Kecamatan Cikampek.
Sampel penelitian ini adalah Calon pensiunan PT “X” Kecamatan Cikampek dalam kurun waktu 1 tahun -1,5 tahun mendatang. Sampel diperoleh dengan metode purposive sampling sebanyak 25 orang.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Alat ukur yang digunakan disusun oleh peneliti berdasarkan teori self-efficacy dari Bandura dan terdiri dari 60 item. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan didapatkan 34 item valid. Melalui metode Alpha Cronbach didapatkan reliabilitas sebesar 0,819
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lebih banyak
Calon Pensiunan PT “X” yaitu sebanyak 16 orang (64%) yang memiliki self-efficacy yang rendah terhadap masa pensiun. Sumber self-self-efficacy yang berpengaruh terhadap self-efficacy Calon pensiunan PT “X” adalah verbal persuasion terutama dari keluarga, pengalaman keberhasilan dan kegagalan (vicarious experience) dari rekan kerja yang lebih dulu pensiun.
Selain sumber-sumber self-efficacy, terdapat pula Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap self-efficacy Calon pensiunan PT “X” adalah pekerjaan sampingan, level manajemen dan pendidikan yang dimiliki Calon pensiunan PT
“X”.
Samples of this study are the proepective retirees of PT “X” at Cikampek dustrict in the period from 1 to 1.5 years. Samples obtained by purposive sampling method 25 people.
The research design used is descriptive method. Measurements used are developed by the researchers based on self-efficacy theory of Bandura, which consists of 60 items. Data obtained were processed using Spearman's rank correlation test with SPSS 16.0 and 34 items found valid. Through the method of Alpha Cronbach, reliability of 0.819 was obtained.
Base on the research findings, researcher can draw conclusion that prospective Retirees of PT "X" as many as 16 people (64%) are having low self-efficacy towards retirement. Source of self-self-efficacy that influenced the prospective retirees PT "X" is verbal persuasion, especially from families; vicarious experiences of their former colleagues who retired early.
Beside that, there are factor that influenced self-efficacy of prospective
Retirees of PT “X”. there is whether there was a side joB as well as the
management and education level of the prospective retirees of PT “X”.
ABSTRACT ……… ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR SKEMA DAN TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ……….vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2Identifikasi Masalah ……….. 10
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ……….. 10
1.4Kegunaan Penelitian ……….. 10
1.4.1Kegunaan Teoritis ……….. 10 1.4.2Kegunaan Praktis ……… 11 1.5 Kerangka Pikir ………. 12 1.6 Asumsi ………. 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Self Efficacy ………. 24
2.1.1 Definisi belief ………... 24 2.1.2 Definisi Self Efficacy ……… 25
2.2.1. Pengertian masa pensiun ……… 36
2.2.2. Masa persiapan pensiun ………. 37
2.2.3. Jenis-jenis pensiun ………. 41 2.2.4 Fase-fase masa pensiun ……….. 42 2.4 Teori mengenai masa dewasa Madya ………... 46
2.3.1 Usia Dewasa Madya ………... 46
2.3.2. Karakteristik Usia Madya ……….. 47
2.3.3. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Usia Madya ……… 53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ……….. 55
3.3 Variabel dan Definisi Operasional ………. 56 3.2.1 variabel penelitian ……… 56 3.2.2 Definisi operasional ………. 56 3.4 Alat Ukur ………... 57
3.4.1 Alat ukur Self-Efficacy ………. 57
3.4.2 Data Penunjang ……… 60
3.4.3 Validitas dan reliabilitas Alat Ukur ……….. 61
3.6 Teknik Analisis Data ……….. 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……… 65
4.1.1 Gambaran Sampel………. 65 4.1.2 Hasil Penelitian………. 68
4.2 Pembahasan ………. 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 98
5.2 Saran ………. 99
5.2.1 Saran Keilmuan ... 99
5.2.2 Saran Guna Laksana ... 100
DAFTAR PUSTAKA ……...... 102
DAFTAR RUJUKAN …….... 103
Skema Metodologi penelitian ... 55
Tabel kisi-kisi kuesioner self-efficacy... 58
Tabel Skor Item ... 59
Tabel kisi-kisi data penunjang ... 61
Tabel Gambaran Sampel ……….. 66
Tabel Hasil Penelitian self-efficacy sampel ……….. 68
Tabel Gambaran Self-efficacy rendah sampel ………. 69
Lampiran 2: Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas ……… 120
Lampiran 3: Data Primer ……… 122
Lampiran 4: Tabel Tabulasi Silang ……… 123
Lampiran 5: Profil Perusahaan ………137
Lampiran 6: Struktur Organisasi Perusahaan ……… 140
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk
mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu
barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,
seperti sumber daya keuangan, fisik, teknologi, dan sumber daya manusia.
Keberadaan sumber daya manusia dalam organisasi sangat penting karena mereka
memprakarsai terbentuknya organisasi. Mereka berperan membuat keputusan untuk
semua fungsi dan seluruh sistem dalam perusahaan, baik manajemen sumber daya
manusia maupun sistem kerja alat pendukung lainnya, dan mereka pula yang
menentukan hidup organisasi (Panggabean, Dr. Mutiara. SE, 2004)
Untuk menjalankan roda kehidupan organisasi, dibutuhkan sumber daya
manusia yang kompeten dan mampu membuat organisasi tersebut bertahan dalam
persaingan. Seberapa kompeten pun manusia sebagai sumber daya dalam suatu
organisasi pada akhirnya akan mengalami penurunan ketika mencapai usia lanjut
sehingga diasumsikan pekerjaan mereka yang pada awalnya baik akan mengalami
penurunan dan pada akhirnya mempengaruhi perusahaan dimana mereka bekerja.
karyawan yang telah mencapai usia tertentu dan menggantinya dengan karyawan baru
untuk keberlangsungan aktivitas organisasi (Panggabean, Dr. Mutiara. SE, 2004) PT ”X” merupakan perusahaan pupuk nasional yang berada di Kecamatan
Cikampek. Perusahaan yang termasuk dalam kategori BUMN mendistribusikan hasil
produksinya ke berbagai daerah di Indonesia yaitu: Indramayu, Subang, Purwakarta,
Karawang, Bekasi, Bogor, Majalengka, Sumedang, Sukabumi, Cianjur, Bandung,
Depok dan Cimahi. Setiap tahunnya PT “X” memiliki target tertentu untuk di
pasarkan ke daerah-daerah tersebut. Dalam pemenuhan produksi tersebut, PT “X”
yang memiliki dua pabrik untuk memproduksi barang membutuhkan karyawan untuk
dapat tetap menjalankan roda perusahaan, baik dalam bidang produksi,
pengembangan, pemasaran ataupun pendistribusian barang ke berbagai daerah.
Dalam upayanya mempertahankan kinerja yang baik dari para karyawan, PT “X” berupaya memberikan berbagai jaminan dan fasilitas untuk karyawannya
diantaranya: fasilitas rumah dinas termasuk membiayai listrik dan air yang
digunakan, fasilitas akomodasi kendaraan dan transportasi yaitu: bus antar jemput
yang bertempat tinggal di luar komplek perusahaan sesuai dengan jadwal kerja,
kendaraan dinas (termasuk membiayai bahan bakar dan tol jika diperlukan dinas ke
luar kota), ambulance, dan kereta jenazah, program pinjaman kesejahteraan,
perawatan kesehatan dan pengobatan baik di poliklinik perusahaan atau di rumah
sakit rekanan perusahaan bagi karyawan dan keluarganya, pemeriksaan laboratorium
lebih rendah (dipotong langsung dari gaji) bagi anak karyawan yang bersekolah di
playgroup hingga SLTP milik perusahaan, dan kemudahan mencicil kebutuhan rumah tangga baik makanan maupun pakaian di koperasi milik perusahaan yang
diperuntukan khusus untuk karyawan dan berada di kawasan industru PT “X”
tersebut. Kemudahan dan seluruh fasilitas ini akan hilang ketika karyawan tersebut
telah mencapai usia memasuki masa pensiun. Mereka harus mencari tempat tinggal
baru setelah sebelumnya tinggal di perumahan perusahaan dan mulai membayar
tagihan listrik, air, dan jika calon pensiunan masih memiliki anak usia sekolah, maka
mereka harus mulai membiayai sendiri sekolah anaknya yang berada di bangku
playgroup hingga SLTP karena perusahaan tidak lagi menanggungnya setelah mereka pensiun, mulai menggunakan kendaraan sendiri serta membayar biaya kesehatan
sendiri meski ada asuransi dari perusahaan yang diberikan.
Situasi di atas menjelaskan bagaimana perubahan situasi yang akan dialami para calon pensiunan PT “X” ketika memasuki situasi yang dinamakan pensiun.
Menurut Elizabeth Hall (1985), Pensiun merupakan situasi dimana seseorang tidak
lagi bekerja dan dibayar karena pekerjaannya itu. Pensiun tidak hanya dilihat dari
satu perspektif dimana seseorang tidak lagi bekerja namun dari berbagai perubahan
yang akan terjadi dalam hidup calon pensiunan seperti: Berkurangnya jumlah
pemasukan yang didapat, Meningkatnya waktu luang, Potensi menurunnya
kesehatan, Perubahan hubungan antara diri pensiunan dengan lingkungan
memasuki masa pensiun. Memasuki keadaan seperti ini, para calon pensiunan
memaknainya secara berbeda. Terdapat calon pensiunan yang memaknai masa
pensiun sebagai masa depan yang dipenuhi dengan perasaan khawatir dan berbagai
pertanyaan yang membingungkan dan terkadang dipandang pula sebagai akhir
kehidupan. Mereka membayangkan kondisi yang semakin buruk seperti kehilangan
status dan penghormatan, kekurangan penghasilan, kehilangan berbagai fasilitas dan
kemudahan, ketersisihan dari pergaulan lama dan perasaan menjadi tua namun ada
pula yang mulai menikmati hasil yang selama ini telah mereka raih baik seperti
dengan menikmati kebersamaan dengan keluarga lebih banyak, melakukan berbagai
kegiatan yang sesuai minat dan sebagainya tanpa memikirkan bagaimana kehidupan
mereka karena seharusnya sudah direncanakan sejak awal jauh sebelum masa pensiun
tiba. (Sutarto & IsmulCokro, 2008)
Berdasarkan hasil wawancara pada satu orang karyawan personalia PT “X” mengenai dampak perubahan fasilitas yang dialami karyawan PT “X” ketika
memasuki masa pensiun, diperoleh data bahwa lebih banyak pensiunan PT. “X” tidak
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya sebagai pensiunan. Beberapa
ada yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan itu seperti dengan menikmati
kehidupannya bersama keluarga di kota kelahiran, membuka usaha baru atau bahkan
mulai aktif di kegiatan keagamaan. Namun lebih yang tidak dapat menyesuaikan diri
seperti gagal dalam membuat usaha hingga dana pensiun yang ia dapatkan habis
bertahan hidup dan bahkan yang paling ekstrim adalah tak lama setelah pensiun, mantan karyawan PT. “X” banyak yang mengidap stroke dan akhirnya meninggal
dunia. Berdasarkan hasil wawancara kepada enam orang calon pensiunan PT “X”,
dua orang calon pensiunan PT “X” menghayati bahwa mereka merasa cukup
khawatir menghadapi perubahan situasi ketika pensiun nanti dan tidak tahu harus
berbuat apa, Dua orang yang lain tidak mau memikirkan masa pensiun yang akan
dihadapi dan lebih menjalankan apa yang ada di depannya saat ini dan dua orang
sisanya tidak merasa khawatir karena itulah yang harus mereka hadapi di depan
sebagai seorang pensiunan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa Calon Pensiunan PT ”X” memiliki penghayatan serta kemampuan penyesuaian diri yang berbeda
mengenai masa pensiun
Melihat hal seperti, maka sangat penting bagi para Calon Pensiunan PT “X”
untuk melakukan persiapan dan perencanaan sebelum benar-benar memasuki masa
pensiun. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Michigan, dinyatakan bahwa
sebanyak 75% pekerja yang membuat persiapan akan menikmati masa pensiunnya
dibanding 25% lainnya yang tidak mempersiapkannya (Sutarto & IsmulCokro, 2008,
hal 1-12). Persiapan apa dan bagaimana dikaitkan dengan penentuan apa yang ingin
diraih ketika memasuki masa pensiun dan bagaimana caranya mencapai tujuan.
Tanpa adanya tujuan yang jelas, seseorang hanya akan berusaha tanpa arah dan
kurang efektif. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa persiapan dan kesiapan
sebelumnya maka setengah jalan keberhasilan memperoleh apa yang diinginkan
ketika pensiun dan menapaki usia lanjut sudah tercapai.
Menurut Ursina Teuscheur (2003), terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
prediktor untuk melihat kesuksesan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masa
pensiun. Salah satu diantaranya adalah self-efficacy terhadap masa pensiun.
Self-efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk dapat menghadapi suatu kejadian secara efektif (Bandura, 2002).
Dalam masa pensiun, self-efficacy merupakan penilaian kemampuan untuk dapat
menghadapi perubahan yang terjadi dalam proses masa pensiun. keyakinan seperti ini
dibutuhkan untuk melewati masa transisi seperti masa pensiun. Keyakinan tinggi
yang dihasilkan oleh self-efficacy berkaitan dengan semakin nyaman dan yakinnya
seseorang atas kemampuannya menghadapi situasi yang menantang seperti masa
pensiun yang akan segera dihadapi. Mereka akan memandang masa pensiun dengan
lebih baik jika mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan
untuk menghadapi masa transisi ini.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap enam orang Calon Pensiunan PT ”X”,
empat orang memiliki rencana untuk mengisi masa pensiunnya yang akan datang
dengan membuka usaha sesuai kemampuan dan minat yang mereka miliki agar
mereka tetap dapat berkarya dan mendapatkan penghasilan lebih bagi keluarganya,
memiliki usaha tersebut bahkan sebelum mereka benar-benar pensiun. Mereka sudah
mengetahui apa yang ingin mereka lakukan, sedangkan dua orang lainnya belum
yakin dengan kegiatan usaha seperti apa yang ingin dijalani nanti karena ragu apakah
dapat melakukannya atau tidak dan takut mengalami kegagalan jika tetap membuka
usaha di daerah yang banyak pesaingnya). Sementara itu, dua orang yang belum
memiliki rencana sama sekali mengaku belum melakukan usaha apapun untuk
mempertimbangkan apa yang mereka inginkan di masa pensiun dan memilih
membiarkan apa yang akan terjadi nanti dibandingkan mengorbankan penghasilan
yang mereka miliki saat mengalami resiko kegagalan ketika melakukan usaha
tersebut bahkan satu diantaranya lebih memilih kegiatan keagamaan di sekitar
perumahan dibandingkan bersusah payah memikirkan usaha yang harus dibuatnya
meskipun ia ingin melakukannya.
Dapat dikatakan bahwa Calon Pensiunan PT ”X” lebih banyak yang belum
memiliki keyakinan mengenai apa yang akan dilakukan dikarenakan tidak ingin
mengambil resiko ataupun belum mengetahui dapat melakukan apa di masa pensiun
nanti. Hal tersebut menggambarkan bahwa Calon Pensiunan PT ”X” memiliki
keyakinan yang rendah terhadap kemampuannya untuk menghadapi masa
pensiunnya. Kekurang-yakinan tersebut berdampak pada usaha yang dilakukan untuk
menghadapi masa pensiun. Bandura (2002) menjelaskan bahwa keyakinan yang
dimiliki seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi
membuat pilihan, Usaha yang dikeluarkan untuk menjalankan pilihan tersebut, berapa
lama individu bertahan saat dihadapkan pada rintangan-rintangan (dan saat
dihadapkan pada kegagalan), serta bagaimana penghayatan perasaannya.
Keyakinan diri mengenai kemampuan Karyawan PT ”X” dalam membuat
rencana masa pensiun dipengaruhi oleh empat sumber self-efficacy yang berintegrasi
dalam empat proses self-efficacy yaitu pengalaman penguasaan atau pencapaian
kinerja (Mastery experience), pengamatan terhadap orang lain sebagai model
(Vicarious experiences), persuasi sosial (Verbal persuasion), dan peningkatan fisik
dan psikologis (Physiological and Affective state). Dari hasil wawancara tersebut,dua
orang yang telah memiliki rencana dalam mengisi masa pensiunnya merasa yakin
dengan kemampuannya mengorganisir usahanya tersebut karena sering kali dilakukan
ketika mereka bekerja sedangkan enam orang lainnya belum memiliki rencana yang
pasti karena merasa tidak memiliki kemampuan yang memadai. Hal ini
menggambarkan bagaimana mastery experience yang dimiliki.
Calon pensiunan PT “X” yang yakin dengan kemampuannya, tidak terlalu
terganggu dengan pengalaman rekan kerjanya yang sudah lebih dulu pensiun di mana
banyak sekali yang mereka dengar mengalami kegagalan dalam menjalankan usaha
dan merasa optimis dengan usaha yang akan mereka jalani karena terbantu oleh
dukungan keluarga yang mendorongnya untuk melakukan usaha tersebut. Karena hal
itu pula mereka merasa optimis dengan apa yang akan di lakukan di masa pensiunnya
experience yaitu pengalaman yang dialami oleh orang lain yang memiliki
karakterisitik yang sama dengan calon pensiunan sehingga dapat dihayati sebagai
pengalaman dirinya pula. Lain halnya dengan dua orang karyawan yang belum
dengan jelas mempertimbangkan usaha yang akan dijalaninya mengutarakan
keraguannya perihal kemampuan yang ia miliki dirasa tidak cukup mendukung untuk
membuat usaha sendiri. Hal ini disebabkan oleh keluarga yang juga mengingatkan
untuk berhati-hati dalam membuat keputusan memasuki masa pensiun, adanya
pengalaman rekan kerjanya yang sudah lebih dulu pensiun dan membangun usaha
namun gagal, serta hasil perbincangan dengan rekan kerjanya yang menyatakan
bahwa membuat suatu usaha itu tidaklah mudah di jaman sekarang membuat mereka
merasa ragu untuk melakukan sesuatu meskipun dalam pikirnya mereka telah
memiliki keinginan untuk membangun usaha. Dua orang karyawan lain yang belum
memiliki rencana untuk masa pensiunnya mempertimbangakan mengenai kegagalan
yang akan mereka hadapi jika usaha yang ingin dibuatnya gagal. Mereka
mempertimbangkan hal ini ketika melihat rekan kerja mereka yang lebih dulu
pensiun gagal ketika membuka usaha sehingga uang pensiun yang dijadikan modal
usaha habis sehingga mereka hanya mengandalkan uang pensiun yang diberikan
perusahaan setiap bulannya yang kurang dari cukup untuk memenuhi kebutuhan
mereka sehari-hari. Selain itu, keluarga kedua orang tersebut cenderung meminta
mereka untuk menikmati saja masa pensiun yang akan dihadapi dan mengandalkan
membuat mereka seringkali mundur dalam membuat suatu rencana karena mereka
pun masih ragu dengan kemampuan yang dapat digunakan untuk membangun sebuah
usaha atau rencana.
Situasi dan gejala-gejala yang terjadi pada para Calon Pensiunan PT ”X” yang
akan pensiun dalam perusahaan inilah yang kemudian membuat peneliti ingin
mengetahui bagaimana Self-efficacy yang dimiliki oleh para calon pensiunan PT
“X” di Kecamatan Cikampek.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana self-efficacy para calon pensiunan PT “X” di Kecamatan
Cikampek.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk memperoleh gambaran self-efficacy para calon pensiunan PT. “X” di
kecamatan Cikampek.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran mengenai self-efficacy para calon pensiunan PT “X” di Kecamatan Cikampek serta sumber-sumber dan faktor-faktor yang
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
a. Memberikan informasi tambahan dalam bidang kajian psikologi
perkembangan mengenai self-efficacy pada masa dewasa akhir.
b. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian mengenai self-efficacy dalam menghadapi masa pensiun.
1.4.2 Kegunaan Praktis
a. Memberikan informasi tambahan kepada PT. “X” Cikampek mengenai
self-efficacy dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada para calon pensiunan yang dapat digunakan untuk membuat suatu program edukasi
bagi para calon pensiunan agar dapat mempersiapkan masa pensiun
yang akan segera dihadapi dengan baik.
b. Memberikan informasi mengenai bagaimana self-efficacy pada
karyawan yang akan memasuki masa pensiun ke dalam bidang kajian
psikologi industri dan organisasi.
1.5Kerangka Pemikiran
Karyawan PT “X” akan memasuki masa pensiun ketika mereka mencapai usia
prestasi baik dalam pekerjaan maupun lingkungan sosialnya, merupakan masa
evaluasi terhadap karir yang dimiliki berdasarkan aspirasi dan harapan-harapan
sekelilingnya terutama keluarga dan teman, merupakan masa transisi dimana Calon pensiunan PT “X” akan mulai mengalami perubahan baik fisik, minat, nilai, perilaku
maupun peran baik dalam lingkungan sosial maupun pekerjaan. Masa ini juga
dianggap sebagai masa yang menimbulkan stress karena banyaknya perubahan yang
terjadi seperti perubahan peran ketika memasuki masa pensiun
Pensiun merupakan situasi dimana seseorang tidak lagi bekerja dan dibayar
karena pekerjaannya itu (Elizabeth Hall, 1985). Pensiun tidak hanya dilihat dari satu
perspektif dimana seseorang tidak lagi bekerja namun dari berbagai perubahan yang
akan terjadi dalam hidup calon pensiunan PT “X” seperti: berkurangnya jumlah
pemasukan yang didapat, meningkatnya waktu luang, potensi menurunnya kesehatan,
perubahan hubungan antara diri pensiunan dengan lingkungan interpersonalnya,
perubahan persepsi sosial mengenai peran sosialnya setelah memasuki masa pensiun.
Calon pensiunan PT “X” dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi secara
tiba-tiba, seperti perubahan keadaan ekonomi, gaya hidup, yang bila tidak
dipersiapkan dengan baik maka akan mempengaruhi penyesuaian diri individu pada
masa pensiunnya.
Menurut Ursina Teuscheur (1995), terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
prediktor untuk melihat kesuksesan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masa
pekerjaannya saat ini, aktivitas lain yang dilakukan di waktu luang, dan sumber
internal dalam diri individu seperti internal locus of control, sense of coherence , dan
Self-efficacy belief yang sangat diperlukan untuk melewati masa transisi seperti masa pensiun ini dengan baik.
Self–efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan seseorang dalam mengatur dan menggunakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk
mengatur situasi-situasi yang berorientasi ke masa depan (Bandura, 2002).
Self-efficacy adalah salah satu bentuk dari belief. Pengembangan terhadap self-Self-efficacy calon pensiunan juga dipengaruhi oleh belief-nya yang merupakan suatu keyakinan
dari individu yang ditampilkan pada apa yang dilakukannya. Self-efficacy belief
menentukan saat seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku
(Bandura, 2002).
Keyakinan calon pensiunan PT “X” yang tinggi terhadap kemampuannya
sendiri akan membantu calon pensiunan PT “X” tersebut untuk mempersiapkan diri
pada masa yang berbeda dengan saat ia masih bekerja, sedangkan keyakinan calon pensiunan PT “X” yang rendah terhadap kemampuan dirinya akan menghambat
penyesuaian diri yang harus dilakukannya. Perencanaan masa pensiun dituntut untuk dilakukan jauh sebelum masa pensiun tiba sehingga para calon pensiunan PT “X”
dapat menikmati masa pensiunnya kelak dengan puas seperti mengerjakan kegiatan
yang diinginkan dengan baik, menikmati masa pensiun tanpa khawatir mengenai
Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap derajat self-efficacy dari
Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek adalah pendidikan, lamanya masa
bekerja, pekerjaan sampingan yang dimiliki, dan level manajemen yang dimiliki oleh
karyawan. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi wawasan dan keterampilan yang
dimiliki oleh karyawan serta mempengaruhi level manajemen yang dapat diraih
dalam pekerjaan. Lamanya masa bekerja seorang Calon Pensiunan PT “X” di
kecamatan Cikampek akan mempengaruhi besar tunjangan pensiun yang diterimanya.
Semakin lama Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek tersebut bekerja maka semakin besar tunjangan yang diperoleh. Calon Pensiunan PT “X” di
kecamatan Cikampek yang memiliki pekerjaan sampingan akan merasa yakin bahwa
mereka akan mampu menghadapi masa pensiun dengan baik karena setelah mereka
pensiun maka mereka masih memiliki penghasilan yang dapat menunjang kebutuhan hidup mereka, sedangkan bagi Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek
yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, setelah mereka mengalami pensiun maka
mereka tidak memiliki penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Level manajemen yang dimiliki Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan
Cikampek dapat berpengaruh terhadap derajat self- efficacy karena level manajemen
yang dimiliki Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek berdampak pada kompetensi yang dimiliki Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek dan
manajemen bawah memiliki perkembangan karir yang cenderung lambat dan menetap, sedangkan Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek yang
termasuk level manajemen atas cenderung memiliki perkembangan karir yang relatif
lebih cepat dan pekerjaan yang lebih bervariasi seperti berpindah bagian sehingga
dapat mengembangkan keterampilan yang dimiliki dibandingkan karyawan level
manajemen bawah (lapangan) yang tergolong menetap pada satu bagian saja.
Keyakinan mengenai efficacy calon pensiunan PT “X” secara kognitif dapat
dikembangkan melalui empat sumber pengaruh utama, yaitu mastery experiences,
vicarious experiences, verbal persuasion dan physiological and affective states. Penghayatan yang paling kuat mengenai self-efficacy adalah melalui mastery
experiences atau pengalaman karyawan yang akan pensiun di masa lalunya. Pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu dalam bidang pekerjaan akan
mempengaruhi derajat efficacy dalam diri para karyawan yang akan pensiun tersebut.
Keberhasilan di masa lalu akan membantu Calon pensiunan PT “X” membangun keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu sedangkan Calon pensiunan PT “X” yang
mengalami kegagalan di masa lalunya cenderung akan mengalami hambatan dalam
membangun keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu
Sumber kedua dalam membentuk self-efficacy adalah melalui vicarious
experience yaitu pengalaman yang diamati Calon pensiunan PT “X” dari model sosial misalnya rekan kerja atau orang signifikan lainnya. Calon pensiunan PT “X” yang
keberhasilan dalam mempersiapkan masa pensiunnya dengan berbagai usaha akan
meningkatkan keyakinan dirinya untuk mencapai keberhasilan yang kurang lebih
sama dengan rekan kerjanya tersebut. Dengan cara yang sama pula, calon pensiunan PT “X” mengamati kegagalan teman sekerjanya atau orang yang signifikan lainnya
walaupun sudah melakukannya dengan berbagai cara akan menurunkan penilaian
terhadap efficacy mereka dan juga menurunkan usaha mereka untuk tetap bertahan.
Modelling akan berpengaruh terhadap self-efficacy belief tergantung dari seberapa banyaknya kesamaan karakteristik calon pensiunan PT “X” dengan model sosial yang
diamatinya. Semakin besar kesamaan calon pensiunan PT “X”” dengan model sosial
yang diamatinya, maka semakin besar pula pengaruh kesuksesan dan kegagalan
model terhadap calon pensiunan PT “X” tersebut.
Sumber ketiga yang membentuk self-efficacy calon pensiunan PT “X” dalam
mempersiapkan rencana masa pensiunnya agar berhasil adalah social persuasion.
Dukungan atau persuasi positif secara verbal disampaikan oleh pasangan, anak-anak,
rekan sekerja, atasan dan lain sebagainya akan memperkuat penilaian efficacy bahwa
mereka mampu menguasai aktivitas-aktivitas dalam menyesuaikan diri, menyusun,
mempersiapkan masa pensiun serta mengerahkan usaha yang lebih besar untuk mencapainya. Sementara itu calon pensiunan PT “X” yang kurang mendapat
dukungan positif secara verbal akan cenderung ragu pada kemampuan dirinya saat
menghadapi masalah serta menghindari aktivitas-aktivitas yang menantang. Mereka
Sumber keempat yang dapat membentuk dan menguatkan self-efficacy belief
adalah dengan psychological dan affectives states, yaitu kondisi fisik dan emosional
yang dialami calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun. Calon pensiunan PT “X”
yang tidak menginterpretasikan kondisi emosional (stress, cemas, dan lain
sebagainya) dan keadaan fisik (sakit, lelah, dan sebagainya) sebagai
kekurangmampuan dirinya dalam proses penyesuaian diri, penyusunan, dan persiapan
masa pensiun akan tetap meningkatkan keyakinannya dibandingkan dengan calon pensiunan PT “X” yang menilai kondisi fisik dan emosionalnya sebagai tanda-tanda
kekurangmampuannya dalam penyusunan dan persiapan masa pensiun yang akan
menurunkan keyakinan dirinya akan kemampuannya untuk menyesuaikan diri,
menyusun, dan mempersiapkan masa pensiunnya misalnya karena kondisi fisik yang menurun membuat calon pensiunan PT “X” merasa tidak lagi mampu melakukan hal
yang diinginkan sebelumnya sehingga mengurangi keyakinan terhadap
kemampuannya sendiri.
Keyakinan terhadap kemampuan diri (self-efficacy) seseorang dapat terbentuk,
meningkat atau menurun berdasarkan pengaruh terhadap salah satu sumber atau
kombinasi dari beberapa sumber dalam pembentukannya. Keempat sumber self-
efficacy tersebut adalah kumpulan informasi bagi calon pensiunan PT ”X” kecamatan Cikampek yang kemudian akan diolah secara kognitif dalam pembentukan keyakinan akan kemampuan diri. Calon pensiunan PT ”X” kecamatan Cikampek menyeleksi,
dapat mempengaruhi keyakinan diri mereka dalam mengatasi rintangan dan mencapai
tujuannya. Adanya pemahaman kognitif mengenai sumber-sumber self-efficacy
tersebut kemudian mempengaruhi penghayatan calon pensiunan PT ”X” kecamatan
Cikampek terhadap self-efficacy yang ada dalam diri mereka. Jadi, self-efficacy tidak
terbentuk dengan sendirinya berdasarkan empat sumber yang tersedia, namun harus
diolah secara kognitif terlebih dahulu hingga pengolahan dari empat sumber
self-efficacy disimpan dan dapat diterapkan pada situasi serupa di masa yang akan datang, dalam hal ini berkaitan dengan persiapan masa pensiun yang akan segera dihadapi.
Tinggi rendahnya self-efficacy calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek
dapat terlihat dari bagaimana calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek
menentukan pilihan untuk masa depannya, seberapa besar usaha yang akan
dikerahkan untuk mewujudkan pilihan yang telah ditentukannya tersebut, seberapa
lama calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek bertahan terhadap usaha yang
dikerahkannya ketika menghadapi tantangan, dan bagaimana penghayatan perasaan
para calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun terhadap masa pensiun yang akan
dihadapinya nanti.
Calon pensiunan PT “X” yang memiliki Self-efficacy tinggi akan membuat pilihan mengenai rencana masa pensiun yang lebih baik dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah. Calon pensiunan PT “X”
yang memiliki self-efficacy tinggi akan memilih rencana yang lebih menantang
kemampuannya dan membayangkan keberhasilan yang akan diraihnya kelak.
Sementara itu, calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah memilih rencana yang aman dan menghindari kegagalan yang ia bayangkan akan
didapatnya kelak misalnya memilih untuk diam di rumah karena membayangkan jika
membuat usaha ia akan mengalami kegagalan jika membangun suatu usaha atau
mencari pekerjaan lagi.
Self-efficacy pun mempengaruhi calon pensiunan PT “X” dalam usaha yang dikeluarkannya untuk mencapai pilihan yang telah ia buat berupa rencana masa pensiun yang akan segera dihadapi calon pensiunan PT “X”. Calon pensiunan PT “X”
yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencoba lebih keras dan berusaha
sebaik mungkin untuk menjalankan rencananya tersebut dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah. Misalnya jika calon pensiunan PT “X” tersebut memilih untuk membuat usaha di masa pensiunnya nanti,
calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencari info
lebih banyak mengenai usaha yang ingin dilakukan, mencari tempat yang cocok
untuk memulai usahanya, memikirkan strategi menjalankan usaha, dan lain sebagainya dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang
rendah yang tidak akan banyak melakukan usaha untuk menjalankan rencana yang sama. Calon pensiunan PT “X” tersebut hanya akan berpikir untuk membuat usaha
tertentu namun ragu dalam menjalankan dan membuat strategi usaha yang ingin
Self-efficacy pun mempengaruhi daya tahan calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun ketika menghadapi rintangan atau kegagalan ketika berusaha mencapai
pilihan yang dibuat. Calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan lebih dapat bertahan dan bangkit kembali saat menghadapi masalah atau kegagalan ataupun mencari alternatif yang mungkin dapat dilakukan dibanding calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah dimana
calon pensiunan PT “X” tersebut akan cenderung menyerah saat muncul rintangan.
Ketika calon pensiunan PT “X” menghadapi persoalan, misalnya modal yang dimiliki
ternyata tidak mencukupi usaha yang diinginkan serta banyaknya pesaing di daerah tersebut, calon pensiunan PT “X” dengan self-efficacy yang tinggi akan berusaha
mencari jalan keluar misalnya mencari pinjaman atau menyesuaikan usaha dengan
modal yang dimiliki serta membuat strategi bisnis yang lebih baik dibandingkan para pesaingnya. Sedangkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang
rendah cenderung akan lebih mudah menyerah.
Derajat self-efficacy yang dimiliki oleh calon pensiunan PT “X” juga akan
mempengaruhi penghayatan perasaannya terhadap masa pensiun yang akan
dihadapinya nanti. Calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memandang bahwa masa pensiun yang akan dihadapinya nanti sebagai sebuah
kesempatan yang menjanjikan untuk mengembangkan kemampuan, keinginan yang belum sempat tercapai sehingga calon pensiunan PT “X” tersebut memandang masa
memiliki self-efficacy rendah, ia akan memandang masa pensiun sebagai masa yang
tidak ada kepastian mengenai apa yang dapat mereka lakukan, kehilangan banyak hal
yang selama ini dimiliki misalnya penghasilan, kedudukan dan lain sebagainya
sehingga membuatnya memandang masa pensiun sebagai hal yang negatif sehingga
tak jarang mereka lebih banyak mengalami stress dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun yang memiliki self-efficacy yang tinggi.
Keempat tingkah laku tersebut diatas merupakan perilaku dari self-efficacy
belief yang dimiliki calon pensiunan PT ’X” kecamatan Cikampek sebagai dampak dari empat sumber self-efficacy yang dihayati oleh calon pensiunan PT ’X”
kecamatan cikampek yang akan menentukan bagaimana karyawan PT “X” yang akan
pensiun tersebut menghabiskan hari-hari di masa pensiunnya kelak.
Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas, berikut ini akan ditampilkan skema
1.1 Skema Kerangka Pemikiran Calon Pensiunan PT “X”
Kecamatan Cikampek
Self-efficacy tinggi
Self-efficacy rendah Indikator Self Efficacy :
1. Pilihan yang dibuat 2. Usaha yang dikeluarkan 3. Berapa lama karyawan
PT ”X” bertahan saat dihadapkan pada
rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan pada kegagalan)
4. Penghayatan perasaan Self-efficacy Proses
Kognitif
Faktor yang berpengaruh: - Pendidikan
- Lama bekerja
- Pekerjaan sampingan - Level manajemen 1. Mastery Experience 2. Vicarious Experience 3. Social / Verbal
Persuation
1.6 Asumsi
Berdasarkan kerangka pikir yang dikembangkan diatas, maka asumsi yag
dapat ditarik sebagai berikut:
a. Calon pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek memiliki sumber-sumber
informasi berupa mastery experience, vicarious experience, verbal
persuasion, dan physiological and affective states yang akan mempengaruhi keyakinan (Self-efficacy) mereka dalam menghadapi masa
pensiun.
b. Calon pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek memiliki Faktor-Faktor
berupa: Pendidikan, Pekerjaan sampingan, dan level manajemen ketika
mereka bekerja yang akan mempengaruhi keyakinan (Self-efficacy)
mereka dalam menghadapi masa pensiun.
c. Derajat Self-efficacy dapat dilihat dari perilaku calon pensiunan PT “X”
kecamatan Cikampek meliputi: Pilihan yang diambil, Usaha yang akan
dikerahkan untuk mewujudkan pilihan tersebut, Daya tahan ketika
menghadapi tantangan, dan Penghayatan perasaan mengenai masa pensiun
yang akan dihadapinya nanti.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Lebih banyak Calon Pensiunan PT “X” di Kecamatan Cikampek yang
memiliki self-efficacy rendah dibandingkan dengan self-efficacy tinggi.
2. Sumber verbal persuasion yang positif dari keluarga terutama istri, atasan
dan rekan kerja merupakan sumber berpengaruh terhadap self-efficacy para Calon Pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek.
3. Sumber vicarious experience mempengaruhi self-efficacy para Calon Pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek. Pengalaman kegagalan rekan
kerja yang lebih dulu pensiun mempengaruhi Calon Pensiunan PT “X”
dalam menentukan kegiatan seperti apa yang akan dilakukan di masa
pensiun.
4. Faktor pekerjaan sampingan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
pada Self-efficacy Calon Pensiunan PT “X”. Sebagian besar Calon
Pensiunan PT “X” yang tidak memiliki pekerjaan sampingan serta
5. Faktor pendidikan berpengaruh terhadap self-efficacy Calon Pensiunan PT “X” Kecamatan Cikampek. Seluruh Calon Pensiunan PT “X” yang memiliki
tingkat pendidikan S2 memiliki self-efficacy yang tinggi sedangkan yang
memiliki tingkat SLTP memiliki self-efficacy yang rendah. Pada Calon
Pensiunan PT “X” berpendidikan SMA/STM dan SLTP menghayati ilmu dan
wawasan yang dimiliki tidak cukup sehingga mempengaruhi keyakinan
mereka dalam menghadapi masa pensiun.
6. Faktor level manajemen berpengaruh terhadap self-efficacy Calon Pensiunan PT “X” Kecamatan Cikampek. Calon Pensiunan PT “X” yang berada pada
level pekerjaan eselon II cenderung menghayati keberhasilan dalam
pekerjaannya (mastery experience) sebagai perkembangan karir yang cepat
dan pengalaman kerja yang bervariasi serta hubungan kerja yang dimiliki
sehingga mempengaruhi keyakinan mereka dalam melakukan kegiatan yang
diinginkan sesuai kemampuan yang dimiliki ketika memasuki masa pensiun
nanti.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran, diantaranya:
5.2.1 Saran Keilmuan
Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian
5.2.3 Saran Guna Laksana
Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
a. Bagi Calon Pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy rendah disarankan untuk meningkatkan self-efficacy dalam menghadapi masa
pensiun dengan mengembangkan keterampilan yang dimiliki atau yang
diminati, mulai menyusun rencana perubahan keuangan, lingkungan
sosial dan kerja, melihat hal yang positif dari keberhasilan rekan yang
telah pensiun, mendengarkan masukan yang positif dari keluarga atau
rekan kerja serta menjaga kesehatan.
b. Bagi pihak perusahaan disarankan agar dapat mempertimbangkan untuk membuat program persiapan masa pensiun yang dapat membantu calon
pensiunan PT “X” seperti; memberikan alternatif kegiatan di masa
pensiun yang dapat dilakukan, konseling berkala mengenai persiapan
masa pensiun baik bagi diri Calon Pensiunan maupun bersama pasangan,
membantu penyusunan perencanaan keuangan dalam menghadapi
perubahan keuangan, serta penyesuaian diri terhadap perubahan
lingkungan kerja dan sosial yang akan dijalani setelah masa pensiun tiba
c. Mengingat bahwa verbal persuasion merupakan sumber yang berpengaruh pada derajat self-efficacy calon pensiunan PT “X” maka
positif seperti memberikan pujian ketika calon pensiunan PT “X”
mengalami keberhasilan dan memberikan banyak masukan dan dukungan
terhadap apa yang dilakukannya untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi masa pensiun sehingga calon pensiunan PT “X” dapat
meningkatkan keyakinan dirinya terhadap kemampuan yang dimilikinya
untuk menghadapi masa pensiun tersebut.
d. Sama halnya dengan dukungan yang dilakukan oleh keluarga, atasan dan rekan kerja diharapkan dapat lebih banyak memberikan dukungan positif
seperti memberikan pujian pada karyawan ketika mereka berhasil dalam
melakukan pekerjaan dan mendukung secara moril ketika akan
menghadapi masa pensiun sehingga Calon Pensiunan dapat lebih yakin
terhadap diri sendiri ketika menghadapi masa pensiun.
e. Mengingat bahwa Vicarious experience juga menjadi sumber yang mempengaruhi self-efficacy calon pensiunan, sharing pengalaman
keberhasilan yang dicapai karyawan yang sudah lebih dulu pensiun
ataupun menyediakan kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama calon
pensiunan, akan menjadi salah satu cara yang baik untuk meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, Albert. 2002. Self-Efficacy : The Exercise of Control. New York: Freeman
Perlmutter, Marion. Elizabeth Hall, 1985. Adult Development And Aging. New York. Wiley & Sons, Inc
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana : Bandung
Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi kelima.
J. Tito Sutarto, C. IsmulCokro, 2008. Pensiun Bukan Akhir Segalanya (cara cerdas menyiasati pensiun). Jakarta : PT. Gramedia
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh.
DAFTAR RUJUKAN
Analya, Priska. 2006. Studi kasus mengenai self-efficacy pada karyawan yang akan memasuki masa pensiun dalam waktu 1 tahun mendatang. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Kusumawardani, Widhiarini. 2009. Kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap academic self-efficacy pada anggota muda perhimpunan penjelajah alam Jamadagni di kota Bandung. Usulan Penelitian. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Teuscher,Ursina. 2003. Change and Persistence of Personal Identities Transition to Retirement and Aging. Thesis. Switzerland : (http://google.com, diakses 24 Januari 2010)
Price, Ph.D, Christine A. Stages of retirement (online)
(http://ohioline.osu.edu/ss-fact/0201.html, diakses 10 Agustus 2009)
http://library.usu.ac.id
www. wikipedia.com
www.pupuk-kujang.co.id
www.google.com