HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA INDIVIDU SUAMI-ISTRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Alexander Widyawan Saktya Nugraha 119114110
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA INDIVIDU SUAMI-ISTRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Alexander Widyawan Saktya Nugraha 119114110
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
“
Hayu gancang boy, ameh geur nikah
”TJ-v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya ilmiah ini kepada:
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan serta kesempatan yang
senantiasa diberikan kepada saya.
Untuk Bapak dan Ibu yang dengan sabar dan semangat membimbing dan
vii
HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA INDIVIDU SUAMI-ISTRI
Alexander Widyawan Saktya Nugraha
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara materialisme dan kepuasan perkawinan pada pasangan suami-istri. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara nilai materialisme dan kepuasan perkawinan pada pasangan suami-istri. Subjek penelitian ini berjumlah 186 orang yang berstatus sudah menikah. Alat pengumpulan data adalah skala kepuasan perkawinan dan skala nilai materialisme (MVS) yang diadaptasi dalam Bahasa Indonesia oleh peneliti. Skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,963 dan skala nilai materilisme memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,865. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Spearman s rho disebabkan sebaran data pada kedua variabel bersifat tidak normal. Penelitian ini menghasilkan r sebesar -0,646 dan nilai p sebesar 0,000 < 0,05. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan hubungan negatif antara materialisme dan kepuasan perkawinan.Hal ini berarti semakin tinggi nilai materialisme individu maka kepuasan perkawinan yang dimiliki semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai materialisme individu maka kepuasan perkawinan yang dimiliki semakin tinggi.
viii
THE RELATIONSHIP BETWEEN MATERIALISM AND MARRIAGE SATISFACTION IN MARRIED COUPLES
Alexander Widyawan Saktya Nugraha
ABSTRACT
This research aimed to investigate the correlation between materialism and marriage satisfaction in married couples. The hypothesis was that there was negative relationship between materialism and marriage satisfaction in married couples. The subjects in research were 186 people were married. Data instrument be used were the materialism values scale (MVS) are adapted in Indonesian by researcher and marriage satisfaction scale. The alpha reliability coefficient of materialism value scale was 0.963 and coefficient of Materialism value scale was 0.865. The technique of data analysis being used was Spearman's rho correlation test because data on both variables are not normal. The research showed that value of r was -0.646 with p 0.000 < 0.05. The results indicated a negative correlation between materialism and marriage satisfaction. It was means that the higher the materialistic value by married couples, the marriage satisfaction will be lower. On the contrary, the lower materialism value by married couples, the marriage satisfaction will be higher.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak C.Siswa Widyatmoko, M.Psi dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan, waktu, saran, serta kesabarannya.
2. Ibu Debri Pristenella, M. Si., dosen pembimbing akademik 2011 yang selalu memberikan saran, dukungan dan bantuannya.
3. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan keberhasilan saya.
4. Bapak, Ibu, dan Mbah Uti yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai. Terima kasih atas pikiran, tenaga dan biaya yang sudah banyak dicurahkan untuk saya. Saya selalu bersyukur bisa berada ditengah-tengah kalian.
5. Terimakasih kepada Aloysia Rimpi Karuniasti selaku calon istri saya, yang telah banyak memberikan masukan, saran dan membantu saya dalam proses pengerjaan skripsi.
xi
Yogyakarta. Terima kasih sudah sharing tempat tidur dan tidur bersama.
7. Sedulurku Scooterist 9114. Yuda, Bayu, Boni, Aji, Anoy, Thole, Daniel, Haha, Bendot, Vander, Vico, Boncel, Grego, Gencet, Gempol, Konde, Gunam, Pandu, Awang, Pak Pid. Terimakasih untuk kebersamaan dan mabuk-mabukannya. Terimakasih atas persaudaraan yang sangat luar biasa ini. Terimakasih untuk canda tawa yang kalian ciptakan. Terimakasih juga untuk dukungan, bantuan, perhatian dan kasih sayang kalian. Selalu sukses dan tetap bersahabat. Tuhan memberkati kalian lur!!.
8. Terimakasih kepada kendaraan kesayanganku VESPA yang selalu aku sayangi, selalu menemaniku dalam suka duka, memberikan kedamaian disaat stress. Thanks mbah joe dan kimcilnya mbah joe.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, untuk itu penulis sangat terbuka untuk menerima saran dan kritik yang dapat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Yogyakarta, Penulis,
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI... 6
A. Nilai Materialisme... 6
1. Definisi Nilai Materialisme... 6
xiii
3. Dampak Nilai Materialisme ... 7
B. Kepuasan Perkawinan...9
1. Pengertian Kepuasan Perkawinan...9
2. Aspek Kepuasan Perkawinan... 10
C. Pasangan Suami-Istri... 12
D. Dinamika Hubungan Materialisme dan Kepuasan Perkawinan pada Individu Sumi-Istri... 13
E. Skema Penelitian... 15
F. Hipotesis Penelitian... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 17
A. Jenis Penelitian... 17
B. Variabel Penelitian... 17
C. Definisi Operasional... 17
1. Nilai Materialisme... 17
2. Kepuasan Perkawinan... 18
D. Subjek Penelitian... 18
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 19
1. Skala Nilai Materialisme... 19
2. Skala Kepuasan Perkawinan... 21
F. Pertanggungjawaban Alat Ukur... 24
1. Validitas ... 24
2. Seleksi Item... 24
3. Reliabilitas ... 26
G. Metode Analisis Data... 27
1. Uji Asumsi ... 27
2. Uji Hipotesis ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29
A. Pelaksanaan Penelitian... 29
xiv
C. Deskripsi Data Penelitian... 29
D. Hasil Penelitian ... 31
E. PEMBAHASAN ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 37
A. Kesimpulan ... 37
B. Saran... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 39
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1Blue Print Materialistic Value Scale... 20
Tabel 3.2 Pemberian skor Skala Materialisme... 21
Tabel 3.3 Distribusi Item Skala Kepuasan Perkawinan SebelumTry-Out22 Tabel 3.4Blue-PrintSkala Kepuasan Perkawinan SebelumTry-Out... 23
Tabel 3.5 Pemberian Skor Skala Kepuasan Perkawinan ... 23
Tabel 3.6Blue-PrintSkala Kepuasan Perkawinan SetelahTry-Out ...25
Tabel 4.1 Demografi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29
Table 4.2 Demografi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan... 30
Tabel 4.3 Data Empirik dan Data Teoritik... 30
Tabel 4.4 Uji Normalitas... 31
Tabel 4.5 Uji Linearitas... 32
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap pasangan yang sudah menikah pasti mempunyai harapan untuk
menjalani kehidupan perkawinan yang langgeng. Perkawinan yang langgeng
diperoleh dengan terpenuhinya kepuasan perkawinan (Schoen et al. 2002).
Glenn dan Weaver (dalam Rahmah, 1997) mengatakan bahwa kepuasan
kehidupan perkawinan lebih berperan menciptakan kebahagiaan hidup secara
keseluruhan daripada kepuasan dalam aspek kehidupan yang lain termasuk
kepuasan kesuksesan dalam dunia kerja. Setelah menikah sumber
kebahagiaan adalah perkawinan yang langgeng dan tidak penuh konflik.
Fowers (1998) menunjukkan bahwa penduduk Amerika Serikat merasa
kepuasan perkawinan lebih penting daripada bidang lainnya, seperti
kesuksesan pekerjaan, agama, rumah, dan keuangan.
Penelitian Lavenson dkk (1993) menegaskan bahwa kepuasan
perkawinan mempengaruhi kesehatan baik mental maupun fisik. Pasangan
dalam perkawinan yang memuaskan memiliki tingkat kesehatan mental dan
fisik yang lebih baik daripada pasangan yang merasa tidak puas. Hal ini
didukung oleh penelitian Gottman (1989, 1992) yang menemukan bahwa
dalam interaksi perkawinan yang memuaskan emosi positif seperti afeksi,
humor, minat, kesenangan, lebih sering muncul dibandingkan dengan
Banyak pasangan yang menghadapi kesulitan dan merasa tidak puas
dengan perkawinannya. Fischer (dalam Lailatushifah, 2003) menyatakan
bahwa perasaan tidak puas dalam perkawinan merupakan awal kegagalan
perkawinan. Seseorang yang merasa tidak puas dengan perkawinannya akan
memilih perceraian sebagai titik akhir. Ahli-ahli perkawinan seperti Fowers
(1998) dan Kurdek (2005) menyatakan salah satu konsekuensi dari
perkawinan yang tidak memuaskan adalah perceraian.
Saxton (1986) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan terdiri dari
pemenuhan tiga kebutuhan dalam perkawinan. Tiga kebutuhan tersebut
adalah kebutuhan materiil, seksual, dan psikologis. Pemenuhan kebutuhan
materiil memberikan kepuasan fisik dan biologis serta psikologis. Kepuasan
fisik dan biologis diwujudkan dalam bentuk sandang, pangan, papan,
perawatan kehidupan rumah tangga, dan uang. Pemenuhankebutuhan seksual
ditandai dengan kondisi hubungan seksual yang baik dan keharmonisan
pasangan dalam rumah tangga. Kebutuhan psikologis untuk mencapai
kepuasan perkawinan adalah rasa aman, kerjasama, saling pengertian, saling
menerima pasangan, saling menghormati, saling menghargai, dan saling
berkomitmen. Ketiga aspek kebutuhan dasar ini saling berhubungan satu
sama lain. Apabila salah satu aspek tidak terpenuhi maka berpengaruh pada
aspek yang lain dan berdampak pada perceraian.
Di Indonesia terjadi banyak perceraian dengan alasan kebutuhan
ekonomi yang tidak tercukupi. Data Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama
persen (Panjaitan, 2011). Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
mengatakan bahwa angka perceraian di Indonesia termasuk tinggi dengan
kisaran 60-70 persen. Makassar mencapai prosentase tertinggi yaitu 75 persen
dan DKI Jakarta 70 persen. Penyebab perceraian adalah perbedaan
pendapatan (income) (Suri, 2016).
Fenomena perceraian dengan alasan ekonomi menunjukkan bahwa era
global ini sebagian besar orang Indonesia menganggap materi sebagai hal
penting dan menimbulkan kecenderungan materialisme. Survey perusahaan
biro jodoh professional Lunch Actually asal Singapura pada tahun 2015
menunjukkan bahwa wanita Indonesia cenderung menilai pria dari sisi materi.
Penelitian menyebutkan kebanyakan wanita Indonesia lebih memilih pria
yang memiliki karier dan penghasilan tinggi. Seorang wanita yang
diwawancarai oleh pihak biro jodoh tersebut menyatakan bahwa menjalin
hubungan yang menuju perkawinan harus bertujuan pada kehidupan yang
lebih baik atau mapan. Ia berpendapat bahwa jika situasi keuangan yang
dimiliki stabil maka kecil kemungkinan muncul masalah dalam perkawinan
(Hadriani, 2015).
Data dari Dirjen Bimas dan biro jodoh Lunch Actually (Panjaitan,
2011; Hadriani, 2015) menyimpulkan bahwa materi merupakan salah satu
aspek penting di Indonesia yang harus terpenuhi dalam menjaga perkawinan
untuk tetap utuh. Fenomena perceraian di Indonesia sesuai dengan penelitian
Saxton (1986) bahwa materi merupakan aspek yang harus terpenuhi selain
dan menjalin sebuah relasi yang baik dengan pasangan tidak dapat
berdampingan. Materialisme “telah menggeser” kegiatan lain dalam
kehidupan seseorang, seperti waktu dan sumber daya yang dihabiskan untuk
memperoleh hal-hal materi sementara hubungan dengan pasangan diabaikan.
Nilai materialisme menurut Belk (1985) adalah nilai yang menempatkan
kepemilikan duniawi untuk mencapai kebahagiaan dan tujuan hidup. Vohs,
Mead, dan Goode (2008) menyatakan bahwa individu materialistik memiliki
keintiman rendah pada pasangan. Mereka menunjukkan bahwa individu
materialistik lebih mandiri karena mereka cenderung melihat sebuah
hubungan dari sudut pandang ekonomi dan sangat kurang peka terhadap
hubungan dengan pasangan sehingga perkawinannya kurang harmonis.
Berdasarkan paragraf tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah ada
hubungan antara nilai materialisme dan kepuasan perkawinan pada individu
suami-istri. Hal ini perlu diteliti melihat data perceraian di Indonesia yang
tinggi mencapai prosentase 60-70 persen karena sebuah alasan materi (Nilam
Suri, Liputan6.com, 2016).
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara nilai materialisme dan kepuasan perkawinan
C. Tujuan Penelitan
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara nilai materialisme dan kepuasan perkawinan pada individu
suami-istri.
D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan ilmu Psikologi
khususnya Psikologi Perkembangan terkait hubungan nilai materialisme
dan kepuasan perkawinan pada suami-istri, serta dapat menjadi acuan
bagi penelitian selanjutnya dengan topik kepuasan perkawinan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadikan evaluasi bagi individu suami-istri tentang
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai Materialisme
1. Definisi Nilai Materialisme
Nilai Materialisme merupakan gaya hidup dengan tujuan untuk
mendapatkan dan mengumpulkan banyak harta. Seseorang yang
materialistis mengalami ketergantungan pada harta benda karena memiliki
banyak harta menunjukkan kesuksesan seseorang (simbol kesuksesan)
dan menimbulkan kesenangan serta kenikmatan. Kesuksesan dan
kebahagian seseorang diukur dari pendapatannya. (Boven, 2005; Chan &
Gerrard, 2007; Kasser, 2002 dalam Froh dkk., 2011; dan Richins, 1999
dalam Kinnear, 2011).
Nilai materialisme menurut Belk (1985) adalah nilai yang
menempatkan kepemilikan duniawi untuk mencapai kebahagiaan dan
tujuan hidup. Belk (1985) mendefinisikan nilai materialisme sebagai
bagian ciri kepribadian setiap individu. Richins dan Dawson (1992 dalam
Ahuvia & Wong, 1995) mendefinisikan nilai materialisme sebagai
pencapaian kesejahteraan dan kesempurnaan hidup berdasarkan pada
kepemilikan materi.
Dari uraian tersebut dipilih definisi nilai materialisme menurut
Richins dan Dawson (1992) sebagai pencapaian kesejahteraan dan
2. Dimensi Nilai materialisme
Nilai materialisme ini dibagi dalam 3 dimensi oleh Richins &
Dawson (1992 dalam Ahuvia dan Wong, 1995). Pertama, dimensi
pentingnya harta dalam hidup seseorang (acquisition centrality). Dimensi
ini mengukur derajat keyakinan seseorang akan arti penting materi dalam
kehidupan seseorang.
Kedua, dimensi kepemilikian merupakan ukuran kesuksesan hidup
(possession defined success). Dimensi ini mengukur keyakinan seseorang
akan arti kesuksesan berdasarkan pada jumlah dan kualitas materi.
Ketiga, dimensi kepemilikan dan harta benda merupakan sumber
kebahagian (acquisition as the pursuit of happiness). Dimensi ini
mengukur kesejahteraan dan kebahagian hidup individu berdasarkan pada
materi.
3. Dampak Nilai materialisme a. Dampak Umum
Richins dan Dawson (1992) menyatakan individu yang
materialistis lebih memiliki subjective well-being yang rendah, stress
yang tinggi, dan tidak memiliki kebahagiaan serta kepuasan hidup.
Menurut Kasser, Ryan, Couchman, & Sheldon (2004) nilai
materialisme pada individu merusak hubungan interpersonal dan relasi
dalam komunitas. Kerusakan disebabkan oleh hubungan interpersonal
bukan dengan kepercayaan dan kebahagiaan. Individu yang
materialistis sering membandingkan dirinya dengan orang lain
sehingga menimbulkan perasaan yang buruk terhadap diri sendiri dan
membuat individu semakin materialistis.
b. Dampak dalam Perkawinan
Dalam perkawinan nilai materialisme memiliki dampak yang
kurang baik.Menurut Kasser (2002) materi dan menjalin sebuah relasi
yang baik dengan pasangan merupakan hal yang berlawanan karena
nilai materialisme “telah menggeser” kegiatan lain dalam kehidupan
seseorang, seperti waktu dan sumber daya yang dihabiskan untuk
memperoleh hal-hal material sementara sebuah hubungan dengan
pasangan diabaikan. Vohs, Mead, dan Goode (2008) menemukan
bahwa individu yang materialistis memiliki keintiman rendah dengan
pasangannya dan lebih suka dengan kegiatan soliter. Dia juga
menunjukkan bahwa individu materialistis lebih mandiri karena
mereka cenderung melihat sebuah hubungan dari sudut pandang
ekonomi. Individu materilistis kurang memiliki kepekaan dalam suatu
B. Kepuasan Perkawinan
1. Pengertian Kepuasan Perkawinan
Menurut Snyder (1979), kepuasan perkawinan adalah gambaran
suami dan istri dalam menilai aspek-aspek hubungan perkawinannya.
Hawkins (dalam Olson dan Hamilton, 1983) menjelaskan bahwa
kepuasan perkawinan adalah perasaan bahagia, puas, dan senang yang
dialami oleh pasangan suami istri sehubungan dengan aspek-aspek dalam
perkawinan. Wood dan Rhodes (1989) berpendapat bahwa kepuasan
perkawinan merupakan evaluasi subjektif dari individu terhadap
pengalaman dari hubungan perkawinan. Fowers dan Olson (1993)
menambahkan kepuasan perkawinan adalah evaluasi terhadap area-area
dalam perkawinan yang mencakup isu kepribadian, kesetaraan peran,
komunikasi, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, waktu luang,
hubungan seksual, pengasuhan anak, keluarga dan teman serta orientasi
keagamaan.
Dari beberapa definisi tersebut yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah definisi kepuasan perkawinan menurut Fower dan
Olson (1993). Definisi kepuasan perkawinan yang disampaikan oleh
Fower dan Olson (1993) lebih komprehensif karena melihat kepuasan
perkawinan secara keseluruhan dibandingkan dengan definisi kepuasan
2. Aspek-aspek Kepuasan Perkawinan
Fowers & Olson (1993) menjabarkan 10 aspek kepuasan
perkawinan sebagai berikut:
a. Komunikasi
Aspek ini meliputi keterbukaan di antara pasangan, kejujuran
terhadap pasangan, kemampuan untuk mempercayai satu sama lain,
sikap empati terhadap pasangan, dan kemampuan pendengar yang
baik (listening skill).
b. Waktu luang
Aspek ini meliputi harapan-harapan dalam mengisi waktu luang
bersama pasangan dan menentukan suatu kegiatan yang dilakukan
sebagai pilihan individu atau pilihan bersama.
c. Orientasi keagamaan
Aspek ini meliputi sikap dan perilaku yang menunjukkan keyakinan
pada sesuatu agama termasuk cara mendidik anak sesuai aturan
keagamaan.
d. Strategi menangani konflik
Aspek ini meliputi sikap saling mendukung dan percaya pada
pasangan serta berdiskusi dalam mencapai penyelesaian masalah.
e. Kepuasan ekonomi
Aspek ini meliputi cara pasangan mengatur keuangan, pemenuhan
kebutuhan materi, bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan
f. Orientasi seksual
Aspek ini meliputi kemampuan mengungkapkan hasrat dan cinta, dan
mengenali tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat
tercipta kepuasan seksual serta memahami kebutuhan seksual
pasangan.
g. Pengasuhan anak
Aspek ini meliputi cara pasangan membuat kesepakatan dalam hal
jumlah anak, peran suami-istri dalam mengasuh dan mendidik anak,
serta bagaimana pola asuh yang diterapkan.
h. Personality issue
Aspek ini meliputi cara pasangan menanggapi perilaku dan kebiasaan
pasangannya, menerima dan memahami perilaku pasangan yang
berubah setelah menikah.
i. Egalitarian role
Aspek ini meliputi sikap pengertian suami maupun istri dalam
menanggapi perannya masing-masing. Dalam hal ini suami maupun
istri saling mengerti dan mendukung pasangannya, misalnya suami
yang tidak melarang istri bekerja dan tidak keberatan dengan
pendapatan istri yang lebih besar darinya.
Uraian di atas diringkas menjadi 7 aspek kepuasan perkawinan. Hal
ini dikarenakan ada aspek serupa yang dapat dijadikan satu aspek afeksi.
a. Komunikasi dengan indikator:
1) Keterbukaan dalam komunikasi
2) Kejujuran dalam menyampaikan komunikasi
b. Afeksi dengan indikator:
1) Memberikan perhatian pada pasangan
2) Mengenal karakter pasangan
c. Kesetiaan dengan indikator:
1) Berkomitmen untuk hidup bersama dengan pasangan selamanya
2) Kesediaan berkorban menerima perilaku pasangan
d. Kepuasan ekonomi dengan indikator:
1) Terpenuhinya sandang, pangan, dan papan
2) Kesepakatan dalam mengatur kondisi keuangan dengan pasangan
e. Kepuasan seksual dengan indikator:
1) Mampu mengungkapkan hasrat seksual terhadap pasangan
2) Mengenali kebutuhan seksual pasangan
f. Pembagian peran dengan indikator:
1) Kesepakatan dalam berbagi pekerjaan rumah tangga
2) Kesepakatan dalam mendidik anak
g. Manajemen konflik dengan indikator:
1) Kemampuan menyeleseikan masalah dalam keluarga
C. Pasangan Suami-Istri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008 suami diartikan
sebagai pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri)
atau menikah dengan seorang perempuan (istri). Istri adalah wanita
(perempuan) yang menikah atau bersuami. Pasangan suami istri adalah
laki-laki dan perempuan yang telah menikah.
Rubin (1984) menyatakan suami lebih cenderung tidak peduli pada
kehidupan emosional mereka dan tidak mengekspresikan perasaan serta
pikiran mereka sendiri. Istri biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga
lebih banyak daripada sumi sedangkan suami lebih banyak bertanggung
jawab dalam menafkahi keluarga mereka (Warner, 1986; Szinovacz,
1984). Peplau dan Gordon (1985) menyatakan istri secara konsisten lebih
terbuka pada pasangan mereka daripada suami. Istri lebih cenderung
mengekspresikan kelembutan, ketakutan, dan kesedihan daripada
pasangan mereka (Cancian dan Gordon, 1988).
D. Dinamika Hubungan antara Nilai Materialisme dan Kepuasan
Perkawinan Pada Individu Sumi-Istri
Individu materialistis memusatkan tujuan hidupnya pada materi
dan mengabaikan hal lain, termasuk kepuasan hubungan dengan
pasangannya. Hal ini memicu terjadinya konflik karena individu dengan
ia tidak mempedulikan kondisi hubungan yang ia miliki dengan
pasangannya (Carroll et al., 2011; Seneca, 2006).
Fower dan Olson (1993) menyebutkan kepuasan ekonomi
merupakan salah satu aspek yang membentuk kepuasan perkawinan.
Kepuasan ekonomi berkaitan dengan pasangan memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan dalam keluarga. Nilai materialisme dalam
kepuasan perkawinan memiliki hubungan dengan kepuasan ekonomi. Nilai
materialisme yang tinggi membuat aspek-aspek selain kepuasan ekonomi
diabaikan dalam membentuk kepuasan perkawinan. Individu materialistis
memiliki pencapaian kesejahteraan dan kesempurnaan hidup berdasarkan
pada kepemilikan materi (Richins dan Dawson, 1992). Hal ini
menyebabkan kepuasan perkawinan pada individu suami istri rendah dan
berpotensi terjadi percaraian.
Dalam perkawinan nilai materialisme memiliki dampak yang
kurang baik. Kasser (2002) menyatakan bahwa materi dan menjalin
sebuah relasi yang baik dengan pasangan merupakan dua hal yang
berlawanan karena nilai materialisme “telah menggeser” kegiatan lain
dalam kehidupan seseorang, seperti waktu dan berbagai sumber daya.
Uraian di atas menyatakan bahwa nilai materialisme menyebabkan
perkawinan kurang harmonis dan berujung pada perceraian. Nilai
materialisme memiliki hubungan sebab akibat pada kepuasan perkawinan
E. Skema Penelitian
Nilai Materialisme
Kepuasan Perkawinan
Possession defined sucess
Acquisition as the pursuit of happiness Acqusition
Centrality
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti merumuskan hipotesis
sebagai berikut: Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara nilai
materialisme dan kepuasan perkawinan pada individu suami-istri. Semakin
tinggi nilai materialisme individu suami-istri maka semakin rendah
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional (correlational
studies). Penelitian korelasional bertujuan untuk melihat hubungan antara satu
variabel dan variabel lainnya (Azwar, 2003).
B. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:
1. Variabel X : Nilai Materialisme
2. Variabel Y : Kepuasan Perkawinan
C. Definisi Operasional 1. Nilai Materialisme
Nilai materialisme adalah pencapaian kesejahteraan dan
kesempurnaan hidup yang berdasarkan kepemilikan materi. Nilai
materialisme pada individu suami-istri diukur menggunakan skala yang
disusun berdasarkan dimensi materialisme yaitu acquisition centrality,
possession defined success, acquisition as the pursuit of happiness.
Tingkat nilai materialisme pada subjek penelitian ditunjukkan dengan
skor total dari skala nilai materialisme. Semakin tinggi skor total maka
2. Kepuasan Perkawinan
Kepuasan perkawinan adalah evaluasi terhadap area-area dalam
perkawinan yang mencakup isu kepribadian, kesetaraan peran,
komunikasi, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, waktu luang,
hubungan seksual, pengasuhan anak, keluarga dan teman serta orientasi
keagamaan. Kepuasan perkawinan diukur dengan menggunakan skala
kepuasan perkawinan. Skala perkawinan ini disusun berdasarkan 7 aspek
dan indikaktor kepuasan perkawinan.
Tingkat kepuasan perkawinan digolongkan tinggi atau rendah
berdasarkan jumlah skor total dari skala. Semakin tinggi skor subjek, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan perkawinan subjek. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah skor subjek, maka semakin rendah tingkat
kepuasan perkawinan subjek.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah individu suami-istri yang memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Minimal usia perkawinan adalah 2 tahun, karena durasi perkawinan di
bawah dua tahun dianggap sebagai masa penyesuaian dan kurang
dapat memprediksi kepuasan perkawinan (Fischer, 1998)
2. Tinggal bersama pasangannya atau satu rumah. Pasangan yang tinggal
dengan jarak jauh merepresentasikan kepuasan perkawinan yang
3. Memiliki anak, karena individu yang sudah menikah serta memiliki
anak cenderung lebih puas dan merasakan perannya sebagai orang tua
terpenuhi dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki anak
(Santrock, 2002).
Peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel
didasarkan pada pertimbangan tertentu berdasarkan ciri dan sifat populasi yang
ditentukan peneliti (Sugiyono, 2010).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran skala. Skala adalah
pertanyaan atau pernyataan yang disusun untuk mengungkap atribut-atribut
tertentu melalui respon terhadap pertanyaan atau pernyataan yang diberikan
(Azwar, 2012).
1. Skala Materialisme
Untuk mengetahui kecenderungan materialisme pada pasangan
suami-istri, peneliti mengadaptasi skala dari Richins dan Dawsons 1992
(dalam Richins 2004), yaitu Materialism Values Scale. Skala tersebut
diadaptasi bersama-sama dengan Dosen Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma C. Siswa Widyatmoko, M.Si. Proses adaptasi skala
pertama kali dengan menerjemahkan ke Bahasa Indonesia. Penerjemah
adalah seorang ahli dalam ilmu Psikologi dan ahli dalam Bahasa Inggris
yaitu bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Si. Kemudian skala bahasa
Haryotomo Wiryasono dan G. Prabowo Aji yang berprofesi sebagai
pengajar Bahasa Inggris di ELTI dan Real English.
Setelah proses penerjemahan selesai, peneliti mengujikan skala
tersebut pada beberapa individu suami-istri dari berbagai latar belakang.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kalimat terjemahan pada
item-item MVS dapat dipahami dengan baik oleh subjek. Beberapa
item dalam skala yang sulit dipahami didiskusikan ulang dengan
beberapa ahli tersebut. Item-item yang dipahami dengan baik oleh
subjek digunakan untuk pengambilan data penelitian. Berikut
merupakan blue-print skala MVS milik Richins & Dawsons:
Tabel 3.1
Pada skala materialisme pemberian skor memiliki rentang 1-7
untuk setiap item dari setiap dimensi. Untuk masing-masing item dapat
direspon dengan alternative jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju),
AS (Agak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), dan
Tabel 3.2
Pemberian Skor Skala Materialisme
Respon Jawaban Bobot Pernyataan Favorable Unfavorable
SS (Sangat Setuju) 1 7
S (Setuju) 2 6
TS (Tidak Setuju) 6 2
STS (Sangat Tidak Setuju)
7 1
2. Skala Kepuasan Perkawinan
Skala kepuasan perkawinan disusun berdasarkan aspek-aspek
kepuasan perkawinan yang dikemukakan oleh Fower dan Olson (1993)
yang diringkas menjadi 7 aspek sebagai berikut:
Ketujuh aspek tersebut menjadi dasar dalam penuyusunan
skala kepuasan perkawinan yang disusun peneliti dengan jumlah
56 item pernyataan.
Tabel 3.3
Distribusi Item Skala Kepuasan Perkawinan Sebelum Try-Out
Aspek
Komunikasi 4 4 8 14.28571%
Afeksi 4 4 8 14.28571%
Kesetiaan 4 4 8 14.28571%
Kepuasan Ekonomi 4 4 8 14.28571%
Kepuasan Seksual 4 4 8 14.28571%
Pembagian Peran 4 4 8 14.28571%
Manajemen Konflik 4 4 8 14.28571%
Total Item 28 28 56 100%
Sebelum menuliskan item dari skala kepuasan perkawinan,
peneliti melakukan survei terhadap 20 pasangan suami-istri dari
beberapa latar belakang. Survei dilakukan untuk mengetahui
prespektif dari subjek mengenai kepuasan perkawinan. Survei
berisi 8 pertanyaan yang disusun dari 7 aspek kepuasan
perkawinan. Jawaban-jawaban dari pertanyaan survei dirangkum
dan jadikan indikator dalam skala kepuasan perkawinan.
Selanjutnya, dari indikator-indikator disusun item-item skala
kepuasan perkawinan.
Selanjutnya peneliti melakukan Profesional Judgement dari
dosen Psikologi Universitas Sanata Dharma C. Siswa Widyatmoko,
M.Psi. Proses ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh item
Selanjutnya skala tersebut diujikan kepada beberapa subjek
penelitan. Hal ini dilakukan untuk memastikan subjek dapat
memahami dengan baik kalimat setiap item dalam skala kepuasan
perkawinan. Item yang diupahami dengan baik digunakan untuk
proses pengambilan data penelitian.
Tabel 3.4
Blue-Print Skala Kepuasan Perkawinan Sebelum Try-Out
Aspek Item Total
Total Item 28 28 56
Dalam skala kepuasan perkawinan ini terdapat empat
alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh subjek yaitu, SS (Sangat
Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).
Tabel 3.5
Pemberian Skor Skala Kepuasan Perkawinan
Jawaban Bobot Pernyataan Favorable Unfavorable
SS (Sangat Setuju) 1 4
S (Setuju) 2 3
TS (Tidak Setuju) 3 2
F. Pertanggungjawaban Alat Ukur 1. Validitas
Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi dan pengukuran tersebut. Setiap alat ukur
memiliki tujuan pengukuran yang berbeda-beda. Sebuah alat ukur hanya
dikatakan valid untuk mengukur satu ubahan yang spesifik. Suatu alat
ukur dikatakan memiliki validitas tinggi apabila alat ukur tersebut dapat
memberikan hasil sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut (Azwar,
2011).
Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah skala
tersebut memiliki data yang akurat dan sesuai dengan tujuan ukurnya
(Azwar, 2013). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi. Validitas isi adalah relevansi item dengan indikator perilaku
dan dengan tujuan ukur dapat dievaluasi lewat nalar dan akal sehat serta
mampu menilai isi skala tersebut benar-benar mendukung konstrak teoritik
yang diukur (Azwar, 2013).
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan dengan parameter daya diskriminasi item.
Diskriminasi item adalah kemampuan item dalam membedakan antara
individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki
atribut yang diukur (Azwar, 2009). Seleksi item dilakukan dengan uji coba
skor item dengan distribusi skor skala dengan program SPSS yang
menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) (Azwar, 2009). Kriteria
pemilihan item berdasarkan korelasi item total yang menggunakan batasan
rix ≥ 0,30. Apabila jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah
yang diinginkan, maka batasan tersebut dapat dipertimbangkan untuk
diturunkan menjadi rix≥ 0,25 (Azwar, 2009).
Uji coba (try out) dilakukan pada tanggal 7 Januari 2017 sampai
dengan 20 Januari 2017. Peneliti menggunakan 60 Subjek yang terbagi
dari 30 laki-laki dan 30 perempuan. Berikut merupakan hasil seleksi item
kedua variabel.
a. Skala Kepuasan Perkawinan
Pada skala kepuasan perkawinan terdapat 1 item yang
gugur dengan koefisien korelasi≥0,30 sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 3.6
Distribusi Item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Try Out Blue-Print Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Try-Out
Aspek Item Total
Total Item 27 28 55
Berdasarkan hasil seleksi item dari 56 item skala kepuasan
perkawinan terdapat 55 item valid dan 1 item gugur. 55 item
valid tersebut memiliki nilai koefisien korelasi ≥ 0,30 dan
digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini.
b. Skala Nilai Materialisme
Skala materilisme Richins dan Dawson (dalam Richins,
2004) yang diadaptasi setelah dilakukan try out tidak ada item
yang gugur. Item-item dalam skala tersebut memiliki nilai
koefisien korelasi≥ 0.30. Berdasarkan hasil seleksi item dari 18
item maka 18 item skala nilai materialisme yang diadaptasi
dapat digunakan untuk mengambil data.
3. Reliabilitas
Reliabilitas berarti tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran
(Azwar, 2011). Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis Alpha Cronbach. Teknik ini memiliki nilai praktis dan efisiensi
yang tinggi, karena hanya satu kali percobaan pada satu kelompok subjek
(Azwar,2013). Koefisien Alpha Cronbach dibawah 0,6 menunjukkan
reliabilitas kurang baik. Koefisien Alpha Cronbach 0,6-0,8 dapat diterima.
Koefisien Alpha Cronbach diatas 0,8 dianggap paling baik.
Skala kepuasan perkawinan mencapai nilai reliabilitas sebesar 0,963.
sangat mendekati nilai 1,00. Reliabilitis skala nilai materialisme juga
memuaskan karena memperoleh nilai koefisien alpha 0.865.
G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normalitas data atau
sebaran data penelitian yang dilakukan. Uji normalitas dilakukan
dengan teknik Kolmogorov-Smirnov SPSS for Windows ver. 23.0.
Normalitas dipenuhi apabila hasil uji signifikansi untuk suatu taraf
signifikan 0,05. Jika signifikan (p) yang diperoleh lebih besar dari
0,05, maka data tersebut dikatakan terdistribusi secara normal dan jika
signifikan (p) kurang dari 0,05 maka data tidak terdistribusi secara
normal (Santoso, 2010).
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu veriabel
terhadap variabel lain dan mengetahui pola hubungan linear. Uji
linearitas dilakukan dengan menggunakan test for linearity yang
terdapat dalam SPSS for Windows ver. 23.0. Data dikatakan linear
apabila kedua variabel yang diteliti memiliki signifikan kurang dari
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat hubungan antara nilai
materialisme dan kepuasan perkawinan pada individu suami-istri.
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis
korelasi Pearson Product Moment apabila data berdistribusi normal dan
menggunakan uji hipotesis korelasi Spearman apabila data tidak
berdistribusi normal (Santoso, 2010). Apabila koefisien korelasi memiliki
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 23 Januari 2017 sampai dengan 10
Febuari 2017. Skala penelitian dibagikan kepada individu suami-istri. Subjek
dalam penelitian ini memiliki karakteristik dengan minimal usia perkawinan 2
tahun dan sudah mempunyai anak dari perkawinan mereka.
Penelitian dilakasanakan dengan cara meminta subjek untuk memberi
respon jawaban terhadap pernyataan pada kuesioner yang terdiri dari skala
kepuasan perkawinan dan skala nilai materialisme. Secara keseluruhan peneliti
membagikan 230 lembar skala penelitian. Dari jumlah tersebut, skala yang
kembali berjumlah 186 lembar skala. Tidak kembalinya skala penelitian yang
berjumlah 44 lembar disebabkan beberapa alasan, antara lain; lupa mengisi,
hilang, rusak, dan subjek membutuhkan waktu lama unutk mengisi.
B. Diskripsi Subjek Penelitian
Berdasarkan sebaran skala penelitian, diskripsi subjek sebagai berikut:
Tabel 4.1
Demografi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Presentase
Laki-laki
93 50%
Perempuan 93 50%
Tabel 4.2
Demografi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan
Usia Perkawinan Jumlah Presentase
Berikut adalah tabel deskripssi data penelitian:
Tabel 4.3
Data Empirik dan Data Teoritik
Variabel Data Teoritik Data Empirik SD P Min Max Mean Min Max Mean
Materialisme 18 126 72 24 118 53,85 19,934 0,000
Kepuasan Perkawinan 55 220 137,5 100 206 170,16 23,415 0,000
Uji coba mean dilakukan untuk melihat perbedaan antara mean
teoritik dengan mean empiris. Uji beda mean menggunakan One Sample
t-test. Dari tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa variabel materialisme
memiliki mean teoritik sebesar 72 dan mean empirik sebesar 53,85. Mean
empirik lebih kecil dari mean teoritik. Hal ini menunjukkan nilai
materialisme pada subjek penelitian cenderung rendah. Hasil uji t variabel
tersebut memiliki signifikansi di bawah 0,05 yaitu 0,000 (Tabel 4.3). Hal
tersebut menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kedua mean
Variabel kepuasan perkawinan memiliki mean teoritik (137,5) lebih
kecil dari mean empirik (170,16). Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan
perkawinan pada subjek penelitian cenderung tinggi. Hasil uji t variabel
tersebut memiliki koefisien signifikansi di bawah 0,05 yaitu 0,000 (Tabel
4.3). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua
mean variabel tersebut.
D. Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi
Peneliti melakukan uji asumsi untuk melihat apakah data yang
diperoleh memenuhi syarat untuk dianalisis dengan menggunakan analisis
korelasi. Hasil uji asumsi dapat dilihat sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Tabel 4.4 Uji normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Materialisme .157 186 .000 .885 186 .000
Kepuasan_Perkawinan .285 186 .000 .753 186 .000
Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan bahwa nilai
probabilitas (p) pada variabel materialisme dan kepuasan perkawinan
sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan sebaran data pada kedua variabel
0,05). Hal tersebut berarti pengujian hipotesis dalam penelitian ini
akan menggunakan teknik korelasi Spearman rho.
b. Uji Linearitas
Linearity 8497.618 47 180.800 2.617 .000
Within Groups 9463.474 137 69.076
Total 73515.785 185
Berdasarkan hasil uji linearitas dapat dilihat bahwa variabel
materialisme dan kepuasan perkawinan pada pasangan suami-istri
memiliki signifikansi (p) = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa hubungan antara kedua variabel bersifat linear.
2. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa data tidak
terdistribusi dengan normal maka pengujian hipotesis menggunkan teknik
korelasi Spearman rho pada taraf signifikansi 0,05. Berikut ini adalah hasil
Tabel 4.6
Hasil Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis menunjukkan koefisien korelasi antara nilai
materialisme dan kepuasan perkawinan adalah -0,646 dengan probabilitas
0,000. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bersifat negatif,
cukup kuat, dan signifikan antara variabel materialisme dan kepuasan
perkawinan.
3. Analisis tambahan
Peneliti melakukan analisis tambahan dengan menggunakan uji beda
untuk melihat perbandingan nilai materialisme dan kepuasan perkawinan
berdasarkan jenis kelamin. Peneliti juga melihat perbandingan nilai
materialisme dan kepuasan perkawinan berdasarkan golongan usia
perkawinan yang sudah ditentukan (Gol I≤ 5th; Gol II 6-10th; Gol III
11-19th; Gol IV 20≥). Berdasarkan hasil uji normalitas (Tabel 4.4) dan
Correlations
Materialisme
Kepuasan_P erkawinan
Spearman's rho Materialisme Correlation Coefficient 1.000 -.646**
Sig. (1-tailed) . .000
N 186 186
Kepuasan_Per kawinan
Correlation Coefficient -.646** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 186 186
homogenitas (terlampir) maka teknik uji beda yang digunakan adalah
teknik Mann Whitney dan Kruskal Wallis.
Dari hasil uji beda nilai materialisme dan kepuasan perkawinan
berdasarkan jenis kelamin yang menggunakan teknik Mann Whitney
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai
materialisme pada kelompok individu suami dengan kelompok individu
istri. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan 0,074 ≥ 0,05. Uji beda
antara kepuasan perkawinan pada kelompok individu suami dengan
kelompok individu istri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikan 0,074≥ 0,05.
Hasil uji beda nilai materialisme dan kepuasan perkawinan
berdasarkan golongan usia perkawinan yang menggunakan teknik Kruskal
Wallis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada nilai materialisme antara golongan usia perkawinan I, II, III, dan IV. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikan 0,00 ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa usia perkawinan lebih lama, maka nilai materialisme rendah. Uji
beda antara kepuasan perkawinan pada golongan usia perkawinan
menggunakan teknik Kruskal Wallis menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan pada kepuasan perkawinan antara golongan usia perkawinan I,
II, III, dan IV ditunjukkan dengan nilai signifikan 0,00 ≤ 0,05. Hal ini
menunjukkan semakin lama usia perkawinan, semakin tinggi kepuasan
E. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan teknik korelasi
Spearman rho, materialisme dan kepuasan perkawinan memiliki koefisien
sebesar -0,646 dengan p = 0,000 < 0,05 . Hal tersebut menunjukkan hipotesis
diterima bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara materialisme dan
kepuasan perkawinan. Nilai negatif koefisien korelasi menunjukkan adanya
hubungan negatif antara materialisme dan kepuasan perkawinan.
Individu dengan nilai materialisme tinggi memusatkan tujuan
hidupnya pada materi dan mengabaikan hal lain, termasuk kepuasan
perkawinan (Seneca, 2006). Dalam sebuah relasi perkawinan individu
materialistis memiliki afeksi yang rendah terhadap pasangannya. Hal tersebut
memicu konflik antara pasangan suami-istri (Carroll et al., 2011). Vohs,
Mead, dan Goode (2008) menemukan bahwa individu materialistis memiliki
kepekaan rendah dalam hubungan suami-istri. Sehingga hubungan kurang
harmonis. Pasangan suami-istri dengan nilai materialisme tinggi memiliki
keharmonisan dan keintiman yang rendah. Data penelitian ini memperlihatkan
bahwa individu dengan nilai materialisme rendah mencapai kepuasan
perkawinan yang tinggi, dan individu dengan nilai materialisme tinggi
memperoleh kepuasan perkawinan rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Kasser (2002).
Analisis tambahan menggunakan uji beda tidak menemukan
perbedaan yang signifikan pada nilai materialisme dan kepuasan perkawinan
(2009) yang menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
mempengaruhi kepuasan perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan
subjek dalam penelitan Cohen dkk (2009) dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kebanyakan individu
suami-istri dengan nilai materialisme tinggi dan kepuasan perkawinan rendah adalah
mereka yang berusia 28-38 tahun dengan usia perkawinan 2-10 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa generasi keluarga muda saat ini memiliki orientasi nilai
materialism yang tinggi. Rata-rata keluarga muda saat ini berfokus mengejar
keinginan memiliki materi yang lebih daripada memenuhi aspek-aspek yang
memperkuat kepuasan perkawinannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Dey,
Astin, dan Korn (dalam Myers, 2008) terhadap hampir seperempat juta
mahasiswa baru tahun 1965-2005 di Amerika Serikat yang menunjukkan
bahwa nilai materialisme meningkat, sementara spiritualitas menurun.
Generasi muda masa kini memandang kesuksesan finansial sebagai hal yang
sangat penting dan esensial, melampaui nilai penting membangun filosofi
hidup, menjadi ahli di bidang yang digeluti, membantu orang lain yang
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil analisis penelitian dengan menggunakan korelasi Spearman rho
menunjukkan r = -0,646 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05).
Korelasi tersebut menegaskan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan
antara materialisme dan kepuasan perkawinan pada seorang pasangan
suami-istri. Semakin tinggi materialisme seorang pasangan suami-istri maka semakin
rendah kepuasan perkawinannya. Semakin rendah materialisme seorang
pasangan suami-istri, semakin tinggi kepuasan perkawinannya.
B. SARAN
1. Bagi Individu Suami-Istri
Nilai materialisme yang tinggi memiliki hubungan negatif dengan
kepuasan perkawinan. Individu yang sudah menikah disarankan untuk
tidak terlalu terfokus pada kepemilikan materi yang membuat kepuasan
perkawinan semakin rendah. Kepuasan perkawinan diperoleh dari sejauh
mana pasangan saling memperoleh keintimin satu dengan lainnya.
2. Bagi individu yang akan menikah
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa nilai materialisme tinggi
akan menikah sebaiknya menyadari bahwa memiliki orientasi kepemilikan
materi yang lebih berdampak pada kurangnya kepuasan perakawinan
mereka.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa nilai materialisme tinggi
ditemukan pada individu dengan usia perkawinan muda. Peneliti
40
DAFTAR PUSTAKA
Ahuvia, Aaron and Nancy Wong (1995), “Materialism: Origins and Implications for Personal Well-Being,” European Advances in Consumer Research,
Vol. 2, ed. Flemming Hansen, Provo, UT: Association for Consumer Research, 172–78
Andhianita, I., & Andayani, B. (2005). Kepuasan Perkawinan Ditinjau dari Berpacaran dan Tidak Berpacaran. Jurnal Psikologi 32 (2), 101-111.
Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2011). Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Belk, R.W. (1985). Materialism: Trait aspects of living in the material world.
Journal of Consumer Research, 12, 265-280.
Benson, Purnell (1955). Familism and Marital Success. Social Forces 33 (3), 277-280.
Boven, L. V. (2005). Experientalism, Materialism and the Pursuit of Happiness.
Review of General Psychology. Vol. 9. Pp: 132-134.
DOI:10.1037/1089-2650.9.2.132.
Burpee, L. C. & Langer, E. J. (2005). Mindfulness and Marital Satisfaction.
Journal of Adult development 2 (1), 43-51.
Carroll, J. S., Dean, L. R., Call, L. L., & Busby, D. M. (2011). Materialism and Marriage: Couple Profiles of Congruent and Incongruent Spouses. Journal
of Couple & Relationship Therapy, 10(4), 287-308. DOI: 10.1080/15332691.2011.613306.
Chan, K., & Gerrad, P. (2007). Materialism and Social Comparison among Adolescent. Journal Social Behavior Personality and Personality. 213-228.
Cohen, O., Geron, Y., & Farchi, A. (2009). Marital Quality and Global Well-being among Older Adult Israeli Couples in Enduring Marriages. The
Collins, R. & Coltrane, S. (1991). Sociology of Marriage and The Family:
Gender, Love and Property. Chicago: Nelson-Hall.
Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dew, Jeffery & Wilcox, W. B. (2011). If Momma Ain’t Happy: Explaining
Declines in Marital Satisfaction Among New Mothers. Journal of
Marriage and Family 73, 1-12.
Dollhite, David C & Lambert, Nathaniel M. (2007). Forsaking All Others: How Religious Involvement Promotes Marital Fidelity in Christian, Jewish, and Muslim Couples Review of Religious Research 48 (3), 290-307.
Fischer, H. K., dan Thomas, N. H. (1998). Dua Tahun Pertama Hidup
Berkeluarga. Yogyakarta: Kanisius.
Fowers. (1998). Marital Satisfaction Early in Marriage: A growth curve approach.
Journal of Marriage and Family, 68-84.
Fowers, Blaine J. & Olson, David H. (1993). ENRICH Marital Satisfaction Scale: A Brief Research and Clinical Tool. Journal of Familiy Psychology 7 (2),
176-185.
Froh, J. J., Emmons, R. A., Card, N. A., Bono, G., and Wilson, J. A. (2011). Gratitude and The Reduce Costs of Materialism in Adolescents. Journal
Happiness Study. Pp: 289-302. DOI:10.1007//S10902-010-9195-9.
Gillford, R. & Bengston, V. (1979). Measuring Marital Satisfaction in Three Generation: Positive and Negative Dimensions. Journal of Marriage and
Family 41 (2), 387-398.
Gorchoff, Sara M., John, Oliver P., Helson, Revena, Contextualizing Change in Marital Satisfaction during Middle Age: An 18-Year Longitudinal Study.
Journal of Psychological Science 19 (11). 1194-1200.
Gottman, J.M, Buehlman, K.T. & Katz, L.F. (1992). How Couple View Their Future, Predicting Divorce from Oral History Interview. Journal Of Family Psychology, 5 (Maret-Juni, 295-318)
Gottman, J,M & Krokoff, L.J. (1989). Marital Interaction and Satisfaction: A Longitudinal View. Journal of Consulting and Clinical Psychology. 57 (1), 47-52
Hadriani. (2015) Terungkap Wanita Indonesia Materialisme dalam Memilih
Pasangan https://m.tempo.co/read/news/2015/02/25/174645148/terungkap
Hurlock, E.B., (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, (2008). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kasser, T. (2002). The High Price of Materialism. London: MIT Press.
Kasser, Tim, Richard M. Ryan, Charles E. Couchman, and Kennon M. Sheldon. (2004). “Materialistic values: Their causes and consequences.” In Psychology and Consumer Culture. Eds. Tim Kasser and Allen D. Kanner.
Washington, DC: American Psychology Association
Kinnear, T. C. (2011). Journal of Public Policy and Marketing. American Marketing Association.
Kurdek, L.A. (2005). Gender and marital satisfaction early in marriage: A growth curve approach. Journal of Marriage and Family, 67, 68-84
Lailatushifah, S.N.F. (2003). Kesadaran akan Kesetaraan Gender dan Kepuasan
Perkawinan pada Suami Istri dalam Rumah Tangga Pekerja Ganda.
Jurnal Harmoni Sosial, Agustus, No 2; 52-61.
Larson, J. H., & Holman, T. B. (1994). Premarital Predictors of Marital Quality and Stability. Journal of Family Relation 43 (2), 228-237.
Levenson, R.W. , Cartensen, L.L & Gottman, J.M. (1993). Long-Term Marriage: Age, Gender, and Satisfaction. Journal of Psychology and Aging. ,8 (2), 301-313
Olson, D.H. & Hamilton, L.M. (1983). Families: What Make Them Work. Baverly Hills: Sage Publication.
Panjaitan, D. (2011) Inilah Penyebab Perceraian Tertinggi di Indonesia. Kompas [on-line]. dari http://edukasi.kompasiana.com/2011/09.01/inilah-penyebabperceraian-tertinggi-di-indonesia/ Diakses pada tanggal 30 September 2016
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2010) Human Development Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2014) Human Development Psikologi
Rahmah, L. (1997). Kepuasan Pernikahan dalam Kaitannya dengan Management Konflik. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Richins, M. L. (2004). The Material Values Scale: Measurement Prorties and
Development of a Short Form. Journal of Consumer Research. Vol. 31
Richins, M. L. & Dawson, S. (1992). A consumer values orientation for materialism and its measurement: scale development and validation.
Journal of Consumer Research, 19(3), 303-316.
Robinson, L. C. & Blanton, P. W. (1993). Marital Strengths in Enduring
Marriage, Family Relation 42, 38-45.
Rosen-Grandon, Jane R.; Myers, Jane E.; Hattie, John A. (2004). The Relationship between Marital Characteristic, Marital Interaction Processes, and Marital Satisfaction. Journal of Counseling and Development 82 (1), 58-64.
Sadarjoen, S. (2005). Konflik Marital: pemahaman konseptual, actual, dan
alternative solusinya. Bandung: Refika Aditama.
Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi dari Blog menjadi Buku. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup jilid 2
ed. 5. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Saxton, L. (1986). The Individual, Marriage and The Family. California: Wadsworth Publishing Company.
Schoen, R., Astone, N. M., Rothert, K., Standish, N. J., & Kim, Y. J. (2002). Women employment, marital happiness and divorce. Social Forces, 81(2), 643662
Seneca, P. J. (2006). A Validation Study of the Ger and Belk (1996) Materialism
Scale and Richins (2004) Shortened Material Values Scale. Carbondale:
Southern Illinois University.
Snyder, D.K. (1979). Multidimensional assessment of marital satisfaction.
Journal of Marriage and Family: 41 (4), 813-823.
Stone, E.A., & Shackelford, T. K. (2007). Marital Satisfaction. Encyclopedia of
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.
Suri, N. (2014) Ini Alasan Perceraian Tertinggi di Indonesia. Dari
http://health.liputan6.com/ read/2456092/ini-alasan-perceraian-tertinggi-di-indonesia. Diakses pada tanggal 28 September 2016.
Trokan, John (1998). Stage of the MArirtal and Family Life Cycle: Marital Miracles. Pastoral Psychology 46 (4), 281-295.
Vohs, K., Mead, N., & Goode, M. (2008). Merely activating the concept of money changes personal and interpersonal behavior. Current Directions in
Psychological Science, 17, 208-212.
Wismanto, Y. B. (2004). Kepuasan Perkawinan: Ditinjau dari Komitmen Perkawinan, Kesediaan Berkurban, Penyesuain Diadik, Kesetaraan Pertukaran dan Presepsi terhadap Perilaku Pasangan. Disertasi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.
Wood, W., Rhodes, N., & Whelan, M. (1989). Sex differences in positive well-being: A consideration of emotional style and marital status. Psychological
SKALA
TRY OUTAlexander Widyawan SN 119114110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Perkenalkan saya:
Nama : Alexander Widyawan SN Fakultas : Psikologi
NIM : 119114110
Saya adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Saat ini saya sedang melakukan penelitian pada pasangan suami-istri. Saya memohon kesedian Bapak/Ibu untuk membantu saya dengan menjawab beberapa pernyataan, yang nantinya akan saya gunakan sebagai sumber data bagi penelitian saya.
Sebelum menjawab pertanyaan, Bapak/ibu diminta untuk mengisi beberapa data diri yang terkait dengan kepentingan penelitian. Selanjutnya, anda diharapkan menjawab secara reflektif
sesuai dengan apa yang anda alami, rasakan, maupun pikirkan. anda tidak perlu ragu-ragu dalam menjawabnya karena tidak ada jawaban yang benar atau salah. Selain itu, jawaban anda akan dirahasiakan sehingga saya maupun orang lain tidak akan mengetahui indetitas asli anda. Saya sangat menghargai dan berterimakasih apabila anda bersedia untuk menjawab pernyataan berikut dengan sejujur-jujurnya.
Apabila anda bersedia untuk menjawab pertanyaan ini, silahkan memberikan paraf pada kolom pernyataan selanjutnya.
Hormat Saya,
penelitian ini tanpa pakasaan dari pihak manapun. Untuk menjaga kerahasiaan identitas asli saya, saya tidak mencantumkan nama. Seluruh jawaban yang saya berikan sungguh-sungguh sesuai dengan apa yang saya alami, rasakan, dan pikirkan.
………., November 2016
Inisial :
Jenis Kelamin* : P/L
Umur : ……….. Tahun
Usia Perkawinan* : ≤ 5 thn / 6-10 thn / 11-20 thn / ≥ 20 thn
Jumlah Anak :
Jumlah Pendapatan : Rp ……… /bln
Di bawah ini terdapat berbagai macam perilaku. Perilaku ini adalah perilaku yang biasanya dilakukan atau dialami dengan pasangan dalam kehidupan berumah tangga. Skala ini bersifat sangat pribadi dan dijaga kerahasiaannya. Setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, dimohon Anda mengisi sesuai dengan keadaan diri anda yang sebenar-benarnya. Jangan merasa ragu-ragu dalam menjawabnya karena semua jawaban yang anda jawab adalah BENAR dan tidak ada jawaban yang SALAH.
Pilihan jawaban adalah:
1. SS : Bila pernyataan “Sangat Sesuai” dengan Anda.
2. S : Bila pernyataan “Sesuai” dengan Anda.
3. TS : Bila pernyataan “Tidak Sesuai” dengan Anda.
4. STS : Bila pernyataan “Sangat Tidak Sesuai” dengan Anda.
Bacalah setiap pernyataan dengan seksama. Kemudian pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (X) pada kolom jawaban yang menurut anda paling sesuai.
Contoh menjawab pernyataan:
No Pernyataan STS TS S SS
1 Kami suka menyempatkan diri untuk bersama
disela-sela kesibukan kami. X
Jika Anda merasa kurang yakin dengan jawaban anda dan ingin merubahnya silahkan beri tanda ( ) pada tanda (X) jawaban anda sebelumnya, kemudian beri tanda (X) kembali pada jawaban yang anda inginkan
Contoh mengubah jawaban:
No Pernyataan STS TS S SS
1 Kami suka menyempatkan diri untuk bersama
disela-sela kesibukan kami. X X
No Pernyataan STS TS S SS 1. Kami saling mendengarkan pendapat dan keluh
kesah masing-masing.
2. Kami terlalu sibuk dengan pekerjaan kami masing-masing hingga lupa menyempatkan untuk bersama.
3. Kami saling percaya dapat hidup bersama-sama hingga maut menjemput.
4. Ada beberapa kebutuhan sehari-hari kami yang terkendala untuk dicukupi
5. Aku merasa puas saat berhubungan seksual dengan pasanganku.
6. Pekerjaan rumah tangga kami terbengkalai karena tidak ada pembagaian tugas diantara kami.
7. Kami bersama-sama mencari jalan keluar atas masalah keluarga kami dengan baik.
8. Pasanganku tidak mau mendengarkan pendapat dan keluh kesahku
9. Kami suka menyempatkan diri untuk bersama disela-sela kesibukan kami.
10. Ketika terjadi pertengkaran diantara kami, ada keinginan kami untuk berpisah.
11. Semua kebutuhan sehari-hari kami tercukupi dengan baik.
12. Aku tidak mendapatkan kepuasan seksual dari pasanganku seperti yang aku harapkan
13. Kami membagi tugas dalam mengurus pekerjaan rumah tangga secara merata.
14. Perselisihan kecil diantara kami umumnya berubah menjadi perdebatan yang kontroversial.
15. Kami saling menceritakan semua hal atau hampir semua hal.
16. Pasanganku tidak mengkhawatirkan keberadaanku ketika aku tidak bersama dengannya.
17. Kami percaya dapat menjaga janji dan sumpah perkawinan yang telah kami ucapkan bersama.
18. Hutang-hutang yang kami miliki terasa menganggu dan membuat cemas.
pekerjaan rumah tangga.
21. Saat terjadi konflik diantara kami, kami menyelesaikannya saat itu juga.
22. Ada banyak hal diantara kami yang saling tidak kami ketahui.
23. Pasanganku suka menanyakan kabarku ketika aku tidak bersama dengannya.
24. Pasanganku banyak melakukan hal yang mengingkari janji dan sumpah perkawinan kami.
25. Kami memiliki alokasi dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.
26. Aku merasa terpaksa melayani pasanganku untuk memenuhi kebutuhan seksualnya.
27. Kami saling bekerjasama dalam mengurus pekerjaan rumah tangga kami.
28. Pertengkaran diantara kami umumnya dipicu oleh konflik masa lalu yang belum terselesaikan
29. Semua hal atau hampir semua hal aku katakan dengan apa adanya terhadap pasanganku.
30. Aku merasa kami seperti dua orang yang asing di rumah.
31. Pasanganku menerima segala kelebihan dan kekurangan yang aku miliki.
32. Pertengkaran diantara kami umumnya perihal penggunaan uang.
33. Kami berbicara secara terbuka mengenai permasalahan seksual yang kami alami.
34. Kami terlalu sibuk dengan urusan kami masing-masing sehingga jarang memperhatikan anak kami
35. Hal-hal yang kami lakukan umumnya berdasarkan kesepakatan bersama.
36. Pasanganku sering mengada-ada saat bercerita kepadaku.
37. Pasanganku mengerti dan memahami apa yang aku inginkan.
38. Pasanganku merasa kurang nyaman dengan kekurangan yang aku miliki.