Contoh Sistematika Makalah, Artikel Penelitian, Artikel Non Penelitian, dan Karya Ilmiah
SISTEMATIKA MAKALAH 1. Bagian Awal
Judul Makalah
2. Bagian Int
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN ANALISA KEPEMIMPINAN A. Kepemimpinan
B. Pandangan Kepemimpinan
C. Hal Mendasar yang Perlu untuk Kepemimpinan D. Manajemen Kepemimpinan
E. Cara Berfikir Kelompok Pimpinan tentang Mutu
B. Saran
3. Bagian Akhir DAFTAR PUSTAKA
SISTEMATIKA ARTIKEL NON PENELITIAN 1. Judul Artkel
2. Teori
3. Sumber Pustaka
SISTEMATIKA ARTIKEL PENELITIAN A. Bagian Awal
Judul Artkel Penulis Artkel B. Bagian Int
Pendahuluan Metode Analisis Hasil Analisis Pembahasan C. Bagian Akhir
SISTEMATIKA KARYA ILMIAH (JUDUL – DAFTAR ISI)
A. Bagian Awal 1. Halaman Judul
2. Halaman Persetujuan 3. Halaman Surat Pernyataan 4. Halaman Pengesahan 5. Halaman Motto
6. Halaman Persembahan 7. Abstrak
8. Kata Pengantar 9. Daftar Isi
Contoh Artikel untuk Makalah Non Penelitian
SIKAP DAN PROFESIONAL SEORANG GURU MENGHADAPI PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL
ABSTRAK
Sikap professional seorang guru sangat diperlukan dalam menghadapi
pendidikan di era global ini. Tugas guru tdak hanya mengajar, tetapi juga
mendidik, mengasuh, membimbing dan membentuk kepribadian siswa guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Kesalahan guru dalam
memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara
perlahan-lahan. Sehingga akan mengakibatkan hubungan antara guru dan siswa
yang semula saling membutuhkan akan berubah menjadi hubungan yang saling
acuh tak acuh, tdak membahagiakan dan membosankan.
Guru merupakan sosok yang begitu dihormat karena memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat
berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan
sekolah, pada saat itu juga orang tua menaruh harapan terhadap guru, agar
anaknya dapat berkembang secara optmal (Mulyasa, 2005:10). Minat, bakat,
kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tdak akan dapat berkembang
secara optmal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatkan
peserta didik secara individual. Tugas guru tdak hanya mengajar, namun juga
mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Dalam menuju era
globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam dunia pendidikan, yaitu
dengan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel,
sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektf dalam kehidupan masyarakat
global demokrats. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa
agar memungkinkan para anak didik dapat mengembangkan potensi yang dimiliki
secara alami dan kreatf dalam suasana penuh kebebasasn, kebersamaan dan
tanggung jawab. Selain itu, pendidikan harus dapat menghasilkan lulusan yang
bisa memahami, masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung
mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan di dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut salah satunya ditentukan oleh sikap
Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah informasi dan
pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran
kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila
kita dapat memahami hubungan terhadap masyarakat lain, dan isu-isu global
Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk
belajar tentang moral, budi pekert justru sekarang ini dekat dengan tndak
kekerasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap
intelektual, budi pekert, dan menjunjung tnggi nilai moral, justru telah dicoreng
oleh segelintr oknum pendidik (guru) yang tdak bertanggung jawab. Realitas ini
mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam.
Sepertnya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas
pemahaman dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan
bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan
dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentngan dan salng
membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tdak lagi saling membutuhkan.
Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari
pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan
dengan cara-cara yang tdak benar.
Konsep Dasar Sikap Dan Profesional Guru
Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan
fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz,
dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah
perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan
untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua
alternatf, yaitu senang (like) atau tdak senang (dislike), menurut dan
melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan,
pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau
persoalan dan bertndak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan
positf dan negatf dalam menghadapi suatu objek
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:702) dijelaskan
keahlian khusus untuk menjalankannya. Sehingga dapat diartkan bahwa
profesional seorang guru adalah kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki
seorang guru didalam menjalankan profesinya sebagai seorang pendidik atau
guru.
Isu Seputar Masalah Guru
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah
satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpentng dalam
proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh
sebab itu, dalam setap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tdak
dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu
sendiri.
Filsofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan
fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tdak
jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan mult fungsi. Mereka di
tuntut tdak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan
Bahkan tdak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua
anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan
sebagai kepanjangan dari kata “digugu dan ditru” (menjadi panutan utama).
Begitu pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa
yang berbunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku guru
akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus
memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita. Sehingga guru dituntut
untuk professional di dalam segala aspek kehidupan bermasyarakatnya.
Masalah yang dihadapi guru di Indonesia adalah: (1) masalah kualitas guru, di
Indonesia masih sedikit sekali guru Sekolah Dasar yang berijazah sarjana, sehingga
berpengaruh pada kualitas anak didiknya. Apalagi ditambah dengan tugas
tambahan guru yang menumpuk, menyebabkan dalam proses belajar mengajar
tdak maksimal karena stamina guru yang merosot, (2) masalah jumlah guru yang
masih kurang. Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila
dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per
kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang
didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan
mengajar yang di anggap efektf. Idealnya, setap kelas diisi tdak lebih dari 15-20
anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal, (3)
masalah distribusi guru. Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan
masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah
terpencil, masih sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah,
baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, sepert masalah fasilitas
dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan, (4) masalah
kesejahteraan guru, Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tngkat
kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatnkan. Penghasilan para guru,
dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus
sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi sepert ini, telah merangsang
sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok
mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka
mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat
meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru
Tuntutan Professional Seorang Guru.
Sepert kita ketahui dan rasakan bersama-sama, bahwa kita telah memasuki
abad 21 yang dikenal dengan era global, yang mempunyai pengaruh yang amat
luas bagi kehidupan tak terkecuali sector pendidikan. Dikatakan sebagai era global
karena pengetahuan dan professional akan menjadi landasan utama segala aspek
kehidupan, utamanya dalam bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan
landasan pokok setap aspek kehidupan. Era global merupakan suatu era dengan
tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu
yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja.
Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang
sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam
pendidikan, ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya.
Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara
pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta
perubahan pola hubungan antar mereka.
Kemerosotan pendidikan kita sudah kita rasakan selama bertahun-tahun.
Untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin
kurikulum 1984, kemudian digant lagi dengan kurikulum 1994 dan seterusnya
yang sampai terakhir kita kenal kurikulum KTSP. Nasanius (1998) mengungkapkan
bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan sikap profesional guru dan keengganan belajar siswa.
Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan
tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang
meliput minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan
sekitar, sarana prasarana, serta berbagai lathan yang dilakukan guru.
Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya
dalam hal bidang keilmuannya. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuanttatf
sudah cukup banyak, tetapi mutu dan professional seorang guru belum sesuai
dengan harapan. Banyak diantaranya yang tdak berkualitas dan menyampaikan
materi yang keliru sehingga mereka tdak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas.
Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru,
sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di era global adalah guru
yang benar-benar profesional yang mampu mengantsipasi tantangan-tantangan
Dalam menghadapi pendidikan di era global para ahli mengatakan bahwa
abad 21 ini merupakan era global karena transformasi segala bentuk pengetahuan
menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10
kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari
masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke
teknologi tnggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan
jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke
desentralisasi, (6) dari bantuan insttusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi
perwakilan ke demokrasi partsipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan,
(9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.
Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia
pendidikan yang meliput aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga
kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995)
mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi
dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan ekspor ke
tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol
pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya
ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8)
dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di
kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang
lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan
ini sikap dan professional seorang guru didalam pendidikan ditantang untuk
mampu dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi
tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya
bangsanya.
Dengan memperhatkan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan
bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristk sebagai
berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tga fungsi dasar yaitu; (a) untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil
dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan
mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan
teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan
bahasa, pendidikan tdak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan
tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan
dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan,
mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4)
menuntut akan pentngnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam
keluarga sebagai intnya. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam
berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi
landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan
perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media
elektronik, informatka, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7)
Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam
menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitan
dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu
kebutuhan nyata bagi pendidikan di era global.
Pendidikan di era global menuntut adanya manajemen pendidikan yang
modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga
pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektf dengan
keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan
staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan
keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentngnya adalah sosok
penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa
juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, sikap
depan, kepastan karir, dan kesejahteraan lahir batn. Sikap dan professional guru
di dalam pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk
mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan
emosional yang tnggi dan menguasai kemampuan dan keahlian yang mantap.
Mengembangkan Sikap Profesional Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi
lebih merupakan sikap, mengembangkan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tnggi tetapi memiliki suatu
tngkah laku yang dipersyaratkan.
Syarat-syarat guru Indonesia yang profesional adalah harus mempunyai; (1)
dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi
dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi
berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu
praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan
hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3)
pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru
merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan
antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu
pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena
pertmbangan birokrats yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya
paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad
21 yang merupakan era global yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan
berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk
membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan
profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tdak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang
ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang professional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan
mengubah sikap dan peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatf dan
dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan
orator yang verbalists menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu
suasana dan lingkungan belajar yang invitaton learning environment. Dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki mult fungsi yaitu sebagai
fasilitator, motvator, informator, komunikator, transformator, change agent,
inovator, konselor, evaluator, dan administrator.
Pengembangan professional seorang guru menjadi perhatan secara global,
karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan
informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan
jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetsi. Tugas guru adalah
membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai
tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya terutama
dalam menghadapi era global sepert sekarang ini. Pemberdayaan peserta didik ini
meliput aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional,
dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda memasuki era global, melainkan harus
mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai
Faktor-faktor penyebab rendahnya sikap profesional guru pada kondisi
pendidikan nasional kita memang tdak secerah di negara-negara maju. Baik
insttusi maupun isinya masih memerlukan perhatan ekstra pemerintah maupun
masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, insttusi
yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan
tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian
yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru.
Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan
kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan
hat nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun
karena tdak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau atasan maka
cara-cara para guru tdak dapat diwujudkan dalam tndakan nyata. Guru selalu
diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematkan
profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan
sebagai penatarpun guru tdak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang
gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman
Dengan dituntutnya guru setap kali mengajar membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). maka waktu dan energi guru banyak terbuang, yang
seharusnya waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang
tdak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang
bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tdak ada;
(2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di
negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tnggi swasta
sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan
outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tdak patuh
terhadap etka profesi keguruan; (4) kurangnya motvasi guru dalam meningkatkan
kualitas diri karena guru tdak dituntut untuk menelit sebagaimana yang
diberlakukan pada dosen di perguruan tnggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya
secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etka
profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih
setengah hat dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukt
dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan
kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi
materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI
sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan
profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat polits memang tdak
bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan
melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,
pemerintah berupaya untuk mencari alternatf untuk meningkatkan profesi guru.
Upaya Meningkatkan Profesional Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang
tnggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru SD, Diploma III bagi
guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru-guru-guru SLTA. Meskipun demikian
penyetaraan ini tdak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang
memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain hal tersebut diatas, upaya yang juga telah dilakukan pemerintah dalam
upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelathan,
loka karya, dan program sertfikasi guru. Kendatpun dalam pelaksanaannya masih
jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan-penyimpangan, namun paling tdak
telah menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian guru
mempunyai semangat untuk maju.
Selain sertfikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk
meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG
(Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman
dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan
mengajarnya.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus, agar
sikap dan professional guru benar-benar terbentuk Dalam proses ini, pendidikan
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi
keguruan, penegakan kode etk profesi, sertfikasi, peningkatan kualitas calon
guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan
profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang
paling pentng agar sikap dan professional guru dapat meningkat, guru harus
mampu mengembangkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan
banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan
pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tnggi atau
dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tnggi.
Memperhatkan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor
determinan bagi keberhasilan pendidikan, terutama dalam menghadapi
pendidikan di era global, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi
wacana yang sangat pentng. Pendidikan di era global menuntut adanya
manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa.
Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan
sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tnggi tetapi memiliki suatu tngkah laku yang dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang
berart pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability,
baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus
dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan
pencetak guru, Depdiknas sebagai instansi yang membina guru, persatuan guru
republik Indonesia dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait
hendaknya mulai memahami, menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap
serta perilaku dalam dunia pendidikan melalui teladan baik dalam pikiran, ucapan,
Daftar Rujukan
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketga. Suara Pembaharuan.
(Online) (http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/01/220199/ OpEd,
diakses 1 Juni 2008). Hlm. 1-2.
Azwar Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia,
(Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan
Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara
pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 1 Juni 2008). Hlm. 1-2.
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan