• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PRODUKSI INULIN DARI BEBERAPA JENIS UMBI UWI (Dioscorea spp.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROSES PRODUKSI INULIN DARI BEBERAPA JENIS UMBI UWI (Dioscorea spp.)."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

NUR ISTIANAH

0633010040

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh :

NUR ISTIANAH

0633010040

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

(3)

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Proses

prodiksi inulin dari beberapa varietas umbi uwi (Dioscorea spp.)”

Penyusunan skripsi ini untuk melengkapi sebagian persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, serta informasi

dari semua pihak yang telah membantu. Melalui kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1.

Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Ibu Latifah, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan.

3.

Ibu Ir. Tri Mulyani, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Sri Winarti,

MP selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing saya

dalam menyusun skripsi ini.

4.

Ibu Ir. Sudaryati HP, MP dan Ibu Dr. Dedin FR, STP, M.Kes selaku dosen

penguji sejak diajukannya proposal penelitian sampai skripsi ini.

5.

Ibu Ir. Sudaryati HP, MP, Ibu Ir Latifah, MS dan Ibu Ir. Sri Djajati, MPd

selaku dosen penguji ujian lisan.

6.

Semua Dosen dan staff Fakultas Teknologi Industri khususnya Program Studi

(4)

telah lulus terlebih dahulu, kalian yang selalu memberi semangat agar saya

bisa cepat menyelesaikan skripsi ini. Eny (Akuntansi) dan Santy (Ikom)

makasih kalian sudah mau mendengarkan curhatanku selama ini. Yeni

(Akuntansi), Amel (Hukum) dan Atin (Akuntansi) yang udah temenin aku

bubuk di kozt. Dian (Teknologi Pangan) cepat ndang diselesein kuliahnya, Q

SAYANG KALIAN.

9.

Teman-teman angkatan 2006 program studi Teknologi Pangan UPN

“Veteran” Jawa Timur yang telah membantu tersusunnya skripsi ini,

khususnya Ganis n Dina, Aku akan slalu merindukan kalian nanti.

10.

Muhammad Fangki Andrianto ”LuphlyQ” yang selalu membantuku disaat aku

kesulitan dan mengantarkanku kemana-mana. Muhammad Arif Kusuma

Perdana yang telah memberiku motifasi n nasehat pada saat aku down dulu.

11.

Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

Menyadari akan kemampuan penulis dalam penyusunan skripsi ini yang

sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan, maka saran-saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Akhirnya penulis berharap agar proposal skripsi ini dapat kiranya

bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(5)

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR GAMBAR ………... v

DAFTAR TABEL ... vi

INTISARI ... vii

BAB I

: PENDAHULUAN ………. 1

A.

Latar Belakang ……... ……….. 1

B.

Tujuan ….……….. 3

C.

Manfaat …..………..

3

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

A.

Inulin ...……….. 4

B.

Ekstraksi dan Presipitasi Inulin ...……. 7

C.

Sumber-Sumber Inulin ... 13

D.

Tahap-Tahap Ekstraksi dan Presipitasi Inulin ... 15

E.

Analisis Keputusan ... 17

F.

Analisis Finansial ... 17

G.

Landasan Teori ... 21

H.

Hipotesis ...

23

BAB III

: METODOLOGI PENELITIAN ……….….... 24

(6)

E.

Prosedur Penelitian ...

28

BAB IV

: HASIL DAN PEMBAHASAN ...

30

BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN ...

46

DAFTAR PUSTAKA ...

47

LAMPIRAN ...

50

Lampiran 1. Prosedur Analisa ... 50

Lampiran 2. Analisa Sidik Ragam Rendemen ... 54

Lampiran 3. Analisa Sidik Ragam Kadar Inulin ... 56

Lampiran 4. Analisa Sidik Ragam Daya Serap Uap Air ...

58

Lampiran 5. Analisa Sidik Ragam Kadar Air ... 60

Lampiran 6. Analisa Sidik Ragam Kelarutan ... 62

Lampiran 7. Analisa Finansial Inulin Dari Gembili ...

64

Lampiran 8. Penghitungan Modal Perusahaan ...

69

Lampiran 9. Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap Tahun ..

71

Lampiran 10. Perhitungan Keuntungan Produksi Inulin Dari

Gembili ... 72

Lampiran 11. Perhitungan Payback Periode dan Break Event Point

Produksi Inulin Dari Gembili ... 73

Lampiran 12. Perhitungan Berdasarkan Kriteria Investasi NPV .. 74

Lampiran 13. Cash Flow Analisis Finansial ... 75

(7)

Gambar 1. Struktur Inulin ... 6

Gambar 2.

Dioscorea esculenta ...

... 14

Gambar 3.

Dioscorea allata ...

... 14

Gambar 4.

Dioscorea villosa ...

... 14

Gambar 5.

Dioscorea bulbifera

... 14

Gambar 6.

Dioscorea rotundata ... 14

Gambar 7. Diagram Alir Proses Ekstraksi Inulin dari Umbi Tanaman

Chicory

(Chicorium Intybus L.) ... 16

Gambar 8. Proses Produksi Inulin dari Empat Jenis Umbi yang

berbeda ... 29

Gambar 9. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi

terhadap rendemen inulin bubuk ...

32

Gambar 10. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi

terhadap kadar inulin bubuk ...

34

Gambar 11. Hubungan antara varietas uwi dengan suhu presipitasi

terhadap daya serap uap air inulin bubuk ...

36

Gambar 12. Hubungan antara varietas uwi dengan suhu presipitasi

terhadap kadar air inulin bubuk ...

38

(8)

Tabel 1. Karakteristik fisiko-kimia chicory inulin ... 7

Tabel 2.

Nilai rata-rata kadar air dan kadar inulin dari empat jenis

Umbi uwi ...

... 30

Tabel 3.

Nilai rata-rata rendemen inulin bubuk dari empat jenis

Umbi uwi ...

... 31

Tabel 4.

Nilai rata-rata kadar inulin bubuk dari empat jenis

Umbi uwi ...

... 33

Tabel 5.

Nilai rata-rata daya serap uap air inulin bubuk dari empat

jenis umbi uwi ...

35

Tabel 6.

Nilai rata-rata kadar air inulin bubuk dari empat

jenis umbi uwi ...

... 37

Tabel 7.

Nilai rata-rata kelarutan inulin bubuk dari empat jenis

(9)

NUR ISTIANAH

NPM : 0633010040

INTISARI

Inulin adalah salah satu karbohidrat yang berfungsi sebagai prebiotik.

Salah satu jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan mengandung

inulin dalam jumlah yang cukup tinggi adalah Dioscorea spp. Di Indonesia

Dioscorea spp. dikenal dengan nama uwi (jenis uwi-uwian), merupakan jenis

umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, namun kurang dimanfaatkan

oleh masyarakat. Jenis uwi-uwian di Indonesia sangat banyak. Salah satu tahapan

penting dari proses produksi inulin dari Dioscorea spp. adalah pengendapan

(presipitasi) pada suhu rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

varietas dan suhu presipitasi yang menghasilkan inulin dengan rendemen dan

karakteristik terbaik.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial,

faktor 1 adalah suhu presipitasi yang terdiri dari 4 level yaitu : 0

0

C,-1 0

0

C, -20

0

C,

dan -30

0

C sedangkan faktor 2 adalah jenis Dioscorea spp. yang terdiri dari

gembili, uwi kuning, uwi putih kulit kuning dan gembolo.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inulin adalah salah satu karbohidrat yang berfungsi sebagai prebiotik yang

efektif, didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan

dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang

menguntungkan di dalam saluran pencernaaan (Roberfroid, 1995 didalam Pompei

et.al., 2008).

Di luar negeri inulin dapat diproduksi secara komersial dari umbi tanaman

chicory (Cichorium intybus L.), namun tanaman chicory tidak ditemukan di

Indonesia. Selain itu inulin belum diproduksi di Indonesia, sehingga kebutuhan

inulin baik untuk industri maupun untuk penelitian masih diimport. Oleh karena

itu produksi inulin di Indonesia dari bahan baku lokal sangat diperlukan. Salah

satu jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan mengandung inulin

dalam jumlah yang cukup tinggi adalah Dioscorea spp. (jenis uwi-uwian)

(Anonymousa, 2009).

Dioscorea spp., di Indonesia dikenal dengan nama Uwi (jenis Uwi-uwian),

merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, namun kurang

dimanfaatkan oleh masyarakat. Penanaman Uwi masih cukup luas di pedesaan

walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Menurut Anonimb (2009),

(11)

Selama ini, Dioscorea spp. (uwi-uwian) hanya dimanfaatkan sebagai

makanan rebus yang dikonsumsi masyarakat pedesaan. Hanya beberapa jenis

seperti gadung yang sudah diolah lebih lanjut menjadi keripik.

Dari hasil penelitian pendahuluan, ditemukan 10 macam jenis umbi uwi.

Sepuluh varietas tersebut memiliki kadar inulin masing-masing terdiri dari : uwi

putih 4,58%, uwi putih besar 2,88%, gadung 4,77%, uwi kuning kulit ungu

8,76%, uwi ungu 7,54%, gembili 14,77%, uwi kuning 13,11%, uwi putih kulit

kuning 9,02%, gembolo10,96% dan uwi putih kulit coklat 14,63%. Dari 10 jenis

tersebut, ada 5 jenis yang mengandung kadar inulin cukup tinggi yaitu gembili,

uwi kuning, uwi putih kulit kuning, gembolo dan uwi putih kulit coklat, oleh

karena itu dilakukan produksi inulin dari 5 jenis tersebut. Tetapi, karena uwi putih

kulit coklat jika diblender berwarna coklat, maka tidak digunakan dalam

penelitian ini, oleh karena itu dilakukan produksi inulin dari 4 jenis uwi.

Proses produksi inulin pada umumnya terdiri dari dua tahap penting yaitu

ekstraksi dan presipitasi. Penelitian Rogge (2005); Bosscher dan Ghent (2005);

Toneli et.al. (2008), melakukan ekstraksi inulin dari umbi chicory menggunakan

air panas suhu 80oC selama 1 jam, selanjutnya didinginkan atau dibekukan,

disentrifugasi, filtrasi dan pengeringan untuk menghasilkan inulin bubuk.

Sedangkan Widowati dkk (2005), melakukan ekstraksi inulin dari umbi dahlia

(Dahlia pinnata) menggunakan air panas 80-90oC selama 30 menit, yang diikuti

dengan penambahan alkohol 30% sebanyak 40% dari total berat.

Menurut penelitian Toneli et.al (2008) suhu pengendapan (presipitasi)

(12)

-15 oC. Menurut Widowati, dkk (2005) menggunakan suhu presipitasi -10 °C. dan

Leite et.al (2004) menggunakan suhu presipitasi (pengendapan) yang paling

optimum adalah -24oC.

Jenis Dioscorea spp dan ketepatan suhu presipitasi sangat berpengaruh

terhadap rendemen dan sifat-sifat yang dihasilkan. Oleh karena itu pada penelitian

ini akan dilakukan perlakuan suhu presipitasi yang optimal dari 4 varietas

Dioscorea spp. yang mempunyai kadar inulin tertinggi.

B. Tujuan

1. Mendapatkan satu jenis umbi uwi yang paling potensial sebagai sumber

inulin, berdasarkan rendemen dan karakteristik inulin yang dihasilkan.

2. Mendapatkan suhu yang paling optimal untuk pengendapan (presipitasi)

inulin dari 4 jenis umbi uwi.

C. Manfaat

1. Peningkatan manfaat atau nilai guna umbi uwi (Dioscorea spp) sebagai

penghasil komponen prebiotik inulin.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa umbi uwi (Dioscorea spp)

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inulin

Inulin adalah prebiotik, merupakan senyawa karbohidrat yang banyak

terdapat pada bagian tanaman. Inulin disebut sebagai prebiotik karena secara

selektif merangsang pertumbuhan dan/atau aktivitas beragam jenis bakteri usus

yang dapat meningkatkan kesehatan. Karena sifat ini, inulin dapat dikombinasikan

dengan sediaan probiotik (bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan inang

untuk meningkatkan kesehatan) (Anonimc, 2008).

Inulin sangat luas penggunaannya di dalam industri pangan, baik di Eropa,

USA maupun Canada. Inulin merupakan penghasil kalori lebih rendah (Toneli

et.al, 2008). Inulin ini sudah banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti

produk susu, es krim, yoghurt, jelly, dan bubur untuk bayi (Anonimc, 2008).

Di luar negeri, inulin dapat diproduksi secara komersial dari umbi tanaman

chicory (Cichorium intybus L.). Selain chicory, beberapa tanaman yang

mengandung inulin dalam jumlah yang cukup tinggi antara lain Elecampane

(Inula helenium), Dandelion (Taxacacum offocilale), Wild Yam (Dioscorea spp.),

Jerosalem artichokes (Heliantus tuberosus), Jicama (Phachirhizus intybus),

Burdock (Arctium lappa), Onion (Allium cepa), Garlic (Allium sativum), Agave

(14)

Menurut Anonimc (2008) manfaat inulin adalah sebagai berikut :

1. Sebagai komponen prebiotik, dapat merangsang pertumbuhan bakteri baik di

dalam usus besar sehingga pertumbuhan bakteri baik semakin meningkat.

Dengan demikian sistem pencernaan dapat terpelihara dengan baik yang akan

meningkatkan sistem imunitas (kekebalan tubuh).

2. Meningkatkan fungsi usus untuk membuang sisa-sisa makanan. Di dalam usus

halus, inulin mempunyai sifat ”bulking effect” yaitu mengikat air sehingga

fases menjadi lunak dan volumenya membesar.

3. Menurunkan kadar kolesterol darah.

4. Meningkatkan produksi vitamin B.

5. Meningkatkan penyerapan kalsium sehingga mencegah resiko osteoporosis.

Akhir-akhir ini inulin digunakan sebagai komponen (ingredient) dari diet

dan produk-produk rendah lemak (Toneli et.al, 2008). Inulin juga berperan dalam

proses pencernaan, yang memberikan efek fisiologis sama dengan dietary fiber.

Konsumsi inulin dapat meningkatkan secara nyata bakteri yang bermanfaat yaitu

bifidobakteria (Silva, 1996). Dengan demikian inulin dapat dikatakan sebagai

komponen fungsional.

Sifat fungsional inulin sebagai serat makanan dapat larut (soluble dietary

fiber) sangat bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan tubuh (Sardesai, 2003).

Inulin dapat larut dalam air namun tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam

sistem pencernaan mamalia sehingga mencapai usus besar tanpa mengalami

perubahan struktur. Di dalam usus besar inulin difermentasi oleh bakteri-bakteri

(15)

kesehatan inangnya. Oleh karena itu inulin dapat dikelompokkan sebagai

komponen prebiotik.

Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dengan gugus terminal

glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(21)

glikosidik. Inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu

unit fruktosa. Molekul yang lebih kecil dari inulin disebut fruktooligosakarida,

yang mengandung 2 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa. Semakin banyak

molekul fruktosa yang dimiliki inulin, semakin tinggi Berat Molekul (BM) inulin

tersebut. Struktur inulin dapat dilihat pada gambar 1.

Molekul fruktosa dan glukosa memiliki gugus hidroksil (OH). Sifat gugus

hidroksil adalah polar (Anonim, 2001). Senyawa yang bersifat higroskopis

(mudah menarik molekul air dari kelembaban udara), semakin tinggi kadar

senyawa yang bersifat higroskopis tersebut, semakin banyak kadar air yang ikut

bercampur (Putro dkk, 2010). Gugus hidroksil tersebut akan membentuk ikatan

hidrogen dengan molekul air (Gamma et.al, 1990).

Gambar 1. Struktur inulin

(16)

Adapun karakteristik fisiko-kimia dari chicory inulin dapat dilihat pada

tabel dibawah ini (Franck, 2002).

Tabel 1. Karakteristik fisiko-kimia chicory inulin

No Keterangan Inulin Standar High-Performance Inulin 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Struktur kimia

Rata-rata derajat polimerisasi

Kadar bahan kering

Kandungan inulin

pH (10% b/b)

Kadar logam (ppm b.k)

Penampakan

Rasa

Kemanisan (vs sukrosa =100%)

Kelarutan dalam air (25oC (g/L))

Viskositas dalam air (5%) pada

suhu 10oC (mPa.s)

Fungsi pada makanan

GFn (2≤n≤60)

12 ≥ 95

92 5-7 < 0,2 Bubuk putih Netral 10% 120 1,6 Substitusi lemak

GFn (10≤n≤60)

25 ≥ 95 ≥ 99,5

5-7 < 0,2 Bubuk putih Netral - 25 2,4 Substitusi lemak

Sumber : Franck (2002)

B. Ekstraksi dan Presipitasi Inulin

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan

atau cairan dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi padat cair, satu atau beberapa

komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut.

(17)

suhu, semakin kecil viskositas fasa cair dan semakin besar kelarutan ekstrak

dalam pelarut (Bernasconi dkk, 1995).

Menurut Suyitno, dkk (1989), ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai

cara, tetapi umumnya dengan menggunakan pelarut. Prinsip ekstraksi dengan

pelarut berdasarkan kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam

campuran. Pada ekstraksi tersebut terjadi pemisahan antara komponen yang

mempunyai kelarutan lebih kecil dalam pelarut yang digunakan. Produk utama

dalam proses ekstraksi adalah ekstraknya, yaitu pelarut dengan komponen yang

larut.

Prinsip kerja ekstraksi yaitu mengambil salah satu komponen dari partikel

padat atau cair dengan jalan menembahkan zat pelarut tertentu yang dapat

melarutkan komposisi tersebut (Geankoplis, 1997).

Menurut Ranggana (1975), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

proses ekstraksi adalah :

1. Jenis pelarut yang digunakan

Pemilihan pelarut berdasarkan : selektivitas, kelarutan, kemampuan

tidak saling bercampur, kerapatan, reaktifitas, titik didih dan harganya murah

(Bernasconi dkk, 1995).

2. Perbandingan pelarut

Dengan bertambahnya pelarut, akan bertambah kontinyu pula laju

penguapan pelarut, hal ini menyebabkan proses singgungan antara pelarut

dengan contoh sempurna, sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak. Tetapi

(18)

3. Waktu ekstraksi

Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin sempurna terjadinya

singgungan antara pelarut dengan bahan ekstraksi sehingga diperoleh hasil

ekstraksi yang semakin banyak.

4. Suhu pelarut

Kelarutan suatu solut yang diekstraksi akan bertambah dengan

bertambah tingginya suhu. Namun demikian di pihak lain harus diperhatikan

apakah suhu tinggi tidak merusak proses. Suhu ekstraksi yang melebihi titik

didih pelarut mengakibatkan menurunnya volume pelarut sehingga proses

menjadi kurang efisien.

5. Ukuran partikel / butiran

Semakin kecil ukuran butiran, semakin luas singgungan antara bahan

ekstraksi dengan pelarut, sehingga hasil ekstraksi yang diperoleh semakin

banyak.

Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut,

terjadi kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga pada bidang antar muka

bahan ekstraksi terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi

yang telah tercampur menyebabkan pelarut menembus kapiler-kapiler dalam

bahan padat dapat melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang

tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi

kesetimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dengan larutan di luar bahan

(19)

Pengendapan (presipitasi) adalah suatu proses pemisahan diri suatu fase

padat keluar dari larutan, endapannya mungkin berupa kristal atau koloid dan

dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan (sentrifugasi)

(Vogel, 1985).

Prinsip presipitasi adalah jika larutan sudah terlalu jenuh dengan zat yang

bersangkutan, maka endapan akan terbentuk (Vogel, 1985). Menurut Inayati

(2007), massa partikel-partikel zat terlarut yang mengendap semakin tinggi seiring

dengan tingginya Berat Molekul (BM) yang dimiliki zat terlarut tersebut. Menurut

Syabatini (2007), apabila suatu senyawa nonelektrolit terlarut di dalam pelarut,

sifat-sifat pelarut murni berubah dengan adanya zat terlarut. Sifat-sifat fisika

seperti titik didih, titik beku, tekanan uap berbeda dengan pelarut murni. Adanya

perubahan ini tergantung dari jumlah partikel-partikel pelarut yang terdapat di

dalam larutan. Semakin berat larutan, semakin rendah titik beku, semakin tinggi

titik didih.

Proses presipitasi mula-mula akan terjadi pembentukan presipitat atau

partikel yang melayang-layang dalam larutan dan dapat mengendap dalam waktu

lama. Presipitat tersebut akan saling tergabung membentuk agregat (partikel yang

lebih besar dari presipitat sebelum mengendap. Jika jumlah agregat terus

bertambah maka akan saling membentuk endapan yang kemudian turun

(20)

Menurut Anonime (2009) keberhasilan proses pengendapan dipengaruhi

oleh beberapa faktor :

1. Temperatur

Semakin tinggi suhu, kelarutan semakin meningkat dan pembentukan endapan

semakin berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.

2. Sifat alami pelarut

Setiap pelarut mempunyai kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatu zat,

begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada

pelarut tertentu.

3. Pengaruh ion sejenis

Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang

mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.

4. Pengaruh pH

Kelarutan meningkat seiring dengan menaiknya pH.

5. Pengaruh hidrolisis

Kelarutan meningkat jika terjadi proses hidrolisis.

6. Pengaruh ion kompleks

Kelarutan garam yang tidak mudah larut semakin meningkat dengan adanya

pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut.

Inulin merupakan senyawa yang larut dalam air, dimana kelarutannya

tergantung pada suhu. Pada suhu 10 °C kelarutannya sekitar 6%, sedangkan suhu

90 °C kelarutannya 35% (Silva, 1996 dalam Toneli et.al., 2008). Menurut Kim

(21)

air, tetapi kelarutannya meningkat secara nyata sejalan dengan meningkatnya

suhu.

Berghofer et.al (1993), melaporkan bahwa larutan konsentrat inulin tanpa

pengadukan (40% dari berat) yang didinginkan dari 95 °C sampai 4 °C selama

lebih dari 30 jam, inulin akan mengendap atau mengkristal sebagai senyawa tak

berwarna/pucat yang dapat dipisahkan dengan penyaringan. Hebette et.al (1998)

melaporkan bahwa larutan konsentrat (30-45% dari berat) inulin didinginkan pada

1 °C/menit atau 0,25 °C/menit dari 96 °C menjadi 20 °C, bahan semikristalin

terbentuk dan tersuspensi dalam air.

Kim et.al (2001), melaporkan bahwa gel inulin akan terbentuk oleh

pemotongan atau pemanasan/pendinginan larutan inulin. Pemanasan larutan

inulin, dapat melarutkan inulin dan pendinginan menyebabkan inulin terlarut

mengalami presipitasi. Gel terbentuk pada proses pemanasan-pendinginan, rasio

gel yang terbentuk dari total volume dipengaruhi oleh suhu pemanasan,

konsentrasi inulin, pH dan penambahan pelarut.

Park et.al (2006), melakukan penelitian untuk memperoleh larutan

konsentrat inulin dengan ekstraksi menggunakan air panas dengan tekanan

rendah, selanjutnya melakukan presipitasi dengan pendinginan atau pembekuan.

Widowati dkk (2005), melakukan ekstraksi inulin dari umbi dahlia

menggunakan air panas suhu 80-90 °C, setelah dingin ditambah alkohol 30%

sebanyak 40% dari volume filtrat, selanjutnya dibekukan pada suhu (-10 °C)

selama 18 jam, disentrifugasi dan dipisahkan endapannya, selanjutnya endapan

(22)

Menurut Leite et.al (2004), kelarutan inulin rendah pada suhu rendah,

larutan ekstrak inulin mengalami fase pemisahan ketika didinginkan atau

dibekukan. Fase pengendapan paling pekat sebagai endapan yang menempel,

dengan konsentrasi inulin lebih tinggi.

C. Sumber-Sumber Inulin

Inulin dapat ditemukan di lebih dari 30.000 jenis tanaman (Leite et.al,

2004). Di luar negeri, inulin dapat diproduksi secara komersial dari umbi tanaman

chicory (Cichorium intybus L.). Selain chicory, beberapa tanaman yang

mengandung inulin dalam jumlah yang cukup tinggi antara lain : Elecampane

(Inula helenium), Dandelion (Taxacacum offocilale), Wild Yam (Dioscorea spp.),

Jerosalem artichokes (Heliantus tuberosus), Jicama (Phachirhizus intybus),

Burdock (Arctium lappa), Onion (Allium cepa), Garlic (Allium sativum), Agave

(Agave spp.), Yacon (Smallanthussanchifolius spp.) (Anonymousa, 2009).

Dioscorea spp., di Indonesia dikenal dengan nama Uwi (jenis Uwi-uwian),

merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, meskipun

sekarang sudah sulit dijumpai di pasaran. Penanaman Uwi masih cukup luas di

pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Menurut Anonimb

(2009), terdapat lebih dari 600 spesies dari genus Dioscorea spp., antara lain

Dioscorea hispida, Dioscorea esculenta, Discorea bulbifera, Dioscorea opposita,

Dioscorea villosa, Dioscoreaelephantipes,dan lain-lain (Anonimb, 2009).

Menurut penelitian pendahuluan jenis Dioscorea yang memiliki

(23)

uwi putih kulit kuning, gembolo. Keempat jenis tersebut yang akan digunakan

sebagai bahan baku dalam penelitian ini.

Gembili bentuknya bulat kecil lonjong, warna kulit coklat muda sedikit

berserabut, warna daging putih pucat, bertekstur empuk dan mempunyai banyak

lendir. Uwi kuning bentuknya bulat lonjong, warna kulit coklat, warna dagingnya

putih tulang dan bertekstur empuk. Uwi putih kulit kuning berbentuk bulat

lonjong, warna kulit kuning kecoklatan, warna dagingnya putih agak keras dan

banyak getahnya. Sedangkan Gembolo bentuknya bulat lonjong besar, warna kulit

coklat berserabut, warna daging putih dan teksturnya agak keras dan bergetah

banyak.

Dibawah ini merupakan gambar contoh jenis-jenis Dioscoreaspp.

Gambar 2. Gembili Gambar 3. Uwi kuning

Gambar 4. Uwi putih kulit kuning

Gambar 5. Gembolo

Gambar 6. Uwi putih kulit coklat

Formatted: Swedish (Sweden)

Formatted: Swedish (Sweden)

(24)

D. Tahap-Tahap Ekstraksi dan Presipitasi Inulin

Menurut Toneli et.al (2008), tahap-tahap proses ekstraksi inulin adalah

sebagai berikut :

1. Tahap pertama adalah pencucian dengan air mengalir untuk menghilangkan

tanah dan kotoran-kotoran lain yang menempel pada umbi (Anonimf, 2007).

2. Pengirisan untuk memperkecil ukuran agar proses penggilingan lebih mudah

dilakukan.

3. Tahap ketiga adalah penggilingan. Penggilingan ini bertujuan untuk

memperkecil ukuran partikel zat terlarut sehingga luas singgungan antara zat

terlarut dengan pelarut semakin luas, maka larutan ekstrak yang diperoleh

akan semakin banyak (Ranggana, 1975).

4. Ekstraksi dengan menggunakan air panas suhu 70 – 80 °C selama 1 jam.

Menurut Widowati (2005), Pemanasan ini bertujuan untuk melarutkan inulin

yang terkandung dalam umbi.

5. Tahap selanjutnya adalah penyaringan untuk memisahkan antara filtrat yang

mengandung inulin dengan ampas umbi (Leite et.al, 2004).

6. Filtrat diuapkan pada suhu 70 °C dengan vacum evaporator tekanan 57,6 kPa

sampai kekentalan 24 °Brix.

7. Presipitasi (pengendapan) dengan pendinginan atau pembekuan. Menurut

Leite et.al (2004), larutan ekstrak inulin mengalami fase pemisahan ketika

didinginkan atau dibekukan.

(25)

Umbi Tanaman Chicory

Pencucian

Pengirisan dan Penggilingan

Ekstraksi dengan pemanasan Suhu 70 – 80 °C selama 1 jam

Penyaringan

Pemekatan dengan penguapan Suhu 70 °C sampai 24 °Brix

Presipitasi (pengendapan) Dengan pendinginan / pembekuan

Fase pemisahan

Cairan Endapan (inulin)

(26)

E. Analisis Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih

tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan

adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan untuk

membuktikan pilihan terbaik tersebut (Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan

kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan

tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Susanto dan Saneto,

1994).

Analisis keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan

antara aspek kualitas, aspek kuantitas dan aspek finansial (Susanto dan Saneto,

1994).

F. Analisis Kelayakan Finansial

Tujuan dari analisis finansial adalah untuk mengetahui laba rugi dalam

suatu perusahaan. Data yang diperoleh dari analisis mutu kemudian diuji dengan

analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan-perlakuan terhadap

produk yang dihasilkan. Data sekunder berupa harga-harga baik bahan baku

maupun produk yang dihasilkan. Analisis finansial yang dilakukan meliputi :

analisis nilai uang dengan metode Break Event Point (BEP), Net Present Value

(NPV), Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return (IRR) dan Payback

(27)

a. Break Event Point (BEP) ( Susanto dan Saneto, 1994)

Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu

yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya

nilai atau hasil penjualan, jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak

mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian (Susanto dan

Saneto, 1994). Perhitungan BEP dapat ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut :

1) Biaya titik impas

BEP (Rp) = FC 1 – ( Vc / P )

2) Presentase titik impas

BEP (%) = BEP (Rp) x 100 %

P

3) Kapasitas titik impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk

mencapai titik impas.

BEP (unit) = FC P – Vc

Keterangan :

FC : Biaya tetap

P : Pendapatan

(28)

b. Net Present Value (NPV) ( Susanto dan Saneto, 1994)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai investasi saat sekarang

dengan nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Suatu kegiatan

proyek dapat dipilih bila NPV > 0. NPV dapat ditunjukkan dengan persamaan

sebagai berikut :

n

NPV = ∑ Bt – Ct t - 1 (1 + i)’

Keterangan :

Bt : Penerimaan pada tahun t

Ct : Pengeluaran pada tahun t

t : 1, 2, 3, ...,n

n : Umur ekonomis proyek

i : Suku bunga bank

c. Payback Periode (PP) ( Susanto dan Saneto, 1994)

Payback Periode (PP) merupakan perhitungan jangka waktu yang

dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek, nilai tersebut

berupa presentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback Periode

tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek. Kriteria ini memberikan

nilai bahwa proyek yang akan dipilih jika mempunyai waktu Payback Periode

yang paling cepat. Rumus Payback Periode adalah sebagai berikut :

PP = I Ab Keterangan :

I : Jumlah modal

(29)

d. Internal Rate of Return (IRR) ( Susanto dan Saneto, 1994)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang

menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah

investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Dengan kata

lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV = 0. Bila nilai

IRR suatu proyek lebih besar dari suku bunga yang berlaku, maka proyek

dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR sebagai berikut :

IRR = i’ + NPV” x i” - i’ NPV’ - NPV”

Keterangan :

i’ : Tingkat suku bunga sekarang

i” : Tingkat suku bunga yang akan datang

NPV’ : NPV positif hasil percobaan nilai

NPV” : NPV negatif hasil percobaan nilai

e. Gross Benefit Cross Ratio

Gross Benefit Cross Ratio adalah merupakan perbandingan antara

penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present valuekan (dirupiahkan

sekarang). Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila

Gross B/C > 1, bila proyek memiliki Gross B/C = 1 tidak akan dipilih.

n

∑ Bt t - 1 (1 + i)’

Gross B/C = n

(30)

Keterangan :

Bt : Penerimaan pada tahun ke-t

Ct : Biaya pada tahun ke-t

n : Umur ekonomis proyek

i : Suku bunga bank

G. Landasan Teori

Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dengan gugus terminal

glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(21)

glikosidik. Inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu

unit fruktosa. Molekul yang lebih kecil dari inulin disebut fruktooligosakarida,

yang mengandung 2 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa.

Beberapa tanaman yang mengandung inulin dalam jumlah yang cukup

tinggi antara lain Chicory (Cichorium intybus L.), Elecampane (Inula helenium),

Dandelion (Taxacacum offocilale), Wild Yam (Dioscorea spp.), Jerosalem

artichokes (Heliantus tuberosus), Jicama (Phachirhizus intybus), Burdock

(Arctium lappa), Onion (Allium cepa), Garlic (Allium sativum), Agave (Agave

spp.), Yacon (Smallanthussanchifolius spp.) (Anonymousa, 2009).

Dioscorea spp., di Indonesia dikenal dengan nama Uwi (jenis Uwi-uwian),

merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, meskipun

sekarang sudah sulit dijumpai di pasaran. Penanaman Uwi masih cukup luas di

pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Menurut Anonimb

(2009), terdapat lebih dari 600 spesies dari genus Dioscorea spp., antara lain

(31)

Dioscorea opposita, Dioscorea villosa, Dioscorea elephantipes, dan lain-lain

(Anonimb, 2009).

Selama ini, Dioscorea spp. (uwi-uwian) hanya dimanfaatkan sebagai

makanan rebus yang dikonsumsi masyarakat pedesaan. Hanya beberapa jenis

seperti gadung yang sudah diolah lebih lanjut menjadi keripik.

Penelitian Rogge (2005); Bosscher dan Ghent (2005); Toneli et.al. (2008),

melakukan ekstraksi inulin dari umbi chicory menggunakan air panas, selanjutnya

didinginkan atau dibekukan, disentrifugasi, filtrasi dan pengeringan untuk

menghasilkan inulin bubuk. Sedangkan Widowati dkk. (2005), melakukan

ekstraksi inulin dari umbi dahlia (Dahlia pinnata) menggunakan air panas, yang

diikuti dengan penambahan alkohol 30% sebanyak 40% dari total berat.

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan

atau cairan dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi padat cair, satu atau beberapa

komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut.

Dalam ekstraksi, suhu sering kali memegang peranan penting. Semakin tinggi

suhu, semakin kecil viskositas fasa cair dan semakin besar kelarutan ekstrak

dalam pelarut (Bernasconi dkk, 1990). Penelitian Toneli et.al (2008) ekstraksi

inulin menggunakan suhu ekstraksi 80 oC selama 1 jam. Sedangkan penelitian

Widowati, dkk (2005) suhu ekstraksi untuk ekstraksi inulin adalah 80-90 oC.

Pengendapan (presipitasi) adalah suatu proses pemisahan diri suatu fase

padat keluar dari larutan, endapannya mungkin berupa kristal atau koloid dan

dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan (sentrifugasi)

(32)

optimum dari umbi tanaman chicory adalah suhu -15 oC. Widowati, dkk (2005)

menggunakan suhu presipitasi -10 °C. Sedangkan Leite et.al (2004) suhu

presipitasi (pengendapan) yang paling optimum adalah -24 oC.

Prinsip kerja ekstraksi yaitu mengambil salah satu komponen dari partikel

padat atau cair dengan jalan menambahkan zat pelarut tertentu yang dapat

melarutkan komposisi tersebut (Geankoplis, 1997). Prinsip presipitasi adalah jika

larutan sudah terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan, maka endapan akan

terbentuk (Vogel, 1985). Menurut Inayati (2007), massa partikel-partikel zat

terlarut yang mengendap semakin tinggi seiring dengan tingginya Berat Molekul

(BM) yang dimiliki zat terlarut tersebut. Menurut Syabatini (2007), apabila suatu

senyawa nonelektrolit terlarut di dalam pelarut, sifat-sifat pelarut murni berubah

dengan adanya zat terlarut. Adanya perubahan ini tergantung dari jumlah

partikel-partikel pelarut yang terdapat di dalam larutan. Makin berat larutan, makin rendah

titik beku, makin tinggi titik didih. Menurut Leite et.al (2004), larutan ekstrak

inulin mengalami fase pemisahan ketika didinginkan atau dibekukan. Konsentrasi

inulin pada saat pengendapan meningkat seiring dengan menurunnya temperatur

penyimpanan larutan inulin (Toneli et.al, 2008).

H. Hipotesis

Suhu presipitasi (pengendapan) dan jenis umbi uwi (Dioscorea spp)

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Analisa Pangan dan Mikrobiologi

Pangan FTI UPN Surabaya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus

2010.

B. Bahan

1. Bahan utama berupa 4 jenis umbi uwi (Dioscorea spp.) yang terdiri dari :

gembili yang berasal dari pasar asem (Surabaya), uwi putih yang berasal

dari pasar karangploso (Malang), uwi putih kulit kuning dan gembolo

yang berasal dari daerah Gunung Kawi.

2. Bahan untuk analisa yaitu : Sistein, H2SO4,karbazol, aquades, aquabides

dan inulin standar.

C. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

spektrofotometer 21D, sentrifuse, shaker waterbath, mixer, oven, timbangan

analitik, dan alat-alat gelas.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

(34)

dianalisa dengan ANOVA dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji

Duncan’t Multiple Range Test (DMRT 5%).

a. Faktor 1

Suhu presipitasi (°C), terdiri dari 4 level yaitu :

A1 = 0 °C

A2 = -10 °C

A3 = -20 °C

A4 = -30 °C

b. Faktor II

Umbi uwi (Dioscorea spp), terdiri dari 4 jenis yaitu :

B1 = Gembili

B2 = Uwi kuning

B3 = Uwi putih kulit kuning

B4 = Gembolo

Dari 2 faktor diatas di dapat 16 kombinasi

B A

B1 B2 B3 B4

A1 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4

A2 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4

A3 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4

A4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4

Keterangan :

A1B1 = Gembili dengan suhu presipitasi 0oC

A1B2 = Uwi kuning dengan suhu presipitasi 0oC

(35)

A1B4 = Gembolo dengan suhu presipitasi 0oC

A2B1 = Gembili dengan suhu presipitasi -10oC

A2B2 = Uwi kuning dengan suhu presipitasi -10oC

A2B3 = Uwi putih kulit kuning dengan suhu presipitasi -10oC

A2B4 = Gembolo dengan suhu presipitasi -10oC

A3B1 = Gembili dengan suhu presipitasi -20oC

A3B2 = Uwi kuning dengan dan suhu presipitasi -20oC

A3B3 = Uwi putih kulit kuning dengan suhu presipitasi -20oC

A3B4 = Gembolo dengan dan suhu presipitasi -20oC

A1B1 = Gembili dengan suhu presipitasi -30oC

A2B2 = Uwi kuning dengan suhu presipitasi -30oC

A3B3 = Uwi putih kulit kuning dengan suhu presipitasi -30oC

A4B4 = Gembolo dengan suhu presipitasi -30oC

Variabel tetap :

1. Umbi uwi yang digunakan.

2. Ekstraksi dengan air panas suhu 90 °C.

3. Waktu ekstraksi 1 jam

4. Volume bahan : pelarut 1 : 20.

5. Kecepatan sentrifuse 1500 rpm.

6. Waktu sentrifugasi 15 menit.

Variabel berubah :

1. Empat jenis umbi uwi

(36)

Menurut Gasperz (1991), model matematika untuk percobaan faktorial

menggunakan rancangan dasar RAL (Rancangan Acak Lengkap) adalah :

Yij =

µ

+

ά

i + βj +

(

άβ

)

ij +

ε

ij i = 1, 2, 3, 4, 5, 6,.………

j = 1, 2, 3, 4, 5, 6,…...

k = 1, 2, 3, 4, 5,...

Dimana :

Yijk : Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang

memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A

dan taraf ke-j dari faktor B).

μ : Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya)

αi : Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A

βj : Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B

(αβ)i : Pengaruh interaktif taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j

dari faktor B

c. Parameter yang diamati

1. Bahan Baku

a) Kadar inulin dengan spektrofotometer (Widowati dkk, 2005).

b) Kadar air (Sudarmadji, 1989).

2. Inulin yang dihasilkan

a) Rendemen (Widowati dkk, 2005).

b) Kadar air (Sudarmadji, 1989).

c) Daya serap air (Widowati dkk, 2005).

(37)

E. Prosedur Penelitian

Proses ekstraksi inulin dari lima varietas umbi Dioscorea sebagai berikut :

1. Umbi gembili, uwi kuning, uwi putih kulit kuning, dan gembolo dikupas

dan dicuci bersih.

2. Ditimbang.

3. Umbi uwi dipotong kecil-kecil kemudian dihancurkan dengan cara

diblender dengan perbandingan 1 : 20 (bahan : air).

4. Bubur umbi uwi diekstraksi menggunakan air panas suhu 90 °C.

5. Ekstrak disaring dengan kain saring sehingga didapatkan filtratnya (larutan

ekstrak inulin).

6. Larutan ekstrak inulin dipresipitasi pada empat level suhu yaitu : 0 °C,

-10°C, -20 °C dan -30 °C untuk dicari suhu optimumnya.

7. Konsentrat yang telah beku dicairkan pada suhu kamar.

8. Konsentrat disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit

sampai diperoleh endapan putih yang dapat dipisahkan.

9. Endapan putih tersebut merupakan crude inulin.

10.Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 60 °C selama 17 jam.

11.Inulin kering yang dihasilkan dianalisa kadar inulin, kadar air, rendemen,

(38)

Ekstraksi dengan air panas suhu 90 °C

Presipitasi selama 24 jam pada suhu 0 °C, -10 °C, -20 °C,-30 °C

Sentrifugasi

Kecepatan 1500 rpm 15 menit

Pemisahan Dikupas

Dicuci

Ditimbang

Diblender

Pengeringan dengan cabinet dryer 60°C 17 jam

Inulin kering Umbi uwiterdiri dari : gembili, uwi kuning, uwi putih kulit

kuning, dan gembolo

Pencairan pada suhu kamar

Penghancuran

Inulin bubuk

Penyaringan dengan kain saring

Bahan : Air 1 : 20

Analisa : Kadar inulin Kadar air

Rendemen

Daya serap uap air Kelarutan

cairan Endapan (inulin)

ampas filtrat

Formatted: Font: 10 pt, I ndonesian

Formatted: I ndonesian

Formatted: I ndonesian

Formatted: I ndonesian

Formatted: Finnish

Formatted: I ndonesian

Formatted: I ndonesian

[image:38.612.92.594.116.680.2]
(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku

dan analisa produk inulin yang dihasilkan. Analisa dilanjutkan dengan analisa

keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini

digunakan sebagai produk industri.

A. Analisa Bahan Baku.

Bahan baku umbi uwi sebelum diekstraksi dilakukan analisa proksimat

terlebih dahulu. Hasil analisa proksimat uwi meliputi kadar air dan kadar inulin

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air dan kadar inulin dari empat jenis umbi uwi Parameter

Bahan

Kadar Air (%) Kadar Inulin (%)

1. Gembili 2. Uwi kuning

3. Uwi putih kulit kuning 4. Gembolo

84,40 77,07 79,38 85,84

14,77 9,02 10,96 14,63

Pada tabel 2. dapat diketahui kadar air dan kadar inulin masing-masing

umbi. Berdasarkan hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar air umbi berkisar antara

77,065% - 85,840% dan kadar inulin antara 9,02% - 14,77%. Menurut Widowati

(2005), perbedaan jenis umbi berpengaruh terhadap kadar inulin serta

(40)

B. Hasil Analisis Inulin Dari Empat Jenis Umbi Uwi

1. Rendemen

Berdasarkan hasil analisis ragam rendemen (Lampiran 2) menunjukkan

bahwa terdapat interaksi nyata (p≤0,05) antara jenis uwi dan suhu presipitasi

[image:40.612.117.454.262.509.2]

terhadap rendemen inulin yang dihasilkan.

Tabel 3. Nilai rata-rata rendemen inulin bubuk dari empat jenis uwi Jenis Uwi Suhu

Presipitasi

Rendemen

(%) DMRT 5% Notasi

1. Gembili  Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

8,6520 9,0364 21,0611 8,8778 1,7750 1,7959 1,8117 1,7855 e e h e 2. Uwi kuning  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

3,1593 6,0970 1,9528 4,7404 1,6912 1,7488 1,7986 1,7279 bc cd ab c

3. Uwi putih

kulit kuning 

Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

0,5240 12,2714 21,0366 2,4328 - 1,7986 1,8090 1,6493 a f h b 4. Gembolo  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

6,5790 15,4134 14,1922 15,3132 1,7645 1,8064 1,8012 1,8038 d g g g Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata.

Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen inulin bubuk

dari beberapa jenis dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara 0,5240%

- 21,0611%. Rendemen tertinggi diperoleh dari jenis gembili dengan suhu

presipitasi -20oC, sedangkan rendemen terendah dimiliki oleh uwi putih kulit

(41)

Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap rendemen

inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

0 5 10 15 20 25

B1 B2 B3 B4 Jenis Uwi

R

e

n

d

em

en

(%

)

[image:41.612.160.405.176.331.2]

0oC -10oC -20oC -30oC

Gambar 9. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap rendemen inulin bubuk.

Keterangan gambar 9 : B1 : Gembili

B2 : Uwi kuning

B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo

Pada Gambar 9. dapat diketahui bahwa suhu optimum yang dapat

manghasilkan rendemen inulin tertinggi untuk jenis gembili dan uwi putih

kulit kuning adalah -20oC, sedangkan suhu optimum untuk uwi kuning dan

gembolo adalah -10oC. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku

dan inulin yang dihasilkan dari masing-masing uwi memiliki jumlah molekul

fruktosa yang berbeda-beda, semakin banyak gugus fruktosa, semakin panjang

ikatan rantai glikosidik dan semakin tinggi berat molekulnya, sehingga inulin

dapat terendapkan secara optimum pada masing-masing suhu sesuai berat

molekulnya. Menurut Widowati (2005), perbedaan jenis umbi berpengaruh

(42)

inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu unit

fruktosa. Menurut Inayati (2007), massa partikel-partikel zat terlarut yang

mengendap semakin tinggi seiring dengan tingginya Berat Molekul (BM)

yang dimiliki zat terlarut tersebut.

2. Kadar Inulin

Berdasarkan hasil analisis ragam kadar inulin (Lampiran 3)

menunjukkan bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis

[image:42.612.117.448.334.579.2]

uwi dengan suhu presipitasi.

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar inulin bubuk dari empat jenis uwi Jenis Uwi Suhu

Presipitasi

Kadar Inulin

(%) DMRT 5% Notasi

1. Gembili  Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

76,5 67,75 80,5 75 6,2021 6,0582 6,2200 6,1931 cd bc d cd 2. Uwi kuning  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

67 66 69,75 67,5 5,8066 5,6628 6,1302 6,0043 bc b bc bc

3. Uwi putih

kulit kuning 

Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

56 77 71,5 70,75 - 6,2111 6,1751 6,1661 a cd bc bc 4. Gembolo  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

68 72,5 67,25 61 6,0942 6,1841 5,9324 5,3931 bc c bc ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata.

Tabel 4. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar inulin bubuk inulin

dari beberapa varietas dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara 56%

(43)

Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap kadar inulin

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

D1 D2 D3 D4

Jenis Uwi

K

a

da

r I

nul

in

(

%

)

[image:43.612.163.411.179.324.2]

0oC -10oC -20oC -30oC

Gambar 10. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap kadar inulin bubuk.

Keterangan gambar 10 : B1 : Gembili

B2 : Uwi kuning

B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo

Pada Gambar 10. dapat diketahui Kadar inulin tertinggi dimiliki oleh

jenis gembili dengan suhu presipitasi -20oC. Sesuai dengan data yang

diperoleh, inulin dengan rendemen tertinggi juga mempunya kadar inulin

tertinggi. Hal ini diduga disebabkan karena inulin tersebut memiliki gugus

fruktosa paling banyak. Semakin banyak gugus fruktosa, semakin panjang

rantai glikosidiknya, semakin tinggi juga berat molekulnya sehingga inulin

dapat mengendap secara optimal pada saat presipitasi (pengendapan). Menurut

Anonimous (2009) inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai

(44)

zat terlarut yang mengendap semakin tinggi seiring dengan tingginya Berat

Molekul (BM) yang dimiliki zat terlarut tersebut.

3. Daya Serap Uap Air

Berdasarkan hasil analisis ragam daya serap uap air (Lampiran 4)

menunjukkan bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis

[image:44.612.116.448.306.556.2]

dengan suhu presipitasi.

Tabel 5. Nilai rata-rata daya serap uap air bubuk inulin dari beberapa jenis uwi

Jenis Uwi Suhu Presipitasi

Daya Serap Uap Air

(%)

DMRT 5% Notasi

1. Gembili  Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

10,4890 6,8779 16,2978 8,4226 2,5053 2,3143 2,5421 2,4539 bc ab d b 2. Uwi kuning  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

8,8705 8,0376 14,9441 9,5240 2,4759 2,3731 2,5384 2,4906 b ab d bc

3. Uwi putih

kulit kuning 

Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

13,5730 11,2165 8,3813 14,1507 2,5310 2,5200 2,4245 2,5347 cd c b d 4. Gembolo  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

12,6727 12,3872 5,8533 6,3695 2,5274 2,5237 - 2,2041 cd cd a ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata.

Tabel 5. menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya serap uap air inulin

bubuk dari beberapa jenis dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara

(45)

dengan suhu presipitasi -20oC, sedangkan daya serap uap air terendah dimiliki

oleh gembolo pada suhu presipitasi -20oC.

Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terahadap daya serap

uap air inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11.

0 5 10 15 20

B1 B2 B3 B4

Jenis Uwi

D

a

y

a

S

e

ra

p

Ua

p

Ai

r (

%

[image:45.612.165.398.226.376.2]

0oC -10oC -20oC -30oC

Gambar 11. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap daya serap uap air inulin bubuk.

Keterangan gambar 11 : B1 : Gembili

B2 : Uwi kuning

B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo

Pada Gambar 11. dapat diketahui bahwa daya serap uap air tertinggi

dimiliki oleh gembili dengan suhu presipitasi -20oC. Hal ini diduga

disebabkan karena rendemen dan kadar inulinnya tertinggi, semakin tinggi

rendemen dan kadar inulin, semakin tinggi berat molekulnya, semakin banyak

pula gugus fruktosanya. Semakin banyak molekul fruktosa, semakin banyak

gugus hidroksilnya, semakin besar pula daya penyerapan airnya, karena gugus

(46)

dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu unit fruktosa.

Menurut Widowati (2005) Sejumlah air terdapat pada inulin hasil ekstraksi

karena inulin bersifat higroskopis (menyerap uap air). Sifat gugus hidroksil

adalah polar (Anonimous, 2001). Senyawa yang bersifat higroskopis (mudah

menarik molekul air dari kelembaban udara) (Putro dkk, 2010).

4. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis ragam kadar air (Lampiran 5) menunjukkan

bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis dengan suhu

[image:46.612.118.449.362.605.2]

presipitasi.

Tabel 6. Nilai rata-rata kadar air bubuk inulin dari beberapa jenis uwi Jenis Uwi Suhu

Presipitasi

Kadar Air

(%) DMRT 5% Notasi

1. Gembili  Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

12,5604 13,1908 13,4990 10,7317 3,4388 2,3143 2,5421 2,4539 bc c c bc 2. Uwi kuning  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

10,4807 10,3207 10,5541 9,3278 2,4759 2,3731 2,5384 2,4906 bc bc bc b

3. Uwi putih

kulit kuning 

Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

7,9536 8,5612 8,1064 12,7116 2,5310 2,5200 2,4245 2,5347 ab ab ab bc 4. Gembolo  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

8,8621 5,8825 9,0074 8,4763 2,5274 2,5237 - 2,2041 ab a ab ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata.

Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air inulin bubuk dari

(47)

13,4990%. Kadar air tertinggi dimiliki oleh gembili dengan suhu presipitasi

-20oC, sedangkan kadar air terendah dimiliki oleh gembolo pada suhu presipitasi

-10oC.

Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap kadar air

inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

D1 D2 D3 D4 Varietas Dioscorea spp.

K

a

da

r A

ir (

%

)

[image:47.612.159.413.248.400.2]

0oC -10oC -20oC -30oC

Gambar 12. Hubungan antara jenis uwi dengan suhu presipitasi terhadap kadar air inulin bubuk.

Keterangan gambar 12 : B1 : Gembili

B2 : Uwi kuning

B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo

Pada Gambar 12. dapat diketahui bahwa kadar air tertinggi dimiliki

oleh gembili dengan suhu presipitasi -20oC. Hal ini diduga disebabkan karena

rendemen dan kadar inulinnya tertinggi, semakin tinggi rendemen dan kadar

inulin, semakin tinggi berat molekulnya, semakin banyak pula gugus

fruktosanya. Semakin banyak molekul fruktosa, semakin banyak gugus

(48)

penyerapan airnya, sehingga kadar air yang terikat dalam inulin juga semakin

besar. Menurut Anonimous (2009) inulin dari tanaman biasanya mengandung

20 sampai beberapa ribu unit fruktosa. Menurut Widowati (2005) Sejumlah air

terdapat pada inulin hasil ekstraksi karena inulin bersifat higroskopis

(menyerap uap air). Senyawa yang bersifat higroskopis (mudah menarik

molekul air dari kelembaban udara), semakin tinggi kadar senyawa yang

bersifat higroskopis tersebut, semakin banyak kadar air yang ikut bercampur

(Putro dkk, 2010).

5. Kelarutan

Berdasarkan hasil analisis ragam kelarutan (Lampiran 6) menunjukkan

bahwa terjadi interaksi nyata (p≤0,05) antara perbedaan jenis uwi dengan suhu

[image:48.612.116.449.432.678.2]

presipitasi.

Tabel 7. Nilai rata-rata kelarutan bubuk inulin dari empat jenis umbi uwi Jenis Uwi Suhu

Presipitasi

Kelarutan

(%) DMRT 5% Notasi

1. Gembili  Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

99,1413 99,2649 99,4950 99,0919 0,2604 0,2653 0,2657 0,2565 bc cd d bc 2. Uwi kuning  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

99,1724 98,8980 99,0406 97,8429 0,2619 0,2304 0,2481 - c b bc a

3. Uwi putih

kulit kuning 

Suhu 0oC  Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

99,2134 99,1785 99,1795 99,1029 0,2642 0,2634 0,2638 0,2588 c c c bc 4. Gembolo  Suhu 0oC

 Suhu -10oC  Suhu -20oC  Suhu -30oC

(49)

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.

Tabel 7. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelarutan inulin bubuk dari

beberapa jenis uwi dengan perbedaan suhu presipitasi berkisar antara

97,8429% - 99,4950%. Kelarutan tertinggi dimiliki oleh gembili dengan suhu

presipitasi -20oC dan kelarutan terendah dimiliki oleh uwi kuning dengan suhu

presipitasi -30oC .

Hubungan antara jenis uwi dan suhu presipitasi terhadap daya serap

uap air inulin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13.

97,0000 97,5000 98,0000 98,5000 99,0000 99,5000 100,0000

B1 B2 B3 B4 Varietas Dioscorea spp.

Kel

a

ru

ta

n

(

%

)

[image:49.612.155.403.333.498.2]

0oC -10oC -20oC -30oC

Gambar 13. Hubungan antara varietas uwi dengan suhu presipitasi terhadap kelarutan inulin bubuk.

Keterangan gambar 13 : B1 : Gembili

B2 : Uwi kuning

B3 : Uwi putih kulit kuning B4 : Gembolo

Pada Gambar 13. dapat diketahui bahwa kelarutan inulin tertinggi

(50)

diduga disebabkan karena rendemen dan kadar inulinnya tertinggi, semakin

tinggi rendemen dan kadar inulin, semakin tinggi berat molekulnya, semakin

banyak pula molekul fruktosanya. Semakin banyak molekul fruktosa, semakin

banyak gugus hidroksil yang bersifat polar, media pelarut (air) juga bersifat

polar, sehingga inulin yang bersifat polar akan larut dalam air yang sama-sama

bersifat polar juga. Menurut Anonimous (2009) inulin dari tanaman biasanya

mengandung 20 sampai beberapa ribu unit fruktosa. Menurut Anonimous

(2001) Sifat gugus hidroksil adalah polar. Menurut Suryani (2008) Air

menempel pada sesamanya (kohesi) karena air bersifat polar. Menurut Gaman

et.al (1990) Glukosa dan fruktosa tersebut mempunyai gugus hidroksil yang

akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.

5. Analisis Finansial

1. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi direncanakan tiap satu minggu dua kali memerlukan

bahan baku umbi gembili 672 g , liter aquadest, dan 1.176 pengemas plastik.

Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan inulin bubuk sebanyak

6.048 g atau 6.048 bungkus per tahun dengan 1 bungkus = 1 gr. Data kapasitas

produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu

usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya-biaya

(51)

produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu, sedangkan

biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat

produksi yang dihasilkan.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri inulin dari umbi gembili

adalah sebagai berikut :

Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

= Rp. 29.358.476 + Rp. 173.413.994

= Rp. 202.772.470,-

Perincian total biaya produksi tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 9.

3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun,

maka dapat diketahui harga pokok tiap 1 gr/bungkus

Harga Pokok =

per tahun produksi

Kapasitas

produksi biaya

Total

= 202.772.470

6.048

= 33.527,19 ≈Rp. 33.527,-

4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain

dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan

yang ingin dicapai 50% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga pokok

Harga Jual = harga pokok + keuntungan 30% + pajak 10%

= 33.527 + 10.058 + 3.352,7

(52)

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi

tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan

besarnya nilai atau hasil penjualan, jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak

mendapat keuntungan juga tidak mengalami kerugian.

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 12. diperoleh BEP dekstrin

pati suweg sebagai berikut :

- BEP (biaya titik impas) = Rp. 75.432.878,-

- % BEP (% titik impas) = 26,57 %

- Kapasitas titik impas = 1.607 kemasan/tahun

Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk

mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi inulin dari urbi gembili mencapai

keadaan impas jika produksinya sebesar 1.607 kemasan/tahun, dengan kapasitas

normal sebanyak 1.607 g/tahun, hal ini berarti produksi dekstrin pati suweg secara

enzimatis memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik

impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 26,57% dari total

produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 15.

6. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang

dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat

dipilih jika NPV > 0

Berdasarkan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 12. tentang

(53)

demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar

dari nol.

7. Payback Period (PP)

Payback Period adalah perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan

untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Payback Periode tersebut

harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek. Kriteria ini memberikan nilai bahwa

proyek akan dipilih jika mempunyai waktu Payback Periode yang paling cepat.

Berdasarkan perhitungan yang terdapat di Lampiran 11. diperoleh nilai

Payback Periode (PP) sebesar 1,81 tahun. Umur ekonomis proyek yang

direncanakan selama 5 tahun. Hal ini berarti investasi pada proyek ini dapat

diterima karena nilai Payback Periode (PP) lebih kecil daripada umur ekonomis.

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah merupakan perbandingan

antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang.

Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Gross B/C >

1, bila proyek memiliki Gross B/C = 1 tidak akan dipilih.

Berdasarkan Lampiran 12. diperoleh nila Gross B/C sebesar 1,4 berarti

proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

9. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang

menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah

(54)

nilai discount rate I yang membuat nilai NPV di proyek = 0. Bila nilai IRR suatu

proyek lebih besar dari suku bunga yang berlaku maka proyek dinyatakan layak

untuk dilaksanakan.

Berdasarkan Lampiran 14. diperoleh IRR sebesar 25,5%. Berarti proyek ini

dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Jenis Dioscoreaspp. yang paling potensial sebagai sumber inulin berdasarkan

rendemen dan karakteristik inulin yang dihasilkan adalah gembili dengan suhu

presipitasi -20 oC.

2. Suhu optimum Dioscorea spp. lain yang dapat manghasilkan rendemen inulin

tertinggi untuk jenis uwi putih kulit kuning adalah -20oC, sedangkan suhu

optimum untuk uwi kuning dan gembolo adalah -10oC

3. Hasil analisis finansial menyimpulkan bahwa perusahaan inulin dengan bahan

baku Dioscorea esculenta (gembili) dengan suhu presipitasi -20 oC layak

diproduksi karena gross B/C lebih besar dari satu, yaitu 1,4 dan NPV lebih

besar dari nol, yaitu Rp. 242.599.416. IRR sebesar 25,5% lebih besar dari

tingkat suku bunga bank. Dalam proyek ini pertahunnya mendapat nilai

keuntungan bersih sebesar Rp. 52.731.336 dengan nilai BEP Rp. 75.432.878

atau 26,57% dengan kapasitas titik impas 1.607 kemasan/tahun. Perusahaan

ini melakukan pengembalian modal dalam jangka waktu sekitar 1,81 tahun.

B. Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengujian potensi (secara in

Gambar

Tabel 1. Karakteristik fisiko-kimia chicory inulin No Keterangan Inulin Standar
Gambar 2. Gembili
Gambar 7. Diagram alir proses ekstraksi inulin dari umbi tanaman  Chicory (Cichorium intybus L.) (Toneli et.al, 2008)
Gambar 8. Proses produksi inulin dari beberapa varietas Dioscorea spp..
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dijelaskan bahwa motivasi ibu pasca melahirkan dalam penggunaan IUD pasca melahirkan di ruang bersalin BRSU Wangaya

Hasil penelitian ini menemukan bahwa kelayakan isi materi LKS Ekonomi kelas X semester genap di SMA Negeri Kota Semarang dilihat dari materi pokok menunjukkan

a) Apabila message digest pada pesan yang telah ditandatangani berbeda dengan message digest pada pesan yang semula maka pesan tersebut tidak asli atau sudah

judul : “HUBUNGAN KEMAMPUAN SISWA MEMBUAT PETA KONSEP DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA PADA MATERI SISTEM SARAF”. Rumusan

Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa teknik pembelajaran deadline (tenggat waktu) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kemampuan

disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

Parameter hasil tanaman mentimun yaitu rata-rata bobot buah dipengaruhi oleh faktor tunggal pemberian dosis pupuk organik kascing dan konsentrasi hormon giberelin, dimana

Hal ini diduga pemberian pupuk organik kompos kotoran ayam 5 ton/ha (3,0 kg/petak) merupakan jenis dan takaran yang ideal dan tepat dalam menunjang pertumbuhan,