• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

iv

Universitas Kristen Maranatha Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan

Perspektif Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

JOSHUA

(0987022)

Perkembangan era globalisasi yang semakin pesat dewasa ini menciptakan hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen yang semakin kompleks. Adanya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu diikuti dengan semakin banyaknya pelaku usaha yang menawarkan barang/ jasanya. Berdasarkan hal tersebut ketentuan Undang- Undang No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menciptakan

harmonisasi antara pelaku usaha dengan konsumen. Pada praktiknya terdapat berbagai masalah yang bertentangan dengan semangat UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini dapat dilihat dalam klausula baku perjanjian antara penyedia jasa bidang pendidikan dengan konsumen. Tujuan dari penulisan hukum ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perlindungan, kedudukan serta hak konsumen dalam perjanjian penyediaan jasa dibidang pendidikan dengan adanya pencantuman klausula baku secara sepihak oleh penyedia jasa.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif. Penelitian dilakukan dengan menganalisa pasal- pasal peraturan perundang- undangan yang relevan dengan unsur deskriptif analitis. Bahan- bahan hukum yang digunakan dalam hal ini terbagi atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Hasil analisa menunjukan bahwa kedudukan dan hak seorang konsumen dalam hubungan perjanjian dengan penyedia jasa layanan pendidikan merupakan pihak yang kedudukannya lebih lemah dan diberatkan. Ketentuan Pasal 18 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai pencantuman klausula baku pada praktiknya belum melindungi kepentingan konsumen. Ketentuan yang ditetapkan oleh penyedia jasa layanan pendidikan bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 Undang- Undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai pencantuman klausula baku.

(2)

v

Universitas Kristen Maranatha Legal Analysis on Standard Clause in Service Provider Agreements Particularly in the Field of Education Based on Law of the Republic of Indonesia No. 8 Year

1999 on Consumer Protection Persperctive

JOSHUA

(0987022)

The rapid development of globalization today creating a complex correlation between entrepreneurs and consumer. People needs of certain goods / services followed by a growing number of entrepreneurs that offer goods / services. Based on that, the stipulation of the Law No. 8 Year 1999 on Consumer Protection is meant to create harmony between entrepreneurs and consumer. In practice there are various issues that are contrary to the spirit of the Law No. 8 Year 1999 on Consumer Protection. This can be seen in the standard clause in agreements between the education service provider and consumer. The purpose of this legal research is intended to determine about legal protection, position and rights of consumers in the educational services agreements with the inclusion of the standard clause unilaterally by the service provider.

The method used in this research is juridical normative legal research. The study was conducted by analyzing the relevant articles of legislation, with an analytical descriptive research. The materials used in this research is divided into primary, secondary and tertiary legal materials.

Based on the results of research it can be known that bargaining position and rights of a consumer in agreements between consumer and the provider of educational services is weaker. The stipulation of Article 18 of Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection in practice has not been protecting the consumers importance. Conditions set by the provider of educational services contrary to the stipulation of Article 18 of Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection that regulates the inclusion of standard clauses.

(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

Pernyataan ... i

Pengesahan Pembimbing ... ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian ... iii

Abstrak ... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Lampiran ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Kerangka Pemikiran... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : ASPEK HUKUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 15

A. Perikatan Dan Perjanjian Secara Umum ... 15

1. Istilah Perikatan Pada Umumnya ... 15

2. Hukum Perjanjian Sebagai Dasar Perjanjian Baku ... 17

B. Perjanjian Baku Sebagai Jenis Perjanjian Dalam Praktik Di Masyarakat ... 26

C. Pengaturan Perjanjian Baku Dalam Kaidah Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia ... 30

(4)

vii

Universitas Kristen Maranatha

JASA LAYANAN PENDIDIKAN DENGAN KONSUMEN ... 40

A. Penyediaan Jasa Layanan Pendidikan Sebagai Kebutuhan Masyarakat... 40

B. PT. PPI Sebagai Pelaku Usaha Dalam Bidang Layanan Jasa Pendidikan Di Indonesia ... 42

C. Perjanjian Jasa Layanan Pendidikan PT. PPI Dengan Konsumen .. 46

D. Persengketaan Antara PT. PPI Dengan Konsumen ... 52

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN PENYEDIAAN JASA BIDANG PENDIDIKAN ... 60

A. Kedudukan Dan Hak Konsumen Dalam Perjanjian Penyediaan Jasa Pendidikan ... 60

1. Hubungan Hukum Antara Konsumen Dengan Penyedia Jasa Bidang Pendidikan ... 60

2. Kedudukan Dan Hak Konsumen Dalam Perjanjian Penyediaan Jasa Layanan Pendidikan Berdasarkan Hukum Perjanjian ... 68

3. Kedudukan Dan Hak Konsumen Dalam Perjanjian Penyediaan Jasa Layanan Pendidikan Berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen ... 73

B. Perlindungan Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Penyediaan Jasa Layanan Pendidikan ... 78

BAB V : PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 90

Daftar Pustaka ... 92

Lampiran ... 94

(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

(6)

92

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)

110

CURRICULUM VITAE

Nama : Joshua

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 27 Agustus 1991

Alamat : Jl. Lembah Bajuri No. I Bandung

Nomor Telepon : (022) 2016732

Nomor Handphone : 087821619403

E- mail : joshuamonica95@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Sukarasa IV Lulus Tahun 2003

2. SMP Kristen BPPK Lulus Tahun 2006

3. SMU Negeri 15 Bandung Lulus Tahun 2009

4. Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha (2009 s.d 2013)

Pengalaman :

1. Panitia lomba Contract Drafting Fakultas Hukum Universitas Kristen

(25)

111

2. Panitia seminar Bisnis Bermartabat Fakultas Hukum Universitas Kristen

Maranatha 2009.

3. Keanggotaan OSIS SMPK BPPK Bandung 2003 s.d 2004.

Bandung, 5 Januari 2013

(Joshua)

(26)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu

yang diikuti pula dengan semakin banyaknya penyedia- penyedia barang/ jasa

(produsen) yang saling berlomba untuk merebut simpati dari masyarakat yang

membutuhkannya (konsumen). Manfaat dari adanya perkembangan era globalisasi

pada pasar nasional yang seperti inilah pada pihak-pihak tertentu dapat

memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang

dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta hal ini akan semakin terbuka

lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang

sesuai dengan keinginan dan kemampuan dari konsumen. Pada dasarnya

konsumen tidak hanya sekedar pembeli, akan tetapi semua orang (termasuk :

perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi barang/ jasa.

Atas dasar tersebut dari waktu ke waktu seiring dengan semakin kompleksnya

penyediaan barang/ jasa dengan kebutuhan konsumen maka diperlukan suatu

kaidah hukum positif yang mengatur secara khusus mengenai hubungan antara

produsen dengan konsumen. Pada dasarnya hubungan antara produsen dengan

konsumen merupakan suatu bentuk perjanjian dimana setiap pihak memiliki hak

dan kewajiban tertentu. Produsen/ penyedia jasa dan konsumen memiliki hak dan

(27)

2

Universitas Kristen Maranatha perjanjian yang telah disepakati. Ketentuan Undang- Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur secara khusus mengenai

hubungan antara produsen dengan konsumen di Indonesia.

Perlindungan konsumen pada dasarnya adalah bagian dari hukum yang

memuat asas-asas atau kaidah- kaidah yang bersifat mengatur dan memaksa

kepentingan produsen/ penyedia jasa dan konsumen. Adapun hukum konsumen

diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan

dengan barang dan/ atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup1. Berbicara

mengenai perlindungan konsumen berarti mempersoalkan mengenai jaminan

ataupun kepastian mengenai terpenuhinya hak- hak konsumen. Sebagaimana

yang diketahui bahwa dengan adanya globalisasi dan perkembangan

perekonomian yang terjadi secara pesat di dalam era perekonomian modern ini

telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari barang/ jasa yang dapat

dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu bentuk dari variasi penyediaan jasa

dewasa ini adalah layanan jasa pendidikan dengan berbagai tujuan negara tertentu.

Akan tetapi berlakunya Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen tersebut belum menyelesaikan beberapa masalah konkret

hubungan antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen. Salah satu masalah

konkret hubungan antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen yang cukup

banyak terjadi dewasa ini adalah mengenai pencantuman klausula baku yang

mengandung klausula eksonerasi secara sepihak oleh produsen/ penyedia jasa

1

AZ Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan

(28)

3

Universitas Kristen Maranatha yang bersifat memberatkan konsumen dalam kontrak perjanjian antara produsen/

penyedia jasa dengan konsumen. Pada dasarnya klausula baku adalah setiap

ketentuan dan syarat- syarat yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak

oleh produsen/ pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/ atau

perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Sedangkan klausula

eksonerasi adalah klausula yang mengandung kondisi membatasi atau menghapus

sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak produsen/

penyedia jasa2. Hal ini menjadikan konsumen dalam praktiknya tidak memiliki

hak secara bebas untuk membuat dan melaksanakan perjanjian yang disepakati

dengan produsen/ penyedia jasa. Konsumen hanya dihadapkan dengan pilihan

untuk menerima atau menolak perjanjian secara sepihak oleh produsen/ penyedia

jasa tersebut. Bentuk klausula baku dalam kehidupan sehari- hari umumnya

tercantum dalam kuitansi, faktur, perjanjian atau dokumen lainnya dalam

transaksi antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen.

Salah satu bentuk pencantuman klausula baku secara sepihak oleh produsen/

penyedia jasa yang memberatkan konsumen dalam perjanjian kontraktual dapat

dilihat dalam kontrak perjanjian layanan jasa pendidikan dengan tujuan negara

Jerman antara PT. PPI selaku penyedia jasa dengan WW selaku konsumen. Dalam

kontrak perjanjian layanan jasa pendidikan tersebut segala isi dan ketentuan yang

tercantum telah disusun secara sepihak oleh PT. PPI selaku penyedia jasa.

Sehingga dalam hal ini WW selaku konsumen yang hendak menggunakan jasa

layanan pendidikan hanya dihadapkan pada keadaan untuk menerima atau

2

(29)

4

Universitas Kristen Maranatha menolak segala isi dan ketentuan yang telah disusun secara sepihak oleh PT. PPI,

WW selaku konsumen yang hendak menggunakan layanan jasa pendidikan tidak

memiliki hak untuk menentukan segala isi dan ketentuan dalam perjanjian layanan

jasa pendidikan tersebut. Segala isi dan ketentuan dalam perjanjian layanan jasa

pendidikan yang telah disusun secara sepihak oleh PT. PPI merugikan

kepentingan WW selaku konsumen, diantaranya adalah ketentuan mengenai

penolakan penyerahan uang kembali oleh PT. PPI atas alasan tertentu, pengalihan

tanggung jawab secara sepihak oleh PT. PPI, serta adanya ketentuan bahwa PT.

PPI akan dibebaskan dari segala tuntutan ganti kerugian oleh konsumen.

Berdasarkan uraian singkat mengenai pencantuman klausula baku dalam

perjanjian layanan pendidikan diatas terlihat bahwa dalam praktiknya hak seorang

konsumen untuk secara bebas membuat dan melaksanakan perjanjian yang

disepakati dengan produsen/ penyedia jasa belum tercapai sebagaimana yang

diharapkan. Konsumen kerap dianggap sebagai pihak yang lebih lemah dan kerap

dirugikan oleh ketentuan- ketentuan secara sepihak oleh produsen/ penyedia jasa.

Pencantuman klausula baku oleh PT. PPI dalam perjanjian layanan jasa

pendidikan seperti yang telah diuraikan secara singkat diatas merupakan salah

satu contoh dalam masyarakat bagaimana seorang konsumen dalam hubungan

perjanjian dengan produsen/ penyedia jasa pada praktiknya hanya dihadapkan

untuk menerima atau menolak ketentuan- ketentuan secara sepihak yang diajukan

oleh produsen/ penyedia jasa. Selain bentuk pencantuman klausula baku secara

sepihak oleh PT. PPI dalam perjanjian layanan jasa pendidikan tersebut tentunya

(30)

5

Universitas Kristen Maranatha bahwa hubungan perjanjian antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen di

Indonesia belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Atas uraian latar

belakang tersebut, penulis mengambil judul penulisan skripsi Tinjauan Yuridis

Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa

Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan Perspektif Undang- Undang No. 8

Tahun 1999Tentang Perlindungan Konsumen.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan kajian dalam sub bab sebelumnya beberapa identifikasi masalah

yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain :

1. Bagaimana kedudukan serta hak konsumen dengan adanya pencantuman

klausula baku secara sepihak oleh pihak penyedia jasa layanan pendidikan

dalam perjanjian penyediaan jasa khususnya di bidang pendidikan?

2. Apakah pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana tercantum

dalam Pasal 18 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen telah melindungi hak konsumen dalam perjanjian penyediaan

jasa khususnya di bidang pendidikan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini

(31)

6

Universitas Kristen Maranatha 1. Untuk mengetahui perlindungan terhadap hak konsumen dalam hubungan

perjanjian dengan penyedia jasa layanan pendidikan berdasarkan ketentuan

Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Untuk mengetahui kedudukan serta hak konsumen apabila dalam

perjanjian dengan penyedia jasa layanan pendidikan tercantum klausula

baku.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan baik secara teoritis maupun praktis oleh

penulis dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Hasil penelitian dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam

menjalin hubungan kontraktual dengan produsen/ penyedia jasa.

2. Sebagai bahan pembanding bagi pembaca atau civitas academica lain

yang tertarik untuk meneliti hal yang sama.

E. Metode Penelitian

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa

terhadap Pasal- Pasal dalam peraturan perundang- undangan yang relevan

mengatur permasalahan diatas dengan spesifikasi yang bersifat deskriptif analitis.

1. Tahap Penelitian

Tahap penelitian terdiri atas penelitian kepustakaan dalam upaya

mencari data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

(32)

7

Universitas Kristen Maranatha Bahan hukum primer adalah bahan hukum berupa peraturan

perundang- undangan yang relevan. Bahan hukum primer tersebut

antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (khususnya Buku III

KUHPerdata mengenai Perikatan).

3) Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

4) Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang terdiri atas

buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum yang relevan, jurnal-jurnal

hukum, pendapat para sarjana, kasus- kasus hukum, dan

yurisprudensi, yang berkaitan dengan topik penulisan hukum3.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan- bahan yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.

2. Analisis Data

3

(33)

8

Universitas Kristen Maranatha Analisis data dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan

cara

analisis kualitatif.

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan uraian tentang bagaimana peniliti

mengalirkan jalan pikiran secara logis dalam rangka memecahkan masalah yang

akan dirumuskan. Hubungan antara produsen dengan konsumen merupakan suatu

bentuk perjanjian dimana para pihak memiliki kedudukan hak dan kewajiban yang

seimbang satu sama lain. R. Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah “suatu

peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu”4. Perjanjian antara produsen/ penyedia jasa

dengan konsumen tersebut merupakan suatu perjanjian yang sah secara hukum

apabila memenuhi syarat- syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320

KUHPerdata adalah sebagai berikut :

“1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang”.

Dalam suatu bentuk perjanjian pada umumnya dikenal asas kebebasan

berkontrak atau yang sering juga disebut sebagai sistem terbuka. Asas kebebasan

berkontrak adalah adanya kebebasan seluas- luasnya yang oleh undang- undang

4

(34)

9

Universitas Kristen Maranatha diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja,

asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan

ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian

Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut :

“1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian; 4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang- undang

yang bersifat opisonal”.5

Akan tetapi dalam praktiknya ketentuan perjanjian antara produsen/ penyedia

jasa dengan konsumen dicantumkan secara sepihak oleh salah satu pihak, maka

perjanjian ini termasuk dalam bentuk perjanjian baku. Perjanjian baku adalah

konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya

dituangkan dalam sejumlah perjanjinan tidak terbatas yang sifatnya tertentu. Ciri-

ciri dari suatu perjanjian baku antara lain :

“1. Meniadakan dan membatasi kewajiban salah satu pihak :

2. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang kedudukannya relatif lebih kuat dari pihak lain ;

3. Salah satu pihak sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian ; 4. Terdorong oleh kebutuhan terpaksa menerima isi perjanjian tersebut ; 5. Bentuknya tertulis dan telah dipersiapkan terlebih dahulu”.6

Adanya pergeseran adagium caveat emptor menjadi caveat venditor dalam

hubungan antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen menghendaki agar

5

Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bahkir Indonesia, 1993, hlm. 47.

6

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 25.

(35)

10

Universitas Kristen Maranatha produsen/ penyedia jasa dalam memproduksi/ memasarkan produk dan jasa

berhati-hati dan mengindahkan kepentingan masyarakat luas, apabila hal itu tidak

dilakukan maka produsen/ penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas segala

kerugian yang ditimbulkan oleh produknya.

Dalam hubungan perjanjian antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen

tersebut diperlukan suatu kaidah hukum positif untuk mengatur secara kompleks

mengenai hal- hal yang tercantum dalam perjanjian antara produsen/ penyedia

jasa dengan konsumen. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan

hak dan kewajiban antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen. Di dalam

Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tercantum bahwa pelaku

usaha dalam menawarkan barang dan/ atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap

dokumen dan/ atau perjanjian apabila :

"1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; 7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

(36)

11

Universitas Kristen Maranatha 8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran”.

Maka berdasarkan uraian landasan teori tersebut penulis mengambil suatu

pemikiran konseptual bahwa hubungan antara produsen/ penyedia jasa dengan

konsumen pada dasarnya merupakan bentuk perjanjian dimana setiap pihak

memiliki keseimbangan hak dan kewajiban. Adanya perjanjian baku yang

ditetapkan oleh salah satu pihak dalam hubungan antara produsen/ penyedia jasa

dengan konsumen menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak dalam perjanjian

tersebut. Berkembangnya adagium caveat venditor dalam teori perlindungan

konsumen mewajibkan produsen/ penyedia jasa untuk bertanggung jawab dan

berhati- hati terhadap konsumen. Adanya ketentuan mengenai klausula baku yang

mengatur dokumen perjanjian antara produsen/ penyedia jasa dengan konsumen

dalam Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dimaksudkan untuk melindungi hak dan kedudukan konsumen dalam hubungan

kontrak perjanjian dengan produsen/ penyedia jasa.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab I merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, metode penelitian, kerangka pemikiran dan

(37)

12

Universitas Kristen Maranatha

BAB II : ASPEK HUKUM MENGENAI PERJANJIAN DAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Bab II menyajikan tinjauan pustaka yang berisikan uraian teori,

konsep, asas, norma, doktrin yang relevan dengan masalah

hukum yang diteliti baik dari buku, jurnal ilmiah, yurisprudensi,

perundang- undangan dan sumber data lainnya.

BAB III :.TINJAUAN TERHADAP KONTRAK PERJANJIAN

...PENYEDIA JASA LAYANAN PENDIDIKAN DENGAN

...KONSUMEN

Bab III menyajikan serta menguraikan hubungan kontrak

perjanjian penyediaan jasa layanan pendidikan antara PT. PPI

dengan konsumen sebagai referensi objek penelitian.

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU

DALAM PERJANJIAN PENYEDIAAN JASA BIDANG

PENDIDIKAN

Bab IV menyajikan tinjauan yuridis klausula baku dalam

hubungan kontrak perjanjian penyediaan jasa ditinjau secara

khusus dalam perspektif Undang- Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, menguraikan analisa terhadap

(38)

13

Universitas Kristen Maranatha BAB V : PENUTUP

Bab V menyajikan kesimpulan dan saran, dimana kesimpulan

merupakan jawaban atas identifikasi masalah, sedangkan saran

merupakan usulan yang operasional, konkret, dan praktis serta

(39)

88 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam kajian sebelumnya maka penulis dapat menarik beberapa

kesimpulan antara lain :

1. Kedudukan dan hak seorang konsumen dalam hubungan perjanjian dengan

penyedia jasa layanan pendidikan merupakan pihak yang lebih lemah

kedudukannya. Hubungan hukum yang bersumber pada perjanjian bersifat baku

antara penyedia jasa layanan pendidikan dan konsumen menimbulkan dampak

negatif bahwa konsumen dihadapkan pada pilihan menerima atau tidak segala isi

dan ketentuan perjanjian jasa layanan pendidikan yang telah dipersiapkan

termasuk segala isi dan ketentuan secara sepihak oleh penyedia jasa layanan

pendidikan yang memberatkan konsumen. Hak serta kepentingan konsumen dalam

hubungan perjanjian dengan penyedia jasa layanan pendidikan menjadi tidak

terlindungi dengan baik. Ketentuan dan isi perjanjian yang disusun penyedia jasa

layanan pendidikan secara langsung menguatkan kepentingan- kepentingan

penyedia jasa dan menimbulkan dampak negatif terhadap hak konsumen untuk

memperoleh layanan jasa pendidikan menjadi tidak optimal. Hal ini bertentangan

karena tidak terpenuhinya seluruh unsur asas kebebasan berkontrak dan asas

keseimbangan dalam konteks hukum perjanjian, sedangkan dalam konteks

(40)

89

Universitas Kristen Maranatha

keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan serta asas kepastian

hukum.

2. Ketentuan Pasal 18 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yang secara khusus mengatur pencantuman klausula baku perjanjian

antara pelaku usaha dengan konsumen pada praktik perjanjian jasa layanan

pendidikan belum melindungi hak dan kepentingan konsumen. Khususnya dalam

hal ketentuan- ketentuan perjanjian yang secara sepihak dituangkan oleh penyedia

jasa layanan pendidikan terhadap konsumen. Perlindungan hukum belum dapat

diberikan karena klausula baku mengandung unsur memberatkan konsumen,

seperti :

a. Ketentuan yang sulit dimengerti ;

b. Menyatakan kewajiban konsumen untuk tunduk terhadap kebijakan

sepihak penyedia jasa layanan pendidikan.

Hal tersebut bertentangan dengan semangat dan ketentuan Pasal 18 Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penulis menarik

kesimpulan bahwa terjadi kesenjangan antara das Sollen (ketentuan dalam Pasal

18 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang

mengatur pencantuman klausula baku dalam perjanjian antara pelaku usaha

dengan konsumen) dengan das Sein (implementasi dalam hubungan perjanjian

(41)

90

Universitas Kristen Maranatha

B. Saran

Adapun beberapa saran yang penulis sampaikan melalui penulisan ini antara lain :

1. Perlu diadakan pengawasan secara lebih intensif terhadap pelaku usaha bidang

layanan jasa pendidikan, khususnya dalam hal materi perjanjian yang dilaksanakan

antara penyedia jasa layanan pendidikan dengan konsumen. Pengawasan secara

intensif dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Dan

Kebudayaan Republik Indonesia selaku unsur dari pemerintah yang bergerak

dalam bidang pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Pengawasan tersebut

antara lain :

a.Membentuk suatu lembaga independen dibawah Kementrian Pendidikan

Dan Kebudayaan Republik Indonesia yang secara khusus bergerak dalam

pengawasan terhadap penyedia jasa layanan pendidikan di Indonesia ;

b.Menetapkan kebijakan- kebijakan yang secara khusus mengatur ketentuan-

ketentuan yang dilarang serta wajib tercantum dalam materi perjanjian

antara penyedia jasa layanan pendidikan dengan konsumen. Hal ini

dimaksudkan untuk menguatkan ketentuan Pasal 18 Undang- Undang No.

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adanya kebijakan

tersebut menimbulkan dampak secara tidak langsung terhadap penyedia

jasa layanan pendidikan untuk tidak secara bebas menetapkan kebijakan-

kebijakan sepihak dalam perjanjian layanan jasa pendidikan, sehingga

menciptakan kedudukan dan hak konsumen terjamin dalam hubungan

(42)

91

Universitas Kristen Maranatha

2. Perlu dilakukan upaya secara aktif oleh pemerintah melalui Kementrian

Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk melindungi konsumen

dalam hubungan perjanjian layanan jasa pendidikan. Upaya aktif tersebut antara

lain :

a. Diperlukan pengaturan pelaksana yang mengatur bidang pendidikan secara

lebih mendetail dan terperinci mengenai prosedur, persyaratan, hal yang

wajib dipenuhi dan dilarang bagi pelaku usaha yang bergerak dalam bidang

layanan jasa pendidikan di Indonesia. Agar dari jasa layanan pendidikan

konsumen dapat terlindungi secara hukum.

b. Memberikan penyuluhan, sosialisasi dan pelayanan informasi terhadap

konsumen (peserta program) yang hendak menjalin kerjasama dengan

penyedia jasa layanan pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar konsumen yang

hendak menjalin kerjasama dengan penyedia jasa layanan pendidikan telah

(43)

92

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010.

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1996.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2010.

Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media

Publishing, Malang, 2010.

Johannes Ibrahim dan P. Lindawaty S. Sewu, Hukum Bisnis Dalam Presepsi

Dunia Modern, Refika Aditama, Bandung, 2007.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.

Nasution AZ, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada

Perlindungan Konsumen, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

R. Subekti, Pokok- Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001.

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori Dan Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,

Jakarta, 2006.

Setiawan, Pokok- Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung, 1999.

Simanjuntak PNH, Pokok- Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Jakarta,

2009.

Sutan Remi Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang

Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia,

Insitut Bahkir Indonesia, Jakarta, 1993.

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka,

Jakarta, 2006.

Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung,

(44)

93

Universitas Kristen Maranatha

B. PERATURAN

Kitab Undang- undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), alih bahasa oleh R.

Subekti, et. al, Jakarta : Pradnya Paramita, 1989.

Undang- undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang- undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

C. INTERNET

Ahmad Sanjaya, Sumber Perikatan, http : //www.akseshukum.co.id, 2009.

Atmojoyo, Eksonerasi Dalam Perlindungan Konsumen, http :

//www.ojomtablogspot.com, 2010.

Dadang Sukandar, Asas- Asas Perjanjian, http : //www.

dadangsukandarwordpress, 2010.

EconomicLawClub, Hukum Perikatan, http : // elcfhunpad/ blogspot.com, 2007.

Gunardi, Syarat Batalnya Suatu Perjanjian, http : //www.hukumonline.com,

2004.

Sita, Sumber Hukum Perikatan, http : // www.sitabungadiawordpress.com,

2012.

Slamet Setiawan, Sejarah Perlindungan Konsumen, http : //

www.jurnalblogspot.com, 2006.

Supriadi, Inspanning Dan Resultaat Verbintenis, http ://

excellent-lawyer.blogspot.com), 2010.

Lihat http : // www.studyjerman.com.

D. LAIN- LAIN

Mudjono. Sambutan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dalam

Simposium Aspek- Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta :

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen ini dibuat oleh fungsi penerimaan untuk menunjukkan bahwa barang yang diterima dari pemasok telah memenuhi jenis, spesifikasi, mutu dan kuantitas seperti

Metode survey merupakan metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil

merupakan Sistem operasi berbasis Debian yang dapat bebas dioptimalkan untuk perangkat keras Raspberry Pi , yang dirilis pada bulan Juli 2012.. Gambar 2.2 Diagram blok arsitektur

Penelitian ini mengatakan bahwa semakin tinggi presentase kepemilikan oleh dewan direksi, maka tingkat dividen tunai juga semakin tinggi Hal ini menunjukkan bahwa

Metode ini menggunakan media alat perekam dan membutuhkan partisipasi orang tua atau guru. Jika orang tua telah fasih dalam membaca al-Qur’an dan sudah

Pengembangan ruang publik setidaknya mengedepankan empat atribut utama untuk menjadi destinasi yang menarik bagi masyarakat, yaitu (1) Aksesibilitas dimana suatu

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengtahui dinamika perlawanan masyarakat Luar Batang Jakarta terhadap kebijakan revitalisasi kawasan pesisir dan

Lokasi yang paling diminati oleh PKL untuk berdagang yaitu menempati ruang yang dirasa cukup untuk membuka lapak dagangan serta berada berdekatan dengan pusat