• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN LOKASI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DI KOTAMADYA JAKARTA BARAT BAGAS SINUKSMOYO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN LOKASI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DI KOTAMADYA JAKARTA BARAT BAGAS SINUKSMOYO"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAGAS SINUKSMOYO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

PENENTUAN LOKASI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU

BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Lokasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Sebaran Suhu Permukaan di Kotamadya Jakarta Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Bagas Sinuksmoyo NIM E34100126

(4)

ABSTRAK

BAGAS SINUKSMOYO. Penentuan Lokasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Sebaran Suhu Permukaan di Kotamadya Jakarta Barat. Dibimbing oleh SITI BADRIYAH RUSHAYATI dan LILIK BUDI PRASETYO.

Pesatnya pembangunan cenderung mengorbankan bentang alam hijau serta mengabaikan pentingnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi kota. Minimnya RTH menyebabkan berkurangnya kemampuan kota dalam menurunkan suhu permukaan. Kotamadya Jakarta Barat merupakan salah satu kotamadya di DKI Jakarta, yang mengelola RTH terendah. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lokasi pengembangan RTH berdasarkan sebaran suhu permukaan dalam upaya mengurangi suhu permukaan dan menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat. Penentuan lokasi pengembangan RTH menggunakan kelas prioritas, dengan pertimbangan sebaran suhu permukaan dan digolongkan menjadi tiga kelas prioritas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas prioritas pertama seluas 2 591 ha, kedua seluas 6 961 ha, dan ketiga seluas 3 072 ha. Jumlah luasan RTH di kelas prioritas pertama yang dapat dikembangkan sebesar 20 ha pada RTH pohon dan 54 ha pada RTH non pohon.

Kata kunci: kelas prioritas, lingkungan, ruang terbuka hijau, suhu permukaan

ABSTRACT

BAGAS SINUKSMOYO. Determining the Location of Green Space Development Based on the Distribution of Land Surface Temperature in West Jakarta. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and LILIK BUDI PRASETYO.

Rapid development tend to sacrifice green landscape and ignore the importance of the function of green open space for the city. The lack of green open space led to the reduction in the city's ability to lower the surface temperature. West Jakarta is one of the cities in Jakarta, with the smallest area of green open space managed by the government. This study was conducted to determine the location of green open space development based on the surface temperature distribution in an effort to reduce the temperature of the surface and create a comfortable and healthy environment. Determining the location of green open space development using priority classes, with consideration of the distribution of surface temperatures and are classified into three priority classes. The results showed that the first priority class are 2 591 hectares, the second are 6 961 ha, and the third are 3 072 Ha. The amount of green space in the first priority class that can be developed are 20 ha in trees and 54 ha on non tree.

Keywords: environment, green open space, land surface temperature, priority classes

(5)

5

BAGAS SINUKSMOYO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENENTUAN LOKASI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU

BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN

DI KOTAMADYA JAKARTA BARAT

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi

Nama NIM

: Penentuan Lokasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Sebaran Suhu Permukaan

di Kotamadya Jakarta Barat : Bagas Sinuksmoyo

: E34100126

Disetujui oleh

��

� -

J

Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, M Si Pembimbing I

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, M Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

ea

mbas Basuni, MS

Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dan ini adalah pengembangan ruang terbuka hijau yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga April 2015 dengan judul Penentuan Lokasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Sebaran Suhu Permukaan di Kotamadya Jakarta Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, M Si dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, M Sc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial yang telah membantu dalam penelitian ini dan teman angkatan KSHE 47 “Nephentes rafflesiana” atas support dan bantuannya. Ungkapan terima kasih penulis ucapkan pada Ibu dan Bapak atas segala doa, kasih sayang, dan kesabarannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(9)

9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Jenis Data dan Cara Pengambilan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan 6 Identifikasi Perubahan Suhu Permukaan 9 Kesesuaian Tipe dan Fungsi RTH 13 Lokasi Prioritas Pengembangan RTH 14

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perubahan luas penutupan lahan (2001-2006) 7 2 Perubahan luas penutupan lahan (2006-2010) 8 3 Perubahan luas penutupan lahan (2010-2014) 9 4 Nilai suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat 12 5 Sebaran suhu permukaan pada tiap kelas prioritas 14 6 Luas wilayah sebaran kelas prioritas di Kotamadya Jakarta Barat 14 7 Persentase dan luas kelas prioritas pada masing-masing kecamatan 15 8 Luasan RTH dalam kelas prioritas pertama yang dapat dikembangkan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 3 2 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2001 6 3 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2006 7 4 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2010 8 5 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2014 9 6 Peta sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2001 10 7 Peta sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2006 11 8 Peta sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2010 11 9 Peta sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2014 12 10 Peta sebaran lokasi pengembangan RTH 15 11 Peta sebaran RTH yang potensial untuk dikembangkan 16 12 Peta sebaran RTH potensial untuk dikembangkan

di Kecamatan Pal Merah 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran luas wilayah suhu permukaan (2001-2014) 20 2 Perubahan luas wilayah sebaran suhu permukaan (2001-2014) 20 3 Luas tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat (2001-2006) 21 4 Luas tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat (2010-2014) 22

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pesatnya pembangunan permukiman, perkantoran, pusat perbelanjaan, hingga industri di wilayah perkotaan cenderung mengorbankan bentang alam terbuka hijau serta mengabaikan pentingnya fungsi ruang terbuka hijau (RTH) bagi kota tersebut. Minimnya RTH di perkotaan menyebabkan semakin berkurangnya kemampuan kota dalam menurunkan suhu permukaan di suatu kota. Meningkatnya suhu permukaan kota ini tentu saja akan mengganggu aktivitas manusia dan lingkungannya, hal ini dapat menjadi masalah lingkungan yang serius bagi sebuah kota jika terjadi secara terus-menerus.

Ruang terbuka hijau (RTH) memiliki kemampuan yang sangat baik dalam mengurangi efek-efek climatological heat pada lokasi pemusatan bangunan tinggi, oleh karena itu penambahan jumlah luas RTH di suatu kota sangat penting dampaknya bagi kesehatan dan kenyamanan (Wardhani 2006). Menurut Alphy (2013) arah perubahan penutupan lahan RTH menjadi ruang terbangun cenderung bersifat irreversible yaitu sulit untuk kembali seperti semula, walaupun dapat kembali ke penutupan lahan awal, perlu energi yang besar untuk mengatasinya seperti biaya, waktu dan kemungkinan munculnya konflik sosial dan budaya. Perubahan penutupan lahan RTH menjadi lahan terbangun di perkotaan harus dikurangi atau dihentikan khususnya di kota dengan jumlah luasan RTH yang belum sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pengembangan RTH sangat penting guna memaksimalkan fungsinya dalam meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan kualitas hidup kota.

Jakarta Barat merupakan salah satu kota administratif Ibukota DKI Jakarta yang memiliki luas wilayah mencapai 12 615.14 ha dengan kepadatan penduduk sebesar 119 Jiwa/ ha (Pemkot Adm Jakbar 2013). Pertumbuhan pengembangan yang cepat dan padat penduduk tersebut tidak diimbangi dengan pengembangan RTH yang memadai. Melalui hasil delineasi citra oleh Yuliasari (2008) diketahui bahwa luas RTH yang dikelola oleh Pemerintah DKI Jakarta berdasarkan Kotamadya yaitu: (1) Jakarta Utara 344.95 ha, (2) Jakarta Timur 681.07 ha, (3) Jakarta Selatan 1 011.51 ha, (4) Jakarta Pusat 143.32 ha, dan (5) Jakarta Barat 183.48 ha.

Data dari Pemprov DKI Jakarta (2009) memperlihatkan bahwa luas wilayah masing-masing kotamadya DKI Jakarta, yaitu : (1) Jakarta Utara 14 220 ha, (2) Jakarta Timur 18 773 ha, (3) Jakarta Selatan 14 573 ha, (4) Jakarta Pusat 4 790 ha, dan (5) Jakarta Barat 12 651 ha. Melalui hasil penelitian tersebut diketahui presentase RTH terhadap keseluruhan luas wilayah pada masing-masing Kotamadya, yaitu : (1) Jakarta Pusat 2.99%, (2) Jakarta Timur 3.62%, (3) Jakarta Selatan 6.94%, (4) Jakarta Utara 2.42%, dan (5) Jakarta Barat 1.45%. Berdasarkan Alexander (2014), pengembangan tata ruang DKI Jakarta periode 2005-2010 telah mendegradasi RTH. Penyimpangan fungsi lahan paling besar terjadi di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Kawasan hijau di Jakarta Barat berkurang 34% dan di Jakarta Utara berkurang 25%. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan RTH pada lokasi-lokasi tertentu guna memaksimalkan fungsi RTH sangat penting

(12)

untuk dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan estimasi nilai suhu permukaan guna menentukan lokasi-lokasi prioritas pengembangan RTH dalam upaya mengurangi suhu permukaan serta mampu mengembalikan keseimbangan dan kenyamanan lingkungan perkotaan di kota Jakarta Barat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lokasi pengembangan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan sebaran suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat dalam upaya mengurangi suhu permukaan dan menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat dalam menentukan lokasi pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Membantu terciptanya suatu lingkungan kota yang nyaman, ramah lingkungan dan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di kota tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi tutupan lahan, sebaran suhu permukaan, analisis kesesuaian tipe RTH, dan penentuan lokasi prioritas pengembangan RTH di Kotamadya Jakarta Barat. Lokasi pengembangan RTH di Kotamadya Jakarta Barat akan menjadi acuan dalam upaya menurunkan suhu permukaan sehingga akan menciptakan kualitas lingkungan yang baik bagi kesehatan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan letak geografis berada diantara 106° 22' 42'' Bujur Timur sampai dengan 106° 58’ 18” Bujur Timur dan 5° 19' 12'' Lintang Selatan sampai dengan 6° 23’ 54” Lintang Selatan. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 - April 2015. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

(13)

3

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS), alat tulis, kamera dan perangkat komputer yang dilengkapi dengan beberapa Software, yaitu: Google Earth, ArcGis 10.2.2 dan ERDAS Imagine 9.1. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi Citra Satelit Landsat Jakarta Path/Row 122/064 pada tahun 2001 (landsat 7, akuisisi 17 September 2001), 2006 (landsat 5, akuisisi 7 September 2006), 2010 (landsat 5, akuisisi 1 Agustus 2010), dan 2014 (landsat 8, akuisisi 13 September 2014) serta Peta Administrasi Jakarta Barat.

Jenis Data dan Cara Pengambilan Data

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi peta citra Landsat tahun 2001, 2006, 2010, dan 2014 yang sudah terklasifikasi, lalu peta tutupan dan penggunaan lahan serta peta sebaran suhu permukaan pada tahun-tahun tersebut. Data sekunder berupa informasi-informasi tambahan diperlukan untuk mendukung penelitian ini hasil dari studi literatur.

Pengambilan data dilakukan dengan mengunduh peta citra landsat Jakarta Path/Row 122/064 melalui website glovis.usgs.gov. Peta tersebut diuji akurasi terlebih dahulu dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1. Peta tutupan

(14)

lahan didapatkan dengan melakukan pengolahan data dengan ArcGis 10.2.2. Peta sebaran suhu permukaan didapatkan setelah melakukan pengolahan data dengan fitur modeler pada ERDAS Imagine 9.1.

Analisis Data

Analisis data diawali dengan melakukan pengolahan citra landsat tahun 2001, 2006, 2010, dan 2014 dengan software ArcGis 10.2.2, ERDAS Imagine 9.1, serta Google Earth untuk membantu mengolah data. Klasifikasi jenis penutupan lahan serta estimasi sebaran suhu permukaan pada tahun tersebut diperlukan sebagai dasar dalam menentukan lokasi pengembangan RTH yang ideal di Kotamadya Jakarta Barat. Lokasi pengembangan RTH didapatkan dari pengklasifikasian peta sebaran suhu permukaan pada tahun 2014.

Identifikasi tutupan lahan

Peta tutupan lahan digunakan sebagai salah satu acuan dalam menentukan lokasi pengembangan RTH. Pengklasifikasian tutupan lahan dilakukan dengan metode supervised classification. Pengambilan titik ground control point di lokasi penelitian telah dilakukan sebelumnya sebagai acuan. Software Google Earth digunakan untuk membantu identifikasi dan juga sebagai acuan tambahan. Klasifikasi tutupan lahan meliputi badan air, lahan terbangun, RTH pohon, dan RTH non pohon.

Estimasi suhu permukaan

Peta sebaran suhu permukaan digunakan sebagai salah satu acuan dalam menentukan lokasi pengembangan RTH. Estimasi nilai suhu permukaan dilakukan dengan menggunakan fitur Modeler pada ERDAS imagine 9.1 untuk mengkonversi nilai-nilai pixel. Nilai pada pixel yang berupa Digital Number (DN) merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan konversi menjadi nilai radiansi. Konversi nilai DN menjadi nilai radiansi dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑳𝝀= 𝑴𝑳𝑸𝒄𝒂𝒍+ 𝑨𝑳 Keterangan :

Lλ : Radiance spectral TOA (watts/m2 Srad 𝜇m)

ML : (Radiance_mult_band x), x = band 6 (landsat 5 dan 7), band 10 (landsat 8) AL : (Radiance_add_band x), x = band 6 (landsat 5 dan 7), band 10 (landsat 8) Qcal : Quatized and calibrated standard product pixel values (Digital Number)

Nilai radiansi tersebut kemudian dikonversi menjadi nilai temperatur berskala Kelvin. Sebaran suhu permukaan didapatkan setelah dilakukan proses konversi nilai radiansi menjadi temperatur. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut:

(15)

5 2 1 Ln 1 R K T K L         Keterangan : TR : Suhu radian (K)

K1 : Konstanta kalibrasi (band 6 (landsat 5 dan 7), band 10 (landsat 8))

K2 : Konstanta kalibrasi (band 6 (landsat 5 dan 7), band 10 (landsat 8))

: Radiance spectral TOA (watts/m2 Srad 𝜇m)

Suhu permukaan dengan skala Kelvin dikonversi menjadi Celcius. Peta sebaran suhu permukaan berupa raster dikelaskan menjadi 7 kelas suhu dengan mengambil jarak interval 2 °C.

Analisis kesesuaian tipe dan fungsi ruang terbuka hijau

Observasi tipe dan fungsi RTH di Kotamadya Jakarta Barat dilakukan untuk melihat secara keseluruhan kesesuaian tipe dan fungsi RTH yang terdapat di lokasi. Analisis secara deskriptif dilakukan mengenai tipe dan fungsi RTH, setelah itu ditentukan RTH yang sesuai tipe dan fungsinya terhadap kebutuhan pada lokasi pengembangan RTH di Kotamadya Jakarta Barat.

Prioritas pengembangan ruang terbuka hijau

Peta lokasi pengembangan ruang terbuka hijau diperoleh dari hasil klasifikasi peta sebaran suhu permukaan. Peta sebaran suhu permukaan pada tahun 2014 digunakan sebagai peta dasar dalam penentuan lokasi prioritas pengembangan RTH. Peta sebaran suhu permukaan digolongkan ke dalam tiga kelas yaitu prioritas pertama, prioritas kedua, dan prioritas ketiga. Rumus kelas prioritasnya adalah sebagai berikut :

Prioritas Pertama : ̄

Prioritas Kedua : ̄ ̄ Prioritas Ketiga : ̄

Keterangan : x : Selang nilai

̄ : Rata-rata suhu permukaan

Kelas prioritas ini berlaku untuk kecamatan-kecamatan di Kotamadya Jakarta Barat. Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu: Kebon Jeruk, Kembangan, Cengkareng, Kalideres, Grogol, Pal Merah, Tambora, dan Taman Sari. Kecamatan-kecamatan tersebut kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kelas prioritas sehingga diketahui persebaran lokasi prioritasnya.

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan tutupan lahan di perkotaan selalu terjadi setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kota memiliki kebutuhan yang tinggi akan lahan terutama lahan terbangun. Bertambahnya jumlah penduduk meningkatkan kebutuhan akan lahan terbangun. Ketersediaan lahan terbangun yang tidak mencukupi membuat lahan-lahan RTH dikonversi menjadi lahan-lahan terbangun. Pemotongan dan penebangan pohon juga seringkali dilakukan pemerintah dengan alasan pelebaran jalan atau mengganggu lalu lintas (Widiastuti 2012). Hal tersebut berpengaruh terhadap ketersediaan RTH di kota, terlebih penebangan tersebut seringkali tidak diikuti dengan penanaman kembali. Menurunnya luasan RTH ini memberikan efek negatif bagi kota, salah satunya mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan di daerah tersebut dan mengganggu kenyamanan serta kesehatan.

Tutupan lahan tahun 2001

Berdasarkan analisis tutupan lahan di Kotamadya Jakarta Barat diketahui pada tahun 2001 lahan terbangun mendominasi tutupan lahan sebesar 55.80% dari luasan Kotamadya Jakarta Barat atau seluas 7 099.29 ha. Ruang terbuka hijau berupa pepohonan seluas 2 599.83 ha menutupi sebanyak 20.44% tutupan lahan di Kotamadya Jakarta Barat, sedangkan RTH non pohon seluas 2 194.56 ha menutupi sebanyak 17.25% tutupan lahan. Penutupan lahan berupa badan air hanya menutupi 6.51% dari seluruh tutupan lahan dengan luasan seluas 827.91 ha. Kondisi tutupan lahan pada bulan September tahun 2001 dapat dilihat pada Gambar 2.

(17)

7 Tutupan lahan tahun 2006

Melalui analisis diperoleh data bahwa sebaran tutupan lahan di DKI Jakarta mengalami perubahan. Lahan terbangun mengalami peningkatan dari tahun 2001 sebesar 14.47% dengan memiliki luasan sebesar 8 126.91 ha. Kenaikan luasan lahan terbangun ini diiringi dengan penurunan luasan tutupan lahan lainnya. Badan air berkurang luasannya sebesar -90.98 ha menjadi 792.36 ha. Luasan RTH pohon berkurang sebesar -652.73 ha menjadi 2 050.02 ha. Ruang terbuka hijau non pohon berkurang luasnya sebesar -588.93 ha menjadi 1 755.63 ha. Kondisi ini menunjukkan terjadinya konversi tutupan lahan lain menjadi lahan terbangun. Kondisi tutupan lahan pada bulan September tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 3 dan perubahan luas tutupan lahan tahun 2001-2006 pada Tabel 1.

Gambar 3 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2006 Tabel 1 Perubahan luas penutupan lahan (2001-2006)

No Tutupan Lahan Luas (ha) Perubahan (ha) 2001 2006 1 Badan Air 827.91 736.93 -90.98 2 Lahan Terbangun 7 099.29 8 432.21 1 332.92 3 RTH Pohon 2 599.83 1 947.10 -652.73 4 RTH Non Pohon 2 194.56 1 605.63 -588.93 Tutupan lahan tahun 2010

Hasil analisis tutupan lahan pada tahun 2010 didapatkan informasi bahwa kembali terjadi peningkatan luasan lahan terbangun yang diiringi dengan menurunnya tutupan lahan lainnya. Luasan lahan terbangun meningkat sebesar 8% atau seluas 510.92 ha. Terjadi sedikit penurunan luasan RTH pohon dan non pohon, masing-masing turun seluas -57.52 ha dan -98.56 ha. Kondisi tutupan lahan pada bulan Agustus tahun 2010dapat dilihat pada Gambar 4 dan perubahan luas penutupan lahan tahun 2006-2010 pada Tabel 2.

(18)

Gambar 4 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2010 Tabel 2 Perubahan luas penutupan lahan (2006-2010)

No Tutupan Lahan Luas (ha) Perubahan (ha) 2006 2010 1 Badan Air 736.93 383.29 -353.64 2 Lahan Terbangun 8 432.21 8 943.13 510.92 3 RTH Pohon 1 947.10 1 889.58 -57.52 4 RTH Non Pohon 1 605.63 1 507.07 -98.56 Tutupan lahan tahun 2014

Lahan terbangun juga mendominasi tutupan lahan di tahun 2014 dengan menutupi sebesar 78.26% Kotamadya Jakarta Barat. Luasan lahan terbangun meningkat seluas 1 126.54 ha. Peningkatan luasan lahan terbangun ini diakibatkan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya di DKI Jakarta. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan lahan terbangun, akibatnya terjadi konversi tutupan lahan lain menjadi lahan terbangun.

Penurunan luasan yang cukup signifikan dalam kurun waktu 2010-2014 terdapat pada RTH pohon, seluas -1 518.92 ha luasannya berkurang. Ruang terbuka hijau non pohon mengalami kenaikan seluas 325.56 ha dan luasannya menjadi 2 132.63. Hal ini dikarenakan telah terjadi konversi RTH pohon menjadi RTH non pohon. Kebijakan menebang pepohonan yang sudah tua di tepi-tepi jalan dan menanam permudaan dalam upaya pemeliharaan menyebabkan meningkatnya luasan RTH non pohon. Kondisi tutupan lahan pada bulan September tahun 2014dapat dilihat pada Gambar 5 dan perubahan luas penutupan lahan tahun 2010-2014 pada Tabel 3.

(19)

9

Gambar 5 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2014 Tabel 3 Perubahan luas penutupan lahan (2010-2014)

No Tutupan Lahan Luas (ha) Perubahan (ha) 2010 2014 1 Badan Air 383.29 100.67 -282.62 2 Lahan Terbangun 8 943.13 10 069.67 1 126.54 3 RTH Pohon 1 889.58 370.66 -1 518.92 4 RTH Non Pohon 1 507.07 2132.63 625.56 Dari kurun waktu tahun 2001-2014 lahan terbangun di Kotamadya Jakarta Barat telah meningkat sebesar 2 993 ha. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi konversi tutupan lahan menjadi lahan terbangun. Penelitian Wardhana (2003) diacu dalam Temaja (2010) pada penutupan lahan Kota Bogor, menyebutkan bahwa suhu permukaan umumnya meningkat karena adanya penambahan luas pada penutupan lahan industri, lahan terbuka, dan pemukiman yang banyak menghasilkan panas. Penutupan lahan seperti vegetasi tinggi, badan air, tanaman semusim, atau hutan mampu meredam kenaikan suhu permukaan. Bahan bangunan seperti aspal, semen, dan beton merupakan penyerap dan penyimpan panas matahari (Tursilowati 2006, diacu dalam Waluyo 2009).

Identifikasi Perubahan Suhu Permukaan

Temperatur permukaan lahan (Land Surface Temperature) merupakan sebuah parameter penting dalam mempelajari perilaku termal dan lingkungan kota. Naik turunnya LST dalam temperatur udara di lapisan bawah atmosfer kota, merupakan faktor penting dalam menentukan radiasi permukaan serta pertukaran energi, iklim di dalam gedung dan kenyamanan manusia di kota (Voogt and Oke, 1998 diacu dalam Arie 2012).

(20)

Sebaran suhu permukaan 2001

Berdasarkan hasil olah citra Landsat didapatkan data bahwa sebaran suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat pada tahun 2001 terluas ada pada rentang 28 °C – 30 °C dan > 30 °C. Rentang suhu tersebut mendominasi sebaran suhu permukaan di Kotamadya Jakarta barat dengan masing-masing menutupi wilayah sebesar 39.88% dan 34.67%. Pada rentang suhu tersebut tutupan lahan banyak diisi oleh lahan terbangun dan hanya sedikit terdapat RTH baik pohon maupun non pohon. Pada beberapa kecamatan, terdapat rentang suhu yang lebih rendah, sebesar 22.21% rentang 24 °C – 26 °C dan 3.17% rentang 22 °C – 24 °C. Hal ini dikarenakan pada kecamatan tersebut terdapat RTH yang memadai sehingga menyebabkan lebih rendahnya suhu permukaan dibandingkan dengan kecamatan lain. Kondisi sebaran suhu permukaan pada bulan September tahun 2001 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2001 Sebaran suhu permukaan 2006

Pada tahun 2006 terdapat peningkatan sebaran suhu permukaan di rentang > 30 °C menjadi sebesar 48.40% serta rentang 28 °C – 30 °C menjadi sebesar 43.42%. Hal ini memperlihatkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan dari kurun waktu 2001-2006 di wilayah Kotamadya Jakarta Barat. Kenaikan sebaran suhu permukaan di wilayah Kotamadya Jakarta Barat sejalan dengan perubahan tutupan lahan, dimana telah terjadi peningkatan lahan terbangun dan berkurangnya RTH serta badan air. Berkurangnya RTH dan badan air sebagai tutupan lahan yang memiliki kemampuan dalam mengurangi suhu permukaan mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat. Naiknya luasan lahan terbangun memiliki efek yang besar pada kenaikan suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat. Kondisi sebaran suhu permukaan pada bulan September tahun 2006dapat dilihat pada Gambar 7.

(21)

11

Gambar 7 Peta sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2006 Sebaran suhu permukaan 2010

Melalui hasil analisis citra landsat didapatkan data bahwa pada tahun 2010 sebaran suhu permukaan menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebaran suhu permukaan pada rentang 26 °C – 28 °C sebanyak 55% serta 24 °C – 26 °C sebanyak 35.51%. Peningkatan luasan lahan terbangun dan menurunnya RTH tidak terlalu berpengaruh pada tahun 2010. Hal ini disebabkan pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan curah hujan akibat dari cuaca ekstrem yang melanda seluruh wilayah Indonesia, akibatnya terjadi penurunan suhu permukaan di seluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali Kotamadya Jakarta Barat. Kondisi sebaran suhu permukaan pada bulan Agustus tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 8.

(22)

Sebaran suhu permukaan 2014

Hasil analisis citra landsat pada tahun 2014 didapatkan data bahwa sebaran suhu permukaan meningkat secara signifikan. Sebaran suhu permukaan pada rentang > 30 °C menjadi sebanyak 75.66% dan 28 °C – 30 °C sebanyak 20.40%. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya RTH yang disebabkan oleh konversi lahan menjadi lahan terbangun. Kondisi sebaran suhu permukaan pada bulan September tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 9 dan nilai suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat disajikan pada Tabel 4.

Gambar 9 Sebaran suhu permukaan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2014 Tabel 4 Nilai suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat

Tahun Suhu Permukaan Rata-Rata (°C) Suhu Permukaan Maksimum (°C) Suhu Permukaan Minimum (°C) Standar Deviasi 2001 29.2 35.9 18.3 - 2006 29.6 32.9 16.2 - 2010 26.0 30.4 22.1 - 2014 30.9 34.9 24.0 1.4

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa terjadi terjadi peningkatan suhu permukaan rata-rata dalam kurun waktu 4 tahun. Pada tahun 2010 suhu permukaan rata-rata mengalami penurunan hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terjadi fenomena La Nina yang mengakibatkan meningkatnya curah hujan di seluruh wilayah Indonesia. Fenomena ini juga berpengaruh pada suhu permukaan maksimum pada tahun 2010 yang hanya sebesar 30.6 °C. Suhu permukaan maksimum dan minimum tidak dapat menjadi acuan untuk menentukan suhu permukaan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan luas sebaran suhu permukaan maksimum dan minimum hanya terkonsentrasi di suatu lokasi saja, sehingga tidak dapat mewakili keseluruhan wilayah.

(23)

13 Kesesuaian Tipe dan Fungsi RTH

Secara keseluruhan, jumlah luasan RTH pada masing-masing kecamatan di Kotamadya Jakarta Barat masih di bawah 30%. DKI Jakarta merupakan kota dengan pertambahan jumlah penduduk yang tinggi sehingga kebutuhan akan lahan permukiman meningkat. Hal ini menyebabkan luasan RTH sulit untuk bertambah. Pengoptimalan fungsi RTH sangat diperlukan dikarenakan sedikitnya RTH dan sulitnya menambah luasan RTH.

Secara keseluruhan tipe RTH pada Kotamadya Jakarta Barat yaitu tipe kawasan permukiman, tipe pengamanan, serta tipe rekreasi dan keindahan. Tipe kawasan permukiman mendominasi RTH di Kotamadya Jakarta Barat, hal ini terjadi karena banyak permukiman di Jakarta Barat. Pada kawasan tersebut terdapat banyak bentuk RTH seperti sabuk hijau, taman serta RTH privat serperti taman dan kebun milik masyarakat. Bentuk RTH seperti ini tidak terdapat pada setiap permukiman, hanya pemukiman tertentu yang memiliki bentuk RTH ini. Ruang terbuka hijau pada tipe ini telah berfungsi dengan baik karena fungsinya adalah untuk beristirahat, bersantai, bermain, berolahraga, dan sebagainya. Tipe RTH pengamanan terdapat pada jalan raya, namun tidak terdapat di semua jalan raya. Penempatan pohon pengaman masih jarang dan tidak rapat sehingga fungsinya belum maksimal. Tipe rekreasi dan keindahan terdapat pada Hutan Kota Srengseng di Kecamatan Kembangan. Hutan kota ini selain fungsi RTH juga berfungsi sebagai kawasan rekreasi, olahraga, sarana pendidikan, refreshing, dan sebagainya.

Seluruh kecamatan di Kotamadya Jakarta Barat membutuhkan RTH tipe permukiman karena tutupan lahan didominasi oleh permukiman dan perkantoran. Terdapat beberapa perumahan yang telah memiliki RTH yaitu taman, lapangan, jalur hijau dan ditambah dengan adanya RTH privat pada setiap rumah, namun jumlahnya sedikit. Sebagian besar permukiman di Kotamadya Jakarta Barat tidak memiliki RTH privat dan sangat sedikit terdapat RTH publik. Pembuatan vertical garden dan memiliki tanaman dalam pot akan membantu menambah jumlah RTH dan memenuhi kebutuhan akan RTH. Tipe RTH pengaman seperti jalur hijau dan daerah sempadan sungai dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Barat. Banyaknya kendaraan dan jumlah penduduk menyebabkan banyak kendaraan yang melewati jalan-jalan di wilayah ini. Keberadaan jalur hijau akan bermanfaat dalam memberikan naungan serta pengaman dengan memberikan batas agar kendaraan tidak keluar jalur. Daerah aliran sungai (DAS) sangat dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Barat, karena banyak sungai yang melewati wilayahnya. Normalisasi DAS akan sangat membantu dalam mengurangi kemunginan terjadinya musibah banjir.

Hutan kota di Kotamadya Jakarta Barat hanya terdapat satu yaitu Hutan Kota Srengseng di Kecamatan Kembangan. Hal ini tentu kurang untuk memenuhi kebutuhan Kotamadya Jakarta Barat yang minimal memiliki 10% dari luas wilayahnya untuk hutan kota. Pengembangan hutan kota pada setiap kecamatan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Ruang terbuka hijau yang masih ada harus dimanfaatkan secara maksimal dengan memberi jenis tanaman campuran berupa semak dan herba diantara sela-sela pohon utama, serta adanya lapisan tumbuhan bawah yang rapat untuk menambah produksi total oksigen dalam luasan yang sama guna mengoptimalkan ruang (Wijayanti 2003).

(24)

Lokasi Prioritas Pengembangan RTH

Ruang terbuka hijau (RTH) memiliki kemampuan dalam menurunkan suhu permukaan. Seluruh jenis RTH perkotaan mampu menurunkan suhu permukaan, namun RTH dengan tegakan pohon yang rapat merupakan solusi yang paling efektif. Berdasarkan hasil analisis citra didapatkan data bahwa lokasi yang terdapat banyak RTH memiliki sebaran suhu permukaan yang lebih rendah dari lokasi yang didominasi oleh lahan terbangun. Kecamatan Kalideres dengan luasan RTH sebesar 694 ha memiliki suhu permukaan rata-rata 28 °C – 30 °C sedangkan Kecamatan Kalideres dengan RTH seluas 30 ha memiliki suhu permukaan lebih dari 30 °C. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah luasan RTH pada suatu lokasi berpengaruh dalam menurunkan suhu permukaan, maka dari itu pengembangan RTH merupakan solusi yang tepat dalam menurunkan suhu permukaan. Sebaran suhu permukaan pada tiap kelas prioritas disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran suhu permukaan pada tiap kelas prioritas Kelas Sebaran Suhu Permukaan Prioritas Pertama > 32 °C

Prioritas Kedua 29 °C – 32 °C Prioritas Ketiga < 29 °C

Kelas prioritas dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan sebaran suhu permukaannya. Kelas prioritas pertama merupakan lokasi dengan sebaran suhu permukaan maksimum. Lokasi yang termasuk dalam kelas prioritas ini harus diutamakan dalam pengembangan RTH. Pada kelas prioritas ini biasanya banyak didominasi permukiman dan bangunan padat sehingga tidak tersedianya RTH. Kelas prioritas kedua merupakan lokasi dengan sebaran suhu permukaan sedang. Pada kelas prioritas ini pengembangan RTH tidak terlalu diutamakan namun dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah kota. Luasan kelas prioritas ketiga merupakan lokasi dengan suhu permukaan minimum, kelas prioritas ini tidak diutamakan, namun masyarakat masih akan mendapatkan manfaat dari pengembangan RTH tersebut. Luas wilayah sebaran kelas prioritas di Kotamadya Jakarta Barat disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Luas wilayah sebaran kelas prioritas di Kotamadya Jakarta Barat Kelas Prioritas Luas (ha)

Prioritas Pertama 2 591

Prioritas Kedua 6 961

Prioritas Ketiga 3 072

Kecamatan Pal Merah, Grogol, dan Taman Sari merupakan kecamatan yang memiliki wilayah presentase kelas prioritas pertama terbesar, dengan masing-masing 3.85%, 2.87%, dan 2.70% lokasinya termasuk ke dalam kelas prioritas pertama. Persentase sebaran luas kelas prioritas di tiap kecamatan berdasarkan luas keseluruhan Kotamadya Jakarta Barat disajikan pada Tabel 7.

(25)

15 Tabel 7 Persentase dan luas kelas prioritas pada masing-masing kecamatan Kecamatan Prioritas

1 2 3

% Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) Kebon Jeruk 1.36 399 9.10 1 157 1.36 173 Kembangan 2.30 290 12.36 1 572 5.40 684 Cengkareng 1.85 234 12.50 1 588 6.47 823 Kalideres 1.29 164 11.04 1 404 10.20 1 298 Grogol 2.87 365 5.26 669 0.45 57 Pal Merah 3.85 490 1.96 249 0.00 1 Tambora 2.40 303 1.62 206 0.24 31 Taman Sari 2.70 342 0.88 112 0.00 0 Kecamatan tersebut didominasi oleh permukiman dan perkantoran padat dengan hanya terdapat RTH seluas kurang dari 10%. Ketiga kecamatan tersebut seluas 50% wilayahnya memiliki suhu permukaan lebih dari 32 °C pada tahun 2001. Peningkatan suhu permukaan terjadi setiap tahunnya hingga pada tahun 2014, 100% wilayahnya memiliki suhu permukaan diatas 32 °C. Lokasi prioritas pengembangan RTH dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta sebaran lokasi pengembangan RTH

Pada lokasi prioritas tinggi, terdapat RTH pohon dan non pohon yang dapat dikembangkan guna menurunkan suhu permukaan. Ruang terbuka hijau tersebut tersebar di masing-masing kecamatan di Kotamadya Jakarta Barat, adapun lokasi RTH potensial untuk pengembangan disajikan pada Gambar 11.

(26)

Gambar 11 Peta sebaran RTH yang potensial untuk dikembangkan Melalui Gambar 11 diketahui sebaran lokasi yang potensial untuk pengembangan RTH. Kecamatan Pal Merah merupakan kecamatan dengan persentase prioritas pertama terbanyak. Peta sebaran RTH potensial di Kecamatan Pal Merah disajikan pada Gambar 12, sedangkan luasan RTH yang dapat dikembangkan di masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 8.

Gambar 12 Peta sebaran RTH potensial untuk dikembangkan di Kecamatan Pal Merah

(27)

17 Tabel 8 Luasan RTH dalam kelas prioritas pertama yang dapat dikembangkan

Kecamatan RTH pohon (ha) RTH non pohon (ha)

Kebon Jeruk 7 11 Kembangan 3 7 Cengkareng 0 3 Kalideres 0 2 Grogol 3 7 Pal Merah 5 12 Tambora 1 4 Taman sari 1 8 Total 20 54

Ruang terbuka hijau (RTH) yang terdapat pada kecamatan-kecamatan ini merupakan yang potensial untuk dikembangkan. Total luasan yang dapat dikembangkan pada RTH pohon yaitu seluas 20 ha dan pada RTH non pohon seluas 54 ha. Pengembangan RTH baik pohon maupun non pohon dapat dilakukan dengan melihat kesesuaian tipe dan fungsi RTH berdasarkan lokasinya. Berdasarkan hasil analisis tipe dan fungsi RTH di Kotamadya Jakarta Barat, pengembangan RTH dapat berupa tipe RTH permukiman, pengamanan, dan rekreasi. Menurut Dahlan (2004) diacu dalam Khusaini (2008), tempat di perkotaan yang dapat ditanami adalah di pekarangan rumah, sekitar gedung, taman kota, taman atap, tempat parkir, sisi jalan, kuburan, dan sempadan sungai. Lokasi penanaman dan jenis tanaman juga dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan RTH di Kotamadya Jakarta Barat. Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) (2007) diacu dalam Tauhid (2008), menyebutkan bahwa jenis tanaman yang digunakan dalam pembuatan tanaman penghijauan kota serta tanaman yang bermanfaat sebagai penyerap CO2 dan penghasil O2 antara lain: damar (Agathis alba), kupu-kupu (Bauhinea purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina).

Pengembangan RTH berupa hutan kota penting dalam menurunkan suhu permukaan, dalam penelitian Zoer'aini (1997) diacu dalam Sukawi (2008), pada siang hari di awal musim hujan pada hutan kota dengan komunitas vegetasi strata dua menurunkan suhu lingkungan dengan berbentuk jalur (1.43%), menyebar (3.60%), bergerombol (3.18%). Hutan kota berstrata banyak menurunkan suhu pada yang berbentuk menyebar (2.28%), dan bergerombol (3.04%). Berdasarkan Lubis et al. (2012) optimalisasi pegembangan hutan kota pada tanah hak dapat dilakukan dengan pemberian insentif kepada pihak pemilik hak (swasta) berupa penghargaan, kemudahan sarana dan prasarana dan diskon pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB). Pemberian insentif ini bertujuan untuk memberikan semangat kepada pihak pemilik hak agar lebih optimal dan konsisten dalam menjaga hutan kota di areal mereka. Pada pihak lain, melalui pemberian insentif ini maka akan semakin mempermudah Pemda DKI Jakarta dalam melakukan percepatan perluasan hutan kota seperti yang diamanahkan oleh peraturan perundangan.

(28)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada kurun waktu tahun 2001 hingga 2014 rataan suhu permukaan di Kotamadya Jakarta Barat telah meningkat 2 °C. Peningkatan ini berkaitan dengan meningkatnya luas lahan terbangun seluas 2 970.38 ha (23%) serta berkurangnya RTH dalam kurun waktu 2001 hingga 2014 seluas 2 291.1 ha (18%). Lokasi prioritas pengembangan RTH tersebar di seluruh Kotamadya Jakarta Barat. Kelas prioritas pertama seluas 2 591 ha, prioritas kedua seluas 6 961 ha, dan prioritas ketiga seluas 3 072 ha. Luasan RTH yang dapat dikembangkan pada RTH pohon yaitu seluas 20 ha dan pada RTH non pohon seluas 54 ha. Pengembangan RTH di Kotamadya Jakarta Barat disarankan berupa tipe RTH permukiman, jalur hijau, DAS, dan hutan kota.

Saran

1. Peningkatan kualitas hidup perlu dilakukan guna menimbulkan kenyamanan di kota salah satunya dapat dengan melakukan pengembangan RTH.

2. Luasan RTH yang sesuai dengan peraturan pemerintah akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

3. Konversi lahan RTH menjadi lahan terbangun harus dikurangi dan RTH yang masih tersisa harus dipertahankan dan dimaksimalkan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander HB. 2014. DKI Jakarta Kucurkan Rp 1 Triliun Per Tahun untuk Ruang Terbuka Hijau. [Internet]. Tersedia pada:

http://properti.kompas.com/read/2014/04/17/1641394/DKI.Jakarta.Kucurka n.Rp.1.Triliun.Per.Tahun.untuk.Ruang.Terbuka.Hijau [diunduh 20 Oktober 2014].

Arie FC. 2012. Sebaran Temperatur Permukaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kota Malang. Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW). Surabaya.

Alphy M. 2013. Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khusaini NI. 2008. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(29)

19 Lubis HS, Arifin SH, Samsoedin I. 2012. Analisis Cadangan Karbon Pohon Pada Lanskap Hutan Kota di DKI Jakarta. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 10 (1): 1-20.

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat. 2013. Letak Geografis Jakarta Barat. [Internet]. Tersedia pada http://barat.jakarta.go.id/v09/?page=Geografis [diunduh 28 September 2014].

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2009. Geografis Jakarta. [Internet]. Tersedia pada http://jakarta.go.id/web/news/2008/01/Geografis-Jakarta [diunduh 6 Januari 2015].

Sukawi. 2008. Taman Kota dan Upaya Pengurangan Suhu Lingkungan Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang). Seminar Nasional Peran Arsitektur Perkotaan dalam Mewujudkan Kota Tropis. Semarang.

Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang). [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Temaja PMW. 2010. Pengembangan Hutan Kota Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Waluyo P. 2009. Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Kecukupan Ruang

Terbuka Hijau di Kota Semarang. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wardhani DE. 2006. Pengkajian Suhu Udara dan Indeks Kenyamanan dalam Hubungannya dengan Ruang Terbuka Hijau. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Widiastuti F. 2012. Analisis Ruang Terbuka (RTH) dan Kecukupannya Terhadap Jumlah Penduduk di Kota Bekasi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wijayanti M. 2003. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Purwokerto. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yuliasari I. 2008. Distribusi Spasial Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pengelola RTH di Propinsi DKI Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)
(31)

Lampiran 1 Sebaran luas wilayah suhu permukaan (2001-2014)

No Kelas Suhu 2001 2006 2010 2014

Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %

1 Suhu ≤ 20 0 0 25 0 0 0 0 0 2 20 < Suhu ≤ 22 2 0 13 0 0 0 0 0 3 22 < Suhu ≤ 24 5 0 47 0 857 7 0 0 4 24 < Suhu ≤ 26 404 3 167 1 4 517 35 71 0 5 26 < Suhu ≤ 28 2 825 22 788 6 6 987 35 431 3 6 28 < Suhu ≤ 30 5 072 40 5 522 44 357 3 2 593 21 7 > 30 4 410 35 6 155 49 1 0 9 622 76 Total 12 718 - 12 719 - 12 719 - 12 717 -

Lampiran 2 Perubahan luas wilayah sebaran suhu permukaan Barat (2001-2014)

No Kelas Suhu Luas (ha) Perubahan (ha) Luas (ha) Perubahan (ha)

2001 2006 2010 2014 1 Suhu ≤ 20 0 25 25 0 0 0 2 20 < Suhu ≤ 22 2 13 11 0 0 0 3 22 < Suhu ≤ 24 5 47 42 857 0 -857 4 24 < Suhu ≤ 26 404 167 -237 4 517 71 -4 446 5 26 < Suhu ≤ 28 2 825 788 -2 037 6 987 431 -6 556 6 28 < Suhu ≤ 30 5 072 5 522 450 357 2 593 2 236 7 > 30 4 410 6 155 1 745 1 9 622 9 621 20

(32)
(33)

Lampiran 3 Luas tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat (2001-2006)

Kecamatan

Luas Tutupan Lahan (ha)

2001 2006 Badan Air Lahan Terbangun RTH Pohon RTH Non Pohon Badan Air Lahan Terbangun RTH Pohon RTH Non Pohon Kebon Jeruk 86.05 993.23 387.05 264.00 55.00 1 175.06 333.00 167.20 Kembangan 158.72 1 106.16 736.04 547.84 57.26 1 432.22 620.12 432.24 Cengkareng 197.40 1 360.45 571.78 516.70 194.96 1 653.72 413.71 384.06 Kalideres 283.50 1 350.57 633.00 603.16 225.63 1 808.24 346.20 490.37 Grogol 57.10 781.87 131.74 121.20 86.66 842.57 110.52 52.07 Pal Merah 15.69 565.54 83.00 78.10 26.90 604.00 69.12 42.40 Tambora 14.93 473.95 23.31 28.58 64.51 445.05 21.42 9.83 Taman Sari 9.78 409.32 16.10 19.94 19.85 408.17 19.42 7.80 Total (ha) 827.91 7 099.29 2 599.83 2 194.56 736.93 8 432.21 1 947.1 1 605.63 21

(34)
(35)

Lampiran 4 Luas tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat (2010-2014)

Kecamatan

Luas Tutupan Lahan (ha)

2010 2014 Badan Air Lahan Terbangun RTH Pohon RTH Non Pohon Badan Air Lahan Terbangun RTH Pohon RTH Non Pohon Kebun Jeruk 30.82 1 278.92 305.21 115.32 25.18 1 399.28 111.81 193.98 Kembangan 41.28 1 505.54 572.10 429.90 11.60 1 851.68 119.54 566.02 Cengkareng 86.38 1 771.52 408.41 380.20 11.51 2 065.91 52.90 516.24 Kalideres 156.33 1 745.04 439.54 529.62 30.16 2 146.51 39.12 654.95 Grogol 27.04 974.13 71.62 19.06 10.15 982.85 17.38 81.55 Pal Merah 4.84 691.68 35.43 10.42 2.72 667.50 20.04 52.10 Tambora 28.32 480.11 30.35 2.00 1.50 424.15 4.57 25.02 Taman Sari 5.10 429.35 14.45 6.39 7.25 496.32 3.48 33.78 Total (ha) 383.29 8 943.13 1 889.58 1 507.07 100.67 10 069.67 370.66 2 132.63 22

(36)
(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 24 November 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Drs Arif Soeksmanto dan Ibu Ir Heryati Suryantini, M Si. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA N 7 Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan pada tahun 2010.

Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA), merupakan anggota dari Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE), serta anggota di Biro Kewirausahaan. Penulis pernah melakukan beberapa praktek dan kegiatan lapang seperti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Gunung Papandayan dan Sancang Timur, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Penulis juga pernah melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo.

Penulis melakukan penelitian berjudul Penentuan Lokasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Sebaran Suhu Permukaan di Kotamadya Jakarta Barat di bawah bimbingan Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, M Si dan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, M Sc. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Gambar 3 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2006  Tabel 1 Perubahan luas penutupan lahan (2001-2006)
Gambar 4 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2010  Tabel 2 Perubahan luas penutupan lahan (2006-2010)
Gambar 5 Peta tutupan lahan Kotamadya Jakarta Barat tahun 2014  Tabel 3 Perubahan luas penutupan lahan (2010-2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa lembaga

Pemilihan MFCC sebagai metode ekstraksi ciri dan codebook sebagai metode identifikasi suara diharapkan dapat memberikan hasil berupa jumlah orang yang bertepuk tangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani terhadap adopsi inovasi Katam Terpadu di Kabupaten Gunung Kidul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial

Riris Sarumpaet (via Trimansyah, 1999:21) membuat empat rumusan tentang sastra anak yang diistilahkannya sebagai bacaan anak-anak, yaitu: a) WUDGLVLRQDO , bacaan

promotion, the graduates will be able to develop both creative product development and business management skills.. They will also be prepared to work in retail industries,

Berdasarkan data dan fenomena yang ada pada latar belakang diatas penulis tertarik untuk untuk melakukan penelitian dan analisis yang lebih mendalam dengan judul

Baja merupakan alternative bahan bangunan tahan gempa yang sangat baik, karena jika dibandingkan dengan struktur beton, baja dinilai memiliki sifat daktilitas

Kecepatan arus ini juga mempengaruhi elevasi permukaan yang terjadi di Pulau Parang Kumbang, pergerakan massa air yang melalui pulau pada saat pasang Purnama