SKRIPSI
Oleh :
NUR ISTIANAH
0633010040
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pangan
Oleh :
NUR ISTIANAH
0633010040
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Proses
prodiksi inulin dari beberapa varietas umbi uwi (Dioscorea spp.)”
Penyusunan skripsi ini untuk melengkapi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, serta informasi
dari semua pihak yang telah membantu. Melalui kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Ibu Latifah, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan.
3.
Ibu Ir. Tri Mulyani, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Sri Winarti,
MP selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing saya
dalam menyusun skripsi ini.
4.
Ibu Ir. Sudaryati HP, MP dan Ibu Dr. Dedin FR, STP, M.Kes selaku dosen
penguji sejak diajukannya proposal penelitian sampai skripsi ini.
5.
Ibu Ir. Sudaryati HP, MP, Ibu Ir Latifah, MS dan Ibu Ir. Sri Djajati, MPd
selaku dosen penguji ujian lisan.
6.
Semua Dosen dan staff Fakultas Teknologi Industri khususnya Program Studi
telah lulus terlebih dahulu, kalian yang selalu memberi semangat agar saya
bisa cepat menyelesaikan skripsi ini. Eny (Akuntansi) dan Santy (Ikom)
makasih kalian sudah mau mendengarkan curhatanku selama ini. Yeni
(Akuntansi), Amel (Hukum) dan Atin (Akuntansi) yang udah temenin aku
bubuk di kozt. Dian (Teknologi Pangan) cepat ndang diselesein kuliahnya, Q
SAYANG KALIAN.
9.
Teman-teman angkatan 2006 program studi Teknologi Pangan UPN
“Veteran” Jawa Timur yang telah membantu tersusunnya skripsi ini,
khususnya Ganis n Dina, Aku akan slalu merindukan kalian nanti.
10.
Muhammad Fangki Andrianto ”LuphlyQ” yang selalu membantuku disaat aku
kesulitan dan mengantarkanku kemana-mana. Muhammad Arif Kusuma
Perdana yang telah memberiku motifasi n nasehat pada saat aku down dulu.
11.
Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
Menyadari akan kemampuan penulis dalam penyusunan skripsi ini yang
sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan, maka saran-saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap agar proposal skripsi ini dapat kiranya
bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
KATA PENGANTAR ……….. i
DAFTAR ISI ……… iii
DAFTAR GAMBAR ………... v
DAFTAR TABEL ... vi
INTISARI ... vii
BAB I
: PENDAHULUAN ………. 1
A.
Latar Belakang ……... ……….. 1
B.
Tujuan ….……….. 3
C.
Manfaat …..………..
3
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA ……… 4
A.
Inulin ...……….. 4
B.
Ekstraksi dan Presipitasi Inulin ...……. 7
C.
Sumber-Sumber Inulin ... 13
D.
Tahap-Tahap Ekstraksi dan Presipitasi Inulin ... 15
E.
Analisis Keputusan ... 17
F.
Analisis Finansial ... 17
G.
Landasan Teori ... 21
H.
Hipotesis ...
23
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN ……….….... 24
E.
Prosedur Penelitian ...
28
BAB IV
: HASIL DAN PEMBAHASAN ...
30
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN ...
46
DAFTAR PUSTAKA ...
47
LAMPIRAN ...
50
Lampiran 1. Prosedur Analisa ... 50
Lampiran 2. Analisa Sidik Ragam Rendemen ... 54
Lampiran 3. Analisa Sidik Ragam Kadar Inulin ... 56
Lampiran 4. Analisa Sidik Ragam Daya Serap Uap Air ...
58
Lampiran 5. Analisa Sidik Ragam Kadar Air ... 60
Lampiran 6. Analisa Sidik Ragam Kelarutan ... 62
Lampiran 7. Analisa Finansial Inulin Dari Gembili ...
64
Lampiran 8. Penghitungan Modal Perusahaan ...
69
Lampiran 9. Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap Tahun ..
71
Lampiran 10. Perhitungan Keuntungan Produksi Inulin Dari
Gembili ... 72
Lampiran 11. Perhitungan Payback Periode dan Break Event Point
Produksi Inulin Dari Gembili ... 73
Lampiran 12. Perhitungan Berdasarkan Kriteria Investasi NPV .. 74
Lampiran 13. Cash Flow Analisis Finansial ... 75
Gambar 1. Struktur Inulin ... 6
Gambar 2.
Dioscorea esculenta ...
... 14
Gambar 3.
Dioscorea allata ...
... 14
Gambar 4.
Dioscorea villosa ...
... 14
Gambar 5.
Dioscorea bulbifera
... 14
Gambar 6.
Dioscorea rotundata ... 14
Gambar 7. Diagram Alir Proses Ekstraksi Inulin dari Umbi Tanaman
Chicory
(Chicorium Intybus L.) ... 16
Gambar 8. Proses Produksi Inulin dari Empat Jenis Umbi yang
berbeda ... 29
Gambar 9. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi
terhadap rendemen inulin bubuk ...
32
Gambar 10. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi
terhadap kadar inulin bubuk ...
34
Gambar 11. Hubungan antara varietas uwi dengan suhu presipitasi
terhadap daya serap uap air inulin bubuk ...
36
Gambar 12. Hubungan antara varietas uwi dengan suhu presipitasi
terhadap kadar air inulin bubuk ...
38
Tabel 1. Karakteristik fisiko-kimia chicory inulin ... 7
Tabel 2.
Nilai rata-rata kadar air dan kadar inulin dari empat jenis
Umbi uwi ...
... 30
Tabel 3.
Nilai rata-rata rendemen inulin bubuk dari empat jenis
Umbi uwi ...
... 31
Tabel 4.
Nilai rata-rata kadar inulin bubuk dari empat jenis
Umbi uwi ...
... 33
Tabel 5.
Nilai rata-rata daya serap uap air inulin bubuk dari empat
jenis umbi uwi ...
35
Tabel 6.
Nilai rata-rata kadar air inulin bubuk dari empat
jenis umbi uwi ...
... 37
Tabel 7.
Nilai rata-rata kelarutan inulin bubuk dari empat jenis
NUR ISTIANAH
NPM : 0633010040
INTISARI
Inulin adalah salah satu karbohidrat yang berfungsi sebagai prebiotik.
Salah satu jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan mengandung
inulin dalam jumlah yang cukup tinggi adalah Dioscorea spp. Di Indonesia
Dioscorea spp. dikenal dengan nama uwi (jenis uwi-uwian), merupakan jenis
umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, namun kurang dimanfaatkan
oleh masyarakat. Jenis uwi-uwian di Indonesia sangat banyak. Salah satu tahapan
penting dari proses produksi inulin dari Dioscorea spp. adalah pengendapan
(presipitasi) pada suhu rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
varietas dan suhu presipitasi yang menghasilkan inulin dengan rendemen dan
karakteristik terbaik.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial,
faktor 1 adalah suhu presipitasi yang terdiri dari 4 level yaitu : 0
0C,-1 0
0C, -20
0C,
dan -30
0C sedangkan faktor 2 adalah jenis Dioscorea spp. yang terdiri dari
gembili, uwi kuning, uwi putih kulit kuning dan gembolo.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inulin adalah salah satu karbohidrat yang berfungsi sebagai prebiotik yang
efektif, didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan
dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang
menguntungkan di dalam saluran pencernaaan (Roberfroid, 1995 didalam Pompei
et.al., 2008).
Di luar negeri inulin dapat diproduksi secara komersial dari umbi tanaman
chicory (Cichorium intybus L.), namun tanaman chicory tidak ditemukan di
Indonesia. Selain itu inulin belum diproduksi di Indonesia, sehingga kebutuhan
inulin baik untuk industri maupun untuk penelitian masih diimport. Oleh karena
itu produksi inulin di Indonesia dari bahan baku lokal sangat diperlukan. Salah
satu jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan mengandung inulin
dalam jumlah yang cukup tinggi adalah Dioscorea spp. (jenis uwi-uwian)
(Anonymousa, 2009).
Dioscorea spp., di Indonesia dikenal dengan nama Uwi (jenis Uwi-uwian),
merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, namun kurang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Penanaman Uwi masih cukup luas di pedesaan
walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Menurut Anonimb (2009),
Selama ini, Dioscorea spp. (uwi-uwian) hanya dimanfaatkan sebagai
makanan rebus yang dikonsumsi masyarakat pedesaan. Hanya beberapa jenis
seperti gadung yang sudah diolah lebih lanjut menjadi keripik.
Dari hasil penelitian pendahuluan, ditemukan 10 macam jenis umbi uwi.
Sepuluh varietas tersebut memiliki kadar inulin masing-masing terdiri dari : uwi
putih 4,58%, uwi putih besar 2,88%, gadung 4,77%, uwi kuning kulit ungu
8,76%, uwi ungu 7,54%, gembili 14,77%, uwi kuning 13,11%, uwi putih kulit
kuning 9,02%, gembolo10,96% dan uwi putih kulit coklat 14,63%. Dari 10 jenis
tersebut, ada 5 jenis yang mengandung kadar inulin cukup tinggi yaitu gembili,
uwi kuning, uwi putih kulit kuning, gembolo dan uwi putih kulit coklat, oleh
karena itu dilakukan produksi inulin dari 5 jenis tersebut. Tetapi, karena uwi putih
kulit coklat jika diblender berwarna coklat, maka tidak digunakan dalam
penelitian ini, oleh karena itu dilakukan produksi inulin dari 4 jenis uwi.
Proses produksi inulin pada umumnya terdiri dari dua tahap penting yaitu
ekstraksi dan presipitasi. Penelitian Rogge (2005); Bosscher dan Ghent (2005);
Toneli et.al. (2008), melakukan ekstraksi inulin dari umbi chicory menggunakan
air panas suhu 80oC selama 1 jam, selanjutnya didinginkan atau dibekukan,
disentrifugasi, filtrasi dan pengeringan untuk menghasilkan inulin bubuk.
Sedangkan Widowati dkk (2005), melakukan ekstraksi inulin dari umbi dahlia
(Dahlia pinnata) menggunakan air panas 80-90oC selama 30 menit, yang diikuti
dengan penambahan alkohol 30% sebanyak 40% dari total berat.
Menurut penelitian Toneli et.al (2008) suhu pengendapan (presipitasi)
-15 oC. Menurut Widowati, dkk (2005) menggunakan suhu presipitasi -10 °C. dan
Leite et.al (2004) menggunakan suhu presipitasi (pengendapan) yang paling
optimum adalah -24oC.
Jenis Dioscorea spp dan ketepatan suhu presipitasi sangat berpengaruh
terhadap rendemen dan sifat-sifat yang dihasilkan. Oleh karena itu pada penelitian
ini akan dilakukan perlakuan suhu presipitasi yang optimal dari 4 varietas
Dioscorea spp. yang mempunyai kadar inulin tertinggi.
B. Tujuan
1. Mendapatkan satu jenis umbi uwi yang paling potensial sebagai sumber
inulin, berdasarkan rendemen dan karakteristik inulin yang dihasilkan.
2. Mendapatkan suhu yang paling optimal untuk pengendapan (presipitasi)
inulin dari 4 jenis umbi uwi.
C. Manfaat
1. Peningkatan manfaat atau nilai guna umbi uwi (Dioscorea spp) sebagai
penghasil komponen prebiotik inulin.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa umbi uwi (Dioscorea spp)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Inulin
Inulin adalah prebiotik, merupakan senyawa karbohidrat yang banyak
terdapat pada bagian tanaman. Inulin disebut sebagai prebiotik karena secara
selektif merangsang pertumbuhan dan/atau aktivitas beragam jenis bakteri usus
yang dapat meningkatkan kesehatan. Karena sifat ini, inulin dapat dikombinasikan
dengan sediaan probiotik (bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan inang
untuk meningkatkan kesehatan) (Anonimc, 2008).
Inulin sangat luas penggunaannya di dalam industri pangan, baik di Eropa,
USA maupun Canada. Inulin merupakan penghasil kalori lebih rendah (Toneli
et.al, 2008). Inulin ini sudah banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti
produk susu, es krim, yoghurt, jelly, dan bubur untuk bayi (Anonimc, 2008).
Di luar negeri, inulin dapat diproduksi secara komersial dari umbi tanaman
chicory (Cichorium intybus L.). Selain chicory, beberapa tanaman yang
mengandung inulin dalam jumlah yang cukup tinggi antara lain Elecampane
(Inula helenium), Dandelion (Taxacacum offocilale), Wild Yam (Dioscorea spp.),
Jerosalem artichokes (Heliantus tuberosus), Jicama (Phachirhizus intybus),
Burdock (Arctium lappa), Onion (Allium cepa), Garlic (Allium sativum), Agave
Menurut Anonimc (2008) manfaat inulin adalah sebagai berikut :
1. Sebagai komponen prebiotik, dapat merangsang pertumbuhan bakteri baik di
dalam usus besar sehingga pertumbuhan bakteri baik semakin meningkat.
Dengan demikian sistem pencernaan dapat terpelihara dengan baik yang akan
meningkatkan sistem imunitas (kekebalan tubuh).
2. Meningkatkan fungsi usus untuk membuang sisa-sisa makanan. Di dalam usus
halus, inulin mempunyai sifat ”bulking effect” yaitu mengikat air sehingga
fases menjadi lunak dan volumenya membesar.
3. Menurunkan kadar kolesterol darah.
4. Meningkatkan produksi vitamin B.
5. Meningkatkan penyerapan kalsium sehingga mencegah resiko osteoporosis.
Akhir-akhir ini inulin digunakan sebagai komponen (ingredient) dari diet
dan produk-produk rendah lemak (Toneli et.al, 2008). Inulin juga berperan dalam
proses pencernaan, yang memberikan efek fisiologis sama dengan dietary fiber.
Konsumsi inulin dapat meningkatkan secara nyata bakteri yang bermanfaat yaitu
bifidobakteria (Silva, 1996). Dengan demikian inulin dapat dikatakan sebagai
komponen fungsional.
Sifat fungsional inulin sebagai serat makanan dapat larut (soluble dietary
fiber) sangat bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan tubuh (Sardesai, 2003).
Inulin dapat larut dalam air namun tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam
sistem pencernaan mamalia sehingga mencapai usus besar tanpa mengalami
perubahan struktur. Di dalam usus besar inulin difermentasi oleh bakteri-bakteri
kesehatan inangnya. Oleh karena itu inulin dapat dikelompokkan sebagai
komponen prebiotik.
Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dengan gugus terminal
glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(21)
glikosidik. Inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu
unit fruktosa. Molekul yang lebih kecil dari inulin disebut fruktooligosakarida,
yang mengandung 2 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa. Semakin banyak
molekul fruktosa yang dimiliki inulin, semakin tinggi Berat Molekul (BM) inulin
tersebut. Struktur inulin dapat dilihat pada gambar 1.
Molekul fruktosa dan glukosa memiliki gugus hidroksil (OH). Sifat gugus
hidroksil adalah polar (Anonim, 2001). Senyawa yang bersifat higroskopis
(mudah menarik molekul air dari kelembaban udara), semakin tinggi kadar
senyawa yang bersifat higroskopis tersebut, semakin banyak kadar air yang ikut
bercampur (Putro dkk, 2010). Gugus hidroksil tersebut akan membentuk ikatan
hidrogen dengan molekul air (Gamma et.al, 1990).
Gambar 1. Struktur inulin
Adapun karakteristik fisiko-kimia dari chicory inulin dapat dilihat pada
tabel dibawah ini (Franck, 2002).
Tabel 1. Karakteristik fisiko-kimia chicory inulin
No Keterangan Inulin Standar High-Performance Inulin 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Struktur kimia
Rata-rata derajat polimerisasi
Kadar bahan kering
Kandungan inulin
pH (10% b/b)
Kadar logam (ppm b.k)
Penampakan
Rasa
Kemanisan (vs sukrosa =100%)
Kelarutan dalam air (25oC (g/L))
Viskositas dalam air (5%) pada
suhu 10oC (mPa.s)
Fungsi pada makanan
GFn (2≤n≤60)
12 ≥ 95
92 5-7 < 0,2 Bubuk putih Netral 10% 120 1,6 Substitusi lemak
GFn (10≤n≤60)
25 ≥ 95 ≥ 99,5
5-7 < 0,2 Bubuk putih Netral - 25 2,4 Substitusi lemak
Sumber : Franck (2002)
B. Ekstraksi dan Presipitasi Inulin
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi padat cair, satu atau beberapa
komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut.
suhu, semakin kecil viskositas fasa cair dan semakin besar kelarutan ekstrak
dalam pelarut (Bernasconi dkk, 1995).
Menurut Suyitno, dkk (1989), ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai
cara, tetapi umumnya dengan menggunakan pelarut. Prinsip ekstraksi dengan
pelarut berdasarkan kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam
campuran. Pada ekstraksi tersebut terjadi pemisahan antara komponen yang
mempunyai kelarutan lebih kecil dalam pelarut yang digunakan. Produk utama
dalam proses ekstraksi adalah ekstraknya, yaitu pelarut dengan komponen yang
larut.
Prinsip kerja ekstraksi yaitu mengambil salah satu komponen dari partikel
padat atau cair dengan jalan menembahkan zat pelarut tertentu yang dapat
melarutkan komposisi tersebut (Geankoplis, 1997).
Menurut Ranggana (1975), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses ekstraksi adalah :
1. Jenis pelarut yang digunakan
Pemilihan pelarut berdasarkan : selektivitas, kelarutan, kemampuan
tidak saling bercampur, kerapatan, reaktifitas, titik didih dan harganya murah
(Bernasconi dkk, 1995).
2. Perbandingan pelarut
Dengan bertambahnya pelarut, akan bertambah kontinyu pula laju
penguapan pelarut, hal ini menyebabkan proses singgungan antara pelarut
dengan contoh sempurna, sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak. Tetapi
3. Waktu ekstraksi
Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin sempurna terjadinya
singgungan antara pelarut dengan bahan ekstraksi sehingga diperoleh hasil
ekstraksi yang semakin banyak.
4. Suhu pelarut
Kelarutan suatu solut yang diekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu. Namun demikian di pihak lain harus diperhatikan
apakah suhu tinggi tidak merusak proses. Suhu ekstraksi yang melebihi titik
didih pelarut mengakibatkan menurunnya volume pelarut sehingga proses
menjadi kurang efisien.
5. Ukuran partikel / butiran
Semakin kecil ukuran butiran, semakin luas singgungan antara bahan
ekstraksi dengan pelarut, sehingga hasil ekstraksi yang diperoleh semakin
banyak.
Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut,
terjadi kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga pada bidang antar muka
bahan ekstraksi terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi
yang telah tercampur menyebabkan pelarut menembus kapiler-kapiler dalam
bahan padat dapat melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang
tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi
kesetimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dengan larutan di luar bahan
Pengendapan (presipitasi) adalah suatu proses pemisahan diri suatu fase
padat keluar dari larutan, endapannya mungkin berupa kristal atau koloid dan
dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan (sentrifugasi)
(Vogel, 1985).
Prinsip presipitasi adalah jika larutan sudah terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan, maka endapan akan terbentuk (Vogel, 1985). Menurut Inayati
(2007), massa partikel-partikel zat terlarut yang mengendap semakin tinggi seiring
dengan tingginya Berat Molekul (BM) yang dimiliki zat terlarut tersebut. Menurut
Syabatini (2007), apabila suatu senyawa nonelektrolit terlarut di dalam pelarut,
sifat-sifat pelarut murni berubah dengan adanya zat terlarut. Sifat-sifat fisika
seperti titik didih, titik beku, tekanan uap berbeda dengan pelarut murni. Adanya
perubahan ini tergantung dari jumlah partikel-partikel pelarut yang terdapat di
dalam larutan. Semakin berat larutan, semakin rendah titik beku, semakin tinggi
titik didih.
Proses presipitasi mula-mula akan terjadi pembentukan presipitat atau
partikel yang melayang-layang dalam larutan dan dapat mengendap dalam waktu
lama. Presipitat tersebut akan saling tergabung membentuk agregat (partikel yang
lebih besar dari presipitat sebelum mengendap. Jika jumlah agregat terus
bertambah maka akan saling membentuk endapan yang kemudian turun
Menurut Anonime (2009) keberhasilan proses pengendapan dipengaruhi
oleh beberapa faktor :
1. Temperatur
Semakin tinggi suhu, kelarutan semakin meningkat dan pembentukan endapan
semakin berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Setiap pelarut mempunyai kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatu zat,
begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada
pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
4. Pengaruh pH
Kelarutan meningkat seiring dengan menaiknya pH.
5. Pengaruh hidrolisis
Kelarutan meningkat jika terjadi proses hidrolisis.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut semakin meningkat dengan adanya
pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut.
Inulin merupakan senyawa yang larut dalam air, dimana kelarutannya
tergantung pada suhu. Pada suhu 10 °C kelarutannya sekitar 6%, sedangkan suhu
90 °C kelarutannya 35% (Silva, 1996 dalam Toneli et.al., 2008). Menurut Kim
air, tetapi kelarutannya meningkat secara nyata sejalan dengan meningkatnya
suhu.
Berghofer et.al (1993), melaporkan bahwa larutan konsentrat inulin tanpa
pengadukan (40% dari berat) yang didinginkan dari 95 °C sampai 4 °C selama
lebih dari 30 jam, inulin akan mengendap atau mengkristal sebagai senyawa tak
berwarna/pucat yang dapat dipisahkan dengan penyaringan. Hebette et.al (1998)
melaporkan bahwa larutan konsentrat (30-45% dari berat) inulin didinginkan pada
1 °C/menit atau 0,25 °C/menit dari 96 °C menjadi 20 °C, bahan semikristalin
terbentuk dan tersuspensi dalam air.
Kim et.al (2001), melaporkan bahwa gel inulin akan terbentuk oleh
pemotongan atau pemanasan/pendinginan larutan inulin. Pemanasan larutan
inulin, dapat melarutkan inulin dan pendinginan menyebabkan inulin terlarut
mengalami presipitasi. Gel terbentuk pada proses pemanasan-pendinginan, rasio
gel yang terbentuk dari total volume dipengaruhi oleh suhu pemanasan,
konsentrasi inulin, pH dan penambahan pelarut.
Park et.al (2006), melakukan penelitian untuk memperoleh larutan
konsentrat inulin dengan ekstraksi menggunakan air panas dengan tekanan
rendah, selanjutnya melakukan presipitasi dengan pendinginan atau pembekuan.
Widowati dkk (2005), melakukan ekstraksi inulin dari umbi dahlia
menggunakan air panas suhu 80-90 °C, setelah dingin ditambah alkohol 30%
sebanyak 40% dari volume filtrat, selanjutnya dibekukan pada suhu (-10 °C)
selama 18 jam, disentrifugasi dan dipisahkan endapannya, selanjutnya endapan
Menurut Leite et.al (2004), kelarutan inulin rendah pada suhu rendah,
larutan ekstrak inulin mengalami fase pemisahan ketika didinginkan atau
dibekukan. Fase pengendapan paling pekat sebagai endapan yang menempel,
dengan konsentrasi inulin lebih tinggi.
C. Sumber-Sumber Inulin
Inulin dapat ditemukan di lebih dari 30.000 jenis tanaman (Leite et.al,
2004). Di luar negeri, inulin dapat diproduksi secara komersial dari umbi tanaman
chicory (Cichorium intybus L.). Selain chicory, beberapa tanaman yang
mengandung inulin dalam jumlah yang cukup tinggi antara lain : Elecampane
(Inula helenium), Dandelion (Taxacacum offocilale), Wild Yam (Dioscorea spp.),
Jerosalem artichokes (Heliantus tuberosus), Jicama (Phachirhizus intybus),
Burdock (Arctium lappa), Onion (Allium cepa), Garlic (Allium sativum), Agave
(Agave spp.), Yacon (Smallanthussanchifolius spp.) (Anonymousa, 2009).
Dioscorea spp., di Indonesia dikenal dengan nama Uwi (jenis Uwi-uwian),
merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, meskipun
sekarang sudah sulit dijumpai di pasaran. Penanaman Uwi masih cukup luas di
pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Menurut Anonimb
(2009), terdapat lebih dari 600 spesies dari genus Dioscorea spp., antara lain
Dioscorea hispida, Dioscorea esculenta, Discorea bulbifera, Dioscorea opposita,
Dioscorea villosa, Dioscoreaelephantipes,dan lain-lain (Anonimb, 2009).
Menurut penelitian pendahuluan jenis Dioscorea yang memiliki
uwi putih kulit kuning, gembolo. Keempat jenis tersebut yang akan digunakan
sebagai bahan baku dalam penelitian ini.
Gembili bentuknya bulat kecil lonjong, warna kulit coklat muda sedikit
berserabut, warna daging putih pucat, bertekstur empuk dan mempunyai banyak
lendir. Uwi kuning bentuknya bulat lonjong, warna kulit coklat, warna dagingnya
putih tulang dan bertekstur empuk. Uwi putih kulit kuning berbentuk bulat
lonjong, warna kulit kuning kecoklatan, warna dagingnya putih agak keras dan
banyak getahnya. Sedangkan Gembolo bentuknya bulat lonjong besar, warna kulit
coklat berserabut, warna daging putih dan teksturnya agak keras dan bergetah
banyak.
Dibawah ini merupakan gambar contoh jenis-jenis Dioscoreaspp.
Gambar 2. Gembili Gambar 3. Uwi kuning
Gambar 4. Uwi putih kulit kuning
Gambar 5. Gembolo
Gambar 6. Uwi putih kulit coklat
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
D. Tahap-Tahap Ekstraksi dan Presipitasi Inulin
Menurut Toneli et.al (2008), tahap-tahap proses ekstraksi inulin adalah
sebagai berikut :
1. Tahap pertama adalah pencucian dengan air mengalir untuk menghilangkan
tanah dan kotoran-kotoran lain yang menempel pada umbi (Anonimf, 2007).
2. Pengirisan untuk memperkecil ukuran agar proses penggilingan lebih mudah
dilakukan.
3. Tahap ketiga adalah penggilingan. Penggilingan ini bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel zat terlarut sehingga luas singgungan antara zat
terlarut dengan pelarut semakin luas, maka larutan ekstrak yang diperoleh
akan semakin banyak (Ranggana, 1975).
4. Ekstraksi dengan menggunakan air panas suhu 70 – 80 °C selama 1 jam.
Menurut Widowati (2005), Pemanasan ini bertujuan untuk melarutkan inulin
yang terkandung dalam umbi.
5. Tahap selanjutnya adalah penyaringan untuk memisahkan antara filtrat yang
mengandung inulin dengan ampas umbi (Leite et.al, 2004).
6. Filtrat diuapkan pada suhu 70 °C dengan vacum evaporator tekanan 57,6 kPa
sampai kekentalan 24 °Brix.
7. Presipitasi (pengendapan) dengan pendinginan atau pembekuan. Menurut
Leite et.al (2004), larutan ekstrak inulin mengalami fase pemisahan ketika
didinginkan atau dibekukan.
Umbi Tanaman Chicory
Pencucian
Pengirisan dan Penggilingan
Ekstraksi dengan pemanasan Suhu 70 – 80 °C selama 1 jam
Penyaringan
Pemekatan dengan penguapan Suhu 70 °C sampai 24 °Brix
Presipitasi (pengendapan) Dengan pendinginan / pembekuan
Fase pemisahan
Cairan Endapan (inulin)
E. Analisis Keputusan
Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih
tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan
adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan untuk
membuktikan pilihan terbaik tersebut (Siagian, 1987).
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan
tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Susanto dan Saneto,
1994).
Analisis keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan
antara aspek kualitas, aspek kuantitas dan aspek finansial (Susanto dan Saneto,
1994).
F. Analisis Kelayakan Finansial
Tujuan dari analisis finansial adalah untuk mengetahui laba rugi dalam
suatu perusahaan. Data yang diperoleh dari analisis mutu kemudian diuji dengan
analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan-perlakuan terhadap
produk yang dihasilkan. Data sekunder berupa harga-harga baik bahan baku
maupun produk yang dihasilkan. Analisis finansial yang dilakukan meliputi :
analisis nilai uang dengan metode Break Event Point (BEP), Net Present Value
(NPV), Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return (IRR) dan Payback
a. Break Event Point (BEP) ( Susanto dan Saneto, 1994)
Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu
yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya
nilai atau hasil penjualan, jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian (Susanto dan
Saneto, 1994). Perhitungan BEP dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
1) Biaya titik impas
BEP (Rp) = FC 1 – ( Vc / P )
2) Presentase titik impas
BEP (%) = BEP (Rp) x 100 %
P
3) Kapasitas titik impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk
mencapai titik impas.
BEP (unit) = FC P – Vc
Keterangan :
FC : Biaya tetap
P : Pendapatan
b. Net Present Value (NPV) ( Susanto dan Saneto, 1994)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai investasi saat sekarang
dengan nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Suatu kegiatan
proyek dapat dipilih bila NPV > 0. NPV dapat ditunjukkan dengan persamaan
sebagai berikut :
n
NPV = ∑ Bt – Ct t - 1 (1 + i)’
Keterangan :
Bt : Penerimaan pada tahun t
Ct : Pengeluaran pada tahun t
t : 1, 2, 3, ...,n
n : Umur ekonomis proyek
i : Suku bunga bank
c. Payback Periode (PP) ( Susanto dan Saneto, 1994)
Payback Periode (PP) merupakan perhitungan jangka waktu yang
dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek, nilai tersebut
berupa presentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback Periode
tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek. Kriteria ini memberikan
nilai bahwa proyek yang akan dipilih jika mempunyai waktu Payback Periode
yang paling cepat. Rumus Payback Periode adalah sebagai berikut :
PP = I Ab Keterangan :
I : Jumlah modal
d. Internal Rate of Return (IRR) ( Susanto dan Saneto, 1994)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang
menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah
investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Dengan kata
lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV = 0. Bila nilai
IRR suatu proyek lebih besar dari suku bunga yang berlaku, maka proyek
dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR sebagai berikut :
IRR = i’ + NPV” x i” - i’ NPV’ - NPV”
Keterangan :
i’ : Tingkat suku bunga sekarang
i” : Tingkat suku bunga yang akan datang
NPV’ : NPV positif hasil percobaan nilai
NPV” : NPV negatif hasil percobaan nilai
e. Gross Benefit Cross Ratio
Gross Benefit Cross Ratio adalah merupakan perbandingan antara
penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present valuekan (dirupiahkan
sekarang). Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila
Gross B/C > 1, bila proyek memiliki Gross B/C = 1 tidak akan dipilih.
n
∑ Bt t - 1 (1 + i)’
Gross B/C = n
Keterangan :
Bt : Penerimaan pada tahun ke-t
Ct : Biaya pada tahun ke-t
n : Umur ekonomis proyek
i : Suku bunga bank
G. Landasan Teori
Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dengan gugus terminal
glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(21)
glikosidik. Inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu
unit fruktosa. Molekul yang lebih kecil dari inulin disebut fruktooligosakarida,
yang mengandung 2 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa.
Beberapa tanaman yang mengandung inulin dalam jumlah yang cukup
tinggi antara lain Chicory (Cichorium intybus L.), Elecampane (Inula helenium),
Dandelion (Taxacacum offocilale), Wild Yam (Dioscorea spp.), Jerosalem
artichokes (Heliantus tuberosus), Jicama (Phachirhizus intybus), Burdock
(Arctium lappa), Onion (Allium cepa), Garlic (Allium sativum), Agave (Agave
spp.), Yacon (Smallanthussanchifolius spp.) (Anonymousa, 2009).
Dioscorea spp., di Indonesia dikenal dengan nama Uwi (jenis Uwi-uwian),
merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, meskipun
sekarang sudah sulit dijumpai di pasaran. Penanaman Uwi masih cukup luas di
pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Menurut Anonimb
(2009), terdapat lebih dari 600 spesies dari genus Dioscorea spp., antara lain
Dioscorea opposita, Dioscorea villosa, Dioscorea elephantipes, dan lain-lain
(Anonimb, 2009).
Selama ini, Dioscorea spp. (uwi-uwian) hanya dimanfaatkan sebagai
makanan rebus yang dikonsumsi masyarakat pedesaan. Hanya beberapa jenis
seperti gadung yang sudah diolah lebih lanjut menjadi keripik.
Penelitian Rogge (2005); Bosscher dan Ghent (2005); Toneli et.al. (2008),
melakukan ekstraksi inulin dari umbi chicory menggunakan air panas, selanjutnya
didinginkan atau dibekukan, disentrifugasi, filtrasi dan pengeringan untuk
menghasilkan inulin bubuk. Sedangkan Widowati dkk. (2005), melakukan
ekstraksi inulin dari umbi dahlia (Dahlia pinnata) menggunakan air panas, yang
diikuti dengan penambahan alkohol 30% sebanyak 40% dari total berat.
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi padat cair, satu atau beberapa
komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut.
Dalam ekstraksi, suhu sering kali memegang peranan penting. Semakin tinggi
suhu, semakin kecil viskositas fasa cair dan semakin besar kelarutan ekstrak
dalam pelarut (Bernasconi dkk, 1990). Penelitian Toneli et.al (2008) ekstraksi
inulin menggunakan suhu ekstraksi 80 oC selama 1 jam. Sedangkan penelitian
Widowati, dkk (2005) suhu ekstraksi untuk ekstraksi inulin adalah 80-90 oC.
Pengendapan (presipitasi) adalah suatu proses pemisahan diri suatu fase
padat keluar dari larutan, endapannya mungkin berupa kristal atau koloid dan
dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan (sentrifugasi)
optimum dari umbi tanaman chicory adalah suhu -15 oC. Widowati, dkk (2005)
menggunakan suhu presipitasi -10 °C. Sedangkan Leite et.al (2004) suhu
presipitasi (pengendapan) yang paling optimum adalah -24 oC.
Prinsip kerja ekstraksi yaitu mengambil salah satu komponen dari partikel
padat atau cair dengan jalan menambahkan zat pelarut tertentu yang dapat
melarutkan komposisi tersebut (Geankoplis, 1997). Prinsip presipitasi adalah jika
larutan sudah terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan, maka endapan akan
terbentuk (Vogel, 1985). Menurut Inayati (2007), massa partikel-partikel zat
terlarut yang mengendap semakin tinggi seiring dengan tingginya Berat Molekul
(BM) yang dimiliki zat terlarut tersebut. Menurut Syabatini (2007), apabila suatu
senyawa nonelektrolit terlarut di dalam pelarut, sifat-sifat pelarut murni berubah
dengan adanya zat terlarut. Adanya perubahan ini tergantung dari jumlah
partikel-partikel pelarut yang terdapat di dalam larutan. Makin berat larutan, makin rendah
titik beku, makin tinggi titik didih. Menurut Leite et.al (2004), larutan ekstrak
inulin mengalami fase pemisahan ketika didinginkan atau dibekukan. Konsentrasi
inulin pada saat pengendapan meningkat seiring dengan menurunnya temperatur
penyimpanan larutan inulin (Toneli et.al, 2008).
H. Hipotesis
Suhu presipitasi (pengendapan) dan jenis umbi uwi (Dioscorea spp)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Analisa Pangan dan Mikrobiologi
Pangan FTI UPN Surabaya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus
2010.
B. Bahan
1. Bahan utama berupa 4 jenis umbi uwi (Dioscorea spp.) yang terdiri dari :
gembili yang berasal dari pasar asem (Surabaya), uwi putih yang berasal
dari pasar karangploso (Malang), uwi putih kulit kuning dan gembolo
yang berasal dari daerah Gunung Kawi.
2. Bahan untuk analisa yaitu : Sistein, H2SO4,karbazol, aquades, aquabides
dan inulin standar.
C. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
spektrofotometer 21D, sentrifuse, shaker waterbath, mixer, oven, timbangan
analitik, dan alat-alat gelas.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dianalisa dengan ANOVA dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji
Duncan’t Multiple Range Test (DMRT 5%).
a. Faktor 1
Suhu presipitasi (°C), terdiri dari 4 level yaitu :
A1 = 0 °C
A2 = -10 °C
A3 = -20 °C
A4 = -30 °C
b. Faktor II
Umbi uwi (Dioscorea spp), terdiri dari 4 jenis yaitu :
B1 = Gembili
B2 = Uwi kuning
B3 = Uwi putih kulit kuning
B4 = Gembolo
Dari 2 faktor diatas di dapat 16 kombinasi
B A
B1 B2 B3 B4
A1 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4
A2 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
A3 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4
A4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
Keterangan :
A1B1 = Gembili dengan suhu presipitasi 0oC
A1B2 = Uwi kuning dengan suhu presipitasi 0oC
A1B4 = Gembolo dengan suhu presipitasi 0oC
A2B1 = Gembili dengan suhu presipitasi -10oC
A2B2 = Uwi kuning dengan suhu presipitasi -10oC
A2B3 = Uwi putih kulit kuning dengan suhu presipitasi -10oC
A2B4 = Gembolo dengan suhu presipitasi -10oC
A3B1 = Gembili dengan suhu presipitasi -20oC
A3B2 = Uwi kuning dengan dan suhu presipitasi -20oC
A3B3 = Uwi putih kulit kuning dengan suhu presipitasi -20oC
A3B4 = Gembolo dengan dan suhu presipitasi -20oC
A1B1 = Gembili dengan suhu presipitasi -30oC
A2B2 = Uwi kuning dengan suhu presipitasi -30oC
A3B3 = Uwi putih kulit kuning dengan suhu presipitasi -30oC
A4B4 = Gembolo dengan suhu presipitasi -30oC
Variabel tetap :
1. Umbi uwi yang digunakan.
2. Ekstraksi dengan air panas suhu 90 °C.
3. Waktu ekstraksi 1 jam
4. Volume bahan : pelarut 1 : 20.
5. Kecepatan sentrifuse 1500 rpm.
6. Waktu sentrifugasi 15 menit.
Variabel berubah :
1. Empat jenis umbi uwi
Menurut Gasperz (1991), model matematika untuk percobaan faktorial
menggunakan rancangan dasar RAL (Rancangan Acak Lengkap) adalah :
Yij =
µ
+ά
i + βj +(
άβ
)
ij +ε
ij i = 1, 2, 3, 4, 5, 6,.………j = 1, 2, 3, 4, 5, 6,…...
k = 1, 2, 3, 4, 5,...
Dimana :
Yijk : Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A
dan taraf ke-j dari faktor B).
μ : Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya)
αi : Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A
βj : Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B
(αβ)i : Pengaruh interaktif taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j
dari faktor B
c. Parameter yang diamati
1. Bahan Baku
a) Kadar inulin dengan spektrofotometer (Widowati dkk, 2005).
b) Kadar air (Sudarmadji, 1989).
2. Inulin yang dihasilkan
a) Rendemen (Widowati dkk, 2005).
b) Kadar air (Sudarmadji, 1989).
c) Daya serap air (Widowati dkk, 2005).
E. Prosedur Penelitian
Proses ekstraksi inulin dari lima varietas umbi Dioscorea sebagai berikut :
1. Umbi gembili, uwi kuning, uwi putih kulit kuning, dan gembolo dikupas
dan dicuci bersih.
2. Ditimbang.
3. Umbi uwi dipotong kecil-kecil kemudian dihancurkan dengan cara
diblender dengan perbandingan 1 : 20 (bahan : air).
4. Bubur umbi uwi diekstraksi menggunakan air panas suhu 90 °C.
5. Ekstrak disaring dengan kain saring sehingga didapatkan filtratnya (larutan
ekstrak inulin).
6. Larutan ekstrak inulin dipresipitasi pada empat level suhu yaitu : 0 °C,
-10°C, -20 °C dan -30 °C untuk dicari suhu optimumnya.
7. Konsentrat yang telah beku dicairkan pada suhu kamar.
8. Konsentrat disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit
sampai diperoleh endapan putih yang dapat dipisahkan.
9. Endapan putih tersebut merupakan crude inulin.
10.Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 60 °C selama 17 jam.
11.Inulin kering yang dihasilkan dianalisa kadar inulin, kadar air, rendemen,
Ekstraksi dengan air panas suhu 90 °C
Presipitasi selama 24 jam pada suhu 0 °C, -10 °C, -20 °C,-30 °C
Sentrifugasi
Kecepatan 1500 rpm 15 menit
Pemisahan Dikupas
Dicuci
Ditimbang
Diblender
Pengeringan dengan cabinet dryer 60°C 17 jam
Inulin kering Umbi uwiterdiri dari : gembili, uwi kuning, uwi putih kulit
kuning, dan gembolo
Pencairan pada suhu kamar
Penghancuran
Inulin bubuk
Penyaringan dengan kain saring
Bahan : Air 1 : 20
Analisa : Kadar inulin Kadar air
Rendemen
Daya serap uap air Kelarutan
cairan Endapan (inulin)
ampas filtrat
Formatted: Font: 10 pt, I ndonesian
Formatted: I ndonesian
Formatted: I ndonesian
Formatted: I ndonesian
Formatted: Finnish
Formatted: I ndonesian
Formatted: I ndonesian
[image:38.612.92.594.116.680.2]BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku
dan analisa produk inulin yang dihasilkan. Analisa dilanjutkan dengan analisa
keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini
digunakan sebagai produk industri.
A. Analisa Bahan Baku.
Bahan baku umbi uwi sebelum diekstraksi dilakukan analisa proksimat
terlebih dahulu. Hasil analisa proksimat uwi meliputi kadar air dan kadar inulin
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air dan kadar inulin dari empat jenis umbi uwi Parameter
Bahan
Kadar Air (%) Kadar Inulin (%)
1. Gembili 2. Uwi kuning
3. Uwi putih kulit kuning 4. Gembolo
84,40 77,07 79,38 85,84
14,77 9,02 10,96 14,63
Pada tabel 2. dapat diketahui kadar air dan kadar inulin masing-masing
umbi. Berdasarkan hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar air umbi berkisar antara
77,065% - 85,840% dan kadar inulin antara 9,02% - 14,77%. Menurut Widowati
(2005), perbedaan jenis umbi berpengaruh terhadap kadar inulin serta
B. Hasil Analisis Inulin Dari Empat Jenis Umbi Uwi
1. Rendemen
Berdasarkan hasil analisis ragam rendemen (Lampiran 2) menunjukkan
bahwa terdapat interaksi nyata (p≤0,05) antara jenis uwi dan suhu presipitasi
[image:40.612.117.454.262.509.2]terhadap rendemen inulin yang dihasilkan.
Tabel 3. Nilai rata-rata rendemen inulin bubuk dari empat jenis uwi Jenis Uwi Suhu
Presipitasi
Rendemen
(%) DMRT 5% Notasi
1. Gembili Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
8,6520 9,0364 21,0611 8,8778 1,7750 1,7959 1,8117 1,7855 e e h e 2. Uwi kuning Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
3,1593 6,0970 1,9528 4,7404 1,6912 1,7488 1,7986 1,7279 bc cd ab c
3. Uwi putih
kulit kuning
Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
0,5240 12,2714 21,0366 2,4328 - 1,7986 1,8090 1,6493 a f h b 4. Gembolo Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
6,5790 15,4134 14,1922 15,3132 1,7645 1,8064 1,8012 1,8038 d g g g Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata.
Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen inulin bubuk
dari beberapa jenis dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara 0,5240%
- 21,0611%. Rendemen tertinggi diperoleh dari jenis gembili dengan suhu
presipitasi -20oC, sedangkan rendemen terendah dimiliki oleh uwi putih kulit
Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap rendemen
inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
0 5 10 15 20 25
B1 B2 B3 B4 Jenis Uwi
R
e
n
d
em
en
(%
)
[image:41.612.160.405.176.331.2]0oC -10oC -20oC -30oC
Gambar 9. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap rendemen inulin bubuk.
Keterangan gambar 9 : B1 : Gembili
B2 : Uwi kuning
B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo
Pada Gambar 9. dapat diketahui bahwa suhu optimum yang dapat
manghasilkan rendemen inulin tertinggi untuk jenis gembili dan uwi putih
kulit kuning adalah -20oC, sedangkan suhu optimum untuk uwi kuning dan
gembolo adalah -10oC. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku
dan inulin yang dihasilkan dari masing-masing uwi memiliki jumlah molekul
fruktosa yang berbeda-beda, semakin banyak gugus fruktosa, semakin panjang
ikatan rantai glikosidik dan semakin tinggi berat molekulnya, sehingga inulin
dapat terendapkan secara optimum pada masing-masing suhu sesuai berat
molekulnya. Menurut Widowati (2005), perbedaan jenis umbi berpengaruh
inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu unit
fruktosa. Menurut Inayati (2007), massa partikel-partikel zat terlarut yang
mengendap semakin tinggi seiring dengan tingginya Berat Molekul (BM)
yang dimiliki zat terlarut tersebut.
2. Kadar Inulin
Berdasarkan hasil analisis ragam kadar inulin (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis
[image:42.612.117.448.334.579.2]uwi dengan suhu presipitasi.
Tabel 4. Nilai rata-rata kadar inulin bubuk dari empat jenis uwi Jenis Uwi Suhu
Presipitasi
Kadar Inulin
(%) DMRT 5% Notasi
1. Gembili Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
76,5 67,75 80,5 75 6,2021 6,0582 6,2200 6,1931 cd bc d cd 2. Uwi kuning Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
67 66 69,75 67,5 5,8066 5,6628 6,1302 6,0043 bc b bc bc
3. Uwi putih
kulit kuning
Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
56 77 71,5 70,75 - 6,2111 6,1751 6,1661 a cd bc bc 4. Gembolo Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
68 72,5 67,25 61 6,0942 6,1841 5,9324 5,3931 bc c bc ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata.
Tabel 4. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar inulin bubuk inulin
dari beberapa varietas dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara 56%
Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap kadar inulin
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
D1 D2 D3 D4
Jenis Uwi
K
a
da
r I
nul
in
(
%
)
[image:43.612.163.411.179.324.2]0oC -10oC -20oC -30oC
Gambar 10. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap kadar inulin bubuk.
Keterangan gambar 10 : B1 : Gembili
B2 : Uwi kuning
B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo
Pada Gambar 10. dapat diketahui Kadar inulin tertinggi dimiliki oleh
jenis gembili dengan suhu presipitasi -20oC. Sesuai dengan data yang
diperoleh, inulin dengan rendemen tertinggi juga mempunya kadar inulin
tertinggi. Hal ini diduga disebabkan karena inulin tersebut memiliki gugus
fruktosa paling banyak. Semakin banyak gugus fruktosa, semakin panjang
rantai glikosidiknya, semakin tinggi juga berat molekulnya sehingga inulin
dapat mengendap secara optimal pada saat presipitasi (pengendapan). Menurut
Anonimous (2009) inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai
zat terlarut yang mengendap semakin tinggi seiring dengan tingginya Berat
Molekul (BM) yang dimiliki zat terlarut tersebut.
3. Daya Serap Uap Air
Berdasarkan hasil analisis ragam daya serap uap air (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis
[image:44.612.116.448.306.556.2]dengan suhu presipitasi.
Tabel 5. Nilai rata-rata daya serap uap air bubuk inulin dari beberapa jenis uwi
Jenis Uwi Suhu Presipitasi
Daya Serap Uap Air
(%)
DMRT 5% Notasi
1. Gembili Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
10,4890 6,8779 16,2978 8,4226 2,5053 2,3143 2,5421 2,4539 bc ab d b 2. Uwi kuning Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
8,8705 8,0376 14,9441 9,5240 2,4759 2,3731 2,5384 2,4906 b ab d bc
3. Uwi putih
kulit kuning
Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
13,5730 11,2165 8,3813 14,1507 2,5310 2,5200 2,4245 2,5347 cd c b d 4. Gembolo Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
12,6727 12,3872 5,8533 6,3695 2,5274 2,5237 - 2,2041 cd cd a ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata.
Tabel 5. menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya serap uap air inulin
bubuk dari beberapa jenis dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara
dengan suhu presipitasi -20oC, sedangkan daya serap uap air terendah dimiliki
oleh gembolo pada suhu presipitasi -20oC.
Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terahadap daya serap
uap air inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11.
0 5 10 15 20
B1 B2 B3 B4
Jenis Uwi
D
a
y
a
S
e
ra
p
Ua
p
Ai
r (
%
[image:45.612.165.398.226.376.2]0oC -10oC -20oC -30oC
Gambar 11. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap daya serap uap air inulin bubuk.
Keterangan gambar 11 : B1 : Gembili
B2 : Uwi kuning
B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo
Pada Gambar 11. dapat diketahui bahwa daya serap uap air tertinggi
dimiliki oleh gembili dengan suhu presipitasi -20oC. Hal ini diduga
disebabkan karena rendemen dan kadar inulinnya tertinggi, semakin tinggi
rendemen dan kadar inulin, semakin tinggi berat molekulnya, semakin banyak
pula gugus fruktosanya. Semakin banyak molekul fruktosa, semakin banyak
gugus hidroksilnya, semakin besar pula daya penyerapan airnya, karena gugus
dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu unit fruktosa.
Menurut Widowati (2005) Sejumlah air terdapat pada inulin hasil ekstraksi
karena inulin bersifat higroskopis (menyerap uap air). Sifat gugus hidroksil
adalah polar (Anonimous, 2001). Senyawa yang bersifat higroskopis (mudah
menarik molekul air dari kelembaban udara) (Putro dkk, 2010).
4. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis ragam kadar air (Lampiran 5) menunjukkan
bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis dengan suhu
[image:46.612.118.449.362.605.2]presipitasi.
Tabel 6. Nilai rata-rata kadar air bubuk inulin dari beberapa jenis uwi Jenis Uwi Suhu
Presipitasi
Kadar Air
(%) DMRT 5% Notasi
1. Gembili Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
12,5604 13,1908 13,4990 10,7317 3,4388 2,3143 2,5421 2,4539 bc c c bc 2. Uwi kuning Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
10,4807 10,3207 10,5541 9,3278 2,4759 2,3731 2,5384 2,4906 bc bc bc b
3. Uwi putih
kulit kuning
Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
7,9536 8,5612 8,1064 12,7116 2,5310 2,5200 2,4245 2,5347 ab ab ab bc 4. Gembolo Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
8,8621 5,8825 9,0074 8,4763 2,5274 2,5237 - 2,2041 ab a ab ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata.
Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air inulin bubuk dari
13,4990%. Kadar air tertinggi dimiliki oleh gembili dengan suhu presipitasi
-20oC, sedangkan kadar air terendah dimiliki oleh gembolo pada suhu presipitasi
-10oC.
Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap kadar air
inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12.
0 2 4 6 8 10 12 14 16
D1 D2 D3 D4 Varietas Dioscorea spp.
K
a
da
r A
ir (
%
)
[image:47.612.159.413.248.400.2]0oC -10oC -20oC -30oC
Gambar 12. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap kadar air inulin bubuk.
Keterangan gambar 12 : B1 : Gembili
B2 : Uwi kuning
B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo
Pada Gambar 12. dapat diketahui bahwa kadar air tertinggi dimiliki
oleh gembili dengan suhu presipitasi -20oC. Hal ini diduga disebabkan karena
rendemen dan kadar inulinnya tertinggi, semakin tinggi rendemen dan kadar
inulin, semakin tinggi berat molekulnya, semakin banyak pula gugus
fruktosanya. Semakin banyak molekul fruktosa, semakin banyak gugus
penyerapan airnya, sehingga kadar air yang terikat dalam inulin juga semakin
besar. Menurut Anonimous (2009) inulin dari tanaman biasanya mengandung
20 sampai beberapa ribu unit fruktosa. Menurut Widowati (2005) Sejumlah air
terdapat pada inulin hasil ekstraksi karena inulin bersifat higroskopis
(menyerap uap air). Senyawa yang bersifat higroskopis (mudah menarik
molekul air dari kelembaban udara), semakin tinggi kadar senyawa yang
bersifat higroskopis tersebut, semakin banyak kadar air yang ikut bercampur
(Putro dkk, 2010).
5. Kelarutan
Berdasarkan hasil analisis ragam kelarutan (Lampiran 6) menunjukkan
bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis uwi dengan suhu
[image:48.612.116.449.432.678.2]presipitasi.
Tabel 7. Nilai rata-rata kelarutan bubuk inulin dari empat jenis umbi uwi Jenis Uwi Suhu
Presipitasi
Kelarutan
(%) DMRT 5% Notasi
1. Gembili Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
99,1413 99,2649 99,4950 99,0919 0,2604 0,2653 0,2657 0,2565 bc cd d bc 2. Uwi kuning Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
99,1724 98,8980 99,0406 97,8429 0,2619 0,2304 0,2481 - c b bc a
3. Uwi putih
kulit kuning
Suhu 0oC Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
99,2134 99,1785 99,1795 99,1029 0,2642 0,2634 0,2638 0,2588 c c c bc 4. Gembolo Suhu 0oC
Suhu -10oC Suhu -20oC Suhu -30oC
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
Tabel 7. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelarutan inulin bubuk dari
beberapa jenis uwi dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara
97,8429% - 99,4950%. Kelarutan tertinggi dimiliki oleh gembili dengan suhu
presipitasi -20oC dan kelarutan terendah dimiliki oleh uwi kuning dengan suhu
presipitasi -30oC .
Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap daya serap
uap air inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13.
97,0000 97,5000 98,0000 98,5000 99,0000 99,5000 100,0000
B1 B2 B3 B4 Varietas Dioscorea spp.
Kel
a
ru
ta
n
(
%
)
[image:49.612.155.403.333.498.2]0oC -10oC -20oC -30oC
Gambar 13. Hubungan antara varietas uwi dengan suhu presipitasi terhadap kelarutan inulin bubuk.
Keterangan gambar 13 : B1 : Gembili
B2 : Uwi kuning
B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo
Pada Gambar 13. dapat diketahui bahwa kelarutan inulin tertinggi
diduga disebabkan karena rendemen dan kadar inulinnya tertinggi, semakin
tinggi rendemen dan kadar inulin, semakin tinggi berat molekulnya, semakin
banyak pula molekul fruktosanya. Semakin banyak molekul fruktosa, semakin
banyak gugus hidroksil yang bersifat polar, media pelarut (air) juga bersifat
polar, sehingga inulin yang bersifat polar akan larut dalam air yang sama-sama
bersifat polar juga. Menurut Anonimous (2009) inulin dari tanaman biasanya
mengandung 20 sampai beberapa ribu unit fruktosa. Menurut Anonimous
(2001) Sifat gugus hidroksil adalah polar. Menurut Suryani (2008) Air
menempel pada sesamanya (kohesi) karena air bersifat polar. Menurut Gaman
et.al (1990) Glukosa dan fruktosa tersebut mempunyai gugus hidroksil yang
akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
5. Analisis Finansial
1. Kapasitas produksi
Kapasitas produksi direncanakan tiap satu minggu dua kali memerlukan
bahan baku umbi gembili 672 g , liter aquadest, dan 1.176 pengemas plastik.
Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan inulin bubuk sebanyak
6.048 g atau 6.048 bungkus per tahun dengan 1 bungkus = 1 gr. Data kapasitas
produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
2. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu
usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya-biaya
produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu, sedangkan
biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat
produksi yang dihasilkan.
Secara singkat total biaya per tahun dari industri inulin dari umbi gembili
adalah sebagai berikut :
Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
= Rp. 29.358.476 + Rp. 173.413.994
= Rp. 202.772.470,-
Perincian total biaya produksi tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 9.
3. Harga Pokok Produksi
Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun,
maka dapat diketahui harga pokok tiap 1 gr/bungkus
Harga Pokok =
per tahun produksi
Kapasitas
produksi biaya
Total
= 202.772.470
6.048
= 33.527,19 ≈Rp. 33.527,-
4. Harga Jual Produksi
Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain
dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan
yang ingin dicapai 50% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga pokok
Harga Jual = harga pokok + keuntungan 30% + pajak 10%
= 33.527 + 10.058 + 3.352,7
5. Break Event Point (BEP)
Analisa Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi
tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan
besarnya nilai atau hasil penjualan, jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak
mendapat keuntungan juga tidak mengalami kerugian.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 12. diperoleh BEP dekstrin
pati suweg sebagai berikut :
- BEP (biaya titik impas) = Rp. 75.432.878,-
- % BEP (% titik impas) = 26,57 %
- Kapasitas titik impas = 1.607 kemasan/tahun
Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk
mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi inulin dari urbi gembili mencapai
keadaan impas jika produksinya sebesar 1.607 kemasan/tahun, dengan kapasitas
normal sebanyak 1.607 g/tahun, hal ini berarti produksi dekstrin pati suweg secara
enzimatis memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik
impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 26,57% dari total
produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 15.
6. Net Present Value (NPV)
Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang
dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat
dipilih jika NPV > 0
Berdasarkan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 12. tentang
demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar
dari nol.
7. Payback Period (PP)
Payback Period adalah perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan
untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Payback Periode tersebut
harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek. Kriteria ini memberikan nilai bahwa
proyek akan dipilih jika mempunyai waktu Payback Periode yang paling cepat.
Berdasarkan perhitungan yang terdapat di Lampiran 11. diperoleh nilai
Payback Periode (PP) sebesar 1,81 tahun. Umur ekonomis proyek yang
direncanakan selama 5 tahun. Hal ini berarti investasi pada proyek ini dapat
diterima karena nilai Payback Periode (PP) lebih kecil daripada umur ekonomis.
8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah merupakan perbandingan
antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang.
Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Gross B/C >
1, bila proyek memiliki Gross B/C = 1 tidak akan dipilih.
Berdasarkan Lampiran 12. diperoleh nila Gross B/C sebesar 1,4 berarti
proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.
9. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang
menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah
nilai discount rate I yang membuat nilai NPV di proyek = 0. Bila nilai IRR suatu
proyek lebih besar dari suku bunga yang berlaku maka proyek dinyatakan layak
untuk dilaksanakan.
Berdasarkan Lampiran 14. diperoleh IRR sebesar 25,5%. Berarti proyek ini
dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jenis Dioscoreaspp. yang paling potensial sebagai sumber inulin berdasarkan
rendemen dan karakteristik inulin yang dihasilkan adalah gembili dengan suhu
presipitasi -20 oC.
2. Suhu optimum Dioscorea spp. lain yang dapat manghasilkan rendemen inulin
tertinggi untuk jenis uwi putih kulit kuning adalah -20oC, sedangkan suhu
optimum untuk uwi kuning dan gembolo adalah -10oC
3. Hasil analisis finansial menyimpulkan bahwa perusahaan inulin dengan bahan
baku Dioscorea esculenta (gembili) dengan suhu presipitasi -20 oC layak
diproduksi karena gross B/C lebih besar dari satu, yaitu 1,4 dan NPV lebih
besar dari nol, yaitu Rp. 242.599.416. IRR sebesar 25,5% lebih besar dari
tingkat suku bunga bank. Dalam proyek ini pertahunnya mendapat nilai
keuntungan bersih sebesar Rp. 52.731.336 dengan nilai BEP Rp. 75.432.878
atau 26,57% dengan kapasitas titik impas 1.607 kemasan/tahun. Perusahaan
ini melakukan pengembalian modal dalam jangka waktu sekitar 1,81 tahun.
B. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengujian potensi (secara in