• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PjBL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SISTEM KOLOID TERHADAP NILAI KARAKTER DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 7 PURWOREJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PjBL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SISTEM KOLOID TERHADAP NILAI KARAKTER DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 7 PURWOREJO."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan moral dan nilai-nilai dalam masyarakat. Di era globalisasi ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting yang dituntut untuk terus berkembang mengingat pendidikan merupakan proses untuk mewujudkan amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV. Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan nasional. Hal ini bertujuan agar sistem dan praktik pendidikan nasional menjadi semakin berkualitas serta dapat menghasilkan masyarakat yang cerdas dan berbudi pekerti luhur. Menurut Tilaar (2002: 7), masyarakat yang cerdas ialah suatu masyarakat pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan masa depan, demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab, berakhlak mulia, tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antargenerasi dan antarbangsa.

(2)

2

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab (Mulyasa, 2014: 20).

Pada sistem pendidikan di sekolah dikenal suatu bagian yang sangat penting yaitu proses pembelajaran, yang di dalamnya terjadi interaksi antara guru dan peserta didik dalam upaya meningkatkan kualitas moral dan akademik peserta didik. Sekolah menjadi sarana yang sangat mendukung dalam proses penanaman moral dan nilai-nilai karakter kepada peserta didik. Tujuan dari sekolah adalah mengubah peserta didik ke arah yang lebih baik, dengan kata lain pendidik harus mampu mengubah kualitas akademis dan moral peserta didiknya ke arah yang lebih baik (Munif Chatib, 2009: 93 - 94). Pendidikan di Indonesia masih menuai berbagai masalah berkaitan dengan kualitas pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan guna mengatasi masalah yang berkaitan dengan kualitas pendidikan. Mulyasa (2006: 19), mengemukakan bahwa upaya yang dilakukan hampir mencakup semua komponen pendidikan seperti pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku ajar, peningkatan sarana prasarana, penyempurnaan sistem penilaian, penataan sistem manajemen pendidikan, serta usaha lainnya yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan.

(3)

3

sistem pendidikan. Masalah ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan serius mengingat tujuan pendidikan bukan hanya tentang prestasi akademik, tetapi juga pembenahan nilai karakter dan nilai moral pada pribadi masing-masing peserta didik.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan nilai karakter bangsa, pemerintah membuat kebijakan baru yakni dengan menyusun kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013, pengembangan kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik. Tujuan dari pemerintah menyusun kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia (Permendikbud No. 81A Tahun 2013).

(4)

4

mendefinisikan bahwa pengetahuan adalah ciptaan manusia yang dikonstruksikan berdasarkan pengalamannya, proses konstruksi berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi sebagai akibat dari adanya pengetahuan baru. Selain itu, pengintegrasian nilai-nilai karakter dapat disisipkan pada proses pembelajaran dengan model pembelajajaran berbasis konstruktivistik, mengingat pembelajaran dengan model ini memberi banyak pengalaman belajar baru yang menuntut peserta didik untuk aktif belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.

(5)

5

Suhu dan Kalor secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep (Mariati Purnama Simanjuntak, 2014:126 - 133).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian guna membandingkan efektivitas model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) pada materi sistem koloid. Peneliti berasumsi bahwa model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran kimia, khususnya pada materi sistem koloid.

Berbeda dengan beberapa penelitian tersebut, pada penelitian ini selain membandingkan efektivitas model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia, penelitian ini juga meneliti efektivitas kedua model pembelajaran tersebut terkait pengaruhnya terhadap peningkatan nilai karakter peserta didik.

(6)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.

1. Perlunya upaya meningkatkan pengalaman belajar peserta didik.

2. Perlunya upaya meningkatkan nilai karakter dan prestasi belajar kimia, yakni dengan menerapkan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL).

3. Model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) perlu diteliti dan dibandingkan dalam hubungannya

dengan peningkatan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik untuk menentukan model pembelajaran yang lebih efektif bagi pembelajaran pada materi sistem koloid.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka dapat dilakukan pembatasa masalah sebagai berikut.

1. Materi pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada materi sistem koloid untuk peserta didik kelas XI Semester II.

2. Penerapan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dibatasi untuk mengetahui peningkatan nilai karakter dan prestasi belajar kimia.

(7)

7

4. Nilai karakter yang diteliti dibatasi pada aspek jujur dan kerja keras. D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Adakah perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL)?

2. Adakah perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)?

3. Adakah perbedaan yang signifikan pada nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo? 4. Adakah perbedaan prestasi belajar kimia antara peserta didik yang

mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran

(8)

8 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui adanya perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).

2. Mengetahui adanya perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

3. Mengetahui adanya perbedaan nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo. 4. Mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar kimia antara peserta didik

yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran

(9)

9 F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Pendidik

Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan sebagai model pembelajaran alternatif

pada materi sistem koloid, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih bervariasi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru dalam penelitian lebih lanjut tentang berbagai model pembelajaran yang relevan untuk materi sistem koloid yang cocok dan sesuai untuk diterapkan di SMA Negeri 7 Purworejo.

2. Bagi Peserta Didik

Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterlibatan dan peran aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sehingga kemampuan peserta didik dalam berinteraksi, mengemukakan pendapat, dan ketertarikan peserta didik terhadap pelajaran semakin meningkat.

3. Bagi Peneliti

(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Belajar

Belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku dalam diri individu sebagai hasil interaksi individu tersebut terhadap lingkungannya. Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011: 3) mendefinisikan belajar sebagai sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua individu dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seorang individu telah belajar adalah dengan adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

Menurut Wina Sanjaya (2010: 107 - 108) belajar merupakan suatu proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada suatu proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajar, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan peserta didik untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated). Sugihartono, dkk., (2007: 74) menjelaskan bahwa belajar adalah

(11)

11

Menurut Oemar Hamalik (2011: 36) belajar dapat didefinisikan sebagai modifikasi atau memperkokoh kelakuan melalui suatu pengalaman. Disebutkan pula bahwa belajar merupakan sebuah proses, suatu kegiatan dan bukan merupakan hasil atau tujuan. Belajar tidak hanya sekedar mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni proses memahami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku yaitu membentuk kepribadian individu yang seutuhnya.

Dari berbagai definisi diatas, belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku seorang individu karena adanya interaksi antara individu tersebut dengan lingkungannya sehingga membentuk kepribadian seorang individu secara utuh. Dari kegiatan interaksi terhadap lingkungannya, seorang individu tidak hanya dapat terus memperluas pengetahuan tetapi juga mampu memperkaya pengalaman berdasarkan realita yang dialami individu seumur hidupnya.

2. Pembelajaran Kimia

Pembelajaran adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai model sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono dkk., 2007: 81).

(12)

12

Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran kimia merupakan kegiatan belajar mengajar kimia ditinjau dari sudut kegiatan peserta didik yang berupa pengalaman belajar peserta didik, yakni kegiatan yang direncanakan oleh pendidik kimia untuk dilaksanakan oleh peserta didik selama kegiatan belajar mengajar kimia, sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik. Proses pembelajaran kimia terdiri atas tiga tahap secara keseluruhan, yakni perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran atau penilaian hasil belajar. Penilaian proses pembelajaran merupakan tahap akhir proses pembelajaran kimia (Sukardjo dan Lis Permana Sari, 2007:5).

Tujuan pembelajaran kimia adalah untuk memperoleh pemahaman yang tahan lama mengenai beberapa fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai ketrampilan di dalam laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah yang ditampilkan dalam kenyataan sehari-hari (Tresna Sastrawijaya, 1988: 113).

Berdasarkan Permendiknas No.22 tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 460) pembelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

(13)

13

b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain.

c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau ekperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara ilmiah dan tertulis.

d. Meningkatkan kesadaran tentang terapan ilmu kimia yang dapat bermanfaat juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.

e. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori ilmu kimia serta saling keterikatannya dan penerapannya untuk menjelaskan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.

3. Model Pembelajaran Konstruktivistik

Menurut Arends (1997: 7) dalam Trianto (2010: 51 - 52) model pembelajaran diartikan sebagai sebuah perencanaan atau sebuah pola yang digunakan sebagai acuan dalam merencanakan pembelajaran dikelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

(14)

14

bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta kemampuan yang dimiliki peserta didik.

Menurut Sutirman (2013: 22) model pembelajaran erat kaitannya dengan strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan metode pembelajaran. Model pembelajaran merupakan rangkaian dari pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir yang disajikan secara khas oleh pengajar. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.

Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang dikemukakan pertama kali oleh sejarawan Italia yang bernama Giambatista Vico pada tahun 1970. Giambatista Vico berfilosofi bahwa “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Giambatista Vico juga menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”, hal ini mengandung makna bahwa seseorang baru mengetahui

sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997: 24).

(15)

15

adalah peserta didik. Piaget (1971) dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011: 39) mendefinisikan bahwa pengetahuan adalah ciptaan manusia yang dikonstruksikan berdasarkan pengalamannya, proses konstruksi berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi sebagai akibat dari adanya pengetahuan baru. Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun pengetahuan dengan cara memberi makna pada penegtahuan sesuai pengalamannya (Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, 2007: 116).

Yulaelawati (2004 : 54) ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis menurut beberapa literatur yakni:

1. Pengetahuan dibangun atas dasar pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.

2. Belajar merupakan penafsiran personal tentang dunia.

3. Belajar adalah proses aktif dimana sebuah makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.

4. Pengetahuan tumbuh karena adanya negosiasi makna melalui suatu kesepakatan terhadap suatu pandangan dalam berinteraksi dengan orang lain.

5. Belajar disituasikan dalam latar realistik.

(16)

16

membentuk pengetahuannya sendiri. Peserta didik dituntut untuk aktif berpikir, berpartisipasi dalam kegiatan, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari (Eveline dan Hartini Nara: 41).

Model pembelajaran konstruktivistik merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar (student oriented). Peserta didik lebih diarahkan pada kegiatan belajar melalui pengalaman yang riil. Cara berpikir dan partisipasi aktif dari peserta didik akan membantu peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Kegiatan konstruksi pengetahuan ini merupakan kegiatan pembentukan pengetahuan berdasarkan pengalaman belajar yang dimiliki peserta didik.

4. Project Based Learning (PjBL)

Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam merancang tujuan pembelajaran untuk menghasilkan produk atau proyek yang nyata. Proyek-proyek yang dibuat oleh peserta didik mendorong berbagai kemampuan, tidak hanya pengetahuan atau masalah teknis, tetapi juga keterampilan praktis seperti mengatasi informasi yang tidak lengkap atau tidak tepat; menentukan tujuan sendiri; dan kerjasama kelompok (Sutirman, 2013: 43).

(17)

17

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Learning (PjBL) sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation dalam Instructional Module Project Based Learning (2005) yakni

terdiri dari:

a. Mulai dengan pertanyaan penting

Pembelajaran dimulai dengan mengajukan pertanyaan esensial atau penting, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.

b. Merancang rencana proyek

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki”

atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

c. Membuat jadwal

(18)

18

2) Membuat batas waktu penyelesaian proyek,

3) Membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,

4) Membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan

5) Meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

d. Memantau peserta didik dan kemajuan proyek

Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

e. Menilai hasil

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f. Mengevaluasi pengalaman

(19)

19

peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Penerapan Project Based Learning (PjBL) membawa keuntungan bagi peserta didik, hal ini merupakan pengalaman yang dilakukan oleh Intel Corporation melalui Intel Teach Program 2007 (dalam Sutirman,

2013: 45). Adapun keuntungan bagi peserta didik yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan frekuensi kehadiran, menumbuhkan kemandirian, dan sikap positif peserta didik terhadap belajar;

b) Memberikan keuntungan akademik yang sama atau lebih baik daripada yang dihasilkan oleh model lain, dimana peserta didik yang terlibat dalam proyek memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk pembelajaran mereka sendiri;

c) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang kompleks, seperti berpikir tingkat tingi, pemecahan masalah, bekerja sama, dan berkomunikasi;

d) Memperluas akses belajar peserta didik sehinga menjadi strategi untuk melibatkan peserta didik dengan beragam budaya.

(20)

20

didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran agar mampu merancang tujuan pembelajaran sendiri dan kemudian peserta didik mampu menghasilkan produk atau proyek. Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek lebih menitikberatkan proses pembelajaran kepada peserta didik (student oriented) dan guru berperan sebagai fasilitator.

Project Based Learning (PjBL) merupakan salah satu model pembelajaran

yang berbasis pendekatan konstruktivistik dimana peserta didik mengkonstruksi atau membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar yang diperoleh secara nyata. Selain itu, Project Based Learning (PjBL) mampu memaksimalkan peserta didik dalam menggali ilmu pengetahuan, menumbuhkan sikap positif terhadap belajar, dan mampu meningkatkan interaksi peserta didik dalam belajar secara kelompok, sehingga dalam pembelajaran model Project Based Learning (PjBL) ini peserta didik tidak hanya belajar pada aspek kognitif saja namun di dalamnya juga terdapat pembelajaran nilai-nilai karakter yang diperoleh peserta didik selama proses pembelajaran.

5. Problem Based Learning (PBL)

(21)

21

Belajar berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar peserta didik (student-centered learning). Problem Based Learning (PBL) berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada peserta didik, kemudian peserta didik diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Permasalahan menjadi fokus, stimulus, dan pemandu proses belajar. Sementara, guru menjadi fasilitator dan pembimbing (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 119).

Menurut Sutirman (2013: 40) Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah merupakan proses edukasi yang berpusat pada peserta didik. Selain itu, pembelajaran ini memanfaatkan berbagai sumber belajar untuk memecahkan masalah yang menarik dan penting. Peserta didik bekerja secara kolaboratif dan menggunakan prosedur ilmiah dalam memecahkan sebuah permasalahan, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki beberapa kelebihan. Sanjaya (dalam Sutirman 2013: 41) mengemukakan kelebihan Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut.

(22)

22

b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan yang baru bagi peserta didik.

c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.

d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

f. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.

g. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan

pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

(23)

23

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning) sehingga model pembelajaran ini mampu meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam mencari berbagai sumber belajar untuk menemukan sebuah solusi atas permasalahan yang ada. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang baik bagi peserta didik karena selain memberikan pengalaman belajar baru, model pembelajaran ini juga mampu meningkatkan keaktifan peserta didik dalam mencari dan menentukan sumber belajar.

(24)

24 6. Nilai Karakter

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 disebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Dharma Kesuma, dkk., 2012: 6).

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2011), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

Kementerian Pendidikan Nasional (2010) mengungkapkan nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan oleh guru kepada peserta didik adalah sebagai berikut:

(25)

25

b) jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,

c) toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya,

d) disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan,

e) kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya,

f) kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki,

g) mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas,

h) demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain,

i) rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar,

(26)

26

k) cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik bangsa, l) menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain,

m) bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain,

n) cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya,

o) gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai macam bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya,

p) peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitar dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi,

q) peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan, dan

(27)

27

dimasyarakat. Namun sekolah memiliki andil yang sangat besar dalam pendidikan karakter anak. intinya bahwa ternyata membangun karakter itu harus diiringi dengan karakter yang memberi contoh. Karakter guru yang kurang baik sering melahirkan murid-murid yang kehilangan karakter. Suatu contoh nyata adalah karakter mengajar guru yang membosankan bisa membuat peserta didik tidak menyukai pelajaran yang disampaikannya (Fatchul, 2011 : 27).

Berdasarkan pemaparan di atas, nilai karakter merupakan nilai yang terhubung secara langsung dalam suatu sistem pendidikan dalam upaya pembentukan karakter peserta didik sehingga akan menjadi faktor pembentuk pola perilaku positif dalam diri peserta didik.

7. Prestasi Belajar Kimia

Winkel (2006: 162) mendefinisikan prestasi belajar sebagai suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

(28)

28

Tingkat keberhasilan peserta didik ditunjukkan dengan prestasi belajar kimia yang diperoleh dari penilaian hasil belajar kimia peserta didik. Penilaian hasil belajar kimia adalah cara-cara menginterpretasikan skor yang telah diperoleh dengan pengukuran, mengubahnya menjadi nilai dengan prosedur tertentu, dan menggunakan untuk mengambil keputusan di bidang kimia (Sukardjo dan Lis Permana Sari, 2007: 6).

Prestasi belajar kimia adalah hasil belajar yang telah diperoleh oleh peserta didik dari kegiatan belajarnya dalam bidang kimia, atau dengan kata lain prestasi belajar menunjukkan kemampuan yang dicapai peserta didik setelah menempuh serangkaian proses pembelajaran pada bidang kimia.

8. Materi Pokok Kimia Kelas XI Semester II Sistem koloid

Berdasarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang standar isi, Materi pembelajaran yang diajarkan disesuaikan dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Adapun uraian Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan Materi pokoknya adalah sebagai berikut:

Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

(29)

29

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan diri yang dipelajari di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan model sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar

1.1. Menyadari adanya keteraturan struktur partikel materi sebagai wujud kebesaran Tuhan YME dan pengetahuan tentang struktur partikel materi sebagai hasil pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat tentatif.

2.1. Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur, objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif ) dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

(30)

30

2.3. Menunjukkan perilaku responsif, dan proaktif serta bijaksana sebagai wujud kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan. 2.4 Menganalisis peran koloid dalam kehidupan berdasarkan sifat-sifatnya. 2.5 Mengajukan ide/gagasan untuk memodifikasi pembuatan koloid

berdasarkan pengalaman membuat beberapa jenis koloid. a. Komponen Sistem Koloid

Oxtoby, et al., (2008: 471) menyatakan bahwa “ colloid is a mixture of two or more substance in which one is suspended in the second as tiny

particles that nonetheless exceed molecular size”. Koloid merupakan campuran dari dua zat atau lebih dalam mana yang satu tersuspensi dalam yang lain sebagai partikel-partikel yang sangat kecil namun ukurannya tidak melebihi ukuran molekuler.

Berdasarkan perbedaan zat yang didispersikan, sistem dispersi dapat dibedakan menjadi larutan sejati, koloid, dan suspensi (campuran kasar) 1) Larutan sejati adalah campuran yang bersifat homogen, dimana zat

pembentuk larutan tidak dapat dibedakan. Contoh: larutan gula, larutan garam, udara.

2) Suspensi adalah campuran yang bersifat heterogen, dimana zat pembentuknya dapat dibedakan.

Contoh: air dengan pasir, air kapur, air dengan tanah liat.

3) Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya berada di antara larutan sejati dan suspensi (campuran kasar).

(31)

31 b. Penggolongan Sistem Koloid

Sistem dispersi koloid dapat terjadi dari dispersi zat padat, cair atau gas ke dalam fase padat, cairan atau gas. Namun gas yang terdispersi dalam gas tidak akan menghasilkan koloid. Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya.

c. Sifat-sifat Koloid

Sistem koloid meliki sifat-sifat antara lain sebagai berikut: 1) Efek Tyndall

Efek Tyndall merupakan efek yang disebabkan oleh penghamburan cahaya oleh partikel koloid.

Contoh: seberkas cahaya matahari yang melewati celah-celah dan pohon-pohon pada saat udara berkabut.

2) Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerak zig-zag partikel koloid secara terus-menerus dengan acak.

3) Elektroforesis

Elektroforesis merupakan peristiwa pergerakan partikel koloid dalam medan listrik. Peranan sifat elektroforesis dalam kehidupan adalah pada saat pengecatan anti karat pada badan mobil.

4) Adsorpsi

(32)

32 5) Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan atau pengendapan partikel-partikel koloid.

Contoh: penggumpalan karet dalam lateks dengan menambahkan asam formiat.

6) Koloid Pelindung

Koloid pelindung adalah suatu koloid yang ditambahkan untuk menstabilkan koloid lain.

Contoh: pada pembuatan es krim. Gelatin ditambahkan pada pembuatan es krim untuk mencegah penggumpalan kristal-kristal es atau gula.

7) Dialisis

Dialisis adalah pergerakan ion-ion dan molekul-molekul kecil melalui selaput semipermiabel.

d. Pembuatan Sistem Koloid

Menurut Sunardi (2009: 391-395), sistem koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu kondensasi dan dispersi. Cara kondensasi yaitu menggabungkan partikel-partikel yang lebih kecil dari koloid (larutan) menjadi partikel koloid. Cara dispersi yaitu dengan memecah partikel-partikel kasar (suspensi) menjadi koloid.

1) Cara Kondensasi

Adapun cara pembuatan koloid secara kondensasi adalah sebagai berikut: a) Reaksi redoks

(33)

33

Contoh: 2 H2S (g) + SO2(aq) → 2 H2O (l) + 3 S (s) b) Hidrolisis

Hidrolisis adalah reaksi yang terjadi antara suatu zat dengan air. Contoh: AlCl3 (aq) + 3 H2O (l) → Al(OH)3 (s) + 3 H+

+ 3 Cl- (aq) c) Dekomposisi rangkap

Dekomposisi rangkap adalah reaksi penggantian. Koloid dihasilkan dari penggantian atau pertukaran ion antara reaktan-reaktannya.

Contoh: AgNO3(aq) + HCl (aq) → AgCl (s) + HNO3 (aq) d) Penggantian pelarut

Penggantian pelarut adalah mengganti suatu pelarut pada suatu campuran dengan pelarut lainnya (dapat juga dengan menurunkan kelarutan).

2) Cara Dispersi

Adapun cara pembuatan koloid secara dispersi adalah sebagai berikut: a) Cara mekanik

Zat padat dihaluskan sampai tingkat tertentu kemudian dicampur dengan medium pendispersi.

Contoh: pembuatan cincau dari daun cincau yang dihaluskan dan dicampur air kemudian disaring dan didiamkan hingga menjadi semi solid. b) Cara peptisasi

Memecahkan butir-butir kasar dengan bantuan zat pemecah untuk menjadi partikel-partikel koloid.

(34)

34 c) Cara Busur Bredig

Menggunakan loncatan bunga api listrik untuk membuat membuat sol-sol logam.

Contoh: pembuatan sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. B. Penelitian yang Relevan

Astri Ani (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Semester 2 SMA Negeri Dukun Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil

penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran project based learning lebih efektif dan signifikan meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dan prestasi belajar kimia peserta didik dibandingkan dengan kelas eksperimen dengan model pembelajaran yang konvensional.

Penelitian Titis Dewi Anggalini tahun 2014 yang berjudul “Efektivitas Model Praktikum untuk Meningkatkan Nilai Karakter dan Prestasi Belajar Kimia di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta” mengatakan bahwa (1) tidak

ada perbedaan peningkatan dalam nilai karakter peserta didik melalui model praktikum dan (2) tidak ada perbedaan peningkatan dalam prestasi belajar peserta didik melalui model praktikum.

(35)

35

nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model Project Based Learning pada materi asam-basa.

Penelitian Catur Yuanita tahun 2015 yang berjudul “Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Sleman” memberikan kesimpulan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar yang signifikan antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model PBL dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model DI. Jika pengetahuan awal dikendalikan secara statistik.

(36)

36

Rahmaningrum menggunakan salah satu model pembelajaran yang sama dengan penelitian ini yakni model pembelajaran Project Based Learning. C. Kerangka Berpikir

Berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas akademik peserta didik pada setiap jenjang pendidikan. Di Sekolah Menengah Atas (SMA), mata pelajaran kimia masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami oleh peserta didik. Minimnya pengalaman belajar seringkali menjadi kendala pada peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang ada pada mata pelajaran kimia. Untuk itu masih diperlukan pengkajian dan penelitian untuk mengembangkan inovasi pembelajaran agar tercapai pembelajaran yang efektif. Pembelajaran dikatakan efektif ketika peserta didik belajar secara aktif sehingga potensi dalam diri peserta didik dapat tergali secara maksimal. Peningkatan kualitas akademik erat kaitannya dengan efektivitas proses pembelajaran, sehingga pemilihan pendekatan, model, dan strategi pembelajaran menjadi hal yang penting untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.

(37)

37

Dalam rangka mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional, saat ini kurikulum 2013 sudah mulai diimplementasikan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, hal ini bertujuan agar tercipta peserta didik yang berkarakter dan berpengetahuan luas seperti tujuan dari implementasi kurikulum 2013. Implementasi kurikulum 2013 selain menitikberatkan pada aspek kognitif, kurikulum 2013 juga efektif untuk implementasi nilai-nilai karakter. Pendekatan, strategi, dan model pembelajaran pada kurikulum 2013 mengedepankan partisipasi aktif peserta didik.

Model pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang relevan untuk mata pelajaran kimia dengan menggunakan kurikulum 2013. Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivistik yang mengedepankan pertisipasi aktif peserta didik dalam belajar. Model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mengedepankan pengembangan pola berpikir dan bertindak, karena peserta didik banyak melakukan eksplorasi, investigasi, dan interpretasi untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.

(38)

38

didik. Oleh karena itu, model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang efektif bagi implementasi kurikulum 2013 pada mata pelajaran kimia karena selain menitikberatkan pada aspek kognitif, Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) juga efektif untuk implementasi nilai-nilai karakter. Model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mengusahakan agar peserta didik memperoleh berbagai pengalaman dan mampu menjawab pertanyaan dari sebuah permasalahan dilingkungannya. Tujuan utama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) ini adalah partisipasi aktif dari peserta didik dalam proses pembelajaran lebih maksimal, menanamkan nilai karakter berupa jujur dan kerja keras peserta didik, dan dapat meningkatkan prestasi belajar kimia peserta didik.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ada perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).

(39)

39

3. Ada perbedaan nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo.

(40)

40 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan, maka desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Desain dua faktor dua sampel.

Dua faktor yang dimaksud adalah model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dua sampel yang dibandingkan adalah kelas eksperimen 1 (A1) yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan kelas eksperimen 2 (A2) yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

2. Desain dua faktor dengan pengamatan ulang

Dua faktor yang dimaksud adalah nilai karakter dan prestasi belajar kimia. Pengamatan ulang sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Variabel Bebas

(41)

41

kimia dengan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran kimia dengan materi koloid yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan menanamkan nilai karakter pada peserta didik.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat sering disebut sebagai ubahan taut. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah nilai karakter dan prestasi belajar peserta didik yang dimiliki peserta didik. Nilai karakter peserta didik diungkap melalui angket nilai karakter. Prestasi belajar kimia peserta didik merupakan hasil belajar kimia peserta didik dalam aspek kognitif berupa skor hasil mengerjakan soal-soal prestasi belajar yang telah divalidasi dengan materi pokok “Sistem Koloid”.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol sering disebut sebagai bahan penyetaraan adalah segala aspek selain variabel bebas yang terpengaruh pada variabel terikat. Variabel yang dikontrol dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai pretest prestasi materi koloid dari peserta didik kelas PjBL dan PBL.

C. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling 1. Populasi Penelitian

(42)

42 2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian sebanyak dua kelas yaitu kelas yang peserta didik nya memiliki karakteristik relatif sama dalam pembelajaran kimia. Perlakuan terhadap sampel adalah sebagai berikut:

a. Satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 yang melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Untuk selanjutnya, kelas ini disebut sebagai kelas A1.

b. Satu kelas sebagai kelas eksperimen 2 yang melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Untuk selanjutnya, kelas ini disebut sebagai kelas A2.

3. Teknik Sampling

(43)

43

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen pengambilan data dan instrumen perlakuan. Instrumen pengambilan data terdiri atas soal prestasi belajar kimia dan angket nilai karakter belajar kimia, sedangkan instrumen perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan langkah-langkah pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model eksperimen.

Dalam penelitian ini dibuat dua macam RPP, yaitu RPP untuk pembelajaran di kelas eksperimen 1 dengan model Project Based Learning (PjBL) dan RPP untuk kelas eksperimen 2 yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Selengkapnya kedua RPP dapat dilihat pada Lampiran

1 dan 2 (halaman 92 dan 138). b. Soal Prestasi Belajar

(44)

44

peserta didik. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4 (halaman 183 dan 190).

Tabel 1. Kisi-Kisi Butir Instrumen Soal Prestasi Belajar Kimia

No. Materi Pokok

c. Angket Nilai Karakter Peserta Didik

(45)

45

(SR), 3 (KD), 4 (JR), 5 (TP). Angket nilai karakter peserta didik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6 (halaman 197 dan 199).

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Nilai Karakter

No Nilai Karakter Indikator

Nomor

Selalu fokus pada pelajaran. 3

2 Jujur Tidak mencontek ataupun

(46)

46 b. Teknik Penilaian Belajar

Pengambilan data melalui teknik ini bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam data ini dihasilkan suatu nilai yang bersifat mutlak, yaitu data rasio dimana data tersebut mempunyai nilai yang berarti dan memiliki zero point. Pengambilan data ini dilakukan dua kali, yaitu sebelum perlakuan dan setelah perlakuan yaitu pretest dan posttest.

E. Analisis Instrumen Penelitian

a. Validitas Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Validitas instrumen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) melalui validitas logis, yaitu penilaian dari pakar atau judgement experts. Secara umum teknik analisis menggunakan validasi dari pakar atau judgement experts ini dikelompokkan berdasarkan kualifikasi produk yang akan dinilai. Dilakukan perhitungan rata-rata atas data yang telah dilakukan pengelompokan. Dari rata-rata yang didapatkan kemudian diubah ke dalam kriteria kualitatif dengan ketentuan seperti pada Tabel 3. Dari Tabel 3 yang diadaptasi dari Direktorat Pembinaan SMA (2010: 59-60) dapat diketahui kualitas produk yang dikembangkan. Adapun tabel kriteria penilaian skala Likert yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Penilaian Skala Likert

Interval Kriteria

�� + , ��� < �̅ Sangat baik ��+ , ��� < �̅ ≤ ��+ , ��� Baik ��− , ��� < �̅ ≤ ��+ , ��� Cukup ��− , ��� < �̅ ≤ ��− , ��� Kurang

(47)

47 Keterangan:

�̅ = Rata-rata akhir

�� = Rata-rata ideal = ½ (skor maksimun ideal + skor minimum ideal) ��� = Standar deviasi ideal

=

6 (skor maksimun ideal – skor minimum ideal) Skor maksimal ideal = Σbutir kriteria × skor tertinggi Skor minimum ideal = Σbutir kriteria × skor terendah

Dari data validasi RPP yang diperoleh dari lima validator kemudian dilanjutkan dengan kegiatan analisis. Analisis dilakukan dengan menentukan rata-rata akhir dari data yang diperoleh dan menentukan kategori RPP sesuai dengan kriteria validitas. Berdasarkan kriteria pada Tabel 3. kemudian dibuat kriteria validitas untuk RPP yang dikembangkan.

Kriteria validitas untuk RPP yang dikembangkan ditunjukkan Tabel 4. berikut: Tabel 4. Kriteria Validitas RPP

Interval Kategori

, < �̅ Sangat baik

, < �̅ ≤ , Baik

, < �̅ ≤ , Cukup baik

, < �̅ ≤ , Kurang baik

�̅ ≤ , Tidak baik

(48)

48

Adapun validitas ini adalah validitas yang diberikan oleh para pakar atau judgement experts secara deskriptif. Validasi atau penilaian yang diberikan

berupa penilaian bahwa instrumen soal prestasi belajar dan angket nilai karakter masuk ke dalam kriteria layak digunakan, layak digunakan dengan revisi, atau tidak layak digunakan. Instrumen dinyatakan sudah layak digunakan apabila instrumen tersebut tidak memerlukan lagi adanya revisi sehingga instrumen sudah layak dan valid untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Jika dinyatakan layak digunakan dengan revisi, maka instrumen harus melewati tahapan revisi hingga dinyatakan oleh pakar atau judgement experts bahwa instrumen sudah layak dan valid untuk digunakan. Jika

instrumen dinyatakan tidak layak, maka instrumen tidak dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

F. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Hipotesis a. Uji Normalitas

(49)

49

b) Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas c) Menghitung harga z dengan rumus:

z= X- XSB̅ ……….……….… (1)

dengan,

X̅ = rerata kelas, SB = simpangan baku

d) Harga z diubah menjadi luasan daerah kurva normal dengan menggunakan Tabel kurva normal.

e) Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva normal. f) Menghitung harga � dengan rumus:

� = h−o

h ……….………(2)

dengan

fh = frekuensi harapan fo = frekuensi observasi

(50)

50 b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Menurut Lis Permana Sari (2007: 25), uji homogenitas dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

a) Menghitung variansi masing-masing kelompok (SB) b) Menghitung harga F dengan rumus levene

F = SBb

SBk atau F =

V i i

V i i i ……….….(3) keterangan,

SB = varians terbesar SB = Varians terkecil

c) Membandingkan harga Fhitung dengan harga FTabel dengan dbpembilang (nb-1) dan dbpenyebut (nk-1). Bila Fhitung < FTabel, makavariansi kedua populasi homogeny atau analisis dengna menggunakan computer maka data berasal dari populasi yang homogen jika diperoleh harga p > 0,05.

Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.

2. Uji Hipotesis a. Uji t-Sama Subjek

(51)

51

Uji-t sama subjek digunakan pada penelitian dengan desain satu faktor dengan pengamatan berulang. Satu faktor yang terdapat dalam penelitian adalah perbedaan nilai karakter maupun prestasi belajar kimia yang signifikan pada peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) maupun model Problem Based Learning (PBL).

Hipotesis nol (H0) adalah tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik antara sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran kimia menggunakan model Project Based Learning (PjBL) maupun model Problem Based Learning (PBL). Hipotesis nol tersebut diuji menggunakan uji-t sama subjek dengan rumus berikut:

� = ∑ ��

√ ∑ ��

� �−

……….………...(4)

dimana,

d = │(X1)i– (X2)t│ n = jumlah kasus Xd = di– d

(52)

52

apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.

b. Uji t-beda subjek

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keadaan satu faktor dengan dua sampel. Uji t dilakukan terhadap gain skor nilai karakter peserta didik. Gain skor nilai karakter adalah selisih antara skor nilai karakter awal dan skor nilai karakter akhir, baik kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2. Hipotesis nol nya (Ho) adalah tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai karakter dan prestasi belajar kimia antara peserta didik kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2. Hipotesis nol tersebut diuji menggunakan uji t dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2009: 123):

t

0

=

�√ +

……….……….…

(5)

SB

2

=

� −� + � −

� +� −

………....…….……...(6)

keterangan:

SB = simpangan baku

S1 = simpangan baku untuk data kelompok 1 S2 = simpangan baku untuk data kelompok 2 n1 = jumlah anggota kelompok 1

n2 = jumlah anggota kelompok 2

(53)

53

Dalam penelitian ini, uji t-beda subjek dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.

c. Uji Anakova

Pengujian terhadap hipotesis menggunakan analisis kovariansi 1-jalur (Anakova-A). Analisis kovariansi digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan rerata suatu variabel terikat antara dua kelompok, dengan mengendalikan variabel lain yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesis nol nya (H0) adalah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) jika pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistik. Uji anakova dalam penelitian ini membandingkan nilai posttest peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Hipotesis nol diuji menggunakan analisis anakova dengan rumus: F0 = ��

� ………...(7)

keterangan:

F0 = F hitung (observasi)

(54)

54

Harga F0 dibandingkan dengan FTabel pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = k-1 dan db penyebut = N-k-m. Apabila harga F0 > FTabel maka ada perbedaan rerata A1 dan A2 atau jika menggunakan program komputer jika diperoleh p hitung < , maka H0 ditolak, berarti ada perbedaan yang signifikan.

Korelasi antara prestasi belajar kimia (Y) dengan kovariabel pengetahuan awal kimia (X) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus anlisis regresi linear satu predictor dengan rumus sebagai berikut (Burhan Nugiantoro, dkk., 2005: 125-126):

� =√ ∑ ………...……….(8)

∑ = ∑ − ∑ ∑ ………..………(9)

∑ = ∑ − ∑ ………...………...(10)

∑ = ∑ − ∑ ………...………..…….(11)

dimana,

rxy : harga koefisien korelasi X : predictor

Y : kriterium

(55)

55

(56)

56 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kemampuan awal peserta didik, data pretest prestasi belajar kimia, data posttest prestasi belajar kimia, data nilai karakter awal, dan data nilai karakter akhir yang dicapai peserta didik. Uji prasyarat yang digunakan adalah uji normalitas dan uji homogenitas populasi penelitian. Uji hipotesis penelitian ini adalah uji t sama subjek, uji t beda subjek, dan uji anakova.

1. Data Kemampuan Awal Peserta Didik

Pada penelitian ini, peneliti menentukan sampel dengan metode purposive sampling yang artinya pengambilan sampel ditentukan sepenuhnya oleh

peneliti dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Peneliti menentukan sampel dengan didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yaitu berdasarkan hasil nilai ulangan sebelum materi sistem koloid. Dari data tersebut, diperoleh karakteristik yang relatif sama antara kelas XI MIA 1 dan kelas XI MIA 2. Kesamaan karakteristik yang dimaksud adalah kedua kelas tersebut memiliki nilai rata-rata ulangan harian yang hampir sama. Peneliti berasumsi bahwa peserta didik yang memiliki nilai ulangan yang sama pada materi sebelum bab sistem koloid, berarti memiliki kemampuan awal yang sama, sehingga akan memiliki nilai yang sama pada ulangan bab berikutnya yaitu bab Sistem koloid.

(57)

57

homogen dan berdistribusi secara normal. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti kemudian menggunakan kelas XI MIA 1 dan kelas XI MIA 2 sebagai sampel. Kelas XI MIA 1 selanjutnya digunakan sebagai kelas eksperimen 1 dengan model Project Based Learning (PjBL) dan kelas XI MIA 2 digunakan sebagai kelas eksperimen 2 dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Rincian data dapat dilihat pada Tabel 5 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 (halaman 227).

Tabel 5. Data Kemampuan Awal Peserta Didik

Variabel

Data pretest belajar kimia diperoleh dari skor prestest peserta didik hasil mengerjakan soal prestasi belajar kimia pada materi sistem koloid yang telah divalidasi logis. Kegiatan pretest dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran dengan model Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL) dilaksanakan. Sedangkan data posttest belajar kimia berupa

(58)

58

Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL)

dilaksanakan. Skor pretest digunakan untuk mengetahui tingkat awal penguasaan materi sistem koloid yang dimiliki peserta didik. Selanjutnya skor pretest ini disebut sebagai skor pengetahuan awal yang dikendalikan secara

statistik, sedangkan skor posttest digunakan untuk mengetahui nilai capaian prestasi belajar yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL). Baik skor pretest maupun skor posttest selanjutnya dikonversikan menjadi nilai, yaitu menjadi nilai pretest dan nilai posttest. Rincian data pretest dan posttest prestasi belajar kimia peserta didik dapat dilihat pada Tabel 6. dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11 (halaman 229 dan 231).

Tabel 6. Data Pretest dan Posttest Prestasi Peserta Didik

Variabel

3. Data Nilai Karakter Peserta Didik

(59)

59

pembelajaran baik pada kelas dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL). Ringkasan data dapat dilihat pada Tabel 7. dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13 (halaman 233 dan 234).

Tabel 7. Data Nilai Karakter Peserta Didik

No. Keterangan Kelas PjBL Kelas PBL

1 Jumlah peserta didik 26 26

2 Rerata skor nilai karakter

awal 36,31 35,12

3 Rerata skor nilai karakter

akhir 41,38462 40,5

4 Gain skor 5,08 5,38

4. Data Uji Persyaratan Hipotesis a. Data Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan bantuan program SPSS. Hasil uji normalitas dilakukan terhadap data kemampuan awal belajar kimia peserta didik, yaitu dari nilai ulangan harian sebelum materi sistem koloid. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 8. dan pehitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 (halaman 235).

Tabel 8. Uji Normalitas Kemampuan Awal

No. Variabel X2 hitung df p Sebaran

1 Kemampuan awal

kelas PjBL 11,154 6 0,084 Normal

2 Kemampuan awal

(60)

60

Data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi p > 0,05 dan jika nilai signifikansii p < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. Berdasarkan Tabel 8. dinyatakan bahwa semua data berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 (halaman 235).

Peneliti juga melakukan uji normalitas untuk nilai pretest dan skor nilai karakter awal peserta didik. Nilai pretest dan skor nilai karakter awal peserta didik ini diperoleh sebelum peserta didik melaksanakan kegiatan pembelajaran baik menggunakan model Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL). Hasil dari uji normalitas untuk nilai pretest dan skor

nilai karakter awal disajikan pada Tabel 9. berikut ini.

Tabel 9. Uji Normalitas Pretest Prestasi dan Nilai Karakter Awal

No. Variabel X2 hitung df P Sebaran

1 Pretest Prestasi

Kelas PjBL 12,077 8 0,148 Normal

2 Pretest Prestasi

Kelas PBL 8,615 9 0,474 Normal

3 Nilai karakter

awal kelas PjBL 10,000 11 0,530 Normal

4 Nilai karakter

awal kelas PBL 5,308 10 0,870 Normal

Data dinyatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansi p > 0,05 dan berdasarkan Tabel 9. dinyatakan bahwa semua data berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 (halaman 238). b. Data Hasil Uji Homogenitas

(61)

61

kemampuan awal belajar kimia peserta didik dapat dilihat pada Tabel 10. dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 (halaman 237).

Tabel 10. Uji Homogenitas Kemampuan Awal Variabel Kelas ∑respondenn df

Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05 yaitu sebesar 0,438, hal ini berarti sampel berasal dari populasi yang homogen.

Pada penelitian ini, peneliti juga melakukan uji homogenitas untuk nilai pretest prestasi peserta didik. Nilai ini diperoleh dari nilai pretest kedua kelas

sebelum peserta didik melaksanakan kegiatan pembelajaran baik menggunakan model Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL). Hasil dari uji homogenitas untuk nilai pretest prestasi peserta

didik disajikan pada Tabel 11. berikut ini.

Tabel 11. Uji Homogenitas Pretest Prestasi Variabel Kelas ∑respondenN df

(62)

62 5. Data Uji Hipotesis

a. Uji t Sama Subjek

Uji t sama subjek bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL). Hipotesis nol nya

(H0) adalah tidak ada perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan model Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL).

Hasil perhitungan uji t sama subjek dapat dilihat pada Tabel 12. dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 (halaman 243 & 247).

Tabel 12. Hasil Uji t Sama Subjek Nilai Karakter

Kelas Aspek Mean df Sig. (2-tailed)

PjBL Nilai karakter awal 36,31

25 0,000

Nilai karakter akhir 41,38 PBL Nilai karakter awal 35,12

25 0,000

Nilai karakter akhir 40,50

Berdasarkan hasil analisis, hasil perhitungan uji t sama subjek pada kelas Project Based Learning (PjBL) menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) sebesar

0,000 (Sig < 0,05). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain ada perbedaan nilai karakter yang signifikan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model Project Based Learning (PjBL). Pada hasil uji t sama subjek untuk kelas

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Butir Instrumen Soal Prestasi Belajar Kimia
Tabel 2. Kisi-kisi Angket Nilai Karakter
Tabel 3. Kriteria Penilaian Skala Likert
Tabel 4. Kriteria Validitas RPP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Hasil Uji Validitas Lembar Observasi Untuk Mengukur Hasil Belajar Afektif Siswa Kelas IV SDN 02

Catatan Pinggir Majalah Tempo: Suatu Tinjauan Semantik Diction and. language of Style The Rubric Of Catatan Pinggir Tempo

memang harus ada di dalam jual beli lada agar harga yang akan diberikan. waktu transaksi tidak berbeda mungkin yang tidak boleh itu kalau

Orientasi Bangunan Penyinaran langsung dari sebuah dinding bergantung pada orientasinya terhadap matahari, dimana pada iklim. tropis fasad Timur paling banyak terkena

Dengan demikian, perubahan tersebut semakin memperjelas peran dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya fokus pada pemahaman keagamaan, tetapi juga,

Trend pertumbuhan target PNBP pada Satuan Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Parigi Moutong selama periode tahun 2011– 2015 mengalami fluktuasi, namun cenderung

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MATERI KELISTRIKAN OTOMOTIF BAGI SISWA KELAS XI1. SMK YP

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh CSR (Corporate Social Responsibility) terhadap nilai perusahaan juga telah dilakukan oleh Retno dan Priantinah (2012)