• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Antidiabetes Ekstrak Etanol Ganggang Merah Kappaphycus alvarezii Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efek Antidiabetes Ekstrak Etanol Ganggang Merah Kappaphycus alvarezii Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Aloksan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 3. Bagan Kerja Penelitian

Serbuk simplisia

Ganggang Merah Kappaphycus alvarezii

Simplisia

Dicuci, ditiriskan, dan ditimbang sebagai berat basah

Dikeringkan dalam lemari pengering

Ditimbang berat kering Dihaluskan

Karakterisasi simplisia Skrining Fitokimia Ekstraksi

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Lampiran 8. Perhitungan Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Ganggang

Merah Kappaphycus alvarezii

1. Perhitungan Kadar Air Serbuk Simplisia Ganggang Merah Kappaphycus

(7)

2. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Air

% Rata-rata Kadar Sari Larut Air =

3

29,99% 30,99%

29,99% 

(8)

3. Perhitungan Kadar Sari Simplisia Larut dalam Etanol

% Rata-rata Kadar Sari Larut Etanol =

(9)

4. Perhitungan Kadar Abu Total Simplisia

% Rata-rata Kadar Abu Total =

(10)
(11)

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Dosis

1. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Ganggang Merah (EEGM)

Kappaphycus alvarezii

Contoh perhitungan dosis EEGM yang akan diberikan pada mencit

- Dosis suspensi EEGM yang akan dibuat adalah 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb.

- Cara pembuatan suspensi EEGM:

Timbang 100 mg, 200 mg, dan 400 mg EEGM, masing-masing dilarutkan dalam 10 ml suspensi Na-CMC 0,5%.

- Berapa volume suspensi EEGM yang akan diberikan pada mencit ? - Mis : BB mencit = 20 g

Jumlah EEGM dosis 100 mg/kg bb =

(12)

Volume larutan yang diberikan =

Jumlah EEGM dosis 200 mg/kg bb =

Volume larutan yang diberikan =

Jumlah EEGM dosis 400 mg/kg bb =

Volume larutan yang diberikan =

2. Perhitungan Dosis Metformin

- Tiap tablet metformin mengandung 500 mg metformin-HCl - Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 500 mg – 3000 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji mencit dikali 0,0026

- Dosis metformin untuk mencit (20 g) = (500 mg – 3000 mg) x 0,0026 = 1,3 mg – 7,8 mg

- Metformin – HCl yang digunakan = 1,3 mg untuk mencit 20 g

- Dosis metformin yang diberikan (mg/kg bb) = 1,3 mg / 20 g = 65

mg/kg bb (dikalikan 50 agar mencapai 1 kg), atau

= maka x =

= 65 mg - Maka dosis metformin adalah 65 mg/kg bb Menurut FI edisi III, keseragaman bobot = 20 tablet

- Maka diambil 20 tablet metformin, digerus dan ditimbang berat totalnya = 11.035 mg

(13)

- Maka, serbuk tablet metformin yang ditimbang untuk digunakan :

, X = 71,73 mg (mengandung zat aktif metformin setara 65 mg).

- Cara pembuatan suspensi metformin :

Timbang 72 mg serbuk tablet metformin dilarutkan dalam 10,0 ml larutan suspensi Na-CMC 0,5%.

- Berapa volume suspensi metformin yang akan diberikan pada mencit ? - Mis : BB mencit = 20 g

Jumlah metformin dosis 65 mg/kg bb =

x 20 g = 1,3 mg Volume larutan yang diberikan

Atau dengan cara:

- Tiap tablet metformin mengandung 500 mg metformin dilarutkan dalam 100 ml larutan suspensi Na-CMC 0,5%.

- Maka kadar suspensi metformin = 500 mg / 100 ml = 5 mg/ml = 0,5% Contoh perhitungan dosis metformin 65 mg/kg bb untuk mencit 20 g.

- 65 mg/kg bb = 65 mg / 1000 g x 20 g = 1,3 mg

- Maka volume larutan yang diberikan adalah = 1,3 mg / 5 mg x 1 ml = 0,26 ml.

3. Perhitungan Larutan Aloksan untuk Penginduksi Diabetes Secara Intraperitoneal (i.p)

Contoh perhitungan dosis Aloksan:

(14)

- Dosis pemberian secara i.p (intraperitoneal) = 2-3 kali dosis i.v

- Dalam penelitian ini dosis yang digunakan adalah 150 mg/kg bb secara i.p

- Konsentrasi aloksan yang dibuat adalah 1,5 % ( 150 mg dalam 10 ml infus NaCl 0,9%) = 15 mg/ml

- Jumlah aloksan dosis 150 mg/kg bb =

- Volume larutan yang diberikan =

(15)
(16)
(17)
(18)

2. Uji Anova

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

PKGD3 Between Groups 728,314 4 182,079 4,309 ,011

Within Groups 845,079 20 42,254

Total 1573,393 24

PKGD6 Between Groups 2686,529 4 671,632 8,132 ,000

Within Groups 1651,901 20 82,595

Total 4338,430 24

PKGD9 Between Groups 5223,144 4 1305,786 20,954 ,000

Within Groups 1246,326 20 62,316

Total 6469,470 24

PKGD12 Between Groups 6404,008 4 1601,002 51,554 ,000

Within Groups 621,091 20 31,055

Total 7025,099 24

PKGD15 Between Groups 8696,723 4 2174,181 250,976 ,000

Within Groups 173,258 20 8,663

Total 8869,982 24

3. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

PKGD3 2,860 4 20 ,050

PKGD6 5,226 4 20 ,005

PKGD9 3,198 4 20 ,035

PKGD12 1,278 4 20 ,312

(19)

4. Uji Post Hoc Tukey HSD

Metformin -10,77622 4,11115 ,104 -23,0783 1,5259

Metformin CMC-Na 16,03664* 4,11115 ,007 3,7345 28,3387

(20)

EEGM 200 CMC-Na 13,95423 5,74787 ,149 -3,2455 31,1540

Metformin -13,18914 5,74787 ,188 -30,3889 4,0106

(21)

EEGM 100 CMC-Na 36,95502* 3,52446 ,000 26,4085 47,5015

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. (2010). Rumput Laut. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Halaman 14-19.

Aslan, L.M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 97.

Chattopadhyay, R. R. (2009). a Comparative Evaluation of Some Blood Sugar Lowering Agents of Plant Origin. Journal of Ethnopharmacology. 67(3):367–372.

Dalimartha, S., dan Adrian. (2012). Makanan Herbal Untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 5-14, 80-91.

Depkes RI. (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10.

Depkes RI. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 8-27.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 297-326, 333-340.

Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3). Halaman 263-264.

Frode, T.S., dan Medeiros, Y.S. (2008). Animal Models to Test Drugs With Potential Antidiabetic Activity. Journal of Ethnopharmacology. 115(2). Halaman 173-183.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 147, 259.

Hardoko. (2007). Studi Penurunan Glukosa Darah Diabet Dengan Konsumsi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Journal of Fisheries Sciences. IX (1). Halaman 116-124.

Indriani. (1991). Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Cetakan Pertama. Jakarta: Swadaya. Halaman 1, 8.

(23)

dan Fibronektin Glomerulus Tikus Diabetes Mellitus. Media Medika Indonesiana. 46(3):178-180.

Nugroho, A.E. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. Volume 7. Nomor 4. Halaman 378-382.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 191-193.

Shanmugam, M., dan Mody, K. H. (2000). Heparinoid-active Sulphated Polisaccharides from Marine Algae as Potential Blood Anticoagulant Agents. Central Salt and Marine Chemicals Research Institute. No. 364002.

Sharo, N. M., Rachmawati N., A. Nasichuddin., Ahmad H. (2013). Uji Toksisitas dan Identifikasi Senyawa Ekstrak Alga Merah (Eucheuma Cottonii) Terhadap Larva Udang Artemia Salina Leach. Alchemy. Vol. 2 No. 3. Halaman 170–177.

Suharmiati. (2003). Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Cermin Dunia Kedokteran. No. 140. Surabaya: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 10.

Suhartono, E., Setiawan, B., Edyson., dan Ramlah. (2005). Uji Aktivitas Antioksidan Jus Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia) dan Perannya Sebagai Inhibitor Advanced Glycation End Products (Ages) Akibat Reaksi Glikosilasi. Berkala Ilmu Kedokteran. 37:1-6.

Suherman, S.K., dan Nafrialdi. (2012). Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam buku Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Cetak Ulang dengan Edisi Tambahan. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. Halaman 481-495.

Suyono, S. (1999). Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Suyono, S. Jilid Pertama. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit FK UI. Halaman 571-585.

Syamsudin., dan Darmono. (2011). Buku Ajar Farmakologi Eksperimental. Jakarta: UI Press. Halaman 3, 21, 24, 31.

Szkudelski, T. (2001). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in Cell of the Rat Pancreas. Physiological Research. 50: 536-546.

Triplitt, C. L., Charles A. R., dan William L. I. (2008). Diabetes Mellitus. dalam

(24)

Winarno, F.G. (1996). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 112.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. WHO/PHARM/92.559. Geneva: Halaman 26-27.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Switzerland: Geneva. Halaman 31-33.

World Health Organization. (1999). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. Report of a WHO Consultation Part 1

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yang meliputi pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol ganggang merah Kappaphycus alvarezii, penyiapan hewan percobaan, dan pengujian efek ekstrak etanol ganggang merah Kappaphycus alvarezii terhadap penurunan kadar glukosa darah (KGD) pada mencit jantan

dengan metode induksi aloksan. Data hasil penelitian dianalisis dengan one way ANOVA (Analysis of variance) dan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 19.0. Penelitian dilakukan di Laboratorium

Fitokimia dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Desember 2015 sampai dengan April 2016.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi lemari pengering, blender (National), oven (Memmert), tanur, rotary evaporator, desikator, mikroskop, neraca hewan (GW-1500), neraca listrik (Mettler Toledo), penangas air, Glucometer (EasyTouch®GCU) dan Glucotest strip (EasyTouch®GCU strip test), aluminium foil, kertas saring, kertas whatmann No. 1, oral sonde, spuit,

(26)

3.1.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah ganggang merah Kappaphycus alvarezii. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa kecuali dinyatakan lain adalah kloral hidrat, etanol 70%, pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, besi (III) klorida, Molisch, timbal (II) asetat, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, metanol, kloroform-isopropanol, Liebermann-Burchard, n-heksan, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, kloroform, serbuk magnesium, serbuk seng, aloksan (Sigma Aldrich), larutan fisiologis NaCl 0,9%, Na-CMC (natrium carboxy methyl cellulose), tablet glibenklamid (Merck), tablet metformin dan air suling (teknis).

3.2 Prosedur Pembuatan Simplisia

3.2.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel tumbuhan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diambil dari distributor rumput laut daerah Medan dimana sampel yang diperoleh berasal dari perairan Sulawesi Tenggara.

3.2.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii dilakukan oleh Alfia Rahmi (2016) di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI Jakarta. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 53.

3.2.3 Pembuatan Simplisia

(27)

Ganggang merah Kappaphycus alvarezii selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering, sortasi kering, kemudian ditimbang beratnya, dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.3Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.2 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.3 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.4 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.5 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.6 Pereaksi kloralhidrat

(28)

3.3.7 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida kemudian dilarutkan ke dalam 10 ml air suling. Larutan pertama dan kedua dicampurkan kemudian ditambahkan dengan air suling hingga diperoleh larutan sebanyak 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.8 Pereaksi Mollish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.9 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.10 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.11 Pereaksi Liebermann-Burchard

(29)

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1977; WHO, 1992). Bagan kerja penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 55.

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, tekstur dan ukuran serta pemeriksaan organoleptik dengan mengamati warna, rasa dan bau dari tumbuhan segar, simplisia dan serbuk simplisia ganggang merah.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia ganggang merah. Serbuk ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.

a. Penjenuhan toluen

(30)

b. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu berisi toluen yang telah dijenuhkan, kemudian labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi. Kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, lalu volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat, dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

(31)

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105 ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600 ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dalam asam klorida encer sebanyak 25 ml selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin,

(32)

3.5.1 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrate ditambahkan 0,1g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alcohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah kekuningan atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi :

1. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer 2. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat 3. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

(33)

3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1g, dididihkan selama 2 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) kolrida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.5 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 2g, lalu disari dengan 20 ml campuran etanol 95% dengan air (7:2) dan 10 ml asam klorida 2N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:2), dilakukan berulang kali sebanyak 2 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan glikosida (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

(34)

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Ganggang Merah (EEGM)

Pembuatan ekstrak etanol ganggang merah dilakukan dengan cara perkolasi. Dibasahi 100 g serbuk simplisia dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, tuangi dengan cairan penyari etanol sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Kemudian dipekatkan dengan alat penguap vakum putar hingga diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM RI, 1979).

3.7 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit putih jantan dengan berat badan 25-35g sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum pengujian, terlebih dahulu mencit diaklimatisasi selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.

3.8 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah

3.8.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% b/v

(35)

dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 ml.

3.8.2 Pembuatan Suspensi Metformin

Dosis metformin untuk manusia adalah 500 mg, maka dosis untuk mencit (BB = 20 g) dikonversikan 0,0026 (maka, 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg). Dosis per kg berat badan = 1000 g/20 g x 1,3 mg = 65 mg/kg bb. Timbang serbuk tablet metformin setara dengan 65 mg, dimasukkan ke dalam lumpang lalu ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis suspensi metformin dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 66.

3.8.3 Pembuatan Suspensi EEGM (Ekstrak Etanol Ganggang Merah)

Suspensi ekstrak ganggang merah dibuat 3 variasi dosis yakni dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb. Sejumlah 100 mg, 200 mg, dan 400 mg ekstrak ganggang merah ditimbang dan dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml. Perhitungan dosis ekstrak ganggang merah (EEGM) dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 65.

3.8.4 Pembuatan Larutan Aloksan 150 mg/kg bb

Aloksan monohidrat ditimbang sebanyak 150 mg, dilarutkan dalam larutan fisiologis NaCl 0,9% b/v dalam labu tentukur 10 ml. Larutan selalu dibuat baru setiap pengujian. Perhitungan aloksan dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 67.

3.8.5 Penggunaan Blood Glucose Test Meter EasyTouch®GCU

(36)

glukosa darah adalah glucometer EasyTouch®GCU. Glucometer ini secara otomatis akan hidup ketika tes strip dimasukkan dan akan mati setelah beberapa menit tes strip dicabut. Tes strip EasyTouch®GCU dimasukkan ke alat EasyTouch®GCU sehingga glucometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian

dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada vial tes strip EasyTouch®GCU. Tes strip yang dimasukkan pada glucometer pada bagian layar akan tertera angka sesuai dengan kode vial tes strip, kemudian pada layar monitor glucometer muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya dengan menyentuh 1 tetes darah yang keluar ke tes strip dan ditarik sendirinya melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah.

3.8.6 Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD)

Sebelum percobaan dilakukan, diukur KGD mencit dimana KGD yang diukur adalah KGD puasa yaitu mencit dipuasakan (tidak diberi makan tetapi diberi minum) selama 18 jam sebelum percobaan (Frode dan Medeiros, 2008). Masing – masing hewan ditimbang berat badan dan diberi tanda pada ekor. Kemudian diukur kadar glukosa darah mencit dengan cara mengambil darah mencit melalui pembuluh darah vena ekor. Darah disentuhkan pada strip test yang telah terpasang pada alat glucometer. Angka yang tampil pada layar dicatat sebagai kadar glukosa darah dalam satuan mg/dL.

3.8.7 Uji Pendahuluan dan Orientasi Dosis

(37)

kemudian mencit dikelompokkan secara acak menjadi 8 kelompok yang terdiri dari 2 ekor mencit yaitu :

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5%

Kelompok II : suspensi EEGM dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : suspensi EEGM dosis 200 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi EEGM dosis 250 mg/kg bb Kelompok V : suspensi EEGM dosis 300 mg/kg bb Kelompok VI : suspensi EEGM dosis 400 mg/kg bb Kelompok VII : suspensi EEGM dosis 500 mg/kg bb Kelompok VIII : suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb

Tiga puluh menit kemudian diberi larutan glukosa 50% dosis 3 g/kg bb sebagai loading dose, lalu pada menit ke- 30, 60, 90, dan 120 diukur KGD masing-masing mencit menggunakan alat glucometer.

3.8.8 Pengujian Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Ganggang Merah (EEGM) dengan Metode Induksi Aloksan

Mencit yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan KGD puasa, kemudian masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal. Mencit diberi makan dan minum seperti biasa, diamati tingkah laku mencit dan bobot badan, dan diukur kadar glukosa darahnya pada hari ke-3 hingga hari ke-7 menunjukkan kenaikan kadar glukosa darah mencit. Mencit dianggap menderita diabetes apabila KGD puasa 200 mg/dl dan telah dapat digunakan untuk pengujian (Suharmiati, 2003). Selanjutnya disebut sebagai mencit diabetes.

(38)

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5%

Kelompok II : suspensi EEGM dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : suspensi EEGM dosis 200 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi EEGM dosis 400 mg/kg bb Kelompok V : suspensi metformin dosis 65 mg/kg bb

Kelima kelompok diberi perlakuan selama 2 minggu berturut-turut, pengukuran kadar glukosa darah diukur pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 menggunakan alat ukur glucometer.

Selanjutnya dihitung persen penurunan KGD dengan rumus:

Keterangan: a = KGD setelah diinduksi aloksan

b = KGD pada waktu pengamatan hari ke-t

3.8.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS. Data dianalisis dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya. Kemudian dilanjutkan menggunakan metode One Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara kelompok.

Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.

% Penurunan KGD = ௔−௕

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi, sampel yang diperoleh adalah tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii, famili Areschougiaceae, dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 53.

4.2 Hasil Karakterisasi

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii diperoleh bentuk talus silindris dengan permukaan licin,

berwarna merah kecoklatan karena bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada talus seperti: merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau. Keadaan warna tidak selalu dapat digunakan dalam menentukan kelasnya. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan yang berubah. Kejadian ini merupakan proses modifikasi yaitu perubahan bentuk dan sifat luar (fenotipe) yang tidak kekal sebagai pengaruh lingkungan antara lain iklim dan oseanografi yang relatif cukup besar. Mempunyai tipe percabangan dichotomous. Ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri (Aslan, 1998). Dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 56.

(40)

organoleptik warna coklat serta memiliki rasa dan bau yang khas. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 57.

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk simplisia tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii terlihat adanya sel-sel parenkim berbentuk poligonal tidak beraturan, yang berisi pigmen berwarna merah dan terdapat pula sel-sel propagule yang merupakan sel yang berperan untuk perkembangbiakan atau propagation. Dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 58.

Uraian mikroskopik mencakup pengamatan terhadap bagian simplisia dan fragmen pengenal dari serbuk simplisia (Depkes RI, 1995).

Serbuk simplisia ganggang merah memiliki fragmen pengenal berupa sel-sel parenkim berbentuk poligonal tidak beraturan, yang berisi pigmen berwarna merah dan terdapat pula sel-sel propagule.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik

Hasil pemeriksaan karakteristik dari serbuk simplisia tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvareziidapat diliat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia ganggang merah

No. Karakteristik Hasil Pemeriksaan (%)

1. Kadar Air 7,81

2. Kadar sari larut dalam air 30,32

3. Kadar sari larut dalam etanol 10,33

4. Kadar abu total 18,14

5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,55

(41)

Tabel 4.1 menunjukkan kadar air pada simplisia tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii sebesar 7,81%, kadar tersebut memenuhi persyaratan umum yaitu lebih kecil dari 10%. Kadar air yang lebih besar dari 10% dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya (Depkes RI, 1985).

Penetapan kadar sari yang larut dalam air menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut air seperti glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam-asam organik, sedangkan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, antrakinon, steroid, flavonoid, klorofil, saponin, tanin dan yang larut dalam jumlah sedikit yaitu lemak (Depkes RI, 1995).

Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na, Zn dan K. Kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silikat. Abu total terbagi dua yaitu abu fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan simplisia (WHO, 1998).

Kadar abu total simplisia tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii diperoleh sebesar 18,14%, tingginya kadar abu pada simplisia tumbuhan

(42)

merah Kappaphycus alvarezii mengandung mineral kalium, natrium, kalsium, dan magnesium (Hardoko, 2007).

Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam menyatakan jumlah silika pada simplisia, diperoleh dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1998). Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia tumbuhan ganggang merah Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 60.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia diperoleh simplisia tidak mengandung alkaloid, penambahan pereaksi Mayer, Bourchardat maupun Dragendroff tidak terbentuk endapan; mengandung glikosida, penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat membentuk cincin ungu; mengandung saponin, terbentuknya busa lebih besar dari 1 cm yang stabil dengan pengocokkan dengan air panas dan tidak hilang pada penambahan HCl 2 N (Depkes RI, 1995); tidak mengandung flavonoid, tidak terbentuknya warna jingga pada lapisan amil alkohol; tidak mengandung tanin, penambahan FeCl3 tidak memberikan warna

hijau (Fransworth, 1966); mengandung steroid, penambahan pereaksi Liebermann-Burchad membentuk warna hijau (Robinson, 1995). Hasil skrining fitokimia simplisia dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia ganggang merah

No. Pemeriksaan Hasil

1. Alkaloid -

2. Flavonoid -

3. Glikosida +

5. Saponin +

6. Tanin -

(43)

Keterangan: (+) Positif : mengandung golongan senyawa () Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

4.4 Ekstraksi

Hasil ekstraksi 100 g simplisia dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96%, bertujuan untuk mengekstraksi senyawa yang terdapat pada simplisia ganggang merah, baik bersifat polar maupun non polar, diperoleh ekstrak etanol ganggang merah sebanyak 41,756 g ( % rendemen : berat ekstrak / berat simplisia x 100% = 41,756 g / 100 g x 100% = 41,756%).

4.5 Pengujian Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Ganggang Merah (EEGM)

4.5.1 Uji Pendahuluan dan Orientasi Dosis

Mencit uji dikelompokkan secara acak menjadi 8 kelompok perlakuan yang terdiri dari 2 ekor mencit dan diberi perlakuan secara oral yaitu kelompok kontrol yang diberi suspensi Na-CMC 0,5%, kelompok uji dengan 5 variasi dosis perlakuan yaitu suspensi EEGM dosis 100 mg/kg bb, EEGM dosis 200 mg/kg bb, EEGM dosis 250 mg/kg bb, EEGM dosis 300 mg/kg bb, EEGM dosis 400 mg/kg bb, EEGM dosis 500 mg/kg bb, dan suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb.

(44)

lalu pada menit ke- 30, 60, 90, dan 120 diukur KGD masing-masing mencit menggunakan alat glucometer.

Berdasarkan hasil uji pendahuluan menggunakan metode toleransi glukosa yang telah dilakukan dengan pemberian ekstrak etanol ganggang merah (EEGM) Kappaphycus alvarezii per oral dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, 250 mg/kg bb,

300 mg/kg bb, 400 mg/kg bb, dan 500 mg/kg bb, penurunan kadar glukosa darah sudah terlihat pada semua dosis. Pada dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb menunjukkan penurunan kadar glukosa yang lebih cepat dibandingkan dengan yang lainnya. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji pendahuluan yang telah dilakukan maka ditetapkan dosis untuk penelitian selanjutnya digunakan dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb.

4.5.2 Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Ganggang Merah (EEGM) dengan Metode Induksi Aloksan

Mencit uji dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 ekor mencit dan diberi perlakuan secara oral yaitu kelompok kontrol yang diberi suspensi Na-CMC 0,5%, kelompok uji dengan 3 variasi dosis perlakuan yaitu suspensi EEGM dosis 100 mg/kg bb, EEGM dosis 200 mg/kg bb, EEGM dosis 400 mg/kg bb, dan suspensi metformin 65 mg/kg bb.

(45)

selama 18 jam, sebelum mencit diinduksi aloksan dosis 150 mg/kg bb ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil pengukuran KGD puasa mencit rata-rata sebelum diinduksi

aloksan 150 mg/kg bb

Kel. Kelompok Perlakuan Rata-rata KGD puasa (mg/dL) ± SEM

1. Na-CMC 0,5% 99,4 ± 5,05 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok kontrol, kelompok uji dan kelompok pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa hewan coba yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa darah normal sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji.

Mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitoneal, diamati tingkah laku dan bobot badan, serta diukur KGD pada hari ke-3 hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan KGD dan mencit mulai dapat digunakan dalam pengujian. Mencit yang telah memiliki KGD ≥ 200 mg/dL disebut mencit diabetes. Hasil rata-rata dari peningkatan KGD ditunjukkan pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil pengukuran KGD mencit rata-rata setelah diinduksi aloksan

dosis 150 mg/kg bb

Kel. Kelompok Perlakuan Rata-rata KGD diabetes (mg/dL) ± SEM

1. Na-CMC 0,5% 551,0 ± 24,29

2. EEGM 100 mg/kg bb 395,0 ± 24,42

3. EEGM 200 mg/kg bb 510,8 ± 37,89

4. EEGM 400 mg/kg bb 513,0 ± 35,39

5. Metformin 65 mg/kg bb 513,0 ± 35,39

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa pemberian aloksan dosis 150 mg/kg

(46)

mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa mencit yang digunakan untuk percobaan

dalam keadaan hiperglikemia. Hasil tes homogenitas diperoleh p = 0,387 pada α =

0,05 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok kontrol, kelompok uji, dan kelompok pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa hewan coba yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni mencit sudah dalam kondisi diabetes sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Pemberian perlakuan dimulai setelah mencit positif diabetes (hari ke-1), setiap hari diberi sediaan uji selama 2 minggu, dan dilakukan pen gukuran KGD pada hari ke-3, 6, 9, 12, dan 15.

Data KGD (mg/dL) pada masing-masing mencit pada semua kelompok perlakuan dilakukan perhitungan persen penurunan KGD antar individu, kemudian dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA lalu dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Hasil

persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah perlakuan mulai terlihat pada hari ke-3. Hasil pengukuran penurunan KGD hari ke-3 dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit hari ke-3 setelah

perlakuan

Kelompok Uji

(47)

Keterangan :

* berbeda signifikan dengan kelompok kontrol Na-CMC # berbeda signifikan dengan kelompok pembanding metformin

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa seluruh kelompok pemberian induksi aloksan mengalami penurunan KGD. Hasil penurunan yang didapat dari semua kelompok mencit yang diberi perlakuan EEGM dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb sudah menunjukkan penurunan KGD pada hari ke-3 namun belum menunjukkan efek perbedaan yang nyata menurut statistik jika dibandingkan dengan kelompok Na-CMC dan Metformin. Tetapi kelompok pembanding Metformin menunjukkan efek perbedaan yang nyata menurut statistik jika dibandingkan dengan kelompok Na-CMC.

Pada hari ke-6 terjadi penurunan KGD dari kelompok yang diberikan EEGM dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb dan metformin dosis 65 mg/kg bb. Hasil pengukuran penurunan KGD hari ke-6 dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit hari ke-6 setelah

perlakuan

Kelompok Uji

% penurunan KGD rata-rata setelah perlakuan (mg/dL) ± SEM

(48)

Berdasarkan Tabel 4.6 persentase penurunan rata-rata setiap kelompok pemberian EEGM dosis dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb, serta metformin 65 mg/kg bb mengalami peningkatan dibandingkan pada hari ke-3. Pemberian EEGM dosis 100 mg/kg bb, 400 mg/kg bb, dan Metformin memiliki nilai signifikan < 0,05 jika dibandingkan dengan kelompok hewan coba yang diberikan Na-CMC. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian EEGM dosis 100 mg/kg bb, 400 mg/kg bb, dan metformin memberikan efek berbeda nyata menurut statistik jika dibandingkan dengan kelompok kontrol Na-CMC. Sedangkan kelompok pemberian EEGM dosis 200 mg/kg bb belum menunjukkan efek berbeda yang nyata menurut statistik jika dibandingkan dengan kelompok kontrol Na-CMC. Pemberian EEGM dosis 100 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb memiliki nilai signifikan > 0,05 jika dibandingkan dengan kelompok pembanding metformin. Hal ini menyatakan bahwa pemberian EEGM dosis 100 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb belum memberikan efek berbeda nyata menurut statistik jika dibandingkan dengan kelompok pembanding metformin. Sedangkan pemberian EEGM dosis 200 mg/kg bb memberikan efek penurunan KGD yang sama seperti kontrol Na-CMC menurut statistik dengan memiliki nilai signifikan > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan kontrol Na-CMC.

(49)

Tabel 4.7 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit hari ke-9 setelah

perlakuan

Kelompok Uji

% penurunan KGD rata-rata setelah perlakuan (mg/dL) ± SEM

* berbeda signifikan dengan kelompok kontrol Na-CMC # berbeda signifikan dengan kelompok pembanding metformin

(50)

Pada hari ke-12 juga terjadi peningkatan penurunan KGD pada seluruh kelompok perlakuan jika dibandingkan pada hari ke-9. Data persentase penurunan KGD mencit perlakuan hari ke-12 dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit hari ke-12 setelah

perlakuan

Kelompok Uji

% penurunan KGD rata-rata setelah perlakuan (mg/dL) ± SEM

* berbeda signifikan dengan kelompok kontrol Na-CMC # berbeda signifikan dengan kelompok pembanding metformin

(51)

dosis 100 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb dengan kelompok metformin. Sedangkan kelompok EEGM dosis 200 mg/kg bb mempunyai nilai signifikan < 0,05 jika dibandingkan dengan kelompok metformin. Hal ini menyatakan bahwa kelompok EEGM dosis 200 mg/kg bb terdapat perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan kelompok metformin.

Pada hari ke-15 terjadi peningkatan persentase penurunan KGD. Persentase penurunan KGD yang berturut-turut dari besar ke kecil adalah kontrol Na-CMC, EEGM dosis 100 mg/kg bb, EEGM dosis 200 mg/kg bb, EEGM dosis 400 mg/kg bb, dan metformin 65 mg/kg bb. Data persentase penurunan KGD pada hari ke-15 dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit hari ke-15 setelah

perlakuan

Kelompok Uji

% penurunan KGD rata-rata setelah perlakuan (mg/dL) ± SEM

* berbeda signifikan dengan kelompok kontrol Na-CMC # berbeda signifikan dengan kelompok pembanding metformin

(52)

ditunjukkan dengan nilai signifikan < 0,05. Apabila dibandingkan antara kelompok hewan coba yang diberi EEGM dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb dengan kelompok hewan coba yang diberi metformin 65 mg/kg bb, kelompok hewan coba yang diberi EEGM dosis 100 mg/kg bb terdapat perbedaan yang nyata dengan kelompok hewan coba yang diberi metformin (nilai signifikan < 0,05). Sedangkan kelompok hewan coba yang diberi EEGM dosis 200 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb tidak terdapat perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan kelompok hewan coba yang diberi metformin dosis 65 mg/kg bb. Hal ini menyatakan bahwa kerja EEGM dosis 200 mg/kg bb dan dosis 400 mg/kg bb dalam menurunkan KGD mencit yang diinduksi aloksan efektifitasnya menyerupai metformin dosis 65 mg/kg bb. Jika dilihat dari nilai persentase penurunan KGD kelompok hewan coba yang diberikan metformin dosis 65 mg/kg bb tetap memiliki nilai penurunan KGD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok hewan coba yang diberikan EEGM dosis 200 mg/kg bb dan EEGM dosis 400 mg/kg bb.

(53)

dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi (Zastrow dan Bourne, 2001).

Penurunan KGD dengan pemberian EEGM disebabkan adanya senyawa bioaktif yang terkandung dalam EEGM yang dapat menghambat terjadinya

oksidasi sel pankreas akibat induksi aloksan sehingga kerusakan lanjut dapat

(54)

Gambar 4.1 Grafik Persentase Penurunan Rata-rata KGD Mencit Setelah

Hari Ke-3 Hari Ke-6 Hari ke-9 Hari Ke-12 Hari Ke-15

P

kontrol Na-CMC 0,5% EEGM 100 mg/kg bb

EEGM 200 mg/kg bb EEGM 400 mg/kg bb

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

a. Golongan senyawa yang terdapat pada simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii selain karagenan adalah adanya glikosida, saponin, dan

steroid/triterpenoid.

b. Karakteristik simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii yang diperoleh adalah kadar air 7,81%, kadar sari larut dalam air 30,32%, kadar sari larut dalam etanol 10,33%, kadar abu total 18,14%, dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,55%, karakteristik yang diperoleh dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan pada penelitian selanjutnya.

c. Ekstrak Etanol Ganggang Merah (EEGM) Kappaphycus alvarezii dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan masing-masing persentase penurunan yaitu 72,48%, 80,20%, dan 80,65% dan menunjukkan perbedaan signifikan terhadap Na-CMC 0,5% dengan nilai signifikan 0,000.

5.2 Saran

(56)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Rumput laut atau Algae termasuk tumbuhan bertalus karena mempunyai struktur kerangka tubuh (morfologi) yang tidak berdaun, berbatang, dan berakar semuanya terdiri dari talus saja. Rumput laut umumnya terdapat di daerah tertentu dengan persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat didasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang moluska. Umumnya tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu, karena di tempat inilah beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya banyak terpenuhi, diantaranya factor kedalaman perairan, cahaya, substrat, dan gerakan air. Habitat khas adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, lebih menyukai variasi suhu harian yang rendah dan substrat batu karang mati. Rumput laut tumbuh berkelompok dengan jenis rumput laut lainnya (Aslan, 1998).

Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae

(ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijau-biru). Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan jenis ganggang yang bersifat makroskopik dan tergolong

dalam kelas Rhodophyceae (Indriani, 1991).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

(57)

Filum/Divisio : Rhodophyta Kelas/Class : Rhodophyceae Bangsa/Ordo : Gigartinales Suku/Famili : Areschougiaceae Marga/Genus : Kappaphycus

Jenis/Spesies : Kappaphycus alvarezii

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah (dagang) yang lebih dikenal untuk Kappaphycus alvarezii yaitu Eucheuma cottonii dan Eucheuma alvarezii (Anggadiredja, dkk., 2010).

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

(58)

2.1.4 Kandungan Kimia

Jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas Rhodophyceae (alga merah) mengandung pigmen antara lain klorofil a, klorofil d, α dan karoten, lutein, zeaxanthin, fikosianin dan fikoeritrin. Fikoeritrin merupakan suatu pigmen dominan yang menyebabkan warna merah pada alga merah. Selain itu, zat yang utama dihasilkan Kappaphycus alvarezii adalah karagenan (Winarno, 1996).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Zat yang utama dihasilkan Kappaphycus alvarezii adalah karagenan (Winarno, 1996). Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang dihasilkan dari alga merah memiliki sifat antidiabetes, antikolesterol, antimikroba dan aktivitas biologis lainnya. Selain karagenan yang merupakan metabolit primer rumput laut Kappaphycus alvarezii diperkirakan senyawa metabolit sekundernya juga dapat menghasilkan aktivitas antidiabetes.

(59)

2.2 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi

2.2.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

2.2.2 Metode Ekstraksi

1. Cara Dingin a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat di desak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Depkes RI, 1986).

b. Perkolasi

(60)

sisa perkolasi. Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

1) Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

2) Ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi (Depkes RI, 1986).

2. Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat soxhlet yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 1986).

c. Digesti

(61)

d. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit (Depkes RI, 1986).

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 1986).

2.3 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

Kadar glukosa darah sangat dipengaruhi fungsi hepar, pankreas, adenohipofisis, dan adrenal. Kecuali itu, faktor imunologik dan genetik dapat berpengaruh pada kadar glukosa darah.

a. Hepar

(62)

b. Pankreas

Peran insulin dan glukagon penting pada metabolisme karbohidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk glikogenolisis. Bila cadangan glikogen di hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

2.4 Diabetes Mellitus (DM)

2.4.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuria, polidipsia dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau

glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL) (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang melibatkan hormon endokrin pankreas, antara lain insulin dan glukagon. Manifestasi utamanya mencakup gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya merangsang kondisi hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi diabetes mellitus dengan berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi (Nugroho, 2006).

(63)

Diabetes mellitus (DM) tipe I diperantarai oleh degenerasi sel Langerhans pankreas akibat inveksi virus, pemberian senyawa toksin, diabetogenik (streptozotosin, aloksan), atau secara genetik (wolfram sindrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Diabetes mellitus (DM) tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi

insulin, dan (2) penurunan kemampuan sel pankreas untuk mensekresi insulin

sebagai respon terhadap beban glukosa (Nugroho, 2006).

2.4.2 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.

1. Terapi Nonfarmakologis a. Diet

(64)

b. Aktivitas Fisik

Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan dapat mengontrol gula darah pada sebagian besar individu, dan mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi untuk penurunan berat badan atau pemeliharaan, dan meningkatkan kesejahteraan. dinilai dengan pencitraan, sebelum mulai moderat untuk intens latihan (Triplitt, dkk., 2008).

Kontraksi otot dapat menyebabkan glukosa lebih banyak masuk ke dalam sel. Karenanya pasien DM sangat dianjurkan untuk melakukan olahraga secara teratur (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

2. Terapi Farmakologis

a. Obat Antidiabetik Oral (ADO) 1). Golongan Sulfonilurea

Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid, generasi 2 yang potensi hipoglikemik lebih besar adalah gliburid (=glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid. Mekanisme kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel Langerhans pankreas (Suherman dan Nafrialdi, 2012)..

2). Meglitinid

Golongan meglitinid terdiri dari repaglinid dan nateglinid yang mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

3). Biguanida

(65)

sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin. Mekanisme kerja biguanida sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

4). Tiazolidinedion

Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPAR ,

mengaktifkan PPAR membetuk kompleks PPAR -RXR dan terbentuklah GLUT

baru. Di jaringan adiposa PPAR mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke

otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

5). Penghambat enzim α-glikosidase

(66)

b. Insulin

Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe I dan beberapa jenis DM tipe II. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti intravena, intramuskular, dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan (SK). Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerjanya (kerja cepat, sedang, dan panjang), dan berdasarkan spesiesnya (human dan porcine). Human insulin merupakan hasil teknologi rekombinan DNA, dalam larutan yang cair lebih larut dari porcine insulin, karena adanya treonin (di tempat alanin) dan mempunyai ekstra gugus hidroksil. Sekarang ini sebagian besar preparat insulin berada pada pH netral sehingga lebih stabil dan dapat disimpan untuk beberapa hari pada suhu ruangan (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

(67)

2.5 Aloksan

Aloksan merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil, waktu paruh pada suhu 370C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal, dan subkutan. Dosis intravena biasanya 65 mg/kg bb, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski, 2001).

Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali dengan

pengambilan yang cepat oleh sel Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif

merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen

reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel Langerhans. Aloksan

(68)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peningkatan status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan hidup, mengakibatkan di Indonesia mengalami pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit yang tidak menular, hal ini dikenal dengan transisi epidemiologi. Salah satu penyakit tidak menular yang cenderung meningkat adalah diabetes mellitus. Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun (Suyono, 1999).

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin juga disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel Langerhans kelenjar pancreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

(69)

Penatalaksanaan biasanya dimulai dengan perubahan dalam diet dan olahraga. Meskipun, kebanyakan penderita akhirnya memerlukan terapi farmakoterapi, seperti insulin yang disuntikkan atau obat antidiabetes oral. Banyak obat antidiabetes oral yang tersedia untuk pengobatan dan pengendalian gejala DM. Namun, obat tersebut dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan karena digunakan dalam waktu relatif lama (Chattopadhyay, 2009). Oleh karena itu, perlu dicari obat yang efektif, efek samping yang relatif rendah, dan harga yang murah. Kini masyarakat banyak mencurahkan perhatiannya pada obat-obat herbal untuk terapi suatu penyakit, karena penggunaan obat herbal dianggap lebih aman dan meminimalkan efek samping terhadap tubuh (Dalimartha dan Adrian, 2012).

Pemanfaatan tanaman atau bahan alam sudah dilakukan oleh masyarakat sejak dulu terutama untuk keperluan obat-obatan. Salah satu bahan alam yang digunakan adalah ganggang merah. Ganggang adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijau-biru). Ganggang yang sering dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah Kappaphycus alvarezii (Indriani, 1991).

(70)

Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang dihasilkan dari alga merah memiliki sifat antidiabetes, antikolesterol, antimikroba dan aktivitas biologis lainnya. Selain karagenan yang merupakan metabolit primer rumput laut tersebut diperkirakan senyawa metabolit sekundernya juga dapat menghasilkan aktivitas antidiabetes (Shanmugam dan Mody, 2000).

Senyawa metabolit sekunder tersebut adalah senyawa triterpenoid. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpen atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida (Harborne, 1987).

Berbagai macam aktivitas fisiologis yang menarik ditunjukkan oleh beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan yang telah digunakan untuk penyakit tertentu termasuk diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati, malaria, antifungi, antibakteri dan antivirus (Robinson, 1995).

(71)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah:

a. Apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii selain karagenan?

b. Apakah karakteristik simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii yang diperoleh?

c. Apakah ekstrak etanol ganggang merah Kappaphycus alvarezii memberikan efek penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

a. Kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii selain karagenan adalah glikosida, saponin dan steroid/terpenoid

b. Karakteristik simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii diperoleh dengan melakukan karakterisasi simplisia ganggang merah. c. Ekstrak etanol ganggang merah Kappaphycus alvarezii memberikan

(72)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia ganggang merah Kappaphycus alvarezii dari hasil skrining fitokimia. b. Memperoleh hasil karakterisasi simplisia ganggang merah

Kappaphycus alvarezii.

c. Mengetahui efek ekstrak etanol ganggang merah Kappaphycus alvarezii terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit yang

diinduksi aloksan.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberi informasi kepada masyarakat tentang aktivitas antidiabetes ekstrak etanol ganggang merah Kappaphycus alvarezii.

b. Menambah inventaris tumbuhan obat yang berkhasiat sebagai antidiabetes.

c. Dapat digunakan sebagai sumber informasi golongan senyawa kimia yang terdapat dalam ganggang merah Kappaphycus alvarezii.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

(73)

mg/kg bb, suspensi metformin 65 mg/kg bb dan waktu pengamatan. Variabel terikat adalah penurunan kadar glukosa darah mencit. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Terikat Variabel Bebas

Aktivitas antidiabetes Suspensi ekstrak

etanol ganggang merah dosis 100,

200, dan 400 mg/kg bb

Suspensi Na-CMC 0,5% b/v Suspensi Metformin 65

mg/kg bb

Penurunan kadar glukosa

darah

Kadar glukosa

darah (mg/dL)

Gambar

Tabel Konversi Dosis Antara Jenis Hewan Dengan Manusia (Syamsudin dan
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia ganggang merah
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia ganggang merah
Tabel 4.3  Hasil pengukuran KGD puasa mencit rata-rata sebelum diinduksi aloksan 150 mg/kg bb
+7

Referensi

Dokumen terkait

EXTENSION APPROACH Taking into account the situation and possible solution that a successful seed project would offer, the Ebenhaeser Seed Project was formulated with the following

(3) Dalam hal Lembaga Sertifikasi belum terbentuk, untuk melayani atau memfasilitasi uji kompetensi bagi peserta didik kursus dan satuan pendidikan nonformal lainnya serta

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 09 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 08

melakukan penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pemberdayaan peranserta masyarakat di bidang pendidikan anak usia dini nonformal dan

THIS REPORT CONTAINS ASSESSMENTS OF COMMODITY AND TRADE ISSUES MADE BY USDA STAFF AND NOT NECESSARILY STATEMENTS OF OFFICIAL U.S. This volume is slightly lower the volumes of the

Berikut kami informasikan besaran dana Pengabdian kepada Mayarakat yang didanai oleh Kemenristekdikti tahun 2017, silakan klik link || Download lampiran. 1

Temak da pupuk O.geit Di Nag&amp;i Baraeal Kecmard Sungai Pua Kabupaten

[r]

Kavitas ini ditumpat dengan bahan Glass Ionomer Cement, karena di dalam bahan ini mempunyai sifat adhesif yang sangat baik terhadap permukaan gigi, mengandung fluor dan nilai