• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN USIA AWAL PEMBERIAN MP ASI DENGAN LAMA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 8-12 BULAN DI Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Usia Awal Pemberian MP ASI Dengan Lama Kejadian Diare Pada Bayi Usia 8-12 Bulan di Puskesmas Coloma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN USIA AWAL PEMBERIAN MP ASI DENGAN LAMA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 8-12 BULAN DI Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Usia Awal Pemberian MP ASI Dengan Lama Kejadian Diare Pada Bayi Usia 8-12 Bulan di Puskesmas Coloma"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN USIA AWAL PEMBERIAN MP ASI DENGAN LAMA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 8-12 BULAN DI

PUSKESMAS COLOMADU 1 KARANGANYAR

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh : HANA SOFIA ANINDITA

J310110003

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN USIA AWAL PEMBERIAN MP ASI DENGAN LAMA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 8-12 BULAN DI

PUSKESMAS COLOMADU 1 KARANGANYAR Hana Sofia Anindita (J 310 110 003) Pembimbing : Elida Soviana, S.Gz., M.Gizi

Agus Subagyo, S. Si T

Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Email : hana.nindi@yahoo.com

ABSTRACTS

RELATIONSHIP BETWEEN MOTHER’S KNOWLEDGE, THE AGE OF INFANT WHEN EARLY COMPLEMENTARY FEEDING WAS GIVEN AND THE DURATION DIARRHEA IN INFANTS AGED 8-12 MONTHS AT PRIMARY HEALTH SERVICE OF COLOMADU 1,KARANGANYAR

Background : Diarrhea at 6-24 months of age brings a bad influence to the growth of the infants wich will lead to malnutrition. The prevalence of diarrhea in under- five children in Central Java was 5.4% in 2012. The prevalence of diarrhea in infants aged 0-11 months in Primary Health Center ServiceColomadu 1 Karanganyar between October 2014-January 2015 was 32%.

Objective : The research aimed to determine the relationship between mothers knowledge about diarrhea and the infant’s age when complementary feeding was given for the first time and the duration of diarrhea in infants aged 8-12 months. Research Method : This study used cross-sectional study design, conducted in Juni 2015, at the Integrated Health Service Center in Primary Health Service of Colomadu 1. The total respondents in this study was 40 respondents. The sampling technique was simple random sampling. The research instruments were questionnaireson knowledge about diarrhea, complementary feeding and the duration of diarrhea. Statistical analysis used Spearman's test.

Results: Therewas norelationship between mothers knowledge about diarrhea and duration of diarrhea (p=0,202), while there was a relationship between the age of early complementary feeding and the duration of diarrhea (p=0,034) in infants aged 8-12 months.

Conclusion :Therewasno relationship between mothers knowledge about diarrhea and the duration of diarrhea but there was a relationship between the age when early complementary feeding was given and the duration of diarrhea in infants aged 8-12 months. Therefore, it is suggested that health professionals improve supervision and mentoring on complementary feeding practices in mother’s.

(4)

PENDAHULUAN

Status gizi merupakan keadaan tubuh akibat dari penggunaan zat-zat gizi dan konsumsi makanan. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Gizi kurang dapat mengakibatkan antibodi berkurang dan sistem imun tubuh menurun sehingga mudah terserang berbagai penyakit infeksi, salah satunya diare (Almatsier, 2011).

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan lendir (Suraatmaja, 2007). Diare dapat menjadi penyakit yang sangat akut dan berbahaya karena sering mengakibatkan kematian bila terlambat penanganannya. Diare pada usia 6-24 bulan mempunyai pengaruh yang buruk terhadap pertumbuhan bayi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi (Suharyono, 2008).

Kejadian diare pada kelompok umur balita di Indonesia sebanyak 5,2%. Kejadian diare di Indonesia tergolong penyakit menular tertinggi kedua pada bayi usia 0-11 bulan yaitu sebanyak 5,5%. Kejadian diare pada kelompok umur balita di Jawa tengah sebanyak 5,4% (Riskesdas, 2013).

Diare dapat disebabkan oleh faktor penyakit (agent), faktor penjamu (host), dan faktor lingkungan (environment). Salah satu faktor penjamu penyebab diare adalah perilaku hygiene yang buruk (Soegijanto, 2002). Perilaku

mencakup tiga domain,

pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dapat mempengaruhi kualitas kesehatan keluarga. Pengetahuan kesehatan meliputi, pengetahuan

tentang penyakit menular dan tidak menular. Pengetahuan ibu tentang gejala, penyebab, cara penularan dan cara pencegahan penyakit diare yang tepat dapat melindungi keluarga terutama anak dari penyakit diare (Notoatmodjo, 2010).

Makanan pendamping air susu ibu (MP ASI) dapat menjadi salah satu faktor penyebab diare dari makanan. Pemberian makanan pendamping air susu ibu yang tidak sesuai dengan usia bayi dapat

mengakibatkan gangguan

pencernaan. Makanan yang tidak dapat diserap oleh bayi, dapat menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isinya sehingga timbul diare (Dewi, 2010).

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Karanganyar (2014), jumlah kasus diare di Kabupaten Karanganyar tahun 2013 yang ditemukan dan ditangani sebanyak 42,4%. Berdasarkan data dari Puskesmas Colomadu 1 dari bulan Oktober 2014 – Januari 2015 diketahui prevalensi kejadian diare pada balita sebanyak 22% dan prevalensi kejadian diare pada bayi usia 0-11 bulan sebanyak 32%.

Berdasarkan uraian tersebut, yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian di wilayah Puskesmas Colomadu 1, dengan judul “hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dan usia awal pemberian MP ASI dengan lama kejadian diare pada bayi usia 8-12 bulan di Puskesmas di Puskesmas Colomadu 1 Karanganyar.

METODE PENELITIAN

(5)

2015, dilaksanakan di posyandu wilayah Puskesmas Colomadu 1 Karanganyar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang berusia 8-12 bulan yang bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Colomadu 1. Jumlah sampel diperoleh 40 responden, dengan menggunakan cara simple

random sampling. Variabel

penelitian ini meliputi variabel bebas yaitu lama kejadian diare dan variabel terikatnya yaitu pengetahuan ibu dan usia awal pemberian MP ASI. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu form karakteristik responden, form kuesioner pengetahuan ibu, form kuesioner usia awal pemberian MP ASI dan form kuesioner lama kejadian diare. Analisis bivariat menggunakan uji Rank Spearman’s dengan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Puskesmas

Puskesmas Colomadu I merupakan puskesmas yang terletak di Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Wilayah kerja Puskesmas Colomadu I terdapat 6 desa, yaitu Ngasem, Bolon, Malangjiwan, Gawanan, Paulan dan Gajahan. Posyandu di wilayah Puskesmas Colomadu I sebanyak 47 posyandu. Posyandu dalam penelitian ini adalah posyandu Desa Malangjiwan sebanyak 11 posyandu dan Desa Ngasem sebanyak 8 posyandu.

Karakteristik Responden

Data karakterisitk responden penelitian ini untuk mengetahui distribusi dari umur ibu, tingkat pendidikan ibu dan pekerjaan ibu.

Tabel 1. Karakteristik Bayi

Karakteristik N %

Usia bayi a. 8 bulan b. 9 bulan c. 10 bulan d. 11 bulan e. 12 bulan

11 6 3 14

6

27,5 15 7,5 35 15

Total 40 100

Jenis Kelamin Bayi a. Laki-laki b. Perempuan

20 20

50 50

Total 40 100

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa distribusi tertinggi usia bayi adalah 11 bulan sebesar 35%.

(6)

Tabel 2. Karakteristik Responden

Karakteristik N %

Usia ibu a. 17-25 b. 26-35 c. 36-45

10 23 7

25 57,5 17,5

Total 40 100

Pendidikan Terakhir a. SMP b. SMA c. Diploma

d. Perguruan tinggi

6 29

3 2

15 72,5

7,5 5

Total 40 100

Pekerjaan ibu

a. Ibu rumah tangga b. Karyawan

c. Wiraswasta d. Guru

e. Petugas kesehatan

31 5 2 1 1

77,5 12,5 5 2,5 2,5

Total 40 100

Berdasarkan Tabel 2

menunjukkan bahwa distribusi tertinggi adalah kelompok umur 26-35 tahun (57,5%). Usia akan

mempengaruhi pengetahuan

seseorang, semakin dewasa usia maka tingkat kemampuan dan kematangan dalam berfikir dan menerima informasi lebih baik jika dibandingkan dengan usia yang masih muda atau belum dewasa (Latipun, 2011).

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu, distribusi tertinggi adalah sekolah menengah atas (SMA) (72,5%). Perubahan perilaku kesehatan melalui pendidikan atau promosi kesehatan diawali dengan pemberian informasi kesehatan, dengan demikian informasi tentang cara pencapaian hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara mencegah dari penyakit dan sebagainya sehingga akan menimbulkan kesadaran untuk merubah perilaku (Notoatmojo, 2007). Orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah akan

berpengaruh terhadap pengetahuan dan perilaku yang salah dalam memantau dan mengontrol tingkat kesehatan anaknya (Siregar, 2004). Tingkat pendidikan yang tinggi akan berpengaruh terhadap penyerapan informasi tentang kesehatan serta mengaplikasikan perilaku kesehatan yang benar (Purwani, 2011).

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, distribusi tertinggi adalah ibu rumah tangga (77,5%). Bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Nursalam, 2009). Ibu rumah tangga lebih banyak mempunyai waktu bersama

keluarga terutama anak

(7)

Berbagai cara dilakukan untuk menjaga anggota keluarganya tetap

dalam keadaan sehat (Al-Qarashi, 2003).

Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Diare Tingkat Pengetahuan Ibu N %

Kurang Baik

13 27

32,5 67,5

Total 40 100

Tingkat pengetahuan ibu diukur berdasarkan jawaban pertanyaan dalam kuesioner pengetahuan tentang diare yang berjumlah 20 item. Berdasarkan Tabel 3,

dari 40 responden, pengetahuan ibu tentang diare di wilayah puskesmas Colomadu 1 sebagian besar dalam kategori baik (67,5%).

Tabel 4. Nilai jawaban benar pengetahuan ibu berdasarkan kisi-kisi kuesioner No. Indikator Soal No. Nilai Nilai Rata-rata

1. Pengertian penyakit 1. 17

30,6 2. 38

3. 37

2. Klasifikasi diare 4. 34 34

3. Faktor penyebab diare 5. 35

32,8 6. 36

7. 39 8. 18 9. 29 10. 40 4. Gejala diare 11. 37

32,5 12. 28

5. Akibat diare 13. 13

25 14. 37

6. Penularan diare 15. 27

32,5 16. 38

7. Pencegahan diare 17. 34 34

8. Penatalaksanaan diare 18. 21

25,3 19. 39

20. 16

Berdasarkan Tabel 10, nilai pengetahuan ibu berdasarkan kisi-kisi kuesioner, nilai yang paling rendah adalah akibat atau komplikasi diare (25). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang akibat yang ditimbulkan atau komplikasi dari diare kurang. Pengetahuan yang kurang tentang komplikasi diare, antara lain, dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan gizi, gangguan sirkulasi dan hipoglikemia

akan mengakibatkan diare menjadi lebih parah (Suraatmaja, 2007).

(8)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah usia, pendidikan, pekerjaan dan

sumber informasi Notoatmodjo (2005).

Tabel 5. Distribusi Usia Awal Pemberian Makanan Pendamping ASI Usia awal pemberian MP ASI N %

1 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 5,5 bulan 6 bulan

1 2 5 11

2 19

2,5 5 12,5 27,5 5 47,5

Total 40 100

Berdasarkan Tabel 5, dari 40 sampel bayi, usia awal pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP ASI) usia paling muda adalah 1 bulan dan paling tua adalah usia 6 bulan (57,5%). Makanan pendamping air

susu ibu membantu

mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan

bentuk dan membantu

mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan (Marimbi, 2010). Pada penelitian ini, alasan ibu memberikan makanan pendamping ASI adalah karena ibu merasa kebutuhan nutrisi bayi tidak cukup hanya dari ASI saja. Jenis MP ASI yang sering diberikan adalah susu formula dan bubur biskuit.

Tabel 6. Distribusi Kejadian Diare Bayi Kejadian Diare Bayi N % 0 hari

2 hari 3 hari 4 hari

25 1 10

4

62,5 2,5

25 10

Total 40 100

Berdasarkan Tabel 6, dari 40 sampel bayi, distribusi bayi 8-12 bulan yang mengalami diare di wilayah Puskesmas Colomadu 1 sebagian besar bayi tidak mengalami diare (62,5%). Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar lama diare yang dialami bayi adalah 3 hari (25%). Diare disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, infeksi, malabsorbsi, makanan, status gizi dan hygiene yang buruk. Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang menyebabkan diare di wilayah Puskesmas Colomadu 1 adalah alergi susu formula dan alergi makanan. Pemberian MP ASI dini

dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, 2009).

(9)

dan Sutanto, 2013). Pemberian MP ASI baik jenis, porsi dan frekuensinya disesuaikan dengan usia dan kemampuan bayi (Sulistyoningsih, 2011). Pemberian MP ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, 2009).

Alergi makanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu imaturitas usus (Harsono, 2007). Organ usus pada anak-anak belum sempurna sehingga belum

dapat berfungsi maksimal. Sekretori IgA (sIgA) pada permukaan mukosa dan limfosit dapat menangkal alergen masuk kedalam tubuh. Pada usus imatur, sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah. Hal ini menyebabkan alergen dapat masuk dalam sistem sirkulasi tubuh dan memicu munculnya alergi sehingga terjadi gangguan saluran pencernaan. Alergen di dalam makanan adalah protein dan glikoprotein (Wawan dan Sutanto, 2013)

Tabel 7. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Diare Berdasarkan Kejadian Diare

Pengetahuan Ibu

Kejadian Diare Bayi

Total p value Diare Tidak Diare

n % n % n % Kurang 5 38,4 8 61,6 13 100

Baik 10 37 17 63 27 100 0,202

Total 15 25 40

Berdasarkan Tabel 7, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 responden yang memiliki pengetahuan kurang, terdapat 38,4% bayinya yang menderita diare sedangkan dari 27 responden yang memiliki pengetahuan baik, terdapat 37% bayinya yang menderita diare. Hasil analisa uji korelasi Spearman’s, didapatkan nilai p=0,202 (p>0,05) maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan kejadian diare pada bayi usia 8-12 bulan di Puskesmas Colomadu1. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryanti dan Sunardi (2009), yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Jimung (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Rumah Sakit Fatima Kota Parepare dengan nilai p=0,721. Orang tua dengan tingkat pengetahuan cukup memiliki jumlah balita lebih banyak yang tidak menderita diare (47,1%) daripada orang tua yang memiliki pengetahuan kurang lebih sedikit balitanya yang menderita diare (38,5%). Pada penelitian ini menyatakan bahwa diare dapat disebabkan oleh faktor lain, antara lain, perubahan suhu, kelembaban, pergantian musim, pola makan dan menu makanan.

(10)

Rahardjo, 2012) sedangkan bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Pada masa bayi , bayi hanya bisa makan dengan jenis makanan tertentu dan tekstur tertentu saja sedangkan pada usia balita, anak sudah bisa makan makanan dengan tekstur padat karena sistem pencernaan siap untuk mencerna berbagai jenis makanan sehingga variasi makanan bayi masih terbatas dan variasi makanan balita lebih banyak. Hal ini dapat mempengaruhi faktor yang menyebabkan terjadinya diare pada bayi dan balita (Pudiastuti, 2011).

Diare pada bayi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, tidak hanya pengetahuan ibu saja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karyono (2008), Wardoyo (2011), Mangguang (2012), Rauf, et. al., (2013) dan Palancoi (2012), diare dapat dipengaruhi oleh infeksi virus, sikap ibu, perilaku ibu, ketersediaan jamban, tempat pembuangan sampah dan keadaan lingkungan.

Diare bayi dapat disebabkan oleh infeksi virus, personal hygiene, dan sanitasi lingkungan. Virus yang menyebabkan diare adalah rotavirus dan adenovirus. Virus ini melekat pada sel-sel mukosa usus yang mengakibatkan sel-sel mukosa usus menjadi rusak sehingga kapasitas reabsorbsi menurun dan sekresi air maupun elektrolit meningkat (Pudiastuti, 2011).

Sikap ibu dapat mempengaruhi kejadian diare. Sikap yang positif sangat perlu ditanamkan dalam diri untuk membentuk suatu tindakan yang positif pula di mana dapat terlihat dari hasil penelitian bahwa sikap positif dapat mencegah terjadinya diare dengan dehidrasi.

Sikap merupakan kehendak ibu yang diukur berdasarkan pernyataan yang diberikan tentang sikap positif maupun negatif terhadap kejadian diare pada balita yang mencakup keadaan diare berupa tindakan pertama terhadap diare melalui pemberian cairan pengganti, respon awal penanggulangan diare dan pernyataan ibu tentang penyebab diare. Beberapa aspek penilaian sikap tersebut akan memberikan gambaran tentang kemauan ibu

untuk melaksanakan

penanggulangan diare dengan cepat dan tepat sehingga akan mengurangi dampak lebih besar dari diare yang tidak mendapatkan penanganan dengan segera (Rauf, et. al., 2013).

Perilaku ibu dapat

mempengaruhi kejadian diare. Ibu yang memiliki perilaku baik akan beupaya mencegah dampak semakin parahnya kejadian diare pada balita misalnya dehidrasi sedangkan ibu yang memiliki perilaku kurang baik, akan berdampak pada kurangnya penanganan pertolongan pertama terhadap kejadian diare pada balita sehingga balita akan mengalami dehidrasi karena tidak adanya penanganan yang cepat dan tepat (Rauf, et. al., 2013).

Ketersediaan jamban dapat mempengaruhi kejadian diare. Ketersediaan jamban yang tidak memenuhi syarat mengakibatkan terjadinya diare. Kebiasaan balita yang BAB sembarangan juga meningkatkan resiko terjadinya diare karena dapat mencemari permukaan air dan terbawa oleh serangga yang hinggap dimakanan (Wardoyo, 2011).

(11)

sampah yaitu, sampah organic dan non organic terpisah, tertutup rapat, jauh dari sumber air dan terbebas dari vektor penyakit. Tempat pembuangan sampah yang tidak tertutup rapat memudahkan serangga dan vektor penyakit masuk kedalam tong sampah. Letak pembuangan sampah yang dekat dengan rumah dan dibiarkan menumpuk menyebabkan vektor penyebab diare ada didalam tempat

sampah tersebut menyebabkan resiko terjadinya diare (Mangguang, 2012).

Lingkungan sangat

berpengaruh terhadap kesehatan dan menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia seperti penyakit diare. Pengaruh terhadap kesehatan tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung sehingga kebersihan lingkungan harus tetap terjaga (Palancoi, 2012).

Tabel 8. Distribusi Usia Awal Pemberian Makanan Pendamping ASI Berdasarkan Kejadian Diare

Usia awal MP ASI

Kejadian Diare Bayi

Total p value Diare Tidak Diare

n % n % n % <6 bulan 11 52,4 10 47,6 21 100

6 bulan 4 21 15 79 19 100 0,034

Total 15 25 40

Berdasarkan Tabel 8, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden yang memberikan MP ASI pada usia < 6 bulan, terdapat 52,4% bayinya yang menderita diare sedangkan dari 19 responden yang memberikan MP ASI pada usia 6 bulan, terdapat 21% bayinya yang menderita diare. Hasil analisa uji korelasi Spearman’s, didapatkan nilai p=0,034 maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia awal pemberian MP ASI dengan kejadian diare pada bayi usia 8-12 bulan wilayah Puskesmas Colomadu 1.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmah (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pemberian MP ASI dini dengan kejadian diare pada bayi usia 0 – 6 bulan di Posyandu Kelurahan Kaliombo Kota Kediri. Pemberian MP ASI dapat menyebabkan perubahan pada pencernaan bayi yang dapat menimbulkan diare. Penelitian ini sesuai dengan

penelitian dilakukan oleh Ulfa dan Nurhaimidi (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan pemberian MP ASI dengan kejadian diare bayi usia 6-9 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pekauman. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kejadian diare bayi usia 6-9 bulan dengan ASI Eksklusif dan pengganti ASI, hal ini dapat dilihat bahwa bayi dengan pengganti ASI lebih banyak mengalami diare (72,7%). Ibu memberikan pengganti ASI karena masih kurang kesadarannya untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif.

(12)

Naukenjerai dan Distrik Merauke Kabupaten Merauke. Mayoritas ibu yang memberikan MP ASI pada bayi saat usianya kurang dari 6 bulan, bayinya cenderung mengalami diare dibandingkan dengan ibu yang tidak memberikan MP ASI pada bayi usia 0-6 bulan. Hal ini disebabkan karena pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan, sistem pencernaannya masih lemah dan belum bisa mencerna makanan dengan sempurna sehingga apabila diberi makanan asing atau makanan pendamping akan menyebabkan sistem pencernaan mengalami gangguan, yaitu diare.

Berdasarkan Depkes RI (2006), usia pertama kali pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah usia 6 bulan yang bertujuan agar anak tidak mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri. Bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi (Gibney, 2009). Pemberian tambahan makanan sejak dini apabila tidak tepat dapat meningkatkan jumlah balita yang terserang diare (Suharwati, 2013).

Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sistem pencernaannya belum sempurna. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, dan amilase belum diproduksi secara sempurna dan sel-sel disekitar usus belum siap menerima kandungan makanan sehingga makanan yang masuk dapat menimbulkan reaksi imun dan alergi (Gibney, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ini, jenis MP ASI yang sering diberikan kepada bayi adalah susu formula dan bubur biskuit. Protein

yang terdapat di dalam susu sapi merupakan salah satu penyebab paling sering dari reaksi alergi yang berhubungan dengan makanan. Susu sapi merupakan penyebab alergi paling sering yang terjadi pada bayi usia kurang dari satu tahun. Kasein dan Whey adalah protein dalam susu sapi yang menyebabkan reaksi alergi (Lim, 2013). Kasein yang membuat susu berbentuk kental (milky) (Munasir dan Siregar, 2008). Perbandingan komposisi Kasein dan Whey dalam susu formula atau susu sapi tidak sesuai untuk bayi. Pada susu sapi, perbandingan Kasein:Whey sebesar 80:20 sehingga tidak mudah diserap,

sedangkan dalam ASI,

perbandingan Kasein:Whey 35:65 sehingga mudah diserap oleh bayi (Marmi dan Rahardjo, 2012).

Penyebab reaksi alergi dari susu formula tidak hanya protein Kasein dan Whey namun adanya laktosa (gula susu) juga dapat menimbulkan terjadinya alergi. Bayi mengalami defisiensi laktase pada bulan-bulan awal kelahirannya. Enzim laktase berfungsi memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap diserap oleh tubuh yang terdapat di mukosa usus halus. Defisiensi laktase menyebabkan laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan dipecah oleh bakteri didalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat

menimbulkan gas yang

menyebabkan kembung dan sakit perut, sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari feses sehingga penderita akan mengalami diare (BPOM, 2008).

(13)

amilase berfungsi untuk mencerna karbohidrat. Gandum merupakan bentuk karbohidrat yang sering dikonsumsi oleh anak-anak. Gandum terdapat dalam roti, pasta, kue, sereal dan biskuit. Alergi gandum sering ditemukan pada anak kecil, namun alergi ini akan sembuh pada usia tiga sampai lima tahun. Protein gandum yang menyebabkan alergi yaitu albumin, globulin, gliadin dan gluten. Ketika anak mengkonsumsi makanan yang mengandung gliadin, reaksi inflamasi terjadi di intestin yang menyebabkan terjadinya perut kembung dan diare (Lim, 2013). Protein gluten dalam bahan makanan sering menyebabkan reaksi gluten intolerance yang menyebabkan perut kembung dan diare pada bayi (Marmi dan Rahardjo, 2012).

Bayi belum mampu

menghasilkan enzim amilase dalam jumlah yang cukup. Hal ini berarti bayi belum mampu mencerna karbohidrat sehingga apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat akan menimbulkan gangguan penyerapan makanan (Arisman, 2010). Makanan yang tidak dapat diserap oleh bayi, dapat menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan

merangsang usus untuk

mengeluarkan isinya sehingga timbul diare (Dewi, 2010).

PENUTUP Kesimpulan

1. Pengetahuan ibu tentang diare

di wilayah puskesmas

Colomadu 1 dalam kategori baik sebanyak 67,5% sedangkan pengetahuan ibu tentang diare dalam kategori kurang sebanyak 32,5%.

2. Usia awal pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP ASI) < 6 bulan 52,5%

sedangkan usia awal

pemberian makanan

pendamping air susu ibu (MP ASI) 6 bulan sebanyak 47,5%. 3. Bayi 8-12 bulan yang

mengalami diare di wilayah

Puskesmas Colomadu 1

sebanyak 37,5% sedangkan bayi yang tidak mengalami diare sebanyak 62,5%.

4. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan kejadian diare pada bayi usia 8-12 bulan di wilayah Puskesmas Colomadu 1.

5. Ada hubungan antara usia awal

pemberian makanan

pendamping ASI dengan

kejadian diare pada bayi usia 8-12 bulan wilayah Puskesmas Colomadu 1.

Saran

1. Diharapkan lebih meningkatkan frekuensi penyuluhan kesehatan kepada masyarakat khususnya tentang gejala penyakit diare. 2. Diharapkan ibu memberikan ASI

eksklusif selama 6 bulan karena ASI mengandung antibodi dalam jumlah tinggi untuk mencegah infeksi terutama diare.

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan referensi untuk mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kejadian diare pada bayi.

REFERENSI

(14)

Al-Qarashi, B. S. 2003. Seni

Mendidik Islami: Kiat-Kiat

Menciptakan Generasi Unggul. Pustaka Zahra. Jakarta

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan ed.2. EGC. Jakarta Dewi, V. N. L. 2010. Asuhan

Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Salemba Medika. Jakarta

Gibney, M.J., 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta Haryanti, T dan Sunardi. 2009.

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas

Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Sukoharjo

Jimung, M. 2011. Analisis Hubungan

Antara Faktor Sanitasi Air

Bersih, Pengetahuan Dan

Perilaku Ibu Terhadap

Penyebab Penyakit Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja

Rumah Sakit Fatima Kota

Parepare.Pasca Sarjana

Universitas Hasanuddin

Karyono, Basirun dan Septiwi C. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Pasien Diare Pada Anak Di RSUD Majenang Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 1, Februari 2009

Lim, D. 2013. Childhood Allergies: All You Need To Know About Your Child’s Allergy. Penerjemah Rizqi Akbarini. Indeks. Jakarta

Mangguang, M. Dt. 2012. Analisis

Spasial Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian

Diare Balita Di Kabupaten

Tanah Datar Provinsi Sumatera

Barat. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Andallas

Marimbi, H. 2010. Tumbuh

Kembang, Status Gizi dan

Imunisasi Dasar Pada

Balita.Nuha Medica. Yogyakarta Marmi dan Raharjo. 2012. Asuhan

Neonatus Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta

Palancoi, N. A. 2012. Hubungan

Antara Pengetahuan Dan

Lingkungan Dengan Kejadian Diare Akut Pada Anak Di

Kelurahan Pabbundukang

Kecamatan Pangkajene

Kabupaten Pangkep. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

Pudiastuti, R. D. 2011. Waspadai Penyakit Pada Anak. Indeks. Jakarta

Purwani, W. 2011. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang MP

ASI Dengan Pengetahuan

Tentang Informasi Pada

Kemasan Produk MP ASI

(15)

Sukoharjo. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakrta.

Rochmah K.M., Elita V., Dahliana dan Heni S. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. EGC. Jakarta

Rauf, H., Adhiwijaya, A. dan Aminah

St. 2013. Hubungan

Pengetahuan, Sikap Dan

Perilaku Ibu Terhadap Derajat Kejadian Diare Pada Balita Di

Puskesmas Pattalassang

Kabupaten Takalar. Stikes Nani Hasanuddin Makasar

Soegijanto, S. .2002.. Ilmu Penyakit

Anak Diagnosa dan

Penatalaksanaan. Salemba

Medika. Jakarta

Suharwati, Sri Ira, Fatcham, Ach dan Budijanto. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Morbiditas

Balita Di Desa Klampar

Kec.Proppo

Kab.Pamekasan.FIS Universitas Negeri Malang

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Graha Ilmu. Yogyakarta

Suraatmaja, S. 2007.

Gastroenterologi Anak.Sagung Seto. Jakarta

Ulfa, I. M. Dan Nurhaimidi. 2012. Perbedaan Kejadian Diare Pada Bayi Asi Eksklusif Dengan Pengganti Asi Pada Bayi Usia 6-9 Bulan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Pekauman.

Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin Dan Poltekkes Banjarbaru Kalimantan Selatan

Wardoyo, F S. 2011. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Diare dan Kondisi Jamban dengan Kejadian Diare Pada Anak

Balita di Desa Blimbing

Kecamatan Sambirejo

Kabupaten Sragen. Skripsi

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Univeristas Negeri Semarang

Wawan, S. dan Sutanto. 2013. Cara Jitu Mengatasi dan Mencegah Berbagai Macam Alergi. Rapha Publishing. Yogyakarta

Zulfikar, R. 2014. Hubungan

Pemberian Makanan

Pendamping Asi (Mp-Asi)

Dengan Angka Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0 – 6 Bulan Di

Kabupaten Merauke. Program

Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

Kesehatan Universitas

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Bayi
Tabel 2. Karakteristik Responden
Tabel 4. Nilai jawaban benar pengetahuan ibu berdasarkan kisi-kisi kuesioner
Tabel 7. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Diare Berdasarkan Kejadian Diare
+2

Referensi

Dokumen terkait

Estu Miyarso - Disampaikan dalam Up Grading Pengurus HIMA TP FIP

sudah angkat tangan pada saat transaksi selesai. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan mahasiswa Muamalah terhadap jual-beli kosmetik yang mengandung

apakah ekstrak etanol kulit batang sikkam mempunyai efek antidiare dan berapa dosis optimal yang sesuai bila dibandingkan dengan loperamid HCl.. Universitas

[r]

Tepat w aktu, informasi yang diterima harus tepat pada waktunya, sebab informasi yang usang (terlambat) tidak mempunyai niali yang baik, sehingga bila digunakan sebagai dasar

[r]

Secara berkelompok dan dengan bimbingan fasilitator berdiskusi terkait konsep dan prinsip komunikasi efektif dalam pembelajaran serta kegunaan pengetahuannya

Tahap selanjutnya adalah development, yaitu mengembangkan LKS berbasis etnomatematika pada proses pembuatan tahu takwa pada submateri Sistem Persamaan Linier Dua