• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PESERTA DIDIK

(Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dewi Kumayasari 0802737

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK

MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL

PESERTA DIDIK

Oleh

Dewi Kumayasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dewi Kumayasari 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK

(Studi Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 )

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Dr. H. Agus Taufiq M,Pd NIP 195808161985031007

Pembimbing II

Dadang Sudrajat, M.Pd NIP 196808281998021002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Dewi Kumayasari (2013). Penggunaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik (Penelitian Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan interpersonal peserta didik dengan menerapkan teknik sosiodrama. Kecerdasan Interpersonal pada peserta didik perlu ditingkatkan karena mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam membina dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, oleh karena itu perlu diterapkan suatu teknik bimbingan dan konseling yang tepat, menarik, dan menyenangkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal adalah dengan menerapkan teknik sosiodrama. Penelitian ini merupakan penelitian Pra Eksperimen. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2012/2013. Data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan interpersonal siswa dikumpulkan melalui angket. Data dianalisis dengan teknik komparasi/perbandingan, yaitu membandingkan antara pretest dan postest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen ada perbedaan antara skor pre-test dan skor post-test (nilai thitung = 8,245 > ttabel 1,746 pada derajat bebas 16 lebih

besar daripada nilai t-tabel dengan nilai signifikansi 2-tailed = 0.000 < 0.05). Treatment teknik sosiodrama terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa dengan perbedaan rata-rata gain skor posttes dan pretest sebesar 39,3 poin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode sosiodrama dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal peserta didik. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang diajukan telah teruji kebenarannya.

(5)

ABSTRACT

Dewi Kumayasari (2013). Use of Techniques sociodramas to Improve Interpersonal Intelligence Students ( Pre Experiment Research on Eighth Grade Students of SMP Negeri 1 Lembang Academic Year 2012/2013 ).

This study aims to determine the increase in interpersonal learners by applying techniques sociodrama. Interpersonal intelligence on the learner needs to be improved because it has an important role in everyday life, especially in developing and maintaining relationships with others, therefore it is necessary to apply a technique of proper guidance and counseling, interesting , and fun. One way to improve interpersonal intelligence is to apply the techniques sociodrama . This research is a Pre- Experiment. Subjects in this study were eighth grade students of SMP Negeri 1 Lembang school year 2012/2013. The data used to determine the increase in students interpersonal intelligence gathered through a questionnaire. Data were analyzed by comparative techniques / comparisons, that is comparing pretest and posttest. Results showed that the experimental group was no difference between the scores of pre-test and post-test scores ( tcount = 8.245 > 1,746 ttable on 16 degrees of freedom is greater

than the value of t table with 2 - tailed significance value = 0,000 > 0,05 ). Treatment

sociodramas techniques proven effective for improving interpersonal differences of students with an average gain posttes and pretest scores by 39,3 points. The conclusion of this research is the application of methods sociodramas can improve interpersonal learners . This proves that the hypothesis has been verified.

(6)

KATA PENGANTAR... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Metode Penelitian... E. Manfaat Penelitian... F. Struktur Organisasi Penelitian...

BAB II KAJIAN TEORI EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA...

A. Karakteristik Perkembangan Siswa Remaja Awal... 1. Pengertian Remaja... C. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok... 1. Definisi Bimbingan Kelompok... 2. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 3. Fungsi Bimbingan Kelompok ... 4. Azaz Bimbingan Kelompok ... 5. Keuntungan Bimbingan Kelompok ... D. Teknik Sosiodrama...

(7)

9. Pengukuran Sosiodrama... E. Penggunaan Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Sosiodrama

untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... F. Pengembangan Program Bimbingan Kelompok ... 1. Program Bimbingan Kelompok ... 2. Model-Model Program Bimbingan dan Konseling ... G. Penelitian Terdahulu ... H. Kerangka Berfikir ... I. Hipotesis Penelitian ...

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... B. DesainPenelitian... C. Pendekatan dan Metode Penelitian...…...…... D. Definisi operasional Variabel... E. Instrumen Penelitian ... 1. Penyusunan Instrumen ... 2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen ... 3. Pedoman Skoring... F. Pengembangan Instrumen ...

1. Uji Validitas Item ... 2. Uji Reliabilitas Instrumen... G. Teknik Pengumpulan Data... H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... I. Prosedur Penelitian ...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Deskripsi Hasil Penelitian... 1. Gambaran Kecerdasan Interpersonal Siswa ... 2. Gambaran Setiap Aspek Kecerdasan Interpersonal... 3. Gambaran Setiap Indikator Kecerdasan Interpersonal... B. Rancangan Program Bimbingan Kelompok dengan Teknik

Sosiodrama ... C. Pelaksanaan Intervensi dengan Teknik Sosiodrama ... D. Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... E. Implementasi Program Perubahan Pretest-Posttest ...

1. Uji Hipotesis ... 2. Gain (Peningkatan) Kecerdasan Interpersonal siswa ... F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal ... 2. Gambaran Aspek Kecerdasan Interpersonal ... 3. Pelaksanaan Program Intervensi Teknik Sosiodrama untuk

(8)

5. Keterbatasan Penelitian ...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...

A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

179

181 181 182

(9)

2.1 Gambar Dimensi Kecerdasan Interpersonal ... 2.2 Bagan Alur Penelitian ...

DAFTAR TABEL

Persamaan dan Perbedaan Sosiodrama, Psikodrama, dan Bermain Peran (Role Playing) ... Model-model Promgram Bimbingan dan Konseling Komprehensif .. Jumlah Sampel Penelitian ... Rentang Skala Likert ... Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen ... Hasil Judgement Instrument ... Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen ... 3.7 Deskripsi Kategori Setiap Komponen Kecerdasan Interpersonal ... Kategori Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 ... Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Rekapitulasi Kategori Aspek Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ...

Rekapitulasi Komponen Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 ...

Presentase Ketercapaian Skor Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Sensitifitas Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ...

Persentase Ketercapaian Skor Indikator Wawasan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Komunikasi Sosial

(10)

4.15

4.16

4.17 4.18 4.19

4.20

4.21 4.22 4.23

Rencana Operasional (Action Plan) Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Sosiodrama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... Materi Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... Hasil Uji Normalitas Data Hasil Penelitian ... Hasil Uji t Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang Sebelum dengan Sesudah diberi Perlakuan Teknik Sosiodrama ... N- Gain Pre Test - Post Test Peningkatan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang ... N- Gain Aspek Sensitifitas Sosial ... N- Gain Aspek Wawasan Sosial ... N- Gain Aspek Komunkasi Sosial ...

132

139 159

160

(11)

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6 4.7 4.8

Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Komunikasi Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Sensitifitas Sosial ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Wawasan Sosial ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Wawasan Sosial ... Gambaran Umum Indikator Sensitifitas Sosial ... Gambaran Umum Indikator Wawasan Sosial ... Gambaran Umum Indikator Komunikasi Sosial ...

95 107

109

110

111

(12)
(13)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dilihat dari perkembangannya anak usia Sekolah Menengah Pertama

(SMP) pada umumnya berada pada rentang usia antara usia 12/13-15 tahun,

dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada fase remaja awal.

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Remaja senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat

yang sama dengan dirinya. Selain itu, remaja berada dalam kondisi

kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak

peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau

materialis, dan sebagainya. Untuk mengatasi kebingungan tersebut remaja

diharapkan memiliki kecerdasan interpersonal, sehingga remaja mampu

menentukan perilaku yang sesuai dalam berhubungan dengan lingkungan

sosialnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Berndt dan Keefe (1996: 319) bahwa: Remaja yang memiliki pertemanan yang positif menunjukkan perilaku prososial yang lebih baik, lebih populer, memiliki self esteem yang tinggi, memiliki masalah-masalah emosional yang lebih sedikit, dan memiliki sikap yang lebih baik terhadap sekolah. Sebaliknya, pertemanan yang negatif akan mengurangi keterlibatan remaja terhadap sekolah serta mengarah pada perilaku-perilaku yang merusak.

Remaja dalam rentang kehidupannya memiliki berbagai tugas

perkembangan. Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja

yaitu mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar.

Sejalan dengan studi yang dilakukan Larson, Csikszantmihalyi, dan Graef

(Wisnuwardhani & Fatmawati, 2012:1) yang menemukan bahwa 70 persen dari

179 remaja dan orang dewasa melakukan aktivitas bersama orang lain

(14)

memiliki kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain,

serta kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain.

Havighurst (Hurlock, 1995: 10) mengemukakan sebagai berikut:

Dalam perkembangannya remaja memiliki tugas perkembangan yang menitikberatkan kepada hubungan sosial yang diantaranya: mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Pergaulan remaja di masyarakat, khususnya di sekolah sering dijumpai

adanya persinggungan emosional dan sosial yang barangkali disebabkan oleh

pengaruh situasi sosial budaya yang ada. Remaja ingin tampil dan dan

menunjukkan jati dirinya, namun yang tampak adalah perilaku yang

menyimpang dari norma kesopanan dan tata krama yang ada. Permasalahan

tentang persinggungan emosional dan sosial disebabkan kurangnya kecerdasan

interpersonal remaja (peserta didik) dalam melakukan interaksi interpersonal

dengan baik.

Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah dapat

memunculkan konflik interpersonal. Hal ini ditegaskan oleh Sullivan (Chaplin,

2000: 257) bahwa penyakit mental dan perkembangan kepribadian terutama

sekali lebih banyak ditentukan oleh interaksi interpersonalnya daripada oleh

faktor-faktor konstitusionalnya.

Kecerdasan interpersonal atau bisa juga dikatakan sebagai kecerdasan

sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam

mencipatakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya

sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau atau

saling menguntungkan.

Gardner (Safaria, 2005: 23) mengatakan:

(15)

memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.

Humprey (Campbell et. al. 2002: 172) mengatakan:

Bahwa intelegensi sosial adalah hal yang paling penting dalam intelek manusia. Humprey mengatakan manusia bahwa kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling besar adalah mengadakan cara untuk mempertahankan sosial manusia secara efektif. Banyak orang mampu memikirkan semua konsekuensi dari apa yang telah mereka perbuat, mengantisipasi tingkah laku orang lain, menentukan keuntungan dan kerugian benefit, dan mengatasi dengan baik hal-hal interpersonal. Hidup yang berhasil terkadang sangat tergantung pada kemampuan interpersonal yang dia miliki.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan

bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting

bagi manusia. Menurut Lwin et al. (2008: 199-201) dengan kecerdasan

interpersonal yang baik seseorang dapat menjadi orang dewasa yang sadar

secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, menjadi berhasil dalam pekerjaan,

dan mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik.

Kecerdasan interpersonal mempunyai peran penting dalam kehidupan

sehari-hari terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan

kecerdasan interpersonal akan memudahkan seseorang menyesuaikan diri,

bersosialisasi dengan orang lain maupun lingkungan, menjadi orang dewasa

yang sadar secara sosial, dan akan berhasil dalam pekerjaan (Surya, 2006: 31).

Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal cenderung mudah

memahami perasaan orang lain sehingga akan disenangi banyak teman,

menjadi pemimpin di antara teman-temannya dan pandai mengkomunikasikan

keinginannya pada orang lain.

Myrna Shure dan George Spivak (Safaria, 2005: 15) dari Hahnemann

Community Mental Health Center Philadelphia menjelaskan bahwa sejumlah

masalah penyesuaian perilaku yang dijumpai anak-anak paling tidak, mungkin

sebagian adalah akibat dari kurangnya keterampilan kognitif dalam

pemecahan masalah antar pribadi. Maksudnya anak-anak yang agresif, impulsif

(16)

dasar dalam memahami orang lain dan dalam menangani hubungan antar

pribadi.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Center for Creative

Leadership 1983 di Greensboro, Nort California yang membandingkan 21

eksekutif yang gagal dengan 20 eksekutif yang berhasil menduduki puncak

organisasi. Para eksekutif yang gagal sebenarnya merupakan orang-orang yang

cerdas, ahli dalam bidangnya masing-masing, merupakan orang-orang pekerja

keras, dan diharapkan maju dengan cepat, tetapi sebelum para eksekutif sampai

kepuncak organisasi, para eksekutif dipecat atau dipaksa untuk

pensiun/mengundurkan diri. Hasil penelitian menunjukkan para eksekutif yang

gagal bukan karena para eksekutif tidak ahli di bidangnya, tetapi karena tidak

memiliki keterampilan membina hubungan dengan orang lain. Para eksekutif

digambarkan sebagai sebagai orang yang dingin, tidak memiliki sikap empati,

mementingkan diri sendiri, menjaga jarak, terlalu ambisius, sehingga para

eksekutif ini lebih banyak dibenci oleh para bawahannya (Safaria, 2005: 14).

Berdasarkan uraian di atas, pada kehidupan peserta didik tidak hanya

membutuhkan kecerdasan linguistik ataupun logis-matematis tetapi

memerlukan kecerdasan interpersonal. Siswa yang tidak memiliki kecerdasan

interpersonal tidak akan mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang

lain sekalipun memiliki IQ yang tinggi. Hasil pemaparan menggambarkan

kecerdasan interpersonal tidak kalah pentingnya dengan kecerdasan

logis-matematis yang selalu dianggap menguasai kecerdasan seseorang.

Menurut Widodo (Hartati, 2009: 4), di Negara China sudah mulai

menjalankan program akselerasi sejak tahun 1978 dan telah menghasilkan 673

wisudawan usia dini, dan dinyatakan sekitar 15% mahasiswa akselerasinya

memiliki kecerdasan interpersonal rendah dengan kecenderungan mahasiswa

akselerasi tersebut menjadi bersikap introvert.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartati terhadap siswa

kelas X-2 SMAN 8 Bandung Tahun Ajaran 2007/2008 diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa siswa masih memiliki kecerdasan interpersonal yang

(17)

simpati dan empati terhadap orang lain, belum mampu bekerja sama dalam

kelompok, dan masih adanya klik di antara para siswa yang terbagi ke dalam

kelompok-kelompok kecil dimana antara satu kelompok dengan kelompok

lainnya tidak mampu melakukan kerja sama, baik dalam belajar maupun dalam

pergaulan sehari-hari.

Kemudian hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh gambaran

umum kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang

Tahun Ajaran 2012/2013 berada pada kategori sedang dengan perhitungan

rata-rata sebesar 227,55, nilai tertinggi berada pada angka 280, nilai terendah

berada pada angka 140, mediannya berada pada angka 227, dan modus pada

angka 220.

Berdasarkan pada fakta dan gambaran fenomena yang telah diuraikan,

menunjukkan ketidakmampuan peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan

interpersonal, cenderung menunjukan perilaku yang negatif sehingga

diperlukannya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam meningkatkan

kecerdasan interpersonal. Yusuf (2005: 26) menyatakan “peserta didik yang

memiliki perilaku negatif di sekolah akan menimbulkan gangguan dalam

berinteraksi sosial yang mengakibatkan keterasingan peserta didik dari lingkungannya.”

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan

penting dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan

potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.

Sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini (kurikulum 2013) dimana

dalam salah satu prinsip pengembangan kurikulum tersebut menyatakan bahwa

kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan

peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan

prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.

Dari pernyataan tersebut menjadikan penyelenggaraan bimbingan dan

konseling merupakan suatu langkah untuk tercapainya tujuan dari kurikulum

2013 yang dirancang untuk mempersiapkan insan indonesia memiliki

(18)

kreatif, inovatif dan afektif serta, c) mampu berkontribusi pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan peradaban dunia.

Suherman (2007: 10) menyatakan:

Bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai proses bantuan kepada individu sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli agar individu mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.

Kecerdasan interpersonal merupakan serangkaian kemampuan yang

perlu dimiliki oleh peserta didik. Dalam bimbingan dan konseling, hal tersebut

termasuk kedalam ranah bimbingan pribadi-sosial. Nurihsan (2007: 15)

mengartikan bimbingan pribadi sosial sebagai layanan bimbingan untuk

membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial.

Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang

kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem

pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan

yang tepat (Nurihsan, 2007: 16).

Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menyukai dan

menikmati bekerja secara berkelompok, belajar sambil berinteraksi dan bekerja

sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah dalam

perselisihan sampai pada kemampuan memanipulasi sekelompok besar orang

menuju pencapaian tujuan bersama seperti halnya direktur perusahaan besar.

Sehingga bimbingan kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan

kecerdasan interpersonal.

Prayitno (1995: 178) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok

adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan

memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan

kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, mananggapi,

memberi saran, dan lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya

bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan peserta lainnya.

Sementara itu, Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok

(19)

informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi

lebih sosial atau membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Salah satu teknik dalam bimbingan kelompok ialah teknik sosiodrama

yang dipandang tepat dalam membantu meningkatkan kecerdasan interpersonal

peserta didik. Teknik sosiodrama sebagai media dalam upaya membimbing

individu yang memerlukan dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk

mencapai tujuan bersama. Dengan teknik sosiodrama siswa dapat saling

berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman,

pengetahuan, gagasan atau ide-ide dan diharapkan dapat membantu peserta

didik dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal. Selain untuk

membantu memecahkan permasalahan secara bersama, dalam kegiatan

bimbingan kelompok ini mereka juga bisa berlatih cara meningkatkan

kecerdasan interpersonal di hadapan teman-teman mereka. Mereka juga belajar

mengungkapkan maksud dan keinginan mereka, serta memodifikasi tingkah

laku mereka sampai orang lain mempresepsikannya sebagaimana yang mereka

maksud.

Roestiyah (2001: 90) mengemukakan bahwa:

Dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologi.

Bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa dalam membuat rencana dan keputusan yang tepat. Selain itu, melalui teknik sosiodrama, siswa diharapkan memperoleh suatu dorongan atau kekuatan untuk menjaga hubungan interaksi dengan sesama, hal ini dimaksudkan agar siswa mampu belajar menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar, lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Natawidjaya, 1987: 33).

Teknik sosiodrama dapat digolongkan dalam model pembelajaran

(20)

teknik sosiodrama, siswa mempunyai kesempatan untuk menggali potensi

belajar yang dimiliki melalui sebuah pemeran tokoh tertentu kaitannya dengan permasalahan sosial.” Teknik sosiodrama juga mempunyai implikasi terhadap penggunaan metode dan penyajian materi, indikasi kemampuan dan

keterampilan siswa yang dapat dikembangkan dalam penerapan metode

sosiodrama, antara lain siswa dapat melatih dan memiliki kemampuan

kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian.

Dalam kegiatan sosiodrama, akan terjadi interaksi antar anggota

kelompok dan akan timbul rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah.

Dari hasil pembahasan dalam permainan sosiodrama itu maka anggota

kelompok (peserta didik) dapat belajar dari pengalaman baru yang berupa

penilaian ingatan dan pemahaman yang dialami. Saat kegiatan sosiodrama ini

dilaksanakan, akan terjadi suatu hubungan komunikasi antara pemimpin

kelompok dan antara anggota kelompok sehingga akan tercipta suatu

pemahaman melalui diskusi dan tanya jawab antara anggota kelompok

mengenai topik yang sedang dibahas.

Pada teknik sosiodrama menuntut kualitas tertentu pada siswa, yaitu siswa diharapkan mampu menghayati tokoh-tokoh (peran) atau posisi yang dikehendaki keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan, dan identifikasi diri terhadap nilai berkembangya (Hasan, 1993: 266).

Melalui metode ini para siswa diajak untuk belajar memecahkan

dilema-dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial yang

anggota-anggotanya adalah teman sendiri. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi

pribadi, model ini berupaya membantu peserta didik dengan proses kelompok

sosial.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini

diberijudul : Penggunaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatan Kecerdasan

Interpersonal Peserta Didik di SMP Negeri 1 Lembang (Penelitian

Pra-Eksperimen Terhadap Siswa SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran

(21)

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Kecerdasan interpersonal menjadi penting karena pada dasarnya

manusia tidak dapat menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup anak terkait

dengan orang lain. Anak-anak yang gagal mengembangkan kecerdasan

interpersonal, akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya.

Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik

interpersonal juga menghambat anak untuk mengembangkan dunia sosialnya

secara matang. Akibatnya dari hal ini anak kesepian, merasa tidak berharga,

dan suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan anak mudah menjadi

depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup. Seperti yang dikemukakan oleh

Victor Frankl (Safaria, 2005: 13) “Sebagai simpton noogenis neurosis atau

eksistensial vacumm. Anak-anak yang terbatas pergaulan sosialnya ini jelas

akan banyak mengalami banyak hambatan ketika mereka memasuki masa sekolah atau masa dewasa.”

2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian di atas mengenai penggunaan bimbingan

kelompok melalui teknik sosiodrama sebagai strategi untuk mengembangkan

kecerdasan interpersonal peserta didik, maka penulis merumuskan pertanyaan

penelitian sebagai arahan perumusan dalam penelitian, yaitu.

1. Bagaimana gambaran umum kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII di

SMP Negeri 1 Lembang?

2. Model rancangan operasional sosiodrama untuk mengembangkan

kecerdasan interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1

Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

3. Bagaimana penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama

untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII di SMP

Negeri 1 Lembang?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum penelitian

(22)

penggunaan teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal

peserta didik di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

Berdasarkan tujuan umum, penulis menjabarkan lagi tujuan tersebut ke

dalam beberapa tujuan khusus, maka secara spesifik penelitian bertujuan

memperoleh gambaran empiris tentang :

1. Tingkat kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang

Tahun Ajaran 2012/2013.

2. Model rancangan operasional teknik sosiodrama untuk meningkatkan

kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun

Ajaran 2012/2013.

3. Penggunaan teknik sosiodrama untuk meningkatkan kecerdasan

interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran

2012/2013.

D.Metode Penelitian

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian yaitu metode eksperimen.

Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang

digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain

dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono,2011: 72).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk Pre-eksperimental

Design. desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena

masih terdapat variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan

variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel kontrol,

dan sampel tidak dipilih secara random.

Bentuk pre-eksperimental designs ada beberapa macam dan peneliti

memilih bentuk pre-test dan post-test dalam penelitiannya. Sampel dalam

penelitian ini dipilih berdasarkan hasil instrumen yang dikembangkan. Siswa

yang terpilih sebagai sampel akan mendapatkan perlakuan berupa bimbingan

kelompok melalui teknik sosiodrama. Penelitian ini bertujuan untuk

(23)

diberikan perlakuan. Perubahan ini diketahui melalui hasil pengukuran dari

pelaksanaan post-test yang dilaksanakan setelah siswa diberikan bimbingan

kelompok melalui teknik sosiodrama.

Secara teknis prosedur penggunaan sosiodrama dalam meningkatkan

kecerdasan interpersonal peserta didik ialah sebagai berikut:

a. Tahap Awal (Pemanasan)

Pada tahap awal ini atau tahap pemanasan terdiri dari kegiatan awal

yang diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan dan spontanitas dalam

sosiodrama. Hal ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk terlibat secara

langsung. Dalam tahap ini kegiatan kegiatan sosiodrama terdiri atas:

1) Membangun kepercayaan dan interaksi kelompok.

2) Mengidentifikasi tema kelompok, menentukan pemeran utama

(protagonis), sampai aksi protagonis ke panggung (Blatner, 2002).

3) Para peserta dibantu untuk bersiap-siap melaksanakan kegiatan

sosiodrama selama fase tindakan (tahap inti). Kesiapan tersebut

meliputi motivasi untuk merumuskan tujuan seseorang dan

kenyamanan untuk mempercayai orang lain (teman sebaya) dalam

kelompok. Teknik fisik untuk pemanasan kelompok biasanya

diperkenalkan dan mungkin termasuk menggunakan musik, menari,

dan gerakan atau latihan nonverbal lainnya.

4) Selama tahap pemanasan, anggota harus diyakinkan bahwa kegiatan

sosiodrama merupakan kegiatan yang menyenangkan dan memberi

rasa nyaman, bahwa mereka adalah orang-orang untuk memutuskan

apa yang mereka akan ungkapkan dan kapan mereka akan

mengungkapkan hal itu, dan bahwa mereka bisa berhenti kapan pu

mereka mau.

b. Tahap Tindakan (Aksi/Inti)

Tahap tindakan merupakan kegiatan inti dalam permainan

sosiodrama yang menggunakan kejadian masa lalu atau kejadian masa

sekarang yang terjadi dalam kejadian nyata sehari-hari. Tujuan dari fase

(24)

yang mendasari sikap dan perasaan yang peserta didik tidak sepenuhnya

sadar. Hal ini berguna untuk memfasilitasi proses sosiodrama sehingga

protagonis dapat bergerak ke dalam tindakan sesegera mungkin. Dalam

melakukan hal ini, pemimpin dapat menarik isyarat penting terhadap

protagonis dalam menyajikan peranannya, termasuk ekspresi wajah,

kiasan, dan postur tubuh. Pemimpin (guru BK) membantu protagonis

mendapatkan fokus yang jelas pada perhatian khusus.

Titik intervensi ini adalah untuk menghindari komentar dan untuk

mencoba pendekatan alternatif dalam tindakan. Setelah protagonis

memiliki rasa yang jelas tentang apa yang ia ingin kembangkan, adalah

mungkin untuk menciptakan adegan dan pelatihan ego tambahan. Saran

lain adalah bahwa kemampuan berfantasi tentang masa depan, sehingga

berbagi pemikiran dengan penonton. Durasi tahap tindakan bervariasi dan

tergantung pada evaluasi pemimpin (guru BK) dalam keterlibatan

protagonis dan pada tingkat keterlibatan kelompok.

Pada akhir tahap tindakan, penting untuk membantu siswa

memperoleh makna dan perasaan untuk setiap adegan dalam sosiodrama

yang telah mereka perankan. Salah satu cara yang berguna untuk

mengakhiri kegiatan sosiodrama adalah mengatur praktek perilaku untuk

membantu protagonis menerjemahkan kelompok belajar dalam kehidupan

sehari-hari. Fungsi dari praktek perilaku adalah untuk menciptakan iklim

yang memungkinkan mencoba berbagai perilaku baru. Kemudian siswa

dapat menerapkan beberapa perilaku yang dengan orang lain yang

signifikan di luar kelompok dan menghadapi situasi yang lebih efektif.

Berbagai teknik yang digunakan, seperti pembalikan peran, proyeksi masa

depan, teknik kaca, dan umpan balik, sering digunakan untuk membantu

protagonis mendapatkan ide yang jelas tentang dampak dari perilaku

barunya.

c. Tahap Akhir (Berbagi dan Diskusi)

(25)

1) Diskusi yang pertama, terdiri dari pernyataan tentang diri sendiri,

sebuah diskusi dari proses kelompok berikutnya. Setelah adegan itu

dapat diterapkan, pemimpin (guru BK) mengundang semua anggota

kelompok untuk mengekspresikan bagaimana perasaan mereka

secara pribadi mengenai kegiatan sosiodrama yang telah dimainkan.

Mereka yang menjadi peran pembantu dapat berbagi dalam dua cara:

a) Pertama, mereka mungkin didorong untuk membagikan apa

yang mereka temukan dalam diri mereka tentang perasaan atau

pemikiran dalam peran mereka.

b) Kedua, mereka bisa memerankan lebih lanjut dan berbagi dari

kehidupan mereka sendiri yang tersentuh kedalam setiap adegan

sosiodrama.

2) Anggota kelompok dalam sosiodrama tidak seharusnya memberikan

saran atau analisis terhadap protagonis tetapi berbicara tentang diri

mereka dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh kegiatan soiodrama.

Setiap anggota kelompok dapat lebih terbuka dan berbagi pendapat

dan hal ini memiliki efek penyembuhan. Pengungkapan pengalaman

orang lain memberikan perasaan bahwa mereka tidak sendirian dan

menimbulkan sebuah ikatan. Interpretasi dan evaluasi datang

kemudian, ketika protagonis tidak begitu peka.

3) Selama fase berbagi dalam sosiodrama, fungsi pemimpin (guru BK)

adalah untuk memimpin diskusi yang termasuk sebagai peserta

dalam umpan balik. Tahap berbagi memberikan semua anggota

dalam kelompok sosiodrama mendapatkan kesempatan untuk

mengepresikan perasaan mereka. Jika mereka telah membuka diri

dan menyatakan perasaan yang mendalam, mereka harus bis

mengandalkan dukungan kelompok untuk mengintegrasikan melalui

berbagi dan beberapa makna daya eksploratif dari pengalaman

peserta didik.

4) Pemimpin (guru BK) harus memperkuat jenis diskusi yang

(26)

emosional terhadap sebagian dari anggota. Diskusi ini lebih baik

terstruktur sehingga anggota berdiskusi tentang bagaimana mereka

dipengaruhi oleh setiap sesi.

5) Penutupan tidak selalu berarti bahwa kekhawatiran dapat

diselesaikan, tapi semua yang terlibat dalam sosiodrama harus

memiliki kesempatan untuk berbicara tentang bagaimana mereka

terkena dampak dan apa yang mereka pelajari. Sebuah aspek kunci

dari penutupan adalah proses pembekalan dari protagonis dan peran

pembantu.

6) Salah satu tugas yang paling menantang bagi pemimpin (guru BK)

adalah belajar untuk membawa penutupan dalam setiap sesi tanpa

membatasi diri lebih lanjut anggota kelompok sosiodrama untuk

bereksplorasi, yang diperlukan adalah jalan keluar yang mendalam

tentang masalah mereka.

E.Manfaat Penelitian

Setelah rumusan tujuan dapat tercapai, maka penelitian ini dapat

memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Secara teoritis

Dari hasil penelitian ini juga diharapkan berguna untuk mengembangkan

wawasan pengetahuan secara teoritis dan menemukan pemikiran konseptual

serta dapat menambah wawasan ilmu dalam bidang Bimbingan dan Konseling

khususnya mengenai kecerdasan interpersonal siswa.

2. Secara Praktis

a. Bagi peneliti, dapat memperoleh bekal cara penanganan permasalahan

kurangnya kecerdasan interpersonal siswa dan juga mengetahui keadaan

sekolah;

b. Bagi sekolah, dapat dijadikan masukan dalam membantu siswa untuk dapat

(27)

c. Bagi Guru pembimbing, dapat mengetahui cara membantu siswa agar dapat

mengembangkan kecerdasan interpersonal sehingga menunjang pula untuk

dapat berhasil di sekolah baik akademik maupun non-akademik.

d. Bagi lembaga, dapat memberikan masukan dalam membantu siswa untuk

dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal di lingkungan sekolah;

e. Bagi perkembangan ilmu, dapat mengetahui cara membantu siswa agar

dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal sehingga menunjang pula

untuk dapat berhasil di sekolah baik akademik maupun non-akademik.

f. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan acuan untuk melakukan

penelitian selanjutnya dengan menggunakan teknik yang lainnya.

F. Struktur Organisasi

Pada bab I berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan

masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat atau signifikasi

penelitian, dan struktur organisasi. Pada bab II di dalamnya dibahas mengenai

pengertian kecerdasan interpersonal, faktor-faktor yang mempengaruhi

kecerdasan interpersonal, kecerdasan interpersonal remaja di sekolah,

aspek-aspek kecerdasan interpersonal, karakteristik kecerdasan interpersonal, konsep

dasar teknik sosiodrama, penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik

sosiodrama dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa di sekolah,

pengembangan program bimbingan kelompok, penelitian terdahulu, kerengka

berfikir dan hipotesis penilitan. Pada bab III berisi penjabaran yang rinci

mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan.

Pada bab IV mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang

dilakukan. Pada bab V kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan

(28)

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran

2012/2013. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena peneliti melihat fenomena

yang terjadi di sekolah remaja cenderung memiliki perilaku prososial yang

rendah. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang sering membuat keributan di

kelas, menggangu teman yang sedang belajar, kurangnya sikap empati kepada

teman, berperilaku kurang sopan santun ketika berbicara dengan guru, kurang

menghargai teman, dan lain sebagainya. Alasan peneliti memilih kelas VIII

karena dalam standar kompetensi pengembangan diri siswa kelas VIII SMP salah

satunya ialah menghargai diri sendiri dan orang lain. Dengan diadakannya

penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan,

sikap, dan keterampilan interpersonal untuk membantu memahami diri dan orang

lain.

Menurut Arikunto (2006: 174), sampel adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang diteliti. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Pusposive sampling (sampel

bertujuan yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2011: 124).

Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dilakukan dengan

cara mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah tetapi

berdasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006: 183). Dengan menggunakan

teknik purposive sampling, peneliti dapat mengambil sampel dengan tujuan

tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2006: 183).

1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau

(29)

2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang

paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key

subjectis).

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam studi

pendahuluan.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 yang skor tingkat kecerdasan interpersonal

berada dalam kategori sangat rendah berdasarkan pada hasil analisis pretest

instrumen kecerdasan interpersonal.

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Penelitian

Kategorisasi Interval Jumlah siswa Persentase

Sangat Tinggi 65 < X 16 6,4

Tinggi 55 < X < 65 43 17,3

Sedang 45 < X < 55 109 43,8

Rendah 35 < X < 45 64 25,7

Sangat Rendah X < 35 17 6,8

Jumlah 249 100

B.Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan adalah desain eksperimen One Group

Pre-test-Post-test Design. Data pre-test post-test diambil melalui instrumen untuk

mengungkap tingkat hubungan interpersonal siswa. Adapun desain

pra-eksperimen dengan model pre-test post-test dari Arikunto (2006: 85) dapat

diuraikan sebagai berikut:

Keterangan:

O1 : Nilai Pre-test (sebelum treatment)

X : Eksperimen/tindakan (treatment)

(30)

C.Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu

suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisian

data hasil penelitian secara eksak mengenai efektivitas teknik sosiodrama dalam

meningkatkan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Lembang dalam bentuk angka, sehingga memudahkan proses analisis dan

penafsirannya dalam menggunakan hubungan perhitungan statistik. Pendekatan

kuantitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang membutuhkan

jawaban secara deskriptif.

Pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah didesain untuk

menjawab pertanyaan penelitian/hipotesis secara spesifik dengan penggunaan

statistik. Pendekatan Kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai

tingkat kecerdasan interpersonal remaja dengan menggunakan teknik

sosiodrama.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode Pre Eksperimental, yaitu metode

penelitian yang memberikan intervensi atau perlakuan dan juga memiliki

perbandingan, namun memiliki kekurangan dalam kontrol yang terdapat dalam

eksperimen. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan

interpersonal remaja yang rendah melalui teknik sosiodrama pada siswa kelas

VIII SMP Negeri 1 lembang.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Kecerdasan Interpersonal

Menurut Lwin et al. (2008: 197) “kecerdasan interpersonal adalah

kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen,

(31)

Prasetyo dan Andriani (2009: 74) “Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan orang lain”. Kecerdasan interpersonal, menurut Safaria (2005: 23), merupakan “kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi sosialnya sehingga kedua

belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan.” Menurut Safaria (2005: 23) individu yang tingggi kecerdasan interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang

lain, berempati secara baik, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan

orang lain, dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat, suasana hati, motif

orang lain.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan

bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting

bagi manusia. Menurut Lwin et. al. (2008: 199 – 201) dengan kecerdasan

interpersonal yang baik seseorang dapat : a. menjadi orang dewasa yang sadar

secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, b. menjadi berhasil dalam

pekerjaan, dan c. mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik. Dan untuk

itulah pengembangan kecerdasan interpersonal merupakan usaha yang harus

dilakukan oleh setiap individu dengan: a. melatih dirinya berkomunikasi secara

efektif, b. belajar bekerja sama dengan orang lain, c. belajar untuk memahami

pikiran, perasaan, dan maksud orang lain, d. mengembangkan karakter yang

mendukung aktivitas menjalin relasi dengan orang lain, misalnya ramah, rendah

hati, berpikiran positif, dst.

Konsep kecerdasan interpersonal yang digunakan dalam penelitian ini

adalah konsep kecerdasan interpersonal dari Howard Gardner.

Gardner (Safaria, T, 2005: 23) mengatakan

(32)

Kecerdasan interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

sebagai kemampuan siswa dalam mempersepsi dan membedakan suasana hati,

maksud, motivasi, dan keinginan orang lain, serta mampu memberikan respons

secara tepat terhadap suasana hati, tempramen, motivasi dan keinginan orang

lain. Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dapat merasakan apa

yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak

sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain

merasa nyaman.

Menurut Gardner (Safaria 2005: 24) menyatakan kecerdasan sosial atau

kecerdasan interpersonal mempunyai tiga aspek yaitu:

1) Social sensitivity (kepekaan sosial) yaitu kemampuan siswa untuk mampu

merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang

ditunjukkannya baik secara verbal maupun nonverbal. Siswa yang memiliki

social sensitivity akan mudah memahami dan menyadari adanya reaksi-reaksi

tertentudari orang lain, baik reaksi positif maupun reaksi negatif. Social

sensitivity meliputi:

a. Sikap empati. Feshbach (Safaria, 2005: 104) mengatakan empati adalah sejenis pemahaman perspektif yang mengacu pada “respon emosi yang dianut bersama dan dialami individu ketika ia mempersepsikan reaksi emosi orang lain.” Empati memiliki dua komponen yaitu kognitif dan afektif. Komponen kognitif itu pertama adalah kemampuan individu untuk

mengidentifikasikan den melabelkan perasaan orang lain. Kedua

kemampuan individu mengasumsikan perspektif orang lain. Komponen

afektif adalah kemampuan dalam keresponsifan emosi.

b. Sikap prososial. Perilaku prososial adalah tindakan moral yang harus

dilakukan secara cultural seperti berbagi, membantu seseorang yang

membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain dan mengungkapkan

simpati.

2) Social Insight (wawasan sosial) yaitu kemampuan siswa untuk memahami

(33)

sehingga masalah tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi

sosialyang telah dibangun siswa. Pondasi dasar dari social insight adalah

berkembangnya kesadaran diri siswa secara baik. Kesadaran diri yang

berkembang akan membuat siswa mampu memahami dirinya baik keadaan

internal maupun eksternal seperti menyadari emosi-emosi yang muncul

(internal) atau menyadari cara berbicara dan intonasi suaranya (eksternal).

Pemahaman sosial ini meliputi:

a. Kesadaran diri. Kesadaran diri adalah mampu menyadari dan menghayati

totalitas keberadaanya di dunia seperti menyadari kegiatan-kegiatannya,

cita-citanya, harapan-harapannya, dan tujuan-tujuannya dimasa depan.

Kesadaran diri ini sangat penting dimiliki oleh siswa karena kesadaran diri

memiliki fungsi monitoring dan fungsi kontrol dalam diri.

b. Pemahaman situasi sosial dan etika sosial. untuk sukses dalam membina

dan mempertahankan sebuah hubungan, individu perlu memahami

norma-norma moral dan sosial yang berlaku di masyarakat (Safaria, 2005:65). Di

dalam norma moral dan sosial terdapat ajaran yang membimbing individu

bertingkah laku yang benar dalam situasi sosial.

c. Pemecahan masalah efektif. Setiap individu membutuhkan keterampilan

untuk memecahkan masalah secara efektif. Apalagi jika masalah tersebut

berkaitan dengan konflik interpersonal. Menurut Safaria (2005: 77) “Semakin tinggi kemampuan individu dalam memecahkan masalah, maka akan semakan positif hasil yang akan didapatnya dari penyelesaian konflik antar pribadi tersebut.”

3) Social Communications atau keterampilan komunikasi sosial merupakan

kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam

menjalindan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Keterampilan

komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif,

dan keterampilan berbicara dengan orang lain (Safaria, 2005: 25).

2. Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Sosiodrama dalam

(34)

Prayitno (1995:178) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah

suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan

dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling

berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan

lain-lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri

peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya. Sementara itu,

Wibowo (2005:17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu

kegiatan kelompok dimana pemimpin kelompok menyediakan

informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial

atau membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Oemarjoedi (Rusmana, 2009: 56) berpendapat bahwa sosiodrama

merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis

perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang

di dramatisasikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas

mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau pun melalui

gerakan-gerakan dramatisasi.

Teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan

dalam bimbingan kelompok. Proses bimbingan kelompok yang menggunakan

teknik sosiodrama cenderung obyeknya bukan benda atau kegiatan yang

sebenarnya, melainkan kegiatan bimbingan kelompok yang bersifat pura-pura.

Disamping itu dalam teknik sosiodrama siswa diajak untuk bermain beberapa

perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan bimbingan yang ingin dicapai

(Anitah, 2009: 523).

Winkel (2012: 571) juga mengungkapkan bahwa “Sosiodrama

merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam

pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam

pergaulan sosial.”

Dalam kegiatan sosiodrama, siswa mengamati dan menganalisis interaksi

antara pemeran sedangkan bimbingan merencanakan, menstruktur, memfasilitasi

dan memonitor jalannya sosiodrama tersebut kemudian membimbing untuk

(35)

digambarkan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain sehingga dapat

memunculkan pemikiran rasional siswa yaitu individu (pemeran) dapat meyakini

sebenarnya setiap individu mampu melakukan cara bersosialisasi yang baik

dengan orang lain asalkan adanya keinginan untuk melatihnya.

Menurut Winkel (2012: 572) pola prosedural dalam penggunaan

sosiodrama pada dasarnya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan topik persoalan. Persoalan yang menyangkut pergaulan dengan

orang lain diketengahkan dan diuraikan situasi pergaulan yang akan dikaji.

b. Menentukan pemeran. Penentuan ini didasarkan pada kerelaan beberapa

siswa yang menyatakan kesediannya untuk maju dan memegang peranan

tertentu.

c. Pemeran memainkan peran secara spontan. Permainan tidak boleh berjalan

terlalu lama dan hanya berlangsung cukup lama untuk mengetengahkan

situasi problematis serta cara pemecahannya.

d. Pemeran mengungkapkan apa yang dirasakannya selama memainkan peran

tersebut.

e. Penyaksi mendiskusikan jalannya permainan tadi dan efektivitas dari cara

pemecahan yang terungap dalam dramatisasi.

f. Bila dianggap perlu, adegan yang sama diulang kembali dengan mengambil

pelaku-pelaku yang lain.

Dari beberapa penjabaran di atas maka definisi operasional variabel teknik

sosiodrama, secara operasional, teknik sosiodrama yang dimaksud dalam

penelitian ini didefinisikan sebagai suatu teknik bimbingan dan konseling

kelompok dimana guru bimbingan dan konseling memberikan kesempatan

kepada siswa untuk melakukan kegiatan bermain peran, dimana siswa

memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah

sosial, yang dapat melatih siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial

yang menghambat atau yang menyebabkan rendahnya kecerdasan interpersonal.

Teknik sosiodrama merupakan sebuah teknik dari bermain peran, metode

ini merupakan salah satu metode dalam memecahkan permasalahan yang timbul

(36)

yang timbul dengan kelompok teman sebaya dalam pergaulan tersebut melalui

drama.

Pada metode ini siswa diajak untuk bisa memecahkan permasalahan

pribadi di dalam lingkungan sosial. Dalam penelitian ini siswa belajar untuk

mengamati, menganalisis, menstruktur, merencanakan peran atau tokoh yang

akan diperankan dengan mengeksplor dirinya sendiri dan kelompok teman

sebayanya dalam memerankan beberapa peran atau tokoh.

Aplikasi dari metode sosiodrama ini melibatkan beberapa siswa yang

memainkan peran pada suatu tokoh tanpa menghafal naskah hanya perlu

mempersiapkan diri untuk bisa mengembangkan yang hanya berpegangan pada

judul dan garis besar skenario yang telah ditentukan. Siswa diminta menghayati

setiap perannya seakan-akan peristiwa dalam drama tersebut pernah terjadi dan

memang bisa diimplementasikan pada kehidupan nyata yang sesungguhnya.

Langkah-langkah dalam sosiodrama melibatkan tiga fase : 1) fase

pemanasan (tahap awal) yang ditandai dengan penentuan sutradara yang siap

memimpin kelompok dan konseli siap dipimpin, 2) fase tindakan (tahap inti)

yang melibatkan tindakan yang jelas pada pemain protagonis untuk

mengekspresikan emosi-emosi yang muncul dan menemukan cara baru yang

efektif untuk mengatasinya, 3) fase integrasi (tahap akhir) yang melibatkan

kegiatan diskusi dan penutupan (dosure), umpan balik sangat penting dari setiap

konseli dan protagonis agar mendapat jalan keluar yang jelas mengenai

permasalahan yang diangkat dalam sebuah judul sosiodrama kemudian terjadi

perubahan dan terciptanya integrasi (Gladding, 1995).

E.Instrumen Penelitian

1. Penyusunan Instrumen

Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran, seperti yang

dikemukakan Emory (Sugiyono,2010: 102) bahwa:

(37)

membuat laporan daripada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian.”

Karena pada prinsipnya meneliti adalah mengukur, maka untuk melakukan

suatu penelitian diperlukan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian

biasanya dinamakan instrumen penelitian (Sugiono,2010: 102). Berdasarkan

tujuan penelitian tersebut, maka teknik pengumpulan data utama yang digunakan yaitu kuesioner atau angket. Menurut Sugiyono (2009: 199), “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.”

Angket ini digunakan untuk mengungkap tingkat kecerdasan interpersonal

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2012/2013. Angket

digunakan sebagai teknik pengumpulan data utama karena angket

memungkinkan dalam mengumpulkan data pada waktu yang bersamaan dan

dengan populasi yang cukup besar.

Bentuk angket yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk

jawaban tertutup. Angket bentuk ini merupakan angket yang jawabannya telah

tersedia dan responden hanya menjawab setiap pernyataan dengan cara memilih

alternatif jawaban yang telah disediakan. Seperti yang dikemukakan oleh Ali (1993: 69), “Bentuk jawaban tertutup (closed form atau pre-coded), yakni angket yang pada setiap itemnya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban”.

Butir-butir pernyataan dalam angket ini merupakan gambaran tentang

kecerdasan interpersonal siswa dan perilaku siswa yang mengalami kesulitan

dalam bersosiaalisasi dengan lingkungan sosialnya. Instrumen pengungkap

kecerdasan interpersonal adalah instrumen yang disusun penulis berdasarkan

pengembangan teori dan perumusan teori mengenai kecerdasan interpersonal.

Langkah-langkah dalam penyusunan angket pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan angket dan menatapkan batasannya.

(38)

c. Merumuskan indikator-indikator yang akan dijadikan pertanyaan melalui

kisi-kisi instrumen penelitian.

d. Menyusun pernyataan angket beserta alternatif jawabannya.

Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Likert yang telah dimodifikasi, Sugiyono (2010: 134) menyatakan “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Fenomena sosial di sini telah ditetapkan sebagai variabel penelitian. Lebih lanjut Sugiyono (2010: 134) menjelaskan bahwa “Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak

untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.”

Data yang keluar sebagai hasil pengukuran skala Likert dalam penelitian

ini termasuk ke dalam golongan data interval seperti yang dinyatakan oleh

Sugiyono (2011: 134) bahwa skala Likert, skala Guttman, rating scale, dan

semantic deferential bila digunakan dalam pengukuran akan mendapatkan data

interval atau rasio.

Berikut digambarkan rentang skala pada model Likert yang digunakan

dalam penelitian ini.

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap tingkat kecerdasan interpersonal

remaja dikembangkan dari definisi operasional yang di dalamnya terkandung

(39)

Berikut kisi-kisi instrumen kecerdasan interpersonal peserta didik disajikan

pada Tabel 3.3:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP

No. Aspek Indikator

(40)

Jenis instrumen pengungkap data dalam penelitian ini adalah berupa

inventori berskala. Skala yang digunakan dalam instrumen adalah skala Likert.

Sistem penilaian item dalam penelitian ini menggunakan sistem penilaian skala

5 dengan menggunakan 5 alternatif. Pernyataan atau item-item yang terdapat

dalam skala kecerdasan interpersonal terdiri dari 33 item favorable dan 27 item

unfavorable. Item favorable adalah item yang mengandung nilai-nilai yang

mendukung secara positif terhadap satu pernyataan tertentu. Sedangkan item

unfavorable adalah item yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara

negatif terhadap satu pernyataan tertentu.

Instrumen pengungkap kecerdasan interpersonal peserta didik

menggunakan skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak

Setuju (TS), dan Sanngat Tidak Setuju (STS). Butir-butir pernyataan positif pada

alternatif jawaban siswa diberi skor 5,4,3,2, dan 1. Sedangkan butir-butir

pernyataan negatif pada alternatif jawaban siswa diberi skor 1,2,3,4, dan 5.

Semakin tinggi alternatif jawaban siswa, maka semakin tinggi tingkat kecerdasan

interpersonal siswa. Dan semakinrendah alternatif jawaban siswa, maka semakin

rendah kecerdasan interpersonal siswa.

F. Pengembangan Instrumen

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah gambaran kecerdasan

interpersonal siswa SMP. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, maka instrumen

penelitian yang digunakan sebagai alat pengumpul data yang dikembangkan

adalah inventori kecerdasan interpersonal siswa SMP.

Alat pengumpul data mengenai kecerdasan interpersonal siswa SMP

mengguanakan skala Likert dengan lima alternatif pilihan jawaban, yaitu:

Tabel 3.4

Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen

(41)

Sangat

Konstruk kecerdasan interpersonal SMP dikembangkan berdasarkan teori

multiple intelligent Gardner (Safaria, 2005). Berdasarkan konstruk tersebut,

dikembangkan kisi-kisi alat pengumpul data penelitian yang disajikan dalam

bentuk tabel yang selanjutnya dijabarkan dalam butir-butir pernyataan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan angket. Teknik

pengumpulan data melalui angket merupakan cara pengumpulan data dengan

menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disiapkan dan disusun

sedemikian rupa sehingga responden tinggal mengisi atau menandai dengan

mudah dan cepat (Sudjana, 2005: 8). Prosedur pengumpulan data dalam penelitian

ini terdiri atas: studi pendahuluan, perizinan dan pelaksanaan pengumpulan data.

Alat pengumpul data yang layak dan memenuhi kriteria diperoleh melalui

Tahap pengujian, sebagai berikut:

Pertama, menguraikan variabel kecerdasan interpersonal siswa SMP yang

diteliti dan disusun dalam bentuk kisi-kisi alat pengumpul data.

Kedua, menguraikan masing-masing aspek dan indikator yang diteliti ke

dalam bentuk pernyataan.

Ketiga, melakukan penimbangan (judgement) kepada tiga orang Dosen.

Instrumen yang disusun, sebelum digunakan pada sampel yang telah ditetapkan,

terlebih dahulu instrumen dijudge oleh 3 orang dosen dari Jurusan Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan yang dipandang ahli di bidangnya.

Ketiga dosen ahli adalah Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., Nandang

Budiman, S.Pd., M.Si., dan Dra. SA. Lily Nurillah, M.Pd. Penimbangan dilakukan

dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap

(42)

tidak memadai. Memadai artinya butir instrumen tersebut dapat langsung

digunakan, kurang memadai artinya butir instrumen tersebut harus direvisi

terlebih dahulu sebelum digunakan, dan tidak memadai artinya butir instrumen

tersebut tidak dapat digunakan atau harus dibuang. Selanjutnya hasil

pertimbangan instrumen tersebut dijadikan landasan dalam penyempurnaan

instrumen yang telah disusun.

Hasil penelitian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item pada

angket hubungan interpersonal termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu

diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan

beberapa perbaikan redaksi supaya mudah dipahami siswa.

Dari 60 butir soal untuk instrumen hubungan interpersonal, diperoleh 6

item soal yang harus diperbaiki berdasarkan penimbangan tiga dosen ahli tersebut,

sehingga total item soal yang dinyatakan memadai adalah 54 item. Berikut ini

disajikan rincian item yang lolos uji penimbangan dari instrumen penelitian

angket kecerdasan interpersonal dalam tabel 3.5 di bawah ini.

Tabel 3.5

Hasil Judgement Instrument

Kesimpulan Nomor Item Jumlah

Memadai 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60.

54

Revisi 13, 14, 16, 27, 28, 52 6

Jumlah 60

Keempat, melakukan uji keterbacaan, uji keterbacaan dilakukan pada

siswa kelas VIII yang tidak menjadi sampel penelitian. Uji keterbacaan dilakukan

untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dibuat dapat dipahami dan

dimengerti oleh siswa baik dari segi penggunanaan bahasa, penggunaan istilah

(43)

Hasil dari uji keterbacaan yang dilakukan terhadap 6 (enam) orang siswa

kelas VIII secara umum tidak mendapatkan kesulitan yang berarti, dalam arti para

siswa mengerti pernyataan yang ada di dalam instrumen. Uji coba alat pengumpul

data dilakukan untuk mendapatkan item-item instrumen penelitian yang

berkualitas meliputi pengujian validitas dan reliabilitas.

Uji Validitas dan Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan/

kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) alat ukur yang telah disusun

dan akan digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Uji validitas dan

reliabilitas dilakukan secara built–in. Angket disebarkan secara bersama terhadap

siswa yang menjadi sampel penelitian. Kemudian dilakukan analisis validitas dan

reliabilitas data hasil uji coba untuk menentukan keterandalan instrumen

penelitian.

1. Uji validitas item

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap

konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Riduwan (Arikunto, 2006: 97) menjelaskan yang dimaksud dengan “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Apabila instrumen dikatakan valid, berarti

menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat

lunak (software) SPSS version 20.0 for Windows. Rumus yang digunakan untuk

menghitung validitas setiap item pernyataan adalah rank difference correlation

yang dikenal Sperman’s rho dengan Rumus 3.1 berikut.

Keterangan: ρ = koefisien korelasi tata jenjang/korelasi rho

b = singkatan dari beda/selisih peringkat antarsubjek

n = jumlah sampel

Gambar

Tabel   2.1 Persamaan dan Perbedaan Sosiodrama, Psikodrama, dan Bermain
Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Sensitifitas Sosial ...............................................................................
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Penelitian
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal  Siswa SMP
+5

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Keefektifan Bim bingan Kelompok Melalui Permainan Bola Kasti Untuk Peningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik Sekolah Dasar (Penelitian Di Kelas

Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan suatu produk panduan bimbingan interaksi sosial berbasis kecerdasan interpersonal untuk peserta didik SMP yang telah valid

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas sosiodrama untuk meningkatkan kecerdasan emosi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi interpersonal pada peserta didik kelas VII

Upaya bimbingan diharapkan mampu meningkatkan komunikasi interpersonal sehingga siswa memiliki hubungan interpersonal yang lebih baik seperti siswa mampu membina

Kurangnya hubungan interpersonal tersebut berpengaruh pada perkembangan peserta didik dalam melakukan hubungan dengan orang lain yang sejatinya akan dapat

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI PERMAINAN BOLA KASTI UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR

ABSRAK PENGARUH KEUTAMAAN SHALAT JAMAAH TERHADAP KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK DI MTs MUHAMMADIYAH METRO Oleh: NAJAH MAGFIROH Manusia pada dasarnya adalah individu