BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman menuntut adanya upaya peningkatan mutu
pendidikan, upaya tersebut harus dilakukan secara menyeluruh mencakup
berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan
tercapainya mutu pendidikan yang baik diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan dan martabat bangsa.
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan
yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat
dipandang dan berfungsi sebagai alat untuk membangun SDM yang bermutu
tinggi adalah pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional pemerintah
telah menyelenggarakan perbaikan-perbaikan mutu pendidikan pada berbagai
jenis dan jenjang. Namun fakta di lapangan belum menunjukkan hasil yang
memuaskan (Trianto, 2012).
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu persyaratan
dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Kimia sebagai salah satu ilmu dasar dalam
IPA mempunyai andil yang besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini ditandai dengan berkembangnya teknologi di segala bidang
1
yang menerapkan konsep-konsep kimia. Namun, pada kenyataannya prestasi
belajar kimia secara nasional dinilai masih rendah dan kurang optimal.
Kebanyakan siswa beranggapan bahwa kimia merupakan salah satu mata
pelajaran yang sulit untuk dipahami, sehingga motivasi siswa untuk belajar kimia
menjadi rendah. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada siswa
kelas XI IPA SMA Batik 1 dan SMA Batik 2 Surakarta, terlihat bahwa pada saat
pembelajaran kimia siswa kurang antusias untuk mengikuti pembelajaran,
sehingga menyebabkan suasana kelas menjadi pasif.
Berdasarkan Laporan Pengolahan Ujian Nasional Tahun Pelajaran
2011/2012 tentang Daya Serap Siswa menunjukkan nilai Ujian Nasional rata-rata
sekolah Tahun Pelajaran 2011/2012 di SMA Batik 1 Surakarta dan SMA Batik 2
Surakarta pada kelompok soal KD mendiskripsikan Hidrolisis Garam dan Ksp
berturut-turut adalah 77,63 dan 83,34 sedangkan nilai Ujian Nasional rata-rata
kota/kabupaten, propinsi, dan nasional berturut-turut adalah 79,88; 89,93; 88,34.
Nilai Ujian Nasional rata-rata sekolah Tahun Pelajaran 2012/2013 di SMA Batik
1 Surakarta dan SMA Batik 2 Surakarta pada kelompok soal KD mendiskripsikan
Hidrolisis Garam dan Ksp berturut-turut adalah 66,99 dan 53,45 sedangkan nilai
Ujian Nasional rata-rata kota/kabupaten, propinsi, dan nasional berturut-turut
adalah 72,50; 65,53; 66,31. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perolehan nilai
Ujian Nasional rata-rata sekolah di SMA Batik 1 dan SMA Batik 2 Surakarta pada
materi hidrolisis garam belum memuaskan karena belum seluruhnya diatas
rata-rata nilai tingkat kota/kabupaten, propinsi, dan nasional. Berdasarkan hasil angket
SMA Batik 1 Surakarta, dan 92% siswa kelas XI IPA 2 SMA Batik 2 Surakarta,
menyatakan materi hidrolisis garam merupakan salah satu materi yang sulit
dipahami karena pada materi ini selain teori terdapat beberapa rumus untuk jenis
larutan yang berbeda, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam perhitungannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia, kesulitan siswa
dalam mempelajari materi hidrolisis garam ini akan sangat terlihat pada saat ujian
semester, dimana beberapa materi pokok kimia akan diujikan secara bersamaan.
Kesulitan siswa terutama terlihat pada saat siswa menentukan harga pH suatu
larutan.
Materi Pokok Hidrolisis Garam merupakan materi pemantapan dari materi
sebelumnya. Pada materi ini akan dibahas tentang pengertian larutan hidrolisis,
cara kerja pembuatan larutan tersebut, penentuan/perhitungan pH, serta
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa alasan pentingnya materi
pokok Hidrolisis Garam sebagai berikut:
1) Materi pokok Hidrolisis Garam merupakan salah satu materi yang berisi
konsep-konsep tentang stokiometri, kesetimbangan kimia dan penetuan pH
suatu larutan.
2) Karateristik materi melibatkan banyak perhitungan dan berbagai analisis
yang berkaitan dengan garam jika dilarutkan ke dalam air.
3) Kebanyakan siswa menganggap bahwa materi ini merupakan salah satu
materi yang sulit, kesulitan siswa biasanya terletak pada penentuan pH
untuk membedakan larutan hidrolisis atau penyangga.
4) Materi pokok Hidrolisis Garam penerapannya banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Materi Pokok Hidrolisis Garam sejalan dengan teori Piaget (1971) cit.
Dahar (2011) yang membagi pengetahuan menjadi tiga yaitu: pengetahuan fisik,
logika-matematis dan sosial. Pengetahuan fisik dapat di dapat dari kemampuan
siswa dalam melihat perubahan pH pada praktikum Hidrolisis Garam.
Pengetahuan logika-matematis didapat siswa dari stokiometri yaitu dalam
menghitung pH larutan Hidrolisis. Terakhir, pengetahuan sosial diperoleh dari
aplikasi Hidrolisis Garam pada kehidupan sehari-hari serta dalam proses
pembelajaran. Untuk memahami konsep, siswa sering kali mengalami kesulitan,
karena biasanya guru hanya memberikan rumus dan beberapa contoh soal saja.
Selain itu, siswa juga sering mengalami kesulitan dalam mengerjakan
perhitungan.
Lemahnya pemahaman konsep siswa juga dikarenakan pembelajaran yang
dilaksanakan guru secara umum masih bersifat teacher centered. Pembelajaran
dari guru yang terlalu menekankan sejumlah informasi/konsep belaka, meskipun
tidak dapat disangkal bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting,
namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana
konsep itu dipahami oleh peserta didik. Belum maksimalnya nilai yang
didapatkan karena pembelajaran yang dilaksanakan masih kurang memperhatikan
kemampuan berpikir siswa dan kurang menarik. Hal ini yang mengakibatkan pola
belajar siswa cenderung menghapal, serta kemampuan berpikir dan daya analisis
kegiatan penemuan dan analisis siswa itu sendiri akan dapat bertahan lebih lama
dalam ingatan, apabila dibandingkan diperoleh dengan cara-cara yang lain.
Menurut Arends (1997) cit. Trianto (2011) menyatakan bahwa dalam
mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan
pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya
menyelesaikan masalah. Karenanya perbaikan proses dan hasil pembelajaran perlu
dilakukan dengan menerapkan metode atau menggunakan media pembelajaran
yang inovatif sehingga dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif dan
menemukan konsep pengetahuan, meningkatkan prestasi belajar serta
mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Menurut peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia
No 69 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah
menengah atas/madrasah aliyah bahwa kurikulum 2013 menganut: (1)
pembelajaran yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang
dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat;
dan (2) (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan
kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung peserta didik
menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik
menjadi hasil kurikulum.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran
mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh
melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh
melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan
mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut
serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan
ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik
(dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).
Pembelajaran kimia hendaknya diajarkan seperti para kimiawan
menemukan, yakni diawali dari mengamati adanya fenomena,
mengkonseptualisasi, lalu menyimbolkan. Hal ini sesuai dengan karakteristik
pembelajaran kimia yang menitikberatkan pada keterampilan-keterampilan proses
sains sebagaimana dicanangkan dalam BSNP (2006). Salah satu pembelajaran
yang berorientasi pada pengembangan keterampilan proses sains adalah
pembelajaran inkuiri. Pendekatan pembelajaran berbasis penyelidikan (inkuiri)
didukung pada pengetahuan tentang proses pembelajaran yang telah muncul dari
penelitian (Bransford et al. 2000. cit. Abdi, 2014).
Suryani dan Agung (2012) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri
bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun
kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan-kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir
ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan
itu. Pada pembelajaran inkuiri siswa akan dihadapkan pada suatu permasalahan
yang harus diamati, dipelajari, dan dicermati, sehingga dibutuhkan bahan ajar
sebagai penunjangnya. Bahan ajar harus dikembangkan sesuai kurikulum yang
berlaku.
Metode Inkuiri adalah cara penyampaian bahan pengajaran dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya
dalam jalinan kegiatan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu
sebagai jawaban yang meyakinkan terhadap permasalahan yang dihadapkan
kepadanya melalui proses pelacakan data dan informasi serta pemikiran yang
logis, kritis dan sistematis (Slameto, 1993).
Hanafiah dan Suhana (2009) menguraikan macam-macam metode inkuiri,
yaitu: 1) inkuiri bebas; 2) inkuiri terbimbing; dan 3) inkuiri termodifikasi.
Diantara tingkatan dari metode inkuiri, inkuiri terbimbing merupakan metode
yang cocok diterapkan pada siswa yang belum terbiasa/kurang berpengalaman
mengikuti pembelajaran dengan metode inkuiri. Berdasarkan angket analisis
kebutuhan guru diperoleh informasi bahwa guru sangat jarang menggunakan
metode inkuiri dalam pembelajaran kimia, sehingga peneliti memutuskan untuk
menerapkan metode inkuiri terbimbing. Penelitian dari Matthew dan Kenneth
(2013) menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan metode
pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki nilai prestasi yang lebih baik dari pada
siswa yang belajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional.
Metode inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Dengan pendekatan ini siswa
belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa
dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan
dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi
kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan
menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Media pembelajaran mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan
faktor-faktor pendidikan yang lain, tetapi kadang-kadang kurang diperhatikan
oleh guru. Padahal dengan media yang tepat, merupakan salah satu kunci
keberhasilan suatu proses belajar-mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia kelas XI di
SMA Batik 1 dan SMA Batik 2 Surakarta bahwa bahan ajar yang digunakan oleh
guru belum mengacu kepada metode yang sesuai dengan kurikulum 2013,
walaupun semua siswa sudah memiliki bahan ajar yang dipakai oleh guru. Belum
tersedianya bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum 2013, maka guru
menyarankan untuk mengembangkan suatu bahan ajar yang sesuai dengan
kurikulum 2013. Berdasarkan hasil angket analisis kebutuhan yang telah diberikan
kepada siswa kelas XI IPA1 SMA Batik 1 dan siswa kelas XI IPA 2 SMA Batik 2
Surakarta bahwa 100% siswa membutuhkan bahan ajar alternatif yang dapat
Keberadaan buku ajar bukan satu-satunya sarana pembelajaran bagi peserta
didik saat ini, meskipun buku ajar berisi materi seperti yang ditetapkan dalam
kurikulum. Peserta didik juga memerlukan pegangan sumber belajar lainnya agar
pembelajaran lebih hidup dan terarah.
Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan yaitu Lembar
Kegiatan Siswa (LKS). LKS adalah suatu materi ajar yang sudah dikemas
sedemikian rupa, sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar
tersebut secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan materi,
ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, peserta didik juga
dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang
diberikan, dan pada saat yang bersamaan, peserta didik diberi materi dan tugas
yang berkaitan dengan materi tersebut. Dari penjelasan ini dapat kita pahami
bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang
berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran
yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar
yang harus dicapai (Prastowo, 2012).
Lembar Kegiatan Siswa akan memberikan manfaat bagi guru dan siswa.
Guru akan memiliki bahan ajar yang siap digunakan, sedangkan siswa akan
mendapatkan pengalaman belajar mandiri dan belajar memahami tugas tertulis
yang tertuang dalam LKS (Depdiknas, 2007).
Setiap mata pelajaran memerlukan LKS untuk menunjang pembelajaran
tersebut, namun LKS yang tersedia dipasaran tidak mengacu pada kurikulum yang
materi, contoh soal dan dilanjutkan dengan evaluasi, sehingga tidak mengacu pada
kegiatan ilmiah. Adapun LKS yang terdapat kegiatan praktikum, hanya berisi
instruksi langsung, sehingga siswa melakukan praktikum sesuai instruksi yang
terdapat dalam LKS tanpa memikirkan alasan pengerjaan tahap demi tahap yang
dilakukan. Pada beberapa LKS juga tidak ditemukan adanya contoh penerapan
konsep dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, LKS juga tidak dilengkapi dengan
warna, gambar, peta konsep dan bahasa yang digunakan kurang komunikatif.
Oleh karena itu perlu adanya pengembangan LKS yang dapat melatih siswa
bekerja secara ilmiah serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa
sehingga siswa memiliki kesempatan untuk menemukan konsep, membangun
pengetahuannya sendiri dan lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian
dengan judul “Pengembangan LKS Berbasis Inkuiri Terbimbing pada Materi
Pokok Hidrolisis Garam untuk SMA/MA Kelas XI”.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang masalah yaitu:
1. Kimia sebagai salah satu ilmu dasar dalam IPA mempunyai andil yang besar
dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, pada
kenyataannya prestasi belajar kimia secara nasional dinilai masih rendah
dan kurang optimal.
2. Sebagian besar siswa menganggap bahwa kimia merupakan salah satu
pelajaran yang sulit.
3. Pembelajaran kimia di SMA Batik 1 dan SMA Batik 2 Surakarta masih
didominasi oleh guru atau bersifat teacher centered, sehingga motivasi
belajar siswa menjadi rendah dan membosankan.
4. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum 2013 yang menganut
pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja
dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki
kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan
menggunakan pengetahuan. Di dalam implementasinya kurikulum 2013
belum dilakukan dengan baik.
5. Belum tersedianya media dan bahan ajar yang bermuatan sesuai dengan
kurikulum 2013.
6. Masih jarang ditemukan LKS yang menjadikan inkuiri terbimbing sebagai
basis pengembangannya.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan dibatasi pada:
1. Pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan suatu bahan ajar
berupa LKS yang sesuai dengan pembelajaran pada kurikulum 2013.
2. Basis strategi pembelajaran yang digunakan dalam LKS yang
dikembangkan adalah inkuiri terbimbing.
3. Penelitian ini akan difokuskan pada pengembangan LKS pada materi
Hidrolisis Garam. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada materi
Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah.
4. Metode pengembangan LKS yang digunakan pada penelitian ini mengacu
pada 10 langkah metode penelitian dan pengembangan dari Borg & Gall,
namun pada penelitian ini dibatasi sampai langkah ke sembilan yaitu
penyempurnaan dan produk akhir.
D. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil tiap tahapan pengembangan LKS berbasis inkuiri
terbimbing pada materi pokok Hidrolisis Garam yang mengacu siklus R&D
Borg and Gall?
2. Bagaimana kualitas produk pengembangan yang berupa LKS pada materi
pokok Hidrolisis Garam?
Kriteria kualitas yang dinilai pada LKS berbasis inkuiri terbimbing pada
materi pokok Hidrolisis Garam ditinjau dari:
a) Kriteria kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafisan yang dinilai
oleh ahli materi dan ahli media.
b) Keterlaksanaan tahapan inkuiri terbimbing berdasarkan observasi.
c) Angket respon siswa dan guru terhadap LKS yang dikembangkan.
d) Ketuntasan hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan LKS
berbasis inkuiri terbimbing pada materi pokok Hidrolisis Garam.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui;
1. Hasil tiap tahapan pengembangan LKS berbasis inkuiri terbimbing pada
materi pokok Hidrolisis Garam yang mengacu siklus R&D Borg and Gall.
2. Kualitas produk pengembangan yang berupa LKS pada materi pokok
Hidrolisis Garam, yang ditinjau dari: 1) kriteria kelayakan isi, kriteria
kelayakan bahasa, kriteria kelayakan penyajian dari ahli materi dan ahli
media; 2) keterlaksanaan tahapan inkuiri terbimbing; 3) angket respon guru
dan siswa terhadap LKS yang dikembangkan; 4) serta ketuntasan hasil
belajar siswa pada pembelajaran menggunakan LKS berbasis inkuiri pada
materi pokok Hidrolisis Garam.
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk LKS pembelajaran Kimia yang akan dikembangkan dalam
penelitian ini berupa:
1. LKS berbasis inkuiri terbimbing pada materi pokok hidrolisis garam
berbentuk media cetak yang berdasarkan kurikulum 2013. Isi LKS secara
garis besar meliputi ringkasan materi, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan
tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik untuk
menunjang pembelajaran inkuiri terbimbing.
2. Materi dalam LKS yang dikembangkan yaitu materi pokok hidrolisis garam
3. Format LKS berbasis inkuiri terbimbing pada materi pokok hidrolisis garam
berisikan, 1) bagian awal yaitu: cover, kata pengantar, sekilas isi LKS,
kompetensi inti dan kompetensi dasar, daftar isi, pendahuluan, petunjuk
penggunan LKS, dan peta konsep; 2) bagian inti yaitu: tujuan pembelajaran,
materi pengantar, permasalahan, hipotesis, pengumpulan data, analisis data,
kesimpulan, contoh soal, uji kepahaman anda, hidrolisis dalam kehidupan;
dan 3) bagian penutup yaitu: tes formatif, kunsi jawaban, glosarium, dan
daftar pustaka.
G. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
a. Menekankan arti pentingnya penggunaan LKS berbasis inkuiri
terbimbing dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Menambah wawasan bagi guru dan siswa tentang media pembelajaran
dan implementasinya pada perkembangan dunia pendidikan.
2. Manfaat Secara Praktis a. Untuk Siswa
1) Melatih berpikir inkuiri berdasarkan pengalaman sehari-hari
2) Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hidrolisis garam
dalam kehidupan sehari-hari.
3) Siswa mendapatkan suasana yang berbeda dengan pembelajaran
4) Memberi pengaruh positif pada perkembangan kognitif siswa.
b. Untuk Guru
1) Memacu guru untuk selalu mengikuti perkembangan informasi
dalam pembelajaran inkuiri.
2) Sebagai masukan untuk guru, sehingga dapat mengajar
menggunakan LKS berbasis inkuiri terbimbing terutama pada materi
pokok hidrolisis garam.
c. Untuk Sekolah
1) Memberikan perangkat pembelajaran dalam rangka meningkatkan
mutu pembelajaran.
2) Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) baru demi kemajuan
pendidikan terutama dalam pembelajaran kimia.