PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN
TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT
SKRIPSI
Oleh
Komang Sri Adiari NIM. 1009005059
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN
TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Komang Sri Adiari NIM. 1009005059
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami
berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat
diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.
Ditetapkan di Denpasar, tanggal:
Panitia Penguji:
Prof. Dr. drh. I.B.K. Ardana, M.Kes
Ketua
Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, MS
Anggota
drh. I Wayan Gorda, M.Kes
Anggota
drh. A.A. Sagung Kendran, M.Kes
Anggota drh. I G.A. Gde Putra Pemayun, MP
PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN
TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Komang Sri Adiari NIM. 1009005059
Menyetujui/Mengesahkan:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. drh. I.B.K. Ardana, M.Kes drh. I G.A. Gde Putra Pemayun, MP
NIP. 19591231 198702 1 006 NIP. 19610612 198903 1 004
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Dr. Drh. I Nyoman Adi Suratma, MP
NIP. 19600305 198703 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Denpasar pada tanggal 23 Mei 1992, merupakan anak
kedua dari pasangan Drs. I Wayan Nugati dan Ni Made Karmiasih, SE.MM.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi XIII Kotaraja,
Kabupaten Jayapura, Propinsi Papua (1997-1998), kemudian melanjutkan ke SD
Negeri XIX Kotaraja (1998-2004), SMP Negeri 2 Jayapura (2004-2007), dan
SMA Negeri 1 Jayapura (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai
mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur
SNMPTN. Penulis juga aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Satwa
selama perkuliahan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan penulis
melaksanakan penelitian mengenai “Pemberian berbagai Dosis Premedikasi
Xilazin pada Anjing Lokal yang Dianestesi Ketamin secara Subkutan terhadap
ABSTRAK
Obat premedikasi dan anestesi yang biasanya digunakan bersama pada anjing adalah atropin, xilazin dan ketamin. Penggunaan xilazin dan ketamin selama ini dilakukan melalui intramuskuler atau intravena, sementara penggunaan secara subkutan masih jarang dilakukan. Penggunaan xilazin dan ketamin secara subkutan dapat dilakukan untuk memperoleh efek anestesi yang lebih panjang dari durasi anestesi yang dilakukan secara intramuskuler atau intravena. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian xilazin dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan terhadap gambaran leukosit anjing lokal guna melengkapi data mengenai efek penggunaannya.
Dalam penelitian ini dilakukan anestesi pada 24 ekor anjing lokal dan pengambilan sampel darah selama anestesi dengan selang waktu 20 menit sampai menit ke-100, kemudian dilakukan pemeriksaan total dan diferensial leukosit. Tiap perlakuan diberi dosis atropin dan ketamin yang seragam yaitu a=0,03 mg/kg (SC) dan k=10 mg/kg (IM pada kontrol/perlakuan 1, SC pada perlakuan 2, 3, 4). Xilazin diberikan dengan dosis 2 mg/kg pada kontrol (IM), 4 mg/kg pada perlakuan 2 (SC), 6 mg/kg pada perlakuan 3 (SC) dan 8 mg/kg pada perlakuan 4 (SC).
Hasil pemeriksaan sampel darah terhadap total leukosit menunjukkan adanya peningkatan rata-rata total leukosit dan fluktuasi pada hasil pemeriksaan diferensial leukosit, namun peningkatan masih berada pada rentang normal total dan diferensial leukosit anjing. Analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa dosis xilazin tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap total dan diferensial leukosit, namun waktu pemeriksaan sampel darah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total leukosit anjing lokal.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian beragam dosis xilazin dan ketamin yang diaplikasikan secara subkutan tidak berpengaruh nyata terhadap total dan diferensial leukosit anjing lokal, sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pelaksanaan anestesi pada anjing.
ABSTRACT
Premedication and anesthetic agents which usually used together for dogs were atropine, xylazine and ketamine. The use of xylazine and ketamine has been made through intramuscular or intravenous, while subcutaneous route still rarely used. The use of xylazine and ketamine subcutaneously can be done to obtain a longer anesthetic effect of the duration of anesthesia than were performed intramuscularly or intravenously. This study was conducted to determine the effect of various doses of xylazine with ketamine given subcutaneously on the local dogs’ leukocyte in order to complete the data regarding the effects of its use.
In this study, anesthesia performed on 24 local dogs and blood sampling was also carried out during anesthesia at intervals of 20 minutes to 100 minutes, and then conducted total and differential leukocyte count. Each treatment group was given same dose of atropine and ketamine which are a=0,03 mg/kg (SC) and k=10 mg/kg (IM in the control/treatment 1, SC in treatment 2, 3, 4). Xylazine given at a dose of 2 mg/kg in the control (IM), 4 mg/kg as treatment 2 (SC), 6 mg/kg as treatment 3 (SC) and 8 mg/kg as treatment 4 (SC).
The result of the examination of blood samples showed an increase in total leukocytes average and fluctuations on the results of the leukocyte differential, but the increase is still in the normal range of dog’s total and differential leukocyte. Data analysis showed that xylazine doses had no significant effect (P>0,05) on total and differential leukocyte, however time of examination of blood samples was highly significant (P<0,01) on total leukocyte of local dog.
This study shows that administration of various doses of xylazine and ketamine performed subcutaneously did not affect total and differential leukocyte of local dogs, so it can be used as an alternative in the implementation of anesthesia on dogs.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pemberian berbagai Dosis Premedikasi Xilazin pada Anjing Lokal yang
Dianestesi Ketamin secara Subkutan terhadap Gambaran Leukosit”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari segala bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, MP selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. drh. Ida Bagus Komang Ardana, M.Kes selaku pembimbing I
dan drh. I Gusti Agung Gde Putra Pemayun, MP selaku pembimbing II
atas segala bimbingan, arahan, nasehat dan bantuan yang telah
diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai.
3. drh. A.A. Sagung Kendran, M.Kes, Prof. Dr. drh. Iwan Harjono
Utama, MS dan drh. I Wayan Gorda, M.Kes selaku dosen penguji
yang banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan
penulisan skripsi ini.
4. drh. Luh Dewi Anggreni yang telah mendampingi selama melakukan
penelitian di Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
5. Bapak, ibu dosen dan staf pegawai FKH UNUD yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu persatu.
6. Ayah dan ibu, Drs. I Wayan Nugati dan Ni Made Karmiasih, SE.MM.,
kakak dan adik tersayang, dr. Made Mahendrasari dan Luh Putu
Novita Budiarti, serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang,
dukungan, bantuan moril dan materiil sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
7. Sahabat tercinta Vidia, Debo, Gung Ish, Sasa, Sathya, Ananta, Claudy,
Yaya, Eman, Andra, Mira, Sindhu, Ratna Bayu, Adrin, Nande,
Erwanti, Farhan, Andika, Devit, Ina, Santi, Iska, kak Arta, kak
Madhan, kak Indra, Gita dan Indah (FKH 2011) atas bantuan,
dukungan serta masukannya selama penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman angkatan 2010 atas semangat dan bantuannya
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, 27 Oktober 2014
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP.……....………. i
ABSTRAK..……….. ii
ABSTRACT……….. iii
UCAPAN TERIMA KASIH……..……….. iv
DAFTAR ISI ……...……… vi
DAFTAR TABEL………. viii
DAFTAR GAMBAR……… ix
DAFTAR LAMPIRAN……… x
BAB I PENDAHULUAN………. 1
1.1Latar Belakang………... 1
1.2 Rumusan Masalah……….. 3
1.3 Tujuan Penelitian….……….. 3
1.4Manfaat Penelitian....………. 3
1.5Kerangka Konsep....……….. 3
1.6 Hipotesis……… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 5
2.1 Premedikasi………... 5
2.1.1 Atropin……….. 5
2.1.2 Xilazin………... 6
2.2Anestesi……..………... 7
2.2.1 Penggolongan anestesi……….. 7
2.2.2 Ketamin………. 9
2.3Monitoring Pasien……..………... 10
2.4Leukosit….….………... 10
BAB III MATERI DAN METODE……...………... 13
3.1Materi Penelitian…..…...………... 13
3.1.1 Hewan penelitian…….……….. 13
3.1.2 Bahan dan alat…….……….. 13
3.2Rancangan Penelitian….……… 13
3.3 Variabel Penelitian………. 14
3.4 Cara Pengumpulan Data……… 14
3.5 Prosedur Penelitian……… 14
3.5.1 Persiapan hewan penelitian………... 14
3.5.2 Pemeriksaan pre-anestesi………... 14
3.5.3 Pemberian premedikasi dan anestesi………. 15
3.5.4 Pengambilan sampel darah selama anestesi…………... 15
3.5.5 Penghitungan total dan diferensial leukosit……… 15
3.6Analisis Data……….. 17
3.7Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 18
4.1 Hasil dan Pembahasan……….. 18
4.2 Pengujian Hipotesis……….. 24
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………... 25
5.1Simpulan………... 25
5.2Saran………. 25
DAFTAR PUSTAKA……….. 26
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Hasil pemeriksaan total leukosit……… 18
2. Sidik ragam pengaruh dosis dan waktu pemeriksaan terhadap total leukosit……...………. 19
3. Hasil uji Duncan pengaruh waktu pemeriksaan terhadap total leukosit……… 20
4. Hasil pemeriksaan neutrofil………... 21
5. Hasil pemeriksaan eosinofil………... 21
6. Hasil pemeriksaan basofil……….. 22
7. Hasil pemeriksaan limfosit………. 22
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam praktek ilmu kedokteran hewan, anestesi banyak digunakan dalam
penanganan medis yang membutuhkan tindakan operasi seperti bedah caesar,
ortopedik, tumor, sterilisasi, dan beragam jenis operasi lainnya. Pada penanganan
kasus bedah hewan seperti anjing, kucing dan lain-lain anestesi mutlak digunakan
untuk tujuan memudahkan pelaksanaan pembedahan. Penggunaan anestesi selalu
disertai dengan pemberian obat-obat premedikasi. Pemberian obat-obat
premedikasi akan mempengaruhi fase induksi, durasi dan pemulihan dari anestesi,
dengan tujuan untuk memperoleh induksi anestesi yang perlahan dan aman,
stadium anestesi yang lebih stabil, serta mengurangi zat aktif anestetikum
sehingga efek buruk secara farmakologis dan ekonomis dapat dikurangi (Sudisma
et al., 2006). Salah satu obat premedikasi yang banyak digunakan adalah xilazin.
Pemberian obat ini dapat dikombinasikan dengan atropin sebagai premedikasi dan
ketamin sebagai anestetikum.
Xilazin memiliki efek sedasi yang kuat, berperan dalam relaksasi otot dan
sebagai analgesia. Di samping keuntungan yang dimiliki oleh xilazin tersebut,
obat ini memiliki kelemahan yaitu menyebabkan muntah, tremor otot ringan dan
bradikardia (Dart, 1999). Sebagai premedikasi, atropin berfungsi menghambat
produksi saliva, menghambat sekresi bronkus, dilatasi pupil mata, meningkatkan
denyut jantung dan mengurangi motilitas gastrointestinal. Sementara ketamin
yang digunakan sebagai anestetikum memiliki efek klinik yang bervariasi yakni
2
analgesik, anestesi, halusinasi, neurotoksisitas, hipertensi arteri dan
bronkodilatasi. Untuk mengurangi efek buruk dari obat premedikasi dan anestesi,
selain dilakukan kombinasi dalam pemakaian obatnya juga perlu dilakukan
kontrol terhadap keadaan fisiologis anjing, baik sebelum induksi maupun saat
teranestesi dan pemulihan. Untuk status sel darah, khususnya sel darah putih
(leukosit), dilakukan pemeriksaan terhadap total dan diferensial leukosit untuk
identifikasi tingkat stress yang dialami pasien selama teranestesi.
Pemberian obat-obat premedikasi dan anestesi dapat diberikan secara
injeksi intramuskuler (IM), subkutan (SC), intravena (IV), inhalasi, topikal dan
oral. Pemberian obat secara inhalasi (gas) dinilai lebih aman dan dapat
memberikan anestesi yang lebih baik, namun anestesi secara inhalasi dengan
menggunakan gas memerlukan perangkat yang mahal, rumit dan kurang praktis
dibandingkan dengan pemberian obat secara injeksi (Sudisma et al., 2012),
dengan pertimbangan tersebut maka lebih efisien apabila obat diberikan secara
injeksi.
Injeksi secara subkutan tergolong aman dan mudah diaplikasikan karena
apabila obat diinjeksikan melalui subkutan akan terjadi penyerapan secara
perlahan-lahan dan efek kerja obat akan menjadi lebih lama. Meskipun demikian,
injeksi secara subkutan masih jarang diaplikasikan dalam praktek khususnya pada
anjing, hal ini dikarenakan kurang lengkapnya data hasil penelitian tentang efek
terhadap fisiologis anjing. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian terhadap
keadaan anjing selama masa anestesi dengan ketamin menggunakan premedikasi
3
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: Apakah pemberian xilazin dengan berbagai dosis dan
ketamin yang diberikan secara subkutan berpengaruh terhadap total dan
diferensial leukosit anjing lokal selama masa anestesi?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian xilazin
dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan terhadap total dan diferensial
leukosit anjing lokal selama masa anestesi.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi apakah
pemberian xilazin dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan
berpengaruh terhadap total dan diferensial leukosit anjing lokal selama masa
anestesi sehingga dapat dipertimbangkan penggunaannya dalam praktek medis
veteriner.
1.5Kerangka Konsep
Pemberian obat-obat premedikasi dan anestesi akan berpengaruh pada
fisiologis anjing selama anestesi. Atropin, xilazin dan ketamin memberikan
pengaruh pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan gastrointestinal. Seperti yang
telah diketahui bahwa ketamin dapat menyebabkan hipersalivasi serta
meningkatkan denyut jantung, sementara xilazin dapat menyebabkan muntah serta
menurunkan frekuensi denyut jantung. Maka dari itu perlu diberikan atropin untuk
4
atropin akan menghambat produksi saliva, menghambat sekresi bronkus dan
mengurangi motilitas gastrointestinal. Kombinasi xilazin dan ketamin juga saling
melengkapi dimana apabila pemberian ketamin menyebabkan hipertonus dan
memberikan relaksasi otot yang buruk maka dengan pemberian xilazin akan
memberikan relaksasi otot yang baik (Pertiwi et al., 2004).
Penggunaan anestesi akan berefek pada hasil pemeriksaan hematologi
(Reagan et al., 2010). Demirkan et al. (2002) menyatakan bahwa terjadi
peningkatan total leukosit pada anjing yang dianestesi dengan kombinasi
ketamin-xilazin secara intravena. Total leukosit yang meningkat menandakan stres, yang
bisa terjadi karena adanya perlakuan tertentu yang dapat menimbulkan stres atau
karena handling yang kurang tepat (Taylor, 2000; Poitout-Belissent dan
McCartney, 2010; Khalaf et al., 2014). Data farmakologi menunjukkan
penggunaan atropin, xilazin dan ketamin akan memberikan kerja anestesi yang
baik sebagai analgesia dan obat penenang.
1.6Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep, dapat disusun hipotesis bahwa pemberian
xilazin dengan berbagai dosis dan ketamin secara subkutan berpengaruh terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Premedikasi
Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.
Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan
menenangkan hewan untuk memudahkan penanganan (Boden, 2005). Tujuan dari
pemberian premedikasi yaitu (a) untuk menenangkan hewan sehingga
memudahkan penanganan, (b) untuk relaksasi otot sehingga terjadi immobilisasi
dan hiporefleksi, (c) untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), (d)
untuk memperoleh induksi anestesi yang perlahan dan aman, stadium anestesi
yang stabil dan pemulihan dari anestesi yang baik, dan (e) untuk mengurangi
dosis obat anestesi sehingga efek samping dapat dikurangi.
Obat-obat yang bersifat sedatif dan anxiolitik berperan besar dalam
meningkatkan kualitas anestesi dan pemulihan, serta meminimalisir efek samping
dari obat-obat anestesi yang tidak diinginkan (Lee, 2006a). Obat-obat premedikasi
yang umum diberikan untuk anjing adalah (a) tranquilliser seperti acepromazin,
diazepam, midazolam, xilazin dan medetomidin, (b) narkotik seperti morfin,
oksimorfon, meperidin dan (c) antikolinergik seperti atropin dan glikopirolat.
2.1.1 Atropin
Atropin merupakan agen antimuskarinik yang menghambat asetilkolin
atau stimulan kolinergik lain. Dengan dosis yang tinggi atropin dapat memblokir
reseptor nikotin. Penggunaan dengan dosis rendah atropin akan menghambat
produksi saliva, menghambat sekresi bronkus serta keringat. Pada dosis medium
atropin menyebabkan dilatasi pupil mata dan meningkatkan denyut jantung.
6
Penggunaan dosis tinggi akan mengurangi motilitas gastrointestinal dan saluran
urinaria, sedangkan untuk dosis yang sangat tinggi atropin akan menghambat
sekresi lambung (FKH IPB, 2012).
Atropin dapat diabsorbsi dengan baik apabila diberikan secara oral, injeksi
dan inhalasi. Jika atropin diberikan secara injeksi intravena, efek terhadap denyut
jantung akan tampak dalam 3 – 4 menit setelah pemberian, lalu akan diikuti dengan blokade kolinergik. Atropin terdistribusi dengan baik di dalam tubuh dan
melalui sistem saraf pusat, dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urin
(Plumb, 2008).
2.1.2 Xilazin
Xilazin sering digunakan pada anjing untuk tujuan sedasi dengan periode
analgesia yang lebih singkat, juga digunakan sebagai obat premedikasi sebelum
anestesi lokal atau anestesi umum. Xilazin memberikan relaksasi otot, dan pada
anjing obat ini dapat menyebabkan muntah. Xilazin juga menekan mekanisme
pengaturan suhu sehingga kemungkinan bisa menyebabkan hypothermia atau
hyperthermia, tergantung pada temperatur udara sekitar, berpengaruh terhadap
sistem kardiovaskuler yang meliputi tekanan darah, ritme jantung dan frekuensi
denyut jantung. Pada anjing xilazin dapat memberikan efek samping seperti
tremor otot, bradikardia dengan blokade A-V dan mengurangi frekuensi respirasi
(FKH IPB, 2012).
Mulai kerja xilazin yang diberikan pada anjing secara intramuskuler
7
pemulihan sempurna setelah pemberian xilazin pada anjing membutuhkan waktu
antara 2 – 4 jam (Plumb, 2008).
2.2Anestesi
Anestesi adalah suatu keadaan temporer dimana terjadinya relaksasi otot,
hilangnya rasa sakit dan hilangnya rasa terhadap rangsangan, tanpa atau disertai
dengan hilangnya kesadaran (Wikipedia, 2014). Pemberian anestesi bertujuan
untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit saat dilakukan tindakan
medis seperti operasi. Penggunaan anestesi juga dimaksudkan untuk
menenangkan hewan sehingga memudahkan dalam melakukan diagnosa,
transportasi bagi hewan liar dan eksotik, dan prosedur pengobatan. Di samping itu
anestesi dapat juga digunakan untuk menjalankan prosedur etanasi (Tranquilli et
al., 2007).
2.2.1 Penggolongan anestesi
Anestesi umumnya digolongkan berdasarkan cara penggunaan obatnya
dan berdasarkan luas pengaruh obat. Berdasarkan cara penggunaan obat anestesi
dibagi menjadi (a) anestesi inhalasi yaitu obat anestesi berupa gas/uap
diaplikasikan melalui respirasi dengan kombinasi oksigen; (b) anestesi injeksi
yaitu obat anestesi diberikan dengan cara injeksi/suntikan, bisa melalui IV, IM
dan SC; (c) anestesi oral atau rektal yaitu obat yang diberikan melalui saluran
pencernaan (gastrointestinal); dan (d) anestesi topikal yaitu anestesi yang
diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi lokal
8
Berdasarkan luas pengaruh obat anestesi dibagi menjadi:
Anestesi lokal
Anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit terbatas pada
area yang diberikan obat yang mampu menghambat konduksi saraf perifer
tanpa mengakibatkan kerusakan pada saraf yang berkaitan. Anestesi lokal
bekerja dengan cara blokade saluran ion natrium saraf perifer sehingga
konduksi saraf terhambat dan respon terhadap stimulasi hilang secara lokal.
Anestesi lokal dilakukan dengan cara pemberian obat melalui permukaan
tubuh, subkutan dan infiltrasi. Anestesi ini tidak disertai dengan hilangnya
kesadaran;
Anestesi regional
Anestesi regional adalah tindakan menghilangkan rasa sakit pada regio
tertentu dengan cara pemberian obat anestesi pada lokasi saraf yang
menginervasi regio tertentu sehingga terjadi hambatan konduksi impuls saraf
yang reversibel tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi regional
diberikan secara epidural, spinal dan paravertebral (Sudisma et al., 2006).
Anestesi epidural menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah pelvis,
ekor, abdominal dan kaki belakang;
Anestesi umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa sakit dan refleks
otot di seluruh tubuh, disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat
sementara. Anestesi ini diberikan dengan cara inhalasi, injeksi, atau gabungan
9
memperoleh kondisi sedasi, analgesia, relaksasi dan tidak adanya refleks
sehingga memudahkan dalam melakukan diagnosa atau tindakan pembedahan.
2.2.2 Ketamin
Ketamin merupakan obat anestesi umum yang memiliki efek analgesik
yang kuat. Ketamin umumnya tidak menghilangkan refleks pinnal (telinga) dan
pedal (kaki), juga refleks terhadap cahaya, refleks kornea, laryng atau pharyng.
Efek ketamin terhadap sistem kardiovaskuler meliputi peningkatan output jantung,
denyut jantung, tekanan aorta dan arteri pulmoner. Menurut Stawicki (2007),
ketamin memiliki efek klinik yang bervariasi yakni analgesik, anestesi, halusinasi,
neurotoksisitas, hipertensi arteri dan bronkodilatasi.
Setelah diberikan secara injeksi intramuskuler ketamin akan dengan cepat
didistribusikan ke semua jaringan tubuh dan mengikat protein plasma sekitar 53%
pada anjing (Plumb, 2008). Obat ini kemudian dimetabolisme di hati dan
dieliminasi melalui urin.
2.3Monitoring Pasien
Monitoring terhadap pasien selama teranestesi sangat penting dilakukan
untuk mempertahankan kestabilan anestesi dan untuk mencegah gangguan fungsi
kardiovaskuler, respirasi dan sistem saraf pusat (Lee, 2006c). Monitoring
dilakukan terhadap kedalaman anestesi dan fungsi fisiologis pasien. Kedalaman
anestesi dapat diukur dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa aspek
seperti ada atau tidaknya refleks/respon terhadap stimulasi, tonus otot, refleks
palpebra, refleks kornea, nystagmus, lakrimasi, denyut jantung, respirasi dan
10
mencakup pemeriksaan terhadap denyut dan ritme jantung, pulsus, CRT, warna
membran mukosa, darah, respirasi dan temperatur tubuh, oksigenasi, EKG dan
tekanan darah.
2.4Leukosit
Leukosit atau sel darah putih adalah salah satu jenis sel yang membentuk
komponen darah dan berfungsi sebagai sel pertahanan tubuh yang akan membantu
tubuh melawan berbagai agen asing yang dapat menginfeksi tubuh. Sel darah
putih berperan sebagai penanda ada atau tidaknya infeksi dan menggambarkan
tingkat stres pada hewan. Kondisi hewan yang mengalami infeksi atau stres akan
menigkatkan risiko anestesi.
Sel darah putih tidak berwarna dan memiliki inti. Di dalam tubuh leukosit
bekerja secara independen, bergerak bebas dan akan mengeliminasi agen asing
yang dapat menginfeksi. Sel darah putih merupakan produk dari sel pluripoten
pada sumsum tulang dimana granulosit mengalami fase proliferasi mitosis yang
disusul dengan fase pematangan (Marsika, 2002). Secara umum, sel darah putih
dibedakan menjadi dua jenis yaitu sel darah putih yang bergranula yang disebut
granulosit atau polimorfonuklear dan sel darah putih yang tidak bergranula yang
disebut agranulosit atau monomorfonuklear (Colville dan Bassert, 2008).
Granulosit terdiri dari tiga jenis sel yaitu basofil, eosinofil dan neutrofil,
sedangkan agranulosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit dan monosit.
Basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi
yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu immunoglobulin E (IgE) mempunyai
11
Eosinofil berhubungan dengan infeksi parasit, apabila jumlah eosinofil meningkat
maka itu berarti terjadi infeksi parasit dalam tubuh. Neutrofil dikenal sebagai garis
pertahanan pertama (Junqueira dan Caneiro, 2005), merupakan sel darah putih
yang paling banyak jumlahnya dalam darah perifer dan berhubungan dengan
pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses peradangan. Neutrofil
bersama dengan makrofag memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan
organisme patogen dan sel debris (Lee et al., 2003). Limfosit berperan dalam
pembentukan antibodi sebagai respon terhadap benda asing (Tizard, 2000),
limfosit juga berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri
intraseluler. Sel monosit memiliki peran yang serupa dengan sel neutrofil yaitu
sebagai sel fagosit, dikenal juga sebagai makrofag saat meninggalkan aliran darah
dan masuk ke dalam jaringan.
Jumlah leukosit anjing di dalam darah berkisar antara 6.000 – 17.000/µL (Jain, 1986; Rizzi et al., 2010). Namun nilai tersebut dapat berubah, bisa menjadi
lebih tinggi dari 17.000/µL atau lebih rendah dari 6.000/µ L, hal tersebut bisa
dikarenakan adanya gangguan pada fisiologis tubuh. Gangguan total leukosit yang
ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit dalam sirkulasi darah disebut dengan
leukositosis, sedangkan gangguan total leukosit yang ditandai dengan penurunan
jumlah leukosit dalam sirkulasi darah disebut dengan leukopenia.
Leukositosis dan leukopenia bisa terjadi karena beberapa faktor seperti
gangguan produksi, distribusi atau pemanfaatan basofil, eosinofil, neutrofil,
limfosit, monosit dan sel mast. Kejadian leukositosis seringkali berhubungan
12
(peningkatan jumlah monosit dalam darah). Kondisi yang dapat menyebabkan
leukositosis adalah adanya peradangan, respon glukokortikoid, respon
katekolamin, neoplasia, infeksi bakteri, nekrosis pada jaringan dan kondisi
herediter (Weltan, 2007; Freeman, 2014). Tidak berbeda jauh dengan leukositosis,
yang memiliki pengaruh besar dalam penurunan jumlah leukosit adalah
menurunnya jumlah neutrofil dalam darah atau yang disebut juga neutropenia.
Leukopenia terjadi karena adanya infeksi virus (akut), septicemia (infeksi bakteri),
anafilaksis, toxemia, pengaruh bahan kimia atau obat-obatan, infeksi fungi