• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAM DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (ANALISIS RITUAL SEDEKAH PATUT PADA PENGANTIN BARU DI DESA MUARA TELANG BANYUASIN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ISLAM DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (ANALISIS RITUAL SEDEKAH PATUT PADA PENGANTIN BARU DI DESA MUARA TELANG BANYUASIN)"

Copied!
626
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISSN 2963-6000

i

Proceeding of International Seminar on Social, Humanities, and Malay Islamic Civilization

(ISSHMIC)

Volume 1, 2022

Tema:

“Contributing of Islamic Malay for Sustainable Recovery in the Life After the Pandemic”

Palembang, 1

st

– 2

nd

Desember 2022

Gedung Theater Lt. 4 Perpustakaan Pusat Kampus B UIN Raden Fatah

Editor:

Dr. Abdur Razzaq, MA Fahmi, M.Pd.I

Penerbit:

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Kampus A Jl. Prof. KH. Zainal Abiding Fikry No. 3.5 Palembang 30126

Kampus B Jl. Pangeran Ratu Kel. 8 Ulu Kec. Jakabaring Kota Palembang 30252 e-Mail: isshmic@radenfatah.ac.id

Website: http://radenfatah.ac.id/

(3)

ISSN 2963-6000

ii

Proceeding of International Seminar on Social, Humanities, and Malay Islamic Civilization (ISSHMIC)

Tema:

“Contributing of Islamic Malay for Sustainable Recovery in the Life After the Pandemic”

Steering Committee

Prof. Dr. Nyayu Khodijah, M.Si Dr. Muhammad Adil, M.A Dr. Abdul Hady, M.Ag Dr. Hamidah, M.Ag Dr. Abd. Rasyid, M.Ag Drs. H. Jumari Iswadi, M.M Susunan Panitia

Dr. Irham Falahudin, S.Pd, M.Si

Dr. Ema Yudiani, S.Psi., M.Si., Psikolog Susi Herti Afriani, S.S., M.Hum., Ph.D Fatah Hidayat, S.Ag., M.Pd.Ii

Manalullaili, S.Pd., M.Ed Dr. Annisa Astrid, M.Pd Anita Trisiah, S.Pd., M.Sc Dr. Helen Sabera Adib, M.Pd.I Rusmala Santi, M.Kom

Puji Edi Purnomo, S.Sos.I., M.Hum Betty, S.Ag., M.Ag

Dr. Abdur Razzaq, MA Fahmi, M.Pd.I

Reviewer:

Prof. Kamaruzzaman Yusoff

Prof. Dr. Wan Zailan Wan Kamaruddin Ali Prof. Dr. Badlihisham Mohd. Nasir

Prof. Dr. Sohirin Solihin Editor:

Dr. Abdur Razzaq, MA Fahmi, M.Pd.I

Desain Cover:

Binar Azwar Anas Harfian, M.Pd ISSN 2963-6000

Penerbit:

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Kampus A Jl. Prof. KH. Zainal Abiding Fikry No. 1 KM 3.5 Kota Palembang 30126 Kampus B Jl. Pangeran Ratu Kel. 8 Ulu Kec. Jakabaring Kota Palembang 30252 e-Mail: isshmic@radenfatah.ac.id

Website: http://radenfatah.ac.id/

(4)

ISSN 2963-6000

SUSUNAN DEWAN REDAKSI

Proceeding of International Seminar on Social, Humanities, and Malay Islamic Civilization (ISSHMIC)

Tema:

“Contributing of Islamic Malay for Sustainable Recovery in the Life After the Pandemic”

Steering Committee

Prof. Dr. Nyayu Khodijah, M.Si Dr. Muhammad Adil, M.A Dr. Abdul Hady, M.Ag Dr. Hamidah, M.Ag Dr. Abd. Rasyid, M.Ag Drs. H. Jumari Iswadi, M.M Susunan Panitia

Dr. Irham Falahudin, S.Pd, M.Si

Dr. Ema Yudiani, S.Psi., M.Si., Psikolog Susi Herti Afriani, S.S., M.Hum., Ph.D Fatah Hidayat, S.Ag., M.Pd.Ii

Manalullaili, S.Pd., M.Ed Dr. Annisa Astrid, M.Pd Anita Trisiah, S.Pd., M.Sc Dr. Helen Sabera Adib, M.Pd.I Rusmala Santi, M.Kom

Puji Edi Purnomo, S.Sos.I., M.Hum Betty, S.Ag., M.Ag

Dr. Abdur Razzaq, MA Fahmi, M.Pd.I

Keynote Speakers:

Prof. Dr. Nyayu Khodijah, M.SI, UIN Raden Fatah Palembang

Prof Jamaliah Said-Director of Accounting Research Institute, UiTM Malaysia Prof. Dr. Koentjoro, PhD-Gadjah Mada University

Prof. Landry Signe, PhD-Thunderbird School of Global Management, Arizona State University Prof. Dr. Ahmad M. Al-Saad, Yarmouk University, Jordan

Prof Dr. Muhammad Anshari bin Ali, Universiti Brunei Darussalam Prof Duski Ibrahim, UIN Raden Fatah Palembang

Assoc Prof Thareq Al-Azzamy, Balqa Applied University, Jordan Dr. Zuhdiyah, UIN Raden Fatah Palembang

Reviewer:

Prof. Kamaruzzaman Yusoff

Prof. Dr. Wan Zailan Wan Kamaruddin Ali Prof. Dr. Badlihisham Mohd. Nasir

Prof. Dr. Sohirin Solihin Editor:

Dr. Abdur Razzaq, MA Fahmi, M.Pd.I

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan penyelenggaraan kegiatan The International Seminar on Social, Humanities, and Malay Islamic Civilization (ISSHMIC) ke-8 dengan tema

“Contribution of Islamic Malay for Sustainable Recovery in Life after the Pandemic”

pada tanggal 1-2 Desember 2022, yang mana kegiatan ini telah terselenggara tiap tahunnya sejak tahun 2014.

Seminar yang mendunia ini merupakan bagian dari upaya UIN Raden Fatah Palembang dalam mengimplementasikan Visi Internasionalnya, sekaligus menekankan kekhasan universitas sebagai pusat studi peradaban Islam Melayu dengan menunjukkan komitmen Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang untuk meningkatkan pembahasan, distribusi & publikasi hasil penelitian dalam berbagai tema di ranah ilmu agama, ilmu sosial, dan humaniora yang kian meningkat pesat. Selain itu, seminar ini telah menjadi ajang musyawarah bagi para pakar, peneliti, ilmuwan, dan akademisi untuk mengajukan alternatif jawaban atas tantangan agama, sosial, dan kemanusiaan di era milenial ini.

Berbagai diskusi dalam seminar ini adalah upaya untuk mengumpulkan pengetahuan yang komprehensif dan meningkatkan pemahaman tentang wacana intelektual Islam dan aktualisasinya. Pengetahuan ini kemudian digunakan untuk mengkaji dan mempelajari nilai- nilai dan pemikiran Islam yang membentuk peradaban Islam di era milenial. Capaian akhir

dari pengetahuan ini yaitu memperoleh apresiasi terhadap kekritisan dalam

mengaktualisasikan nilai-nilai dan pemikiran Islam di era milenial.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan The International Seminar on Social, Humanities, and Malay Islamic Civilization (ISSHMIC) ke-8 ini sehingga kegiatan ini menjadi lancar dan sukses.

Kiranya penyelenggaran kegiatan ini bermanfaat bagi masyarakat akademik dan masyarakat umum secara luas serta menjadi tolak ukur yang baik bagi penyelenggaraan seminar ISSHMIC ditahun-tahun yang akan datang.

Rektor UIN Raden Fatah Palembang

Prof. Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si.

ISSN 2963-6000

(6)

iv Program Schedule

ISSHMIC 8th 2022

"Contributions of Islamic Malay for Sustainable Recovery in Life After the Pandemic"

Day 1_December 1st, 2022

Time Programs Details

08.30-09.00 Registration Inc. preparation 09.00-10.00 Opening ceremony Opening

Al-Quran recitation Do’a

Traditional performance (Tari daerah)

Welcoming remarks inc. opening the conference Closing

10.00-10.15 Break Snacks for on-site participants (inc. preparation for the conference) 10.15-12.00 Conference Day 1 Opening

Speaker 1_ Prof. Dr. Nyayu Khadijah, S.Ag., M.Si., Rector of UIN Raden Fatah Palembang

Speaker 2_ H.E. Zuhairi Misrawi, Indonesian Ambassador for Tunis

Speaker 3_ Prof. Jamaliah Said, Accounting Research Institute, UiTM Malaysia

Speaker 4_ Prof. Drs. Koentjoro, M.BSc., Ph.D. Psikolog, UGM, Indonesia

Speaker 5_ Prof. Dr. Ahmad M. Al-Saad, Yarmouk University, Jordan

Question and answer sessions

12.00-13.00 Break Lunch

13.00-16.30 Parallel session Theme 1: Law in Malay World after the Pandemic Theme 2: A New Culture of Learning After the Pandemic in Malay Society

Theme 3: Islamic Thought for Sustainable Recovery in Life after the Pandemic

Theme 4: Business Sustainability and Economic Recovery for Social Resilience after the Pandemic Theme 5: Cultural Adaptation for Malay Civilization after the Pandemic

ISSN 2963-6000

(7)

v

Theme 6: Interdisciplinary Issues in the Development of Dakwa and Communication in Islamic Malay after the Pandemic

Theme 7: Scientific Implementation of Information and Digitalization Systems of Halal Food Technology toward Halal Industry in Life after the Pandemic

Theme 8: Transformation of Social-Political Ethics and Communication after the Pandemic

Theme 9: Psychological Adaptation and Mental Health for Sustainable Recovery in Life after the Pandemic

Theme 10: Strengthening Exploration of Malay Local Manuscripts as a Contribution to the development of Islamic Studies in Indonesia

16.30-17.00 Closing Day 1 Wrap up day 1

Day 2_December 2nd, 2022

Time Programs Details

08.00-08.30 Preparation Online and offline speakers and participants are ready 08.30-10.30 Conference Day 2 Opening

Speaker 1_ Prof. Landry Signe_Thunderbird School of Global Management

Speaker 2_ Prof. Dr. Muhammad Anshari bin Ali, Universiti Brunei Darussalam

Speaker 3_ Prof. Dr. Duski Ibrahim, M.Ag

Speaker 4_ Assoc. Prof. Thareq Al-Azzamy, Balqa Applied University, Jordan

Speaker 5_Dr. Zuhdiyah, M.Ag Question and answer sessions 10.30-11.30 Closing ceremony Opening

Closing remarks Doa

Closing

ISSN 2963-6000

(8)

ISSN 2963-6000

vi

Proceeding of

International Seminar on Social, Humanities, and Malay Islamic Civilization (ISSHMIC)

Volume 1, 2022 DAFTAR ISI

i Cover

iii Sambutan Rektor

iv Program Schedule

ix Daftar Isi

001 – 010 Analisis RUU Kuhp Pasal 411 Tentang Tindak Pidana Perzinaan Apriyanti

011 – 021 Peranan Hukum Islam dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Terhadap Pandemi Covid-19

Eti Yusnita

022 – 044 Hukum Islam Tentang Zakat Serikat Usaha di Dunia Melayu Pasca Pandemi Husin Bafadhal

045 – 056 Manipulasi Budaya Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kasus pada Perempuan Melayu Kota Palembang)

Qodariah Barkah dan Andriyani

057 – 071 Eskalasi Perkawinan Masyarakat Melayu Pada Masa New Normal di Kota Palembang Sri Asmita dan Muhammad Sarip

072 – 080 Problematika Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 Studi Kasus: Mahasiswa Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah Palembang

Fifin dan Apriliah

081 – 095 Implementasi Pendidikan Karakter Anak Melalui Budaya Melayu Riau dalam Perspektif QS.Luqman Ayat 12-19

Mawar Rahmadita dan Patur Rahman

096 – 107 Implementasi Pembelajaran PAI Pada Masa Pandemi Covid-19 Nurbuana

108 – 115 Hubungan Antara Social Comparison dengan Self-Presentation Pengguna Instagram pada Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang

Saptawita Hasna Mumpuni dan Sarah Afifah

116 – 120 Syarofal Anam dalam Perspektif Buya Hamka Tafsir Al- Azhar (Q.S An-Nahl ayat: 6) Annisatul Munawarah dan Pathurrahman

121 – 133 The Role of South Sumatra Muhammadiyah Regional Leaders in Preventing Covid-19 Hoaxes Among Muhammadiyah Members

Binar Azwar Anas Harfian dan Etty Nurmala Fadillah

(9)

ISSN 2963-6000

vii

134 – 138 Peran Pemikiran Islam dalam Pemulihan Pasca Covid-19 Nazarmanto

139 – 148 Metaphysics of Difficulty and Human Existence (Reflections After the Pandemic Through Martin Buber's Philosophy)

Syefriyeni

149 – 158 Manajemen Bangkit Menurut Pesan Nabi Uswatun Hasanah

159 – 168 Asyafina as Educational Technology Innovation - Solutions During and After the Covid- 19 Pandemic

Muhammad Abdul Rohman dan Nurfala Safitri

169 – 176 Islamic Social Finance-Innovative Finance to Scale Up Finance in Indonesia After Pandemic Disease

Nurfala Saftri, Rika Lidyah dan Titin Hartini

177 – 190 Analisis Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Pasca Konversi dengan Metode Analisis SWOT

Lilik Wahyu Prastyo, Deky Anwar dan Siti Mardiah

191 – 196 The Role of Accelerating Digital Transformation for Business Sustainability and Economic Recovery for MSMEs in Palembang City After the Pandemic

Safitri Asrol, Rika Lidyah dan Titin Hartini

197 – 210 Viral Marketing Sebagai Alternatif Strategy Pemasaran Thrifting Pada Second Woman Store Bengkulu

Sepriadi Saputra, Fera Indasari dan Ida Anggriani

211 – 219 Peran K.H. Zen Syukri Terhadap Pelestarian Bahasa Melayu Palembang Adinda Rahma, Ayu Sholeha dan Deddy Ilyas

220 – 227 Korelasi Makna Gerak Tabur Bunga dalam Tari Gending Sriwijaya dengan Hadis Pengamalan Ilmu

Apriliah dan Fifin

228 – 235 Kultur dan Tradisi Nyimah di Desa Petaling (Studi Living Hadis) Dafis Heriansyah

236 – 239 Baju Kurung Fahmi Azzaki

240 – 247 Hadis Nabi dan Pemberian Gelar Pada Pernikahan di Minangkabau Idris Agus Wan Saputra

248 – 256 Kesenian Melayu DulMuluk Intan Kaswari Pramujia

257 - 266 Tradisi Adat Pernikahan Melayu Jambi dalam Perspektif Hadis

(10)

ISSN 2963-6000

viii Jinggan Larasati

267 – 281 Peluruak in Rejang Traditional Bleket Marriage in Duku Ilir Post-Pandemic Laras Shesa dan Soleha

282 - 289 Hubungan Nilai-Nilai Islam dengan Budaya Melayu Jambi Mita Anggraini dan Pathur rahman

290 – 301 Karakter Islam Dalam Budaya Melayu Riau (Studi Kasus Nilai Filosofis Malu) Nurul Hidayah, Andika Putra dan Yulian Rama Pri Handiki

302 – 309 Rekonstruksi Peradaban Melayu Palembang di Era Kontemporer Putri Nabila dan John Supriyanto

310 – 318 Tradisi Ziarah Kubur Orang Melayu dalam Perspektif Islam Putri Nila Sari

319 – 328 Eksistensi Budaya Melayu dalam Tradisi Gotong Royong Bemasak di Desa Riding Kabupaten Ogan Komering Ilir

Ramita

329 – 339 Implementasi Masyarakat Melayu dalam Proses Islamisasi di Indonesia Sundari Agusriana dan Eko Zulfikar

340 – 350 Prediktor Resiliensi pada Mahasiswa Tahun Pertama Pasca Pandemi Yuli Widiningsih, Muamar Zulmi dan Ahyani Radhiani Fitri

351 – 362 The Certification of Islamic Preacer (Da'i) in Indonesia; The Contestation between Government and Non-Government Religious Organizations

Achmad Syarifudin, Yopi Kusmiati dan Hamidah

363 – 370 The Impact of Social Media For Low Motivation Students (A Teaching Journey After Pandemic; At Dakwah And Communication Faculty Uin Raden Fatah Palembang) Manalullaili

371 – 374 Dakwah dan Prosa di Pondok Nurul Wathan Memaknai nilai hikayat Jebakan Abu Lahab terhadap Nabi

Mohd Aji Isnaini

375 – 380 Peran Retorika dalam Penyampaian Dakwah Muzaiyanah

381 – 386 Smart Dakwah di Era Masyarakat 5.0 Suryati

387 – 395 Peran Strategis Lembaga Pendamping Proses Produk Halal untuk Peningkatan Sertifikasi Halal Bagi Umkm Melalui Program Self Declare “SEHATI”

Irham Falahudin, Gusmelia Testiana, Syarifah, Delia Yusfarani Rachmania dan Sri Delasmi Jayanti

(11)

ISSN 2963-6000

ix

396 – 423 Work Stress Dimasa Pandemi Covid-19 dengan Counterproductive Work Behaviour pada Guru UPT SMA Negeri 3 Palembang

Aman Syahputra Nasution dan Listya Istiningtyas

424 – 436 Self-Compassion sebagai prediktor Health-Related Quality of Life pada Orang Dengan Diabetes Tipe II

Anggia Kargenti Eva Nurul Marettih, Nadhiya Islamey Rambey dean Ikhwanisifa 437 – 445 Gambaran Penerapan Protokol Kesehatan Terkait Covid 19 pada Siswa MTs PKP Jakarta

Islamic School

Ella Agustin, Nadirahilah dan Lusianah

446 – 452 Academic Engagement Mahasiswa Pasca Pandemi Ditinjau Dari Kebersyukuran dan Penyesuaian Diri

Ema Yudiani, Siti Khosiyah dan Jesyia Meyrinda

453 – 458 Phenomenon of Socio-Psychological Effects after the COVID-19 Pandemic on the Young Generation

Eraskaita Ginting

459 – 467 Positive Emotions in Learning Improve Student Well-Being Itryah

468 – 485 Bagaimana Psikolog Mengaplikasikan Nilai Islam dalam Praktik Psikologi?

Libbie Annatagia

486 – 502 Bimbingan Rohani Keislaman dalam Meningkatkan Motivasi Sembuh pada Penderita Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL)

Muhamad Afdoli Ramadoni, Abdur Razzaq dan Adilah Zahra

503 – 513 Hubungan antara Semangat Kerja dengan Keselamatan Kerja pada Karyawan CV.

Sumber Rezeki

Nada Aulia dan Ema Yudiani

514 – 528 Psikoedukasi Kesehatan Mental Era 5.0 Melalui Sosial Media: Analisis Akun Instagram

@petualanganmenujusesuatu

Nadia Azkiya, Arjuna, Muhammad Adhim Rajasyah, Halimatussa’diyah dan Pathur Rahman

529 – 544 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Sekayu

Rifqi Hidayatullah dan Ema Yudiani

545 – 556 Fear of Missing Out Sebagai Prediktor Kecanduan Media Sosial pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Raden Fatah Palembang

Ulfah Melliani dan Sarah Afifah

557 – 566 Resilience, Motherhood, and Ph. D Studies After the Pandemic: Reflections of A Malay- Muslim International Student at Western Sydney University, Australia

Susi Herti Afriani

(12)

ISSN 2963-6000

x

567 – 575 Dampak Covid-19 pada Kesehatan Mental Masyarakat: Literatur Review Manah Rasmanah, Komaruddin dan Della Adelya

576 – 585 Kelakar Perspektif Tafsir Melayu (Studi analisis An-Nisa Ayat 148) M. Yandri Abdillah dan Halimatussadiyah

586 – 603 Makna Pesan Lingkungan Hidup pada Pantun Masyarakat Uluan Sumatera Selatan Yenrizal, Ahmad Muhaimin, dan Ikhsan Hassegaf

604 - 613 Islam dan Komunikasi Antarbudaya (Analisa Ritual “Sedekah Patut” pada Pengantin Baru di Desa Muara Telang Banyuasin)

Abdur Razzaq dan Muhammad Kopra

(13)

1 ANALISIS RUU KUHP PASAL 411 TENTANG TINDAK PIDANA PERZINAAN

Apriyanti

Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang apriyanti_uin@radenfatah.ac.id

Abstract

The phenomenon of adultery has actually been rife for a long time. Ironically, adultery has been committed by many Indonesian youths, especially during New Year's celebrations. However, the presence of the Corona virus since 2020 until now has actually increased the frequency of adultery. Restrictions on activities outside the home were allegedly one of the factors causing this increase. The existence of a draft Indonesian criminal law (RUU KUHP) is the right solution to address adultery. There is a chapter in the RUU (411) which is intended as revisions to chapter 284 of the Criminal Code (KUHP) because does not consider to be longer in accordance with the conditions of modern Indonesian society. So, analysis of chapter 411 in the RUU KUHP will be the focus of this research. The method used in this study is qualitative because it is normative research using an Islamic law approach. The research data was taken from the Criminal Code and the Draft Criminal Code, especially the chapters related to adultery. All of the data will be analyzed by qualitative descriptive method. The findings show that chapter 411 in the Draft Law contain more benefits than chapter 284 of the Criminal Code. The existence of chapter 411 is strongly suspected to be able to reduce the chances of committing adultery in Indonesian society. As a result, illegal abortion, the presence of children out of wedlock, and early marriage can be minimized by the existence of this chapter. Another important thing is that the chapter can also strengthen family relations between parents and children as well as relations with neighbors and the surrounding environment.

Keyword: Adultery, Chapter 411 RUU KUHP, Maslahat.

Abstrak

Fenomena zina sebenarnya sudah marak semenjak dahulu. Ironisnya, perbuatan zina sudah banyak dilakukan oleh para remaja Indonesia, khususnya saat perayaan tahun baru. Namun kehadiran virus Corona semenjak tahun 2020 sampai sekarang justru menambah frekuensi perzinaan. Pembatasan aktifitas di luar rumah disinyalir sebagai salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut.

Keberadaan rancangan undang-undang hukum pidana Indonesia (RUU KUHP) merupakan solusi tepat untuk mengatasi perzinaan. Terdapat satu pasal dalam RUU (411) yang ditujukan sebagai revisi atas pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat modern Indonesia. Analisis terhadap pasal 411 dalam RUU KUHP akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena merupakan penelitian normatif dengan memakai pendekatan hukum Islam. Data penelitian diambil dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya pasal-pasal yang terkait dengan perzinaan. Semua data tersebut akan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil temuan menunjukkan bahwa pasal 411 dalam Rancangan Undang-undang lebih banyak mengandung kemaslahatan dari pada pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Keberadaan pasal 411 diduga kuat dapat memperkecil peluang terjadinya perbuatan zina pada masyarakat Indonesia. Alhasil tindakan aborsi illegal, keberadaan anak-anak di luar nikah, dan pernikahan dini dapat diminimalisir oleh keberadaan pasal tersebut. Hal penting lainnya adalah pasal 411 juga dapat mempererat hubungan keluarga antara orang tua dan anak serta hubungan dengan tetangga dan lingkungan sekitar.

Kata Kunci: Perzinaan, Pasal 411 RUU KUHP, Maslahat

(14)

2 Pendahuluan

Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis konten atau muatan pasal perzinaan yaitu pasal 411 yang terdapat pada Rancangan Undang-undang Kitab Undang- undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Indonesia.

Hal ini dikarenakan meski masih berupa rancangan, namun keberadaan pasal-pasal tersebut telah menjadi kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia.

Di antara 625 pasal dalam RUU KUHP, terdapat 14 pasal krusial yang menimbulkan polemik dan perdebatan, termasuk pasal terkait tindak pidana perzinaan. Menurut Mahfud MD, keberadaan RUU yang sebenarnya sudah dibahas selama 59 tahun, akan disahkan menjadi UU di akhir tahun 2022 oleh DPR dan pemerintah (Fachri, n.d.).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perbuatan zina merupakan tindakan seksual berupa persenggamaan yang dilakukan oleh dua orang berbeda jenis (laki-laki dan perempuan) tanpa adanya ikatan pernikahan.

Berdasarkan hal ini, semua agama memandang zina sebagai perbuatan buruk dan pelakunya dikenai dosa serta sanksi hukum lainnya.

Agama Islam memandang zina sebagai perbuatan keji sehingga umat Islam diharamkan untuk mendekati dan melakukannya (QS. Isra’:

32). Selain itu, pelaku zina akan mendapat sanksi hukum di dunia berupa hukuman cambuk sebanyak seratus kali (QS. Al-Nur: 2). Bahkan menurut sebuah riwayat hadis, pelaku zina yang berstatus telah menikah dapat dihukum rajam.

Menurut ajaran Kristen zina termasuk ke dalam sepuluh perbuatan terlarang (Matius: 27).

Orang-orang Yahudi sangat mencela perbuatan zina karena dipandang telah merampas isteri orang lain. Mereka meyakini bahwa memakai milik orang lain adalah perbuatan yang haram (Dias et al., 2020). Menurut Perjanjian Lama dan Amsal 6:32-33, sanksi hukum yang diberlakukan kepada para pelaku zina adalah hukuman mati serta sanksi sosial berupa cemoohan dan dipermalukan oleh masyarakat (Ismayawati, 2016).

Sementara itu ajaran Buddha selain menganggap pelaku zina telah melanggar sila ketiga Pancasila Buddhis, zina juga termasuk ke dalam Sepuluh Kamma Buruk. Efek negatif bagi pelaku zina adalah tidak disenangi orang lain, mempunyai banyak musuh, dan dihantui oleh rasa takut. Selain itu, pelaku zina akan terlahir kembali di alam setan (Peta) dan raksana (Asurakaya) (Niken, 2020). Sama halnya dengan ajaran Hindhu yang memandang zina sebagai salah satu bentuk kejahatan kesusilaan terhadap kaum perempuan (Paradara). Kaum perempuan sangat dimuliakan dan dihormati dalam agama Hindhu, karena merekalah yang akan melahirkan generasi penerus ajaran Hindhu. Oleh karena itu, melakukan perbuatan zina sama dengan melecehkan perempuan dan pelakunya akan mendapat hukuman yang berat (Sudiana, 2019).

Kebanyakan perbuatan zina dilakukan secara sembunyi-sembunyi di tempat tertutup sehingga tidak diketahui orang lain. Hal ini

(15)

3 membuat perbuatan tersebut masuk ke dalam

ranah dosa individu, di mana para pelakunya masih mempunyai peluang untuk bertobat (Kisworo, 2016). Selain itu zina yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dapat menghindarkan pelakunya dari sanksi hukum karena ketiadaan saksi dan bukti. Meski demikian tidak menutup kemungkinan perbuatan zina juga dilakukan di tempat terbuka (sexual party), sehingga diketahui oleh banyak orang.

Fenomena tersebut di atas dapat terjadi lantaran pengaruh globalisasi. Perubahan sosial bisa membuat pandangan terhadap perbuatan zina menjadi berubah. Bagi masyarakat yang menganggap zina merupakan kejahatan kesusilaan, maka pandangan terhadap zina juga dapat berubah menjadi perbuatan non-pidana jika nilai budaya dan kearifan lokal telah berubah. Hal inilah yang dialami oleh masyarakat Barat. Menurut mereka selama dilalukan atas dasar suka sama suka dan tanpa paksaan, maka hubungan seksual zina tidak dianggap sebagai tindak kejahatan. Bahkan laki- laki dan perempuan yang hidup bersama layaknya suami isteri (samen leven) tanpa terikat pernikahan, dianggap sebagai sesuatu yang wajar (Huda, 2015).

Hal yang nyaris sama juga menimpa masyarakat Timur khususnya bangsa Melayu yang banyak diwarnai oleh norma agama dan etika ketimuran. Tidak bisa dipungkiri kedatangan penjajah Belanda ke Indonesia misalnya disinyalir telah membawa perubahan

sosial, di mana perilaku seksual yang dulunya merupakan ranah domestik dan sakral berubah menjadi terbuka (Anindia & Sularto, 2019).

Namun meski norma kesusilaan dan budaya ketimuran sudah terkikis dan tergerus oleh pengaruh global, mayoritas masyarakat Melayu masih berupaya mempertahankannya. Negara Brunei, Indonesia, dan Malaysia sampai sekarang masih menganggap zina sebagai tindak kejahatan pidana dengan menerapkan regulasi hukum tersendiri terhadap para pelakunya.

Persoalan zina di Indonesia misalnya, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 284 di mana pelaku zina (overspel) akan dikenai hukuman penjara maksimal sembilan bulan. Selain itu, salah satu provinsi Indonesia yaitu Aceh telah menetapkan aturan hukum QANUN ACEH Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Pada pasal 33 dinyatakan bahwa orang yang sengaja melakukan zina akan dikenai hukuman cambuk sebanyak seratus kali. Jika perbuatan itu terulang, maka sanksi hukumnya bertambah yaitu cambuk seratus kali dan denda maksimal 120 gram emas murni atau penjara maksimal dua belas bulan.

Terlepas dari dua regulasi hukum tersebut, saat ini revisi terhadap persoalan perzinaan telah dirumuskan dalam rancangan undang-undang hukum pidana (RUU KUHP).

Selain dikarenakan sudah tidak selaras dengan kondisi masyarakat modern Indonesia, aktifitas perzinaan sudah sangat memprihatinkan.

(16)

4 Terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 yang

masih berlangsung saat ini. Persoalan zina diatur pada satu pasal yaitu pasal 411. Selain memperluas makna zina, pasal ini juga memperluas kewenangan orang yang berkompeten untuk mengadukan tindak perzinaan. Di sisi lain sanksi hukum bagi pelaku zina di RUU KUHP juga lebih berat. Pro dan kontra terhadap kedua pasal ini masih bergulir sampai sekarang. Hal inilah yang akan menjadi fokus dalam artikel ini, karena akan menganalisis dan mengelaborasi kedua pasal perzinaan di RUU KUHP dari aspek hukum Islam.

Terdapat beberapa kajian dan artikel terkait RUU KUHP khususnya pada pasal-pasal perzinaan. Artikel yang ditulis oleh Islamia Ayu Anindia dan R.B Sularto berjudul Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Prostitusi sebagai Pembaharuan Hukum Pidana, menyatakan bahwa dibutuhkan adanya pembaharuan hukum untuk menaggulangi maraknya protitusi saat ini (Anindia & Sularto, 2019). Berbeda halnya dengan tulisan Leony Sondang Suryani dan Ani Purwanti yang berjudul Kriminalisasi Perempuan Pekerja Seks Komersial dalam Perluasan Pasal Zina RUU KUHP yang memandang RUU KUHP tidak berpihak pada pekerja seks komersial (PSK).

Perluasan defenisi zina berikut dengan sanksi hukumnya yang terdapat pada RUU KUHP akan mengenai para PSK. Menurut mereka hal ini sangat tidak adil karena PSK hanyalah korban eksploitasi dan penipuan seksual, bukan para

pelaku kejahatan (Purwanti Leony Sondang, 2018).

Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah kualitatif karena merupakan penelitian hukum normatif dengan memakai pendekatan hukum Islam. Data yang digunakan bersumber dari bahan pustaka atau data sekunder yang diambil dari RUU KUHP dan KUHP. Selain itu data pustaka juga berasal dari berbagai buku, jurnal dan artikel yang terkait dengan tema (Soekanto & Mamudji, 2018). Pendekatan hukum Islam diterapkan untuk meninjau aspek kemaslahatan yang hendak diwujudkan oleh keberadaan RUU KUHP dalam menangani persoalan perzinaan. Semua data yang telah dikumpulkan dari beragam sumber dan diklasifikasi, akan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Hasil dan Temuan A. Kriteria Zina

Kendati semua agama dan keyakinan memandang buruk perilaku zina dan mengecam pelakunya, namun dalam hal pemaknaan zina terjadi perbedaan. Hal ini juga yang akhirnya menyebabkan berbedanya sanksi hukum yang diberikan kepada para pelaku zina. Mayoritas ulama dari kalangan Islam memaknai zina dengan hubungan seksual berbentuk penyatuan tubuh antara laki-laki dan perempuan di qubul atau dubur secara sukarela di mana keduanya tidak terikat dengan pernikahan (Audah, 1997).

Ulama lain menyatakan bahwa persetubuhan yang dianggap zina adalah jika zakar (penis)

(17)

5 dimasukkan ke dalam farj (vagina). Minimal

dengan terbenamnya hasyafah (pucuk zakar) pada farj, atau yang sejenis hasyafah jika zakar tidak mempunyai hasyafah. Sementara menurut pendapat yang kuat, saat itu zakar tidak disyaratkan harus ereksi (Huda, 2015). Beranjak dari rumusan ini, dapat dipahami bahwa Islam memandang zina sebagai perbuatan seksual yang ditandai dengan masuknya penis ke dalam vagina dari dua orang yang tidak memiliki ikatan pernikahan. Rumusan ini tidak membatasi status kedua pelaku, asalkan perbuatan tersebut dilakukan tanpa paksaan.

Berbeda halnya dengan bentuk zina yang dikemukakan dalam KUHP. Pada pasal 284 ayat pertama menyebutkan bahwa zina merupakan persetubuhan antara laki-laki atau perempuan yang sedang terikat dalam pernikahan, baik salah satu pihak saja atau keduanya. Pembatasan yang diberikan pada pelaku zina di pasal ini tentunya dapat membuka peluang besar bagi pelaku lain. Persetubuhan yang dilakukan oleh pasangan lajang atau yang sudah berstatus duda dan janda tidak dapat dikategorikan sebagai zina, karena mereka tidak terikat pernikahan. Begitu pula jika pelaku persetubuhan tidak terikat pada pasal 27 BW, tidak dianggap zina walaupun sedang terikat pernikahan. Selain itu sanksi hukum juga tidak dapat dikenakan kepada pelaku zina yang terikat pernikahan, jika pasangannya (suami atau isteri) tidak melakukan tuntutan hukum (Muzakir, 2022). Jadi KUHP yang merujuk ke Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-

Indie, disahkan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918, merupakan warisan hukum Belanda (Adminyl, n.d.). Dengan demikian, sangat wajar jika makna zina mengacu kepada perspektif Barat.

B. Analisis Maslahah

Seluruh ulama dan para pembuat kebijakan sepakat bahwa ketentuan hukum yang ditetapkan harus mengacu kepada kemaslahatan dan kebaikan semua orang.

Artinya jika terdapat suatu aturan hukum yang berdampak buruk atau akan menghilangkan kemaslahatan orang banyak, maka harus diubah atau direvisi. Hal ini merupakan poin penting yang harus diperhatikan oleh para pemangku kekuasaan dalam pemerintahan.

Kehadiran RUU KUHP memang sangat dibutuhkan, mengingat usia KUHP Indonesia yang sudah sangat tua. Selain dilatari oleh kondisi dan situasi sosial masyarakat Indonesia yang kental dengan adat ketimuran, karakter religius yang melekat pada bangsa Indonesia sangat mendukung dilakukannya revisi ini.

Kemaslahatan yang harus diwujudkan dalam hukum Islam bukan hanya untuk kebaikan dunia saja, namun juga mengacu kepada kebaikan akhirat. Kemaslahatan dunia dapat diketahui melalui penelitian dan kebiasaan yang dapat dikaitkan kepada hati, indera, tubuh dan anggotanya, tempat, waktu, harta, serta benda. Sedangkan kemaslahatan akhirat hanya dapat diketahui melalui syariat (Izzuddἷn ibn ‘Abd al-Salām, n.d.). Hal ini berarti

(18)

6 bahwa hukum yang akan ditetapkan oleh para

ulama tidak hanya ditujukan untuk kepentingan manusia di dunia, namun juga memperhatikan kebaikannya di akhirat. Lebih lanjut para ulama menegaskan bahwa kemaslahatan yang akan diwujudkan dalam suatu hukum harus berupaya memelihara lima unsur yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (Asmawi, 2014). Kelima unsur ini sangat penting dan wajib dijaga karena merupakan kebutuhan pokok (darury). Hukum apapun yang akan ditetapkan baik berupa mewujudkan keberadaan (al-wujud) maupun mencegah ketiadaan (al-‘adam) salah satu unsur ini, maka harus diutamakan. Perintah untuk menikah misalnya, ditujukan untuk memelihara nasab sehingga hubungan anak dengan bapaknya menjadi jelas. Begitu juga sebaliknya, larangan zina ditujukan agar nasab anak tidak terputus dengan bapaknya karena kehadirannya di luar pernikahan yang sah (Purwanto, 2017).

Berikut ini akan dibahas aspek maslahat yang terdapat pada pasal 411 RUU KUHP dan pasal 284 KUHP.

1. Pemaknaan zina

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa defenisi zina pada pasal 284 KUHP berbeda dengan pasal 411 RUU KUHP. Ruang lingkup zina menurut KUHP sangat sempit dan terbatas, karena hanya mengenai laki-laki atau perempuan yang sedang terikat dalam pernikahan. Hal ini berarti persetubuhan yang dilakukan oleh orang yang tidak terikat

pada pernikahan, tidaklah dianggap zina karena dilakukan dengan sukarela.

Sementara itu zina menurut pasal 411 RUU KUHP merupakan persetubuhan yang dilakukan oleh dua orang yang bukan suami isteri. Pasal ini tidak membatasi status pernikahan pelaku zina, apakah sudah menikah atau belum, apakah sedang terikat pernikahan atau tidak. Hal ini berarti apapun bentuk hubungan badan yang dilakukan oleh dua orang yang tidak terikat dalam pernikahan, dianggap berzina.

Perbedaan yang terlihat pada kedua pasal ini membawa implikasi yang juga berbeda. Pemaknaan zina versi KUHP akan membuka peluang persetubuhan menjadi lebih luas sehingga dianggap sebagai hal yang lumrah dilakukan oleh para lajang (Hadziq, 2019). Mereka memiliki pergaulan dan kehidupan yang sangat bebas. Bahkan jika disepakati mereka bisa menjalani hidup bersama di dalam satu rumah. Adapun kebutuhan biologis dapat mereka peroleh, tanpa perlu terikat dengan pernikahan.

Akhirnya, mereka akan menjadi enggan untuk menikah karena dianggap menyusahkan. Semua hal ini dapat dengan bebas dilakukan oleh para lajang karena tidak dianggap sebagai tindak kejahatan zina. Kendati semua hal ini ada kebaikan bagi individu tertentu, namun terkandung juga dampak buruk berupa kerusakan yang lebih besar. Selain memutus nasab anak yang terlahir pasca zina, citra lembaga

(19)

7 pernikahan juga menjadi rusak. Ironisnya

penyakit kelamin dan penyakit berbahaya lainnya akan merebak. Semua akibat ini tentunya akan mengancam nyawa, kehormatan, dan keturunan umat manusia.

Adapun pemaknaan zina versi RUU KUHP, diduga kuat dapat meminimalisir persetubuhan yang tidak sah karena tidak memberi batasan bagi para pelaku. Pasal 411 menyatakan bahwa setiap persetubuhan yang dilakukan oleh selain suami isteri secara sukarela dianggap sebagai zina. Artinya tanpa memandang status, siapapun yang melakukan persetubuhan dengan selain pasangan sahnya, berarti telah melakukan tindak kejahatan sehingga layak dihukum. Melalui pemaknaan ini diharapkan dapat mencegah dan mengurangi intensitas zina yang sebelumnya cukup marak. Hal ini juga berarti pasal 411 RUU KUHP banyak membawa kebaikan bagi manusia, khususnya dalam menjaga kehormatan, keturunan, dan nyawa,

2. Kewenangan pengaduan zina

Baik pasal 284 KUHP maupun pasal 411 RUU KUHP sepakat menyatakan bahwa perbuatan zina merupakan delik aduan. Hal ini berarti jika tidak ada pihak yang berwenang mengajukan tuntutan berupa pengaduan perzinaan, maka proses hukum tidak dapat dilakukan. Terkait hal ini pasal 284 KUHP hanya memberikan kewenangan pengaduan kepada pasangan

(isteri atau suami) pelaku zina yang tercemar. Namun jika pasangan tersebut memilih tidak menuntut karena tidak merasa dirugikan, maka pelaku zina akan terbebas dari proses hukum. Pemberian kewenangan hanya pada pasangan sah pelaku zina dapat memperkecil peluang tuntutan atau gugatan perzinaan. Hal ini tentunya akan membuka luas peluang zina, termasuk bagi suami isteri dan para lajang yang menyukai gaya hidup bebas.

Penambahan otoritas pengaduan zina pada pasal 411 RUU kepada orang tua atau anak dari pelaku persetubuhan diharapkan dapat menjerat pelaku lajang yang sebelumnya tidak terkena sanksi langsung. Kedekatan hubungan yang dimiliki oleh orang tua dan anak menjadi alasan kuat pemberian otoritas ini.

Pemberian otoritas juga ditujukan sebagai pertanggungjawaban mereka dalam menjaga anggota keluarga dari segala tindak kejahatan dan kesusilaan. Dengan demikian masing-masing anggota keluarga khususnya orang tua akan lebih meningkatkan penjagaannya terhadap anggota keluarga yang berada di dalam naungannya, terutama terhadap anak (Amaluddin & Tianingrum, 2019).

3. Sanksi hukum pelaku zina

Kendati pasal 284 KUHP telah menetapkan sanksi hukum bagi seseorang yang terbukti melakukan zina, namun hukumannya sangat ringan yaitu penjara

(20)

8 selama sembilan bulan. Hukuman ini dapat

diberlakukan dengan tiga syarat yaitu pertama pelaku sedang terikat pernikahan dengan seseorang, namun bersetubuh dengan orang lain. Kedua pasal 27 BW berlaku bagi pelaku. Ketiga ada pengaduan dari pasangan sah yang merasa dirugikan oleh perbuatan pelaku zina. Adapun pasangan zina yang tidak terikat pernikahan, juga dapat dijerat dengan sanksi yang sama meskipun ia hanya dianggap sebagai pihak yang ikut serta melakukan perzinaan. Tuntutan ini dapat dilakukan oleh jaksa atas dasar asas oportunitas (Muzakir, 2022).

Keberadaan persyaratan ini dapat memperkecil peluang pembuktian zina, terutama ketika tidak ada pihak yang mengadu sehingga pelaku menjadi bebas.

Di sisi lain bentuk hukuman dan durasinya (penjara 9 bulan) dirasa cukup ringan, karena kurang memberi efek jera kepada pelaku. Tidak menutup kemungkinan setelah masa hukuman berakhir, pelaku persetubuhan tersebut akan mengulangi perbuatannya dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pasangan sah tidak punya. Hal ini tentunya bertentangan dengan tujuan pemberian sanksi hukum yaitu memberi pelajaran bagi orang lain dan membuat jera pelaku.

Sementara itu sanksi hukum yang dinyatakan oleh pasal 411 RUU sedikit agak berat yaitu penjara selama satu tahun (12

bulan). Meski sebenarnya dianggap masih kurang efektif, namun penambahan waktu tiga bulan kurungan penjara tersebut dirasa dapat memberi pelajaran yang berharga bagi para pelaku perzinaan. Terlepas dari hal ini, alangkah lebih baik lagi kalau sanksi hukum perzinaan ditambah durasinya atau ditambah dengan sanksi lainnya, seperti denda atau hukuman sosial lainnya.

Dengan demikian, kemaslahatan umat manusia dapat terwujud melalui pemberian sanksi hukum yang tepat dan efektif.

Penutup

Revisi pasal 284 tentang perzinaan di dalam KUHP merupakan suatu keniscayaan.

Perubahan tersebut dilandasi atas pertimbangan politis, sosiologis dan praktis.

KUHP hanya memandang zina sebagai tindak pengkhianatan terhadap pernikahan. Namun ironisnya KUHP tidak memperhatikan akibat persetubuhan zina berupa penularan penyakit kelamin dan HIV akibat berganti pasangan seks.

Kehadiran rancangan undang-undang, khususnya pasal 411 sangat sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sudah terkontaminasi oleh budaya Barat. Terdapat banyak manfaat yang dihasilkan oleh pasal 411 RUU KUHP, di antaranya adalah meminimalisir perzinaan, membuat jera para pelaku melalui hukuman yang diberikan, dan mempererat hubungan keluarga melalui pemberian wewenang pengaduan. Implikasi lain dari pasal ini adalah dapat mengurangi angka kematian

(21)

9 karena aborsi serta meminimalisir keberadaan

anak-anak tanpa nasab.

Daftar Pustaka

Adminyl. (n.d.). Sejarah dan Isi Dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Bag I).

Retrieved October 26, 2022, from https://tribratanews.kepri.polri.go.id/

Amaluddin, A., & Tianingrum, N. A. (2019).

Keterpaparan lingkungan terhadap perilaku pelecehan seksual pada siswa sekolah wilayah kerja puskesmas harapan baru. Borneo Student Research (BSR), 1(1), 13–20.

Anindia, I. A., & Sularto, R. B. (2019). Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Prostitusi Sebagai Pembaharuan Hukum Pidana. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(1), 18–30.

Asmawi, A. (2014). KONSEPTUALISASI TEORI MASLAHAH. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, Vol 1, No 2 (2014).

https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam /article/view/1548/pdf

Audah, A. al-Q. (1997). Al-Tashri’ al-Jana’i al- Islami Juz.II. Muassisah al-Risalah.

Dias, N., Talaway, H., & Hukubun, M. (2020).

PERCERAIAN DAN PERZINAHAN:

SUATU PENDEKATAN TAFSIR FEMINIS TERHADAP MATIUS 5 : 27 – 32.

ARUMBAE: Jurnal Ilmiah Teologi Dan

Studi Agama, 2, 74–90.

https://doi.org/10.37429/arumbae.v2i1.42 6

Fachri, F. K. (n.d.). Menkopolhukam: RUU KUHP Disahkan jadi UU Akhir Tahun.

Retrieved October 26, 2022, from https://www.hukumonline.com

Hadziq, S. (2019). Pengaturan Tindak Pidana Zina Dalam KUHP Dikaji Dari Perspektif Living Law. Lex Renaissance, 4(1), 25–45.

Huda, S. (2015). Zina dalam Perspektif Hukum

Islam dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol 12, No 2 (2015): HUKUM ISLAM, 377–

397.

http://www.jurnalhunafa.org/index.php/hun afa/article/view/401

Ismayawati, A. (2016). Konsistensi Pasal 284 KUHP Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Legality: Jurnal Ilmiah Hukum, 24(1), 87–

100.

Izzuddἷn ibn ‘Abd al-Salām. (n.d.). Qawā’id al- Aḥkām fἷ MaŞāliḥ al-Anām, Juz. I. Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah.

Kisworo, B. (2016). Zina Dalam Kajian teologis dan sosiologis. Al-ISTINBATH: Jurnal Hukum Islam, 1(1), 1–24.

Muzakir, K. (2022). Zina Dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Formosa Journal of Science and Technology, Vol. 1 No. 1

(2022): May 2022.

https://journal.formosapublisher.org/index.

php/fjst/article/view/664/486

Niken, N. W. (2020). Filsafat Tinjauan Filsafat Moral Immanuel Kant Terhadap Perzinaan Dalam Pancasila Buddhis. Jurnal Agama Buddha Dan Ilmu Pengetahuan, 6(2), 1–

14.

Purwanti Leony Sondang, A. S. (2018).

Kriminalisasi Perempuan Pekerja Seks Komersial dalam Perluasan Pasal Zina RUU KUHP. Sawwa: Jurnal Studi Gender, Vol 13, No 2 (2018): Oktober.

http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sa wwa/article/view/3020

Purwanto, M. R. (2017). Reformasi Konsep Maslahah Sebagai Dasar dalam Ijtihad Istislahi. Universitas Islam Indonesia.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2018). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (1st ed.). Rajawali Pers.

Sudiana, I. N. A. P. I. N. S. I. G. N. (2019).

Paradara Dalam Delik Kesusilaan Di Kota

(22)

10 Denpasar: Persepektif Hukum Hindu.

Jurnal Penelitian Agama Hindu, Vol 3 No 1

(2019), 80–86.

https://jayapanguspress.penerbit.org/inde x.php/JPAH/article/view/1177/575

(23)

11 PERANAN HUKUM ISLAM DALAM PENYESUAIAN ADAT PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU

SUMATERA SELATAN TERHADAP PANDEMI COVID-19 Eti Yusnita

The Lecturer of Syariah and Law Faculty, UIN Raden Fatah Palembang eti yusni ta_uin@radenfat ah.ac.id

Abstrak

Peneltian ini berjudul Peranan Hukum Islam Dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Terhadap Pandemi Covid-19. Permasalahan penelitian terefleksi dalam rumusan masalah yakni bagaimanakah Peranan Peranan Hukum Islam Dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Terhadap Pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dalam ranah budaya dengan pendekatan filosofis dan sosiologis, dengan lokasi penelitian meliputi Palembang dan Empat Rumpun Suku (Komering, Besemah, Semende, dan Ogan). Dalam menjaring data digunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun tujuan penelitian adalah untuk menganalisis Peranan Hukum Islam Dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Terhadap Pandemi Covid-19. Metode penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan dokumentasi dengan sumber data primer, sekunder, dan tersier.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa salah satu mekanisme kesinambungan umat manusia adalah melalui proses pernikahan. Pernikahan dipandang sebagai satu-satunya cara yang sah agar kesinambungan generasi dapat terjadi. Pernikahan bagi sebagian masyarakat yang masih condong pada hukum adat yang mana perpaduan antara kuatnya hukum adat dan juga pelaksanaan ajaran Islam. Hukum Islam juga yang merubah serta merta kebiasaan dan prosesi yang sudah ada.

Namun, apa yang bertentangan dengan ajaran Islam kemudian ditinggalkan. Sementara hal-hal yang tidak diatur secara kaku dalam Islam kemudian diaptasi ke dalam prinsip-prinsip yang tetap Islami tetapi kemasannya disesuaikan dengan bingkai adat Melayu Sumatera Selatan (Palembang dan Keempat Rumpun Suku) terhadap Pandemi Covid-19.

Kata Kunci: Hukum Islam, Adat Pernikahan, Masyarakat Melayu Sumatera Selatan, dan Pandemi Covid-19.

Pendahuluan

Pembagian dan obyek Hukum Islam Pembagian Hukum Islam (dengan istilah Fiqh) dibedakan kepada ampat (4) bagian (Rubu’), yaitu:

a. Bagian Ibadah, seperti : Thoharoh, Sholat, Puasa, Zakat, Haji, dan Qurban

b. Bagian Mu’amalah (Keperdataan), seperti : jual beli (buyu’), Utang Piutang, Riba, sewa menyewa (upah mengupah), menghidupkan/membuka tanah kosong, perdamaian (shulh), wakaf, wasiat, hibah,

barang titipan (wadi’ah), faroidh, dengan segala aspek pembicaraannya, qirodh, syirkah (perkongsian), dan lain- lain.

c. Bagian Munakahat, seperti : melamar (khitbah), kafaah, rukun nikah, mahar (maskawin), wanita yang haram dinikahi (Muharromatun Nikah), peserta nikah (walimatul arus), hak dan kewajiban suami isteri, polygamy, thalak (per- ceraian), iddah (masa tunggu), rujuk, khuluk (perceraian atas permintaan isteri), fasakh (menentukan akad nikah karena salah

(24)

12 seorang suami isteri mem- punyai cacat),

ila’ (suami bersumpah tidak akan menyetubuhi isterinya), zhihar (suami menganggap isteri seperti ibu kandungnya), lian (sumpah suami didepan hakim bahwa isterinya berzina dan tolakan isteri terhadap tuduhan tersebut), hadhanah (perawatan dan pengasuhan anak), rodhanah (penyusu- an anak), nafkah, dan lain-lain.

d. Bagian jinayat (Pidana), seperti : Pembagian Jarimah (Tindakan Pidana):

qisos dan diyat, Qosamah (sumpah yang diucapkan keluarga korban pem- bunuhan yang tidak diketahui siapa pembunuhnya tapi menuduh seseorang berdasarkan keterangan atau bukti-bukti yang ada), Hudud, murtad, zina, hara- bah (penyamunan / perampokan), bugat (pemberontakan), liwath (menyetubuhi binatang), qodzaf (menuduh seseorang berzina), pencurian, tindak pidana ta’zir, perbuatan yang dijatuhkan hukuman dan yang dibebaskan dari hukuman. (Rasyidi, 2013).

Pada bagian c yang membincang tentang munakahat atau pernikahan, Islam melihat bahwa perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, saling menyantuni, saling mengasihi, aman, tenteram, bahagia dan kekal

Sebagaimana firman Allah SWT dalam al- Qur’an

surah al-Nisa’: 21:

َنۡذَخَ

أَو ٖضۡعَب َٰ

لَِإ ۡمُك ُضۡعَب ٰ َضَۡفَ

أ ۡدَقَو ۥُهَنوُذُخۡ أَت َفۡيَكَو ا ٗظيِلَغ اًقٰ َثيِ م مُكنِم Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”

Karena itu diharapkan semua pihak yang terlibat di dalmnya, khususnya suami isteri, memelihara dan menjaga secara sungguh- sungguh dan penuh tanggung jawab. Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan, mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan peminangan sampai kepada tahap perayaan pernikahan.

Perkawinan merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW yang harus diikuti oleh kaum muslimin. Rasulullah SAW sangat menganjurkan perkawinan bagi seorang telah mampu melaksanakannya, dan barang siapa yang tidak melaksanakan perkawinan, sedang ia telah mampu secara lahiriah dan batiniah, berarti ia telah mengabaikan sunnah Rasulullah SAW:

Hadits di atas menegaskan bahwa Islam menganjurkan seseorang untuk berumah

(25)

13 tangga, karena dari segi batin orang dapat

mencapainya melalui berkeluarga yang baik.

Apabila seseorang ingin melaksanakan perkawinan berarti ia sudah siap menerima dalam segala hal, baik fisik maupun mental untuk menjalani bahtera rumah tangga, jadi perkawinan itu bukanlah suatu perbuatan yang bersifat sementara atau sekedar melapaskan hawa nafsu, akan tetapi menganjurkan kepada umatnya untuk melaksanakan perkawinan itu selama-lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai.

Oleh karena itu adalah menarik bagi penulis untuk mengangkat tema tentang Peranan Hukum Islam Dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Pada Masa Pandemi Covid-19.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (field research). Penelitian kepustakaan ialah penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur, baik dari perpustakaan maupun tempat lain.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang berupa uraian yang ditujukan pada seluruh permasalahan yang ada yang bersifat penjelasan yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti. Data-data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian, dengan menggunakan sumber data sekunder dan tersier yang terkait dengan Peranan Hukum Islam Dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Pada Masa Pandemi Covid-19.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah metode pengumpulan data yang tergantung pada jenis dan sumber data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan, menggunakan teknik studi dokumen yaitu dengan menelusuri data-data, membaca, mengkaji, maupun menganalisa literatur-literatur yang mengemukakan permasalahan yang akan dibahas.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses penguraian data. Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa, diteliti, diuraikan serta menyajikan seluruh maslaah yang ada secara tegas dan sejelas-jelasnya untuk menjamin kebenarannya, mengkategorikan dan mengelompokkan data tersebut untuk dibandingkan dengan teori-teori yang ada, data yang diperoleh, dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif (menggambarkan, menguraikan serta menyajikan seluruh masalah yang ada).

Kemudian penjelasan-penjelasan itu disimpulkan secara deduktif, yaitu menarik suatu kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang

(26)

14 bersifat umum ditarik ke khusus, sehingga

penyajian hasil penelitian itu dapat dipahami dengan mudah.

5. Sistematika Pembahasan

Untuk mengantarkan pada pemahaman yang utuh dan fokus, dalam pembahasan tentang Peranan Hukum Islam Dalam Penyesuaian Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Sumatera Selatan Pada Masa Pandemi Covid-19 ini, penulis menyajikan sistematika penyusunan yang terdiri atas Pendahuluan, Metode Penelitian, Diskusi atau Pembahasan, dan terakhir Simpulan.

Diskusi

A. Peranan Hukum Islam

Hukum sebagai alat politik sangat sulit dipisahkan, meski ada juga pendapat yang menyatakannya tidaklah mesti demikian.

Menurut Ahmad Ali, hukum dan politik tidak dapat dipisahkan, terutama hukum yang tertulis.

Bahkan, ia membantah pandangan kaum dogmatik yang menyebut hukum sebagai alat politik bukanlah universal, melainkan hanya milik negara-negara tertentu.5 Hukum, khususnya yang tertulis merupakan alat politik yang bersifat universal. Hal ini lebih diperkuat lagi bila hukum dipandang sebagai alat rekayasa sosial. Pemerintah. (L. Diab, 2014).

Hukum juga dapat berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk

menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pembelaan di depan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan/ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi untuk orang yang melanggar Hukum. (Falahy, 2020)

Hukum Islam dikenal pula dengan sebutan Syariat Agama Islam atau dengan kata lain Ilmu Fiqh.Hukum Islam ini mengatur agar manusia dalam kehidupannya di dunia, ia (mereka) dapat berhubungan dengan Sang Pencipta dan manusia beserta dengan alam di sekitarnya sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT di dalam Kitab Suci Al-Qur’an Nul-Karim. Sedangkan Syariat ialah Hukum- hukum yang diadakan Allah untuk hamba- hambaNya yang dibawa oleh NabiNya, atau oleh para Nabi dan Rasul-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan didalam kehidupan bagi manusia yang beriman sesaui dengan perintah- Nya dengan secara seksama, khususnya Ummat Islam dalam beribadah kepada Allah SWT. (Rasyidi, 2013).

Ada beberapa istilah kunci yang tetap muncul ketika membicarakan hukum Islam, yakni syari’at, fiqh, qanun, fatwa, qadha, siyasah syar’iyah dan hukum. Hukum Islam pada hakikatnya adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam.10 Mengingat pentingnya peristilahan ini, setiap orang dan kelompok cenderung memahaminya sesuai

(27)

15 dengan kerangka pikirnya masing-

masing.(L.Diab, 2014). Menurut ijma’ ulama syari’at ialah hukum-hukum yang diadakan oleh Tuhanuntuk hamba-hamba-Nya, yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya yaitu Muhammad saw, baik hukum-hukum tersebut berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan yaitu yang disebut sebagai “hukum-hukum cabang amalan”, dan untuknya maka dihimpunlah ilmu fiqih atau berhubungan dengan cara mengadakan kepercayaan (i’tikad), yaitu yang disebut dengan hukum-hukum pokok” dan kepercayaan, dan untuknya maka dihimpunlah ilmu kalam. Syari’at (Syara’) disebut juga agama (al-din dan millah). (L.Diab, 2014)

Hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah untuk umat- Nyayang dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan aqidah maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah perbuatan yang dilakukan oleh umat Muslim semuanya.

Eksistensi hukum Islam di Indonesia merupakan sistem hukum yang memperkaya pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sehingga dapat melahirkan peraturan perundang-undangan. (Hafizh, 2022)

Dalam mengatasi masalah kehidupan Ummat Muslim didalam menjalani kehidupannya di dunia yang Fana ini, yang apabila semua Ummat Muslim menjalani dan mentaatinya maka akan berbahagialah, amanlah, dan teraturlah masyarakat, terutama Ummat Muslim itu sendiri, dimanapun dia berada / hidup, maka

akan terbentuklah masyarakat“Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur”. Artinya:

“Negeri/Negara yang baik, yang penuh dengan ampunan dari Allah/Tuhan Yang Maha Pe- ngampun”. Yang pada akhirnya dapat memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat di sekelilingnya dan dapat membawa rasa ke- adilan dalam kehidupan, atau dengan kata lain, akan tercipta masyarakat yang “Gemah Ripah Loh Jinawi, Aman Tentram Kerto Raharjo”.

B. Hukum Adat Pernikahan

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku, etnis, bahasa, agama dan adat istiadat yang semuanya merupakan cerminan dari kemajemukan bangsa. Adat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat dan kekuatan yang mengikatnya tergantung pada masyarakat tersebut. Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan warisan dari nenek moyang dahulu yang merupakan gabungan dari beberapa unsur kebudayaan daerah, kebudayaan daerah merupakan wujud dari kebudayaan nasional.

Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. (Hikmawati, 2017).

Saat ini, hukum adat masih diterapkan oleh berbagai masyarakat adat Indonesia, hukum yang mengatur perihal warisan adat, perkawinan adat, dan hal-hal lain yang mengatur regulasi dalam suatu budaya kultural. Jenis hukum tertua yang pernah dimiliki oleh Indonesia sampai saat

(28)

16 ini masih diterapkan oleh masyarakat, dan diakui

oleh negara. Hukum Adat adalah hukum yang berlaku dan berkembang dalam lingkungan masyarakat di suatu daerah. Ada beberapa pengertian mengenai Hukum Adat. Menurut M.M. Djojodiguno Hukum Adat adalah suatu karya masyarakat tertentu yang bertujuan tata yang adil dalam tingkah laku dan perbuatan di dalam masyarakat demi kesejahteraan masyarakat sendiri.(Falahy, 2020)

Menurut Van Vollenhoven Hukum Adat adalah keseluruhan aturantingkah laku positif dimana di satu pihak mempunyai sanksi sedangkan di pihak lain tidak dikodifikasi.

Sedangkan Surojo Wignyodipuro memberikan definisi Hukum Adat pada umumnya belum atau tidak tertulis yaitu kompleks norma- norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ditaati dan dihormati karena mempunyai akibat hukum atau sanksi. (Falahy, 2020)

Istilah “kebudayaan” dan “culture” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sementara itu, kata culture berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan

belajar (Koentjaraningrat dalam (Hikmawati, 2017).

Dapat di simpulkan bahwasanya Hukum Adat merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasi kan, namun tetap ditaati dalam masyarakat karena mempunyai suatu sanksi tertentu bila tidak ditaati. Dari pengertian Hukum Adat yang diungkapkan di atas, bentuk Hukum Adat sebagian besar adalah tidak tertulis. Padahal, dalam sebuah negara hukum, berlaku sebuah asas yaitu asas legalitas. Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada hukum selain yang dituliskan di dalam hukum. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum. Namun di suatu sisi bila hakim tidak dapat menemukan hukumnya dalam hukum tertulis, seorang hakim harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Diakui atau tidak, namun Hukum Adat juga mempunyai peran dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia. (Falahy, 2020).

Setiap suku memiliki ragam kesenian seperti sastra lisan yang dapat ditemukan dalam setiap upacara yang dilakukan. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan (dari mulut ke mulut) (Girsang dalam Meiliana, 2020).

Kehidupan sosial dan budaya di berbagai daerah di Indonesia berbeda- beda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain faktor peradaban, perhubungan, wawasan pengetahuan, dan perkembangan teknologi.

Berbagai ciri kehidupan sosial dan budaya di

(29)

17 berbagai daerah di Indonesia dapat dilihat dari

berbagai factor seperti agama dan budaya Kebudayaan Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya.

Budaya lokal Indonesia sangat dibanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri.

(Falahy, 2020)

Demikian halnya dengan masyarakat Karo di Sumatera Utara. Karo adalah salah satu suku Batak di dataran tinggi Sumatera Utara. Suku- suku Lainnya adalah Angkola, Mandailing, Pakpak, Simalungun, dan Toba. Tanah Karo mencakup seluruh Kabupaten Karo, seperti Langkat, Dairi, Simalungun, Aceh Selatan, dan Deli Serdang. (Meiliana, 2020)

Di dalam komunitas Karo dikenal kedudukan sebagai Anak Beru, Senina, dan Kalimbubu (Rakut Sitelu) yang selalu mempunyai peran penting di acara-acara adat seperti pesta perkawinan adat Karo (Ginting, 2018). Pada upacara adat tersebut, Cakap Lumat adalah dialog yang digunakan di antara Kalimbubu, Senina, dan Anak Beru selama prosesi adat. Dalam Cakap Lumat, pembicara harus menggunakan bahasa yang sangat sopan untuk menghindari konflik antara pembicara dalam proses komunikasi (Ginting, Meiliana, 2020).

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan dan merupakan

masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru penerus keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yaitu pihak keluarga istrinya.

Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas Rumah Gadang mereka. Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa Tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), Manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). (Asmaniar, 2018)

Hukum adat memandang masyarakat sebagai paguyuban artinya sebagai satu hidup bersama, dimana manusia memandang sesamanya sebagai satu bersama, dimana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, dimana perhubungan- perhubungan manusia menghadapi sesama manusia dan segala perasaannya, dengan segala sentimen sebagai cinta, benci, simpati dan antipasti sebagai yang baik dan kurang baik selaras dengan pandangannya atas masyarakat, maka di hadapilah oleh hukum adat manusia itu dengan kepercayaan sebagai orang yang bertabiat anggota masyarakat.5 Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di Indonesia. (Falahy, 2020)

C. Masyarakat Melayu Sumatera Selatan

Referensi

Dokumen terkait