• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Ethnic Identity pada Siswa/siswi SMP "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Ethnic Identity pada Siswa/siswi SMP "X" Bandung."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha Penelitian ini menggunakan teori Ethnic Identity dari Phinney (1989). Responden adalah remaja awal dengan karakteristik etnis Tionghoa yang sedang memeroleh pelajaran bahasa Mandarin.

Penelitian ini tergolong penelitian survey dan hasilnya diuraikan dalam bentuk deskriptif. Subyek diperoleh sebanyak 51 orang siswa beretnis Tionghoa Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner MEIM (Multigroup Ethnic Identity Measure) dari Phinney (1992). Kuesioner yang telah diadaptasi oleh peneliti. Expert Validity digunakan untuk uji validitas kuesioner.

Hasil penelitian tahap perkembangan Ethnic Identity menunjukan bahwa mayoritas 65% responden berada pada tahap Examined (Ethnic Identity Search) dan sisanya tersebar pada tahap Unexamined dan Achieved Ethnic Identity. Adapun saran yang diajukan, penelitian serupa dapat dikembangkan dengan kelompok sampel yang berbeda dengan kelompok usia yang sama agar memeroleh validitas yang tinggi.

(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha The objective of this research is to acknowledge development stage of ethnic identity on SMP "X"'s student in Bandung.

This study is conducted based on Ethnic Identity Theory of Phiney (1989). The respondents are early teenagers whose ethnic is Tionghoa and learning Chinese.

This study is survey study which result is described in descriptif. Subjects are 51 Tionghoa teenagers. Data is collected by spreading MEIM (Mutigroup Ethnic Identity Measure) questionare (Phinney 1992). The questionare is already adapted. To test its validity, I use Expert Validity.

The result of this research shows that 65% of respondent is at Examined stage (ethnic identity search) and rest of them are in Unexamined and Achieved Ethnic Identity. Based on this research, I suggest to create this kind of research with different group of sample in equal age so that the validity is getting higher.

(3)

iv

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.6 Asumsi ………14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum ... 15

2.2 Perkembangan : Pandangan Rentang Hidup Dan Kontekstual…………17

(4)

v

Universitas Kristen Maranatha

2.3 Remaja... .19

2.3.1Teori Erikson.……….19

2.3.2 Identitas Remaja ... .25

2.4 Pengertian Identitas……….28

2.4.1 Arah Perkembangan Identitas ... .31

2.5 Status Identitas Etnik ... .34

2.5.1 Ethnic Identity Unexamined ... .36

2.5.2 Ethnic Identity Search………...38

2.5.3 Ethnic Identity Achieved ... 39

2.6 Komponen-Komponen Identitas Etnik………..39

2.7 Budaya Tionghoa ………..45

2.4.1 Perayaan ………...45

2.4.2 Ritual ………....46

2.4.3 Makanan ………..47

2.4.4 Kesenian ………..48

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 49

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 50

3.2.1 Variabel Penelitian ... 50

3.2.2 Definisi Konseptual ... 50

(5)

vi

Universitas Kristen Maranatha

3.3.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 53

3.3.3.1 Uji Validitas Alat Ukur ... 53

3.3.3.2 Uji Realibilitas Alat Ukur ... 53

3.3.4 Populasi dan Teknik Sampling... 55

3.3.4.1 Populasi Sasaran ... 55

3.3.4.2 Karakteristik Populasi ... 55

3.3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 56

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Rsponden Penelitian ………57

4.2 Hasil dan Pembahasan Penelitian ……….58

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………59

5.1 Saran ………..60

DAFTAR PUSTAKA……….. vii DAFTAR RUJUKAN………...ix

(6)

1 Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan keanekaragaman masing-masing, misalnya suku, ras, agama, budaya, bahasa. Dengan keanekaragaman tersebut Indonesia dituntut untuk dapat menajaga persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh sebab itu, Indonesia memiliki semboyan

”Bhineka Tunggal Ika”, yang berarti ”berbeda-beda tapi tetap satu”.

Suku Tionghoa adalah salah satu suku yang sudah lama sekali tinggal di Indonesia dan sudah diakui sebagai bagian dari negara Indonesia, terutama ketika masa pemerintahan Reformasi yang dipimpin oleh Presiden Abdurahman Wahid. Saat ini, jumlah orang keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia semakin banyak terlebih di beberapa daerah di Indonesia, antara lain Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin, dan beberapa tempat di Sulawesi Utara dan Selatan.

Pada Orde Baru Warga keturunan Tionghoa dilarang berekspresi. Sejak tahun

1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan

kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga

menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya

(7)

Universitas Kristen Maranatha diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan

Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat

yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga

ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin

dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk

memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Satu-satunya surat kabar

berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian

artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer

Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang, akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.

(8)

Universitas Kristen Maranatha banyak korban, banyak di antara mereka mengalami pelecehan seksual, penjarahan, kekerasan, dan lainnya.

Ketika masa Presiden Habibie, Beliau mengeluarkan Instruksi Presiden No.26/1998 yang mencabut penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi. Lalu Presiden Habibie digantikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1999, selama pemerintahannya, Gus Dur mengeluarkan Peraturan Presiden No.6/2000 yang mencabut Instruksi Presiden No.14/1967 yang melarang segala bentuk ekspresi agama dan adat Tionghoa di tempat umum. Dengan pencabutan larangan tersebut, terbuka jalan bagi etnik Tionghoa untuk menghidupkan budaya tradisional mereka.

Tahun 2000, Gus Dur juga mengumumkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional sukarela. Selama kekuasaan Presiden Suharto, tahun baru itu tidak dirayakan, etnik Tionghoa dilarang merayakannya secara terbuka. Toko-toko milik etnik Tionghoa dilarang tutup pada waktu Tahun Baru Imlek. Gus Dur tidak sampai menyelesaikan masa kepresidenannya dan digantikan oleh wakilnya, Megawati Sukarnoputri. Megawati memaklumkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional, berlaku mulai 2 Februari 2003. Hal ini tidak berubah sampai pergantian presiden berikutnya.

(9)

Universitas Kristen Maranatha tentang pendaftaran penduduk. Undang-undang kewarganegaraan baru ini telah menyerap prinsip-prinsip demokrasi. Sedangkan undang-undang tentang kependudukan menggunakan konsep dasar nasional dan bukan etnik dalam pendaftaran penduduk Indonesia. Perkembangan selama Masa Reformasi sangat memberikan harapan untuk bebas mengekspresikan budaya Tionghoa. Berbagai peraturan pemerintah dalam hubungannya dengan masalah etnik Tionghoa menggunakan pendekatan demokratis dan multikultural, dengan sudut pandang guna lebih memakmurkan Indonesia. Diterimanya agama Konghucu sebagai agama nasional di era Presiden Susilo Bambang Yudoyono, juga memberikan dampak positif bagi perkembangkan agama dan budaya masyarakat Tionghoa. Jika berkunjung ke kelenteng atau vihara, di sana dipenuhi tidak hanya oleh etnis Tionghoa, namun banyak agama lain yang juga larut menikmati suasana. Penerimaan oleh masyarakat luas seperti itu adalah bukti kebangkitan budaya dan agama etnis Tionghoa pasca orde baru.

(10)

Universitas Kristen Maranatha Perubahan kurikulum pendidikan yang berkali-kali juga merupakan dampak dari pesatnya arus globalisasi, menyebabkan pemerintah harus bergerak cepat mengubah kurikulum pendidikan lama yang dianggap ketinggalan jaman dengan kurikulum baru yang dianggap sesuai dan mampu menjawab tantangan global. Hal ini dikarenakan dunia pendidikan adalah salah satu sektor penting dalam suatu Negara yang menopang berdirinya suatu Negara. Kegagalan bangsa Indonesia di masa lampau mempertahankan kedaulatan negaranya, dikarenakan pendidikan rakyatnya yang lemah.

Oleh karena arus globalisasi ini, sekolah – sekolah di Bandung melakukan perubahan kurikulum, mulai memasukkan bahasa mandarin sebagai mata

pelajaran. Salah satunya sekolah “X” menjadikan bahasa mandarin sebagai mata

(11)

Universitas Kristen Maranatha diri, salah satunya adalah Ethnic Identity, yang mereka dapatkan melalui proses eksplorasi dan nantinya akan mengarahkan remaja ini untuk mengambil keputusan atau komitmen terhadap etnisitasnya.

Dari survei yang dilakukan terhadap 10 remaja diantaranya 7 remaja (70%) dapat menyebutkan identitas etnisnya. Sedangkan hanya 3 remaja (30%) yang tidak bisa menyebutkan identitas etnisnya. Semua remaja SMP ini menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari di sekolahnya 80% (8 orang) berteman dengan teman yang etnis Tionghoa, sedangkan 2% (2 orang) merasa nyaman berteman dengan etnis apa pun (Tionghoa, Batak, Jawa dan India). Lingkungan di rumah atau tetangganya 80% (8 orang) diantaranya beretnis sama yaitu Tionghoa, 2 % (2 orang) yang lainnya memiliki tetangga yang bermacam-macam etnis (Jawa, Sunda, dan Tionghoa). Hal ini seharusnya mempengaruhi remaja untuk semakin mengenal etnis Tionghoa, tetapi masih ada siswa yang menghayati etnisnya adalah bukan etnis Tionghoa.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik meneliti tentang

(12)

Universitas Kristen Maranatha 1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang permasalahan, peneliti mengajukan permasalahan penelitian sebagai berikut :

Bagaimanakah pencapaian Ethnic Identity pada pada siswa yang berusia 12-14

tahun di SMP “X” Bandung?”

1.3Maksud Dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian

Peneliti bermaksud untuk mengetahui gambaran mengenai Ethnic Identity siswa yang berusia 12-14 tahun di SMP “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

(13)

Universitas Kristen Maranatha 1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi lintas budaya yang berkaitan dengan ethnic identity pada masa remaja.

- Memberikan informasi tambahan pada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti tentang ethnic identity.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan pengenalan tentang pemahaman ethnic identity pada siswa yang berusia 12-14 tahun di SMP “X” Kota Bandung.

- Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi para pendidik / guru dalam menyusun kurikulum dengan pemahaman tentang etnis dan budaya Tionghoa.

1.5Kerangka Pemikiran

Masa remaja menurut Erikson berada pada rentang usia 12-20 tahun. Masa remaja

adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja, seseorang mengalami perkembangan

kognitif dan sosioemosional. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan

mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget menyebut tahap

(14)

Universitas Kristen Maranatha 2001). Pada masa remaja awal, seseorang sudah masuk pada tahap formal operations

yaitu suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak.

Perkembangan sosioemosional adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih

melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Menurut Erikson tahap identity vs identity confussion menunjukkan

bahwa remaja sedang mencari jati diri dan yang sesuai dengan dirinya.

(15)

Universitas Kristen Maranatha dieksplorasi dan berkomitmen untuk identitas di berbagai domain kehidupan dari panggilan, agama, pilihan relasional, peran gender, dan sebagainya.

Identitas etnik diperoleh dari eksplorasi dan komitmen yang dilakukan seseorang sehingga ia memiliki penghayatan terhadap etnisnya sendiri. Identitas etnik adalah bagian dari konsep diri yang berasal dari pengetahuan akan keanggotaan dirinya pada suatu kelompok sosial beserta nilai-nilai dan kelestarian emosi yang signifikan terhadap keanggotaan tersebut (Tajfel, 1981). Identitas etnik lebih mudah terlihat pada situasi-situasi dimana dua kelompok etnis ada dalam suatu kontak dan dalam jangka waktu tertentu.

(16)

Universitas Kristen Maranatha sudah mengetahui secara pasti etnisitasnya dan sudah melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan etnisitasnya.

Pada masa remaja ini, mereka sedang berada pada tahap pencarian identitas, termasuk identitas etnis. perkembangan kognitif remaja ini juga berkembang dan pada masa remaja berada pada tahap formal operations, artinya remaja sudah dapat berpikir lebih abstrak. Pada tahap ini remaja akan lebih mudah mengenal etnisnya mulai dari budaya, bahasa, dan nilai-nilai yang terdapat dalam setia filosofi etnis tersebut. Mereka juga dalam bergaul atau bersosialisasi akan terpengaruh oleh nilai-nilai budaya yang dimilikinya, karena pada masa remaja ini mereka sedang berada pada tehap dimana mereka akan lebih percaya pada temannya dan lebih memiliki rasa yang lebih erat (kompak) . Untuk mengenal etnisitasnya, seorang remaja akan mencari tahu mengenai etnisitasnya kepada orang tua atau orang yang berada disekitarnya dan bisa melalui media elektronik. Apabila seorang remaja sudah mengenal dan sudah mengetahui tentang etnisitasnya, maka remaja ini akan membuat keputusan atau mengambil komitmen terhadap etnisitasnya.

(17)

Universitas Kristen Maranatha bahasa yang sesuai dengan etnisnya, seperti etnis Tionghoa menggunakan bahasa Mandarin, mereka akan merasa memiliki etnisitas tersebut dan merasa banggaakan etnisitasnya. Pergaulan juga akan membuat seseorang mengikuti suatu kelompok sosial tertentu, jika sahabatnya mengikuti suatu kelompok sosial maka remaja ini pun akan mengikuti kelompok terebut. Pengenalan mereka terhadap etnisitasnya akan semakin terbantu dengan area tempat tinggal yang mendukung etnis tertentu untuk bebas berekspresi dan berkembang.

(18)

Universitas Kristen Maranatha Skema Kerangka Pemikiran

Remaja Ethnic

identity

Unexamined ethnic identity

Ethnic identity search

Achieved ethnic identity

Komponen-komponen : - Rasa memiliki

- Sikap positif dan negatif - Keterlibatan etnis Eksplorasi dan Komitmen - Perkembangan kognitif - Perkembangan sosioemosional

Faktor yang memengaruhi: - bahasa

- persahabatan

- afiliasi dan kegiatan keagamaan

- kelompok sosial dan etnis yang berstruktur

- ideologi dan aktivitas politik,

- area tempat tinggal, - aktivitas dan sikap etnik

(19)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas, maka peneliti merumuskan asumsi sebagai berikut :

1. Siswa/siswi SMP “X” yang memiliki rentang usia 12-14 tahun

(20)

59 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :

a) Perkembangan Ethnic Identity siswa SMP “X” di Bandung, yang berusia 12-14 tahun telah mencapai pada tahap Examined yaitu sebesar 65% dari jumlah siswa yang etnis Tionghoa. Hal ini menggambarkan bahwa 65% siswa sudah melakukan eksplorasi tentang etnisitas Tionghoa, namun belum mencapai pada tahap komitmen.

b) Sebanyak 33% (17 orang) siswa SMP “X” di Bandung yang berusia 12-14 tahun telah mencapai perkembangan Ethnic Identity pada tahap Achieved. Hal ini menggambarkan bahwa 33% siswa sudah melakukan eksplorasi tentang etnisitas Tionghoa dan sudah mencapai pada tahap komitmen akan etnisitasnya.

(21)

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan uraian kesimpulan penelitian dapat diajukan beberapa saran teoritis yaitu:

1. Bagi peneliti yang minat dalam cross-cultural psychology, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian lanjutan dengan menambah sampel yang lebih besar dengan lokasi yang berbeda.

2. Penelitian lanjutan dapat mengadaptasi alat ukur yang sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat di Indonesia sehingga memeroleh validitas alat ukur yang lebih memadai.

3. Dengan adaptasi alat ukur penelitian pada sampel yang lebih besar dan lokasi yang berbeda diharapkan dapat mencapai temuan teori baru tentang ethnic identity di Indonesia.

5.2.2 Saran Praktis

Adapun saran praktis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagi pimpinan dan staff guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan kurikulum multikultur sebagai bagian bidang pendidikan dan pengajaran bagi siswa SMP. 2. Bagi guru konseling, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

(22)

Universitas Kristen Maranatha 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan program intervensi “kebhinnekaan budaya Indonesia”

(23)

vii Universitas Kristen Maranatha Berry,J., Trimble,J., and Olmedo,E. (1986). Assessment of acculturation. In W.Lonner and J. Berry (Eds.), Field methods in cross-cultural research (pp.291-324). Newbury Park, CA: Sage.

Erikson,E.(1986).Identity: youth and crisis. New York:Norton. Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo

Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.

Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

Joseph E. Trimble, Ryan Dickson; Journal Ethnic Identity Western Washington Universitydi CB Fisher & Lerner, RM (Eds.; in press)

Applied perkembangan ilmu pengetahuan: Sebuah bebas penelitian, kebijakan, dan program. Thousand Oaks: Sage

Marcia,J. (1966). Development and validation of ego-identity status. Journal of Personality and Social Psychology,3, 551-558.

Marcia,J. (1980). Identity in adolescence. In J.Adelson (Ed.), Handbook of adolescent psychology (pp.159-187). New York: Wiley.

Pamella Balls Organ, Kevin M. Chun, Gerardo Marin . 1998. Readings in Ethnic Psychology. Routledge

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

(24)

viii Universitas Kristen Maranatha State University of New York Press.

Phinney, J. S. (2004). Ethnic Identity: Developmental and Contextual Perspectives ; California State University, Los Angeles: Notre Dame University

Phinney, J. S. : Ethnic identity. In A. Kazdin (Ed.), Encyclopedia of Psychology (Vol. 3, pp. 255-259). Washington, DC: American Psychological Association.

Phinney, J. (1989) : Stages of ethnic identity in minority group adolescents. Journal of Early Adolescence,

Santrock John W. (2003). Adolescence - Perkembangan Remaja /; alih bahasa, Shinto B Adelar; Sherly Saragih; editor, Wisnu C. Kristiaji, Yati Sumiharti - Jakarta : Erlangga

Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill

(25)

ix Universitas Kristen Maranatha http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa

http://jar.sagepub.com/content/7/2/156.short

http://jea.sagepub.com/content/9/1-2/34.short

http://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-etnis-tionghoa-di-indonesia-dari-masa-ke-masa/

http://tatastitis.wordpress.com/2012/01/26/keperkasaan-etnis-tionghoa/

http://tionghoa.net/

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jika ukuran dalam mengubah pola dasar badan lebih kurang dari 0,5 cm pada perhitungan keterangan pembuatan pola dan terdapat 2 kesalahan antara lain: Letak garis leher sesuai

Secara diskriptif pola asuh otoritatif orang tua, pada kategori sangat tinggi, yaitu 46 siswa (57,50%), hal ini didasarkan pada rata–rata 102,222 termasuk kategori sangat

Judul Tesis : Dampak Pengembangan Sektor Perikanan terbadap Perekonomian Jaws Tengab.. Nama Mabasiswa : Abdul Kobar Mudzakir NomorPokok :

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai SMA Negeri 3 Salatiga, dapat menghubungi kami : Alamat:Jalan Kartini No.34 Salatiga 50711 Telp:(0298) 323300 FAX: +458-4578 Others: +301 - 0125

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (a) Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran portofolio lebih baik dari pada

memiliki kadar asam lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan alpukat susu dan alpukat merah tua (Husnunnisa, 2013). Melanjutkan penelitian sebelumnya, maka peneliti

nehibililas dan efisiensi lans rngsi rata Letak netupakai ralah satu blsiatr. pada indunri maiufakur yans s