• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Sistematika Karya Ilmiah Makalah dan Artikel Non Penelitian yang Benar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh Sistematika Karya Ilmiah Makalah dan Artikel Non Penelitian yang Benar"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Contoh Sistematika Makalah, Artikel Penelitian, Artikel Non Penelitian, dan Karya Ilmiah

SISTEMATIKA MAKALAH 1. Bagian Awal

Judul Makalah

2. Bagian Int

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

C. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN ANALISA KEPEMIMPINAN A. Kepemimpinan

B. Pandangan Kepemimpinan

C. Hal Mendasar yang Perlu untuk Kepemimpinan D. Manajemen Kepemimpinan

E. Cara Berfikir Kelompok Pimpinan tentang Mutu

(2)

B. Saran

3. Bagian Akhir DAFTAR PUSTAKA

SISTEMATIKA ARTIKEL NON PENELITIAN 1. Judul Artkel

2. Teori

3. Sumber Pustaka

SISTEMATIKA ARTIKEL PENELITIAN A. Bagian Awal

Judul Artkel Penulis Artkel B. Bagian Int

Pendahuluan Metode Analisis Hasil Analisis Pembahasan C. Bagian Akhir

(3)

SISTEMATIKA KARYA ILMIAH (JUDUL – DAFTAR ISI)

A. Bagian Awal 1. Halaman Judul

2. Halaman Persetujuan 3. Halaman Surat Pernyataan 4. Halaman Pengesahan 5. Halaman Motto

6. Halaman Persembahan 7. Abstrak

8. Kata Pengantar 9. Daftar Isi

(4)

Contoh Artikel untuk Makalah Non Penelitian

SIKAP DAN PROFESIONAL SEORANG GURU MENGHADAPI PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

ABSTRAK

Sikap professional seorang guru sangat diperlukan dalam menghadapi

pendidikan di era global ini. Tugas guru tdak hanya mengajar, tetapi juga

mendidik, mengasuh, membimbing dan membentuk kepribadian siswa guna

menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Kesalahan guru dalam

memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara

perlahan-lahan. Sehingga akan mengakibatkan hubungan antara guru dan siswa

yang semula saling membutuhkan akan berubah menjadi hubungan yang saling

acuh tak acuh, tdak membahagiakan dan membosankan.

Guru merupakan sosok yang begitu dihormat karena memiliki andil yang

sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat

berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan

(5)

sekolah, pada saat itu juga orang tua menaruh harapan terhadap guru, agar

anaknya dapat berkembang secara optmal (Mulyasa, 2005:10). Minat, bakat,

kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tdak akan dapat berkembang

secara optmal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatkan

peserta didik secara individual. Tugas guru tdak hanya mengajar, namun juga

mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna

menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).

Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Dalam menuju era

globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam dunia pendidikan, yaitu

dengan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel,

sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektf dalam kehidupan masyarakat

global demokrats. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa

agar memungkinkan para anak didik dapat mengembangkan potensi yang dimiliki

secara alami dan kreatf dalam suasana penuh kebebasasn, kebersamaan dan

tanggung jawab. Selain itu, pendidikan harus dapat menghasilkan lulusan yang

bisa memahami, masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung

mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan di dalam

kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut salah satunya ditentukan oleh sikap

(6)

Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah informasi dan

pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran

kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila

kita dapat memahami hubungan terhadap masyarakat lain, dan isu-isu global

Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk

belajar tentang moral, budi pekert justru sekarang ini dekat dengan tndak

kekerasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap

intelektual, budi pekert, dan menjunjung tnggi nilai moral, justru telah dicoreng

oleh segelintr oknum pendidik (guru) yang tdak bertanggung jawab. Realitas ini

mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam.

Sepertnya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas

pemahaman dalam memposisikan profesi guru.

Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan

bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan

dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentngan dan salng

membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tdak lagi saling membutuhkan.

Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari

(7)

pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan

dengan cara-cara yang tdak benar.

Konsep Dasar Sikap Dan Profesional Guru

Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan

fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz,

dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah

perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan

untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua

alternatf, yaitu senang (like) atau tdak senang (dislike), menurut dan

melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan,

pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau

persoalan dan bertndak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan

positf dan negatf dalam menghadapi suatu objek

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:702) dijelaskan

(8)

keahlian khusus untuk menjalankannya. Sehingga dapat diartkan bahwa

profesional seorang guru adalah kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki

seorang guru didalam menjalankan profesinya sebagai seorang pendidik atau

guru.

Isu Seputar Masalah Guru

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah

satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpentng dalam

proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh

sebab itu, dalam setap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tdak

dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu

sendiri.

Filsofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan

fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tdak

jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan mult fungsi. Mereka di

tuntut tdak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan

(9)

Bahkan tdak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua

anak didik dalam proses pendidikan secara global.

Dalam konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan

sebagai kepanjangan dari kata “digugu dan ditru” (menjadi panutan utama).

Begitu pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa

yang berbunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku guru

akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus

memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita. Sehingga guru dituntut

untuk professional di dalam segala aspek kehidupan bermasyarakatnya.

Masalah yang dihadapi guru di Indonesia adalah: (1) masalah kualitas guru, di

Indonesia masih sedikit sekali guru Sekolah Dasar yang berijazah sarjana, sehingga

berpengaruh pada kualitas anak didiknya. Apalagi ditambah dengan tugas

tambahan guru yang menumpuk, menyebabkan dalam proses belajar mengajar

tdak maksimal karena stamina guru yang merosot, (2) masalah jumlah guru yang

masih kurang. Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila

dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per

kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang

(10)

didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan

mengajar yang di anggap efektf. Idealnya, setap kelas diisi tdak lebih dari 15-20

anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal, (3)

masalah distribusi guru. Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan

masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah

terpencil, masih sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah,

baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, sepert masalah fasilitas

dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan, (4) masalah

kesejahteraan guru, Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tngkat

kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatnkan. Penghasilan para guru,

dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus

sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi sepert ini, telah merangsang

sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok

mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka

mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat

meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru

(11)

Tuntutan Professional Seorang Guru.

Sepert kita ketahui dan rasakan bersama-sama, bahwa kita telah memasuki

abad 21 yang dikenal dengan era global, yang mempunyai pengaruh yang amat

luas bagi kehidupan tak terkecuali sector pendidikan. Dikatakan sebagai era global

karena pengetahuan dan professional akan menjadi landasan utama segala aspek

kehidupan, utamanya dalam bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan

landasan pokok setap aspek kehidupan. Era global merupakan suatu era dengan

tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu

yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja.

Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang

sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam

pendidikan, ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya.

Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara

pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta

perubahan pola hubungan antar mereka.

Kemerosotan pendidikan kita sudah kita rasakan selama bertahun-tahun.

Untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin

(12)

kurikulum 1984, kemudian digant lagi dengan kurikulum 1994 dan seterusnya

yang sampai terakhir kita kenal kurikulum KTSP. Nasanius (1998) mengungkapkan

bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh

kurangnya kemampuan sikap profesional guru dan keengganan belajar siswa.

Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan

tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang

meliput minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan

sekitar, sarana prasarana, serta berbagai lathan yang dilakukan guru.

Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya

dalam hal bidang keilmuannya. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuanttatf

sudah cukup banyak, tetapi mutu dan professional seorang guru belum sesuai

dengan harapan. Banyak diantaranya yang tdak berkualitas dan menyampaikan

materi yang keliru sehingga mereka tdak atau kurang mampu menyajikan dan

menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas.

Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru,

sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di era global adalah guru

yang benar-benar profesional yang mampu mengantsipasi tantangan-tantangan

(13)

Dalam menghadapi pendidikan di era global para ahli mengatakan bahwa

abad 21 ini merupakan era global karena transformasi segala bentuk pengetahuan

menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10

kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari

masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke

teknologi tnggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan

jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke

desentralisasi, (6) dari bantuan insttusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi

perwakilan ke demokrasi partsipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan,

(9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.

Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia

pendidikan yang meliput aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga

kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995)

mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi

dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan ekspor ke

tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol

pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya

ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8)

(14)

dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di

kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang

lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan

ini sikap dan professional seorang guru didalam pendidikan ditantang untuk

mampu dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi

tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya

bangsanya.

Dengan memperhatkan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan

bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristk sebagai

berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tga fungsi dasar yaitu; (a) untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil

dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan

mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan

teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan

bahasa, pendidikan tdak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan

tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan

dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan,

mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4)

(15)

menuntut akan pentngnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam

keluarga sebagai intnya. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam

berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi

landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan

perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media

elektronik, informatka, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7)

Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam

menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitan

dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu

kebutuhan nyata bagi pendidikan di era global.

Pendidikan di era global menuntut adanya manajemen pendidikan yang

modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga

pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektf dengan

keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan

staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan

keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentngnya adalah sosok

penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa

juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, sikap

(16)

depan, kepastan karir, dan kesejahteraan lahir batn. Sikap dan professional guru

di dalam pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk

mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan

emosional yang tnggi dan menguasai kemampuan dan keahlian yang mantap.

Mengembangkan Sikap Profesional Guru

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu

pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.

Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi

lebih merupakan sikap, mengembangkan profesionalisme lebih dari seorang

teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tnggi tetapi memiliki suatu

tngkah laku yang dipersyaratkan.

Syarat-syarat guru Indonesia yang profesional adalah harus mempunyai; (1)

dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi

dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi

berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu

praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan

(17)

hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3)

pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru

merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan

antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu

pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena

pertmbangan birokrats yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya

paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad

21 yang merupakan era global yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan

berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk

membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan

profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu

kesatuan utuh yang tdak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang

ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang professional.

Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan

mengubah sikap dan peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatf dan

dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan

(18)

orator yang verbalists menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu

suasana dan lingkungan belajar yang invitaton learning environment. Dalam

rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki mult fungsi yaitu sebagai

fasilitator, motvator, informator, komunikator, transformator, change agent,

inovator, konselor, evaluator, dan administrator.

Pengembangan professional seorang guru menjadi perhatan secara global,

karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan

informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan

jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetsi. Tugas guru adalah

membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai

tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya terutama

dalam menghadapi era global sepert sekarang ini. Pemberdayaan peserta didik ini

meliput aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional,

dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus

mempersiapkan generasi muda memasuki era global, melainkan harus

mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai

(19)

Faktor-faktor penyebab rendahnya sikap profesional guru pada kondisi

pendidikan nasional kita memang tdak secerah di negara-negara maju. Baik

insttusi maupun isinya masih memerlukan perhatan ekstra pemerintah maupun

masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, insttusi

yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan

tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian

yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru.

Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan

kehidupan kita umumnya.

Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan

hat nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun

karena tdak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau atasan maka

cara-cara para guru tdak dapat diwujudkan dalam tndakan nyata. Guru selalu

diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematkan

profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan

sebagai penatarpun guru tdak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang

gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman

(20)

Dengan dituntutnya guru setap kali mengajar membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP). maka waktu dan energi guru banyak terbuang, yang

seharusnya waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan dirinya.

Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya

profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang

tdak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang

bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tdak ada;

(2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di

negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tnggi swasta

sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan

outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tdak patuh

terhadap etka profesi keguruan; (4) kurangnya motvasi guru dalam meningkatkan

kualitas diri karena guru tdak dituntut untuk menelit sebagaimana yang

diberlakukan pada dosen di perguruan tnggi.

Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya

(21)

secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etka

profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih

setengah hat dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukt

dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan

kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi

materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI

sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan

profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat polits memang tdak

bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan

kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI

sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan

melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,

pemerintah berupaya untuk mencari alternatf untuk meningkatkan profesi guru.

Upaya Meningkatkan Profesional Guru

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru

diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang

(22)

tnggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru SD, Diploma III bagi

guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru-guru-guru SLTA. Meskipun demikian

penyetaraan ini tdak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang

memiliki daya untuk melakukan perubahan.

Selain hal tersebut diatas, upaya yang juga telah dilakukan pemerintah dalam

upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelathan,

loka karya, dan program sertfikasi guru. Kendatpun dalam pelaksanaannya masih

jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan-penyimpangan, namun paling tdak

telah menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian guru

mempunyai semangat untuk maju.

Selain sertfikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk

meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG

(Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman

dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan

mengajarnya.

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus, agar

sikap dan professional guru benar-benar terbentuk Dalam proses ini, pendidikan

(23)

organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi

keguruan, penegakan kode etk profesi, sertfikasi, peningkatan kualitas calon

guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan

profesionalisme seseorang termasuk guru.

Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang

paling pentng agar sikap dan professional guru dapat meningkat, guru harus

mampu mengembangkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan

banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan

pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi

kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tnggi atau

dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tnggi.

(24)

Memperhatkan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor

determinan bagi keberhasilan pendidikan, terutama dalam menghadapi

pendidikan di era global, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi

wacana yang sangat pentng. Pendidikan di era global menuntut adanya

manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.

Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh

kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa.

Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau

kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan

sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,

pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki

keterampilan yang tnggi tetapi memiliki suatu tngkah laku yang dipersyaratkan.

Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang

berart pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability,

baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus

dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan

(25)

pencetak guru, Depdiknas sebagai instansi yang membina guru, persatuan guru

republik Indonesia dan masyarakat pada umumnya.

Oleh karena itu Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait

hendaknya mulai memahami, menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap

serta perilaku dalam dunia pendidikan melalui teladan baik dalam pikiran, ucapan,

(26)

Daftar Rujukan

Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketga. Suara Pembaharuan.

(Online) (http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/01/220199/ OpEd,

diakses 1 Juni 2008). Hlm. 1-2.

Azwar Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia,

(Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.

Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan

Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara

pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 1 Juni 2008). Hlm. 1-2.

Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional

(27)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai Negara yang besar dan dengan sumber daya alamnya yang melimpah pada dasarnya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu Bangsa

Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia

Sekolah sebagai institusi pendidikan menjadi bagian utama dalam melaksanakan peran meningkatkan mutu pendidikan. Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu isu

Salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses pembelajaran dalam sebuah lembaga adalah keberadaan guru, karena tanpa adanya guru kegiatan belajar

pelajaran integritas ini bisa diterapkan sehingga dapat mewujudkan efektifitas yang tinggi untuk pemberantasan korupsi. Pendidikan integritas ini merupakan salah satu

Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan

Peran LSM Jemari Sakato Dalam Advokasi Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana Sumatera Barat .... Kendala LSM Jemari Sakato dalam Advokasi Kebijakan Pengurangan

Salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses pembelajaran dalam sebuah lembaga adalah keberadaan guru, karena tanpa adanya guru kegiatan