PERENCANAAN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) DI P.T VARIA USAHA BETON
WARU-SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh:
ROI ADENAN H
0632010175 / FTI / TI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Penerapan Realibility Centered Maintenance II (RCM II) Dalam Perencanaan Kegiatan Pada Mesin SB 306 Di PT. Varia Usaha Beton“.
Penulisan laporan ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Atas terselesainya pelaksanaan penelitian dan terselesainya penulisan laporan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono. MS, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. H. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Pailan, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Ir. Joumil Aidil SZS, MT selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir.Nisa Masruroh.MT selaku Dosen Pembimbing II yang telah
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA ... 37
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA ... 38
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA ... 39
Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan ... 45
Tabel 4.1 Persentase downtime pada Mesin SB 306... 65
Tabel 4.2 Persentase kerusakan pada Mixer ... 67
Tabel 4.3 Persentase kerusakan pada Conveyor ... 67
Tabel 4.4 Persentase kerusakan pada Vibro ... 68
Tabel 4.5 Persentase kerusakan pada Kompresor ... 69
Tabel 4.6 Failure Modes and Effects Analysis... 72
Tabel 4.7 RCM II Decision Worksheet ... 74
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Distribusi ... 77
Tabel 4.9 Tabel Nilai MTTF dan MTTR ... 78
Tabel 4.10 Biaya penggantian karena perawatan (CM) ... 79
Tabel 4.11 Biaya penggantian karena kerusakan (CF) ... 81
Tabel 4.12 Interval perawatan ... 83
Tabel 4.13 Biaya perawatan berdasarkan interval perawatan ... 87
Tabel 4.15 Tabel Fungctional Failure, Failure mode dan failure effect ... 89
Table 4.16 Kegiatan dan Interval Perawatan Mesin SB 306 ... 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base
Maintenance ... 12
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan 18 Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen ... 20
Gambar 2.4 Kurva Bathub ... 24
Gambar 2.5 Failure Rate ... 23
Gambar 2.6 Diagram Pareto ... 29
Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance ... 41
Gambar 2.8 Model Age Replacement ... 44
Gambar 2.9 Siklus dalam Model Age Replacement ... 45
Gambar 3.1 Diagram Alir ... 58
Gambar 4.1 Diagram pareto pada Mesin SB 306 ... 64
Gambar 4.2 Diagram pareto pada mixer ... 65
Gambar 4.3 Diagram pareto pada Conveyor ... 66
Gambar 4.4 Diagram pareto pada Vibro ... 67
Gambar 4.5 Diagram pareto pada Kompresor ... 68
ABSTRAKSI
PT. Varia Usaha Beton bergerak dibidang industri manufaktur dengan hasil produksinya berupa Paving dan Genteng. Untuk menjaga agar kualitas produk tetap terjaga, maka PT. Varia Usaha Beton senantiasa berupaya untuk melakukan perubahan dan peningkatan khususnya pada keandalan mesin. Permasalahan yang dihadapi adalah kerusakan yang terjadi sewaktu-waktu sebelum interval perawatan menyebabkan adanya kegiatan overhaul dan replacement atau
corrective maintenance yang menimbulkan adanya downtime dan kemacetan atau
berhentinya proses produksi serta biaya perawatan yang semakin besar sehingga menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan. Obyek penelitian ini adalah pada Mesin 306 yaitu mesin yang digunakan untuk memproduksi Paving.
Metode penelitian yang digunakan adalah Reliability Centered Maintenance
II dengan memadukan analisis kualitatif yang meliputi FMEA dan RCM II Decision Worksheet. Metode Reliability Centered Maintenance II ini digunakan
untuk menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan pada RCM II
Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem dari mesin SB 306 dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan serta efek yang
ditimbulkan dari kegagalan tersebut.
Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 14 komponen pada Mesin SB 306 didapatkan 4 komponen kritis dan komponen kritis yang memiliki kegagalan potensial diantaranya Mixer, Conveyor, Vibro,dan Kompresor. Dengan interval perawatan komponen Vanbelt E73 273,25 jam, Bearing KY508 149,46 Jam, Baut
mur 353.98 jam, VanbeltA64 320,894 jam, Karet mounting 297,93 jam, Oil rored
445,2 jam, Fluid cooler 311,22jam, Ball valve 318,10 jam dan biaya perawatan berdasarkan RCM II sebesar Vanbelt E73 Rp10.228,19/jam, Bearing KY508 Rp 6.273,06/jam, Bautmur Rp 9.227,47/jam, Vanbelt A64 Rp 9.388,95/jam,
Karet mounting Rp9.151,87/jam, Oilrored Rp8.490,63/jam, Fluid cooler
Rp 10.480,73/jam, Ball valve Rp 8.812,43/jam.
Kata Kunci : overhaul, replacement, corrective maintenance, kualitatif, RCM II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin meningkatnya kebutuhan akan produktivitas dan penggunaan teknologi tinggi yang berupa mesin dan fasilitas produksi maka kebutuhan akan fungsi perawatan akan semakin bertambah besar. Dalam usaha untuk dapat terus menggunakan fasilitas produksi agar kontinuitas produksi dapat terjamin, maka direncanakanlah kegiatan perawatan yang dapat menunjang keandalan suatu mesin atau fasilitas produksi.
PT. Varia Usaha Beton adalah perusahaan industri yang bergerak dibidang produksi pembuatan genteng dan paving untuk memenuhi permintaan masyarakat ataupun developer yang hendak mendirikan suatu rumah atau bangunan. Oleh karena itu perusahaan dituntut tepat waktu dalam menyelesaikan produksinya dan hal ini tidak terlepas dari keandalan dari mesin produksi dan komponen-komponennya. Kerusakan yang terjadi sebelum interval perawatan yang dijadwalkan oleh perusahaan, menyebabkan terjadinya corrective
maintenance yang menimbulkan kerugian tidak sedikit akibat terhentinya kegiatan
produksi dan penggantian suku cadang mesin.
Pada penelitian ini digunakan metode Reliability Centered Maintenance yang disingkat dengan (RCM), yaitu untuk menentukan kegiatan perawatan yang optimal bagi perusahaan. Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan serangkai proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa aset-aset fisik dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan fungsi yang dikehendaki oleh pemakainya dalam hal ini adalah perusahaan.
Dengan menggunakan metode RCM II diharapkan mampu memberikan interval perawatan yang lebih baik dan penyediaan suku cadang yang optimal, agar keandalan mesin menjadi lebih baik. Sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan terhadap mesin dapat ditekan seminimum mungkin.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana merencanakan interval perawatan berdasarkan Metode Reliability
Centered Maintenance II (RCM II) pada Mesin SB306 agar diperoleh biaya
perawatan yang lebih kecil?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari perumusan masalah di atas, maka ditetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
2. Menentukan interval perawatan yang tepat berdasarkan RCM II Descision Worksheet.
3. Menentukan biaya perawatan yang lebih kecil.
1.4 Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, maka diberikan batasan-batasan antara lain :
Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Penelitian dilakukan pada mesin SB 306
2. Penentuan interval waktu perawatan hanya pada komponen-komponen Mixer,Conveyor,Vibro,Kompresor.
1.5 Asumsi
Untuk menyederhanakan kondisi nyata yang akan dijadikan obyek dalam penelitian ini, diberikan asumsi antara lain :
1. Biaya dan harga spare parts yang digunakan dalam perhitungan adalah pada saat penelitian ini dilaksanakan dan dianggap tidak berubah.
2. Kondisi fisik dan kebijakan perusahaan tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini penulis dapat belajar dan menerapkan metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II) dan
mengimplementasikan pendidikan yang dicapai diperguruan tinggi. 2. Bagi Universitas
Hasil analisa ini dapat digunakan sebagai pembendaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan. 3 Bagi perusahaan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tersedianya informasi lengkap kegiatan perawatan berdasarkan
RCM Decision Worksheet yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan prosedur perawatan mesin bagi perusahaan.
2. Perusahaan dapat mengetahui interval perawatan mesin dengan mempertimbangkan biaya perawatan dan waktu downtime mesin. 3. Perusahaan dapat mengetahui sistem kebutuhan suku cadang pada
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai apa yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian serta permasalahan apa yang akan diteliti dan dibahas. Selain itu juga diuraikan tujuan dan manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian serta batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut menjadi acuan atau pedoman dalam melakukan langkah-langkah penelitian agar benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
BAB III : METODE PENELITIAN
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan tentang pengolahan data dan analisanya sehingga didapat hasil perhitungan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berikut dengan pembahasan dari hasil yang telah diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan secara keseluruhan dan saran-saran yang diberikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak instansi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Perawatan
Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak bisa rusak. Usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal dengan istilah perawatan.
Menurut Corder dalam bukunya yang berjudul Teknik Manajemen Pemeliharaan (2003), perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.
Menurut Assauri dalam bukunya yang berjudul Manajemen Produksi dan Operasi (2003), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.
mengembangkan dan menggunakan suatu penguraian sederhana yang dapat diperluas melalui gagasan dan tindakan.
Beberapa tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu (Supandi, , 2003 : 16-17) :
1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan adanya proteksi yang aman dari investasi modal.
2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.
3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan khususnya.
4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga standar perawatan yang benar.
5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan melalui latihan.
Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder adalah ( Corder, 2003 ; 3) :
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya).
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. Jadi dengan adanya kegiatan perawatan yang baik dan tepat, maka peralatan atau fasilitas pabrik diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi sesuai dengan apa yang direncanakan dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu yang telah ditentukan.
2.2 Jenis-Jenis Perawatan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu (Supandii, 2003;27) :
1. Planned Maintenance
Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan ke masa depan, terkontrol dan tercatat.
2. Unplanned Maintenance
Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned
emergency maintenance)
Kegiatan perawatan atau maintenance yang dilakukan dalam suatu perusahaan pabrik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Assauri, 2003; 124-126) :
1. Preventive Maintenance(Time Base Maintenance)
a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.
b. Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, meningkat menjadi satu bulan sekali.
2. Corrective Maintenance
Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan, sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
3. Improvement Maintenance
Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat
menjadi maksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance adalah :
a. Memudahkan operasi dari suatu mesin. b. Memudahkan pemeliharaan.
c. Menaikan hasil kapasitas produksi.
d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidak efisienan dari penggunaan suatu mesin.
e. Meningkatan keselamatan kerja.
Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut
(Blanchard, 2004) :
1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan
memonitor secara langsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan secara teliti.
2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance free
design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM). 3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses
data yang diperlukan untuk perawatan.
4. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau
pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer.
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base Maintenance Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)
1. Perencanaan dan penugasan 2. Pemeriksaan dan pengawasan 3. Pengawasan bahan
4. Pekerjaan lapangan 5. Pekerjaan bengkel
Kegiatan-kegiatan perawatan, dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima pokok berikut (Assauri, 2003 ; 129-130) :
1. Inspeksi (inspections)
Meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine
Schedule Check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta
kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.
3. Kegiatan Produksi
Simbol Pengertian
Untuk Operasi
Untuk Pemeriksaan
Proses operasi dan inspeksi
Untuk penyimpanan /
menunggu
Untuk Transportasi
Tabel 2.1 simbol simbol kegiatan produksi 4. Pekerjaan Administratif
Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya yang berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, dan komponen yang tersedia di bagian pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)
Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian perawatan.
Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu
b. Melaksanakan program pemeliharaan pencegahan
c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan, kebijakan suku cadang, pelatihan)
2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan cara :
a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)
b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance
Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).
c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan d. Menyelenggarakan pelatihan
Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau pengevaluasian sebagai berikut :
1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time
Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dua saat kerusakan
atau kegagalan peralatan
2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To
Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi
instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.
2.3 Kebijaksanaan Pemeliharaan
dan alat-alat tersebut harus dapat beroperasi pada saat ia dibutuhkan. Tujuan ini dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan :
a. Operational requirements
Faktor OR sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Dengan OR dimaksudkan agar fungsi suatu peralatan harus dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi yang bagaimana ia harus menunjukkan fungsinya tersebut. Dan tujuan dari organisasi pemeliharaan adalah untuk menjamin bahwa operasional dapat dicapai dengan biaya minimum.
b. Equipment characteristics (EC)
c. Aids to maintenance
Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation manuals, service manuals) untuk keperluan pemeliharaan.
d. Training
Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka training adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah kurangnya kemampuan teknisi yang ada.
e. Job environment
Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja, faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia untuk melengkapi tugas dan safety precaution.
menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya adalah merupakan hasil keseimbangan diantara faktor-faktor tersebut. Sudah tentu ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang diperoleh. Beberapa aspek yang penting dalam hal ini adalah :
1. Data informasi keadaan alat (status alat)
2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan sistem kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.
3. Informasi khusus mengenai alat adan informasi umum tentang komponen (basis data instrumen).
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut :
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan
2.4Kegagalan (Failures)
Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk menjalankan fungsinya. Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan.14-17) : 1. Kegagalan primer (primary failure)
Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada
design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur
dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan material merupakan contoh dari kegagalan primer.
2. Kegagalan sekunder (secondary failure)
lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menybabkan terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu dicatat bahwa stres yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen yang direparasi.
3. Kesalahan perintah (command faults)
Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau
noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan
komponen pada keadaan semula.
Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen
Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen. Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component
failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary
failure, (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang
mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.
2.5Keandalan
Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu instrument dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat essensial bagi orang-orang pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya andal, mana yang kurang andal akan sangat membantu tugas pemeliharaan. Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari faktor-faktor: temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping metoda khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap desain.
Menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi diatas dibuat lebih spesifik ( Sachbudi, 2005 ; 2) :
1. Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu kegagalan. Berbagai kegagalan ini harus didefinisikan relatif terhadap fungsi yang dilakukan oleh komponen atau sistem.
2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus diidentifikasikan dengan tegas.
3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain, lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian
Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya adalah waktu dengan :
T t P tR( ) ... (2.1)
dimana : R(t)0,R(0)1 dan lim ( )0
R t
t
R(t) = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau
sama dengan t Jika didefinisikan menjadi :
} { ) ( 1 )
(t R t P T t
F ... (2.2)
dimana : F(0) = 0 dan lim ( )1
F t
t
F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t
kegagalan pada saat t = 0 adalah 0. Pada saat t = , probabilitas untuk mengalami kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung mendekati 1 (Ebeling, 1997 ; 23-24).
Dengan berpedoman bahwa R(t) sebagai fungsi keandalan dan F(t) sebagai fungsi distribusi kumulatif dari distribusi kegagalan, maka :
dt t dR dt
t dF t
f( ) ( ) ( ) ... (2.3)
Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini
menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f(t)0 dan
1 ) (
0
f t dt , sehingga
t f t dt tF
0 ) ( )
( ... (2.4)
t
dt t f t
R( ) ( ) ... (2.5)
2.5.1 Laju Kegagalan
Laju kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu kurva dengan variabel random waktu sebagai absis dan laju kegagalan dari komponen atau sistem sebagai ordinat. Kurva bathub ini terdiri dari tiga buah bagian utama, yaitu masa awal (burn-in period), masa yang berguna (useful life
Gambar 2.4 Kurva Bathub
Sumber : Reliability And Maintainability Engineering (Charles E. Ebeling)
1. Periode 0 sampai dengan t1 , mempunyai waktu yang pendek pada permulaan
bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure
Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan kesalahan dalam
proses menufakturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan (burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull dengan 1
0 t1 t2
t
(t)
Random Failures Early Failures
Burn-in Useful life Wearout
2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang
disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life
Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu.distribusi yang sesuai adalah distribusi Eksponensial atau Weibull dengan 1
3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan
bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate (IFR). Hal ini terjadi karena proses keausan peralatan. Model distribusi yang sesuai adalah Distribusi Weibull dengan 1
Gambar 2.5 Failure Rate
Sumber : Maintenance Planning and Schedulling (Timoty C. Kister)
diekspresikan dalam bentuk fungsi distribusi kumulatif sebagai F(tt)F(t)
sehingga menjadi :
) ( ) ( ) ( ) ( t R t F t t F t T t t T t
P ... (2.6)
Dengan interval waktu t dan membuat t0 , maka akan diperoleh laju
kegagalan dari suatu komponen dan diekspresikan dengan notasi z(t)
(Dwi Priyanta, 13-15).
) ( 1 . ) ( ) ( lim ) (
0 t R t
t F t t F t z t
... (2.7)
) ( ) ( ) ( t R t f t
z ... (2.8)
Persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.3) menjadi :
dt t dR t R t
z ( )
) ( 1 )
( ... (2.9)
Kedua ruas 0 sampai t diintergralkan dan disubtitusikan dengan R(0) = 1 menjadi : ) ( ln ) ( 0 t R dt t z t
... (2.10)Atau
e
t
du u z
t R 0
) ( )
( ... (2.11)
Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = maka berubah menjadi :
e
tt
R( ) ... (2.12)
2.5.2 Mean Time To Failure
Mean Time To Failure adalah rata-rata waktu suatu system akan
densitas kegagalan (failure density function) f(t) didefinisikan oleh nilai harapan dari komponen itu. Secara matematis waktu rata-rata kegagalan dapat diekspresikan sebagai :
0 ) ( dtt tf
MTTF ... (2.13)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.13), maka diperoleh :
0 ) ( dtt R tMTTF ... (2.14)
Integral
0
0 ( )
)
(t R t dt
tR
MTTF ... (2.15)
Jika MTTF < , maka nilai dari
tR(t) 0 0, sehingga :
0 ) ( dtt R
MTTF ... (2.16)
Untuk komponen yang memiliki fungsi keandalan R(t)et, maka diperoleh :
1
0
e dtMTTF t ... (2.17)
2.5.3 Mean Time To Repair
Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu produk atau system
mulai rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean
Time To Repair diberlakukan sebagai variable random karena kejadian yang
0 0 )) ( 1 ( ) (.h t dt H t dt
t
MTTR ... (2.18)
Dimana :
h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan t : waktu
2.5.4 Distribusi Kegagalan
Distribusi kegagalan yang sering digunakan di dalam teori keandalan adalah distribusi Lognormal, Weibull dan Eksponensial. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing distribusi terebut, yaitu : (Priyanta, 2000; 23-29) 1. Distribusi Lognormal
Time to failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi
lognormal bola y = ln T, mengikuti distribusi normal dengan probability
density function :
2 2 ln 2 1 exp 2 1 ) ( med t t s st t f
dan t0 ... (2.19)
Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :
2 exp 2 s t
MTTF med ... (2.20)
dengan variance :
exp( ) 1
)
exp( 2 2
2 2
tmed s s
... (2.21)
dan fungsi keandalan :
med t t s t
Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure
dan adalah variance. 2. Distribusi Weibull
Jika time to failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi Weibull dengan tiga parameter,dan , maka probability density function
dapat dirumuskan sebagai :
e
t t t f 1 )( ... (2.23)
dengan : = shape parameter, = scale parameter, = shape parameter
Jika nilai dari = 0, maka akan diperoleh distribusi Weibull dengan dua
parameter yaitu dan dengan probability density function :
e
t t t f 1 )( ... (2.24)
Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :
1 1
MTTF ... (2.25)
dengan variance sebagai :
2 2 2 1 1 1 2
... (2.26)
dan fungsi keandalannya adalah :
e
t t R )( ... (2.27)
dimana )(x adalah fungsi gamma :
x x y
dy e y x 0 1 )
3. Distribusi Eksponensial
Jika time to failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara
eksponensial dengan parameter , maka probability density function dapat
dirumuskan sebagai :
t e t
f( ) ... (2.29)
Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :
1 ) ( 0
R t dtMTTF ... (2.30)
dengan variance :
0
2 2
2 1 1
t e tdt
... (2.31)
dan fungsi keandalannya yaitu :
t e t
R( ) ... (2.32)
2.6 Diagram Pareto
Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto (1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan
klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :
1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.
2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik. 3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan. 4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang
5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative
[image:35.595.178.447.196.442.2]masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian
Gambar 2.6 Diagram Pareto
Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Patton)
Tujuan dari diagram pareto adalah (Ariani, 2004 ) :
1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (rangking terendah).
2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas.
4. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.
2.7 Reliability Centered Maintenance
Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan
untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham bahwa setiap
aset digunakan untuk memenuhi fungsi atau fungsi spesifik dan perawatan itu berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus memenuhi fungsinya untuk kepuasan user (Moubray, 2005).
Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah :
1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya (maintainability) baik.
2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement
pada desain awal yang kurang baik.
3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan kepada reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang terjadi setelah sekian lama dioperasikan.
4. Untuk mewujudkan semua tujuan diatas dengan biaya minimum.
1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih efisien.
2. Meminimasi frekuensi dilakukannya overhaul.
3. Menurunkan biaya maintenance dengan mengeliminasi kegiatan maintenance atau overhaul yang tidak perlu.
4. Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas produksi.
5. Menambah keandalan komponen
Pada dasarnya Reliability Centered Maintenance berusaha menjawab
7 pertanyaan utama tentang item atau peralatan yang menjadi obyek penelitian.
Ketujuh pertanyaan mendasar Reliability Centered Maintenance tersebut antara
lain (Moubray,. 2005 ; 7) :
1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks
operasional saat ini ?
2. Bagaimana item atau peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya ?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut ? 4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan ?
5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi?
6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah masing-masing kegagalan tadi ?
2.7.1 Functions and Performance Standards
Dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa beberapa aset fisik bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna dalam operasi aktual, maka harus :
1. Ditentukan apa yang pengguna ingin lakukan.
2. Meyakinkan bahwa ini dapat dilakukan dimana penggunanya akan mengoperasikannya.
Tujuan dari functions and performance standards adalah untuk
menentukan fungsi dari equipment systems agar dapat beroperasi sesuai dengan performance standards yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan perusahaan.
Dengan berpedoman pada functions and performance standards, maka dapat
dilakukan identifikasi apakah fungsi dari system tersebut menjalankan fungsinya dengan baik.
RCM mendefinisikan fungsi dari setiap aset disertai dengan performance standards yang diharapkan. Apa yang pengguna ekspektasikan dalam melakukan
pengunaan dikategorikan dalam 2 fungsi, yaitu :
1. Fungsi primer merupakan fungsi utama, seperti output, kecepatan, kapasitas, kualitas produk atau pelanggan.
2.7.2 Failure Modes and Effects Analysis
Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama kali sekitar tahun 1950-an oleh para reliability engineers yang sedang
mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami malfungsi. Teknik analisa ini lebih menekankan pada hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang
dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi.
FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen,
rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.
Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut : 1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.
4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk
membuat daftar pemeriksaaan sistem.
5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.
6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
7. Sebagai data input untuk studi banding.
8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
Kegunaan dari Failure Modes and Effects Analysisadalah sebagai berikut : 1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah
terjadi.
2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan.
3. Pemakaian proses baru.
4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan. 5. Pemindahan komponen atau proses kea rah baru
Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, occurrence, detection serta
hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN). Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu : 1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu
suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal Akibat pada produksi
1 Tidak ada akibat
Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak ada penyesuaian yang diperlukan
Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian
2
Akibat sangat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti
Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian
3 Akibat ringan
Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan
Proses berada diluar pengendalian beberapa penyesuaian diperlukan
4 Akibat minor
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil
Kurang dari 30 menit
downtime atau tidak ada
kehilangan waktu produksi
5 Akibat moderat
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah
menimbulkan beberapa kegagalan produk
30 – 60 menit downtime
6 Akibat signifikan
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk
1 – 2 jam downtime
7 Akibat major
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan
2 – 4 jam downtime
8 Akibat ekstrim
Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin
4 – 8 jam downtime
9 Akibat serius
Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja
> 8 jam downtime
10 Akibat berbahaya
Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja
2. Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi
dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1
[image:42.595.109.509.249.702.2]sampai 10.
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA
Rating Kejadian Kriteria Verbal Tingkat Kejadian
1 Hampir tidak pernah
Kerusakan hampir tidak pernah terjadi
>10.000 jam operasi mesin
2 Remote Kerusakan jarang terjadi 6.001 – 10.000 jam operasi mesin 3 Sangat
sedikit
Kerusakan terjadi sangat sedikit
3.001 – 6.000 jam operasi mesin 4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam
operasi mesin 5 Rendah Kerusakan terjadi pada
tingkat rendah
1.001 – 2000 jam operasi mesin
6 Medium Kerusakan terjadi pada tingkat medium
401 – 1.000 jam operasi mesin
7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi mesin
8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi mesin
9 Sangat tinggi
Kerusakan terjadi sangat tinggi
2 – 10 jam operasi mesin
10 Hampir selalu
3. Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection,
jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol
[image:43.595.109.521.300.729.2]yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table dibawah ini :
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal
1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi
penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan
2 Sangat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan
3 Tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan
4 Moderat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial
kegagalan dan mode kegagalan 5 Moderat
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
6 Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
7 Sangat rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
8 Sedikit
Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
9 Sangat sedikit
Perawatan preventif memiliki sangat sedikit
kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
4. Risk Priority Number
Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari
keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan
menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence) dan
kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN
dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
RPN = S x O x D ... (2.33)
Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah sebagai berikut :
1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek FMEA. 2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen yang dianalisa.
3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.
4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi .
5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan
system.
6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan.
7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari
suatu proyek tersebut terjadi.
8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat
mendeteksi penyebab terjadinya bentuk kegagalan.
9. Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang
didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus
2.7.3 Failure Consequences
Dalam Reliability Centered maintenance konsekuensi kegagalan
diklasifikasikan dalam 4 bagian yaitu (Moubray, 2005) :
1. Hidden Failure Consequences
Dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat setelah kegagalan berlangsung.
2. Safety and Environmental Consequences
Safety Consequences terjadi apabila sebuah kegagalan fungsi suatu item
mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja lainnya.
Environmental Consequences terjadi apabila kegagalan fungsi suatu item
berdampak pada kelestarian lingkungan. 3. Operational Consequences
Suatu kegagalan dikatakan mempunyai konsekuensi operasional ketika berakibat pada produksi atau operasional.
4. Non Operational Consequences
Kegagalan tidak termasuk dalam konsekuensi keselamatan atau produksi tetapi hanya melibatkan biaya perbaikan komponen.
2.7.4 Proactive Task
Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam rangka untuk menghindarkan item dari kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan (failed state). Kegagalan ini bisa dikenal dengan predictive dan preventive maintenance.
restoration task ataupun scheduled discard task. (Moubray, John. Reliability
Centered Maintenance second edition. 2005;11-14) :
1. Scheduled restoration task dan scheduled discard tasks
Scheduled restoration task adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada
saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi saat itu. Sedangkan scheduled discard task adalah tindakan mengganti item
pada saat atau batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item
saat itu.
2. On-condition task
Kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure sehingga tindakan dapat
diambil untuk mencegah terjadinya functional failure.
2.7.5 Default Action
Tindakan ini dilakukan ketika predictive task yang efektif tidak mungkin
dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan. Default Action (Nordstrom, Jakob. RCM-based maintenance plans for different operational conditions. 2007 :
26) meliputi :
1. Failure finding
Failure finding meliputi tindakan pemeriksaan, apakah suatu komponen masih
dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Failure finding hanya diaplikasikan
pada hidden atau kegagalan yang tidak dapat dibuktikan secara langsung.
2. Redesign
3. No Scheduled Maintenance
No scheduled maintenance sering digunakan untuk kegagalan yang evident
(nyata) dan tidak mempengaruhi safety atau environment.
2.8 Biaya Pemeliharaan
Secara teoritis, total biaya pemeliharaan dapat digambarkan bahwa biaya pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) akan berbanding terbalik dengan
biaya pemeliharaan preventif (preventive maintenance) seperti yang diuraikan
[image:47.595.122.500.338.566.2]dalam kurva dibawah ini :
Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance
Sumber : Manajemen Operasional (Dr. Manahan P. Tampubolon, MM)
Adapun biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan antara lain biaya-biaya pengecekan, penyetelan (set-up), biaya service, biaya penyesuaian
(adjustment) dan biaya perbaikan (reparasi). Perbandingan biaya-biaya tersebut
perlu dilakukan dengan tujuan berikut : Biaya
Optimasi (Biaya Pemeliharaan) Total Biaya (Total Cost)
Optimasi (Kebijakan Biaya Pemeliharaan yang rendah) Breakdown
Maintenance Cost
Preventive Maintenance
1. Apakah sebaiknya dilakukan preventive maintenance atau corrective maintenance, dimana biaya-biaya yang perlu diperhatikan adalah :
a. Jumlah biaya perbaikan yang perlu akibat kerusakan yang terjadi karena adanya preventive maintenance, dengan jumlah biaya pemeliharaan dan
perbaikan akibat kerusakan yang terjadi, walaupun sudah diadakan
preventive maintenance dalam jangka waktu tertentu.
b. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap suatu peralatan disertai dengan harganya.
c. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh peralatan dengan jumlah kerugian yang dihadapi bila peralatan rusak dalam operasi konversi.
2. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki di dalam perusahaan atau di luar perusahaan, dengan memperbandingkan jumlah biaya yang akan dikeluarkan.
3. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan antara lain :
a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan tersebut.
b. Jumlah biaya perbaikan dengan harga peralatan yang sama di pasar.
Berdasarkan pada keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara ekonomis belum tentu selamanya preventive maintenance yang terbaik dan perlu
corrective maintenance saja, harus dilihat faktor-faktor dan jumlah biaya yang
[image:49.595.106.514.166.672.2]akan terjadi.
Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan
Karakteristik Sistem
Fisik Ekonomis Produksi a.Fungsi kerja
b.Ciri Desain c.Umur
d.Kondisi Operasi e.Riwayat kerusakan f. Kebutuhan servis g.Pola keausan
h.Distribusi statistik untuk kerusakan dan umur ekonomis
a. Harga beli
b.Biaya pemasangan c. Biaya downtime (biaya
kesempatan)
Perawatan a. Prosedur inspeksi dan pengujian b.Distribusi statistik untuk
waktu inspeksi, waktu repair, waktu perawatan preventif
a. Biaya inspeksi
b.Biaya repair dan preventif yaitu tenaga kerja, suku cadang, overhead
c. Biaya idle dari peralatan
perawatan
Komponen atau fasilitas ini memerlukan pertimbangan khusus sehubungan dengan kebijaksanaan perawatannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan apakah sebaiknya dilakukan perawatan dengan penggantian grup atau individu. Untuk penggantian pencegahan ini dilakukan berdasarkan umur pakai dari komponen yang disebut dengan model Age Replacement. Tujuan model ini adalah untuk
menentukan umur optimal dimana penggantian pencegahan harus dilakukan sehingga dapat meminimasi total downtime. Penggantian pencegahan dilakukan
dengan menetapkan kembali interval waktu penggantian pencegahan berikutnya sesuai dengan interval yang telah ditentukan jika terjadi kerusakan yang menuntut dilakukannya tindakan penggantian.
Asumsi yang digunakan pada model Age Replacement ini adalah :
1. Laju kerusakan komponen bertambah sesuai dengan peningkatan pemakaian yang terjadi pada mesin tersebut.
2. Peralatan yang telah dilakukan penggantian komponen akan kembali pada kondisi semula.
[image:50.595.159.478.547.710.2]3. Tidak ada permasalahan dalam suku cadang.
Gambar 2.8 Model Age Replacement
Waktu 0
Penggantian
kerusakan Penggantian pencegahan
Penggantian
kerusakan Penggantian pencegahan
Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine)
Gambar 2.9 Siklus dalam model Age Replacement
Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine)
Berdasarkan pada Gambar 2.5 diatas maka terdapat dua macam siklus penggantian pada model Age Replacement sebagai berikut :
1. Siklus 1, siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian pencegahan, Ditentukan melaui komponen yang telah mecapai umur penggantian (tp) sesuai dengan yang telah direncanakan.
2. Siklus 2, siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian kerusakan. Ditentukan melalui komponen yang telah mengalami kerusakan sebelum mencapai waktu penggantian yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam jurnal analisis penjadwalan dan biaya perawatan oleh Didik Wahjudi dan Amelia, menyebutkan bahwa perawatan yang baik akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan pada waktu proses produksi sedang tidak berjalan. Semakin sering perawatan suatu mesin dilakukan akan meningkatkan biaya perawatan. Disisi lain bila perawatan yang tidak dilakukan akan mengurangi performa kerja dari mesin tersebut. Pola maintenance yang optimal perlu dicari
Operasi Operasi
Siklus 2 Siklus 1
Penggantian pencegahan
Penggantian kerusakan
atau
supaya antara biaya perawatan dan biaya kerusakan bisa seimbang pada total cost
yang paling minimal.
Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan
mesin yang memang sudah dijadwalkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung preventive cost atau biaya karena perawatan adalah :
Biayaoperator Biayamekanik
Hargakomponen MTTR
CM ... (2.34)
Sedangkan Failure cost meruapakan biaya yang timbul karena terjadi
kerusakan diluar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi berhenti pada saat produksi sedang berjalan. Rumus yang digunakan adalah :
komponen Harga downtime Biaya mekanik Biaya operator Biaya MTTR CF ... (2.35)Adapun formulasi perhitungan model Age Replacement, yaitu :
tp dt t tf tp tpR tp R CF tp CMR tp C ) ( ) ( )] ( 1 [ ) ( )( ... (2.36)
Dimana :
C(tp) = Total biaya pencegahan persatuan waktu CM = Biaya pencegahan
CF = Biaya kerusakan
R(tp) = Probabilitas pencegahan 1-R(tp) = Probabilitas kerusakan tp = Waktu pencegahan tf = Waktu kerusakan
pelaksanaan perawatan dapat ditentukan bagi komponen dengan fungsi laju kegagalan yang semakin meningkat. Untuk total biaya perawatan merupakan penjumlahan kumulatif biaya kegagalan dan biaya perawatan maka dapat dihitung
M M F
F f C f
C
TC
TM C dt t TM C M TM F 1 ) ( 1 0
TM MF t dt C
C
TM 0 ( )
1
... (2.37)
Untuk data berdistribusi Weibull, maka biaya total perjamnya adalah :
M M F T C TM C
TC 1
... (2.38)
Harga total perunit waktu untuk perbaikan dan perawatan adalah :
K = CM . NM + CF.NF... (2.39)
Untuk mendapatkan harga yang optimum dari TM atau interval perawatan, definisikan Ko = K/CF sebagai fungsi dari TM dan dapatkan harga TM yang
meminimumkan Ko. M F M F F N C C N C K
Ko ... (2.40)
TM
MF M N C C dt t L TM Ko 0 ) ( 1 ... (2.41) Atau
TM
MF M N C C dt t L TMKo 0 )
( ... (2.42)
) (TM L dTM dK TM
Ko ... (2.43)
dimana Ko TM TM L TM dTM dKo 1 ) ( 1
...(2.44)
Dengan menyamakan dKo / dTM sama dengan nol dan mensubsitusikan Ko dari
persamaan (2.38), akan peroleh persamaan yang perlu untuk untuk mendapatkan harga optimum TM, yaitu :
TM F M C C dt t L TM TML 0 ) ( )( ... (2.45)
Selain itu juga dapat menggunakan persamaan
TM R
TM R
TM '
... (2.46)
maka diperoleh
CM CF CF TM R dt TM R TM TM
0 ( ) ... (2.47)
Untuk distribusi Weibull diketahui bahwa :
m
t e t
R
dan
1 m t m t
Dimana dan m , maka didapatkan
1
1 CM CF CF TM m m
sehingga
1 1 1 . CM CF CM
Data penting yang harus dimiliki untuk dapat melakukan analisis yang baik terhadap masalah ini adalah distribusi peluang kerusakan dan biaya estimasi yang terlibat dalam penggantian.
2.9 Penelitian-Penelitian Terdahulu
1. Achmad sukron zamani ( 2007), dengan judul Penerapan Reliability Centered
Maintenance (RCM) dan Reliability Centered Spares (RCS) dalam
persediaan digudang lebih tinggi begitu pula jumlah ordernya. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan Failure function pada YAOTA 800A dan DA YANA adalah gagal menganyam karena magnet generator shutle gagal membawa anyam sehingga anyam putus dan anyaman rusak. Karena
sheding rod ada yang kendor atau aus dan creel set rusak: gagal menggulung
sheet kain yang dianyam karena torsi motor winder tidak sesuai.
bekerja secara seri sehingga apabila terjadi kerusakan pada salah satu komponen maka akan berpengaruh terhadap komponen lain. FMEA mesin SDC menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan pada komponen masin SDC akan mengakibatkan terjadinya loss product yang mana hal ini akan meyebabkan proses produksi tidak lagi efektif. Pada beberapa komponen yaitu main motor dan hidroling kopling. Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan Berdasarkan decision Worksheet RCM maka jenis-jenis kegiatan perawatan yang sesuaiuntuk masin-masing komponen SDC adalah scheduledon on
condition task kecuali pada Hidrolic coupling yaitu berupa scheduled Discard
task dan dari perhitungan diperoleh bahwa komponen fuse plug pada Hidrolic
kopling merupakan komponen kritis karena memiliki tingkat keandalan paling
rendah dan laju kerusakan paling tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di PT.VARIA USAHA BETON yang bertempat diWaru – Sidoarjo. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai selesai. Data Penelitian yang digunakan adalah data pada bulan Januari sampai Juli 2010.
3.2 Identifikasi Variabel
Identifikasi variable merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan variable-variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian adalah :
1. Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variable independent terhadap perubahan. Yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah interval perawatan.
2. Variabel bebas yaitu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel terikat. Yang termasuk variabel bebas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Waktu antar kerusakan
b. Waktu lama perbaikan
Variabel ini merupakan variable lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan pada setiap komponen.
c. Penyebab dan Efek kegagalan
Variabel ini meliputi penyebab terjadinya kegagalan suatu komponen yang menyebabkan system dalam kondisi yang tidak baik serta efek atau dampak yang disebabkan oleh failure function.
d. Biaya kegagalan
Variabel biaya ini meliputi biaya penggantian komponen yang timbul karena kerusakan dan perawatan seperti harga komponen pengganti, gaji atau upah tenaga kerja, biaya akibat mesin menganggur dan biaya keuntungan yang hilang akibat adanya perawatan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam menunjang terlaksananya penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder.data sekunder merupakan data yang diperoleh dari perusahaan. Data tersebut meliputi data detail komponen,maintenance activity report dan mechin
history card (waktu antar kerusakan, lama selang perbaikan, jenis kerusakan ).
3.4 Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan pada saat data yang diperlukan dalam pengolahan telah terkumpul. Pengolahan data bertujuan untuk melakukan penyelesaian dan pembahasan dari masalah yang sedang dianalisis. Data-data yang dikumpulkan meliputi maintenance activity record. Data-data tersebut meliputi data komponen mesin, waktu antar kerusakan/kgagalan (Tf ), waktu
perbaikan (Tr ) dan jenis kegagalan yang terjadi. Sedangkan data-data lain yang diperlukan dalam pengolahan data meliputi performansi peralatan yang diperlukan dalam penyusunan FMEA dan Decision Worksheet. Secara spesifik data-data
yang diperlukan dalam pengolahan secara analisa kualitatif dan kuantitatif adalah sabagai berikut :
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data, meliputi : 1. Penentuan komponen kritis pada mesin SB 306
Penentuan komponen kritis ini dilakukan berdasarkan pada data downtime dengan frekuensi terbesar. Pemilihan komponen kritis ini menggunakan diagram pareto agar lebih memudahkan dalam menentukan frekuensi yang terbesar diantara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.
Data-data yang diperlukan dalam penentuan komponen kritis : a. Data komponen mesin dan supplier spare part.
b. Data fungsi-fungsi komponen dan bagaimana komponen gagal dalam melakukan fungsinya sesuai dengan standar performansi.
2. Functional Block Diagram
Funtional Block Diagram digunakan untuk mendeskripsikan system kerja dari
mesin SB 306 seperti proses produksi dan komponen mesin yang terlibat di dalamnya beserta fungsinya.
3. Failure Modes and Effect Analysis
Penyusunan tabel FMEA dilakukan berdasarkan data fungsi komponen dan laporan perawatan yang kemudian dapat ditentukan berbagai penyebab kegagalan (failure mode) yang mengakibatkan kegagalan fungsi (failures functionl) serta efek atau dampak (failure effect) yang ditimbulkan dari
kegagalan fungsi. Mengh