SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESENT VALUE OF GROWTH OPPORTUNITY (PVGO) SAHAM
YANG TERDAFTAR DI DALAM INDEKS LQ45
OLEH
BAYU ANUGRAH WIBISONO 080501056
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRACT
The formulation of this research problems comprehen the facts that influences Present Value of Growth Opportunity (PVGO) at the companies that listed at LQ45 Index. The purpose of this research analyze what the influences of Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, and Debt to Equity Ratio (DER) to PVGO. In this research data is used for 18 selected companies through the purposive sampling technique by the criterion (1) The Company whose stock listed in LQ45 Index at 2007 – 2008. (2) The Companies that the constantly survive at 2007 – 2010.
In this research that the analyze datas by using Ordinary Least Square models and Fixed Effect (FEM) which is assessed in this research, because this model has the intercept of the equation unconstantly or any differences for individually. Before analyzing the test data is done, firstly by stationarity test and test of redundant fixed effects-likelihood ratio to get the stationarity of data and get the data whether the fixed effect method is suitable for use in this study, further data processing is accomplished using the Eviews 6.
The result of this study is ROA, Plowback Ratio, and DER has a significant effection the variable PVGO at 95% confidence level in simultanously and partial. Beside the coefficient of getting the datas indicate the variable ROA, Plowback Ratio, and DERis only able to explain the variable PVGO of 59,16%.
ABSTRAK
Rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Present Value Growth of Opportunity (PVGO) pada perusahaan yang terdaftar di dalam Indeks LQ45. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap PVGO. Dalam peneltian ini data yang digunakan adalah 18 perusahaan yang terpilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria (1) perusahaan yang sahamnya tercatat di dalam indeks LQ45selama periode 2007-2010 (2) Perusahaan yang secara konsisten bertahan selama periode 2007-2010.
Di dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah data panel dengan menggunakan model regresi linier berganda model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dengan penelitian ini karena model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data dilakukan uji terlebih dahulu dengan Uji Stasioneritas dan Uji Redundant Fixed Effects – Likelihood Ratio untuk mengetahui stasioneritas data dan untuk mengetahui apakah metode fixed effect sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.
Penelitian ini menemukan bahwa secara simultan melalui uji f-statistik dan parsial melalui uji t-statistik variabel ROA, Plowback ratio, dan DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel PVGO pada tingkat kepercayaan 95%. Selain itu koefisien determinasi menunjukan variabel ROA, Plowback ratio, dan DER hanya mampu menjelaskan variabel PVGO sebesar 59,16%.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang, Saya
ucapkan puji dan syukur sebesar-besarnya yang karena atas izin dan ridha-Nya
saya masih diberi sebuah kesempatan untuk menyelesaikan tugas saya sebagai
seorang penuntut ilmu dalam menulis sebuah skripsi. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana
dari program strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun
judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity Saham yang Terdaftar Di Dalam Indeks LQ45”.
Proses penulisan skripsi ini tentunya tidak akan terlaksana tanpa ada
dukungan baik secara moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankanlah saya untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini terutama
kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc., selaku Ketua Prodi S1 Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi USU.
3. Bapak Syarif Fauzie, SE, AK, MAK., selaku Dosen Pembimbing saya yang
telah bersedia membimbing saya dalam proses penulisan skripsi.
4. Orang Tua tercinta yang telah memberikan segalanya demi kesuksesan saya.
5. Teman-teman yang bersedia membagikan ilmu yang sangat membantu dalam
6. Seluruh Staf dan pegawai khususnya di Departemen Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Saya berharap, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan syafa’atNya
atas segala sesuatu yang telahmereka berikan kepada saya.
Akhir kata saya menyadari penelitian ini masih memiliki keterbatasan dan
belum sepurna. Oleh karena itu saya harapkan kritik dan saran yang membangun
agar dikemudian hari penelitian ini menjadi lebih baik. Semoga kiranya
penelititan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkanya.
Medan, Mei 2012 Penulis
Bayu Anugrah Wibisono
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Supply and Demand ... 11
2.1.2 Supply and Demand Saham Di Pasar Modal ... 12
2.1.3 Pasar Modal ... 14
2.1.4 Analisis Fundamental ... 16
2.1.5 Nilai Perusahaan ... 19
2.1.6 Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan ... 22
2.1.7 Penilaian Dengan Pendekatan Pasar ... 25
2.1.8 Penilaian Dengan Pendekatan Aset ... 26
2.1.9 Present Value of Growth Opportunity (PVGO) ... 28
2.1.9.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO ... 29
2.1.9.1.1 Return on Asset (ROA) ... 29
2.1.9.1.3 Debt to Equity Ratio (DER) ... 32
2.2 Penelitian Terdahulu ... 37
2.3 Kerangka Konseptual ... 41
2.3.1 Pengaruh ROA terhadap PVGO ... 41
2.3.2 Pengaruh Plowback ratio Terhadap PVGO ... 42
2.3.3 Pengaruh DER terhadap PVGO ... 43
4.4 Hipotesis ... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46
3.1 Jenis dan Sumber Data ... 46
3.2 Populasi dan Sampel ... 46
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 48
3.4 Pengolahan Data ... 48
3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 49
3.5.1 Variabel Dependen ... 49
3.5.2 Variabel Independen ... 49
3.6 Teknik Analisis Data ... 51
3.6.1 Metode dan Model Analisis ... 51
3.6.2 Model Regresi Data Panel ... 51
3.7 Uji Stasioneritas ... 53
3.8 Redundant Fixed Effect Test ... 54
3.9 Test Goodness of Fit ... 54
3.9.1 Koefisien Determinasi ... 54
3.9.2 Uji F-Statistik ... 54
3.9.3 Uji T-Statistik ... 55
4.0 Uji Asumsi Klasik ... 56
4.0.1 Multikolinieritas ... 57
4.0.3 Autokorelasi ... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 60
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 60
4.2 Analisis Data ... 62
4.3 Analisis Deskriptif ... 62
4.4 Uji Stasioneritas ... 65
4.5 Redundant Fixed Effect Test ... 66
4.6 Interpretasi Hasil Penelitian ... 67
4.6.1 Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap PVGO ... 68
4.6.2 Pengaruh Plowback Ratio Terhadap PVGO ... 68
4.6.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap PVGO ... 69
4.7 Test Goodness of Fit ... 69
4.7.1 Koefisien Determinasi ... 69
4.7.2 Uji F-Statistik ... 69
4.7.3 Uji T-Statistik ... 71
4.8 Uji Asumsi Klasik ... 76
4.8.1 Multikolinearitas ... 76
4.8.2 Heterokedastisitas... 76
4.8.3 Autokorelasi ... 76
4.9 Pembahasan ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... xi
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1.1 Laporan Keuangan 2007 – 2009 ... 4
2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 39
3.1 Daftar Sampel Perusahaan ... 47
4.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) ... 61
4.2 Analisis Deskriptif ... 63
4.3 Augmented Dickey Fuller ... 65
4.4 Redundant Fixed Effect ... 66
4.5 Koefisien Variabel ... 67
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Kurva Keseimbangan Pasar ... 12
2.2 Diagram Skematis Kerangka Konseptual ... 44
4.1 Kurva Ekor Tunggal ... 71
4.2 Kurva Dua Arah ROA ... 72
4.3 Kurva Dua Arah Plowback Ratio ... 74
4.4 Kurva Dua Arah DER ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Data Penelitian ... xiv
2 Hasil Regresi ... xvi
ABSTRACT
The formulation of this research problems comprehen the facts that influences Present Value of Growth Opportunity (PVGO) at the companies that listed at LQ45 Index. The purpose of this research analyze what the influences of Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, and Debt to Equity Ratio (DER) to PVGO. In this research data is used for 18 selected companies through the purposive sampling technique by the criterion (1) The Company whose stock listed in LQ45 Index at 2007 – 2008. (2) The Companies that the constantly survive at 2007 – 2010.
In this research that the analyze datas by using Ordinary Least Square models and Fixed Effect (FEM) which is assessed in this research, because this model has the intercept of the equation unconstantly or any differences for individually. Before analyzing the test data is done, firstly by stationarity test and test of redundant fixed effects-likelihood ratio to get the stationarity of data and get the data whether the fixed effect method is suitable for use in this study, further data processing is accomplished using the Eviews 6.
The result of this study is ROA, Plowback Ratio, and DER has a significant effection the variable PVGO at 95% confidence level in simultanously and partial. Beside the coefficient of getting the datas indicate the variable ROA, Plowback Ratio, and DERis only able to explain the variable PVGO of 59,16%.
ABSTRAK
Rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Present Value Growth of Opportunity (PVGO) pada perusahaan yang terdaftar di dalam Indeks LQ45. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap PVGO. Dalam peneltian ini data yang digunakan adalah 18 perusahaan yang terpilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria (1) perusahaan yang sahamnya tercatat di dalam indeks LQ45selama periode 2007-2010 (2) Perusahaan yang secara konsisten bertahan selama periode 2007-2010.
Di dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah data panel dengan menggunakan model regresi linier berganda model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dengan penelitian ini karena model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data dilakukan uji terlebih dahulu dengan Uji Stasioneritas dan Uji Redundant Fixed Effects – Likelihood Ratio untuk mengetahui stasioneritas data dan untuk mengetahui apakah metode fixed effect sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.
Penelitian ini menemukan bahwa secara simultan melalui uji f-statistik dan parsial melalui uji t-statistik variabel ROA, Plowback ratio, dan DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel PVGO pada tingkat kepercayaan 95%. Selain itu koefisien determinasi menunjukan variabel ROA, Plowback ratio, dan DER hanya mampu menjelaskan variabel PVGO sebesar 59,16%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang ini investasi telah menjadi kegiatan yang sangat
penting bagi sektor permodalan. Berdasarkan teori
pembelian (dan produksi) dari
digunakan untuk produksi yang akan datang (http://id.wikipedia.org). Investasi
dapat didefinisikan sebagai pengeluaran suatu jumlah dana dari investor atau
pengusaha dalam membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan profit dimasa
yang akan datang (Bangun 2005).
Investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada aset riil dan
investasi pada aset keuangan. Investasi pada pasar modal termasuk dalam
kegiatan investasi pada aset keuangan. Pasar modal merupakan tempat dimana
perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya. Menurut
Husnan (2003) Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan
jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun
modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun
perusahaan swasta. Menurut Usman (1990:62), umumnya surat-surat berharga
yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga
bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat kepemilikan. Surat berharga yang
kepemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih lanjutnya dapat juga
didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan,
sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan
(http://jurnal-sdm.blogspot.com).
Dalam melakukan investasi di pasar modal diperlukan keahlian dan
keterampilan khusus menganalisis kondisi pasar, sebab investasi di pasar modal
memiliki resiko yang cukup tinggi. Bagi investor yang kurang memiliki
pengalaman dan pengetahuan tentang transaksi pasar modal, dapat meminta
bantuan pedagang efek (dealer), perantara pedagang efek (broker) atau
perusahaan efek (securities company ) (Pakpahan, 2012) . Untuk itu investor
harus dapat memahami saham mana yang memiliki nilai investasi yang baik,
setidaknya keuntungan yang diberikan dapat mengcover return investasi bebas
resiko dan menutupi resiko investasi.
Indeks LQ45 merupakan kumpulan dari emiten saham yang diseleksi
berdasarkan tingkat transaksi setiap enam bulan sekali yaitu awal februari hingga
awal agustus, oleh karena itu emiten yang termasuk dalam LQ45 biasanya
menjadi saham favorit bagi investor karena diyakini saham yang terpilih dalam
LQ45 merupakan saham yang memiliki kinerja perusahaan yang baik, namun
demikian walau tergolong dalam indeks LQ45, investor tetap harus menganalisis
nilai saham perusahaan yang akan dibeli. Hal ini dilakukan karena kondisi pasar
terus berubah kedepannya tergantung pada kondisi ekonomi global. Selain itu
Salah satu teknik analisis dalam penilaian saham yang dapat digunakan
adalah analisis fundamental. Analisis fundamental adalah analisis untuk
menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan
(jogiyanto, 2003:89). Pada kenyataannya nilai pasar suatu saham berbeda dengan
nilai intrinsik saham. Apabila nilai intrinsik suatu saham lebih besar dari harga
pasar saham saat ini, artinya harga saham tersebut sangat rendah, maka kondisi ini
disebut undervalued, sebaliknya apabila nilai intrinsik suatu saham lebih kecil
dari nilai pasar saham saat ini, artinya harga saham tersebut terlalu tinggi, kondisi
ini disebut overvalued (fakhruddin & hadianto, 2001:93). Nilai pasar suatu saham
setelah IPO terbentuk berdasarkan hukum supply and demand, dimana
ekuilibrium dari hukum pasar tersebut akan membentuk suatu harga pasar saham,
namun tentunya ada beberapa alasan investor untuk membeli saham tersebut,
beberapa alasan tersebut dapat berupa kondisi keuangan dari perusahaan,
keuntungan yang diperoleh dimasa depan dan pertumbuhan laba dimasa lalu serta
penilaian terhadap perusahaan.
Mardiana (2011), pernah meneliti nilai saham perdana PT.Bank DKI
dengan metode Two Stage free Cash Flow To Equity dan Relative Valuation
dengan melakukan perkiraan keuangan perusahaan 5 tahun kedepan. Dari
proyeksi laporan keuangan tersebut didapat estimasi nilai perusahaan yang
merupakan present value dari aliran kas bebas yang dihasilkan dimasa yang akan
datang. Proyeksi dari aliran kas yang didiskontokan ini menciptakan suatu nilai
Namun kenyataanya, beberapa perusahaan memiliki penurunan rasio imbal
hasil atas modal (ROE) yang merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam
mengelola modalnya untuk menghasilkan laba mengalami penurunan, bahkan
terjadi penurunan laba di periode berikutnya, sedangkan harga pasar saham
mengalami peningkatan diperiode berikutnya. Hal ini menjelaskan ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan harga saham tersebut naik. Beberapa saham
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1
Laporan Keuangan 2007 – 2009
Sumber: Annual Report emiten LQ45 setelah diolah
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat gambaran umum proyeksi keuangan
perusahaan secara acak emiten LQ45 pada periode 2007 – 2009. Dari data di atas
kita dapat melihat ROE Astra Agro Lestari (AALI) pada 2008 sebesar 51%
kemudian pada 2009 turun menjadi 26,7%, hal ini menggambarkan terjadi
penurunan kemampuan imbal hasil atas modal Astra Agro Lestari, kemudian laba
bersih yang diperoleh pada 2008 sebesar 2,6 triliun rupiah terjadi penurunan
menjadi 2 triliun rupiah pada 2009. Namun jika kita lihat pada harga sahamnya
justru terjadi sebaliknya dimana sebelumnya pada 2008 harga saham penutupan
Astra Agro Lestari sebesar 9.800 rupiah, kemudian pada 2009 terjadi kenaikan
signifikan yaitu menjadi 22.750 rupiah.
Hal serupa juga dapat dilihat pada saham Astra International (ASII)
dimana pada 2008 ROE Astra International 28% kemudian mengalami penurunan
menjadi 25% pada 2009, hal ini mengindikasikan kemampuan imbal hasil
perusahaan juga mengalami penurunan dari periode sebelumnya, sedangkan harga
saham penutupan pada 2009 mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu
sebesar 11.100 rupiah pada 2008 menjadi 35.000 rupiah pada 2009. Begitu juga
dengan beberapa saham lain seperti Indosat (ISAT), dan United Tractors (UNTR)
yang rata-rata mengalami penurunan imbal hasil terhadap modal, namun
mengalami peningkatan nilai sahamnya.
Sedangkan penurunan harga saham rata-rata pada 2008 lebih disebabkan
oleh kondisi pasar global yang saat itu sedang tertekan, sehingga dampaknya juga
terasa pada pasar modal di Asia, bahkan di Indonesia IHSG menurun tajam akibat
berkembangnya sentimen negatif di pasar modal, sehingga terjadi kepanikan di
kalangan investor yang menyebabkan nilai perusahaan yang memiliki
fundamental bagus juga ikut turun nilai sahamnya.
Berdasarkan fenomena di atas terlihat bahwa kenaikan laba tidak selalu
diikuti dengan kenaikan harga saham begitu begitu juga sebaliknya, hal ini
dikarenakan harga saham mempunyai unsur PVGO. PVGO adalah suatu peluang
pertumbuhan terhadap perusahaan yang diharapkan investor karena adanya
manfaat ekonomis yang akan diterima investor di masa mendatang akibat dari
Pada umumnya PVGO dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, beberapa
diantaranya diduga Return on Assets (ROA). ROA adalah suatu rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan
laba terhadap aset keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, maka
semakin besar pula tingkat keuntungan perusahaan dan semakin baik posisi
perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba. Hal ini dapat
dilihat melalui besarnya ROA salah satu emiten LQ45 PT. Astra Agro Lestari
(AALI), dimana pada tahun 2007 tingkat ROA sebesar 36,9% sedangkan tingkat
laba pada 2007 adalah 1,9 triliun rupiah, kemudian pada tahun 2008 tingkat ROA
meningkat menjadi 40,4% sedangkan tingkat laba pada 2008 juga meningkat
menjadi 2,6 triliun rupiah. Tingkat ROA yang semakin besar diprediksi dapat
menghasilkan laba yang besar di masa depan sehingga diyakini dapat
mempengaruhi PVGO.
Di dalam penelitian ini diduga PVGO juga dipengaruhi oleh Plowback
Ratio. Plowback Ratio adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar laba ditahan perusahaan. Plowback Ratio menggambarkan
besarnya rasio terhadap laba perusahaan yang ditahan untuk dapat digunakan
dalam penginvetasian kembali. Besarnya laba ditahan ini biasanya digunakan oleh
manajemen perusahaan untuk diinvestasikan kembali kedalam bisnis berupa
expansi atau perluasan usaha. Beberapa kebijakan dividen dapat mempengaruhi
nilai perusahaan, dalam kasus plowback ratio dapat meningkatkan nilai
perusahaan investor tidak menyukai return dalam bentuk pembayaran dividen
Investor jangka panjang biasanya rela untuk memotong dividennya saat ini untuk
diinvestasikan kembali kedalam bisnis dengan harapan laba yang diperoleh
dimasa mendatang lebih besar lagi. Hal ini dapat kita lihat pada besarnya tingkat
Plowbackratio pada salah satu emiten LQ45 PT. United Tractors (UNTR) dimana
pada tahun 2007 tingkat Plowback Ratio sebesar 60% sedangkan besarnya laba
pada 2007 adalah 1,4 triliun rupiah, kemudian pada 2008 ketika tingkat Plowback
Ratio dinaikan menjadi 64% besarnya laba pada 2008 juga mengalami
peningkatan menjadi sebesar 2,6 trilun rupiah. Sedangkan pada kondisi plowback
ratio dapat mengurangi nilai perusahaan dikarenakan investor memerlukan
dividen sebagai salah satu sumber pendapatannya, walaupun investor dapat
menjual sebagian kecil sahamnya untuk sumber pendapatan investor merasa rugi
akibat dari biaya transaksi yang cukup besar. Selain itu pada kondisi ideal
kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, hal ini diungkapkan
dalam proposisi MM miller dan modigliani yaitu ketidakrelevanan dividen.
Dengan demikian Plowback Ratio (kebijakan dividen) dapat menciptakan nilai
perusahaan dan diyakini dapat mempengaruhi PVGO.
Selain itu, di dalam penelitian ini diduga beberapa faktor lain yang
mempengaruhi PVGO adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER adalah suatu
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan menutupi
sebagian atau seluruh hutangnya dengan modal sendiri. Semakin kecil DER suatu
perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar hutang
dengan modal sendiri. Menurut teori MM (Miller dan Modigliani) tanpa pajak
perusahaan yang berhutang sama dengan nilai perusahaan yang tidak berhutang,
kemudian teori ini tidak realistis dan MM memasukan unsur pajak dalam
teorinya. Pada teori dengan pajak MM menyimpulkan bahwa nilai perusahaan
tidak berhutang sama dengan perusahaan yang berhutang, namun bunga hutang
dapat menghemat pajak. Maka kesimpulan dari teori ini adalah semakin besar
penggunaan hutang terhadap perusahaan maka akan semakin meningkat pula nilai
perusahaan tersebut. Kenyataannya semakin banyak hutang perusahaan maka
semakin besar pula resiko kebangkrutannya. Menurut Myers (2001) penggunaan
hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan hingga titik tertentu, setelah
melewati titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai
perusahaan karena peningkatan keuntungan dari utang tidak sebanding dengan
biaya financial distress dan agency cost.
Pengendalian hutang dalam meningkatkan nilai perusahaan dapat dilihat
melalui besarnya DER salah satu emiten LQ45 PT. Astra International (ASII)
dimana pada tahun 2007 tingkat DER sebesar 62% sedangkan laba yang
dihasilkan pada tahun 2007 adalah sebesar 6,5 triliun rupiah, kemudian pada
tahun 2008 tingkat DER menurun menjadi 44% sementara laba yang diperoleh
pada tahun 2008 meningkat menjadi 9,1 triliun rupiah. Maka pengendalian tingkat
DER yang baik dapat menciptakan nilai perusahaan sehingga DER diyakini dapat
mempengaruhi PVGO.
Dengan demikian nilai pasar suatu saham dapat meningkat secara terus
menerus meskipun dividen yang diterima hanya sedikit atau laba menurun, hal ini
menciptakan nilai perusahaan pada masa yang akan datang dengan indikator
present value of growth opportunity sehingga memberi pengaruh terhadap supply
and demand yang membentuk harga pasar.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diteliti faktor-faktor yang
mempengaruhi PVGO tersebut sehingga menjadi alasan investor untuk
menanamkan modalnya pada saham tertentu, sehingga penulis tertarik untuk
meneliti “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity saham yang terdaftar di indeks LQ45”.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah konteks dari penelitian, alasan mengapa
penelititan diperlukan, dan petunjuk yang mengarahkan tujuan penelitian (Evans
1997 dalam Kuncoro 2009: 39). Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di
atas penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Present Value of
Growth Opportunity (PVGO) Indeks LQ45 ?.
2. Bagaimana Pengaruh Plowback Ratio terhadap Present Value of Growth
Opportunity (PVGO) Indeks LQ45 ?.
3. Bagaimana Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Present Value of
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui:
1. Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Present Value of Growth
Opportunity (PVGO) Indeks LQ45.
2. Pengaruh Plowback Ratio terhadap Present Value of Growth Opportunity
(PVGO) Indeks LQ45.
3. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Present Value of Growth
Opportunity (PVGO) Indeks LQ45.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Investor, terutama investasi jangka panjang, diharapkan penelitian ini
menjadi sebuah pertimbangan dalam melakukan analisis secara fundamental
untuk memilih saham yang memiliki prospek pertumbuhan yang baik di masa
mendatang.
2. Bagi Perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek, diharapkan penelitian ini
menjadi acuan di dalam mengelola perusahaan yang memberikan kontribusi
dalam peningkatan nilai pemegang saham.
3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan penelitian ini menjadi acuan bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1. Supply and Demand
Di dalam melakukan kegiatan ekonomi, manusia harus berinteraksi dengan
manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia hidup dengan manusia lain
yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Terkadang seseorang nelayan
memerlukan beras hari ini karena dia hanya mampu mencari ikan, bukan
menanam padi. Di sisi lain seorang petani memerlukan ikan sebagai menu lauk
pauk hari ini, karena dia hanya mampu menanam padi di sawah. Di masa ekonomi
tradisional, orang-orang saling bertukar kebutuhan dengan cara barter (saling
menukar barang). Di dalam hal ini seseorang yang memiliki kelebihan barang
untuk ditawarkan disebut supplier sedangkan seseorang yang memerlukan barang
tersebut adalah demander. Tempat proses terjadinya interaksi ini disebut pasar,
yaitu tempat dimana orang yang memiliki kelebihan barang (supplier) bertemu
dengan orang yang memerlukan barang (demander) untuk melakukan transaksi
atas harga yang telah disepakati.
Pada kurva permintaan dan penawaran (supply and demand), garis
permintaan dan penawaran akan bertemu pada suatu titik. Titik ini disebut titik
keseimbangan harga (equilibrium). Apabila jumlah penawaran lebih besar dari
pada jumlah permintaan, maka harga akan turun. Begitu pula sebaliknya, apabila
harga akan naik. Hal ini disebut mekanisme pasar. Pada kondisi kelebihan jumlah
barang yang ditawarkan biasanya pedagang menurunkan harganya, sedangkan
pada keadaan kelebihan jumlah permintaan pedagang cenderung untuk menaikan
harga dengan motif mencari keuntungan. Kondisi ini tidak hanya ditemukan pada
pasar barang, namun juga dapat terjadi di pasar modal. Kurva permintaan dan
penawaran dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1
Kurva Keseimbangan Pasar
2.1.2 Supply and Demand Saham di Pasar Modal
Sama halnya seperti penjelasan di atas, investor merupakan pihak yang
memiliki kelebihan dana. Investor ingin melakukan investasi agar dana yang
dimiliki investor dapat menghasilkan keuntungan atas investasinya. Maka investor
ingin membeli saham suatu perusahaan (demander). Di sisi lain perusahaan
menerbitkan beberapa lembar saham perusahaannya untuk memperoleh dana
segar yang dapat digunakan untuk ekspansi (supplier). Dalam situasi ini investor
dan pemilik perusahaan bertemu di pasar modal untuk melakukan transaksi
saham.
Pada pasar modal, komoditas yang diperdagangkan adalah surat-surat
berharga termasuk saham. Pada pasar modal garis penawaran menggambarkan
jumlah saham yang ditawarkan kepada investor, sedangkan garis permintaan
menggambarkan jumlah permintaan terhadap saham tertentu. Sedangkan harga
saham terbentuk akibat dari bertemunya garis penawaran dan garis permintaan di
pasar modal. Pada saat permintaan akan saham meningkat maka harga saham
akan naik, sedangkan ketika terjadi kelebihan jumlah saham yang ditawarkan
maka nilai saham akan turun. Pasar modal sering juga dijadikan sebagai tempat
untuk berspekulasi, biasanya investor membeli saham perusahaan tertentu pada
saat harga murah, kemudian melakukan penjualan saham pada saat harga naik
untuk melakukan profit taking. Hal ini dinamakan short seller, pada kondisi ini
biasanya investor tidak memperhitungkan nilai perusahaan karena biasanya saham
yang dipegang tidak sampai setahun.
Pada dasarnya mekanisme pasar di dalam pasar modal diartikan bahwa
harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and
demand). Jika penawaran lebih besar daripada permintaan, maka harga akan
menurun. Sedangkan ketika jumlah permintaan saham lebih tinggi sementara
Hukum pasar tersebut secara teori begitu kuat. Tetapi pada kenyataanya
kita tidak tahu apakah harga yang terbentuk secara wajar sesuai dengan
mekanisme pasar yang terjadi saat itu, bebas dari intervensi kelompok tertentu
atau kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi pasar seperti kartel dan
sebagainya.
2.1.3 Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang
ataupun modal sendiri (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Pasar modal adalah
tempat dimana instrumen keuangan diperjualbelikan seperti, saham, obligasi,
waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan seperti opsi (put
atau call).
Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian
lebih spesifik tentang Pasar Modal yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan Perdagangan Efek Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan Efek”(UU/ No.8/1995 dalam Fakhruddin dan Hadianto, 2001).
Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian. Bagi
negara-negara penganut sistem ekonomi pasar bebas, pasar modal menjadi salah satu
sarana yang sangat penting, sebab pasar modal menjadi sumber dana alternatif
bagi perusahaan. Perusahaan itu sendiri akan menciptakan output yang berjasa
perkembangan pasar modal akan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara
(Sawidji, 2009).
Pasar modal juga dapat berfungsi sebagai lembaga perantara
(intermediaries). Fungsi ini menunjukan peran penting pasar modal dalam
menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping
itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena
dengan adanya pasar modal, maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat
memilih alternatf investasi yang memberikan return yang paling optimal
(Tandelilin, 2001:13).
Namun demikian, jika tidak waspada, pasar modal justru akan
mengakibatkan kehancuran bagi perekonomian. Melihat kasus-kasus yang terjadi
di pasar modal dua dekade belakangan, tampaknya telah terlahir paradigma baru
(sawidji, 2002). Pasar modal dalam hal ini bukan dimanfaatkan sebagai tempat
untuk menghimpun modal, tetapi dijadikan tempat untuk menghimpun uang bagi
pemilik perusahaan, dengan melakukan praktik-praktik tidak terpuji. Hal yang
terjadi belakangan adalah krisis ekonomi dunia tahun 2009, krisis ini dipicu oleh
krisis pasar keuangan di Amerika Serikat. Menurut Sawidji (2009) “Pemicu
bangkrutnya perusahaan-perusahaan pialang terbesar di dunia, seperti Lehman
Brothers, Merill Lynch, Goldman Sach, dan yang lainnya telah melakukan
2.1.4 Analisis Fundamental
Dalam melakukan analisis dan memilih saham, ada dua aspek atau
pendekatan yang sering digunakan, yaitu aspek fundamental dan aspek teknikal.
Aspek fundamental merupakan faktor-faktor yang diidentifikasikan dapat
mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor tersebut di antaranya (Fakhruddin dan
Hadianto, 2001) :
1. Penjualan
2. Pertumbuhan penjualan
3. Kebijakan dividen
4. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
5. Manajemen
6. Kinerja
7. “Statement” yang dikeluarkan emiten dan sebagainya.
Menurut Tandelilin (2001), dalam melakukan analisis secara fundamental,
analisis bisa dilakukan secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan.
Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang
mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis
industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang
mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang
2.1.4.1 Analisis Ekonomi dan Pasar Modal
Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan
investor dalam penentuan investasinya. Analisis Ekonomi perlu dilakukan karena
kecendrungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada
lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal
mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi
ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang diisyaratkan
atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan ekonomi makro (Tandelilin, 2001). Sedangkan untuk
melakukan analisis ekonomi diperlukan beberapa tahapan analisis, yaitu
(Fakhruddin dan Hadianto, 2001):
a. Memperkirakan perubahan di dalam perekonomian.
b. Penggunaan indikator moneter untuk memperkirakan kondisi pasar.
c. Kondisi ekonomi dan kondisi pasar.
d. Penggunaan model-model valuasi untuk memperkirakan kondisi pasar.
2.1.4.2 Analisis Industri
Menurut Tandelilin (2001), dalam analisis industri, investor mencoba
memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, investor mencoba
memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis
industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun
sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat
saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukan dalam
portofolio yang akan dibentuknya. Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan
analisis industri adalah (Fakhruddin dan Hadianto, (2001):
a. Arti dan kinerja industri.
b. Menganalisis industri.
c. Siklus kehidupan industri.
d. Analisis siklus bisnis.
e. Aspek kualitatif dalam analisis industri.
f. Menilai prospek industri di masa yang akan datang.
2.1.4.3 Analisis Perusahaan
Dalam melakukan analisis perusahaan, investor harus mendasarkan
kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental yaitu:
earning per share (EPS) dan price earning ratio (PER) perusahaan. Ada tiga
alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada
dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik
suatu saham. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan nilai intrinsik
saham perusahaan. Dalam kaitan tersebut, nilai intrinsik suatu saham bisa dihitung
dengan mengalikan kedua komponen tersebut. Selanjutnya, nilai intrinsik saham
yang telah dihitung tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham
bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual
saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan
perubahan saham. Beberapa penelitian empiris telah membuktikan adanya
hubungan tersebut (Elton dan Grauber, 1995 dalam Tandelilin, 2001). Sedangkan
menurut Fakhruddin dan hadianto (2001), beberapa tahapan dalam menganalisis
perusahaan adalah:
a. Memahami laba yang diperoleh perusahaan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laba.
c. Penggunaan PER (Price Earning Ratio).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi PER.
e. Analisis dengan menggunakan faktor-faktor yang dipandang relevan
mempengaruhi harga saham.
2.1.5 Nilai Perusahaan
Berdasarkan teori yang berlaku secara umum, besarnya nilai perusahaan
biasanya bergantung pada keuntungan yang mampu dihasilkan suatu perusahaan
di masa mendatang, serta memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan
tersebut. Nilai dari suatu perusahaan tergantung dari perhitungan keuntungan yang
akan diperoleh di masa mendatang, dan keuntungan tersebut didiskontokan
menjadi suatu nilai sekarang. Maka pendekatan dalam penilaian suatu perusahaan
adalah dengan cara memproyeksikan beberapa keuntungan yang akan datang dari
suatu kepemilikan perusahaan. Kemudian keuntungan yang akan datang
diestimasi menjadi suatu nilai sekarang dengan mendiskontokannya berdasarkan
nilai waktu dan berdasarkan nilai waktu atas uang dengan mempertimbangkan
2.1.5.1 Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Nilai
Ada beberapa faktor internal yang merupakan fungsi dari suatu kinerja
perusahaan itu sendiri serta beberapa faktor eksternal yang merupakan fungsi dari
kondisi lingkungan dimana perusahaan tersebut didirikan. Keuntungan keuangan
yang diperoleh atas kepemilikan suatu perusahaan dapat berasal dari berbagai
sumber seperti berikut (Prawoto, 2004):
a) Pendapatan atau arus kas yang berasal dari operasi atau non operasi seperti
investasi, bunga ataupun dividen.
b) Pendapatan dari penjualan aset.
c) Pendapatan dari penjualan kepentingan atas kepemilikan perusahaan tersebut.
Oleh sebab itu, suatu penilaian perusahaan yang dilakukan dari sudut
keuangan harus memfokuskan kepada penghitungan kinerja perusahaan dalam
kemampuan menghasilkan keuntungan atau manfaat kepada pemilik perusahaan
tersebut, atau merupakan suatu kombinasi dari keuntungan dan manfaat yang
diperoleh.
2.1.5.2 Pengaruh Resiko Terhadap Nilai
Penilaian suatu perusahaan harus memperhitungkan tingkat ekspektasi
pengembalian pemilik perusahaan dari dua aspek, yaitu besarnya tingkat
ekspektasi pengembalian serta resiko yang timbul yang dapat menyebabkan
ekspektaksi pengembalian tersebut terwujud atau tidak. Dalam hal ini resiko
dartikan sebagai suatu kepastian atau ketidakpastian atas perwujudan tingkat
Pada suatu ekspektasi terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan di
masa mendatang, harga pasar saham lebih tinggi apabila resiko atas saham
tersebut kecil, sedangkan untuk saham dengan resiko yang besar maka harga
pasarnya akan rendah. Dengan kata lain, pada suatu tingkat ekspektasi pendapatan
di masa yang akan datang, maka semakin kecil resiko dari suatu perusahaan maka
akan semakin tinggi nilai sekarang perusahaan tersebut, sebaliknya apabila resiko
akan perusahaan semakin tinggi maka nilai sekarangnya akan semakin rendah.
2.1.5.3 Value Drivers
Value Drivers merupakan suatu istilah yang digunakan untuk faktor
internal perusahaan yang menyebabkan bertambahnya nilai saham atau
perusahaan sehingga true economic income capacity dari suatu perusahaan dapat
diperoleh dan agar terhindar dari terjadinya kesalahan terhadap presentasi nilai.
Darmodaran dalam Prawoto (2004) menyatakan adanya tiga faktor utama
yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan, yaitu keputusan investasi, keputusan
keuangan dan keputusan pembayaran dividen. Sedangkan menurut Helfert dan EA
dalam Prawoto (2004) menyatakan bahwa manajemen perusahaan harus dapat
menciptakan nilai pemegang saham (shareholder value) melalui tiga macam
keputusan:
1) Keputusan investasi baik melalui modal kerja maupun pengeluaran kapital
yang bersama-sama dengan keputusan operasional melalui penetapan biaya/
harga atau volume produksi serta efektifitas biaya akan menentukan arus kas
beserta tingkat diskontonya. Dari dua macam keputusan inilah akan
dihasilkan shareholder value yang akan dialokasikan menjadi dividen untuk
pemegang saham perusahaan atapun capital gain bagi investor saham di pasar
modal.
2) Keputusan pembiayaan (financing) untuk menentukan apakah investasi harus
dibiayai dengan ekuitas saja atau juga dengan utang dan menentukan tingkat
leverage-nya. Biaya kapital ini akan kontribusi dalam penciptaan shareholder
value melalui keputusan investasi yang dijalankan manajemen perusahaan
dengan persetujuan pemegang saham.
2.1.6 Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan
Di dalam melakukan penilaian perusahaan dengan menggunakan
pendekatan pendapatan, dilakukan berdasarkan prinsip antisipasi dengan konsep
dasar penilaian finansial. Dimana nilai suatu perusahaan yang diperoleh
merupakan suatu keuntungan yang akan didapat di masa mendatang
Proses penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan pendapatan
memerlukan suatu estimasi yang berkaitan dengan arus tingkat pendapatan yang
diharapkan dan tingkat pengembalian atas investasi yang dipersyaratkan. Nilai
dari investasi atau perusahaan merupakan nilai sekarang dari pendapatan yang
akan diperoleh di masa mendatang.
Penilaian dengan pendekatan pendapatan dapat dibedakan ke dalam dua
metode, yaitu metode diskonto (Discounted Cash Flow Method) dan metode
dilakukan proyeksi terhadap semua pendapatan yang diharapkan di masa
mendatang seperti laba bersih atau bentuk pendapatan lain dan mendiskontokan
setiap keuntungan yang diharapkan tersebut kedalam nilai sekarang dengan suatu
tingkat diskonto atau mengalikannya dengan discount factor yang mencerminkan
biaya kapital jenis investasi tersebut. Estimasi nilai adalah jumlah keseluruhan
dari nilai sekarang tersebut. Formula dasar yang digunakan dalam metode
Discounted Cash Flow adalah:
Di mana:
PV = present value
Ei = pendapatan ekonomis yang diharapkan pada periode i
k = tingkat diskonto/ biaya kapital
i = periode di masa yang akan datang di mana pendapatan ekonomis
yang prospektif akan diterima.
Sedangkan penilaian dengan pendekatan pendapatan dalam metode
kapitalisasi langsung membagi suatu manfaat ekonomis tunggal perusahaan baik
secara historis ataupun secara proyeksi seperti laba bersih atau bentuk pendapatan
lain yang menggambarkan kemampuan investasi dalam menghasilkan pendapatan
di masa mendatang dengan suatu tingkat kapitalisasi yang menggambarkan
tingkat diskonto pendapatan tersebut dikurangi tingkat pertumbuhan jangka
panjang variabel tersebut bila masih ada pertumbuhan. Formula dasar yang
PV =
∑
Ei(1+�)�
Di mana:
PV = Present value
E = Pendapatan ekonomis yang diharapkan (konstan)
c = Tingkat kapitalisasi
Beda tingkat diskonto dengan tingkat kapitalisasi langsung adalah bahwa
tingkat diskonto adalah biaya modal yang diterapkan atas semua pendapatan yang
prospektif sedang tingkat kapitalisasi langsung adalah metode yang lebih
komprehensif di mana suatu tingkat kapitalisasi hanya mengubah satu/sebuah arus
pendapatan tunggal menjadi nilai sekarang.
2.1.6.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Model CAPM merupakan bagian dari teori ekonomi yang dikenal sebagai
capital market theory (CMT). CMT merupakan teori sekuritas dan teori
portofolioyang biasa digunakan investor untuk memilih saham biasa menjadi
suatu portofolio berdasarkan asumsi yang digunakan. Sedangkan CAPM
merupakan model yang dikembangkan berdasarkan analisis transaksi minoritas
pada pasar sekuritas publik yang tingkat pemasarannya sangat tinggi. CAPM
relevan dengan penilaian usaha karena bisnis dan kepentingan bisnis merupakan
bagian dari kesempatan investasi yang tersedia di dalam pasar modal. CAPM juga
menjelaskan hubungan timbal-balik pasar yang akan terjadi apabila mengikuti
PV =
�Di mana:
E (��) = Tingkat pengembalian yang diharapkan dari individu sekuritas
�ƒ = Tingkat pengembalian pada sekuritas bebas resiko pada tanggal
penilaian.
� = Beta individual sekuritas, dimana beta mengukur risiko sistematik, yaitu
kepekaan tingkat pengembalian di atas tingkat pengembalian bebas
resiko bagi sekuritas yang dihitung, dalam kaitan ini yaitu sekuritas i.
(R��) = Premi ekuitas resiko pasar secara keseluruhan atau berdasarkan definisi adalah sekuritas dengan beta = 1. Resiko ini merupakan premi resiko
pasar yang di observasi.
2.1.7 Penilaian Dengan Pendekatan Pasar
Penilaian dengan pendekatan pasar adalah pendekatan dengan
menggunakan data transaksi riil di bursa efek yang menyediakan bukti empiris
mengenai nilai. Pada pendekatan pasar, maka nilai perusahaan ditentukan
berdasarkan atas transaksi yang pernah dilakukan oleh perusahaan yang sejenis.
Pendekatan pasar ini didasarkan atas prinsip substitusi dan asumsi bahwa
transaksi yang bersifat arm’s length dari perusahaan yang sepadan dan sebanding
yang dapat menyajikan bukti empiris yang kuat tentang nilai pasar dari
perusahaan tersebut. Penilaian dengan pendekatan pasar dapat dibagi ke dalam
tiga metode (Prawoto, 2004):
a) Metode guideline publicly traded company, suatu metode yang
menghubungkan multipel nilai pasar saham perusahaan publik dengan
variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai seperti multipel
price/earning misalnya. Diaplikasikan key valuation measures atau market
multiple perusahaan publik seperti P/E kepada variabel keuangan
fundamental perusahaan yang dinilai.
b) Metode guideline merger and acquisition, yaitu metode yang
menghubungkan multipl nilai dari penjualan seluruh saham atau kepentingan
pengendali (pemegang saham mayoritas yang mengendalikan perusahaan)
dengan variabel financial fundamental perusahaan yang dinilai seperti
multipel price/earning. Di sini diaplikasikan multipel transaksi saham
pengendali dengan variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai.
c) Metode prior transaction, offers and buy-sell agreements, yaitu suatu metode
untuk mendapatkan estimasi nilai penyertaan/kepentingan pada suatu
perusahaan berdasarkan kepada data yang ada saat itu bagi perusahaan yang
dinilai.Dilakukan estimasi nilai berdasarkan transaksi, penawaran
sebelumnya, ataupun kesepakatan mengenai pengalihan kepemilikan
perusahaan yang dinilai.
2.1.8Penilaian Dengan Menggunakan Pendekatan Aset
Penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan aset merupakan suatu
revaluasi atas semua kekayaan dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan
pendekatan aset dilakukan penilaian ulang atas semua aset dan kekayaan yang
dimiliki, kemudian dikurangi terhadap kewajiban untuk mendapatkan nilai wajar
atas perusahaan.
Penilaian ini dilakukan biasanya dikarenakan pemilik saham minoritas
tidak memiliki wewenang atas perusahaan, sehingga untuk mendapatkan estimasi
atas nilai saham pengendali dilakukan penilaian ini. Pemegang saham minoritas
tidak mempunyai klaim langsung atas kekayaan perusahaan dan tidak dapat
memaksakan penggunaannya. Jika digunakan untuk menilai saham minoritas
maka diaplikasikan diskon, baik untuk lack of control maupun lack of
marketability. Selain nilai pasar wajar, dapat juga diperoleh nilai standar yang lain
dengan penerapan diskon ataupun premi yang sesuai. Ada dua macam metode
penilaian yang dikenal luas, yaitu (Prawoto, 2004):
a) Adjusted Net Assets Method (ANAM, NAV): Metode ini adalah melakukan
revaluasi atas semua aset berwujud dan tidak berwujud serta kewajiban
(termasuk yang off balance sheet, intangibles dan contingencies) ke dalam
nilai pasar wajar (fair market value) dan menghitung nilai aset neto yang
disesuaikan. Nilai kekayaan neto yang telah disesuaikan dikurangi dengan
nilai kewajiban adalah merupakan indikasi nilai ekuitas. ANAM biasanya
diaplikasikan pada trouble companies, holding company atau nonoperating
company serta perusahaan yang mayoritas asetnya berupa aktiva tetap (fixed
assets).
b) Excess Earning Method (EEM): Metode penilaian melalui revaluasi secara
menurut Big Pot Theory of Goodwill disebut sebagai going concern value,
dengan cara mengkapitalisasi seluruh pengembalian yang melebihi dan diatas
tingkat pengembalian yang wajar suatu kekayaan, dan menambahkan nilai
tangibles assets. Nilai ekuitas adalah nilai aktiva tetap bersih (Net tangibles
asset value, NTAV), yaitu nilai revaluasi aktiva tetap dikurangi dengan nilai
kewajiban ditambah dengan nilai revaluasi Aktiva Tak Berwujud (ATB) atau
going concern value (GCV).
2.1.9 Present Value of Growth Opportunity (PVGO)
Present Value of Growth Opportunity (PVGO) merupakan suatu konsep
yang pertama kali dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961) dalam
Richard A. Wall (2007). PVGO adalah suatu nilai pertumbuhan yang diharapkan
investor karena adanya penginvestasian kembali laba yang diterima pada periode
tertentu untuk meningkatkan laba yang lebih besar dari tingkat return yang
diharapkan investor di masa mendatang. Nilai suatu perusahaan dipisahkan
menjadi dua bagian, yaitu nilai aset di tempat saat ini ditambah dengan nilai
proyek yang menghasilkan pertumbuhan di masa depan. Sehingga pertumbuhan di
masa depan akan dihitung menjadi nilai sekarang apabila proyek yang dikerjakan
di masa depan akan menghasilkan laba. Maka apabila proyek yang dikerjakan di
masa depan tidak menghasilkan laba, nilai saham tersebut hanya merupakan rasio
laba terhadap modal saja (Richard A. Wall, 2007).
Konsep ini secara umum diterima oleh literatur penilaian saham, namun
investor profesional. Tetapi, dengan pengukuran yang tepat, PVGO dapat menjadi
alat yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang baik dan
penelitian akademis yang bertujuan untuk mengevaluasi secara fundamental yang
mendasari penciptaan nilai (Richard A. Wall, 2007). Beberapa penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan PVGO adalah Chung dan Charoenwong
(1991), mereka menemukan hubungan positif antara resiko dengan PVGO. Selain
itu, pengukuran PVGO juga sangat penting dalam perhitungan nilai model
pertumbuhan seperti yang dinyatakan oleh O’brien (2003), Danielson (1998),
serta Liebowitz (1998) dalam Richard A. Wall (2007) “PVGO measurement is
critical to estimation of the key parameters of multistage and finite growth
valuation models, and models that incorporate decay of profit to a competitive
norm”. Mereka berpendapat bahwa pengukuran PVGO sangat penting dalam
penilaian dari parameter kunci yang bertingkat-tingkat, dan membatasi model
penilaian yang menggabungkan keuntungan yang telah berkurang menjadi sebuah
norma yang bersaing.
2.1.9.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO 2.1.9.1.1 Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) adalah suatu rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap aset
keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, maka semakin besar pula
tingkat keuntungan perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan dalam
Nurmalasari, (2009), Return on assets adalah perbandingan antara keuntungan
sebelum biaya bunga dan pajak (EBIT = Earning before interest and taxes)
dengan seluruh aktiva atau kekayaan perusahaan. Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk
menghasilkan keuntungan, dengan menggunakan data yang ada pada Neraca dan
Perhitungan Laba Rugi pada perusahaan tersebut. Rumus untuk mencari ROA
adalah:
Tingkat ROA yang tinggi menggambarkan bahwa suatu perusahaan dapat
mengelola asetnya dengan baik untuk menghasilkan laba, sehingga ROA dapat
menjadi indikator pertumbuhan perusahaan dalam menghasilkan laba. Investor
melihat ini sebagai salah satu syarat yang baik untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk menghasilkan
laba dinilai merupakan suatu bentuk kinerja manajemen perusahaan yang baik dan
kompeten untuk mengelola modal investor.
2.1.9.1.2 Plowback Ratio
Plowback Ratio adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar laba ditahan perusahaan. Laba ditahan adalah laba yang tidak
dibagikan sebagai dividen. Besarnya laba ditahan biasanya ditentukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Laba ditahan dimaksudkan untuk
diinvestasikan kembali kedalam perusahaan dalam bentuk bisnis baru atau
ROA =
���������ℎperluasan usaha. Beberapa perusahaan membayar sedikit kas (dividen) karena
manajemen optimis tentang masa depan perusahaan dan berharap dapat menahan
laba untuk ekspansi.
Terdapat beberapa pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan,
pertama adalah dimana dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal
ini investor menginginkan pembayaran dividen yang tinggi, para investor
menganggap dividen merupakan salah satu sumber pendapatan yang mereka
butuhkan untuk keperluan sehari-hari. Pada dasarnya uang tunai bisa saja
diperoleh investor dengan menjual sebagian kecil saham mereka sewaktu waktu,
tetapi hal itu merugikan investor karena akan menimbulkan biaya transaksi yang
besar. Dalam hal ini dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan, atau
sebaliknya plowback ratio dapat mengurangi nilai perusahaan.
Kedua, dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kasus ini
perusahaan membayarkan dividen kepada investor dengan menerbitkan saham
baru, bukan dari cadangan kas yang tersedia, sehingga nilai perusahaan tetap
sama. Pada saat perusahaan menerbitkan saham baru maka nilai saham akan
berkurang sebesar nilai saham yang diterbitkan, sebab jumlah saham bertambah
sedangkan dana yang diperoleh dipergunakan bukan untuk diinvestasikan
kembali. Sehingga jumlah dividen yang diterima oleh investor lama hanya
menutupi kerugian nilai saham yang mereka pegang akibat penerbitan saham
baru. Hal ini menurut Miller dan Modigliani (1961) dalam Brealey dan Myers
(2007) bahwa dalam kondisi ideal, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh
dividen tunai dan penerbitan atau pembelian kembali saham biasa. Dalam pasar
modal yang sempurna, keputusan pembayaran tidak akan berdampak pada nilai
perusahaan. Kesimpulan ini dikenal sebagai proposisi ketidakrelevanan dividen
MM. Sehingga Dividen atau plowback ratio tidak mempengaruhi nilai
perusahaan.
Ketiga, adalah dividen bisa mengurangi nilai perusahaan. Perusahaan
memiliki opsi untuk memberikan return melalui dua cara, yaitu melalui
mengubah dividen menjadi keuntungan modal (capital gain) atau dengan
melakukan pebayaran dividen. Namun dalam kebijakan pembayaran dividen
dikenakan pajak lebih besar oleh pemerintah daripada capital gain. Di Amerika
Serikat kasus penetapan pajak atas dividen yang paling signifikan pernah terjadi
pada era sebelum 1986. Pada saat itu tingkat pajak atas dividen adalah 50 persen,
sementara capital gain yang terealisasi dikenai pajak 20 persen. Selain itu pajak
dividen harus segera dibayar, sedangkan pajak atas capital gain dapat ditunda
sampai saham terjual dan keuntungan direalisasikan. Hal ini menyebabkan
investor lebih tertarik untuk membeli saham perusahaan dengan tingkat dividen
yang rendah namun menawarkan capital gain. Sedangkan perusahaan yang
menawarkan dividen yang lebih tinggi harus menjual sahamnya dengan harga
yang lebih rendah untuk menarik minat investor dan menutupi kerugian investor
atas pajak yang dikenakan terhadap dividen. Sehingga dalam hal ini dividen dapat
mengurangi nilai perusahaan atau plowback ratio dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Untuk mencari Plowback Ratio dapat digunakan rumus:
2.1.9.1.3 Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan suatu rasio kemampuan
perusahaan untuk membayar hutang dengan modal sendiri. Semakin kecil tingkat
DER suatu perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk
menutup hutang dengan modal sendiri dan semakin baik buat perusahaan. Untuk
mencari tingkat DER dapat menggunakan rumus:
DER erat kaitanya dengan struktur modal dimana struktur modal
merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari
utang jangka pendek yang bersifat permanen dan utang jangka panjang dengan
modal sendiri yang terdiri dari saham biasa dan saham preferen. Ada beberapa
teori yang membahas tentang penggunaan utang dalam meningkatkan nilai
perusahaan, beberapa teori tersebut adalah
2.1.9.1.3.1 Modigliani-Miller (MM) Theory 1 ). Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan
Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa
tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston, 2001 MM
mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka
(http://jurnal-sdm.blogspot.com):
DER =
�����������a) tidak terdapat agency cost.
b) tidak ada pajak.
c)
perusahaan.
d) Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai
prospek.
e) perusahaan di masa depan.
f) Tidak ada biaya kebangkrutan.
g) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh
penggunaan dari hutang.
h) Para investor adalah price-takers.
i) Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market
value).
Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang
dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak. Preposisi I: nilai dari perusahaan yang
berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Maksud dari
preposisi I ini adalah bahwa struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan,
perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted
average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama dan tidak
dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan menggabungkan hutang dan modal untuk
membiayai perusahaan. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila
bergantung pada resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat
hutang perusahaan (financial risk).
Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM tanpa
pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang
saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Dengan
demikian teory MM beranggapan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi
oleh struktur modal perusahaan tersebut, sehingga suatu perusahaan tidak dapat
meningkatkan nilainya dengan mengubah proporsi DER perusahaan tersebut.
2 ). Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak tersebut dianggap tidak realistis dan kemudian MM
memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada
pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan
untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi
I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang
tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang.
Maksud dari preposisi I ini adalah bahwa pembiayaan dengan hutang sangat
menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan
adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat
dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.
meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak,
berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil
dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya
modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM
tersebut sangat tidak logis. Maksud dari teori tersebut adalah perusahaan
sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak
ada perusahaan yang memiliki hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat
hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan
kebangkrutannya. Pada teori tersebut MM tidak memperhitungkan biaya
kebangkrutan.
2.1.9.1.3.2 Trade-off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas
suatu perusahaan atau reputasi yang memburuk. Trade-off theory dalam
menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain
pajak, biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan, tetapi tetap mempertahankan
asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat
pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan
keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi
bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak
dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.
Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha
mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga
tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang
manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan
pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan
dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan
korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan penggunaan utang akan
meningkatkan nilai perusahaan, namun hanya pada titik tertentu. Setelah titik
tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena
peningkatan keuntungan dari utang tidak sebanding dengan biaya financial
distress dan agency cost.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan PVGO belum banyak dilakukan,
penelitian yang pernah dilakukan kebanyakan berasal dari luar negeri dan
PVGO merupakan analisis fundamental yang belum mendapatkan popularitas
sebagai alat analisis di kalangan investor professional. Namun PVGO erat
kaitannya terhadap penilaian perusahaan, hal ini dikarenakan nilai perusahaan
adalah hasil diskonto dari arus kas perusahaan di masa depan.
Sebelumnya Chung dan Charoenwong (1991) meneliti tentang Investment
Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks. Penelitian ini memandang
peluang investasi perusahaan di masa depan sebagai suatu opsi operasional dan
menguji pengaruh PVGO terhadap risiko sistematis pada perusahaan dengan
menggunakan analisis klaim kontingen. Hasilnya mereka menemukan terdapat
hubungan secara positif antara PVGO dengan resiko saham.
Kemudian Chung dan Kim (1997) meneliti tentang peluang pertumbuhan
dan keputusan investasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya
persepsi baru bahwa option feature yang menjadi penghambat keputusan investasi
tidak menjadi acuan dalam menentukan kebijakan pertumbuhan perusahaan.
Richard E.Wall (2007) meneliti pengukuran PVGO terhadap 24
perusahaan Global Industry Classification Standard (GICS) dengan PVGO
sebagai variabel terikat dan variabel bebasnya adalah EPS periode sebelumnya,
EPS yang diharapkan, adjusted beta, raw beta, dan harga saham. Hasil penelitian
menunjukan biaya riil atas modal berbeda dengan biaya nominal atas modal dan
menghasilkan pola konsisten PVGO yang lebih realistis pada fase yang matang
dan industri yang kompetitif.
Priyo Dermawan dan Rina Y. Asmara (2008) meneliti tentang kinerja
variabel independen EVA, MVA, ROE, ROA, TSR, PER, EPS, sedangkan
dependen variabelnya adalah kapitalisasi pasar dan nilai perusahaan. Hasilnya
MVA, TSR, ROA, dan PER berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Setelah itu Diah Ayu Pertiwi (2010) meneliti pengaruh Earning
management terhadap nilai perusahaan dengan earning management sebagai
variabel independen, Corporate Governance sebagai variabel moderating, dan
nilai perusahaan sebagai variabel independen. Hasilnya earning management
berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kemudian Rika Susanti (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan variabel independennya yaitu
board size, board intensity, board independence (corporate governance), cash
holding, struktur kepemilikan, tingkat profitabilitas, kebijakan dividen, investment
opportunity, dan risiko finansial sedangkan variabel dependennya adalah nilai
perusahaan. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh antara variabel
corporate governance terhadap nilai perusahaan.
Secara ringkas, penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam bentuk
[image:52.595.113.518.629.745.2]tabel di bawah ini:
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
NO TAHUN PENELITI JUDUL HASIL
1. 1991 Chung dan
Charoenwong
Investment
Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks
2. 1997 Chung dan Kim Growth
Opportunities and Investment
Decisions: A New Perspective On The Cost of <