STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI
PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA
SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I
SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN
2008/2009
SKRIPSI
Oleh:
ELY RIYANI
NIM : K 3103009
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI
PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA
SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I
SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN
2008/2009
Oleh :
ELY RIYANI
NIM : K. 3103009
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
commit to user
commit to user
ABSTRAK
Ely Riyani 2011. STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI
PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH ADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret surakarta, Januari 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (I). mendapatkan gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah (2). Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah. (3). Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki perilaku sosial yang neggatif di sekolah. (4). Mengetahui pandangan pihak-pihak terkait tentang perilaku negatif tersebut..
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negari I Sedayu Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2008/2009 yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. Teknik pengumpulan data menggunakan, sosiometri, wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan deskriptif fenomenologis.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa bentuk perilaku sosial negatif yang dilakukan subjek adalah membuat gaduh di kelas, mengganggu teman di kelas, berkelahi, mengancam dan berkata-kata kotor serta menyontek pekerjaan temannya. Faktor penyebab terjadinya perilaku sosial negatif yang berasal dari factor internal yaitu rasa malas, tidak percaya diri, ingin diperhatikan banyak orang,serta ingin menutupi kekurangannya. Penyebab dari factor eksternal yaitu lingkungan keluarga, tayangan TV, paparan media, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Selain hal tersebut subjek terpengaruh oleh kebiasaan keluarga besarnya yang suka bertengkar.
Akibat dari perilaku sosial negatif subjek dapat menghambat tercapainya prestasi yang obtimal, tidak diterima oleh kelompok sebaya dan di pandang negative oleh guru.
Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah yang dilakukan oleh siswa, yaitu:
a. Kepala sekolah berpandangan bahwa perilaku sosial negatif digolongkan sebagai perilaku nakal dan karena pengaruh ketidakharmonisan keluarga. b. Guru kelas memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif perilaku sosial
negatif pada saat PBM berlangsung untuk menutupi kekurangan dan minta perhatian dari guru dan temannya.
c. Guru agama memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif sangat mengganggu KBM dan membuat kesal guru.
d. Guru olah raga memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif adalah kenakalan siswa karena sangat merugikan.
commit to user
MOTTO
Mulai hari ini kembangkan rasa sabar, tidak mudah putus asa dan pantang menyerah
Teruslah bersabar dan berdoa
Lakukan hal yang baik, yang terpuji, yang indah, yang patut di puji dan terhormat
(penulis)
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan kasih-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Puji syukur berkat bantuan dari berbagai pihak atas segala bentuk bantuanya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan dan ijin untuk melakukan penelitian.
2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pembinaan dalam melaksanakan penelitian.
3. Ibu Dra. Siti mardiyati, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pembekalan dalam melaksanakan penelitian.
4. Bapak Drs. Wagimin. M.Pd, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar memberikan bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
5. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M..Si selaku pembimbing II yang telah sabar memberikan bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik
6. Tim Penguji skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga, sehingga
penulis dapat melaksanakan ujian skripsi guna menyelesaikan studi di bangku kuliah.
7. Dosen Program Studi Pendidikan Bimbingan konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Sebelas Maret yang telah banyak memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga dapat menujang dalam penelitian ini.
8. Bapak Sumali selaku Kepala Sekolah SDN I Sedayu yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian di SDN I Sedayu, Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan
commit to user
9. Keluarga besar SDN I Sedayu yang turut membantu dalam penyelesaian
penelitian
10. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan kuliah
11. Suami dan anakku yang mendoakan dan membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Semoga semua amal kebaikan bapak, ibu dan saudara dapat diterima dan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pendidikan anak di sekolah dasar khususnya dalam memberi
bimbingan anak yang berperilaku sosial negatif.
Surakarta, Februari 2011
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 6
1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar ... 6
2. Studi Kasus ... 29
B. Kerangka Pemikiran ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
B. Bentuk dan Strategi Pelitian... 35
C. Subjek Penelitian ... 36
D. Sumber Data ... 37
commit to user
E. Teknik Pengumpulan Data ... 37
F. Validitas Data ... 39
G. Analisis Data ... 39
H. Prosedur Penelitian ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sajian Data Penelitian ... 42
B. Temuan Hasil Penelitian ... 54
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64
B. Implikasi ... 65
C. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku Sosial Negatif Subjek di
Kelas ... 47
[image:12.612.176.444.212.469.2]commit to user
DAFTAR BAGAN
Halaman
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku
Sosial Negatif Subjek di Sekolah ...68
Lampiran 2. Pedoman Observasi ...71
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ...74
Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Responden ...80
Lampiran 5. Peta sosiometri ... 86
Lampiran 6. Peta sosiogram ... 87
Lampiran7. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari SDN I Sedayu Kabupaten Grobogan ...89
Lampiran8. Surat ijin menyusun skripsi dari universitas sebelas maret surakarta ...90
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dasar yang diselenggarakan untuk mengembangkan sikap, kemampuan dan keterampilan
dasar yang diperlukan siswa untuk hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga Sekolah dasar mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lanjut.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24) menjelaskan bahwa: Siswa sekolah dasar pada umumnya berusia 6 sampai 13.. Ada tiga ciri yang menonjol pada masa ini yaitu: dorongan yang besar untuk berhubungan dengan kelompok sebaya, dorongan ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan perkembangan fisik.
Pendapat di atas menujukkan bahwa anak pada usia 6 sampai dengan 13 dalam perkembangannya memasuki usia sekolah dan pada masa ini anak memiliki dorongan yang kuat untuk berhubungan dengan kelompok sebayanya, dorongan ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan menyenangi permainan yang mengarah pada dunia pekerjaan.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24-25) menjelaskan bahwa masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur tertentu yang menunjukkan anak matang untuk masuk sekolah dasar, sebanarnya sukar dikatakan karena kematangan anak tidak ditentukan oleh umur semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah matang
untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu:
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun, pada umumnya usia tersebut anak berada pada kelas 1 sampai kelas III.
commit to user
Penelitian menggunakan kasus anak kelas V SD, secara keseluruhan anak
kelas atas memiliki ciri sebagai berikut:
a. Adanya minat terhadap kehidupan yang praktis sehari-hari.
b. Amat realistik, ingin mengetahui sesuatu yang baru, dan ingin belajar. c. Memiliki minat pada mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat
khusus.
d. Gemar membentuk kelompok sebaya.
Muhibin Syah (1995: 46) menjelaskan bahwa masa anak-anak (late childhoold) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya (peer group).
Sesuai dengan pendapat di atas masa sekolah dasar adalah masa-masa
anak senang bersosialisasi dengan teman-teman sebaya serta senang membentuk kelompok-kelompok sebaya untuk dapat bermain serta belajar. Anak akan merasa nyaman bila mereka dapat diterinma dalam suatu kelompok dengan teman-teman sebayanya, dan sebaliknya anak akan merasa tidak nyaman bila tidak bisa diterima dalam kelompoknya.
Elizabeth B.Hurlock (2001: 155--156) Akhir masa kanak-kanak sering
disebut sebagai “usia berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat
terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau
dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegitan dengan anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.
Pada masa sekolah ini anak ingin memiliki banyak teman. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan temannya anak dapat bemain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk
Mengacu pada pendapat Elizabeth B.Hurlock (2001: 155--156) di atas
siswa sekolah dasar senang bergaul dan membentuk kelompok-kelompok dengan teman sebayanya, sebagaimana telah dipaparkan di atas secara teoritis bahwa anak sekolah dasar mulai suka bersosialisasi dengn teman sebayanya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas dapat diketahui bahwa dalam bergaul dengan teman-teman di sekolah tidak semua siswa mampu
dan dapat diterima dalam suatu kelompok sebaya di sekolah. Adakalanya seorang anak karena kurang pintar atau tidak mampu dalam berinteraksi dengan baik atau memiliki perilaku yang negatif terhadap kelompoknya, yaitu anak yang masa bodoh dengan temannya, pasif, suka mengganggu temannya maka tidak mendapatkan perhatian atau diacuhkan oleh teman-temannya dalam kegiatan-kegiatan kelompok di sekolah. Keadaan yang demikian pada kenyataanya belum
mendapat perhatian dan penanganan yang optimal oleh pihak sekolah, sehingga siswa akan menjadi anak yang terisolir dan tidak diterima teman-teman di dalam kelompoknya, dan dalam perkembangannya akan mengalami hambatan.
Kenyataan itulah yang menarik perhatian peneliti untuk memperoleh gambaran realitas secara jelas tentang anak yang tidak diterima dalam
kelompoknya di sekolah akibat memiliki perilaku negatif. Salah satu cara yang ditempuh untuk mempelajari secara mendalam tentang kasus tersebut, maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Studi Kasus tentang Anak yang Memiliki Perilaku Sosial Negatif di Sekolah pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1
[image:17.612.129.510.205.459.2]commit to user
B. Fokus PenelitianFokus penelitian adalah segala sesuatu yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Fokus penelitian meliputi:
1. Gejala-gejala siswa yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku sosial negatif di sekolah di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
3. Akibat-akibat apabila anak memiliki perilaku sosial negatif di Sekolah di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
4. Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi, gambaran dan pengetahuan yang akurat tentang anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mendapatkan gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah
2. Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah.
3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah pada siswa kelas VI di Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.
4. Mengetahui pandangan pihak-pihak terkait tentang dampak anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang anak yang memiliki perilaku negatif di sekolah pada siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan ini
[image:18.612.134.507.155.574.2]1. Manfaat teoritis
a Memberi masukan kepada guru secara konkrit tentang gejala anak yang berperilaku negatif di sekolah.
b Menjadi bahan pemikiran bagi guru dalam menciptakan hubungan sosial yang dinamis di sekolah.
2. Manfaat praktis
a Memberi masukan kepada guru tentang cara mengenali anak yang berperilaku negatif melalui gejala-gejalanya.
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar
Secara kodrati manusia tidak mungkin hidup sendiri. Pentingnya kehidupan bersama dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhannya, yakni kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan, kebutuhan untuk mempertahankan diri dari ancaman terhadap kehidupannya, dan kebutuhan untuk membina keturunannya sebagai penerus kehidupannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan bersama atau berkelompok menjadi
kebutuhan penting bagi setiap individu.
Onong Uchjana Effendi (1988: 36--37) menjelaskan bahwa secara
umum ada dua jenis kebutuhan yang menyebabkan seseorang memasuki suatu kelompok. Pertama adalah kebutuhan pokok sebagaimana diinginkannya ketika memasuki kelompok; dan kedua adalah kebutuhan sampingan, yaitu kebutuhan untuk selalu bersama-sama dengan kelompoknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap individu perlu memasuki suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta kelangsungan hidupnya.
Setiap individu dalam kehidupanya sehari-hari memerlukan pergaulan dengan orang lain, bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan
untuk kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu, setiap individu dituntut untuk mampu menyesuaikn diri dengan lingkungan yang ada. Usaha penyesuaian diri pada masing-masing individu tidak semuanya selalu berhasil, karena setiap individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang berbeda. Keberhasilan penyesuaian diri dapat menimbulkan rasa puas dan bahagia, sehingga menambah rasa percaya diri dan mendorong untuk memperoleh
keberhasilan berikutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian diri
membuat seseorang kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga
membuat seseorang semakin jauh dari kehidupan bermasyarakat.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian diri adalah kepribadian dan kemampuan dalam penyesuaian diri. Kesuksesan dan
kegagalan dalam penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut. Vembriarto (1987: 51) menjelaskan bahwa kesuksesan maupun kegagalan dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain terutama keluarga dan dari faktor kepribadian yang bersangkutan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama sebagai pusat pendidikan. Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mengenal lingkungan pegaulan dan mengawali proses interaksi di dalam keluarga. Keluarga memiliki peran
menanamkan komunikasi dan interaksi antar individu serta membekali anak untuk dapat bergaul di lingkungan yang lebih luas yaitu di lingkungan sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai masyarakat kecil memiliki tata peraturan yang menuntut perlunya peraturan yang perlu diikuti ataupun dipatuhi.
Lingkungan kedua setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai salah satu bagian dari tri pusat pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar yang ikut menyiapkan generasi muda yang sangat tangguh dan mampu membangun dirinya sendiri dan membangun bangsa dan negara. Di sekolah
anak tidak hanya memperoleh bermacam-macam ilmu pengetahuan, tetapi juga memperoleh pengalaman, kebiasaan dan keterampilan. Di sekolah anak dapat mengembangkan keseluruhan kecakapan dan kepribadiannya, karena sekolah merupakan salah satu institusi yang mempengaruhi proses sosialisasi anak dari hasil interaksi komunikasi sosial di sekolahnya. Zakiah Daradjat (1987: 96) menjelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial atau
commit to user
anak dibekali berbagai pengalaman sosial, belajar,adat, norma sosial, dan nilai
moral, sehingga anak mampu mengembangkan pengetahuan dan sosialnya.
Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai usaha pencapaian kematangan dalam hubungan sosial antara individu satu dengan yang lain, dan
dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral atau agama. Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai adanya perluasan hubungan sosial, di samping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya lebih
bertambah luas. Pada usia anak sekolah anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri atau egosentris kepada sikap yang kooperatif yaitu bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok, anak akan merasa
tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial dapat diperoleh
melalui pemberian tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik, maupun tugas yang membutuhkan pikiran serta tugas yang membutuhkan kerjasama. Tugas-tugas kelompok memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga
diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. dilaksanakannya tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggungjawab.
a. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Rendah
1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Rendah
merupakan bentuk tingkah laku yang baru. Beberapa diantaranya
merupakan bentuk tingkah laku yang tidak sosial bahkan anti sosial. Sekalipun demikian bentuk-bentuk tingkah laku tersebut merupakan hal yang penting bagi proses sosialisasi. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang sering dijumpai pada masa anak-anak adalah:
a) Negativisme b) Agresi c) Kerja sama
d) Tingkah laku menguasai
e) Kemurahan hati f) Ketergantungan g) Persahabatan h) Simpati
Negativisme adalah merupakan gabungan antara keyakinan diri,
perlindungan diri, dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme merupakan akibat suatu situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu keras atau sikap orang dewasa yang tidak toleran.
Agresi merupakan tindakan nyata yang mengancam sebagai ungkapan rasa benci. Semua anak kecil dalam batas-batas tertentu bersifat agresif.Anak akan menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi tindakan
agresinya bila tindakan tersebut memberikan hasil yang menyenangkan bagi dirinya, terutama dalan menghadapi frustasi atau kecemasan yang dirasannya. Beberapa penyebab munculnya agresi pada anak-anak antara lain frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua
yang agresif.
commit to user
Tingkah laku menguasai diartikan sebagai tindakan untuk mencapai
atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial, bila diarahkan dengan tepat akan berkembang menjadi kepemimpinan.
Kemurahan hati yaitu kecenderungan anak untuk mengesampingkan diri sendiri demi kepentingan kelompok.
Ketergantungan diartikan sebagai keinginan untuk mendapat bantuan
dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya sendiri atau dianggapnya tidak dapat dilakukannya sendiri. Pada mulanya menunjukkan ketergantungan pada orang tua, kemudian ketergantungan beralih pada kakak-adiknya sebagai pengganti orang tua, dan ketergantungan kepada kelompok seusianya.
Persahabatan adalah Anak-anak menunjukkan persahabatan baik
dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain. Kontak sosial merupakan kebutuhan, bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan kurang enak pada diri anak. Simpati diartikan sebagai kemungkinan untuk terpengaruh oleh keadaan emosi orang lain, dan hal ini dimungkinkan dengan adanya kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya pada
posisi orang lain. Seorang anak menunjukkan simpati kepada orang lain dengan cara menolong, melindungi, atau mempertahankan orang dari hal-hal yang mengganggu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bentuk tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah
aku pada masa bayi, dan beberapa bentuk tingkah laku baru. Bentuk tingkah laku yang tidak sosial, bahkan anti sosial dapat membuat anak menarik diri dari lingkungan sosial dan pada akhirnya anak tidak diterima dalam kelompok sebaya.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24--25) menjelaskan bahwa masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian
matang untuk memasuki sekolah dasar. Masa keserasian bersekolah secara
relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Masa tersebut dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu: masa kelas rendah dan masa kelas tinggi. Masa kelas rendah yaitu kelas 1 sampai dengan kelas 3 sekolah dasar.
Masa kelas rendah sekolah dasar berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa kelas rendah antara lain seperti berikut.
a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh.
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri atau menyebut nama sendiri.
d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain.
e) Apabila tidak dapat menyelesikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
f) Masa kalas rendah pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah pestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa kematangan anak tidak dapat ditentukan oleh usia, namun pada umur 6 atau 7 tahun anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar dan mudah untuk dididik.
Sumadi Suryabrata (1982:27—28) menjelaskan bahwa masa kelas rendah sekolah dasar adalah umur 6;0 atau 7;0 sampai umur 9;0 atau 10;0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah:
a) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah.
commit to user
d) Suka membanding-membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal
itu dirasa menguntungkan; dalam hal ini ada kecenderungan untuk meremehkan anak lain.
e) Kalau tidak dapat sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. f) Pada masa ini (terutama pada umur 6;0 sampai 8;0) anak menghendaki
nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama.
Anak diawal kehidupannya belum bersifat sosial, belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan
sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh terhadap anak cara menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Syamsu Yusuf (2002: 26) menjelaskan bahwa melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk-bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:
a) Pembangkangan b) Agresi
d) Menggoda
e) Persaingan f) Kerja sama
g) Tingkah laku berkuasa h) Mementingkan diri sendiri i) Simpati
Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku tersebut terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orangtua terhadap tingkah laku melawan pada anak hendaknya orang tua tidak memandangnya sebagai perilaku yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua dapat memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa
secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi ketergantungan ke posisi mandiri. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan setiap individu.
Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik maupun dengan kata-kata. Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya. Agresi terwujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah, dan mencaci maki. Hukuman terhadap anak yang agresif,
menyebabkan meningkatnya agresifitas anak, sebaiknya orangtua berusaha untuk mereduksi, mengurangi agresifitas anak tersebut dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak, atau upaya lain yang bisa meredam agresifitas anak tersebut. Berselisih atau bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain.
Menggoda, yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal yaitu kata-kata ejekan atau cemoohan, sehingga menimbulkan reaksi
commit to user
bekerja sama dengan kelompok. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja
sama tersebut sudah berkembang dengan lebih baik. Tingkah laku berkuasa, yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap seperti bos. Wujud tingkah laku tersebut seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
keinginannya.
Simpati, yaitu sikap emosi yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati maupun bekerja sama dengannya. Seiring
dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap mementingkan diri dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, yaitu rasa simpati terhadap orang lain.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, sering
memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama atau budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois,
senang mengisolasi diri atau menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas rendah oleh Sunarto dan B. Agung Hartono (1995:130--133) dijelaskan
a) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b) Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosi. Di samping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan, dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c) Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga
anak itu, ”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial
anak, masyarakat dan kelompoknya akan mempertimbangkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
commit to user
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi ”terisolir” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
d) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang
belajar di kelembagaan pendidikan atau sekolah.Anak bukan saja dikenalkan pada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada norma kehidupan bangsa atau nasional dan norma kehidupan antar bangsa. Etika pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e) Kapasitas mental: emosi dan intelegensi
Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi, berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh
umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi
(dewasa) tepat ”menanggap” dan ”memperlakukannya” sebagai anak
-anak.
b. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi 1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Tinggi
T. Sutjihati Somantri (2006:47--49) menjelaskan bahwa kehidupan
gang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Walaupun demikian kontak sosial yang lebih luas dengan anak yang lebih besar dari anak-anak tersebut juga turut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak-anak-anak selanjutnya. Beberapa pola tingkah laku pada masa anak-anak akhir adalah:
a) Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial b) Kepekaan yang berlebihan
c) Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas d) Persaingan
e) Kesportifan f) Tanggung jawab g) Insight sosial h) Diskriminasi sosial i) prasangka
Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial yaitu kepekaan
terhadap situasi sosial pada individu.
Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah
tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian.
Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas seperti kepekaan yang berlebihan. Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain bersumber
commit to user
menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa dengan
menunjukkan kontradisi dengan orang dewasa tersebut.
Persaingan pada masa anak-anak ada tiga bentuk, yaitu:
a) persaingan diantara anggota kelompok untuk memperoleh pengakuan di dalam kelompok
b) konflik diantaragangdengangangyang menjadi saingan
c) konflik antaragangdengan pihak masyarakat yang terorganisasi. Kesportifan adalah kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan permainan; bekerja sama dengan anak-anak lain dengan jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat kebersamaan kelompok.
Tanggung jawab merupakan keinginan untuk turut ambil bagian dalam memikul beban. Anak kecil pada awalnya menunjukkan ketergantungan kepada orang lain; dengan berkembangnya kemampuan verbal dan keterampilan motoriknya, anak mulai belajar untuk menyelesaikan
masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kelompok.
Insight sosial merupakan kemampuan untuk mengambil dan mengerti arti situasi sosial dan orang-orang yang terlibat dalam situasi sosial tersebut.
Hal ini bergantung pada empati, yaitu kemampuan anak untuk menempatkan diri dalam posisi psikologi orang lain dan memandang situasi dari sudut pandang orang tersebut. Untuk menyelenggarakan relasi sosial yang baik, anak harus mampu mengamati dan meramalkan tingkah laku, pikiran, dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memperoleh
insight sosial dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a) perbedaan jenis kelamin, anak perempuan cenderung lebih cepat
”matang” dibandingkan dengan anak laki-laki
b) kecerdasan
Perkembangan kemampuan untuk memperoleh insight sosial berkaitan
erat dengan perkembangan simpati pada masa anak-anak awal.
Diskriminasi sosial sebenarnya sudah ada sejak masa anak-anak awal, tetapi berkembang dengan baik ketika anak itu menjadi anggota suatu
gang. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok
mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.
Diskriminasi diartikan sebagai kecenderungan untuk mengklasifikasikan semua orang termasuk kelompok lain sebagai orang yang lebih rendah dan memperlakukan mereka sesuai dengan pandangan tersebut; kelompok lain itu terbentuk karena perbedaan agama dan ras. Prasangka
terbentuk melalui beberapa cara yaitu:
a) pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok
b) nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja
c) imitasi dari orang tua, guru, temam seusia
d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa
lainnya mengenai prasangka tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kehidupan gang dan kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-anak
tersebut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak akhir.
Syamsu Yusuf LN (2004: 24--25) menjelaskan bahwa masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12
commit to user
a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal
ini menimbulkan kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjan yang praktis.
b) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.
c) Menjelang akhir masa kelas tinggi telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat khusus.
d) Sampai berkisar umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya. e) Pada masa kelas tinggi, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai
ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
f) Anak-anak pada usia kelas tinggi gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama, dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional atau yang sudah ada, tetapi mereka mulai membut peraturan sendiri.
Sumadi Suryabrata (1982: 28--29) menjelaskan bahwa masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu usia 9:0 atau 10:0 sampai usia 12:0 atau 13:0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:
a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b) Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar.
c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan
matapelajaran-matapelajaran khusus.
e) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
f) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas, maka anak-anak pada usia SD pada dasarnya memiliki kegemaran untuk keluar dari rumah dan bermain dengan kelompok sebayanya, namun ada di antara mereka yang karena sebab-sebab tertentu akan merasa tidak dapat bergaul dan diterima oleh teman-temannya dalam kelompok di sekolah atau dengan kata lain terisolir.
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi.
Aankusuma (Http://id-id.facebook.com) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas tinggi yaitu: a) Faktor dari dalam (intrinsik)
(1) Intelegensi
Setiap individu mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi tersebut berpengaruh dalam daya serap
terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai intelegensi tinggi pada umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat, sebaliknya orang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat.
Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis.
(2) Jenis kelamin
commit to user
(3) UmurUmur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku individu, makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosi, dan makin tepat dalam segala tindakannya. Kadang dijumpai ketidak sesuaian sikap yang dilakukan oleh anak sekolah dasar, sikapnya
seperti anak kecil, manja, minta dituruti segala keinginannya. (4) Kedudukan dalam keluarga
Keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Oleh karena itu, susunan atau
urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku, peranan dan fungsi yang berbeda dalam keluarga.
b) Faktor dari luar (ekstrinsik) (1) Peran keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar
perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan perkembangan anak-anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung
memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang
diabaikan oleh orang tua, oleh sebab itulah anak akan mencari
bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang, seperti masuk dalam anggota geng, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain.
(2) Peran masyarakat
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan
keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan individu, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial. Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa
disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum, misalnya masyarakat yang suka berjudi. Itulah yang disebut sebagai subkebudayaan menyimpang, misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka
anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang.
(3) Pergaulan
Pola tingkah laku anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman pergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian individu, dari teman bergaul tersebut anak akan menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya
commit to user
terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut,
oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik sangat penting.
(4) Media massa
Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat
memengaruhi perkembangan perilaku individu. Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan perilaku social negative atau menyimpang.
c. Perilaku Sosial Anak SD
Monty P. Satiadarma (2001: 49) menjelaskan bahwa bila individu mempersepsikan bahwa seseorang itu baik, maka individu tersebut akan bersikap baik kepada orang tersebut. Jika individu itu memiliki sikap baik kepada orang tersebut, perilaku individu tersebut kepadanya akan baik pula.
Masa krisis pertama (trotzalter), ketika anak bersikap “keras kepala”,
perkembangan rasa sosial tampak seakan-akan terhenti. Tetapi yang sesungguhnya terjadi malah sebaliknya. Masa krisis pertama merupakan
permulaan timbulnya kesadaran akan “aku”-nya; dengan kata lain merupakan
permulaan sikap objektif. Sebenarnya sikap krisis pertama itu tempat
meletakkan dasar untuk perkembangan sosial yang sesungguhnya.
Ketika anak mulai bersekolah, anak menyambut teman-teman barunya dengan rasa gembira. Semua murid di kelas adalah temannya, kemudian anak membentuk kelompok-kelompok tersendiri, setiap anak menggabungkan dirinya kedalam salah satu kelompok. Makin lama anak makin banyak memegang peranan dalam kelompoknya. Selanjutnya anak mulai mengetahui
Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai
akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial, anak mulai melepaskan diri dari keluarga, mendekatkan dirinya pada orang lain di samping anggota keluarganya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tuanya. Anak bergaul dengan teman-teman mempunyai
guru yang berpengaruh terhadap proses emansipasinya. Pada proses emansipasi dan individuasi teman-teman sebaya mempunyai peranan yang dapat membantu menumbuhkan kepercayaan dirinya , di samping itu perkembangan motifasi dan identitas kelamin sangat penting, karena kesadaran jenis kelamin akan dapat membantu memahami diri dan menumbuhkan motifasi sesuai dengan keadaan dirinya, juga perkembangan
pengertian norma atau moralitas mendapatkan kemajuan yang esensial dalam periode ini, yakni semakin berkembang anak diharapkan semakin dapat menyasuaikan diri dengan norma yang ada dan secara otomatis akan berperilaku sesuai dengan norma yang diyakini.
d. Kelompok Sebaya Anak SD
Masa T.K dan S.D anak mempunyai kontak yang intensif dengan teman-teman sebaya, anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain. Anak berusaha untuk menjadi anggota suatu kelompok; kelompok teman sebaya yang akrab terjadi pada anak usia sekolah dasar.
Anak pada mulanya tidak mengerti tingkah laku yang dipuji atau
dihargai dan tingkah laku yang tidak dipuji atau dihargai, anak belum tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok. Sering dapat dilihat bahwa anak menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling berkuasa. Kelompok-kelompok anak dalam taman kanak-kanak dan kelas-kelas permulaan sekolah dasar belum mempunyai aturan-aturan, kelompok-kelompok tadi baru merupakan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok informal tanpa struktur
commit to user
T.Sutjihati Somantri (2006: 46) menjelaskan bahwa dengan
meningkatnya ruang lingkup kegiatan anak, maka anak menunjukkan peningkatan dalam kebutuhan untuk diterima oleh anak-anak lain dari luar
keluarganya. Sejak masuk sekolah, anak memasuki suatu masa “gang age”
pada usia ini anak menunjukkan pekembangan yang pesat dalam hal kesadaran sosial. Salah satu tugas perkembangan adalah menunjukkan proses
sosialisasi. Pada masa ini anak menjadi anggota suatu kelompok anak-anak seusia yang sedikit demi sedikit menggantikan peran keluarga dalam kehidupan anak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap tingkah laku anak, masa keserasian bersekolah ini diakhiri gengan suatu masa yang disebut poeral. Sifat-sifat khas masa poeral ini secara garis besar dapat di ringkas menjadi dua hal, yaitu:
1) Keinginan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku dan perbuatan anak poeral ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si
jujur, si juara dan sebagainya.
2) Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, untuk mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini membutuhkan kelompok-kelompok sebaya, pada masa anak-anak dorongan bersaing sangat besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri
sebagai masa “competitive socialization”.
Bahaya dalam penyesuaian sosial, efek penolakan dan pengabaian yang dilakukan oleh kelompok sosial terhadap anak akan dapat mengakibatkan beberapa gangguan psikologis, diantaranya yaitu:
1) Anak akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak terpenuhi.
2) Anak akan merasa tidak bahagia dan tidak aman.
3) Akan mengembangkan konsepdiri yang tidak menyenangkan, yang bisa menimbulkan penyimpangan kepribadian.
5) Anak akan merasa sedih karena tidak memiliki kegembiran yang dimiliki
teman sebaya mereka.
6) Akan memperkecil peluang anak dalam mempelajari berbagai keterampilan sosial.
7) Anak akan hidup dalam ketidakpastian reaksi sosial yang menyebabkan anak merasa cemas, takut dan sangat peka.
8) Melakukan penyesuaian diri yang berlebihan dengan harapan akan dapat meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Bentuk Kelompok Sebaya dalam Belajar dan Permainan. Elizabeth B. Hurlock (1980:155,156) Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai“usia
berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktifitas teman
-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota
suatu kelompok, dan merasa tidakpuas bila tidak bersama temannya. Pada masa ini anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kagiatan dengan anggota keluarga. Anak ingin bersama temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama temannya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya
dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima kelompok menjadi semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.
Teman pada akhir masa anak-anak berbeda dengan masa anak yang lebih muda, anak yang lebih besar jarang puas dengan rekannya. Untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, teman harus berperan sebagi teman bermain atau teman baik. Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman
commit to user
Elizabeth B. Hurlock (1980: 156) menjelaskan bahwa banyak faktor
yang menentukan pemilihan teman. Biasanya anak yang dipilih adalah yang dianggap serupa dengan dirinya sendiri dan memenuhi kebutuhan. Daya tarik fisik mempengaruhi kesan pertama, anak cenderung memilih mereka yang berpenampilan menarik menjadi teman bermain dan sebagai teman baik. Keakrapan di sekolah atau di lingkungan tetangga adalah penting karena
untuk memilih teman lingkungan anak-anak terbatas pada daerah yang relatif sempit. Terdapat kecenderungan yang kuat bagi anak-anak untuk memilih teman dari kelasnya sendiri di sekolah. Dan yang lebih dipilih adalah teman sejenis dari pada lawan jenis.
Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih teman, baik sebagai teman bermain ataupun sebagai teman baik. Anak yang lebih besar memberi nilai tinggi pada kegembiraan, keramahan, kerja sama, kebaikan hati, kejujuran, kemurahan hati, bahkan keramahan dan sportivitas, pada teman
bermain maupun teman baik. Menjelang masa anak-anak berakhir, anak lebih menyukai teman dari latar belakang sosial ekonomi, ras dan agama yang sama, khususnya sebagai teman baik.
Anak yang dipilih oleh teman-temannya untuk berperan sebagai
pemimpin pada akhir masa kanak-kanak adalah anak yang mendekati ideal kelompok. Ia tidak hanya disukai oleh sebagian besar kelompok, tetapi juga memiliki ciri-ciri yang dikagumi.karena anak menghabiskan banyakwaktu dengan bermain dan berolah raga dengan teman-teman sebaya, maka anak
Bila peran pemimpin tidak memenuhi kebutuhan anak atau kebutuhan
anggota maka terjadipergantian pemimpin. Di lain pihak, kalau peran pemimpin memuaskan anggota kelompok dan diri sendiri maka pemimpin akan tetap bertahan. Anak yang berperan sebagai pemimpin dalam permainan atau olah raga dan memuaskan anggota-anggota kelompok, mempunyai kesempatan yang baik untuk dipilih sebagai ketua kelas atau peran pemimpin
tidak berhubungan dengan permainan dan olah raga.
2. Studi Kasus a. Pengertian Studi kasus
Robert K. Yin (1997: 1) mendefinisikan studi kasus merupakan strategi
yang cocok bila pertanyaan penelitian berkenaan dengan “mengapa” atau
“bagaimana” dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kehidupan nyata.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa studi kasus merupakan strategi suatu penelitian yang berfokus pada fenomena masa kini di kehidupan nyata untuk
menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan “mengapa” dan “bagaimana”.
Deddy Mulyana (2003: 201) menjelaskan bahwa studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau situasi sosial. Robert K. Yin (2008: 1) menjelaskan bahwa Studi kasus adalah salah satu
metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terrinci dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga, atau gejala tertentu.
b. Tujuan studi kasus
Studi kasus digunakan dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang mendalam mengenai perilaku sosial negatif pada siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu. Penelitian dengan studi kasus menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh atas objek
commit to user
Studi kasus merupakan metode penelitian yang dilakukan pada objek dan
subjek di suatu tempat dan waktu tertentu dengan melakukan pengamatan terhadap kejadian tertentu untuk dilakukan studi analisa kasus yang diamati untuk diambil suatu tindakan, kaitannya dengan penelitian ini adalah tindakan untuk meningkatkan perilaku sosial positif siswa dengan membantu siswa agar tidak berperilaku sosial negatif di sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan agar anak dapat berperilaku positif dan dapat bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Studi kasus yang dilakukan mempunyai tujuan melakukan evaluasi
terhadap suatu kejadian yang menjadi objekpenelitian untuk dilakukan analisa dengan menggunakan metode tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai pembelajaran. Robert K. Yin (2008: 27) mengemukakan bahwa penelitian studi kasus harus mempunyai desain penelitian, definisi dari desain penelitian adalah suatu rencana tindakan yang berangkat dari perencanaan untuk mencapai tujuan
penelitian, dengan demikian maka tujuan penelitian studi kasus harus jelas. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mempelajari suatu kasus secara mendalam,oleh karena itu tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang
memiliki perilaku sosial negatif di sekolah
2. Memperoleh infomasi secara jelas mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial negatif di sekolah.
3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang
memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah
4. Mengetahui pandangan pihak terkait tentang anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah.
c. Langkak-langkah studi kasus
Pelaksanaan studi kasus dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek ppenelitian, dalam hal ini adalah siswa yang
terhadap objek penelitian yang terdapat di SD Negeri I Sedayu kecamatan
Grobogan Kabupaten Grobogan propinsi jawa tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan melakukan observasi pada tempat penelitian, kemudian melakukan wawancara terhadap
informan kunci di sekolah tersebut yaitu guru kelas VI, guru agama dan guru olahraga serta teman dekat siswa, dan dengan mengacu pada data dokumen mengenai perilaku sosial negatif siswa yang tersedia di sekolah.Pelaksanaan penelitian dan pelaksanaan pengumpulan data didasarkan pada sumber-sumber bukti yang berlainan. Robert K. Yin (2008: 103) mengemukakan bahwa
sumber bukti adalah dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi pemeran serta dan perangkat fisik.
Pelaksanaan penelitian dengan studi kasus berdasarkan langkah-langkah
commit to user
Bagan IBagan Langkah Penelitian studi kasus Mulai
Studi Pustaka
Studi Pendahuluan
Studi Lapangan
Fokus Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Pengumpulan Data Observasi Wawancara Dokumentasi
Kesimpulan Validitas Data Reduksi data Penyajian data
Penarikan Kesimpulan
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan suatu penalaran atau alur untuk menggambarkan pola pikir terhadap permasalahan penelitian yang di ilustrasikan.
Sejak anak dilahirkan di dunia maka memasuki lingkungan keluarga yang merupakan tempat awal mula anak belajar bersosialisasi atau bergaul dengan orang –orang yang dekat, misalnya ibu, ayah dan kakak. Kurangnya kesempatan untuk belajar sosial akan dipakai sebagai modal dasar dalam pergaulan selanjutnya di sekolah dasar.
Faktor yang menyebabkan anak tidak diterima dalam kelompok adalah kurangnya pengalaman sosial sejak dini, kurangnya kesempatan belajar untuk bersosialisasi dan pertahanan untuk bermain sendiri, serta sikap acuh terhadap
orang lain. Pembelajaran sejak dini dalam segala sesuatu sangat diperlukan termasuk di dalamnya adalah sosialisasi dengan lingkungan.
Perkembangan sosial anak, pola tingkah laku pada masa anak serta
lingkungan sekitar anak dipastikan sebagai faktor utama anak tidak diterima dalam kelompok. Perilaku sosial negatif menyebabkan anak tidak dapat diterima dalam kelompok, dan sebaliknya anak yang berperilaku baik dan memiliki respon yang baik terhadap teman-temannya akan diterima dalam suatu kelompok. Lingkungan berikut adalah lingkungan pergaulan di sekolah,
commit to user
Uraian tersebut diatas dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai
berikut:
Bagan 2
Bagan Kerangka Pemikiran
Bagan di atas dapat memberikan keterangan bahwa siswa dalam bersosialisasi disekolah dapat dilihat sebagai perilaku yang dikatagorikan positif maupun negatif dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Perilaku sosial positif akan menjadikan anak diterima dalam kelompok sebayanya di sekolah, sedangkan perilaku sosial negatif akan membuat anak
tidak diterima dalam kelompok sebayanya di sekolah Anak SD
Faktor internal Rasa malas Ingin diperhatikan
banyak orang Ingin menutupi
kekurangannya
Faktor eksternal
Lingkungan keluarga yang tidak mendukung
Lingkungan sekolah yang tidak mendukung
Media massa
Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung
terisolir Tidak diterima
dalam kelompok sebaya Perilaku
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang dipilih dalam penelitian ini adalah: lingkungan kelas tempat subjek melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah, penelitian ini
dilakukan pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1 Sedayu Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2008/2009. Lokasi Sekolah Dasar Negeri I Sedayu ini termasuk di daerah pedesaan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009 tepatnya pada bulan Oktober sampai dengan November 2008.
Penelitian dilaksanakan selama jam sekolah berlangsung, yakni jam 07.00-13.00.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Objek penelitian adalah perilaku sosial negatif siswa di sekolah. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. Jenis
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menggunakan data yang berup informasi yang berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Analisis yang digunakan dalam adalah deskriptif fenomenologis, yaitu mendeskripsikan temuan-temuan yang ada di lapangan untuk mendapatkan gambaran yang objektif tentang suatu
kasus yang diteliti.
commit to user
C. Subjek PenelitianPenelitian ini berupa studi kasus. Subjek penelitian tidak ditetapkan sebelumnya, demikian juga mengenai jumlahnya. Namun demikian perlu ditetapkan cara untuk menentukan subjek penelitian yaitu penentuan subjek penelitian dengan menggunakan teknik sosiometri pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan, di samping itu juga mengumpulkan
data tentang perilaku subjek melalui informasi dari informan yang mengenali subjek.
Subjek penelitian yaitu siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah yang diperoleh melalui beberapa cara yaitu:
1. Observasi yang dilakukan secara langsung melalui pengamatan dengan
dibantu guru kelas. Pedoman observasi terlampir.
2. Interview dilakukan kepada siswa yang diduga berperilaku sosial negatif di kelas, sebagai tindak lanjut darihasil observasi. Interview juga dilakukan kepada guru kelas VI, guru agama dan guru olahraga serta teman dekat siswa, guna memperoleh hasil yang jelas tenteng siswa yang berperilaku sosial
negatif di kelas. Pedoman observasi terlampir.
3. Dokumentasi, yaitu buku pribadi siswa yang diperoleh melalui catatan guru kelas, terutama tentang hubungan sosial siswa di sekolah.
4. Sosiometri, yaitu menunjukkan bahwa subjek berada pada lingkaran paling luar yang menunjukkan bahwa subjek tidak disenangi oleh teman-temannya.
D. Sumber Data
Penetapan informan sebagai sumber data adalah sebagai berikut: 1. Subjek itu sendairi.
2. orang tua subjek, karena orang tua merupaka orang yang paling dekat dengan
subjek dan dianggap mengerti dan mengetahui keadaan subjek yang sesungguhnya.
3. Guru kelas, guru olah raga serta guru agama adalah orang yang mengetahui keadaan siswa ketika siswa berada di sekolah.
4. Teman dekat subjek, karena dianggap mengetahui keadaan subjek di sekolah
baik di kelas maupun di luar kelas.
Berbagai informasi yang terkumpul dari berbagai sumber diharapkan menjadi suatu temuan sebagai data penelitian yang menunjukkan perilaku sosial negatif, sebab dan akibat dari perilaku sosial negatif.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah metode untuk mendapatkan data melalui pengamatan secara langsung terhadap anak yang diduga berperilaku sosial negatif di sekolah. Observasi dilakukan oleh peneliti dibantu guru kelas V1. Hasil observasi yang dilakukan untuk memperoleh data tentang perilaku sosial siswa yang terjadi di sekolah. Observasi tidak hanya mencatat suatu kejadian, namun segala sesuatu
commit to user
2. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpul data dengan menggunakan tanya jawab secara langsung dengan subjek, guru, orang tua, teman dekat dan orang-orang yang terkait atau yang mengerti permasalahan subjek. Didalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada:
a. Subjek penelitian
Wawancara dengan subjek penelitian untuk memperoleh informasi mengenai perilaku subjek yang menunjukkan perilaku sosial negatif sehingga tidak disukai oleh teman-teman yang lain di sekolah.
b. Guru kelas,guru olah raga dan guru agama
Wawancara dengan guru kelas, guru olah raga dan guru agama untuk memperoleh informasi mengenai perilaku subjek yang menunjukkan perilaku
sosial negatif. Melalui wawancara dapat diketahui perilaku negatif yang sesungguhnya oleh anak kelas V1 sebagai subjek penelitian.
c. Orang tua subjek
Wawancara dengan orang tua subjek digunakan untuk mengungkap data riwayat kehidupan sehari-hari. Data yang diungkap untuk menunjukkan perilaku sosial negatif siswa yaitu: hubungan sosial atau komunikasi subjek
dengan orang tua, keluarga, dan lingkungan, kebiasaan sehari-hari, kesenangan subjek dan aktifitas subjek di rumah baik yang berkaitan dengan belajar maupun sosial.
d. Teman dekat subjek di sekolah
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan menggunakan bukti-bukti atau catatan khusus tertulis tentang perilaku siswa di sekolah. Tujuan menggunakan dokumentasi adalah untuk mendapatkan data yang telah dicatat oleh guru tentang hubungan sosial siswa, perilaku serta kebiasaan
siswa di sekolah.
F. Validitas Data
Validitas data diperlukan untuk memperoleh data yang sahih yang akandianalisis untuk keberhasilan penelitian. Validitas data berguna untuk menetapkan keabsahan data yang diperlukan dalam teknik pemeriksaan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Teknik pemeriksaan validitas data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi metode dan trianggulasi sumber. Trianggulasi metode yaitu digunakan berbagai metode untuk mengumpulkan data yang akurat tentangperilaku sosial negatif di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
Trianggilasi sumber digunakan untuk mengecek keakuratan data yaitu perilaku sosial negatif di sekolah. Trianggulasi sumber yaitu mengumpulkan datamenggunakan berbagai sumber yaitu subjek, oran