• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN

TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT

SKRIPSI

Oleh

Komang Sri Adiari NIM. 1009005059

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN

TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

Komang Sri Adiari NIM. 1009005059

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami

berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat

diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Ditetapkan di Denpasar, tanggal:

Panitia Penguji:

Prof. Dr. drh. I.B.K. Ardana, M.Kes

Ketua

Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, MS

Anggota

drh. I Wayan Gorda, M.Kes

Anggota

drh. A.A. Sagung Kendran, M.Kes

Anggota drh. I G.A. Gde Putra Pemayun, MP

(4)

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN

TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

Komang Sri Adiari NIM. 1009005059

Menyetujui/Mengesahkan:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. drh. I.B.K. Ardana, M.Kes drh. I G.A. Gde Putra Pemayun, MP

NIP. 19591231 198702 1 006 NIP. 19610612 198903 1 004

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. Drh. I Nyoman Adi Suratma, MP

NIP. 19600305 198703 1 001

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Denpasar pada tanggal 23 Mei 1992, merupakan anak

kedua dari pasangan Drs. I Wayan Nugati dan Ni Made Karmiasih, SE.MM.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi XIII Kotaraja,

Kabupaten Jayapura, Propinsi Papua (1997-1998), kemudian melanjutkan ke SD

Negeri XIX Kotaraja (1998-2004), SMP Negeri 2 Jayapura (2004-2007), dan

SMA Negeri 1 Jayapura (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai

mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur

SNMPTN. Penulis juga aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Satwa

selama perkuliahan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan penulis

melaksanakan penelitian mengenai “Pemberian berbagai Dosis Premedikasi

Xilazin pada Anjing Lokal yang Dianestesi Ketamin secara Subkutan terhadap

(6)

ABSTRAK

Obat premedikasi dan anestesi yang biasanya digunakan bersama pada anjing adalah atropin, xilazin dan ketamin. Penggunaan xilazin dan ketamin selama ini dilakukan melalui intramuskuler atau intravena, sementara penggunaan secara subkutan masih jarang dilakukan. Penggunaan xilazin dan ketamin secara subkutan dapat dilakukan untuk memperoleh efek anestesi yang lebih panjang dari durasi anestesi yang dilakukan secara intramuskuler atau intravena. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian xilazin dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan terhadap gambaran leukosit anjing lokal guna melengkapi data mengenai efek penggunaannya.

Dalam penelitian ini dilakukan anestesi pada 24 ekor anjing lokal dan pengambilan sampel darah selama anestesi dengan selang waktu 20 menit sampai menit ke-100, kemudian dilakukan pemeriksaan total dan diferensial leukosit. Tiap perlakuan diberi dosis atropin dan ketamin yang seragam yaitu a=0,03 mg/kg (SC) dan k=10 mg/kg (IM pada kontrol/perlakuan 1, SC pada perlakuan 2, 3, 4). Xilazin diberikan dengan dosis 2 mg/kg pada kontrol (IM), 4 mg/kg pada perlakuan 2 (SC), 6 mg/kg pada perlakuan 3 (SC) dan 8 mg/kg pada perlakuan 4 (SC).

Hasil pemeriksaan sampel darah terhadap total leukosit menunjukkan adanya peningkatan rata-rata total leukosit dan fluktuasi pada hasil pemeriksaan diferensial leukosit, namun peningkatan masih berada pada rentang normal total dan diferensial leukosit anjing. Analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa dosis xilazin tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap total dan diferensial leukosit, namun waktu pemeriksaan sampel darah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total leukosit anjing lokal.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian beragam dosis xilazin dan ketamin yang diaplikasikan secara subkutan tidak berpengaruh nyata terhadap total dan diferensial leukosit anjing lokal, sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pelaksanaan anestesi pada anjing.

(7)

ABSTRACT

Premedication and anesthetic agents which usually used together for dogs were atropine, xylazine and ketamine. The use of xylazine and ketamine has been made through intramuscular or intravenous, while subcutaneous route still rarely used. The use of xylazine and ketamine subcutaneously can be done to obtain a longer anesthetic effect of the duration of anesthesia than were performed intramuscularly or intravenously. This study was conducted to determine the effect of various doses of xylazine with ketamine given subcutaneously on the local dogs’ leukocyte in order to complete the data regarding the effects of its use.

In this study, anesthesia performed on 24 local dogs and blood sampling was also carried out during anesthesia at intervals of 20 minutes to 100 minutes, and then conducted total and differential leukocyte count. Each treatment group was given same dose of atropine and ketamine which are a=0,03 mg/kg (SC) and k=10 mg/kg (IM in the control/treatment 1, SC in treatment 2, 3, 4). Xylazine given at a dose of 2 mg/kg in the control (IM), 4 mg/kg as treatment 2 (SC), 6 mg/kg as treatment 3 (SC) and 8 mg/kg as treatment 4 (SC).

The result of the examination of blood samples showed an increase in total leukocytes average and fluctuations on the results of the leukocyte differential, but the increase is still in the normal range of dog’s total and differential leukocyte. Data analysis showed that xylazine doses had no significant effect (P>0,05) on total and differential leukocyte, however time of examination of blood samples was highly significant (P<0,01) on total leukocyte of local dog.

This study shows that administration of various doses of xylazine and ketamine performed subcutaneously did not affect total and differential leukocyte of local dogs, so it can be used as an alternative in the implementation of anesthesia on dogs.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemberian berbagai Dosis Premedikasi Xilazin pada Anjing Lokal yang

Dianestesi Ketamin secara Subkutan terhadap Gambaran Leukosit”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari segala bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, MP selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. drh. Ida Bagus Komang Ardana, M.Kes selaku pembimbing I

dan drh. I Gusti Agung Gde Putra Pemayun, MP selaku pembimbing II

atas segala bimbingan, arahan, nasehat dan bantuan yang telah

diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. drh. A.A. Sagung Kendran, M.Kes, Prof. Dr. drh. Iwan Harjono

Utama, MS dan drh. I Wayan Gorda, M.Kes selaku dosen penguji

yang banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan

penulisan skripsi ini.

4. drh. Luh Dewi Anggreni yang telah mendampingi selama melakukan

penelitian di Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

5. Bapak, ibu dosen dan staf pegawai FKH UNUD yang tidak dapat

penulis sebutkan namanya satu persatu.

(9)

6. Ayah dan ibu, Drs. I Wayan Nugati dan Ni Made Karmiasih, SE.MM.,

kakak dan adik tersayang, dr. Made Mahendrasari dan Luh Putu

Novita Budiarti, serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang,

dukungan, bantuan moril dan materiil sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

7. Sahabat tercinta Vidia, Debo, Gung Ish, Sasa, Sathya, Ananta, Claudy,

Yaya, Eman, Andra, Mira, Sindhu, Ratna Bayu, Adrin, Nande,

Erwanti, Farhan, Andika, Devit, Ina, Santi, Iska, kak Arta, kak

Madhan, kak Indra, Gita dan Indah (FKH 2011) atas bantuan,

dukungan serta masukannya selama penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman angkatan 2010 atas semangat dan bantuannya

dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritik

yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 27 Oktober 2014

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP.……....………. i

ABSTRAK..……….. ii

ABSTRACT……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH……..……….. iv

DAFTAR ISI ……...……… vi

DAFTAR TABEL………. viii

DAFTAR GAMBAR……… ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 3

1.3 Tujuan Penelitian….……….. 3

1.4Manfaat Penelitian....………. 3

1.5Kerangka Konsep....……….. 3

1.6 Hipotesis……… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 5

2.1 Premedikasi………... 5

2.1.1 Atropin……….. 5

2.1.2 Xilazin………... 6

2.2Anestesi……..………... 7

2.2.1 Penggolongan anestesi……….. 7

2.2.2 Ketamin………. 9

2.3Monitoring Pasien……..………... 10

2.4Leukosit….….………... 10

BAB III MATERI DAN METODE……...………... 13

3.1Materi Penelitian…..…...………... 13

3.1.1 Hewan penelitian…….……….. 13

3.1.2 Bahan dan alat…….……….. 13

3.2Rancangan Penelitian….……… 13

3.3 Variabel Penelitian………. 14

3.4 Cara Pengumpulan Data……… 14

3.5 Prosedur Penelitian……… 14

3.5.1 Persiapan hewan penelitian………... 14

3.5.2 Pemeriksaan pre-anestesi………... 14

3.5.3 Pemberian premedikasi dan anestesi………. 15

3.5.4 Pengambilan sampel darah selama anestesi…………... 15

3.5.5 Penghitungan total dan diferensial leukosit……… 15

3.6Analisis Data……….. 17

3.7Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 17

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 18

4.1 Hasil dan Pembahasan……….. 18

4.2 Pengujian Hipotesis……….. 24

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………... 25

5.1Simpulan………... 25

5.2Saran………. 25

DAFTAR PUSTAKA……….. 26

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil pemeriksaan total leukosit……… 18

2. Sidik ragam pengaruh dosis dan waktu pemeriksaan terhadap total leukosit……...………. 19

3. Hasil uji Duncan pengaruh waktu pemeriksaan terhadap total leukosit……… 20

4. Hasil pemeriksaan neutrofil………... 21

5. Hasil pemeriksaan eosinofil………... 21

6. Hasil pemeriksaan basofil……….. 22

7. Hasil pemeriksaan limfosit………. 22

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam praktek ilmu kedokteran hewan, anestesi banyak digunakan dalam

penanganan medis yang membutuhkan tindakan operasi seperti bedah caesar,

ortopedik, tumor, sterilisasi, dan beragam jenis operasi lainnya. Pada penanganan

kasus bedah hewan seperti anjing, kucing dan lain-lain anestesi mutlak digunakan

untuk tujuan memudahkan pelaksanaan pembedahan. Penggunaan anestesi selalu

disertai dengan pemberian obat-obat premedikasi. Pemberian obat-obat

premedikasi akan mempengaruhi fase induksi, durasi dan pemulihan dari anestesi,

dengan tujuan untuk memperoleh induksi anestesi yang perlahan dan aman,

stadium anestesi yang lebih stabil, serta mengurangi zat aktif anestetikum

sehingga efek buruk secara farmakologis dan ekonomis dapat dikurangi (Sudisma

et al., 2006). Salah satu obat premedikasi yang banyak digunakan adalah xilazin.

Pemberian obat ini dapat dikombinasikan dengan atropin sebagai premedikasi dan

ketamin sebagai anestetikum.

Xilazin memiliki efek sedasi yang kuat, berperan dalam relaksasi otot dan

sebagai analgesia. Di samping keuntungan yang dimiliki oleh xilazin tersebut,

obat ini memiliki kelemahan yaitu menyebabkan muntah, tremor otot ringan dan

bradikardia (Dart, 1999). Sebagai premedikasi, atropin berfungsi menghambat

produksi saliva, menghambat sekresi bronkus, dilatasi pupil mata, meningkatkan

denyut jantung dan mengurangi motilitas gastrointestinal. Sementara ketamin

yang digunakan sebagai anestetikum memiliki efek klinik yang bervariasi yakni

(16)

2

analgesik, anestesi, halusinasi, neurotoksisitas, hipertensi arteri dan

bronkodilatasi. Untuk mengurangi efek buruk dari obat premedikasi dan anestesi,

selain dilakukan kombinasi dalam pemakaian obatnya juga perlu dilakukan

kontrol terhadap keadaan fisiologis anjing, baik sebelum induksi maupun saat

teranestesi dan pemulihan. Untuk status sel darah, khususnya sel darah putih

(leukosit), dilakukan pemeriksaan terhadap total dan diferensial leukosit untuk

identifikasi tingkat stress yang dialami pasien selama teranestesi.

Pemberian obat-obat premedikasi dan anestesi dapat diberikan secara

injeksi intramuskuler (IM), subkutan (SC), intravena (IV), inhalasi, topikal dan

oral. Pemberian obat secara inhalasi (gas) dinilai lebih aman dan dapat

memberikan anestesi yang lebih baik, namun anestesi secara inhalasi dengan

menggunakan gas memerlukan perangkat yang mahal, rumit dan kurang praktis

dibandingkan dengan pemberian obat secara injeksi (Sudisma et al., 2012),

dengan pertimbangan tersebut maka lebih efisien apabila obat diberikan secara

injeksi.

Injeksi secara subkutan tergolong aman dan mudah diaplikasikan karena

apabila obat diinjeksikan melalui subkutan akan terjadi penyerapan secara

perlahan-lahan dan efek kerja obat akan menjadi lebih lama. Meskipun demikian,

injeksi secara subkutan masih jarang diaplikasikan dalam praktek khususnya pada

anjing, hal ini dikarenakan kurang lengkapnya data hasil penelitian tentang efek

terhadap fisiologis anjing. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian terhadap

keadaan anjing selama masa anestesi dengan ketamin menggunakan premedikasi

(17)

3

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut: Apakah pemberian xilazin dengan berbagai dosis dan

ketamin yang diberikan secara subkutan berpengaruh terhadap total dan

diferensial leukosit anjing lokal selama masa anestesi?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian xilazin

dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan terhadap total dan diferensial

leukosit anjing lokal selama masa anestesi.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi apakah

pemberian xilazin dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan

berpengaruh terhadap total dan diferensial leukosit anjing lokal selama masa

anestesi sehingga dapat dipertimbangkan penggunaannya dalam praktek medis

veteriner.

1.5Kerangka Konsep

Pemberian obat-obat premedikasi dan anestesi akan berpengaruh pada

fisiologis anjing selama anestesi. Atropin, xilazin dan ketamin memberikan

pengaruh pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan gastrointestinal. Seperti yang

telah diketahui bahwa ketamin dapat menyebabkan hipersalivasi serta

meningkatkan denyut jantung, sementara xilazin dapat menyebabkan muntah serta

menurunkan frekuensi denyut jantung. Maka dari itu perlu diberikan atropin untuk

(18)

4

atropin akan menghambat produksi saliva, menghambat sekresi bronkus dan

mengurangi motilitas gastrointestinal. Kombinasi xilazin dan ketamin juga saling

melengkapi dimana apabila pemberian ketamin menyebabkan hipertonus dan

memberikan relaksasi otot yang buruk maka dengan pemberian xilazin akan

memberikan relaksasi otot yang baik (Pertiwi et al., 2004).

Penggunaan anestesi akan berefek pada hasil pemeriksaan hematologi

(Reagan et al., 2010). Demirkan et al. (2002) menyatakan bahwa terjadi

peningkatan total leukosit pada anjing yang dianestesi dengan kombinasi

ketamin-xilazin secara intravena. Total leukosit yang meningkat menandakan stres, yang

bisa terjadi karena adanya perlakuan tertentu yang dapat menimbulkan stres atau

karena handling yang kurang tepat (Taylor, 2000; Poitout-Belissent dan

McCartney, 2010; Khalaf et al., 2014). Data farmakologi menunjukkan

penggunaan atropin, xilazin dan ketamin akan memberikan kerja anestesi yang

baik sebagai analgesia dan obat penenang.

1.6Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep, dapat disusun hipotesis bahwa pemberian

xilazin dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan berpengaruh terhadap

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Premedikasi

Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan

menenangkan hewan untuk memudahkan penanganan (Boden, 2005). Tujuan dari

pemberian premedikasi yaitu (a) untuk menenangkan hewan sehingga

memudahkan penanganan, (b) untuk relaksasi otot sehingga terjadi immobilisasi

dan hiporefleksi, (c) untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), (d)

untuk memperoleh induksi anestesi yang perlahan dan aman, stadium anestesi

yang stabil dan pemulihan dari anestesi yang baik, dan (e) untuk mengurangi

dosis obat anestesi sehingga efek samping dapat dikurangi.

Obat-obat yang bersifat sedatif dan anxiolitik berperan besar dalam

meningkatkan kualitas anestesi dan pemulihan, serta meminimalisir efek samping

dari obat-obat anestesi yang tidak diinginkan (Lee, 2006a). Obat-obat premedikasi

yang umum diberikan untuk anjing adalah (a) tranquilliser seperti acepromazin,

diazepam, midazolam, xilazin dan medetomidin, (b) narkotik seperti morfin,

oksimorfon, meperidin dan (c) antikolinergik seperti atropin dan glikopirolat.

2.1.1 Atropin

Atropin merupakan agen antimuskarinik yang menghambat asetilkolin

atau stimulan kolinergik lain. Dengan dosis yang tinggi atropin dapat memblokir

reseptor nikotin. Penggunaan dengan dosis rendah atropin akan menghambat

produksi saliva, menghambat sekresi bronkus serta keringat. Pada dosis medium

atropin menyebabkan dilatasi pupil mata dan meningkatkan denyut jantung.

(20)

6

Penggunaan dosis tinggi akan mengurangi motilitas gastrointestinal dan saluran

urinaria, sedangkan untuk dosis yang sangat tinggi atropin akan menghambat

sekresi lambung (FKH IPB, 2012).

Atropin dapat diabsorbsi dengan baik apabila diberikan secara oral, injeksi

dan inhalasi. Jika atropin diberikan secara injeksi intravena, efek terhadap denyut

jantung akan tampak dalam 3 – 4 menit setelah pemberian, lalu akan diikuti dengan blokade kolinergik. Atropin terdistribusi dengan baik di dalam tubuh dan

melalui sistem saraf pusat, dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urin

(Plumb, 2008).

2.1.2 Xilazin

Xilazin sering digunakan pada anjing untuk tujuan sedasi dengan periode

analgesia yang lebih singkat, juga digunakan sebagai obat premedikasi sebelum

anestesi lokal atau anestesi umum. Xilazin memberikan relaksasi otot, dan pada

anjing obat ini dapat menyebabkan muntah. Xilazin juga menekan mekanisme

pengaturan suhu sehingga kemungkinan bisa menyebabkan hypothermia atau

hyperthermia, tergantung pada temperatur udara sekitar, berpengaruh terhadap

sistem kardiovaskuler yang meliputi tekanan darah, ritme jantung dan frekuensi

denyut jantung. Pada anjing xilazin dapat memberikan efek samping seperti

tremor otot, bradikardia dengan blokade A-V dan mengurangi frekuensi respirasi

(FKH IPB, 2012).

Mulai kerja xilazin yang diberikan pada anjing secara intramuskuler

(21)

7

pemulihan sempurna setelah pemberian xilazin pada anjing membutuhkan waktu

antara 2 – 4 jam (Plumb, 2008).

2.2Anestesi

Anestesi adalah suatu keadaan temporer dimana terjadinya relaksasi otot,

hilangnya rasa sakit dan hilangnya rasa terhadap rangsangan, tanpa atau disertai

dengan hilangnya kesadaran (Wikipedia, 2014). Pemberian anestesi bertujuan

untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit saat dilakukan tindakan

medis seperti operasi. Penggunaan anestesi juga dimaksudkan untuk

menenangkan hewan sehingga memudahkan dalam melakukan diagnosa,

transportasi bagi hewan liar dan eksotik, dan prosedur pengobatan. Di samping itu

anestesi dapat juga digunakan untuk menjalankan prosedur etanasi (Tranquilli et

al., 2007).

2.2.1 Penggolongan anestesi

Anestesi umumnya digolongkan berdasarkan cara penggunaan obatnya

dan berdasarkan luas pengaruh obat. Berdasarkan cara penggunaan obat anestesi

dibagi menjadi (a) anestesi inhalasi yaitu obat anestesi berupa gas/uap

diaplikasikan melalui respirasi dengan kombinasi oksigen; (b) anestesi injeksi

yaitu obat anestesi diberikan dengan cara injeksi/suntikan, bisa melalui IV, IM

dan SC; (c) anestesi oral atau rektal yaitu obat yang diberikan melalui saluran

pencernaan (gastrointestinal); dan (d) anestesi topikal yaitu anestesi yang

diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi lokal

(22)

8

Berdasarkan luas pengaruh obat anestesi dibagi menjadi:

 Anestesi lokal

Anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit terbatas pada

area yang diberikan obat yang mampu menghambat konduksi saraf perifer

tanpa mengakibatkan kerusakan pada saraf yang berkaitan. Anestesi lokal

bekerja dengan cara blokade saluran ion natrium saraf perifer sehingga

konduksi saraf terhambat dan respon terhadap stimulasi hilang secara lokal.

Anestesi lokal dilakukan dengan cara pemberian obat melalui permukaan

tubuh, subkutan dan infiltrasi. Anestesi ini tidak disertai dengan hilangnya

kesadaran;

 Anestesi regional

Anestesi regional adalah tindakan menghilangkan rasa sakit pada regio

tertentu dengan cara pemberian obat anestesi pada lokasi saraf yang

menginervasi regio tertentu sehingga terjadi hambatan konduksi impuls saraf

yang reversibel tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi regional

diberikan secara epidural, spinal dan paravertebral (Sudisma et al., 2006).

Anestesi epidural menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah pelvis,

ekor, abdominal dan kaki belakang;

 Anestesi umum

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa sakit dan refleks

otot di seluruh tubuh, disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat

sementara. Anestesi ini diberikan dengan cara inhalasi, injeksi, atau gabungan

(23)

9

memperoleh kondisi sedasi, analgesia, relaksasi dan tidak adanya refleks

sehingga memudahkan dalam melakukan diagnosa atau tindakan pembedahan.

2.2.2 Ketamin

Ketamin merupakan obat anestesi umum yang memiliki efek analgesik

yang kuat. Ketamin umumnya tidak menghilangkan refleks pinnal (telinga) dan

pedal (kaki), juga refleks terhadap cahaya, refleks kornea, laryng atau pharyng.

Efek ketamin terhadap sistem kardiovaskuler meliputi peningkatan output jantung,

denyut jantung, tekanan aorta dan arteri pulmoner. Menurut Stawicki (2007),

ketamin memiliki efek klinik yang bervariasi yakni analgesik, anestesi, halusinasi,

neurotoksisitas, hipertensi arteri dan bronkodilatasi.

Setelah diberikan secara injeksi intramuskuler ketamin akan dengan cepat

didistribusikan ke semua jaringan tubuh dan mengikat protein plasma sekitar 53%

pada anjing (Plumb, 2008). Obat ini kemudian dimetabolisme di hati dan

dieliminasi melalui urin.

2.3Monitoring Pasien

Monitoring terhadap pasien selama teranestesi sangat penting dilakukan

untuk mempertahankan kestabilan anestesi dan untuk mencegah gangguan fungsi

kardiovaskuler, respirasi dan sistem saraf pusat (Lee, 2006c). Monitoring

dilakukan terhadap kedalaman anestesi dan fungsi fisiologis pasien. Kedalaman

anestesi dapat diukur dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa aspek

seperti ada atau tidaknya refleks/respon terhadap stimulasi, tonus otot, refleks

palpebra, refleks kornea, nystagmus, lakrimasi, denyut jantung, respirasi dan

(24)

10

mencakup pemeriksaan terhadap denyut dan ritme jantung, pulsus, CRT, warna

membran mukosa, darah, respirasi dan temperatur tubuh, oksigenasi, EKG dan

tekanan darah.

2.4Leukosit

Leukosit atau sel darah putih adalah salah satu jenis sel yang membentuk

komponen darah dan berfungsi sebagai sel pertahanan tubuh yang akan membantu

tubuh melawan berbagai agen asing yang dapat menginfeksi tubuh. Sel darah

putih berperan sebagai penanda ada atau tidaknya infeksi dan menggambarkan

tingkat stres pada hewan. Kondisi hewan yang mengalami infeksi atau stres akan

menigkatkan risiko anestesi.

Sel darah putih tidak berwarna dan memiliki inti. Di dalam tubuh leukosit

bekerja secara independen, bergerak bebas dan akan mengeliminasi agen asing

yang dapat menginfeksi. Sel darah putih merupakan produk dari sel pluripoten

pada sumsum tulang dimana granulosit mengalami fase proliferasi mitosis yang

disusul dengan fase pematangan (Marsika, 2002). Secara umum, sel darah putih

dibedakan menjadi dua jenis yaitu sel darah putih yang bergranula yang disebut

granulosit atau polimorfonuklear dan sel darah putih yang tidak bergranula yang

disebut agranulosit atau monomorfonuklear (Colville dan Bassert, 2008).

Granulosit terdiri dari tiga jenis sel yaitu basofil, eosinofil dan neutrofil,

sedangkan agranulosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit dan monosit.

Basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi

yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu immunoglobulin E (IgE) mempunyai

(25)

11

Eosinofil berhubungan dengan infeksi parasit, apabila jumlah eosinofil meningkat

maka itu berarti terjadi infeksi parasit dalam tubuh. Neutrofil dikenal sebagai garis

pertahanan pertama (Junqueira dan Caneiro, 2005), merupakan sel darah putih

yang paling banyak jumlahnya dalam darah perifer dan berhubungan dengan

pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses peradangan. Neutrofil

bersama dengan makrofag memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan

organisme patogen dan sel debris (Lee et al., 2003). Limfosit berperan dalam

pembentukan antibodi sebagai respon terhadap benda asing (Tizard, 2000),

limfosit juga berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri

intraseluler. Sel monosit memiliki peran yang serupa dengan sel neutrofil yaitu

sebagai sel fagosit, dikenal juga sebagai makrofag saat meninggalkan aliran darah

dan masuk ke dalam jaringan.

Jumlah leukosit anjing di dalam darah berkisar antara 6.000 – 17.000/µL (Jain, 1986; Rizzi et al., 2010). Namun nilai tersebut dapat berubah, bisa menjadi

lebih tinggi dari 17.000/µL atau lebih rendah dari 6.000/µ L, hal tersebut bisa

dikarenakan adanya gangguan pada fisiologis tubuh. Gangguan total leukosit yang

ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit dalam sirkulasi darah disebut dengan

leukositosis, sedangkan gangguan total leukosit yang ditandai dengan penurunan

jumlah leukosit dalam sirkulasi darah disebut dengan leukopenia.

Leukositosis dan leukopenia bisa terjadi karena beberapa faktor seperti

gangguan produksi, distribusi atau pemanfaatan basofil, eosinofil, neutrofil,

limfosit, monosit dan sel mast. Kejadian leukositosis seringkali berhubungan

(26)

12

(peningkatan jumlah monosit dalam darah). Kondisi yang dapat menyebabkan

leukositosis adalah adanya peradangan, respon glukokortikoid, respon

katekolamin, neoplasia, infeksi bakteri, nekrosis pada jaringan dan kondisi

herediter (Weltan, 2007; Freeman, 2014). Tidak berbeda jauh dengan leukositosis,

yang memiliki pengaruh besar dalam penurunan jumlah leukosit adalah

menurunnya jumlah neutrofil dalam darah atau yang disebut juga neutropenia.

Leukopenia terjadi karena adanya infeksi virus (akut), septicemia (infeksi bakteri),

anafilaksis, toxemia, pengaruh bahan kimia atau obat-obatan, infeksi fungi

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan, semangat dan ketekunan kepada penulis selama masa penyelesaian skripsi yang

Penelitian bertujuan membandingkan toksisitas beberapa ekstrak tanaman terhadap larva Aedes aegypti, mengetahui lama penyimpanan ekstrak sebagai larvasida nabati

The data obtained from the results of antigen-anti- body reaction by Dot Blot method were transformed in Corel Photo Paint. The results of the interpretation of data on Corel

ternyata hasil dari pre-test dan post-test pada ke- lompok control yaitu memiliki nilai yang sama yaitu 19 orang (59%) mempunyai sikap baik, 13 orang (41%) yang

Kegagalan struktur spesimen kontrol terjadi pada daerah sambungan, perkuatan beton ekspansi planar pada satu sisi sampai ukuran setengah tinggi akan memindahkan daerah kegagalan

Artinya : “Orang-orang Arif (Ahlul Ma’rifah) itu jika dalam keadaan lapang hati (senang), mereka lebih takut (kepada Allah) dari pada jika mereka dalam keadaan sempit

Dimensi yang memperoleh rata-rata skor tertinggi adalah Uncertainty Avoidance (Penghindaran Ketidakpastian) sedangkan dimensi yang memperoleh rata-rata skor terendah

Bata merah merupakan suatu unsur bahan bangunan yang terbuat dari bahan tanah liat dengan atau tanpa campuran bahan lainnya, yang dibakar pada suhu yang cukup