknya dilanjutkan dengan :.. Penelitian mengenai dosis

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, adalah untuk mempelajari tentang efek penggunaan kaldu instant sebagai bahan tambahan makanan terhadap embrio mencit

Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Efek Ekstrak Etanol Herba Pegagan (Centella asiatica (L).Urban) Pada Variasi Dosis Hipnotik Terhadap Penurunan Koordinasi

Skripsi ini berjudul “ Efek Pemberian Bahan Pengawet Natrium Benzoat Dosis 1000 mg Terhadap Gambaran Histopatologi Hati Mencit (Mus musculus) ” telah diuji dan disahkan oleh

Ekstrak daun pepaya mempunyai efek antiradang terhadap model tikus periodontitis dengan ditandai penurunan jumlah sel neutrofil dan konsentrasi 75%

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek cytotoxity dari Cinnamon Oil On sel kolorektal budaya kanker (WiDr) dan normal Kultur Sel (Vero) dan efek toksisitas subkronis

Latar Belakang : Metotreksat memiliki efek samping yang berbahaya yaitu menekan proses hematopoesis sehingga terjadi penurunan jumlah leukosit. Teh hijau memiliki komponen aktif

Ekstrak daun pepaya mempunyai efek antiradang terhadap model tikus periodontitis dengan ditandai penurunan jumlah sel neutrofil dan konsentrasi 75%