i
PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING
(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah
Tahun Ajaran 2015/2016)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh : Rani Prihana
131114007
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HALAMAN MOTTO
Orang bijak bergembira karena belajar dari bahaya yang dialami oranglain
(P. Mercator)
The measure of love is to love without measure
(St. Francis de Sales)
Acta virum probant
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini saya persembahkan bagi Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan memberikan berkat
tepat pada waktunya
Sang teladan yang menjadi kekuatan dan ketenangan dalam setiap rencana-rencana yang sudah DIA persiapkan.
Kupersembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Yohanes Jumadi dan Ibu Agnes Surati.
Kakak-kakakku,
Yusuf Wiji Pitoyo dan Andreas Sabar Wihono
Semua orang yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian dan cintanya dalam mendampingi dan memotivasi sampai
sekarang.
vii ABSTRAK
PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING
(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)
Rani Prihana
Universitas Sanata Dharma 2017
Tujuan utama penelitian adalah meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan
karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential
learning. Tujuan khusus adalah 1) mendeskripsikan rencana dan upaya pelaksanaan peningkatan karakter ksatria siswa; 2) mengukur tingkat karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah; 3) menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa periklus-tindakan; 4) mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah dan mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa antar siklus; 5) mengetahui efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang terlaksana dalam tiga siklus dengan pendekatan experiential learning. Setiap siklus terlaksana dalam satu kali pertemuan. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Tes Karakter Ksatria, Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria, wawancara tidak tersktruktur, observasi dan Kuesioner Validasi Efektivitas Program. Koefisien reliabilitas Tes Karakter Ksatria senilai 0,59, Koefisiensi Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria senilai 0,81 dan koefisiensi reliabilitas Kuesioner Validasi Program senilai 0,621. Teknik analisis data yang digunakan adalah desktiptif fakta pelaksanaan bimbingan klasikal, norma kategorisasi, deskriptif dan presentase, uji hipotesis tindakan dengan uji t Wilcoxon.
Temuan penelitian menunjukan bahwa, karakter ksatria siswa dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan
pendekatan experiential learning. Temuan khusus penelitian adalah 1) upaya
peningkatan karakter ksatria dimulai dari perencanaan, pelaksanaan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning meliputi concret experience, reflection observation, abstract concetualitation, active experimentation; 2) terdapat peningkatan karakter ksatria sebelum-sesudah tindakan, dan sebagian besar siswa berada pada ketegori sangat tinggi dan tinggi; 3) terdapat peningkatan karakter siswa antar siklus; 4) terdapat peningkatan secara signifikan karakter siswa setiap siklusnya; 5) menurut siswa program ini efektif untuk meningkatkan karakter ksatria.
viii ABSTRACT
THE IMPROVEMENT OF SPORTSMANSHIP CHARACTER THROUGH A CHARACTER EDUCATION
BASED ON CLASS GUIDANCE SERVICE USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH
(A Guidance and Counseling Action Research to THE Eighth Grade Students SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Central Java Academic Year 2015/2016)
Rani Prihana Sanata Dharma University
2017
The main purpose of research is to improve the eighth grade students’
sportsmanship character class VIII A at SMP Pangudi Luhur Bayat Academic Year 2015/2016 through character education based on class guidance services using the experiential learning approach. The specific objectives are 1) to describe the plans and efforts to implement the increase in students’ sportsmanship character; 2) measure the level of students’ sportsmanship character before and after the action; 3) analyze the increase of students’ sportsmanship character between cycles of action; 4) measure the significance of the increase of students’ sportsmanship character before and after the action and measure the significance of the increase between cycles; 5) assess the effectiveness of class counseling services using the experiential learning approach.
This type of research is the Guidance and Counseling Action Research (PTBK) completed in three cycles with the experiential learning approach. Each cycle is accomplished in one meeting. The subjects of the research were 22 students. The data collection instrument in this study is the Sportsmanship Character Test, Sportsmanship Character Self-Assessment Scale, unstructured interviews, observation and questionnaire of the Validation of the Program Effectiveness. The reliability coefficient of the Sportsmanship Character Test was 0.59, the reliability coefficient of the Sportsmanship Character Self-Assessment Scale was 0.81 and the reliability coefficient of the Questionnaire on the Program Validation was at 0.621. The data analysis technique used was descriptive facts on the implementation of the class guidance service, norms of categorization, description and percentages, action hypothesis testing with the Wilcoxon t test.
The research findings show that the students’ sportsmanship character can be
enhanced through a character education based on class guidance service using the experiential learning approach. The specific findings of the research are 1) efforts to improve the sportsmanship character start from planning, implementation of class guidance services using the experiential learning approach includes concrete
experience, reflection and observation, abstract conceptualization, active
experimentation; 2) there is an increase in the students’ sportsmanship character before and after the action, and most students are at very high and high category; 3)
There is an increase of students’ sportsmanship character between cycles; 4) there is a
significant increase in the students’ character in each cycle; 5) according to the students, this program can effectively improve the character of sportsmanship.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah sumber segala rahmat dan kekuatan. Berkat
kemurahan dan kasih-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir
dengan judul “Peningkatan Karakter Ksatria melalui Pendidikan Karakter
Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning
(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP
Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)” dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar.
Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti menyadari bahwa banyak pihak
yang ikut terlibat guna membimbing, dan mendampingi, dan mendukung setiap
proses yang peneliti jalani. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling.
3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati, selalu
memberikan motivasi, saran, dan petunjuk kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan
dan pendampingan selama peneliti menempuh studi.
5. Stefanus Priyatmoko (Mas Moko) selaku petugas administrasi di Sekertariat
Program Studi Bimbingan dan Konseling atas pelayanan yang diberikan
dengan baik selama peneliti menempuh studi.
6. Bapak Fx. Heru Cahyono selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur Bayat
yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di SMP Pangudi Luhur
Bayat.
7. Siswa-siswi kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran
2015/2016 yang telah bersedia menjadi subjek dan membantu peneliti dalam
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii
ABSTRAK ...viii
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi Masalah ...6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...13
A. Hakikat Pendidikan Karakter ...13
1. Pengertian Karakter ...13
2. Pengertian Pendidikan Karakter ...13
3. Tujuan Pendidikan Karakter ...14
4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ...15
5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ...16
xii
B. Hakikat Karakter Ksatria...19
1. Pengertian Ksatria...27
2. Karakteristik Karakter Ksatria...27
3. Upaya Pembentukan Karakter Ksatria...28
C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ...29
1. Pengertian Bimbingan Klasikal ...29
2. Tujuan Bimbingan Klasikal ...30
3. Tahap Layanan Bimbingan Klasikal...30
D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning ...31
1. Pengertian Pendekatan Experiantial Learning ...31
2. Karakteristik Experiential Learning...32
3. Tujuan Experiential Learning...33
4. Tahapan Pendekatan Experiantial Learning...34
5. Aktifitas Inti Experiential Learning...37
6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Exeriantial Learning ...38
E. Hakikat Remaja Sebagai Peserta Didik SMP ...39
1. Pengertian Remaja ...39
2. Karakteristik Remaja sebagai Peserta Didik SMP...40
3. Tujuan Perkembangan Remaja sebagai Peserta Didik SMP ...41
4. Perkembangan Karakter Ksatria pada Remaja...42
F. Kerangka Berpikir ...43
G. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan...45
H. Hipotesis Tindakan ...45
BAB III METODE PENELITIAN ...47
A. Jenis penelitian ...47
B. Setting Penelitian...50
1. Lokasi dan Waktu...50
2. Mitra Kolaboratif...51
C. Subjek Penelitian...51
D. Jenis dan Tindakan Penelitian ...52
1. Jenis Tindakan ...52
2. Indikator keberhasilan ...54
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...54
1. Teknik Pengumpulan Data ...54
2. Instrumen ...56
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen...61
xiii
2. Reliabilitas...64
3. Uji Normalitas...67
G. Prosedur Penelitian ...68
1. Desain Prosedur Penenlitian...68
2. Rencana Siklus Penelitian...70
H. Teknik Analisis Data ...76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...84
A. Deskripsi Keterlaksanaan Tindakan Penelitian ...84
1. Proses Keterlaksanaan Tindakan Bimbingan dan Konseling...84
2. Tingkat Karakter Siswa Sebelum dan Sesudah...97
3. Peningkatan Karakter Siswa antar Siklus...101
4. Signifikansi Peingkatan Karakter Siswa...106
5. Efektifitas Pendidikan Karakter...110
6. Hasil Observasi Pelaksanaan Peningkatan...113
B. Pembahasan ...115
BAB V PENUTUP ...122
A. Kesimpulan ...122
B. Keterbatasan Penelitian ...123
C. Saran ...124
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : 88 Butir Karakter yang Baik...17
Tabel 3.1 : Kegiatan Penelitian...49
Tabel 3.2 : Mitra Kolaboratif...50
Tabel 3.3 : Subjek Penelitian ... 50
Tabel 3.4 : Capaian Rata-rata Skor Siswa ... 53
Tabel 3.5 : Kisi-kisi Tes Karakter Ksatria ... 56
Tabel 3.6 : Kisi-kisi Skala Penilaian diri Karakter Ksatria...57
Tabel 3.7 : Kisi-kisi Panduan Wawancara...58
Tabel 3.8 : Kisi-kisi Panduan Observasi...59
Tabel 3.9 : Kriteria Guilford ...65
Tabel 3.10 : Hasil Uji Reliabilitas Tes Karakter Ksatria ...65
Tabel 3.11 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Penilaian diri Karakter Ksatria ...66
Tabel 3.12 : Hasil Uji Normalitas...67
Tabel 3.13 : Norma Kategori Tingkat Karakter Ksatria ...78
Tabel 3.14 : Kategorisasi Skor Pemahaman Siswa ...79
Tabel 3.15 : Kategorisasi Skala Penilaian diri Karakter Ksatria ...80
Tabel 4.1 : Tingkat Karakter Ksatria Sebelum dan Sesudah ...98
Tabel 4.2 : Peningkatan Karakter Ksatria Persiklus...101
Tabel 4.3 : Uji T Wilcoxon pretest-posttest...106
Tabel 4.4 : Hasil T Wilcoxon Peningkatan Karakter Ksatria...108
Tabel 4.5 : Hasil Validasi Efektivitas Program ...110
Tabel 4.6 : Item Validasi Program Presentas 100%...112
Tabel 4.7 : Item Validasi Program Presentase antara 90%-100%...112
Tabel 4.8 : Item Validasi Program Presentase kurang dari 90%...113
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Komponen Pembentukan Karakter yang Baik ... 22
Gambar 2.2 : Fase Pendekatan Experiential Learning...35
Gambar 2.3 : Tahapan Pembelajaran Experiential Learning...37
Gambar 2.4 : Kerangka Berpikir Penelitian ... 43
Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart ... 47
Gambar 3.2 : Proses Tindakan Bimbingan dan Konseling...52
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.2 : Tingkat Karakter Ksatria Sebelum dan Sesudah...98
Grafik 4.3 : Tingkat Karakter Ksatria Setiap Siswa...100
Grafik 4.4 : Peningkaran Skor Rata-rata Karakter Ksatria...102
Grafik 4.5 : Peningkatan Karakter Ksatria Setiap Siklus...103
Grafik 4.6 : Peningkatan Karakter Ksatria Setiap Siswa...105
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tes Karakter Ksatria...128
Lampiran 2 Skala Penilaian Karakter Ksatria...135
Lampiran 3 Lembar Penilaian Siswa ...138
Lampiran 4 Wawancara...139
Lampiran 5 Lembar Observasi...140
Lampiran 6 Tabulasi Data Pre-test...141
Lampiran 7 Tabulasi Data Post-test...143
Lampiran 8 Tabulasi Data Pra-tindakan...143
Lampiran 9 Tabulasi Data Siklus I...144
Lampiran 10 Tabulasi Data Siklus II...145
Lampiran 11 Tabulasi Data Siklus III...146
Lampiran 12 Tabulasi Data Validasi Model... ...147
Lampiran 13 Tabulasi Hasil Validitas Tes... ...148
Lampiran 14 Tabulasi Hasil Validitas Skala...150
Lampiran 15 Tabulasi Hasil Observasi...152
Lampiran 16 Hasil Uji Wilcoxon...153
Lampiran 17 Dokumentasi Pelasksanaan...154
Lampiran 18 Hasil Uji Reliabilitas Tes...157
Lampiran 19 Hasil Uji Reliabilitas Skala...158
Lampiran 20 Hasil Uji Reliabilitas Model...159
1 BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan definisi istilah.
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada peserta didik, sehingga mereka memiliki
nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan
warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Menurut Suyanto (Wibowo & Purnama, 2013: 35), karakter adalah
cara pikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Adapun individu yang berkarakter baik ini, adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya atau berani secara
ksatria mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang
dibuatnya.
Mengingat pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik,
pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional, menyelenggarakan
kembali pembangunan karakter bangsa. Undang-undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, telah
2
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Suyanto,
2010). Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif,
Mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab
(UU No.20, 2003).
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan
tersebut. Sesuai dengan tujuan dan fungsi pembentukan pendidikan
karakter peserta didik agar mampu beretika, bermoral, membantu orang
lain, mau belajar dari orang lain, dan mampu menghargai nilai-nilai
kemanusiaan. Menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional, dalam
Kabinet Indonesia Bersatu II, Fasli Jalal (Kompas.com), pendidikan
karakter yang didorong pemerintah untuk dilaksanakan di
sekolah-sekolah tidak akan membebani guru dan siswa. Sebab, hal-hal yang
terkandung dalam pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam
kurikulum, namun selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan secara
tersurat.
3
Menurut Faturohman & Fatriyani (2013), karakter ksatria yaitu
kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima
kekurangan diri sendiri. Melihat kenyataan yang terjadi, banyak
permasalahan yang dialami remaja dalam taraf pendidikan di SMP maka
perlunya penanganan yang serius tentang masalah ini. Hal ini nampak dari
fenomena kenakalan remaja yang perlu dikendalikan. Menurut Ketua
Komisi Perlindungan Anak (KPAI) (Republika.co.id) jumlah anak sebagai
pelaku kekerasan (bullying) di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus
pada 2014 menjadi 79 kasus di tahun 2015. Anak sebagai pelaku tawuran
juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi 103 kasus di
2015. Fenomena ini menandakan bahwa kurangnya nilai karakter dan
moral dalam diri seseorang.
Pendidikan karakter di Indonesia saat ini baru sampai dalam
tingkat pengenalan norma-norma atau nilai-nilai dan belum tindakan nyata
dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto, 2011). Persoalannya adalah para
guru Bimbingan dan Konseling sudah terbiasa menggunakan metode
ceramah sedangkan metode ceramah sudah sangat lama di gunakan dan
kurang sesuai untuk pendidikan karakter. Oleh karena itu, para guru
hendaknya memiliki kompetensi untuk melaksanakan bimbingan klasikal
dengan pendekatan experiential learning di kelas. Dengan demikian
peserta didik dapat mengalami langsung dan mempraktikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Itulah alasan peneliti menggunakan pendekatan
4
SMP Panggudi Luhur Bayat adalah sekolah swasta yang berkarya
dalam bidang pendidikan yang bertempat di Lemah Miring Paseban
Bayat. Peserta didik yang mengenyam pendidikan di SMP Pangudi Luhur
Bayat sebagian besar berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sebagian
besar orang tua bekerja sebagai buruh, petani, dan pedagang.
Berdasarkan observasi dan wawancara kepada wali kelas yang
sudah dilakukan, ditemukan fenomena rendahnya karakter ksatria. Ada
beberapa peserta didik ketika melakukan kesalahan belum mampu untuk
langsung meminta maaf, takut untuk mengungkapkan pendapatnya.
Selain itu peneliti juga wawancara terhadap dua peserta didik kelas VIII
A bahwa ketika melakukan kesalahan peserta didik takut untuk mengakui
kesalahan karena takut untuk dihukum dan malu dengan
teman-temannya.
Menyadari masalah tersebut maka, perlu ditanamkan nilai karakter
ksatria dalam diri seseorang. Karakter ksatria yaitu kemampuan untuk
menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri.
Seseorang dikatakan ksatria apabila mau mengakui kesalahan dan
menghindari sikap ingkar dan berbohong. Terbiasa menyadari kelebihan
orang lain dan tidak segan belajar dari contoh yang ada, menghindari
sikap angkuh, bersikap jujur dan bertanggung jawab, selalu mengatakan
yang benar dengan benar dan yang salah tetap salah. Berani melakukan
intropeksi dan bertanggung jawab terhadap segala yang dilakukan dan
5
Faktor yang menyebabkan rendahnya sikap ksatria peserta didik,
salah satunya adalah faktor eksternal individu yang meliputi keluarga,
teman, guru pembimbing dan masyarakat. Untuk membantu peserta didik
memiliki karakter ksatria maka perlu dilakukan strategi pembelajaran
yang efektif kepada peserta didik. Dalam hal ini konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling memiliki peran penting dan didukung dengan
pelayanan yang dapat membantu peserta didik memiliki karakter ksatria.
Salah satu pelayanan yang menarik potensi peserta didik dalam
mengembangkan karakter ksatria peserta didik adalah Bimbingan
Klasikal dengan pendekatan Experiential Learning. Proses bimbingan
klasikal memiliki ciri-ciri khusus dalam pendekatan, metode dan strategi
penyampaianya. Dalam layanan bimbingan klasikal, pendekatan
experiential learning lebih ditekankan aspek afeksi (nilai, sikap) perilaku
dan nilai-nilai karakter. Experiential Learning adalah suatu pendekatan
dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan
dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dikatakan
efektif apabila dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara
peserta kegiatan, spontanitas, munculnya perasaan (seperti senang, rileks,
gembira, menikmati dan bangga), meningkatkan minat atau gairah untuk
terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta
meningkatkannya pengetahuan, dan ketrampilan sosial (Prayitno, dkk
6
Berdasarkan hasil penelitian Kristina Betty Artati (2015) di SMP
Kanisius Kalasan terdapat peningkatan karakter tanggung jawab siswa
secara signifikan senilai Sig. (2 tailed) (0,001) < (0,05) ketika
menggunakan pendekatan experiential learning. Selain itu Clara Vania
(2015) juga menggunakan pendekatan experiential learning dalam
meneliti karakter kepemimpinan demokratis di SMP N 6 Surakarta dan
hasilnya pun efektif. Terjadi peningkatan karakter kepemimpinan
demokratis siswa secara signifikan (sig 2 tailed) (0,000) < (0,05). Jadi,
pendekatan experiential learning adalah salah satu pendekatan yang tepat
untuk mengatasi rendahnya karakter ksatria.
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti bergabung dengan penelitian
Stranas (Strategis Nasional) untuk mengimplementasikan modul dengan
topik karakter ksatria kepada peserta didik dan mengangkat judul
“Peningkatan Karakter Ksatria Melalui Pendidikan Karakter Berbasis
Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning
Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A
Smp Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016”
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut.
1. Sebagian siswa SMP Panggudi Luhur Bayat kurang memiliki
karakter ksatria sebagai siswa sehingga kurang mampu menjalin
7
2. Beberapa peserta didik kurang berani dalam mengungkapkan
pendapat.
3. Beberapa peserta didik belum mampu meminta maaf secara
langsung ketika melakukan kesalahan.
4. Belum pernah diterapkan layanan bimbingan klasikal berbasis
experiential learning di SMP maka diterapkan layanan bimbingan
klasikal berbasis experiential learning di SMP Pangudi Luhur
Bayat.
5. Beberapa peserta didik masih menjadi pelaku bullying di sekolah.
6. Pendidikan karakter baru sampai tingkat pengenalan norma-norma
atau nilai-nilai dan belum tindakan nyata dalam kehidupan sehari
hari.
C.Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk menjawab
masalah-masalah yang teridentifikasi khususnya masalah mengenai
kurangnya sikap ksatria sebagai peserta didik. Maka peneliti fokus pada,
“Peningkatan Karakter Ksatria Melalui Pendidikan Karakter Berbasis
Layanan Bimbingan Klasikal Dengan Pendekatan Experiential Learning
Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran
2015/2016”.
D.Rumusan Masalah
8
SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 dapat ditingkatkan
melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan
pendekatan experiential learning. Selanjutnya rumusan masalah utama
tersebut dijabarkan menjadi rumusan masalah khusus sebagai berikut.
1. Bagaimana perencanaan dan pelaksanaan upaya peningkatan
karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat
Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis
layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experintial learning?
2. Seberapa tinggi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A
SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan
sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan
bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning?
3. Seberapa tinggi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A
SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 setiap siklus
melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal
dengan pendekatan expriential learning?
4. a. Apakah terdapat peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A
SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 yang signifikan
sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis
layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential
learning?
b. Apakah terdapat peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A
9
signifikan antar siklus pendidikan karakter berbasis layanan
bimbingan dengan pendekatan experiential learning?
5. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter ksatria berbasis
layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning
siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran
2015/2016?
E. Tujuan Penelitian
Secara utama penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat melalui
pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan
menggunakan pendekatan experiential learning.
Sedangkan secara khusus, peneilitan ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan rencana dan pelaksanaan upaya peningkatan
karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat
Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis
layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experintial
learning.
2. Mengukur peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII SMP
Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan
sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan
bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.
3. Menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A
10
melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal
dengan pendekatan expriential learning.
4. a. Mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa kelas
VIII A A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016
sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis
layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential
learning.
b. Mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa kelas
VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016
antar siklus pendidikan karakter berbasis layanan bimbingam
klasikal dengan pendekatan experiential learning.
5. Mengetahui seberapa efektif implementasi pendidikan karakter
ksatria berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan
experiential learning siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur
Bayat Tahun Ajaran 2015/2016.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul
beberapa manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
kepada pengembangan ilmu bimbingan dan konseling
khususnya tentang karakter ksatria dan implementasi layanan
11 2. Manfaat Praktis
a. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini menjadi pedoman
dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah
bersama guru mata pelajaran yang lain.
b. Bagi guru Bimbingan dan Konseling hasil penelitian ini
dapat menjadi acuan untuk melaksanakan pendidikan
karakter berbasis layanan bimbingan klasikal secara tepat.
c. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman
tentang karakter ksatria pada diri peserta didik dan
melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
d. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman dan
ketrampilanan baru dalam melakukan bimbingan klasikal.
Hasil penelitian ini juga menambah wawasan baru dan
peneliti dapat mengusulkan penyusunan modul pendidikan
karakter yang sesuai guna meningkatkan nilai-nilai karakter
dalam diri peserta didik.
G. Definisi Istilah
Adapun definisi istilah dalam penelitian ini yaitu:
1. Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk
membantu orang memahami, peduli, dan bertindak sesuai
dengan nilai- nilai etika inti.
2. Karakter adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi
12
nyata melalui tingkah laku baik, jujur, menghormati orang lain,
berani minta maaf dan karakter mulia yang lainnya.
3. Karakter ksatria adalah kemampuan untuk menerima
keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri.
4. Bimbingan klasikal adalah suatu layanan bimbingan dan
konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru
bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada
sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di
dalam kelas.
5. Experiential Learning adalah model pembelajaran yang
menekankan pada pengalaman dan menciptakan proses belajar
yang melibatkan langsung peserta didik. Pengalaman yang
dialami peserta didik akan menjadikan pelajaran untuk proses
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini memaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter ksatria,
layanan bimbingan klasikal, hakikat pendekatan experiential learning, dan hakikat
remaja sebagai peserta didik.
A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter
Dalam Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008:337), karakter
didefinisikan sebagai sifat–sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Budi pekerti merupakan
alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik
buruk, tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik, daya upaya dan akal. Perilaku
yang diartikan sbagai tanggapan atau reaksi individu yang berwujud dalam
gerakan (sikap) tidak hanya badan tetapi juga ucapan.
Menurut Prayitno, & Manullang (2010 : 47), karakter adalah sifat
pribadi yang relatif stabil pada diri yang menjadi landasan bagi penampilan
perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Dari beberapa definisi di
atas dapat di simpulkan bahwa karakter merupakan sifat relatif stabil pada diri
seseorang untuk menimbang baik buruk perilaku dan menjadi landasan
berperilaku.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut Ramli (Wibowo 2013), pendidikan karakter memiliki esensi
dan makna yang sama dengan pendidikan moral atau pendidikan akhlak.
14
(cognitive), perasaan (afeksi), dan tindakan (action). Melalui tiga aspek ini
diuraikan, serta diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan maka peserta
didik akan menjadi cerdas emosinya Suyanto (Wibowo 2013: 38).
Kementrian Pendidikan Nasional (2010), menjelaskan bahwa
pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang
baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik,
perasaan yang baik, dan perilaku yang baik sehingga terbentuknya
perwujudan kesatuan perilaku dan sikap peserta didik. Berdasarkan pendapat
yang di kemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan
melibatkan aspek pengetahuan, perasaan maupun perilaku agar menjadi
pribadi yang baik di lingkungan masyarakat.
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Kementrian Pendidikan Nasional (2011), mengatakan bahwa
pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan
hasil pendidikan di sekolah yang mengarahkan pada pencapaian pembentuk
karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang sesuai
dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi
15
Menurut Ramli (Wibowo 2013), tujuan pendidikan karakter adalah
membentuk peserta didik, agar menjadi pribadi yang baik, jika di masyarakat
menjadi warga yang baik, jika dalam kehidupan bernegara menjadi warga
negara yang baik. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam
pembentukan karakter dan menggunakan pengetahuan yang baik dalam
melakukan kegiatan sehari-hari sehingga menjadi warna negara baik.
4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Kementrian Pendidikan Nasional (2010), mengungkapkan bahwa pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika/akhlaq mulia sebagai basis
karakter;
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku;
c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter;
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;
e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku
yang baik;
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan
membantu meraka untuk sukses;
16
h. Menfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
fungsi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
dasar yang sama;
i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter;
j. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasikan positif dalam kehidupan peserta didik.
5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merujuk pada nilai-nilai agama, nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945, dan nilai-nilai hidup, tumbuh dan berkembang
dalam adat istiadat masyarakat indonesia yang bhineka tunggal ika telah
teridentifikasi 88 butir nilai karakter yang dikelompokan menjadi lima yaitu
nilai karakter dalam (1) hubungannya dengan Tuhan, (2) diri sendiri, (3)
sesama manusia, (4) lingkungan, (5) Kebangsaan. Oleh karena itu, pada tingkat
SMP di pilih 20 nilai karakter (Faturohman, Suryana, & Fatriyani, F 2013).
Setelah diadakan pengkajian terhadap nilai- nilai tersebut, dirumuskan 88 butir
nilai karakter sebagai berikut:
Tabel 2.1
17
Menurut Sedyawati (Fathurrohman 2013), terdapat 16 nilai karakter yang
harus dikembangkan untuk peserta didik di indonesia. Keenam belas nilai beserta
deskripsi untuk masing-masing nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Jujur, yaitu sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat
18
b. Tahu Berterimakasih, yaitu menyatakan kepada orang lain melalui perkataan
dan tindakan atas jasanya terhadap kehidupan kita.
c. Tertib, yaitu kemampuan untuk mengatur diri dan sekitar untuk mencapai
efisiensi yang terbaik.
d. Penuh perhatian, yaitu kemampuan untuk menunjukan penghargaan pada
seseorang dengan jalan memberikan perharian penuh pada apa yang
diaktakannya.
e. Baik hati, yaitu memenuhi kebutuhan dasar orang lain tanpa mengharapkan
pamrih.
f. Tanggung jawab, yaitu mengetahui dan melakukan apa yang diharapkan.
g. Pemaaf, yaitu sikap untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lian
tanpa menaruh dendam.
h. Peduli, yaitu kemampuan untuk memperhatikan kebutuhan orang lain.
i. Mengahargai waktu, yaitu sikap dan perilaku yang mampu memanfaatkan
waktu yang tersedia secara efisien dan efektif sehingga berhasil guna.
j. Sabar, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukan kemampuan dalam
mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan dalam menghadapi berbagai
rangsangan atau masalah.
k. Cermat/teliti, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukan ketelitian,
keseksamaan penuh minat dan kehati-hatian.
l. Pengendalian diri, yaitu kemampuan untuk menahan diri terhadap keadaan
19
m. Tenggang rasa (toleransi), yaitu sikap untuk menghargai dan menghormati
perbedaan.
n. Sopan santun yaitu kemampuan untuk mengikuti norma yang ada di
masyarakat.
o. Rela berkorban, yaitu kesediaan dan kerelaan untuk berkorban dan membanru
orang lain.
p. Sportif/berjiwa kesatria/berjiwa besar, yaitu kemampuan untuk menerima
keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri.
6. Komponen Pembentukan Karakter
Beberapa komponen yang merupakan pembentukan karakter menurut
Lickona (2013) adalah keterkaitan antara pengetahuan moral, perasaan moral dan
tindakan moral. Komponen pembentukan karakter divisualisasikan dalam gambar
sebagai berikut.
20
Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita memanfaatkan ketika kita
berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup. Berikut adalah
penjelasan dari enam hal yang menjadi bagian dari pengetahuan moral:
a. Kesadaran moral
Ketidaksadaran moral yang sering terjadi pada diri manusia dalam
sebuah tingkatan usia adalah kebutaan moral, kondisi di mana orang tak
mampu melihat situasi yang sedang ia hadapi melibatkan masalah moral
dan membutuhkan pertimbangan lebih jauh. Remaja khususnya sangat
rentan terhadap kegagalan seperti ini bertindak tanpa mempertanyakan
“Apakah ini benar?”
Aspek pertama yang perlu di miliki oleh remaja dalam kesadaran
moral adalah remaja harus mengetahui bahwa tanggung jawab moral
pertama mereka adalah menggunakan akal mereka untuk melihat kapan
sebuah situasi membutuhkan penilaian moral. Kemudian memikirkan
dengan cermat pertimbangan apakah yang benar untuk bertindak tersebut.
Aspek kedua dari kesadaran moral adalah kendala untuk biasa
mendapatkan informasi. Remaja perlu mencari informasi dan memastikan
fakta terlebih dahulu sebelum membuat pertimbangan moral.
b. Mengetahui nilai-nilai
Mengetahui sebuah nilai moral berarti memahami bagaimana
menerapkannya dalam berbagai situasi. Apa artinya “tanggung jawab”
ketika melihat siswa tidak mengerjakan PR dari Guru? Ketika melihat
21
dalam kehidupan ini diantaranya adalah menghormati kehidupan,
bertanggung jawab, berani minta maaf, berani mengakui kesalahan dan
toleransi. Semua ini merupakan faktor penentu dalam membentuk pribadi
yang baik.
c. Pengambilan prespektif
Pengambilan prespektif adalah kemampuan untuk mengambil
sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain,
membayangkan bagaimana meraka akan berpikir, bereaksi, dan merasa.
d. Penalaran moral
Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang
bermoral dan mengapa harus bermoral. Seiring dengan perkembangan
penalaran moral anak-anak dan riset perkembangan penalaran moral
terjadi secara bertahap, mulai dari mempelajari mana yang termasuk
sabagai nalar moral dan mana yang tidak termasuk sebagai nalar moral
ketika akan melakukan sesuatu, pada tingkat tertinggi, penalaran moral
juga melibatkan pemahaman terhadap beberapa pinsip klasik, seperti:
“Hormatilah martabat setiap individu”, “Perbanyak berbuat baik”, dan
“Bersikaplah sebagimana engkau mengharapkan orang lain bersikap
kepadamu”. Prinsip-prinsip semacam ini dapat menuntun perubahan
perbuatan moral remaja dalam berbagai macam situasi.
e. Pengambilan keputusan
Dalam membuat keputusan seseorang dapat melakukan dengan
22
pilihanku?” apa konsekuensi yang kira-kira harus di hadapi orang lain
karena keputusan yang ku buat?”. Mampu memikirkan langkah yang
mungkin akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan
moral tersebut sebgai ketrampilan pengambilan keputusan reflektif.
f. Pengetahuan diri
Memahami diri sendiri merupakan pengetahuan moral yang paling
sulit untuk dikuasai, tetapi penting bagi perkembangan karakter.
Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan
kelemahan karakter diri dan mengetahui cara untuk memperbaiki
kelemahan tersebut. Kesadaran moral, pengetahuan terhadap nilai-nilai
moral, pengambilan prespektif, penalaran moral, pembuatan keputusan,
dan memahami diri sendiri merupakan kualitas-kualitas pemikiran yang
membentuk pengetahuan moral.
Dilihat dari sisi perasaan moral atau sisi emosional terdapat beberapa
faktor yang membentuk karakter pada seseorang. Faktor-faktor tersebut
adalah
a. Hati nurani
Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi
kognitif menuntun seseorang dalam menentukan hal yang benar,
sedangkan sisi emosional menjadikan seseorang merasa berkewajiban
23 b. Penghargaan diri (Self-esteem)
Jika seseorang memiliki peghargaan diri yang sehat, maka
seseorang tersebut dapat menghargai diri sendiri. Dan jika seseorang
mampu menghargai dirinya sendiri, maka seseorang tersebut akan
menghormati dirinya sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan
bagi seseorang untuk merusak tubuh atau pikirannya sendiri atau
membiarkan orang lain merusaknya.
Kemudian jika remaja yang memiliki penghargaan diri
yang sehat akan mempu memandang diri secara positif, cenderung
memperlakukan orang lain secara positif juga, tidak tergantung pada
pendapat orang lain, mampu bertahan diri dari tekanan teman
sebayanya, mempu mengikuti pertimbangan pribadi, dan lebih
bertanggungjawab terhadap diri, sesama, lingkungan dan kepada
Tuhan.
c. Empati
Empati merupakan kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan
yang tengah dialami orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari
pengambilan prespektif.
d. Mencintai kebaikan
Jika seseorang mencintai kebaikan, mereka akan merasa senang
melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya
24
ada sejak usia kanak-kanak dan dapat terus dikembangkan dalam tiap
tahap perkembangan.
e. Kontrol diri
Kontrol diri merupakan pekerti yang penting untuk mengendalikan
emosional maupun perilaku diri seseorang. Kontrol diri membantu
seseorang untuk bersikap etis disaat seseorang sedang tidak
mengingikannya. Kontrol diri juga penting untuk mengekang
keterlenaan kita.
f. Kerendahan hati
Kerendahan hati merupakan bagian dari pemahaman diri.
Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran sekaligus
kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan.
Kerendahan hati juga membantu seseorang mengatasi kesombongan
diri. Kerendahan hati adalah pelindung terbaik dari perbuatan jahat.
Hati nurani, penghargaan diri, empati, mencintai kebaikan,
kontrol diri, dan kerendahan hati adalah komponen-komponen yang
membentuk sisi emosional moral seseorang. Perasaan seseorang
terhadap diri sendiri, orang lain, dan hal-hal yang baik bila
digabungkan dengan pengetahuan moral akan membentuk sumber
motivasi moral dalam diri seseorang tersebut. Ada atau tidaknya
perasaan moral dalam diri seseorang menjelaskan banyak hal
mengenai mengapa ada orang yang mempraktikan prinsip-prinsip
25
nilai yang hanya sampai pada tataran intelektual, yang hanya
menyentuh pikiran dan bukan perasaan, kehilangan bagian penting
dari karakter.
Tindakan moral adalah produk dari dua bagian karakter
diatas. Jika seseorang memiliki kualitas moral intelektual dan
emosional maka mereka memiliki kemungkinan tindakan yang
menurut pengetahuan dan perasaan mereka adalah tindakan yang
benar. Untuk memahami sepenuhnya apa yang menggerakan
seseorang sehingga mampu melakukan tindakan bermoral atau
menghalanginya maka perlu melihat lebih dalam dari ketiga aspek
dari tindakan moral berikut.
a. Kompetensi
Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan
dan perasaan moral ke dalam tindakan moral efektif.
b. Kehendak
Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap
terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat
melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi
moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban,
bukan kesenangan. Kehendak dibutuhkan untuk menahan godaan,
bertahan dari tekanan teman sebaya, dan melawan gelombang.
26 c. Kebiasaan
William Bennett (Lickona, 2014:87) mengatakan: “orang
-orang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan
sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak
tergoda oleh hal-hal sebaliknya.” Mereka melakukan yang benar
karena kebiasaan.
Dari penjelasan di atas, mengenai faktor-faktor
pembentukan karakter yang baik dapat disimpulkan bahwa dalam
diri seseorang yang berkarakter baik, pengetahuan, perasaan, dan
tindakan moral akan bekerja secara bersama-sama untuk saling
mendukung. Tentu saja tidak selalu demikian, orang yang sangat
baik sekalipun sering kali gagal menunjukan moral terbaik
mereka. Hal ini nampak bahwa pembentukan karakter merupakan
suatu proses seumur hidup dalam kehidupan setiap orang.
Kehidupan bermoral yang dijalani setiap orang termasuk remaja
secara bertahap dapat memadukan pertimbangan, perasaan, dan
pola-pola tingkah laku yang benar.
Dengan ini seseorang dapat terus berproses dalam
membentuk karakter yang baik. Dalam komponen karakter yang
baik yang telah dijelaskan di atas, juga merupakan faktor
pembentukan karakter ksatria remaja/peserta didik. Dimana
karakter ksatria merupakan salah satu nilai karakter yang menjadi
27 B. Pengertian Karakter Ksatria
1. Pengertian Karakter Ksatria
Menurut Fathurrahman & Fatriyani (2013:134), karakter ksatria yaitu
kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima
kekurangan diri sendiri. Dari definisi tersebut ada dua unsur yang penting
yaitu kemampuan menerima keunggulan orang lain dan menerima
kekurangan diri sendiri. Dalam berbagai literatur karakter kesatria juga
disebut karakter berjiwa besar atau sportif.
Menurut Samani dan Hariyanto (2013), menjelaskan karakter sportif
memiliki makna menghargai dan menaati aturan main, dapat menerima
kemenangan dan kekalahan apa adanya secara terbuka. Namun dalam
penelitian ini peneliti menggunakan istilah karakter ksatria. Dari beberapa
pendapat yang di kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa karakter
ksatria adalah individu yang memiliki sifat pemberani dan memiliki
kemampuan menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri
sendiri.
2. Karakteristik Karakter Ksatria
Menurut Fathurrahman & Fatriyani (2013:134), ciri-ciri individu yang
memiliki karakter ksatria adalah sebagai berikut.
a. Mengakui kesalahan
Individu yang memiliki karakter ksatria akan berani mengakui bila
melakukan kesalahan (baik di rumah, sekolah maupun dalam pergaulan),
28 b. Menghargai orang lain
Individu yang memiliki karakter ksatria akan menghargai orang lain
dengan cara terbiasa menyadari kelebihan orang lain dan tidak segan
belajar dari contoh yang ada (baik dalam ilmu maupun pengalaman)
menghindari sikap angkuh, bersikap jujur, dan bertanggung jawab, selalu
mengatakan yang benar dengan benar dan yang salah tetap salah.
c. Mawas diri
Individu yang memiliki karakter ksatria memiliki sikap mawas diri
dengan berani melakukan intropeksi dan bertanggung jawab terhadap
segala yang dilakukan (baik di sekolah, dalam pergaulan, organisasi
maupun masyarakat luas), dan selalu menghindari sikap dan tindakan
licik.
3. Upaya Pengembangan Karakter Ksatria
Buchori (Fathurrahman, dkk, 2013), menyebutkan bahwa upaya
pengembangan karakter salah satunya karakter ksatria seharusnya mampu
membawa siswa ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
afektif, akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Fathurrahman, dkk (2013), karakter dikembangkan melalui
tahap pengalaman (knowling), pelaksanaan, (acting), kebiasaan (habit).
Pengalaman karakter dalam suatu sistem pendidikan keterkaitan antar
komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang
dapat dilakukan atau tidak secara bertahap dan saling berhubungan antara
29
melaksanakannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara.
C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal 1.Pengertian Bimbingan Klasikal
Depdiknas (2008), menjelaskan bahwa layanan bimbingan klasikal
adalah salah satu pelayanan dasar yang dirancang konselor untuk melakukan
kontak langsung dengan para peserta didik di kelas secara terjadwal. Kegiatan
ini dilaksanakan melalui pemberian materi bimbingan yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik itu sendiri.
Menurut Makhrifah & Nuryono ( 2014:1), mengemukakan bimbingan
klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang di berikan
kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling kepada sejumlah
peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas.
Bimbingan diberikan untuk mencegah (preventif) terjadinya masalah dan
pengembangan (developmental) kemampuan peserta didik. Dari pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa, bimbingan klasikal adalah satu pelayanan
dasar yang dirancang konselor dengan memberikan materi yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dalam satuan kelas.
2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal
Winkel & Sri Hastuti (2004:31-32), menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan layanan bimbingan yaitu, supaya sesama manusia mengatur
kehidupan sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal
30
berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik
padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini
secara memuaskan.
Layanan bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang dilayani
dapat mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan
konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu
supaya orang atau kelompok yang dilayani menjadi mampu menghadapi
semua tugas perkembangan hidupnya secara dasar dan bebas.
Menurut Makhrifah dan Nuryono (2004:2), tujuan penyelenggaraan
bimbingan yaitu untuk meluncurkan aktifitas-aktifitas pelayanan yang
mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan penyelenggaraan bimbingan klasikal adalah supaya
sesama manusia dapat mengatur kehidupannya sendiri, menjamin
perkembangan dirinya sendiri secara optimal dan dapat mengembangkaan
potensi siswa.
3. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal
Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016), langkah-langkah
bimbingan klasikal sebagai berikut.
a. Persiapan
1) Mempersiapkan topik materi bimbingan klasikal, yang dirumuskan
31
(SKKPD) (Ditjen PMPTK, 2007), masalah yang dihadapi peserta
didik diungkap melalui instrumen yang relevan.
2) Menyusun rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal yang akan
diberikan
3) Mendokumentasikan rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal
yang akan diberikan
b. Pelaksanaan
1) Melaksanakan layanan bimbingan klasikal sesuai jadwal dan materi
yang telah dirancang
2) Mendokumentasikan rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal
yang telah diberikan
3) Mencatat peristiwa dan hal-hal yang perlu perbaikan dan tindak lanjut
setelah layanan bimbingan klasikal dilaksanakan
c. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi proses layanan bimbingan klasikal
2) Melakukan evaluasi hasil layanan bimbingan klasikal yang telah
diberikan
D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning
1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning
Menurut Prayitno, dkk (1998: 90) experiential learning adalah sebuah
pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan dinamika kelompok, dikatakan
efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara
32
meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat dalam proses kegiatan,
memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatnya pengetahuan dan
ketrampilan sosial.
Kolb (1984) menjelaskan : “experiential learning: expericence as the
source of learning and development”. Dari pernyataan tersebut terdapat
makna bahwa metode experiential learning adalah pembelajaran yang
memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik. Peserta didik secara aktif
mengeksplorasi, dan membuat catatan tentang peristiwa yang terjadi.
Experiential learning dipahami sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu
berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan
guna meningkatkan keefektivan hasil belajar.
Dengan kata lain experiential learning merupakan model
pembelajaran yang membuat peserta didik terlibat langsung dalam proses
belajar dan peserta didik mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menjadi
suatu pengetahuan. Pengalaman yang dialami secara langsung oleh peserta
didik dalam proses belajar akan mengalami perubahan, guna meningkatkan
efektivitas hasil belajar.
2. Karakteristik Experiential Learning
Menurut Kolb (1984), ada 6 karakteristik experiential learning yakni:
a. Pembelajaran terbaik itu dipahami sebagai proses bukan terbatas
pengetahuan, belajar tidak berakhir pada hasil pengalaman membentuk
33
b. Belajar adalah pengalaman membentuk kembali pengetahuan.
Pembelajaran difasilitasi oleh proses yang mampu membuat siswa
membangun gambaran mengenai keyakianan-keyakinan dan ide-ide
terhdap suatu topik sehingga dapat dijelaskan, diujikan, dan diintegrasikan
dengan ide-ide baru.
c. Belajar membutuhkan resolusi dari konflik antara cara dialektikal yang
bertentangan dengan adaptasi dunia. Konflik, perbedaan dan ketidak
setujuan yang menuntun proses belajar. Pergerakan ke belakang dan empat
cara berlawanan antar refleksi, tindakan, perasaan dan pikiran.
d. Belajar adalah proses menyeluruh dari adaptasi. Belajar bukan hanya hasil
dari kognisi tetapi keterlibatan yang terintegrasi pada keseluruhan fungsi
individu: berpikir, merasakan, penerimaan dan bertindak.
e. Hasil belajar berasal dari sinergi transaksi antara manusia dengan
lingkungan. Pembelajaran terjadi melalui keseimbangan proses dialektikal
asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep yang sudah ada dan
mengakomodasikan konsep yang sudah ada pada pengalaman baru.
3. Tujuan Experiential Learning
Tujuan model experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan
tiga cara yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan
memperluas ketrampilan yang telah ada pada siswa. Ketiga hal ini kemudian
34
4. Tahapan Pembelajaran Experiential Learning
David Kolb menyampaikan pendekatan experiential learning adalah sebuah poses yang melingkar dan terdiri dari empat fase sebagai berikut.
a. Concrete Experience
Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau
pengalaman yang disediakan untuk pembelajar yang lebih lanjut.
b. Reflective Obsevation
Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau
pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut.
c. Abstract Conceptualization
Merupakan fase dimana proses menemukan tren yang umum dan
keebnaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau membentuk
reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau
konsep baru.
d. Active Experimentation
Merupakan fase modifikasi perilaku lama dan mempraktikan pada situasi
keseharian para peserta.
Efektivitas proses pembelajaran experiential learning akan terdukung
apabila peserta didik memiliki kemampuan mengikuti proses dari
masing-masing fase tersebut. Keempat fase tersebut divisualisasikan pada gambar
35
Gambar 2.2 Fase Pendekatan Experiential Learning Menurut Kolb Sejalan dengan pendapat Kolb, Pfeiffer (Supratiknya, 2011) menjelaskan
bahwa dalam belajar experiential learning peserta didik memiliki
pengalaman yang bertahap yakni:
a. Mengalami
Peserta didik terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan tertentu, seperti
melakukan tugas tertentu atau mengamati objek atau rekaman
kejadian tertentu, entah secara sendiri-sendiri atau bersama.
b. Membagikan pengalaman
Peserta didik membagikan hasil pelaksanaan tugas atau hasil
pengamatannya teradap objek atau kejadian tertentu pada tahap
sebelumnya termasuk reaksi pribadinya baik berupa tanggapan
pemikiran maupun tanggapan perasaanya, kepada peserta lain baik
dalam kelompok-kelompok kecil maupun kepada seluruh peserta.
c. Memproses pengalaman
Peserta mengolah data yang baru dibagikan dengan cara
36
menafsirkannya, membandingkan tanggapan peserta yang satu dengan
yang lain, menemukan hubungan antar makna atau tanggapan yang
muncul.
d. Merumuskan kesimpulan
Peserta didik diajak dan dibantu untuk menyimpulkan prinsip-prinsip,
merumuskan hipotesis-hipotesis, dan merumuskan manfaat untuk
didiskusikan atau dipikirkan bersama.
e. Menerapkan
Peserta didik sungguh-sungguh menangkap relevansi atau makna
manfaat dari penelitian atau bimbingan yang baru dijananinya, serta
memiliki tekad untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Gambar 2.3 Tahapan Pembelajaran Experintial Learning Menurut Pfieiffer
Mengalami
Membagikan
Memproses
Merumuskan
37 5. Aktivitas Inti dalam Experiential Learning
Supratiknya (2011:78-80) ada beberapa jenis aktivitas atau kegiatan
inti yang lazim di praktikkan pada berbagai tahapan proses belajar dalam
siklus pembelajaran eksperiensial yaitu:
a. Refleksi
Hakikat refleksi adalah memantulkan atau lebih tepat
menghadirkan kembali dalam batin individu aneka pengalaman yang
sudah terjadi, untuk menemukan makna dan nilainya yang lebih dalam.
Maka ada yang menyatakan bahwa refleksi selalu bertujuan mendidik,
dalam arti berperan sebagai jembatan yang menghubungkan pengalaman
pribadi dan belajar.
b. Sharing
Sharing adalah membagikan pikiran dan atau perasaan yang
muncul sebagai hasil refleksi, kepada orang lain dalam kegiatan belajar
bersama. Dalam sharing bersama atau saling berbagi hasil refleksi,
masing-masing peserta saling mendengarkan, saling membantu
menangkap makna dan nilai yang semakin mendalam dari berbagai
pengalaman hidupnya, serta saling meneguhkan.
Supaya dalam kegiatan refleksi dan sharing berjalan efektif dan baik,
fasilitator atau guru BK perlu memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam
apa yang disebut lingkaran refleksi Reed & Koliba (Supratiknya, 2011).
38
sebaikya ikut membaur duduk dalam lingkaran bersama siswa, jangan
berdiri atau duduk di depan.
6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Experiential Learning
Pendekatan Experiential Learning memiliki kelebihan yakni dapat meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu terciptanya suasana
belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar,
mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong
siswa untuk melihat sesuatu dari prespektif yang berbeda. Selain beberapa
kelebihan yang telah disebutkan, terdapat pula kekurangan dari pendekatan
experiential learning yakni dibutuhkan alokasi waktu yang relatif lama dalam
proses pembelajaran (Sinaga, 2013).
Dari kelebihan dan kekurangan yang ada pada pendekatan experiential
learning tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan experiential learning
dapat efektif apabila diberikan kepada peserta didik dengan memperhatikan
materi yang akan diberikan, persiapan, strategi yang akan digunakan dan
alokasi waktu yang disediakan. Dengan begitu pembelajaran dengan
pendekatan experiential learning dapat efektif diberikan kepada peserta didik
sehingga tercapailah tujuan dari pendekatan experiential learning yakni
mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan memperluas
39
E. Hakikat Remaja sebagai Peserta didik SMP 1. Pengertian Remaja
Istilah adolencene (Inggris) berasal dari Bahasa Latin adolescere
yang artinya tumbuh ke arah kematangan Sarwono (1989:8). Kematangan
di sini tidak hanya kematangan fisik tetapi kematangan psikologis. Word
Health Organization (WHO) Sarwono (1989:9) mendefinisikan remaja
sebagai suatu masa ketika
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Berdasarkan beberapa pengertian remaja di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa remaja individu yang sedang berada dalam suatu
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang ditandai
dengan perkembangan aspek fisik, psikis, dan sosial-ekonomi.
Remaja sebagai peserta didik merupakan salah satu komponen
manusiawi yang menepati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok
persoalan dari tumpuan perhatian semua proses transformasi yang disebut
pendidikan. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem
pendidikan, peserta didik sering di sebut sebagai “raw material” (bahan