• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity Saham yang Terdaftar Di Dalam Indeks LQ45

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity Saham yang Terdaftar Di Dalam Indeks LQ45"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESENT VALUE OF GROWTH OPPORTUNITY (PVGO) SAHAM

YANG TERDAFTAR DI DALAM INDEKS LQ45

OLEH

BAYU ANUGRAH WIBISONO 080501056

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRACT

The formulation of this research problems comprehen the facts that influences Present Value of Growth Opportunity (PVGO) at the companies that listed at LQ45 Index. The purpose of this research analyze what the influences of Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, and Debt to Equity Ratio (DER) to PVGO. In this research data is used for 18 selected companies through the purposive sampling technique by the criterion (1) The Company whose stock listed in LQ45 Index at 2007 – 2008. (2) The Companies that the constantly survive at 2007 – 2010.

In this research that the analyze datas by using Ordinary Least Square models and Fixed Effect (FEM) which is assessed in this research, because this model has the intercept of the equation unconstantly or any differences for individually. Before analyzing the test data is done, firstly by stationarity test and test of redundant fixed effects-likelihood ratio to get the stationarity of data and get the data whether the fixed effect method is suitable for use in this study, further data processing is accomplished using the Eviews 6.

The result of this study is ROA, Plowback Ratio, and DER has a significant effection the variable PVGO at 95% confidence level in simultanously and partial. Beside the coefficient of getting the datas indicate the variable ROA, Plowback Ratio, and DERis only able to explain the variable PVGO of 59,16%.

(3)

ABSTRAK

Rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Present Value Growth of Opportunity (PVGO) pada perusahaan yang terdaftar di dalam Indeks LQ45. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap PVGO. Dalam peneltian ini data yang digunakan adalah 18 perusahaan yang terpilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria (1) perusahaan yang sahamnya tercatat di dalam indeks LQ45selama periode 2007-2010 (2) Perusahaan yang secara konsisten bertahan selama periode 2007-2010.

Di dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah data panel dengan menggunakan model regresi linier berganda model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dengan penelitian ini karena model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data dilakukan uji terlebih dahulu dengan Uji Stasioneritas dan Uji Redundant Fixed Effects – Likelihood Ratio untuk mengetahui stasioneritas data dan untuk mengetahui apakah metode fixed effect sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.

Penelitian ini menemukan bahwa secara simultan melalui uji f-statistik dan parsial melalui uji t-statistik variabel ROA, Plowback ratio, dan DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel PVGO pada tingkat kepercayaan 95%. Selain itu koefisien determinasi menunjukan variabel ROA, Plowback ratio, dan DER hanya mampu menjelaskan variabel PVGO sebesar 59,16%.

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang, Saya

ucapkan puji dan syukur sebesar-besarnya yang karena atas izin dan ridha-Nya

saya masih diberi sebuah kesempatan untuk menyelesaikan tugas saya sebagai

seorang penuntut ilmu dalam menulis sebuah skripsi. Penulisan skripsi ini

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana

dari program strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun

judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity Saham yang Terdaftar Di Dalam Indeks LQ45”.

Proses penulisan skripsi ini tentunya tidak akan terlaksana tanpa ada

dukungan baik secara moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

perkenankanlah saya untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini terutama

kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc., selaku Ketua Prodi S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi USU.

3. Bapak Syarif Fauzie, SE, AK, MAK., selaku Dosen Pembimbing saya yang

telah bersedia membimbing saya dalam proses penulisan skripsi.

4. Orang Tua tercinta yang telah memberikan segalanya demi kesuksesan saya.

5. Teman-teman yang bersedia membagikan ilmu yang sangat membantu dalam

(5)

6. Seluruh Staf dan pegawai khususnya di Departemen Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Saya berharap, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan syafa’atNya

atas segala sesuatu yang telahmereka berikan kepada saya.

Akhir kata saya menyadari penelitian ini masih memiliki keterbatasan dan

belum sepurna. Oleh karena itu saya harapkan kritik dan saran yang membangun

agar dikemudian hari penelitian ini menjadi lebih baik. Semoga kiranya

penelititan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkanya.

Medan, Mei 2012 Penulis

Bayu Anugrah Wibisono

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Supply and Demand ... 11

2.1.2 Supply and Demand Saham Di Pasar Modal ... 12

2.1.3 Pasar Modal ... 14

2.1.4 Analisis Fundamental ... 16

2.1.5 Nilai Perusahaan ... 19

2.1.6 Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan ... 22

2.1.7 Penilaian Dengan Pendekatan Pasar ... 25

2.1.8 Penilaian Dengan Pendekatan Aset ... 26

2.1.9 Present Value of Growth Opportunity (PVGO) ... 28

2.1.9.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO ... 29

2.1.9.1.1 Return on Asset (ROA) ... 29

(7)

2.1.9.1.3 Debt to Equity Ratio (DER) ... 32

2.2 Penelitian Terdahulu ... 37

2.3 Kerangka Konseptual ... 41

2.3.1 Pengaruh ROA terhadap PVGO ... 41

2.3.2 Pengaruh Plowback ratio Terhadap PVGO ... 42

2.3.3 Pengaruh DER terhadap PVGO ... 43

4.4 Hipotesis ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 46

3.2 Populasi dan Sampel ... 46

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4 Pengolahan Data ... 48

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 49

3.5.1 Variabel Dependen ... 49

3.5.2 Variabel Independen ... 49

3.6 Teknik Analisis Data ... 51

3.6.1 Metode dan Model Analisis ... 51

3.6.2 Model Regresi Data Panel ... 51

3.7 Uji Stasioneritas ... 53

3.8 Redundant Fixed Effect Test ... 54

3.9 Test Goodness of Fit ... 54

3.9.1 Koefisien Determinasi ... 54

3.9.2 Uji F-Statistik ... 54

3.9.3 Uji T-Statistik ... 55

4.0 Uji Asumsi Klasik ... 56

4.0.1 Multikolinieritas ... 57

(8)

4.0.3 Autokorelasi ... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 60

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 60

4.2 Analisis Data ... 62

4.3 Analisis Deskriptif ... 62

4.4 Uji Stasioneritas ... 65

4.5 Redundant Fixed Effect Test ... 66

4.6 Interpretasi Hasil Penelitian ... 67

4.6.1 Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap PVGO ... 68

4.6.2 Pengaruh Plowback Ratio Terhadap PVGO ... 68

4.6.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap PVGO ... 69

4.7 Test Goodness of Fit ... 69

4.7.1 Koefisien Determinasi ... 69

4.7.2 Uji F-Statistik ... 69

4.7.3 Uji T-Statistik ... 71

4.8 Uji Asumsi Klasik ... 76

4.8.1 Multikolinearitas ... 76

4.8.2 Heterokedastisitas... 76

4.8.3 Autokorelasi ... 76

4.9 Pembahasan ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... xi

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Laporan Keuangan 2007 – 2009 ... 4

2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 39

3.1 Daftar Sampel Perusahaan ... 47

4.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) ... 61

4.2 Analisis Deskriptif ... 63

4.3 Augmented Dickey Fuller ... 65

4.4 Redundant Fixed Effect ... 66

4.5 Koefisien Variabel ... 67

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kurva Keseimbangan Pasar ... 12

2.2 Diagram Skematis Kerangka Konseptual ... 44

4.1 Kurva Ekor Tunggal ... 71

4.2 Kurva Dua Arah ROA ... 72

4.3 Kurva Dua Arah Plowback Ratio ... 74

4.4 Kurva Dua Arah DER ... 75

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Data Penelitian ... xiv

2 Hasil Regresi ... xvi

(12)

ABSTRACT

The formulation of this research problems comprehen the facts that influences Present Value of Growth Opportunity (PVGO) at the companies that listed at LQ45 Index. The purpose of this research analyze what the influences of Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, and Debt to Equity Ratio (DER) to PVGO. In this research data is used for 18 selected companies through the purposive sampling technique by the criterion (1) The Company whose stock listed in LQ45 Index at 2007 – 2008. (2) The Companies that the constantly survive at 2007 – 2010.

In this research that the analyze datas by using Ordinary Least Square models and Fixed Effect (FEM) which is assessed in this research, because this model has the intercept of the equation unconstantly or any differences for individually. Before analyzing the test data is done, firstly by stationarity test and test of redundant fixed effects-likelihood ratio to get the stationarity of data and get the data whether the fixed effect method is suitable for use in this study, further data processing is accomplished using the Eviews 6.

The result of this study is ROA, Plowback Ratio, and DER has a significant effection the variable PVGO at 95% confidence level in simultanously and partial. Beside the coefficient of getting the datas indicate the variable ROA, Plowback Ratio, and DERis only able to explain the variable PVGO of 59,16%.

(13)

ABSTRAK

Rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Present Value Growth of Opportunity (PVGO) pada perusahaan yang terdaftar di dalam Indeks LQ45. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh Return on Asset (ROA), Plowback Ratio, dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap PVGO. Dalam peneltian ini data yang digunakan adalah 18 perusahaan yang terpilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria (1) perusahaan yang sahamnya tercatat di dalam indeks LQ45selama periode 2007-2010 (2) Perusahaan yang secara konsisten bertahan selama periode 2007-2010.

Di dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah data panel dengan menggunakan model regresi linier berganda model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dengan penelitian ini karena model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data dilakukan uji terlebih dahulu dengan Uji Stasioneritas dan Uji Redundant Fixed Effects – Likelihood Ratio untuk mengetahui stasioneritas data dan untuk mengetahui apakah metode fixed effect sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.

Penelitian ini menemukan bahwa secara simultan melalui uji f-statistik dan parsial melalui uji t-statistik variabel ROA, Plowback ratio, dan DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel PVGO pada tingkat kepercayaan 95%. Selain itu koefisien determinasi menunjukan variabel ROA, Plowback ratio, dan DER hanya mampu menjelaskan variabel PVGO sebesar 59,16%.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang ini investasi telah menjadi kegiatan yang sangat

penting bagi sektor permodalan. Berdasarkan teori

pembelian (dan produksi) dari

digunakan untuk produksi yang akan datang (http://id.wikipedia.org). Investasi

dapat didefinisikan sebagai pengeluaran suatu jumlah dana dari investor atau

pengusaha dalam membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan profit dimasa

yang akan datang (Bangun 2005).

Investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada aset riil dan

investasi pada aset keuangan. Investasi pada pasar modal termasuk dalam

kegiatan investasi pada aset keuangan. Pasar modal merupakan tempat dimana

perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya. Menurut

Husnan (2003) Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan

jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun

modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun

perusahaan swasta. Menurut Usman (1990:62), umumnya surat-surat berharga

yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga

bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat kepemilikan. Surat berharga yang

(15)

kepemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih lanjutnya dapat juga

didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan,

sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan

(http://jurnal-sdm.blogspot.com).

Dalam melakukan investasi di pasar modal diperlukan keahlian dan

keterampilan khusus menganalisis kondisi pasar, sebab investasi di pasar modal

memiliki resiko yang cukup tinggi. Bagi investor yang kurang memiliki

pengalaman dan pengetahuan tentang transaksi pasar modal, dapat meminta

bantuan pedagang efek (dealer), perantara pedagang efek (broker) atau

perusahaan efek (securities company ) (Pakpahan, 2012) . Untuk itu investor

harus dapat memahami saham mana yang memiliki nilai investasi yang baik,

setidaknya keuntungan yang diberikan dapat mengcover return investasi bebas

resiko dan menutupi resiko investasi.

Indeks LQ45 merupakan kumpulan dari emiten saham yang diseleksi

berdasarkan tingkat transaksi setiap enam bulan sekali yaitu awal februari hingga

awal agustus, oleh karena itu emiten yang termasuk dalam LQ45 biasanya

menjadi saham favorit bagi investor karena diyakini saham yang terpilih dalam

LQ45 merupakan saham yang memiliki kinerja perusahaan yang baik, namun

demikian walau tergolong dalam indeks LQ45, investor tetap harus menganalisis

nilai saham perusahaan yang akan dibeli. Hal ini dilakukan karena kondisi pasar

terus berubah kedepannya tergantung pada kondisi ekonomi global. Selain itu

(16)

Salah satu teknik analisis dalam penilaian saham yang dapat digunakan

adalah analisis fundamental. Analisis fundamental adalah analisis untuk

menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan

(jogiyanto, 2003:89). Pada kenyataannya nilai pasar suatu saham berbeda dengan

nilai intrinsik saham. Apabila nilai intrinsik suatu saham lebih besar dari harga

pasar saham saat ini, artinya harga saham tersebut sangat rendah, maka kondisi ini

disebut undervalued, sebaliknya apabila nilai intrinsik suatu saham lebih kecil

dari nilai pasar saham saat ini, artinya harga saham tersebut terlalu tinggi, kondisi

ini disebut overvalued (fakhruddin & hadianto, 2001:93). Nilai pasar suatu saham

setelah IPO terbentuk berdasarkan hukum supply and demand, dimana

ekuilibrium dari hukum pasar tersebut akan membentuk suatu harga pasar saham,

namun tentunya ada beberapa alasan investor untuk membeli saham tersebut,

beberapa alasan tersebut dapat berupa kondisi keuangan dari perusahaan,

keuntungan yang diperoleh dimasa depan dan pertumbuhan laba dimasa lalu serta

penilaian terhadap perusahaan.

Mardiana (2011), pernah meneliti nilai saham perdana PT.Bank DKI

dengan metode Two Stage free Cash Flow To Equity dan Relative Valuation

dengan melakukan perkiraan keuangan perusahaan 5 tahun kedepan. Dari

proyeksi laporan keuangan tersebut didapat estimasi nilai perusahaan yang

merupakan present value dari aliran kas bebas yang dihasilkan dimasa yang akan

datang. Proyeksi dari aliran kas yang didiskontokan ini menciptakan suatu nilai

(17)

Namun kenyataanya, beberapa perusahaan memiliki penurunan rasio imbal

hasil atas modal (ROE) yang merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam

mengelola modalnya untuk menghasilkan laba mengalami penurunan, bahkan

terjadi penurunan laba di periode berikutnya, sedangkan harga pasar saham

mengalami peningkatan diperiode berikutnya. Hal ini menjelaskan ada

faktor-faktor lain yang menyebabkan harga saham tersebut naik. Beberapa saham

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1

Laporan Keuangan 2007 – 2009

Sumber: Annual Report emiten LQ45 setelah diolah

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat gambaran umum proyeksi keuangan

perusahaan secara acak emiten LQ45 pada periode 2007 – 2009. Dari data di atas

kita dapat melihat ROE Astra Agro Lestari (AALI) pada 2008 sebesar 51%

kemudian pada 2009 turun menjadi 26,7%, hal ini menggambarkan terjadi

penurunan kemampuan imbal hasil atas modal Astra Agro Lestari, kemudian laba

bersih yang diperoleh pada 2008 sebesar 2,6 triliun rupiah terjadi penurunan

menjadi 2 triliun rupiah pada 2009. Namun jika kita lihat pada harga sahamnya

justru terjadi sebaliknya dimana sebelumnya pada 2008 harga saham penutupan

(18)

Astra Agro Lestari sebesar 9.800 rupiah, kemudian pada 2009 terjadi kenaikan

signifikan yaitu menjadi 22.750 rupiah.

Hal serupa juga dapat dilihat pada saham Astra International (ASII)

dimana pada 2008 ROE Astra International 28% kemudian mengalami penurunan

menjadi 25% pada 2009, hal ini mengindikasikan kemampuan imbal hasil

perusahaan juga mengalami penurunan dari periode sebelumnya, sedangkan harga

saham penutupan pada 2009 mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu

sebesar 11.100 rupiah pada 2008 menjadi 35.000 rupiah pada 2009. Begitu juga

dengan beberapa saham lain seperti Indosat (ISAT), dan United Tractors (UNTR)

yang rata-rata mengalami penurunan imbal hasil terhadap modal, namun

mengalami peningkatan nilai sahamnya.

Sedangkan penurunan harga saham rata-rata pada 2008 lebih disebabkan

oleh kondisi pasar global yang saat itu sedang tertekan, sehingga dampaknya juga

terasa pada pasar modal di Asia, bahkan di Indonesia IHSG menurun tajam akibat

berkembangnya sentimen negatif di pasar modal, sehingga terjadi kepanikan di

kalangan investor yang menyebabkan nilai perusahaan yang memiliki

fundamental bagus juga ikut turun nilai sahamnya.

Berdasarkan fenomena di atas terlihat bahwa kenaikan laba tidak selalu

diikuti dengan kenaikan harga saham begitu begitu juga sebaliknya, hal ini

dikarenakan harga saham mempunyai unsur PVGO. PVGO adalah suatu peluang

pertumbuhan terhadap perusahaan yang diharapkan investor karena adanya

manfaat ekonomis yang akan diterima investor di masa mendatang akibat dari

(19)

Pada umumnya PVGO dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, beberapa

diantaranya diduga Return on Assets (ROA). ROA adalah suatu rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan

laba terhadap aset keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, maka

semakin besar pula tingkat keuntungan perusahaan dan semakin baik posisi

perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba. Hal ini dapat

dilihat melalui besarnya ROA salah satu emiten LQ45 PT. Astra Agro Lestari

(AALI), dimana pada tahun 2007 tingkat ROA sebesar 36,9% sedangkan tingkat

laba pada 2007 adalah 1,9 triliun rupiah, kemudian pada tahun 2008 tingkat ROA

meningkat menjadi 40,4% sedangkan tingkat laba pada 2008 juga meningkat

menjadi 2,6 triliun rupiah. Tingkat ROA yang semakin besar diprediksi dapat

menghasilkan laba yang besar di masa depan sehingga diyakini dapat

mempengaruhi PVGO.

Di dalam penelitian ini diduga PVGO juga dipengaruhi oleh Plowback

Ratio. Plowback Ratio adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur

seberapa besar laba ditahan perusahaan. Plowback Ratio menggambarkan

besarnya rasio terhadap laba perusahaan yang ditahan untuk dapat digunakan

dalam penginvetasian kembali. Besarnya laba ditahan ini biasanya digunakan oleh

manajemen perusahaan untuk diinvestasikan kembali kedalam bisnis berupa

expansi atau perluasan usaha. Beberapa kebijakan dividen dapat mempengaruhi

nilai perusahaan, dalam kasus plowback ratio dapat meningkatkan nilai

perusahaan investor tidak menyukai return dalam bentuk pembayaran dividen

(20)

Investor jangka panjang biasanya rela untuk memotong dividennya saat ini untuk

diinvestasikan kembali kedalam bisnis dengan harapan laba yang diperoleh

dimasa mendatang lebih besar lagi. Hal ini dapat kita lihat pada besarnya tingkat

Plowbackratio pada salah satu emiten LQ45 PT. United Tractors (UNTR) dimana

pada tahun 2007 tingkat Plowback Ratio sebesar 60% sedangkan besarnya laba

pada 2007 adalah 1,4 triliun rupiah, kemudian pada 2008 ketika tingkat Plowback

Ratio dinaikan menjadi 64% besarnya laba pada 2008 juga mengalami

peningkatan menjadi sebesar 2,6 trilun rupiah. Sedangkan pada kondisi plowback

ratio dapat mengurangi nilai perusahaan dikarenakan investor memerlukan

dividen sebagai salah satu sumber pendapatannya, walaupun investor dapat

menjual sebagian kecil sahamnya untuk sumber pendapatan investor merasa rugi

akibat dari biaya transaksi yang cukup besar. Selain itu pada kondisi ideal

kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, hal ini diungkapkan

dalam proposisi MM miller dan modigliani yaitu ketidakrelevanan dividen.

Dengan demikian Plowback Ratio (kebijakan dividen) dapat menciptakan nilai

perusahaan dan diyakini dapat mempengaruhi PVGO.

Selain itu, di dalam penelitian ini diduga beberapa faktor lain yang

mempengaruhi PVGO adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER adalah suatu

rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan menutupi

sebagian atau seluruh hutangnya dengan modal sendiri. Semakin kecil DER suatu

perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar hutang

dengan modal sendiri. Menurut teori MM (Miller dan Modigliani) tanpa pajak

(21)

perusahaan yang berhutang sama dengan nilai perusahaan yang tidak berhutang,

kemudian teori ini tidak realistis dan MM memasukan unsur pajak dalam

teorinya. Pada teori dengan pajak MM menyimpulkan bahwa nilai perusahaan

tidak berhutang sama dengan perusahaan yang berhutang, namun bunga hutang

dapat menghemat pajak. Maka kesimpulan dari teori ini adalah semakin besar

penggunaan hutang terhadap perusahaan maka akan semakin meningkat pula nilai

perusahaan tersebut. Kenyataannya semakin banyak hutang perusahaan maka

semakin besar pula resiko kebangkrutannya. Menurut Myers (2001) penggunaan

hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan hingga titik tertentu, setelah

melewati titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai

perusahaan karena peningkatan keuntungan dari utang tidak sebanding dengan

biaya financial distress dan agency cost.

Pengendalian hutang dalam meningkatkan nilai perusahaan dapat dilihat

melalui besarnya DER salah satu emiten LQ45 PT. Astra International (ASII)

dimana pada tahun 2007 tingkat DER sebesar 62% sedangkan laba yang

dihasilkan pada tahun 2007 adalah sebesar 6,5 triliun rupiah, kemudian pada

tahun 2008 tingkat DER menurun menjadi 44% sementara laba yang diperoleh

pada tahun 2008 meningkat menjadi 9,1 triliun rupiah. Maka pengendalian tingkat

DER yang baik dapat menciptakan nilai perusahaan sehingga DER diyakini dapat

mempengaruhi PVGO.

Dengan demikian nilai pasar suatu saham dapat meningkat secara terus

menerus meskipun dividen yang diterima hanya sedikit atau laba menurun, hal ini

(22)

menciptakan nilai perusahaan pada masa yang akan datang dengan indikator

present value of growth opportunity sehingga memberi pengaruh terhadap supply

and demand yang membentuk harga pasar.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diteliti faktor-faktor yang

mempengaruhi PVGO tersebut sehingga menjadi alasan investor untuk

menanamkan modalnya pada saham tertentu, sehingga penulis tertarik untuk

meneliti “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity saham yang terdaftar di indeks LQ45”.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah konteks dari penelitian, alasan mengapa

penelititan diperlukan, dan petunjuk yang mengarahkan tujuan penelitian (Evans

1997 dalam Kuncoro 2009: 39). Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di

atas penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Present Value of

Growth Opportunity (PVGO) Indeks LQ45 ?.

2. Bagaimana Pengaruh Plowback Ratio terhadap Present Value of Growth

Opportunity (PVGO) Indeks LQ45 ?.

3. Bagaimana Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Present Value of

(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui:

1. Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Present Value of Growth

Opportunity (PVGO) Indeks LQ45.

2. Pengaruh Plowback Ratio terhadap Present Value of Growth Opportunity

(PVGO) Indeks LQ45.

3. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Present Value of Growth

Opportunity (PVGO) Indeks LQ45.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Investor, terutama investasi jangka panjang, diharapkan penelitian ini

menjadi sebuah pertimbangan dalam melakukan analisis secara fundamental

untuk memilih saham yang memiliki prospek pertumbuhan yang baik di masa

mendatang.

2. Bagi Perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek, diharapkan penelitian ini

menjadi acuan di dalam mengelola perusahaan yang memberikan kontribusi

dalam peningkatan nilai pemegang saham.

3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan penelitian ini menjadi acuan bagi

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1. Supply and Demand

Di dalam melakukan kegiatan ekonomi, manusia harus berinteraksi dengan

manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia hidup dengan manusia lain

yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Terkadang seseorang nelayan

memerlukan beras hari ini karena dia hanya mampu mencari ikan, bukan

menanam padi. Di sisi lain seorang petani memerlukan ikan sebagai menu lauk

pauk hari ini, karena dia hanya mampu menanam padi di sawah. Di masa ekonomi

tradisional, orang-orang saling bertukar kebutuhan dengan cara barter (saling

menukar barang). Di dalam hal ini seseorang yang memiliki kelebihan barang

untuk ditawarkan disebut supplier sedangkan seseorang yang memerlukan barang

tersebut adalah demander. Tempat proses terjadinya interaksi ini disebut pasar,

yaitu tempat dimana orang yang memiliki kelebihan barang (supplier) bertemu

dengan orang yang memerlukan barang (demander) untuk melakukan transaksi

atas harga yang telah disepakati.

Pada kurva permintaan dan penawaran (supply and demand), garis

permintaan dan penawaran akan bertemu pada suatu titik. Titik ini disebut titik

keseimbangan harga (equilibrium). Apabila jumlah penawaran lebih besar dari

pada jumlah permintaan, maka harga akan turun. Begitu pula sebaliknya, apabila

(25)

harga akan naik. Hal ini disebut mekanisme pasar. Pada kondisi kelebihan jumlah

barang yang ditawarkan biasanya pedagang menurunkan harganya, sedangkan

pada keadaan kelebihan jumlah permintaan pedagang cenderung untuk menaikan

harga dengan motif mencari keuntungan. Kondisi ini tidak hanya ditemukan pada

pasar barang, namun juga dapat terjadi di pasar modal. Kurva permintaan dan

penawaran dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1

Kurva Keseimbangan Pasar

2.1.2 Supply and Demand Saham di Pasar Modal

Sama halnya seperti penjelasan di atas, investor merupakan pihak yang

memiliki kelebihan dana. Investor ingin melakukan investasi agar dana yang

dimiliki investor dapat menghasilkan keuntungan atas investasinya. Maka investor

ingin membeli saham suatu perusahaan (demander). Di sisi lain perusahaan

(26)

menerbitkan beberapa lembar saham perusahaannya untuk memperoleh dana

segar yang dapat digunakan untuk ekspansi (supplier). Dalam situasi ini investor

dan pemilik perusahaan bertemu di pasar modal untuk melakukan transaksi

saham.

Pada pasar modal, komoditas yang diperdagangkan adalah surat-surat

berharga termasuk saham. Pada pasar modal garis penawaran menggambarkan

jumlah saham yang ditawarkan kepada investor, sedangkan garis permintaan

menggambarkan jumlah permintaan terhadap saham tertentu. Sedangkan harga

saham terbentuk akibat dari bertemunya garis penawaran dan garis permintaan di

pasar modal. Pada saat permintaan akan saham meningkat maka harga saham

akan naik, sedangkan ketika terjadi kelebihan jumlah saham yang ditawarkan

maka nilai saham akan turun. Pasar modal sering juga dijadikan sebagai tempat

untuk berspekulasi, biasanya investor membeli saham perusahaan tertentu pada

saat harga murah, kemudian melakukan penjualan saham pada saat harga naik

untuk melakukan profit taking. Hal ini dinamakan short seller, pada kondisi ini

biasanya investor tidak memperhitungkan nilai perusahaan karena biasanya saham

yang dipegang tidak sampai setahun.

Pada dasarnya mekanisme pasar di dalam pasar modal diartikan bahwa

harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and

demand). Jika penawaran lebih besar daripada permintaan, maka harga akan

menurun. Sedangkan ketika jumlah permintaan saham lebih tinggi sementara

(27)

Hukum pasar tersebut secara teori begitu kuat. Tetapi pada kenyataanya

kita tidak tahu apakah harga yang terbentuk secara wajar sesuai dengan

mekanisme pasar yang terjadi saat itu, bebas dari intervensi kelompok tertentu

atau kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi pasar seperti kartel dan

sebagainya.

2.1.3 Pasar Modal

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen

keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang

ataupun modal sendiri (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Pasar modal adalah

tempat dimana instrumen keuangan diperjualbelikan seperti, saham, obligasi,

waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan seperti opsi (put

atau call).

Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian

lebih spesifik tentang Pasar Modal yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan

Penawaran Umum dan Perdagangan Efek Perusahaan Publik yang berkaitan

dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan

dengan Efek”(UU/ No.8/1995 dalam Fakhruddin dan Hadianto, 2001).

Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian. Bagi

negara-negara penganut sistem ekonomi pasar bebas, pasar modal menjadi salah satu

sarana yang sangat penting, sebab pasar modal menjadi sumber dana alternatif

bagi perusahaan. Perusahaan itu sendiri akan menciptakan output yang berjasa

(28)

perkembangan pasar modal akan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara

(Sawidji, 2009).

Pasar modal juga dapat berfungsi sebagai lembaga perantara

(intermediaries). Fungsi ini menunjukan peran penting pasar modal dalam

menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang

membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping

itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena

dengan adanya pasar modal, maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat

memilih alternatf investasi yang memberikan return yang paling optimal

(Tandelilin, 2001:13).

Namun demikian, jika tidak waspada, pasar modal justru akan

mengakibatkan kehancuran bagi perekonomian. Melihat kasus-kasus yang terjadi

di pasar modal dua dekade belakangan, tampaknya telah terlahir paradigma baru

(sawidji, 2002). Pasar modal dalam hal ini bukan dimanfaatkan sebagai tempat

untuk menghimpun modal, tetapi dijadikan tempat untuk menghimpun uang bagi

pemilik perusahaan, dengan melakukan praktik-praktik tidak terpuji. Hal yang

terjadi belakangan adalah krisis ekonomi dunia tahun 2009, krisis ini dipicu oleh

krisis pasar keuangan di Amerika Serikat. Menurut Sawidji (2009) “Pemicu

bangkrutnya perusahaan-perusahaan pialang terbesar di dunia, seperti Lehman

Brothers, Merill Lynch, Goldman Sach, dan yang lainnya telah melakukan

(29)

2.1.4 Analisis Fundamental

Dalam melakukan analisis dan memilih saham, ada dua aspek atau

pendekatan yang sering digunakan, yaitu aspek fundamental dan aspek teknikal.

Aspek fundamental merupakan faktor-faktor yang diidentifikasikan dapat

mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor tersebut di antaranya (Fakhruddin dan

Hadianto, 2001) :

1. Penjualan

2. Pertumbuhan penjualan

3. Kebijakan dividen

4. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

5. Manajemen

6. Kinerja

7. “Statement” yang dikeluarkan emiten dan sebagainya.

Menurut Tandelilin (2001), dalam melakukan analisis secara fundamental,

analisis bisa dilakukan secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan.

Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang

mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis

industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang

mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang

(30)

2.1.4.1 Analisis Ekonomi dan Pasar Modal

Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan

investor dalam penentuan investasinya. Analisis Ekonomi perlu dilakukan karena

kecendrungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada

lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal

mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi

ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang diisyaratkan

atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh

perubahan lingkungan ekonomi makro (Tandelilin, 2001). Sedangkan untuk

melakukan analisis ekonomi diperlukan beberapa tahapan analisis, yaitu

(Fakhruddin dan Hadianto, 2001):

a. Memperkirakan perubahan di dalam perekonomian.

b. Penggunaan indikator moneter untuk memperkirakan kondisi pasar.

c. Kondisi ekonomi dan kondisi pasar.

d. Penggunaan model-model valuasi untuk memperkirakan kondisi pasar.

2.1.4.2 Analisis Industri

Menurut Tandelilin (2001), dalam analisis industri, investor mencoba

memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, investor mencoba

memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis

industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun

sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat

(31)

saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukan dalam

portofolio yang akan dibentuknya. Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan

analisis industri adalah (Fakhruddin dan Hadianto, (2001):

a. Arti dan kinerja industri.

b. Menganalisis industri.

c. Siklus kehidupan industri.

d. Analisis siklus bisnis.

e. Aspek kualitatif dalam analisis industri.

f. Menilai prospek industri di masa yang akan datang.

2.1.4.3 Analisis Perusahaan

Dalam melakukan analisis perusahaan, investor harus mendasarkan

kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental yaitu:

earning per share (EPS) dan price earning ratio (PER) perusahaan. Ada tiga

alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada

dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik

suatu saham. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan nilai intrinsik

saham perusahaan. Dalam kaitan tersebut, nilai intrinsik suatu saham bisa dihitung

dengan mengalikan kedua komponen tersebut. Selanjutnya, nilai intrinsik saham

yang telah dihitung tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham

bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual

saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan

(32)

perubahan saham. Beberapa penelitian empiris telah membuktikan adanya

hubungan tersebut (Elton dan Grauber, 1995 dalam Tandelilin, 2001). Sedangkan

menurut Fakhruddin dan hadianto (2001), beberapa tahapan dalam menganalisis

perusahaan adalah:

a. Memahami laba yang diperoleh perusahaan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laba.

c. Penggunaan PER (Price Earning Ratio).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi PER.

e. Analisis dengan menggunakan faktor-faktor yang dipandang relevan

mempengaruhi harga saham.

2.1.5 Nilai Perusahaan

Berdasarkan teori yang berlaku secara umum, besarnya nilai perusahaan

biasanya bergantung pada keuntungan yang mampu dihasilkan suatu perusahaan

di masa mendatang, serta memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan

tersebut. Nilai dari suatu perusahaan tergantung dari perhitungan keuntungan yang

akan diperoleh di masa mendatang, dan keuntungan tersebut didiskontokan

menjadi suatu nilai sekarang. Maka pendekatan dalam penilaian suatu perusahaan

adalah dengan cara memproyeksikan beberapa keuntungan yang akan datang dari

suatu kepemilikan perusahaan. Kemudian keuntungan yang akan datang

diestimasi menjadi suatu nilai sekarang dengan mendiskontokannya berdasarkan

nilai waktu dan berdasarkan nilai waktu atas uang dengan mempertimbangkan

(33)

2.1.5.1 Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Nilai

Ada beberapa faktor internal yang merupakan fungsi dari suatu kinerja

perusahaan itu sendiri serta beberapa faktor eksternal yang merupakan fungsi dari

kondisi lingkungan dimana perusahaan tersebut didirikan. Keuntungan keuangan

yang diperoleh atas kepemilikan suatu perusahaan dapat berasal dari berbagai

sumber seperti berikut (Prawoto, 2004):

a) Pendapatan atau arus kas yang berasal dari operasi atau non operasi seperti

investasi, bunga ataupun dividen.

b) Pendapatan dari penjualan aset.

c) Pendapatan dari penjualan kepentingan atas kepemilikan perusahaan tersebut.

Oleh sebab itu, suatu penilaian perusahaan yang dilakukan dari sudut

keuangan harus memfokuskan kepada penghitungan kinerja perusahaan dalam

kemampuan menghasilkan keuntungan atau manfaat kepada pemilik perusahaan

tersebut, atau merupakan suatu kombinasi dari keuntungan dan manfaat yang

diperoleh.

2.1.5.2 Pengaruh Resiko Terhadap Nilai

Penilaian suatu perusahaan harus memperhitungkan tingkat ekspektasi

pengembalian pemilik perusahaan dari dua aspek, yaitu besarnya tingkat

ekspektasi pengembalian serta resiko yang timbul yang dapat menyebabkan

ekspektaksi pengembalian tersebut terwujud atau tidak. Dalam hal ini resiko

dartikan sebagai suatu kepastian atau ketidakpastian atas perwujudan tingkat

(34)

Pada suatu ekspektasi terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan di

masa mendatang, harga pasar saham lebih tinggi apabila resiko atas saham

tersebut kecil, sedangkan untuk saham dengan resiko yang besar maka harga

pasarnya akan rendah. Dengan kata lain, pada suatu tingkat ekspektasi pendapatan

di masa yang akan datang, maka semakin kecil resiko dari suatu perusahaan maka

akan semakin tinggi nilai sekarang perusahaan tersebut, sebaliknya apabila resiko

akan perusahaan semakin tinggi maka nilai sekarangnya akan semakin rendah.

2.1.5.3 Value Drivers

Value Drivers merupakan suatu istilah yang digunakan untuk faktor

internal perusahaan yang menyebabkan bertambahnya nilai saham atau

perusahaan sehingga true economic income capacity dari suatu perusahaan dapat

diperoleh dan agar terhindar dari terjadinya kesalahan terhadap presentasi nilai.

Darmodaran dalam Prawoto (2004) menyatakan adanya tiga faktor utama

yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan, yaitu keputusan investasi, keputusan

keuangan dan keputusan pembayaran dividen. Sedangkan menurut Helfert dan EA

dalam Prawoto (2004) menyatakan bahwa manajemen perusahaan harus dapat

menciptakan nilai pemegang saham (shareholder value) melalui tiga macam

keputusan:

1) Keputusan investasi baik melalui modal kerja maupun pengeluaran kapital

yang bersama-sama dengan keputusan operasional melalui penetapan biaya/

harga atau volume produksi serta efektifitas biaya akan menentukan arus kas

(35)

beserta tingkat diskontonya. Dari dua macam keputusan inilah akan

dihasilkan shareholder value yang akan dialokasikan menjadi dividen untuk

pemegang saham perusahaan atapun capital gain bagi investor saham di pasar

modal.

2) Keputusan pembiayaan (financing) untuk menentukan apakah investasi harus

dibiayai dengan ekuitas saja atau juga dengan utang dan menentukan tingkat

leverage-nya. Biaya kapital ini akan kontribusi dalam penciptaan shareholder

value melalui keputusan investasi yang dijalankan manajemen perusahaan

dengan persetujuan pemegang saham.

2.1.6 Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan

Di dalam melakukan penilaian perusahaan dengan menggunakan

pendekatan pendapatan, dilakukan berdasarkan prinsip antisipasi dengan konsep

dasar penilaian finansial. Dimana nilai suatu perusahaan yang diperoleh

merupakan suatu keuntungan yang akan didapat di masa mendatang

Proses penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan pendapatan

memerlukan suatu estimasi yang berkaitan dengan arus tingkat pendapatan yang

diharapkan dan tingkat pengembalian atas investasi yang dipersyaratkan. Nilai

dari investasi atau perusahaan merupakan nilai sekarang dari pendapatan yang

akan diperoleh di masa mendatang.

Penilaian dengan pendekatan pendapatan dapat dibedakan ke dalam dua

metode, yaitu metode diskonto (Discounted Cash Flow Method) dan metode

(36)

dilakukan proyeksi terhadap semua pendapatan yang diharapkan di masa

mendatang seperti laba bersih atau bentuk pendapatan lain dan mendiskontokan

setiap keuntungan yang diharapkan tersebut kedalam nilai sekarang dengan suatu

tingkat diskonto atau mengalikannya dengan discount factor yang mencerminkan

biaya kapital jenis investasi tersebut. Estimasi nilai adalah jumlah keseluruhan

dari nilai sekarang tersebut. Formula dasar yang digunakan dalam metode

Discounted Cash Flow adalah:

Di mana:

PV = present value

Ei = pendapatan ekonomis yang diharapkan pada periode i

k = tingkat diskonto/ biaya kapital

i = periode di masa yang akan datang di mana pendapatan ekonomis

yang prospektif akan diterima.

Sedangkan penilaian dengan pendekatan pendapatan dalam metode

kapitalisasi langsung membagi suatu manfaat ekonomis tunggal perusahaan baik

secara historis ataupun secara proyeksi seperti laba bersih atau bentuk pendapatan

lain yang menggambarkan kemampuan investasi dalam menghasilkan pendapatan

di masa mendatang dengan suatu tingkat kapitalisasi yang menggambarkan

tingkat diskonto pendapatan tersebut dikurangi tingkat pertumbuhan jangka

panjang variabel tersebut bila masih ada pertumbuhan. Formula dasar yang

PV =

Ei

(1+�)�

(37)

Di mana:

PV = Present value

E = Pendapatan ekonomis yang diharapkan (konstan)

c = Tingkat kapitalisasi

Beda tingkat diskonto dengan tingkat kapitalisasi langsung adalah bahwa

tingkat diskonto adalah biaya modal yang diterapkan atas semua pendapatan yang

prospektif sedang tingkat kapitalisasi langsung adalah metode yang lebih

komprehensif di mana suatu tingkat kapitalisasi hanya mengubah satu/sebuah arus

pendapatan tunggal menjadi nilai sekarang.

2.1.6.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Model CAPM merupakan bagian dari teori ekonomi yang dikenal sebagai

capital market theory (CMT). CMT merupakan teori sekuritas dan teori

portofolioyang biasa digunakan investor untuk memilih saham biasa menjadi

suatu portofolio berdasarkan asumsi yang digunakan. Sedangkan CAPM

merupakan model yang dikembangkan berdasarkan analisis transaksi minoritas

pada pasar sekuritas publik yang tingkat pemasarannya sangat tinggi. CAPM

relevan dengan penilaian usaha karena bisnis dan kepentingan bisnis merupakan

bagian dari kesempatan investasi yang tersedia di dalam pasar modal. CAPM juga

menjelaskan hubungan timbal-balik pasar yang akan terjadi apabila mengikuti

PV =

(38)

Di mana:

E () = Tingkat pengembalian yang diharapkan dari individu sekuritas

ƒ = Tingkat pengembalian pada sekuritas bebas resiko pada tanggal

penilaian.

� = Beta individual sekuritas, dimana beta mengukur risiko sistematik, yaitu

kepekaan tingkat pengembalian di atas tingkat pengembalian bebas

resiko bagi sekuritas yang dihitung, dalam kaitan ini yaitu sekuritas i.

(R) = Premi ekuitas resiko pasar secara keseluruhan atau berdasarkan definisi adalah sekuritas dengan beta = 1. Resiko ini merupakan premi resiko

pasar yang di observasi.

2.1.7 Penilaian Dengan Pendekatan Pasar

Penilaian dengan pendekatan pasar adalah pendekatan dengan

menggunakan data transaksi riil di bursa efek yang menyediakan bukti empiris

mengenai nilai. Pada pendekatan pasar, maka nilai perusahaan ditentukan

berdasarkan atas transaksi yang pernah dilakukan oleh perusahaan yang sejenis.

Pendekatan pasar ini didasarkan atas prinsip substitusi dan asumsi bahwa

transaksi yang bersifat arm’s length dari perusahaan yang sepadan dan sebanding

yang dapat menyajikan bukti empiris yang kuat tentang nilai pasar dari

perusahaan tersebut. Penilaian dengan pendekatan pasar dapat dibagi ke dalam

tiga metode (Prawoto, 2004):

(39)

a) Metode guideline publicly traded company, suatu metode yang

menghubungkan multipel nilai pasar saham perusahaan publik dengan

variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai seperti multipel

price/earning misalnya. Diaplikasikan key valuation measures atau market

multiple perusahaan publik seperti P/E kepada variabel keuangan

fundamental perusahaan yang dinilai.

b) Metode guideline merger and acquisition, yaitu metode yang

menghubungkan multipl nilai dari penjualan seluruh saham atau kepentingan

pengendali (pemegang saham mayoritas yang mengendalikan perusahaan)

dengan variabel financial fundamental perusahaan yang dinilai seperti

multipel price/earning. Di sini diaplikasikan multipel transaksi saham

pengendali dengan variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai.

c) Metode prior transaction, offers and buy-sell agreements, yaitu suatu metode

untuk mendapatkan estimasi nilai penyertaan/kepentingan pada suatu

perusahaan berdasarkan kepada data yang ada saat itu bagi perusahaan yang

dinilai.Dilakukan estimasi nilai berdasarkan transaksi, penawaran

sebelumnya, ataupun kesepakatan mengenai pengalihan kepemilikan

perusahaan yang dinilai.

2.1.8Penilaian Dengan Menggunakan Pendekatan Aset

Penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan aset merupakan suatu

revaluasi atas semua kekayaan dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan

(40)

pendekatan aset dilakukan penilaian ulang atas semua aset dan kekayaan yang

dimiliki, kemudian dikurangi terhadap kewajiban untuk mendapatkan nilai wajar

atas perusahaan.

Penilaian ini dilakukan biasanya dikarenakan pemilik saham minoritas

tidak memiliki wewenang atas perusahaan, sehingga untuk mendapatkan estimasi

atas nilai saham pengendali dilakukan penilaian ini. Pemegang saham minoritas

tidak mempunyai klaim langsung atas kekayaan perusahaan dan tidak dapat

memaksakan penggunaannya. Jika digunakan untuk menilai saham minoritas

maka diaplikasikan diskon, baik untuk lack of control maupun lack of

marketability. Selain nilai pasar wajar, dapat juga diperoleh nilai standar yang lain

dengan penerapan diskon ataupun premi yang sesuai. Ada dua macam metode

penilaian yang dikenal luas, yaitu (Prawoto, 2004):

a) Adjusted Net Assets Method (ANAM, NAV): Metode ini adalah melakukan

revaluasi atas semua aset berwujud dan tidak berwujud serta kewajiban

(termasuk yang off balance sheet, intangibles dan contingencies) ke dalam

nilai pasar wajar (fair market value) dan menghitung nilai aset neto yang

disesuaikan. Nilai kekayaan neto yang telah disesuaikan dikurangi dengan

nilai kewajiban adalah merupakan indikasi nilai ekuitas. ANAM biasanya

diaplikasikan pada trouble companies, holding company atau nonoperating

company serta perusahaan yang mayoritas asetnya berupa aktiva tetap (fixed

assets).

b) Excess Earning Method (EEM): Metode penilaian melalui revaluasi secara

(41)

menurut Big Pot Theory of Goodwill disebut sebagai going concern value,

dengan cara mengkapitalisasi seluruh pengembalian yang melebihi dan diatas

tingkat pengembalian yang wajar suatu kekayaan, dan menambahkan nilai

tangibles assets. Nilai ekuitas adalah nilai aktiva tetap bersih (Net tangibles

asset value, NTAV), yaitu nilai revaluasi aktiva tetap dikurangi dengan nilai

kewajiban ditambah dengan nilai revaluasi Aktiva Tak Berwujud (ATB) atau

going concern value (GCV).

2.1.9 Present Value of Growth Opportunity (PVGO)

Present Value of Growth Opportunity (PVGO) merupakan suatu konsep

yang pertama kali dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961) dalam

Richard A. Wall (2007). PVGO adalah suatu nilai pertumbuhan yang diharapkan

investor karena adanya penginvestasian kembali laba yang diterima pada periode

tertentu untuk meningkatkan laba yang lebih besar dari tingkat return yang

diharapkan investor di masa mendatang. Nilai suatu perusahaan dipisahkan

menjadi dua bagian, yaitu nilai aset di tempat saat ini ditambah dengan nilai

proyek yang menghasilkan pertumbuhan di masa depan. Sehingga pertumbuhan di

masa depan akan dihitung menjadi nilai sekarang apabila proyek yang dikerjakan

di masa depan akan menghasilkan laba. Maka apabila proyek yang dikerjakan di

masa depan tidak menghasilkan laba, nilai saham tersebut hanya merupakan rasio

laba terhadap modal saja (Richard A. Wall, 2007).

Konsep ini secara umum diterima oleh literatur penilaian saham, namun

(42)

investor profesional. Tetapi, dengan pengukuran yang tepat, PVGO dapat menjadi

alat yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang baik dan

penelitian akademis yang bertujuan untuk mengevaluasi secara fundamental yang

mendasari penciptaan nilai (Richard A. Wall, 2007). Beberapa penelitian

sebelumnya yang berkaitan dengan PVGO adalah Chung dan Charoenwong

(1991), mereka menemukan hubungan positif antara resiko dengan PVGO. Selain

itu, pengukuran PVGO juga sangat penting dalam perhitungan nilai model

pertumbuhan seperti yang dinyatakan oleh O’brien (2003), Danielson (1998),

serta Liebowitz (1998) dalam Richard A. Wall (2007) “PVGO measurement is

critical to estimation of the key parameters of multistage and finite growth

valuation models, and models that incorporate decay of profit to a competitive

norm”. Mereka berpendapat bahwa pengukuran PVGO sangat penting dalam

penilaian dari parameter kunci yang bertingkat-tingkat, dan membatasi model

penilaian yang menggabungkan keuntungan yang telah berkurang menjadi sebuah

norma yang bersaing.

2.1.9.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO 2.1.9.1.1 Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) adalah suatu rasio yang digunakan untuk

mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap aset

keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, maka semakin besar pula

tingkat keuntungan perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan dalam

(43)

Nurmalasari, (2009), Return on assets adalah perbandingan antara keuntungan

sebelum biaya bunga dan pajak (EBIT = Earning before interest and taxes)

dengan seluruh aktiva atau kekayaan perusahaan. Rasio ini menunjukkan

kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk

menghasilkan keuntungan, dengan menggunakan data yang ada pada Neraca dan

Perhitungan Laba Rugi pada perusahaan tersebut. Rumus untuk mencari ROA

adalah:

Tingkat ROA yang tinggi menggambarkan bahwa suatu perusahaan dapat

mengelola asetnya dengan baik untuk menghasilkan laba, sehingga ROA dapat

menjadi indikator pertumbuhan perusahaan dalam menghasilkan laba. Investor

melihat ini sebagai salah satu syarat yang baik untuk menanamkan modalnya pada

perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk menghasilkan

laba dinilai merupakan suatu bentuk kinerja manajemen perusahaan yang baik dan

kompeten untuk mengelola modal investor.

2.1.9.1.2 Plowback Ratio

Plowback Ratio adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur

seberapa besar laba ditahan perusahaan. Laba ditahan adalah laba yang tidak

dibagikan sebagai dividen. Besarnya laba ditahan biasanya ditentukan oleh Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS). Laba ditahan dimaksudkan untuk

diinvestasikan kembali kedalam perusahaan dalam bentuk bisnis baru atau

ROA =

���������ℎ
(44)

perluasan usaha. Beberapa perusahaan membayar sedikit kas (dividen) karena

manajemen optimis tentang masa depan perusahaan dan berharap dapat menahan

laba untuk ekspansi.

Terdapat beberapa pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan,

pertama adalah dimana dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal

ini investor menginginkan pembayaran dividen yang tinggi, para investor

menganggap dividen merupakan salah satu sumber pendapatan yang mereka

butuhkan untuk keperluan sehari-hari. Pada dasarnya uang tunai bisa saja

diperoleh investor dengan menjual sebagian kecil saham mereka sewaktu waktu,

tetapi hal itu merugikan investor karena akan menimbulkan biaya transaksi yang

besar. Dalam hal ini dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan, atau

sebaliknya plowback ratio dapat mengurangi nilai perusahaan.

Kedua, dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kasus ini

perusahaan membayarkan dividen kepada investor dengan menerbitkan saham

baru, bukan dari cadangan kas yang tersedia, sehingga nilai perusahaan tetap

sama. Pada saat perusahaan menerbitkan saham baru maka nilai saham akan

berkurang sebesar nilai saham yang diterbitkan, sebab jumlah saham bertambah

sedangkan dana yang diperoleh dipergunakan bukan untuk diinvestasikan

kembali. Sehingga jumlah dividen yang diterima oleh investor lama hanya

menutupi kerugian nilai saham yang mereka pegang akibat penerbitan saham

baru. Hal ini menurut Miller dan Modigliani (1961) dalam Brealey dan Myers

(2007) bahwa dalam kondisi ideal, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh

(45)

dividen tunai dan penerbitan atau pembelian kembali saham biasa. Dalam pasar

modal yang sempurna, keputusan pembayaran tidak akan berdampak pada nilai

perusahaan. Kesimpulan ini dikenal sebagai proposisi ketidakrelevanan dividen

MM. Sehingga Dividen atau plowback ratio tidak mempengaruhi nilai

perusahaan.

Ketiga, adalah dividen bisa mengurangi nilai perusahaan. Perusahaan

memiliki opsi untuk memberikan return melalui dua cara, yaitu melalui

mengubah dividen menjadi keuntungan modal (capital gain) atau dengan

melakukan pebayaran dividen. Namun dalam kebijakan pembayaran dividen

dikenakan pajak lebih besar oleh pemerintah daripada capital gain. Di Amerika

Serikat kasus penetapan pajak atas dividen yang paling signifikan pernah terjadi

pada era sebelum 1986. Pada saat itu tingkat pajak atas dividen adalah 50 persen,

sementara capital gain yang terealisasi dikenai pajak 20 persen. Selain itu pajak

dividen harus segera dibayar, sedangkan pajak atas capital gain dapat ditunda

sampai saham terjual dan keuntungan direalisasikan. Hal ini menyebabkan

investor lebih tertarik untuk membeli saham perusahaan dengan tingkat dividen

yang rendah namun menawarkan capital gain. Sedangkan perusahaan yang

menawarkan dividen yang lebih tinggi harus menjual sahamnya dengan harga

yang lebih rendah untuk menarik minat investor dan menutupi kerugian investor

atas pajak yang dikenakan terhadap dividen. Sehingga dalam hal ini dividen dapat

mengurangi nilai perusahaan atau plowback ratio dapat meningkatkan nilai

perusahaan. Untuk mencari Plowback Ratio dapat digunakan rumus:

(46)

2.1.9.1.3 Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan suatu rasio kemampuan

perusahaan untuk membayar hutang dengan modal sendiri. Semakin kecil tingkat

DER suatu perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk

menutup hutang dengan modal sendiri dan semakin baik buat perusahaan. Untuk

mencari tingkat DER dapat menggunakan rumus:

DER erat kaitanya dengan struktur modal dimana struktur modal

merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari

utang jangka pendek yang bersifat permanen dan utang jangka panjang dengan

modal sendiri yang terdiri dari saham biasa dan saham preferen. Ada beberapa

teori yang membahas tentang penggunaan utang dalam meningkatkan nilai

perusahaan, beberapa teori tersebut adalah

2.1.9.1.3.1 Modigliani-Miller (MM) Theory 1 ). Teori MM tanpa pajak

Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan

Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa

tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston, 2001 MM

mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka

(http://jurnal-sdm.blogspot.com):

DER =

�����������
(47)

a) tidak terdapat agency cost.

b) tidak ada pajak.

c)

perusahaan.

d) Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai

prospek.

e) perusahaan di masa depan.

f) Tidak ada biaya kebangkrutan.

g) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh

penggunaan dari hutang.

h) Para investor adalah price-takers.

i) Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market

value).

Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang

dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak. Preposisi I: nilai dari perusahaan yang

berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Maksud dari

preposisi I ini adalah bahwa struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan,

perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted

average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama dan tidak

dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan menggabungkan hutang dan modal untuk

membiayai perusahaan. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila

(48)

bergantung pada resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat

hutang perusahaan (financial risk).

Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM tanpa

pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang

saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Dengan

demikian teory MM beranggapan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi

oleh struktur modal perusahaan tersebut, sehingga suatu perusahaan tidak dapat

meningkatkan nilainya dengan mengubah proporsi DER perusahaan tersebut.

2 ). Teori MM dengan pajak.

Teori MM tanpa pajak tersebut dianggap tidak realistis dan kemudian MM

memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada

pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan

untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.

Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi

I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang

tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang.

Maksud dari preposisi I ini adalah bahwa pembiayaan dengan hutang sangat

menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan

adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat

dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar

dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.

(49)

meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak,

berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil

dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya

modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM

tersebut sangat tidak logis. Maksud dari teori tersebut adalah perusahaan

sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak

ada perusahaan yang memiliki hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat

hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan

kebangkrutannya. Pada teori tersebut MM tidak memperhitungkan biaya

kebangkrutan.

2.1.9.1.3.2 Trade-off Theory

Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001),

Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana

penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya

kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial

distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan

biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas

suatu perusahaan atau reputasi yang memburuk. Trade-off theory dalam

menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain

pajak, biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan, tetapi tetap mempertahankan

asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat

(50)

pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan

keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi

bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak

dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.

Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha

mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga

tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang

manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan

pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat

profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan

dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan

korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan penggunaan utang akan

meningkatkan nilai perusahaan, namun hanya pada titik tertentu. Setelah titik

tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena

peningkatan keuntungan dari utang tidak sebanding dengan biaya financial

distress dan agency cost.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan PVGO belum banyak dilakukan,

penelitian yang pernah dilakukan kebanyakan berasal dari luar negeri dan

(51)

PVGO merupakan analisis fundamental yang belum mendapatkan popularitas

sebagai alat analisis di kalangan investor professional. Namun PVGO erat

kaitannya terhadap penilaian perusahaan, hal ini dikarenakan nilai perusahaan

adalah hasil diskonto dari arus kas perusahaan di masa depan.

Sebelumnya Chung dan Charoenwong (1991) meneliti tentang Investment

Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks. Penelitian ini memandang

peluang investasi perusahaan di masa depan sebagai suatu opsi operasional dan

menguji pengaruh PVGO terhadap risiko sistematis pada perusahaan dengan

menggunakan analisis klaim kontingen. Hasilnya mereka menemukan terdapat

hubungan secara positif antara PVGO dengan resiko saham.

Kemudian Chung dan Kim (1997) meneliti tentang peluang pertumbuhan

dan keputusan investasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya

persepsi baru bahwa option feature yang menjadi penghambat keputusan investasi

tidak menjadi acuan dalam menentukan kebijakan pertumbuhan perusahaan.

Richard E.Wall (2007) meneliti pengukuran PVGO terhadap 24

perusahaan Global Industry Classification Standard (GICS) dengan PVGO

sebagai variabel terikat dan variabel bebasnya adalah EPS periode sebelumnya,

EPS yang diharapkan, adjusted beta, raw beta, dan harga saham. Hasil penelitian

menunjukan biaya riil atas modal berbeda dengan biaya nominal atas modal dan

menghasilkan pola konsisten PVGO yang lebih realistis pada fase yang matang

dan industri yang kompetitif.

Priyo Dermawan dan Rina Y. Asmara (2008) meneliti tentang kinerja

(52)

variabel independen EVA, MVA, ROE, ROA, TSR, PER, EPS, sedangkan

dependen variabelnya adalah kapitalisasi pasar dan nilai perusahaan. Hasilnya

MVA, TSR, ROA, dan PER berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

perusahaan.

Setelah itu Diah Ayu Pertiwi (2010) meneliti pengaruh Earning

management terhadap nilai perusahaan dengan earning management sebagai

variabel independen, Corporate Governance sebagai variabel moderating, dan

nilai perusahaan sebagai variabel independen. Hasilnya earning management

berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.

Kemudian Rika Susanti (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan variabel independennya yaitu

board size, board intensity, board independence (corporate governance), cash

holding, struktur kepemilikan, tingkat profitabilitas, kebijakan dividen, investment

opportunity, dan risiko finansial sedangkan variabel dependennya adalah nilai

perusahaan. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh antara variabel

corporate governance terhadap nilai perusahaan.

Secara ringkas, penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam bentuk

[image:52.595.113.518.629.745.2]

tabel di bawah ini:

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu

NO TAHUN PENELITI JUDUL HASIL

1. 1991 Chung dan

Charoenwong

Investment

Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks

(53)

2. 1997 Chung dan Kim Growth

Opportunities and Investment

Decisions: A New Perspective On The Cost of <

Gambar

Tabel 1.1 Laporan Keuangan 2007 – 2009
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar
Tabel 2.2
Tabel 3.1 Daftar Sampel Perusahaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model Pengembangan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah di Prodi Pendidikan Matematika UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 79 P-A.2 .50

Dengan per kat aan l ai n, konsumsi per kapi t a pr oduk pet er nakan akan cender ung meni ngkat , sedangkan konsumsi per kapi t a pr oduk t anaman pangan akan cender ung menur

Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa mahasiswa S-1 akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur memiliki persepsi positif

Dalam proses sosialisasi dikehidupan pasti tidak lepas dari sifat dan sikap manusia baik yang positif maupun yang negatif. Salah satu sifat manusia yang negatif adalah

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya total asset turn over, dan return on asset yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan

Kegiatan mencoba guru harus lebih keanaknya, jika ada yang tidak aktif dalam kelompok harus ditegur agar siswa tersebut ikut berpartisipasi dan mengantisipasi kelompok dalam

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah