Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak permasalahan.
Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan
permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral
dalam menjawab permasalahan keseharian itu1. Dalam Surani, adanya
perubahan cepat dan pesat yang terjadi dalam berbagai bidang seperti politik/ketatanegaraan, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa dampak dalam proses pembelajaran. Seiring dengan adanya perubahan yang pesat ini, lembaga pendidikan memiliki peran sentral dalam membantu peserta didik baik secara individual maupun kolektif agar mampu hidup secara produktif ditengah masyarakat dengan berbagai permasalahan atau problema yang dihadapinya. Karena dengan adanya perubahan tadi maka secara otomatis permasalahan atau problema yang ditemui dalam kehidupan juga semakin komplek.2
1 Herman Suherman, et.all., Strategi Pembelajaran matematika Kontemporer .
(Bandung:UPI,2003), hal 65
2Surani, Efektifitas model Pembelajaran Berbasis masalah Terhadap Kecakapan Matematika
Pada Pokok Bahasan Segiempat Sebagai Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 21 Semarang Tahun Pelajaran 2006/200.(Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Negeri Semarang: Skripsi tidak diterbitkan,2007). hal 1.
Pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi
semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek
pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa
menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian
dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Seakan-akan
pendidikan bertujuan untuk menguasai matapelajaran. Bagaimana keterkaitan
materi ajar dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat
digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian.
Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan
untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari dan sampai lulus
seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa yang telah dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari yang dihadapi.
Bertolak dari masalah tersebut, kiranya perlu dilakukan langkah-langkah
agar pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup, yaitu
kemampuan dan keberanian menghadapi problema kehidupan, kemudian secara
kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Pendidikan yang dapat
mensinergikan berbagai mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan
seseorang, di manapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.
memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau
menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya.3
Memasuki era globalisasi di abad XXI diperlukan suatu paradigma baru
dalam sistem Pendidikan dunia, dalam rangka mencerdaskan umat manusia dan
memelihara persaudaraan. Pemikiran tersebut telah disadari oleh UNESCO yang
mengintegrasikan empat pilar pembelajaran,4 yaitu program pembelajaran yang
diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga
mau dan mampu belajar (learning know or learning to learn). Bahan belajar yang
dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta
didiknya (learning to do), dan mampu memberikan motivasi untuk hidup dalam
era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be).
Pembelajaran tidak cukup hanya diberikan dalam bentuk keterampilan untuk
dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat,
berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa-bangsa dengan semangat
kesamaan dan kesejajaran (learing to live together).5 Pendidikan yang menekankan
pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan,
kemandirian, kreatifitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan, dan kewarganegaraan.
Sedangkan implikasi penerapan pendidikan adalah perlunya pengembangan
3 Dalam http://bbawor.blogspot.com/2009/02/peran-guru-dalam-membangun-life-skill.html,
diakses 23 Desember 2009.
4 Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup(Life Skills Education). (Bandung: Alfabeta,2004),
hal.5
5 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan
silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik mampu
mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang
ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill.6
Berkaitan dengan hal tersebut, maka proses pembelajaran menuntut adanya
pengalaman belajar yang berupa kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup
merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi problema
kehidupan dengan tanpa merasa tertekan dan secara aktif dan kreatif mencari
solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Kecakapan hidup secara garis
besar dibagi menjadi 2 yaitu kecakapan hidup yang bersifat umum (general life
skill / GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (spesific life skill / SLS).
GLS merupakan kecakapan yang diperlukan oleh siapapun, sedangkan SLS
merupakan kecakapan yang diperlukan seseorang untuk menghadapi problema
pada bidang khusus. SLS ini sering juga disebut sebagai kompetensi teknis. Dalam
kehidupan nyata antara GLS dan SLS tidak berungsi secara terpisah, namun
melebur menjadi satu tindakan individu yang melibatkan aspek fisik, mental,
emosional dan intelektual.7
Departemen Pendidikan Nasional (2002) mengemukakan life skill yang
dimaksud meliputi general skills dan specific skill. General skill terdiri dari 1) self
awareness (kesadaran diri) yang terdiri dari: a) penghayatan diri sebagai makhluk
6 Departemen Pendidikan Nasional.2003.Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Kurikulum 2004.
7 Senam, et.all,.Efektifitas Pembelajaran Kimia untuk Siswa SMA Kelas XI dengan
Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga Negara, dan b) menyadari
dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. 2) thinking skill
(keterampilan berfikir), yang meliputi: a) kecakapan menggali dan menemukan
informasi, b) kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan, dan c)
kecakapan memecahkan masalah. 3) social skills (keterampilan sosial), meliputi:
a) kecakapan berkomunikasi dengan empati, dan b) kecakapan bekerjasama.
Sedangkan spesific skills terdiri dari: 1) academic skills (keterampilan akademik),
meliputi: a) kecakapan mengidentifikasi variabel dan menjelaskan hubungan antar
variabel tersebut, b) kecakapan merumuskan hipotesis, dan c) kecakapan
merancang dan melaksanakan penelitian. 2) vocational skill (keterampilan
kejuruan) merupakan kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu.8
Tekanan jenis-jenis life skill ini berbeda pada jenjang yang berbeda. Untuk SD dan
SMP life skill yang dikembangkan lebih menekankan pada general skill sedangkan
pada SMA tekanannya pada academic skills .9 Life skills atau kecakapan hidup ini
harus dimunculkan dalam setiap kegiatan di sekolah. Adapun tujuan dari
pengembangan kecakapan hidup siswa ini adalah sebagai berikut: 1)
mengaktualisasi potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problema yang dihadapi. 2) memberikan wawasan yang luas dalam
mengembangkan karier memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai
8 Irma Yulia Basri. Peningkatan Keaktifan, Kreativitas, dan Kompetensi Mahasiswa melalui
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Life Skill.(Jurnal Kajian Teori dan Praktik Pendidikan.Universitas Negeri Padang Sumatera Barat. Jurnal Tahun ke-34 Nomor 2 Tidak Diterbitkan, 2007).hal 153
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 3) memberikan kesempatan kepada
sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel sesuai dengan prinsip
pendidikan berbasis luas. 4) pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah,
dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat,
sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. 5) mengembangkan potensi
manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang.10
Secara umum manfaat pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup bagi
peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema
hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat,
maupun sebagai warga negara. Jika hal itu dapat dicapai, maka faktor
ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat diturunkan,
yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.11
Pembelajaran matematika oleh sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pembelajaran konvensional dengan paradigma mengajarnya. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai sumber yang mempunyai pengetahuan. Guru ceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Penekanan yang berlebihan pada isi dan materi
10 Malik Fajar, Pendidikan Life Skill. Dalam
http://ahmadasen.wordpress.com/2002/01/26/pendidikan-life-skill/. Diakses 27 Oktober 2009
11 Dalam http://bbawor.blogspot.com/2009/02/peran-guru-dalam-membangun-life-skill.html,
diajarkan secara terpisah-pisah. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi. Dan, semua itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah karena tidak mendalam. Hal ini berakibat, prestasi belajar matematika siswa rendah. Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa.12
“Toho Cholik Mutahir menyatakan bahwa saat ini pola pengajaran terlalu banyak didominasi oleh guru, khususnya dalam transformasi pengetahuan kepada anak didik”.
Paradigma mengajar seperti di atas tidak dapat lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sudah saatnya paradigma mengajar diganti dengan paradigma belajar. Paradigma belajar ini sejalan dengan teori konstruktivisme. Untuk itu guru haruslah aktif dan kreatif dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapat menguasai materi dengan baik dan mendalam. Kreatif maksudnya adalah guru mampu memilih dan menggunakan berbagai metode dalam penyampaian materi pelajaran matematika. Salah satu media
pembelajaran yang dapat digunakan adalah lembar kerja siswa (LKS). LKS merupakan sumber belajar penunjang yang dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi matematika. LKS matematika mengandung ringkasan materi, petunjuk eksperimen, dan latihan soal. Dengan bantuan LKS itu, siswa dapat belajar secara mandiri mengenai materi matematika yang harus mereka kuasai. Proses belajar dengan LKS dapat dilakukan baik disekolah maupun dirumah.13
Penggunaan LKS dalam proses pembelajaran dapat mengubah pola
pembelajaran yaitu dari pola pengajaran dari teacher centered menjadi pola
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pola pengajaran
berpusat pada guru terjadi interaksi satu arah, sehingga guru menerangkan,
mendikte, sedangkan siswa mendengarkan, mencatat, dan mematuhi semua
perintah guru. Sebaliknya pola pembelajaran yang berpusat pada siswa akan
terjadi interaksi antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Selain itu penggunaan
LKS memudahkan dalam mengarahkan siswa untuk menemukan konsep sendiri,
serta dapat digunakan untuk mengembangkan ketrampilan proses. Dengan
ketrampilan proses, pembelajar akan terbiasa menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.14
Model pembelajaran berbasis life skill ini diharapkan akan membantu atau
mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika, disamping itu
diharapkan juga mampu meningkatkan prestasi siswa dan juga mampu
meningkatkan kecakapan-kecakapan matematika seperti yang diharapkan dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu karakteristik
matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini
menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.15 Rendahnya
kemampuan matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami
masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu,
belajar matematika siswa belum bermakna. Kenyataan ini masih belum sesuai
dengan apa yang diinginkan dalam Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yaitu agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh dimana dengan kecakapan tersebut diharapkan siswa terbiasa bekerjasama dengan orang lain, mendengarkan dengan aktif, berani bertanya, menjawab pertanyaan atau menyampaikan pendapat dan kreatif dalam memecahkan masalah. Dan yang tidak kalah penting guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning), dan memotivasi siswa.16 Dengan
15 Sudharta, IGP. 2004. Realistic Mathematics: Apa dan Bagaimana?
http://www.depdiknas.co.id/editorial:jurnal_pendidikan_indonesia. Diakses Februari 2007
pembelajaran berbasis life skill diharapkan akan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, serta membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Materi segitiga adalah termasuk materi yang dianggap sulit oleh siswa kelas VII MTs PSM Tanen Rejotangan Tulungagung, itu terbukti dengan rata-rata hasil belajar untuk tahun-tahun sebelumnya belum menunjukan ketuntasan. Sehingga penelitian yang akan dilakukan diberi judul: : “Efektifitas Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII Pokok Bahasan Segitiga dengan Menggunakan LKS Matematika Berbasis
Life Skill”
B. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian terdiri dari:
a. Identifikasi Masalah
Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan menggunakan LKS
matematika berbasis life skill.
a. Proses belajar
b. Pembelajaran matematika
c. Pembelajaran matematika dengan LKS
d. Pembelajaran matematika dengan LKS berbasis life skill
e. Pembelajaran matematika dengan LKS berbasis life skill.
f. Materi segitiga b. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas maka penulis memberikan pembatasan masalah sebagai berikut:
Efektifitas Pembelajaran Matematika siswa kelas VII Pokok Bahasan
Segitiga dengan menggunakan LKS matematika berbasis life skill.
c. Rumusan Masalah
Rumusan penelitian adalah sebagai berikut:
Apakah Pembelajaran Matematika siswa kelas VII Pokok Bahasan Segitiga
dengan menggunakan LKS matematika berbasis life skill lebih efektif daripada
Pembelajaran Matematika yang Konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui keefektifan Pembelajaran Matematika siswa kelas VII Pokok Bahasan
Segitiga dengan menggunakan LKS matematika berbasis life skill dibandingkan
yang konvensional.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memiliki harapan besar terhadap hasil
penelitian sehingga hasil penelitian ini memiliki kegunaan bagi diri pribadi
penulis dan orang lain, yaitu:
1. Kepentingan teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah, memperkuat dan melengkapi teori-teori
pembelajaran matematika, atau dapat sebagai acuan dalam pengembangan
teori-teori penelitian selanjutnya.
2. Kepentingan praktis
3. Bagi sekolah
Secara tidak langsung akan membantu memperlancar proses belajar
mengajar
1 2. Bagi guru
a. Dapat membantu tugas guru dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa selama proses pembelajaran di kelas secara
efektif dan efisien.
b. Dapat memberikan masukan bagi guru, yaitu cara untuk meningkatkan
c. Mempermudah guru melaksanakan pembelajaran.
2 3. Bagi siswa
a. Dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika yang dipelajari.
b. Siswa dapat membangun kemampuannya sendiri.
c. Pelaksanaan pembelajaran dengan LKS berbasis life skill diharapkan
meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran
matematika.
1 4. Bagi peneliti
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan
pembelajaran dengan LKS berbasis life skill.
b. Peneliti mampu mengidentifikasi kelemahan penyebab terhambatnya
pemecahan masalah matematika siswa ketika diterapkan pembelajaran
dengan LKS berbasis life skill
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta mewujudkan
pandangan dan pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi yang penulis
ajukan, maka perlu ditegaskan istilah-istilah sebagai berikut:
1. Penegasan konseptual
1. Keefektifan
Menurut Poerwadarminta, efektif artinya pengaruh/akibat.17 Jadi
keefektifan adalah suatu usaha/tindakan yang membawa keberhasilan.18
Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberhasilan
tentang usaha/tindakan menerapkan Pembelajaran Matematika dengan LKS
berbasis life skill apakah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional pada hasil kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas VII MTs PSM Tanen Rejotangan Tulungagung.
2. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.19
3. LKS
17Poerwadarminto,WJS.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta:Pusat Bahasa. Hal 285 18 Departemen Pendidikan Nasional.2002.Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta:Balai Pustaka.Hal 284.
19 Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
mempermudah dan meningkatkan pemahaman dalam materi matematika.
4. Life Skill
Team Broad Base Education depdiknas mendefinisikan bahwa life skill
adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang agar berani dan mau
menghadapi segala permasalahan kehidupan dengan aktif dan proaktif
sehingga dapat menyelesaikannya. Kecakapan hidup (life skill) merupakan
kecakapan untuk menyelesaikan masalah secara inovatif dengan
menggunakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari.20
2. Penegasan operasional
Efektifitas pembelajaran matematika dengan menggunakan LKS
matematika berbasis life skill yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keberhasilan siswa dalam penguasaan ketrampilan atau pengetahuan setelah
mengikuti pembelajaran matematika yang diajarkan guru dengan
menggunakan LKS yang dikuantitatifkan kedalam skor yang diperoleh,
dengan criteria semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi
tingkat intensitas keefektifitasan media pembelajaran terhadap prestasi belajar
matematika siswa. Dalam penelitian ini ada variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebasnya adalah Pembelajaran Matematika dengan
menggunakan media lembar kerja siswa (LKS) matematika berbasis life skill.
20 Judin Azhari, 2006. Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi. STAI Diponegoro
di ukur dengan tes setelah pembelajaran
F. Sistematika Skripsi
Pengorganisasian skripsi ini dikemukakan dalam tiga bagian yang penting yaitu, bagian preliminer, bagian isi dan bagian penutup.
Bagian preliminer memuat hal-hal yang bersifat formal meliputi halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan, persembahan, motto, abstrak, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian isi memuat lima bab yang berkaitan antar bab satu dengan bab lainnya.
Bab I Pendahuluan memuat pembahasan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, penegasan istilah, dan sistematika skripsi.
Bab II Landasan Teori memuat pembahasan tentang hakikat matematika, pengertian belajar, pengertian pembelajaran, pembelajaran matematika dengan LKS, life skill, materi segitiga, hipotesis, dan kerangka berfikir.
instrument penelitian, dan metode analisis data.
Bab IV Laporan Hasil Penelitian, memuat pembahasan tentang deskripsi singkat latar belakang obyek, penyajian data penelitian, pengolahan dan analisis data.
Bab V Penutup meliputi kesimpulan dan saran