PESERTA DIDIK
(Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dewi Kumayasari 0802737
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK
MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL
PESERTA DIDIK
Oleh
Dewi Kumayasari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Dewi Kumayasari 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK
(Studi Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 )
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I
Dr. H. Agus Taufiq M,Pd NIP 195808161985031007
Pembimbing II
Dadang Sudrajat, M.Pd NIP 196808281998021002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Dewi Kumayasari (2013). Penggunaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik (Penelitian Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan interpersonal peserta didik dengan menerapkan teknik sosiodrama. Kecerdasan Interpersonal pada peserta didik perlu ditingkatkan karena mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam membina dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, oleh karena itu perlu diterapkan suatu teknik bimbingan dan konseling yang tepat, menarik, dan menyenangkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal adalah dengan menerapkan teknik sosiodrama. Penelitian ini merupakan penelitian Pra Eksperimen. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2012/2013. Data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan interpersonal siswa dikumpulkan melalui angket. Data dianalisis dengan teknik komparasi/perbandingan, yaitu membandingkan antara pretest dan postest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen ada perbedaan antara skor pre-test dan skor post-test (nilai thitung = 8,245 > ttabel 1,746 pada derajat bebas 16 lebih
besar daripada nilai t-tabel dengan nilai signifikansi 2-tailed = 0.000 < 0.05). Treatment teknik sosiodrama terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa dengan perbedaan rata-rata gain skor posttes dan pretest sebesar 39,3 poin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode sosiodrama dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal peserta didik. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang diajukan telah teruji kebenarannya.
ABSTRACT
Dewi Kumayasari (2013). Use of Techniques sociodramas to Improve Interpersonal Intelligence Students ( Pre Experiment Research on Eighth Grade Students of SMP Negeri 1 Lembang Academic Year 2012/2013 ).
This study aims to determine the increase in interpersonal learners by applying techniques sociodrama. Interpersonal intelligence on the learner needs to be improved because it has an important role in everyday life, especially in developing and maintaining relationships with others, therefore it is necessary to apply a technique of proper guidance and counseling, interesting , and fun. One way to improve interpersonal intelligence is to apply the techniques sociodrama . This research is a Pre- Experiment. Subjects in this study were eighth grade students of SMP Negeri 1 Lembang school year 2012/2013. The data used to determine the increase in students interpersonal intelligence gathered through a questionnaire. Data were analyzed by comparative techniques / comparisons, that is comparing pretest and posttest. Results showed that the experimental group was no difference between the scores of pre-test and post-test scores ( tcount = 8.245 > 1,746 ttable on 16 degrees of freedom is greater
than the value of t table with 2 - tailed significance value = 0,000 > 0,05 ). Treatment
sociodramas techniques proven effective for improving interpersonal differences of students with an average gain posttes and pretest scores by 39,3 points. The conclusion of this research is the application of methods sociodramas can improve interpersonal learners . This proves that the hypothesis has been verified.
KATA PENGANTAR... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Metode Penelitian... E. Manfaat Penelitian... F. Struktur Organisasi Penelitian...
BAB II KAJIAN TEORI EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA...
A. Karakteristik Perkembangan Siswa Remaja Awal... 1. Pengertian Remaja... C. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok... 1. Definisi Bimbingan Kelompok... 2. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 3. Fungsi Bimbingan Kelompok ... 4. Azaz Bimbingan Kelompok ... 5. Keuntungan Bimbingan Kelompok ... D. Teknik Sosiodrama...
9. Pengukuran Sosiodrama... E. Penggunaan Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Sosiodrama
untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... F. Pengembangan Program Bimbingan Kelompok ... 1. Program Bimbingan Kelompok ... 2. Model-Model Program Bimbingan dan Konseling ... G. Penelitian Terdahulu ... H. Kerangka Berfikir ... I. Hipotesis Penelitian ...
BAB III METODE PENELITIAN...
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... B. DesainPenelitian... C. Pendekatan dan Metode Penelitian...…...…... D. Definisi operasional Variabel... E. Instrumen Penelitian ... 1. Penyusunan Instrumen ... 2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen ... 3. Pedoman Skoring... F. Pengembangan Instrumen ...
1. Uji Validitas Item ... 2. Uji Reliabilitas Instrumen... G. Teknik Pengumpulan Data... H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... I. Prosedur Penelitian ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...
A. Deskripsi Hasil Penelitian... 1. Gambaran Kecerdasan Interpersonal Siswa ... 2. Gambaran Setiap Aspek Kecerdasan Interpersonal... 3. Gambaran Setiap Indikator Kecerdasan Interpersonal... B. Rancangan Program Bimbingan Kelompok dengan Teknik
Sosiodrama ... C. Pelaksanaan Intervensi dengan Teknik Sosiodrama ... D. Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... E. Implementasi Program Perubahan Pretest-Posttest ...
1. Uji Hipotesis ... 2. Gain (Peningkatan) Kecerdasan Interpersonal siswa ... F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal ... 2. Gambaran Aspek Kecerdasan Interpersonal ... 3. Pelaksanaan Program Intervensi Teknik Sosiodrama untuk
5. Keterbatasan Penelitian ...
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...
A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...
DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
179
181 181 182
2.1 Gambar Dimensi Kecerdasan Interpersonal ... 2.2 Bagan Alur Penelitian ...
DAFTAR TABEL
Persamaan dan Perbedaan Sosiodrama, Psikodrama, dan Bermain Peran (Role Playing) ... Model-model Promgram Bimbingan dan Konseling Komprehensif .. Jumlah Sampel Penelitian ... Rentang Skala Likert ... Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen ... Hasil Judgement Instrument ... Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen ... 3.7 Deskripsi Kategori Setiap Komponen Kecerdasan Interpersonal ... Kategori Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 ... Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Rekapitulasi Kategori Aspek Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ...
Rekapitulasi Komponen Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 ...
Presentase Ketercapaian Skor Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Sensitifitas Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ...
Persentase Ketercapaian Skor Indikator Wawasan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Komunikasi Sosial
4.15
4.16
4.17 4.18 4.19
4.20
4.21 4.22 4.23
Rencana Operasional (Action Plan) Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Sosiodrama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... Materi Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... Hasil Uji Normalitas Data Hasil Penelitian ... Hasil Uji t Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang Sebelum dengan Sesudah diberi Perlakuan Teknik Sosiodrama ... N- Gain Pre Test - Post Test Peningkatan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang ... N- Gain Aspek Sensitifitas Sosial ... N- Gain Aspek Wawasan Sosial ... N- Gain Aspek Komunkasi Sosial ...
132
139 159
160
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6 4.7 4.8
Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Komunikasi Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Sensitifitas Sosial ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Wawasan Sosial ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Wawasan Sosial ... Gambaran Umum Indikator Sensitifitas Sosial ... Gambaran Umum Indikator Wawasan Sosial ... Gambaran Umum Indikator Komunikasi Sosial ...
95 107
109
110
111
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Dilihat dari perkembangannya anak usia Sekolah Menengah Pertama
(SMP) pada umumnya berada pada rentang usia antara usia 12/13-15 tahun,
dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada fase remaja awal.
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Remaja senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, remaja berada dalam kondisi
kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak
peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau
materialis, dan sebagainya. Untuk mengatasi kebingungan tersebut remaja
diharapkan memiliki kecerdasan interpersonal, sehingga remaja mampu
menentukan perilaku yang sesuai dalam berhubungan dengan lingkungan
sosialnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Berndt dan Keefe (1996: 319) bahwa: Remaja yang memiliki pertemanan yang positif menunjukkan perilaku prososial yang lebih baik, lebih populer, memiliki self esteem yang tinggi, memiliki masalah-masalah emosional yang lebih sedikit, dan memiliki sikap yang lebih baik terhadap sekolah. Sebaliknya, pertemanan yang negatif akan mengurangi keterlibatan remaja terhadap sekolah serta mengarah pada perilaku-perilaku yang merusak.
Remaja dalam rentang kehidupannya memiliki berbagai tugas
perkembangan. Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja
yaitu mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar.
Sejalan dengan studi yang dilakukan Larson, Csikszantmihalyi, dan Graef
(Wisnuwardhani & Fatmawati, 2012:1) yang menemukan bahwa 70 persen dari
179 remaja dan orang dewasa melakukan aktivitas bersama orang lain
memiliki kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain,
serta kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain.
Havighurst (Hurlock, 1995: 10) mengemukakan sebagai berikut:
Dalam perkembangannya remaja memiliki tugas perkembangan yang menitikberatkan kepada hubungan sosial yang diantaranya: mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Pergaulan remaja di masyarakat, khususnya di sekolah sering dijumpai
adanya persinggungan emosional dan sosial yang barangkali disebabkan oleh
pengaruh situasi sosial budaya yang ada. Remaja ingin tampil dan dan
menunjukkan jati dirinya, namun yang tampak adalah perilaku yang
menyimpang dari norma kesopanan dan tata krama yang ada. Permasalahan
tentang persinggungan emosional dan sosial disebabkan kurangnya kecerdasan
interpersonal remaja (peserta didik) dalam melakukan interaksi interpersonal
dengan baik.
Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah dapat
memunculkan konflik interpersonal. Hal ini ditegaskan oleh Sullivan (Chaplin,
2000: 257) bahwa penyakit mental dan perkembangan kepribadian terutama
sekali lebih banyak ditentukan oleh interaksi interpersonalnya daripada oleh
faktor-faktor konstitusionalnya.
Kecerdasan interpersonal atau bisa juga dikatakan sebagai kecerdasan
sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam
mencipatakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya
sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau atau
saling menguntungkan.
Gardner (Safaria, 2005: 23) mengatakan:
memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.
Humprey (Campbell et. al. 2002: 172) mengatakan:
Bahwa intelegensi sosial adalah hal yang paling penting dalam intelek manusia. Humprey mengatakan manusia bahwa kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling besar adalah mengadakan cara untuk mempertahankan sosial manusia secara efektif. Banyak orang mampu memikirkan semua konsekuensi dari apa yang telah mereka perbuat, mengantisipasi tingkah laku orang lain, menentukan keuntungan dan kerugian benefit, dan mengatasi dengan baik hal-hal interpersonal. Hidup yang berhasil terkadang sangat tergantung pada kemampuan interpersonal yang dia miliki.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan
bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting
bagi manusia. Menurut Lwin et al. (2008: 199-201) dengan kecerdasan
interpersonal yang baik seseorang dapat menjadi orang dewasa yang sadar
secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, menjadi berhasil dalam pekerjaan,
dan mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik.
Kecerdasan interpersonal mempunyai peran penting dalam kehidupan
sehari-hari terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan
kecerdasan interpersonal akan memudahkan seseorang menyesuaikan diri,
bersosialisasi dengan orang lain maupun lingkungan, menjadi orang dewasa
yang sadar secara sosial, dan akan berhasil dalam pekerjaan (Surya, 2006: 31).
Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal cenderung mudah
memahami perasaan orang lain sehingga akan disenangi banyak teman,
menjadi pemimpin di antara teman-temannya dan pandai mengkomunikasikan
keinginannya pada orang lain.
Myrna Shure dan George Spivak (Safaria, 2005: 15) dari Hahnemann
Community Mental Health Center Philadelphia menjelaskan bahwa sejumlah
masalah penyesuaian perilaku yang dijumpai anak-anak paling tidak, mungkin
sebagian adalah akibat dari kurangnya keterampilan kognitif dalam
pemecahan masalah antar pribadi. Maksudnya anak-anak yang agresif, impulsif
dasar dalam memahami orang lain dan dalam menangani hubungan antar
pribadi.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Center for Creative
Leadership 1983 di Greensboro, Nort California yang membandingkan 21
eksekutif yang gagal dengan 20 eksekutif yang berhasil menduduki puncak
organisasi. Para eksekutif yang gagal sebenarnya merupakan orang-orang yang
cerdas, ahli dalam bidangnya masing-masing, merupakan orang-orang pekerja
keras, dan diharapkan maju dengan cepat, tetapi sebelum para eksekutif sampai
kepuncak organisasi, para eksekutif dipecat atau dipaksa untuk
pensiun/mengundurkan diri. Hasil penelitian menunjukkan para eksekutif yang
gagal bukan karena para eksekutif tidak ahli di bidangnya, tetapi karena tidak
memiliki keterampilan membina hubungan dengan orang lain. Para eksekutif
digambarkan sebagai sebagai orang yang dingin, tidak memiliki sikap empati,
mementingkan diri sendiri, menjaga jarak, terlalu ambisius, sehingga para
eksekutif ini lebih banyak dibenci oleh para bawahannya (Safaria, 2005: 14).
Berdasarkan uraian di atas, pada kehidupan peserta didik tidak hanya
membutuhkan kecerdasan linguistik ataupun logis-matematis tetapi
memerlukan kecerdasan interpersonal. Siswa yang tidak memiliki kecerdasan
interpersonal tidak akan mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang
lain sekalipun memiliki IQ yang tinggi. Hasil pemaparan menggambarkan
kecerdasan interpersonal tidak kalah pentingnya dengan kecerdasan
logis-matematis yang selalu dianggap menguasai kecerdasan seseorang.
Menurut Widodo (Hartati, 2009: 4), di Negara China sudah mulai
menjalankan program akselerasi sejak tahun 1978 dan telah menghasilkan 673
wisudawan usia dini, dan dinyatakan sekitar 15% mahasiswa akselerasinya
memiliki kecerdasan interpersonal rendah dengan kecenderungan mahasiswa
akselerasi tersebut menjadi bersikap introvert.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartati terhadap siswa
kelas X-2 SMAN 8 Bandung Tahun Ajaran 2007/2008 diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa siswa masih memiliki kecerdasan interpersonal yang
simpati dan empati terhadap orang lain, belum mampu bekerja sama dalam
kelompok, dan masih adanya klik di antara para siswa yang terbagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil dimana antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya tidak mampu melakukan kerja sama, baik dalam belajar maupun dalam
pergaulan sehari-hari.
Kemudian hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh gambaran
umum kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang
Tahun Ajaran 2012/2013 berada pada kategori sedang dengan perhitungan
rata-rata sebesar 227,55, nilai tertinggi berada pada angka 280, nilai terendah
berada pada angka 140, mediannya berada pada angka 227, dan modus pada
angka 220.
Berdasarkan pada fakta dan gambaran fenomena yang telah diuraikan,
menunjukkan ketidakmampuan peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan
interpersonal, cenderung menunjukan perilaku yang negatif sehingga
diperlukannya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam meningkatkan
kecerdasan interpersonal. Yusuf (2005: 26) menyatakan “peserta didik yang
memiliki perilaku negatif di sekolah akan menimbulkan gangguan dalam
berinteraksi sosial yang mengakibatkan keterasingan peserta didik dari lingkungannya.”
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan
penting dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
Sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini (kurikulum 2013) dimana
dalam salah satu prinsip pengembangan kurikulum tersebut menyatakan bahwa
kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan
peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.
Dari pernyataan tersebut menjadikan penyelenggaraan bimbingan dan
konseling merupakan suatu langkah untuk tercapainya tujuan dari kurikulum
2013 yang dirancang untuk mempersiapkan insan indonesia memiliki
kreatif, inovatif dan afektif serta, c) mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan peradaban dunia.
Suherman (2007: 10) menyatakan:
Bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai proses bantuan kepada individu sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli agar individu mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Kecerdasan interpersonal merupakan serangkaian kemampuan yang
perlu dimiliki oleh peserta didik. Dalam bimbingan dan konseling, hal tersebut
termasuk kedalam ranah bimbingan pribadi-sosial. Nurihsan (2007: 15)
mengartikan bimbingan pribadi sosial sebagai layanan bimbingan untuk
membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial.
Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang
kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem
pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan
yang tepat (Nurihsan, 2007: 16).
Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menyukai dan
menikmati bekerja secara berkelompok, belajar sambil berinteraksi dan bekerja
sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah dalam
perselisihan sampai pada kemampuan memanipulasi sekelompok besar orang
menuju pencapaian tujuan bersama seperti halnya direktur perusahaan besar.
Sehingga bimbingan kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan
kecerdasan interpersonal.
Prayitno (1995: 178) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan
memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan
kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, mananggapi,
memberi saran, dan lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya
bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan peserta lainnya.
Sementara itu, Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok
informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi
lebih sosial atau membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Salah satu teknik dalam bimbingan kelompok ialah teknik sosiodrama
yang dipandang tepat dalam membantu meningkatkan kecerdasan interpersonal
peserta didik. Teknik sosiodrama sebagai media dalam upaya membimbing
individu yang memerlukan dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Dengan teknik sosiodrama siswa dapat saling
berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman,
pengetahuan, gagasan atau ide-ide dan diharapkan dapat membantu peserta
didik dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal. Selain untuk
membantu memecahkan permasalahan secara bersama, dalam kegiatan
bimbingan kelompok ini mereka juga bisa berlatih cara meningkatkan
kecerdasan interpersonal di hadapan teman-teman mereka. Mereka juga belajar
mengungkapkan maksud dan keinginan mereka, serta memodifikasi tingkah
laku mereka sampai orang lain mempresepsikannya sebagaimana yang mereka
maksud.
Roestiyah (2001: 90) mengemukakan bahwa:
Dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologi.
Bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa dalam membuat rencana dan keputusan yang tepat. Selain itu, melalui teknik sosiodrama, siswa diharapkan memperoleh suatu dorongan atau kekuatan untuk menjaga hubungan interaksi dengan sesama, hal ini dimaksudkan agar siswa mampu belajar menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar, lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Natawidjaya, 1987: 33).
Teknik sosiodrama dapat digolongkan dalam model pembelajaran
teknik sosiodrama, siswa mempunyai kesempatan untuk menggali potensi
belajar yang dimiliki melalui sebuah pemeran tokoh tertentu kaitannya dengan permasalahan sosial.” Teknik sosiodrama juga mempunyai implikasi terhadap penggunaan metode dan penyajian materi, indikasi kemampuan dan
keterampilan siswa yang dapat dikembangkan dalam penerapan metode
sosiodrama, antara lain siswa dapat melatih dan memiliki kemampuan
kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian.
Dalam kegiatan sosiodrama, akan terjadi interaksi antar anggota
kelompok dan akan timbul rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah.
Dari hasil pembahasan dalam permainan sosiodrama itu maka anggota
kelompok (peserta didik) dapat belajar dari pengalaman baru yang berupa
penilaian ingatan dan pemahaman yang dialami. Saat kegiatan sosiodrama ini
dilaksanakan, akan terjadi suatu hubungan komunikasi antara pemimpin
kelompok dan antara anggota kelompok sehingga akan tercipta suatu
pemahaman melalui diskusi dan tanya jawab antara anggota kelompok
mengenai topik yang sedang dibahas.
Pada teknik sosiodrama menuntut kualitas tertentu pada siswa, yaitu siswa diharapkan mampu menghayati tokoh-tokoh (peran) atau posisi yang dikehendaki keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan, dan identifikasi diri terhadap nilai berkembangya (Hasan, 1993: 266).
Melalui metode ini para siswa diajak untuk belajar memecahkan
dilema-dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial yang
anggota-anggotanya adalah teman sendiri. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi
pribadi, model ini berupaya membantu peserta didik dengan proses kelompok
sosial.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini
diberijudul : Penggunaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatan Kecerdasan
Interpersonal Peserta Didik di SMP Negeri 1 Lembang (Penelitian
Pra-Eksperimen Terhadap Siswa SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran
B.Identifikasi dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kecerdasan interpersonal menjadi penting karena pada dasarnya
manusia tidak dapat menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup anak terkait
dengan orang lain. Anak-anak yang gagal mengembangkan kecerdasan
interpersonal, akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya.
Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik
interpersonal juga menghambat anak untuk mengembangkan dunia sosialnya
secara matang. Akibatnya dari hal ini anak kesepian, merasa tidak berharga,
dan suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan anak mudah menjadi
depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup. Seperti yang dikemukakan oleh
Victor Frankl (Safaria, 2005: 13) “Sebagai simpton noogenis neurosis atau
eksistensial vacumm. Anak-anak yang terbatas pergaulan sosialnya ini jelas
akan banyak mengalami banyak hambatan ketika mereka memasuki masa sekolah atau masa dewasa.”
2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian di atas mengenai penggunaan bimbingan
kelompok melalui teknik sosiodrama sebagai strategi untuk mengembangkan
kecerdasan interpersonal peserta didik, maka penulis merumuskan pertanyaan
penelitian sebagai arahan perumusan dalam penelitian, yaitu.
1. Bagaimana gambaran umum kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII di
SMP Negeri 1 Lembang?
2. Model rancangan operasional sosiodrama untuk mengembangkan
kecerdasan interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1
Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.
3. Bagaimana penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama
untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII di SMP
Negeri 1 Lembang?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum penelitian
penggunaan teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal
peserta didik di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.
Berdasarkan tujuan umum, penulis menjabarkan lagi tujuan tersebut ke
dalam beberapa tujuan khusus, maka secara spesifik penelitian bertujuan
memperoleh gambaran empiris tentang :
1. Tingkat kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang
Tahun Ajaran 2012/2013.
2. Model rancangan operasional teknik sosiodrama untuk meningkatkan
kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun
Ajaran 2012/2013.
3. Penggunaan teknik sosiodrama untuk meningkatkan kecerdasan
interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran
2012/2013.
D.Metode Penelitian
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian yaitu metode eksperimen.
Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono,2011: 72).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk Pre-eksperimental
Design. desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena
masih terdapat variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan
variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel kontrol,
dan sampel tidak dipilih secara random.
Bentuk pre-eksperimental designs ada beberapa macam dan peneliti
memilih bentuk pre-test dan post-test dalam penelitiannya. Sampel dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan hasil instrumen yang dikembangkan. Siswa
yang terpilih sebagai sampel akan mendapatkan perlakuan berupa bimbingan
kelompok melalui teknik sosiodrama. Penelitian ini bertujuan untuk
diberikan perlakuan. Perubahan ini diketahui melalui hasil pengukuran dari
pelaksanaan post-test yang dilaksanakan setelah siswa diberikan bimbingan
kelompok melalui teknik sosiodrama.
Secara teknis prosedur penggunaan sosiodrama dalam meningkatkan
kecerdasan interpersonal peserta didik ialah sebagai berikut:
a. Tahap Awal (Pemanasan)
Pada tahap awal ini atau tahap pemanasan terdiri dari kegiatan awal
yang diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan dan spontanitas dalam
sosiodrama. Hal ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk terlibat secara
langsung. Dalam tahap ini kegiatan kegiatan sosiodrama terdiri atas:
1) Membangun kepercayaan dan interaksi kelompok.
2) Mengidentifikasi tema kelompok, menentukan pemeran utama
(protagonis), sampai aksi protagonis ke panggung (Blatner, 2002).
3) Para peserta dibantu untuk bersiap-siap melaksanakan kegiatan
sosiodrama selama fase tindakan (tahap inti). Kesiapan tersebut
meliputi motivasi untuk merumuskan tujuan seseorang dan
kenyamanan untuk mempercayai orang lain (teman sebaya) dalam
kelompok. Teknik fisik untuk pemanasan kelompok biasanya
diperkenalkan dan mungkin termasuk menggunakan musik, menari,
dan gerakan atau latihan nonverbal lainnya.
4) Selama tahap pemanasan, anggota harus diyakinkan bahwa kegiatan
sosiodrama merupakan kegiatan yang menyenangkan dan memberi
rasa nyaman, bahwa mereka adalah orang-orang untuk memutuskan
apa yang mereka akan ungkapkan dan kapan mereka akan
mengungkapkan hal itu, dan bahwa mereka bisa berhenti kapan pu
mereka mau.
b. Tahap Tindakan (Aksi/Inti)
Tahap tindakan merupakan kegiatan inti dalam permainan
sosiodrama yang menggunakan kejadian masa lalu atau kejadian masa
sekarang yang terjadi dalam kejadian nyata sehari-hari. Tujuan dari fase
yang mendasari sikap dan perasaan yang peserta didik tidak sepenuhnya
sadar. Hal ini berguna untuk memfasilitasi proses sosiodrama sehingga
protagonis dapat bergerak ke dalam tindakan sesegera mungkin. Dalam
melakukan hal ini, pemimpin dapat menarik isyarat penting terhadap
protagonis dalam menyajikan peranannya, termasuk ekspresi wajah,
kiasan, dan postur tubuh. Pemimpin (guru BK) membantu protagonis
mendapatkan fokus yang jelas pada perhatian khusus.
Titik intervensi ini adalah untuk menghindari komentar dan untuk
mencoba pendekatan alternatif dalam tindakan. Setelah protagonis
memiliki rasa yang jelas tentang apa yang ia ingin kembangkan, adalah
mungkin untuk menciptakan adegan dan pelatihan ego tambahan. Saran
lain adalah bahwa kemampuan berfantasi tentang masa depan, sehingga
berbagi pemikiran dengan penonton. Durasi tahap tindakan bervariasi dan
tergantung pada evaluasi pemimpin (guru BK) dalam keterlibatan
protagonis dan pada tingkat keterlibatan kelompok.
Pada akhir tahap tindakan, penting untuk membantu siswa
memperoleh makna dan perasaan untuk setiap adegan dalam sosiodrama
yang telah mereka perankan. Salah satu cara yang berguna untuk
mengakhiri kegiatan sosiodrama adalah mengatur praktek perilaku untuk
membantu protagonis menerjemahkan kelompok belajar dalam kehidupan
sehari-hari. Fungsi dari praktek perilaku adalah untuk menciptakan iklim
yang memungkinkan mencoba berbagai perilaku baru. Kemudian siswa
dapat menerapkan beberapa perilaku yang dengan orang lain yang
signifikan di luar kelompok dan menghadapi situasi yang lebih efektif.
Berbagai teknik yang digunakan, seperti pembalikan peran, proyeksi masa
depan, teknik kaca, dan umpan balik, sering digunakan untuk membantu
protagonis mendapatkan ide yang jelas tentang dampak dari perilaku
barunya.
c. Tahap Akhir (Berbagi dan Diskusi)
1) Diskusi yang pertama, terdiri dari pernyataan tentang diri sendiri,
sebuah diskusi dari proses kelompok berikutnya. Setelah adegan itu
dapat diterapkan, pemimpin (guru BK) mengundang semua anggota
kelompok untuk mengekspresikan bagaimana perasaan mereka
secara pribadi mengenai kegiatan sosiodrama yang telah dimainkan.
Mereka yang menjadi peran pembantu dapat berbagi dalam dua cara:
a) Pertama, mereka mungkin didorong untuk membagikan apa
yang mereka temukan dalam diri mereka tentang perasaan atau
pemikiran dalam peran mereka.
b) Kedua, mereka bisa memerankan lebih lanjut dan berbagi dari
kehidupan mereka sendiri yang tersentuh kedalam setiap adegan
sosiodrama.
2) Anggota kelompok dalam sosiodrama tidak seharusnya memberikan
saran atau analisis terhadap protagonis tetapi berbicara tentang diri
mereka dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh kegiatan soiodrama.
Setiap anggota kelompok dapat lebih terbuka dan berbagi pendapat
dan hal ini memiliki efek penyembuhan. Pengungkapan pengalaman
orang lain memberikan perasaan bahwa mereka tidak sendirian dan
menimbulkan sebuah ikatan. Interpretasi dan evaluasi datang
kemudian, ketika protagonis tidak begitu peka.
3) Selama fase berbagi dalam sosiodrama, fungsi pemimpin (guru BK)
adalah untuk memimpin diskusi yang termasuk sebagai peserta
dalam umpan balik. Tahap berbagi memberikan semua anggota
dalam kelompok sosiodrama mendapatkan kesempatan untuk
mengepresikan perasaan mereka. Jika mereka telah membuka diri
dan menyatakan perasaan yang mendalam, mereka harus bis
mengandalkan dukungan kelompok untuk mengintegrasikan melalui
berbagi dan beberapa makna daya eksploratif dari pengalaman
peserta didik.
4) Pemimpin (guru BK) harus memperkuat jenis diskusi yang
emosional terhadap sebagian dari anggota. Diskusi ini lebih baik
terstruktur sehingga anggota berdiskusi tentang bagaimana mereka
dipengaruhi oleh setiap sesi.
5) Penutupan tidak selalu berarti bahwa kekhawatiran dapat
diselesaikan, tapi semua yang terlibat dalam sosiodrama harus
memiliki kesempatan untuk berbicara tentang bagaimana mereka
terkena dampak dan apa yang mereka pelajari. Sebuah aspek kunci
dari penutupan adalah proses pembekalan dari protagonis dan peran
pembantu.
6) Salah satu tugas yang paling menantang bagi pemimpin (guru BK)
adalah belajar untuk membawa penutupan dalam setiap sesi tanpa
membatasi diri lebih lanjut anggota kelompok sosiodrama untuk
bereksplorasi, yang diperlukan adalah jalan keluar yang mendalam
tentang masalah mereka.
E.Manfaat Penelitian
Setelah rumusan tujuan dapat tercapai, maka penelitian ini dapat
memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.
1. Secara teoritis
Dari hasil penelitian ini juga diharapkan berguna untuk mengembangkan
wawasan pengetahuan secara teoritis dan menemukan pemikiran konseptual
serta dapat menambah wawasan ilmu dalam bidang Bimbingan dan Konseling
khususnya mengenai kecerdasan interpersonal siswa.
2. Secara Praktis
a. Bagi peneliti, dapat memperoleh bekal cara penanganan permasalahan
kurangnya kecerdasan interpersonal siswa dan juga mengetahui keadaan
sekolah;
b. Bagi sekolah, dapat dijadikan masukan dalam membantu siswa untuk dapat
c. Bagi Guru pembimbing, dapat mengetahui cara membantu siswa agar dapat
mengembangkan kecerdasan interpersonal sehingga menunjang pula untuk
dapat berhasil di sekolah baik akademik maupun non-akademik.
d. Bagi lembaga, dapat memberikan masukan dalam membantu siswa untuk
dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal di lingkungan sekolah;
e. Bagi perkembangan ilmu, dapat mengetahui cara membantu siswa agar
dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal sehingga menunjang pula
untuk dapat berhasil di sekolah baik akademik maupun non-akademik.
f. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya dengan menggunakan teknik yang lainnya.
F. Struktur Organisasi
Pada bab I berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat atau signifikasi
penelitian, dan struktur organisasi. Pada bab II di dalamnya dibahas mengenai
pengertian kecerdasan interpersonal, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan interpersonal, kecerdasan interpersonal remaja di sekolah,
aspek-aspek kecerdasan interpersonal, karakteristik kecerdasan interpersonal, konsep
dasar teknik sosiodrama, penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik
sosiodrama dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa di sekolah,
pengembangan program bimbingan kelompok, penelitian terdahulu, kerengka
berfikir dan hipotesis penilitan. Pada bab III berisi penjabaran yang rinci
mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan.
Pada bab IV mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang
dilakukan. Pada bab V kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran
2012/2013. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena peneliti melihat fenomena
yang terjadi di sekolah remaja cenderung memiliki perilaku prososial yang
rendah. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang sering membuat keributan di
kelas, menggangu teman yang sedang belajar, kurangnya sikap empati kepada
teman, berperilaku kurang sopan santun ketika berbicara dengan guru, kurang
menghargai teman, dan lain sebagainya. Alasan peneliti memilih kelas VIII
karena dalam standar kompetensi pengembangan diri siswa kelas VIII SMP salah
satunya ialah menghargai diri sendiri dan orang lain. Dengan diadakannya
penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan,
sikap, dan keterampilan interpersonal untuk membantu memahami diri dan orang
lain.
Menurut Arikunto (2006: 174), sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Pusposive sampling (sampel
bertujuan yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2011: 124).
Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dilakukan dengan
cara mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah tetapi
berdasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006: 183). Dengan menggunakan
teknik purposive sampling, peneliti dapat mengambil sampel dengan tujuan
tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2006: 183).
1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau
2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key
subjectis).
3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam studi
pendahuluan.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 yang skor tingkat kecerdasan interpersonal
berada dalam kategori sangat rendah berdasarkan pada hasil analisis pretest
instrumen kecerdasan interpersonal.
Tabel 3.1
Jumlah Sampel Penelitian
Kategorisasi Interval Jumlah siswa Persentase
Sangat Tinggi 65 < X 16 6,4
Tinggi 55 < X < 65 43 17,3
Sedang 45 < X < 55 109 43,8
Rendah 35 < X < 45 64 25,7
Sangat Rendah X < 35 17 6,8
Jumlah 249 100
B.Desain Penelitian
Desain eksperimen yang digunakan adalah desain eksperimen One Group
Pre-test-Post-test Design. Data pre-test post-test diambil melalui instrumen untuk
mengungkap tingkat hubungan interpersonal siswa. Adapun desain
pra-eksperimen dengan model pre-test post-test dari Arikunto (2006: 85) dapat
diuraikan sebagai berikut:
Keterangan:
O1 : Nilai Pre-test (sebelum treatment)
X : Eksperimen/tindakan (treatment)
C.Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu
suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisian
data hasil penelitian secara eksak mengenai efektivitas teknik sosiodrama dalam
meningkatkan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Lembang dalam bentuk angka, sehingga memudahkan proses analisis dan
penafsirannya dalam menggunakan hubungan perhitungan statistik. Pendekatan
kuantitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang membutuhkan
jawaban secara deskriptif.
Pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah didesain untuk
menjawab pertanyaan penelitian/hipotesis secara spesifik dengan penggunaan
statistik. Pendekatan Kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai
tingkat kecerdasan interpersonal remaja dengan menggunakan teknik
sosiodrama.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode Pre Eksperimental, yaitu metode
penelitian yang memberikan intervensi atau perlakuan dan juga memiliki
perbandingan, namun memiliki kekurangan dalam kontrol yang terdapat dalam
eksperimen. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan
interpersonal remaja yang rendah melalui teknik sosiodrama pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 lembang.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Kecerdasan Interpersonal
Menurut Lwin et al. (2008: 197) “kecerdasan interpersonal adalah
kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen,
Prasetyo dan Andriani (2009: 74) “Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan orang lain”. Kecerdasan interpersonal, menurut Safaria (2005: 23), merupakan “kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi sosialnya sehingga kedua
belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan.” Menurut Safaria (2005: 23) individu yang tingggi kecerdasan interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang
lain, berempati secara baik, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan
orang lain, dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat, suasana hati, motif
orang lain.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan
bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting
bagi manusia. Menurut Lwin et. al. (2008: 199 – 201) dengan kecerdasan
interpersonal yang baik seseorang dapat : a. menjadi orang dewasa yang sadar
secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, b. menjadi berhasil dalam
pekerjaan, dan c. mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik. Dan untuk
itulah pengembangan kecerdasan interpersonal merupakan usaha yang harus
dilakukan oleh setiap individu dengan: a. melatih dirinya berkomunikasi secara
efektif, b. belajar bekerja sama dengan orang lain, c. belajar untuk memahami
pikiran, perasaan, dan maksud orang lain, d. mengembangkan karakter yang
mendukung aktivitas menjalin relasi dengan orang lain, misalnya ramah, rendah
hati, berpikiran positif, dst.
Konsep kecerdasan interpersonal yang digunakan dalam penelitian ini
adalah konsep kecerdasan interpersonal dari Howard Gardner.
Gardner (Safaria, T, 2005: 23) mengatakan
Kecerdasan interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
sebagai kemampuan siswa dalam mempersepsi dan membedakan suasana hati,
maksud, motivasi, dan keinginan orang lain, serta mampu memberikan respons
secara tepat terhadap suasana hati, tempramen, motivasi dan keinginan orang
lain. Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dapat merasakan apa
yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak
sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain
merasa nyaman.
Menurut Gardner (Safaria 2005: 24) menyatakan kecerdasan sosial atau
kecerdasan interpersonal mempunyai tiga aspek yaitu:
1) Social sensitivity (kepekaan sosial) yaitu kemampuan siswa untuk mampu
merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang
ditunjukkannya baik secara verbal maupun nonverbal. Siswa yang memiliki
social sensitivity akan mudah memahami dan menyadari adanya reaksi-reaksi
tertentudari orang lain, baik reaksi positif maupun reaksi negatif. Social
sensitivity meliputi:
a. Sikap empati. Feshbach (Safaria, 2005: 104) mengatakan empati adalah sejenis pemahaman perspektif yang mengacu pada “respon emosi yang dianut bersama dan dialami individu ketika ia mempersepsikan reaksi emosi orang lain.” Empati memiliki dua komponen yaitu kognitif dan afektif. Komponen kognitif itu pertama adalah kemampuan individu untuk
mengidentifikasikan den melabelkan perasaan orang lain. Kedua
kemampuan individu mengasumsikan perspektif orang lain. Komponen
afektif adalah kemampuan dalam keresponsifan emosi.
b. Sikap prososial. Perilaku prososial adalah tindakan moral yang harus
dilakukan secara cultural seperti berbagi, membantu seseorang yang
membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain dan mengungkapkan
simpati.
2) Social Insight (wawasan sosial) yaitu kemampuan siswa untuk memahami
sehingga masalah tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi
sosialyang telah dibangun siswa. Pondasi dasar dari social insight adalah
berkembangnya kesadaran diri siswa secara baik. Kesadaran diri yang
berkembang akan membuat siswa mampu memahami dirinya baik keadaan
internal maupun eksternal seperti menyadari emosi-emosi yang muncul
(internal) atau menyadari cara berbicara dan intonasi suaranya (eksternal).
Pemahaman sosial ini meliputi:
a. Kesadaran diri. Kesadaran diri adalah mampu menyadari dan menghayati
totalitas keberadaanya di dunia seperti menyadari kegiatan-kegiatannya,
cita-citanya, harapan-harapannya, dan tujuan-tujuannya dimasa depan.
Kesadaran diri ini sangat penting dimiliki oleh siswa karena kesadaran diri
memiliki fungsi monitoring dan fungsi kontrol dalam diri.
b. Pemahaman situasi sosial dan etika sosial. untuk sukses dalam membina
dan mempertahankan sebuah hubungan, individu perlu memahami
norma-norma moral dan sosial yang berlaku di masyarakat (Safaria, 2005:65). Di
dalam norma moral dan sosial terdapat ajaran yang membimbing individu
bertingkah laku yang benar dalam situasi sosial.
c. Pemecahan masalah efektif. Setiap individu membutuhkan keterampilan
untuk memecahkan masalah secara efektif. Apalagi jika masalah tersebut
berkaitan dengan konflik interpersonal. Menurut Safaria (2005: 77) “Semakin tinggi kemampuan individu dalam memecahkan masalah, maka akan semakan positif hasil yang akan didapatnya dari penyelesaian konflik antar pribadi tersebut.”
3) Social Communications atau keterampilan komunikasi sosial merupakan
kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam
menjalindan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Keterampilan
komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif,
dan keterampilan berbicara dengan orang lain (Safaria, 2005: 25).
2. Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Sosiodrama dalam
Prayitno (1995:178) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan
dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling
berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan
lain-lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri
peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya. Sementara itu,
Wibowo (2005:17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu
kegiatan kelompok dimana pemimpin kelompok menyediakan
informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial
atau membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Oemarjoedi (Rusmana, 2009: 56) berpendapat bahwa sosiodrama
merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis
perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang
di dramatisasikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau pun melalui
gerakan-gerakan dramatisasi.
Teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan
dalam bimbingan kelompok. Proses bimbingan kelompok yang menggunakan
teknik sosiodrama cenderung obyeknya bukan benda atau kegiatan yang
sebenarnya, melainkan kegiatan bimbingan kelompok yang bersifat pura-pura.
Disamping itu dalam teknik sosiodrama siswa diajak untuk bermain beberapa
perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan bimbingan yang ingin dicapai
(Anitah, 2009: 523).
Winkel (2012: 571) juga mengungkapkan bahwa “Sosiodrama
merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam
pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam
pergaulan sosial.”
Dalam kegiatan sosiodrama, siswa mengamati dan menganalisis interaksi
antara pemeran sedangkan bimbingan merencanakan, menstruktur, memfasilitasi
dan memonitor jalannya sosiodrama tersebut kemudian membimbing untuk
digambarkan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain sehingga dapat
memunculkan pemikiran rasional siswa yaitu individu (pemeran) dapat meyakini
sebenarnya setiap individu mampu melakukan cara bersosialisasi yang baik
dengan orang lain asalkan adanya keinginan untuk melatihnya.
Menurut Winkel (2012: 572) pola prosedural dalam penggunaan
sosiodrama pada dasarnya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan topik persoalan. Persoalan yang menyangkut pergaulan dengan
orang lain diketengahkan dan diuraikan situasi pergaulan yang akan dikaji.
b. Menentukan pemeran. Penentuan ini didasarkan pada kerelaan beberapa
siswa yang menyatakan kesediannya untuk maju dan memegang peranan
tertentu.
c. Pemeran memainkan peran secara spontan. Permainan tidak boleh berjalan
terlalu lama dan hanya berlangsung cukup lama untuk mengetengahkan
situasi problematis serta cara pemecahannya.
d. Pemeran mengungkapkan apa yang dirasakannya selama memainkan peran
tersebut.
e. Penyaksi mendiskusikan jalannya permainan tadi dan efektivitas dari cara
pemecahan yang terungap dalam dramatisasi.
f. Bila dianggap perlu, adegan yang sama diulang kembali dengan mengambil
pelaku-pelaku yang lain.
Dari beberapa penjabaran di atas maka definisi operasional variabel teknik
sosiodrama, secara operasional, teknik sosiodrama yang dimaksud dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai suatu teknik bimbingan dan konseling
kelompok dimana guru bimbingan dan konseling memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan kegiatan bermain peran, dimana siswa
memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah
sosial, yang dapat melatih siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial
yang menghambat atau yang menyebabkan rendahnya kecerdasan interpersonal.
Teknik sosiodrama merupakan sebuah teknik dari bermain peran, metode
ini merupakan salah satu metode dalam memecahkan permasalahan yang timbul
yang timbul dengan kelompok teman sebaya dalam pergaulan tersebut melalui
drama.
Pada metode ini siswa diajak untuk bisa memecahkan permasalahan
pribadi di dalam lingkungan sosial. Dalam penelitian ini siswa belajar untuk
mengamati, menganalisis, menstruktur, merencanakan peran atau tokoh yang
akan diperankan dengan mengeksplor dirinya sendiri dan kelompok teman
sebayanya dalam memerankan beberapa peran atau tokoh.
Aplikasi dari metode sosiodrama ini melibatkan beberapa siswa yang
memainkan peran pada suatu tokoh tanpa menghafal naskah hanya perlu
mempersiapkan diri untuk bisa mengembangkan yang hanya berpegangan pada
judul dan garis besar skenario yang telah ditentukan. Siswa diminta menghayati
setiap perannya seakan-akan peristiwa dalam drama tersebut pernah terjadi dan
memang bisa diimplementasikan pada kehidupan nyata yang sesungguhnya.
Langkah-langkah dalam sosiodrama melibatkan tiga fase : 1) fase
pemanasan (tahap awal) yang ditandai dengan penentuan sutradara yang siap
memimpin kelompok dan konseli siap dipimpin, 2) fase tindakan (tahap inti)
yang melibatkan tindakan yang jelas pada pemain protagonis untuk
mengekspresikan emosi-emosi yang muncul dan menemukan cara baru yang
efektif untuk mengatasinya, 3) fase integrasi (tahap akhir) yang melibatkan
kegiatan diskusi dan penutupan (dosure), umpan balik sangat penting dari setiap
konseli dan protagonis agar mendapat jalan keluar yang jelas mengenai
permasalahan yang diangkat dalam sebuah judul sosiodrama kemudian terjadi
perubahan dan terciptanya integrasi (Gladding, 1995).
E.Instrumen Penelitian
1. Penyusunan Instrumen
Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran, seperti yang
dikemukakan Emory (Sugiyono,2010: 102) bahwa:
membuat laporan daripada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian.”
Karena pada prinsipnya meneliti adalah mengukur, maka untuk melakukan
suatu penelitian diperlukan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian
biasanya dinamakan instrumen penelitian (Sugiono,2010: 102). Berdasarkan
tujuan penelitian tersebut, maka teknik pengumpulan data utama yang digunakan yaitu kuesioner atau angket. Menurut Sugiyono (2009: 199), “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.”
Angket ini digunakan untuk mengungkap tingkat kecerdasan interpersonal
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2012/2013. Angket
digunakan sebagai teknik pengumpulan data utama karena angket
memungkinkan dalam mengumpulkan data pada waktu yang bersamaan dan
dengan populasi yang cukup besar.
Bentuk angket yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk
jawaban tertutup. Angket bentuk ini merupakan angket yang jawabannya telah
tersedia dan responden hanya menjawab setiap pernyataan dengan cara memilih
alternatif jawaban yang telah disediakan. Seperti yang dikemukakan oleh Ali (1993: 69), “Bentuk jawaban tertutup (closed form atau pre-coded), yakni angket yang pada setiap itemnya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban”.
Butir-butir pernyataan dalam angket ini merupakan gambaran tentang
kecerdasan interpersonal siswa dan perilaku siswa yang mengalami kesulitan
dalam bersosiaalisasi dengan lingkungan sosialnya. Instrumen pengungkap
kecerdasan interpersonal adalah instrumen yang disusun penulis berdasarkan
pengembangan teori dan perumusan teori mengenai kecerdasan interpersonal.
Langkah-langkah dalam penyusunan angket pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan angket dan menatapkan batasannya.
c. Merumuskan indikator-indikator yang akan dijadikan pertanyaan melalui
kisi-kisi instrumen penelitian.
d. Menyusun pernyataan angket beserta alternatif jawabannya.
Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Likert yang telah dimodifikasi, Sugiyono (2010: 134) menyatakan “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Fenomena sosial di sini telah ditetapkan sebagai variabel penelitian. Lebih lanjut Sugiyono (2010: 134) menjelaskan bahwa “Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.”
Data yang keluar sebagai hasil pengukuran skala Likert dalam penelitian
ini termasuk ke dalam golongan data interval seperti yang dinyatakan oleh
Sugiyono (2011: 134) bahwa skala Likert, skala Guttman, rating scale, dan
semantic deferential bila digunakan dalam pengukuran akan mendapatkan data
interval atau rasio.
Berikut digambarkan rentang skala pada model Likert yang digunakan
dalam penelitian ini.
Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap tingkat kecerdasan interpersonal
remaja dikembangkan dari definisi operasional yang di dalamnya terkandung
Berikut kisi-kisi instrumen kecerdasan interpersonal peserta didik disajikan
pada Tabel 3.3:
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP
No. Aspek Indikator
Jenis instrumen pengungkap data dalam penelitian ini adalah berupa
inventori berskala. Skala yang digunakan dalam instrumen adalah skala Likert.
Sistem penilaian item dalam penelitian ini menggunakan sistem penilaian skala
5 dengan menggunakan 5 alternatif. Pernyataan atau item-item yang terdapat
dalam skala kecerdasan interpersonal terdiri dari 33 item favorable dan 27 item
unfavorable. Item favorable adalah item yang mengandung nilai-nilai yang
mendukung secara positif terhadap satu pernyataan tertentu. Sedangkan item
unfavorable adalah item yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara
negatif terhadap satu pernyataan tertentu.
Instrumen pengungkap kecerdasan interpersonal peserta didik
menggunakan skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak
Setuju (TS), dan Sanngat Tidak Setuju (STS). Butir-butir pernyataan positif pada
alternatif jawaban siswa diberi skor 5,4,3,2, dan 1. Sedangkan butir-butir
pernyataan negatif pada alternatif jawaban siswa diberi skor 1,2,3,4, dan 5.
Semakin tinggi alternatif jawaban siswa, maka semakin tinggi tingkat kecerdasan
interpersonal siswa. Dan semakinrendah alternatif jawaban siswa, maka semakin
rendah kecerdasan interpersonal siswa.
F. Pengembangan Instrumen
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah gambaran kecerdasan
interpersonal siswa SMP. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, maka instrumen
penelitian yang digunakan sebagai alat pengumpul data yang dikembangkan
adalah inventori kecerdasan interpersonal siswa SMP.
Alat pengumpul data mengenai kecerdasan interpersonal siswa SMP
mengguanakan skala Likert dengan lima alternatif pilihan jawaban, yaitu:
Tabel 3.4
Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen
Sangat
Konstruk kecerdasan interpersonal SMP dikembangkan berdasarkan teori
multiple intelligent Gardner (Safaria, 2005). Berdasarkan konstruk tersebut,
dikembangkan kisi-kisi alat pengumpul data penelitian yang disajikan dalam
bentuk tabel yang selanjutnya dijabarkan dalam butir-butir pernyataan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan angket. Teknik
pengumpulan data melalui angket merupakan cara pengumpulan data dengan
menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disiapkan dan disusun
sedemikian rupa sehingga responden tinggal mengisi atau menandai dengan
mudah dan cepat (Sudjana, 2005: 8). Prosedur pengumpulan data dalam penelitian
ini terdiri atas: studi pendahuluan, perizinan dan pelaksanaan pengumpulan data.
Alat pengumpul data yang layak dan memenuhi kriteria diperoleh melalui
Tahap pengujian, sebagai berikut:
Pertama, menguraikan variabel kecerdasan interpersonal siswa SMP yang
diteliti dan disusun dalam bentuk kisi-kisi alat pengumpul data.
Kedua, menguraikan masing-masing aspek dan indikator yang diteliti ke
dalam bentuk pernyataan.
Ketiga, melakukan penimbangan (judgement) kepada tiga orang Dosen.
Instrumen yang disusun, sebelum digunakan pada sampel yang telah ditetapkan,
terlebih dahulu instrumen dijudge oleh 3 orang dosen dari Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan yang dipandang ahli di bidangnya.
Ketiga dosen ahli adalah Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., Nandang
Budiman, S.Pd., M.Si., dan Dra. SA. Lily Nurillah, M.Pd. Penimbangan dilakukan
dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap
tidak memadai. Memadai artinya butir instrumen tersebut dapat langsung
digunakan, kurang memadai artinya butir instrumen tersebut harus direvisi
terlebih dahulu sebelum digunakan, dan tidak memadai artinya butir instrumen
tersebut tidak dapat digunakan atau harus dibuang. Selanjutnya hasil
pertimbangan instrumen tersebut dijadikan landasan dalam penyempurnaan
instrumen yang telah disusun.
Hasil penelitian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item pada
angket hubungan interpersonal termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu
diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan
beberapa perbaikan redaksi supaya mudah dipahami siswa.
Dari 60 butir soal untuk instrumen hubungan interpersonal, diperoleh 6
item soal yang harus diperbaiki berdasarkan penimbangan tiga dosen ahli tersebut,
sehingga total item soal yang dinyatakan memadai adalah 54 item. Berikut ini
disajikan rincian item yang lolos uji penimbangan dari instrumen penelitian
angket kecerdasan interpersonal dalam tabel 3.5 di bawah ini.
Tabel 3.5
Hasil Judgement Instrument
Kesimpulan Nomor Item Jumlah
Memadai 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60.
54
Revisi 13, 14, 16, 27, 28, 52 6
Jumlah 60
Keempat, melakukan uji keterbacaan, uji keterbacaan dilakukan pada
siswa kelas VIII yang tidak menjadi sampel penelitian. Uji keterbacaan dilakukan
untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dibuat dapat dipahami dan
dimengerti oleh siswa baik dari segi penggunanaan bahasa, penggunaan istilah
Hasil dari uji keterbacaan yang dilakukan terhadap 6 (enam) orang siswa
kelas VIII secara umum tidak mendapatkan kesulitan yang berarti, dalam arti para
siswa mengerti pernyataan yang ada di dalam instrumen. Uji coba alat pengumpul
data dilakukan untuk mendapatkan item-item instrumen penelitian yang
berkualitas meliputi pengujian validitas dan reliabilitas.
Uji Validitas dan Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan/
kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) alat ukur yang telah disusun
dan akan digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Uji validitas dan
reliabilitas dilakukan secara built–in. Angket disebarkan secara bersama terhadap
siswa yang menjadi sampel penelitian. Kemudian dilakukan analisis validitas dan
reliabilitas data hasil uji coba untuk menentukan keterandalan instrumen
penelitian.
1. Uji validitas item
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap
konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Riduwan (Arikunto, 2006: 97) menjelaskan yang dimaksud dengan “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Apabila instrumen dikatakan valid, berarti
menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak (software) SPSS version 20.0 for Windows. Rumus yang digunakan untuk
menghitung validitas setiap item pernyataan adalah rank difference correlation
yang dikenal Sperman’s rho dengan Rumus 3.1 berikut.
Keterangan: ρ = koefisien korelasi tata jenjang/korelasi rho
b = singkatan dari beda/selisih peringkat antarsubjek
n = jumlah sampel