• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Komunikasi Antar budaya (Modul Pelatihan untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Antarbudaya pada Siswa-Siswa Papua di SMA "X” Tomohon).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Komunikasi Antar budaya (Modul Pelatihan untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Antarbudaya pada Siswa-Siswa Papua di SMA "X” Tomohon)."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

The background issue for this research entitled “Design and Testing Cross-Cultural Communication Training Module” is to find out the problem from Papuan Students at High School “X” in City of Tomohon which ineffectively doing cross-culture communication with their fellow students from other ethnics. The aim of this research is to acknowledge whether there is significant cross-culture communication progress from Papuan Students at High School “X” in City of Tomohon after attending Cross-Culture Communication Training. This research is an evaluation programme research. The programme is Cross-Culture Communication Training. To conduct a training, a module is needed. Based on cross-culture communication theory by DeVito (1997) a training module is developed. The training module is entitled Cross-Culture Communication Training. Method of Cross-Culture Communication Training is experiential learning (Walter & Marks, 1981). Evaluation given in this training is comprise from two level, which are: learning and reaction level (Kirkpatrick, 1998). From the reaction evaluation, positive feedbacks is shown from 13 trainees that is attending 5 sessions training. From learning evaluation, hypothesis test from statistical calculation with 95% degree of freedom has shown that Thitung = -0.630. The result from Thitung is < than Ttabel, 0 hypothesis

(2)

vi

ABSTRAK

Latar belakang diadakan penelitian yang berjudul “Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya” adalah masalah para Siswa Papua di SMA “X” Tomohon yang tidak efektif dalam melakukan komunikasi antarbudaya dengan teman-teman yang berasal dari etnis lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan komunikasi antarbudaya siswa-siswa Papua di SMA “X” Tomohon setelah mengikuti Pelatihan Komunikasi Antarbudaya. Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengevaluasi program (program evaluation research). Program yang dimaksud adalah Pelatihan Komunikasi Antarbudaya. Untuk membuat suatu pelatihan, diperlukan suatu modul. Berdasarkan teori komunikasi antarbudaya menurut DeVito (1997) dikembangkan suatu modul pelatihan berjudul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya. Metode dari Pelatihan Komunikasi Antarbudaya adalah experiential learning (Walter & Marks, 1981). Evaluasi yang dilakukan pada pelatihan ini terdiri dari dua level, yaitu level reaksi dan pembelajaran (Kirkpatrick, 1998). Berdasarkan evaluasi reaksi, diperoleh tanggapan positif dari 13 peserta pelatihan terhadap rangkaian kegiatan pelatihan yang terdiri dari 5 sesi. Berdasarkan evaluasi pembelajaran, uji hipotesis melalui perhitungan statistik yang dilakukan pada taraf kepercayaan 95% mengasilkan Thitung = -0.630. Dengan nilai Thitung yang lebih kecil dari Ttabel maka hipotesis nol ditolak.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN & SKEMA ... xvii

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2. Rumusan Masalah ... 9

1. 3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1. 3.1. Maksud Penelitian ... 9

(4)

xi

1. 4.Kegunaan Penelitian ... 10

1. 4. 1. Kegunaan Teoritis ... 10

1. 4.2. Kegunaan Praktis ... 10

1. 5. Metodologi ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2. 1. Komunikasi Antarbudaya ... 12

2. 1. 1. Pengertian Komunikasi Antarbudaya ... 12

2. 1. 2. Bentuk-Bentuk Komunikasi Antarbudaya……… 12

2. 1. 3. Karakteristik Komunikasi Antarbudaya ... 13

2. 1. 4. Self Awareness………. 18

2. 3. Remaja ... 23

2. 3. 1. Pengertian Remaja ... 23

2. 3. 2. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 24

2. 3. 3. Perkembangan Remaja Secara Umum ... 24

2. 3. 3. 1. Perkembangan Fisik ... 24

2. 3. 3. 2. Perkembangan Kognitif ... 25

2. 3. 3. 3. Perkembangan Sosio – Emosional ... 27

2. 4. Experiential Learning ... 28

2. 4. 1. Definisi Experiential Learning ... 28

2. 4. 2. Karakteristik Experential Learning ... 29

(5)

2. 5. Evaluasi Program Pelatihan ... 34

2. 5. 1. Instruktur ... 37

2. 6. Kerangka Pikir ... 37

2. 7. Asumsi ... 47

2. 8. Hipotesis ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3. 1. Metodologi ... 50

3. 2. Variabel Penelitian ... 51

3. 2. 1. Variable Bebas (Independent Variable/ IV) ... 51

3. 2. 1. 1. Definisi Konseptual Variabel Bebas (IV) ... 51

3. 2. 1. 2. Definisi Operasional Variabel Bebas (IV) ... 52

3. 2. 2. Variabel Terikat (Dependent Variable/ DV) ... 52

3. 2. 2. 1. Definisi Konseptual Variabel Terikat (DV) ... 52

3. 2. 2. 2. Definisi Operasional Variabel Terikat (DV) ... 53

3. 3. Subjek Penelitian ... 56

3. 4. Modul Pelatihan ... 56

3. 5. Alat Ukur ... 60

3. 5. 1. Kisi-Kisi Alat Ukur………... 60

3. 5. 2. Uji Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur………... 63

3. 6. Metode Analisis………. 65

(6)

xiii

4. 1. Gambaran Umum Peserta……….. 66

4. 2. Hasil Evaluasi Uji Coba Modul Pelatihan………. 67

4. 2. 1. Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Reaksi Peserta………… 67

4. 2. 1. 1. Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Sesi I………... 68

4. 2. 1. 2. Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Sesi II……….. 72

4. 2. 1. 3. Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Sesi III………. 79

4. 2. 1. 4. Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Sesi IV……… 83

4. 2. 1. 5. Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Sesi V……….. 87

4. 2. 2. Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Pembelajaran Peserta…. 91 4. 2. 2. 1. Gambaran Kemampuan Komunikasi Antarbudaya Para Siswa Sebelum dan Sesudah Pelatihan………... 93

4. 3. Pembahasan Hasil Penelitian………. 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 108

5. 1. Kesimpulan……… 108

5. 2. Saran………... 109

5. 2. 1. Saran Teoritis………... 109

5. 2. 2. Saran Praktis.………... 109

DAFTAR PUSTAKA………. 110

DAFTAR RUJUKAN………. 112

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Evaluation Questions dan Data Collection Tool (metode pengumpulan data)

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Hari Pertama Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Hari Kedua Tabel 3.3. Jadwal Kegiatan Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Hari Ketiga Tabel 3.4. Kisi-Kisi Alat Ukur Kemampuan Komunikasi Antarbudaya Tabel 3.5. Bobot Nilai Alat Ukur

Tabel 4.1. Gambaran Umum Peserta Pelatihan

Tabel 4.2. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Pencapaian Tujuan Pelatihan Sesi I

Tabel 4.3. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Metode Pelatihan

Tabel 4.4 Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Trainer dan Fasilitator

Sesi I

Tabel 4.5. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Fasilitas Pelatihan Sesi I Tabel 4.6. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Pencapaian Tujuan

Pelatihan Sesi II

(8)

xv Sesi II

Tabel 4.10. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Fasilitas Pelatihan Sesi II Tabel 4.11. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Pencapaian Tujuan

Pelatihan Sesi III

Tabel 4.12. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Kegiatan Ceramah Sesi III

Tabel 4.13 Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Trainer dan

FasilitatorSesi III

Tabel 4.14. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Pencapaian Tujuan Pelatihan Sesi IV

Tabel 4.15. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Metode Pelatihan Sesi IV Tabel 4.16 Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Trainer dan

FasilitatorSesi IV

Tabel 4.17. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Pencapaian Tujuan Pelatihan Sesi V

Tabel 4.18. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Metode Pelatihan Sesi V Tabel 4.19. Gambaran Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Trainer dan

FasilitatorSesi V

Tabel 4.20. Uji Statistik Kemampuan Komunikasi Antarbudaya

Tabel 4.21. Gambaran Kemampuan Komunikasi Antarbudaya Para SiswaSebelum dan Sesudah Pelatihan

(9)

Sesudah Pelatihan

Tabel 4.23. Gambaran Skor Aspek Kebersatuan (Immediacy) Para SiswaSebelum dan Sesudah Pelatihan

Tabel 4.24. Gambaran Skor Aspek Manajemen Interaksi Para SiswaSebelum dan Sesudah Pelatihan

Tabel 4.25. Gambaran Skor Aspek Daya Ekspresi Para SiswaSebelum dan Sesudah Pelatihan

(10)

xvii

DAFTAR BAGAN & SKEMA

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1. Model Johari Window

(12)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-Kisi Alat Ukur Kemampuan Komunikasi Antarbudaya Lampiran 2. Kuesioner Kemampuan Komunikasi Antarbudaya

Lampiran 3. Rancangan Modul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Lampiran 4. Surat Kesediaan Peserta Pelatihan

Lampiran 5. Lembar Evaluasi Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Sesi I Lampiran 6. Lembar Evaluasi Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Sesi II Lampiran 7. Lembar Evaluasi Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Sesi III Lampiran 8. Lembar Evaluasi Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Sesi IV Lampiran 9. Lembar Evaluasi Pelatihan Komunikasi Antarbudaya Sesi V

Lampiran 10. Kuesioner Kegiatan My Communication Style (Bagaimana Gaya Komunikasi Saya

(13)

1. 1. Latar Belakang Masalah

Provinsi Papua merupakan pulau yang berada di wilayah paling timur Indonesia dan merupakan provinsi paling luas wilayahnya dari seluruh provinsi di Indonesia. Menurut data dari laman Papua, lebih dari 75% daerah Papua masih tertutup oleh hutan-hutan tropis yang lebat. Sekitar 80% penduduknya masih dalam keadaan semi terisolir di daerah pedalaman (http://www.papua.go.id).

Penduduk asli Papua dikelompokkan dalam etnis Melanesia yang memiliki ciri-ciri berkulit gelap dan berambut keriting. Dalam kepustakaan Antropologi, Papua dikenal sebagai masyarakat yang terdiri atas suku-suku bangsa dan suku-suku yang beraneka ragam kebudayaannya. Menurut Tim Peneliti Universitas Cendrawasih (1991) telah diidentifikasi adanya 44 suku bangsa yang masing-masing merupakan sebuah satuan masyarakat, kebudayaan dan bahasa yang berdiri sendiri. Sebagian besar dari 44 suku bangsa itu terpecah lagi menjadi 177 suku (Djoht, 2002).

(14)

kelompok suku tertentu terutama di daerah pedalaman (Jayawijaya), Merauke, Yapen Waropen, dan Paniai masih tetap mempertahankan kebudayaan aslinya secara utuh dan sulit dipengaruhi kebudayaan luar (http://www.papua.go.id).

Menurut Held (1951,1953) dan Van Baal (1954), ciri-ciri yang menonjol dari Papua adalah keanekaragaman kebudayaannya, namun dibalik keanekaragaman tersebut terdapat kesamaan ciri-ciri kebudayaan mereka. Perbedaan-perbedaan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Papua dapat dilihat perwujudannya dalam bahasa, sistem-sistem komunikasi, kehidupan ekonomi, keagamaan, ungkapan-ungkapan kesenian, struktur pollitik dan struktur sosial, serta sistem kekerabatan yang dipunyai oleh masing-masing masyarakat tersebut sebagaimana terwujud dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kelompok suku asli Papua menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Bila dilihat kategori suku bangsa berdasarkan bahasa maka ada 271 lebih suku bangsa berarti ada 271 lebih kebudayaan (Djoht, 2002). Saat berinteraksi dengan orang dari suku lain, orang Papua menggunakan bahasa Indonesia bercampur sedikit bahasa seperti rumpun melayu (http://www.dprp.go.id).

Selain suku bangsa Papua, banyak juga pendatang dari Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan yang tinggal di Papua. Chauvel (2005) dalam Suryawan (2011) mengatakan bahwa banyaknya pendatang dari luar Papua memperbesar perasaan bahwa orang Papua dimarginalisasi. Lebih lanjut lagi Suryawan (2011) mengemukakan bahwa orang Papua cenderung didiskriminasi.

(15)

Hak Asasi Manusia, di dalamnya tercantum bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan adalah hak setiap orang tanpa batasan status sosial maupun ekonomi (http://www.komisiyudisial.go.id). Dengan demikian, kesempatan untuk memperoleh pendidikan berhak dimiliki oleh seluruh penduduk Indonesia dari Aceh sampai Papua.

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk meningkatkan kualitas SDM Papua, beberapa instansi dari Papua mengadakan kerja sama dengan Yayasan “X” di Kota Tomohon (Sulawesi Utara) berupa pemberian beasiswa bagi beberapa siswa dari Papua untuk bersekolah di SMA “X”. SMA “X” berada di bawah naungan Yayasan “X”. SMA“X” adalah salah satu sekolah swasta yang merupakan sekolah favorit di Tomohon, terkenal dengan prestasi-prestasi para siswanya baik di tingkat daerah maupun nasional.

(16)

kembangkan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai sosial budaya (http://smalokon.com).

Pada tahun ajaran 2013/ 2014, SMA “X” memfasilitasi 400 siswa yang berasal dari seluruh Indonesia. Sebanyak 66 siswa atau 16,5% di antaranya adalah siswa-siswa penerima beasiswa yang berasal dari Papua. Di tahun ajaran 2013/ 2014 ada 20 siswa asal Papua yang diterima untuk bersekolah di SMA “X”. Siswa-siswa tersebut berasal dari suku yang berbeda-beda. Sebanyak 14 siswa berasal dari suku Amungme, 3 siswa dari suku Kamoro, 1 siswa dari suku Merauke, 1 siswa dari suku Damal, dan 1 siswa dari suku Mee.

Para siswa dari Papua rata-rata menempuh pendidikan selama 4 tahun di SMA “X”, selama satu tahun pertama mereka mengikuti program matrikulasi. Kelas matrikulasi khusus dibuka untuk siswa-siswa dari Papua agar mereka bisa menyesuaikan baik dari segi akademis maupun budaya. Semua siswa yang bersekolah di SMA “X” tinggal dalam asrama. Asrama untuk para siswi dipisahkan dengan asrama untuk para siswa.

(17)

serta mereka bisa mengakrabkan diri namun mereka mengeluh dan merasa didiskriminasi dengan pengaturan itu, sebaliknya pada saat mereka digabung di kamar yang sama dengan siswa dari etnis lain mereka justru berkelompok lagi dengan sesama siswa dari Papua. Permasalahan yang muncul antara sesama siswa Papua cenderung berulang pada setiap angkatan yang masuk.

Penulis juga melakukan wawancara dengan dua orang siswa asal etnis Minahasa, seperti yang diungkapkan oleh guru BK, menurut mereka pada umumnya siswa-siswa dari Papua sulit berbaur dengan siswa dari etnis lain. Rata-rata siswa Papua bersikap pasif saat bertemu dengan siswa dari etnis lain baik di asrama maupun saat di sekolah, mereka terkesan kurang percaya diri, sulit mengungkapkan pikiran mereka dan suka menunduk saat berbicara secara personal.

(18)

Selain pengisian kuesioner komunikasi interpersonal, dilakukan wawancara dengan wali kelas matrikulasi dan 8 siswa Papua yang sedang mengikuti kelas matrikulasi. Menurut mereka, timbulnya masalah antar siswa Papua disebabkan karena komunikasi yang terjalin antar para siswa kurang efektif. Ketua kelas matrikulasi mengungkapkan bahwa beberapa teman sekelasnya cenderung bersikap pasif dalam berkomunikasi, mereka sulit untuk bereaksi secara terbuka terhadap apa yang diucapkan oleh pembicara, dan saat berbicara artikulasi mereka kurang jelas. Wali kelas matrikulasi melaporkan beberapa perkelahian terjadi karena kurangnya empati. Beberapa siswa dari Papua suka meremehkan secara terang-terangan bila ada siswa yang diminta guru untuk menyelesaikan soal di papan tulis. Sebanyak 6 orang (75%) siswa yang diwawancara merasa teman-teman dari Papua kasar saat berbicara dengan mereka. Selain itu, 3 siswi melaporkan bahwa teman-teman pria hampir selalu berbicara dengan intonasi yang keras.

Dari hasil kuesioner dan wawancara, bisa disimpulkan bahwa masalah para siswa dari Papua khususnya siswa-siswa kelas matrikulasi terletak pada kurangnya empati, kurangnya rasa kebersamaan dengan teman-teman, masalah kepercayaan diri, dan kurangnya keterampilan dalam berkomunikasi.

(19)

potong kompas/ bypassing (DeVito, 1997).

DeVito (2012) mengemukakan bahwa dalam berinteraksi dengan sesama, komunikasi tak dapat dihindari. Banyak waktu dan energi komunikasi yang dihabiskan untuk membina dan memelihara hubungan sosial. Hal yang membuat suatu hubungan tetap ada adalah kuantitas dan kualitas dari komunikasi yang terjadi dalam hubungan tersebut. Komunikasi adalah syarat untuk memelihara kepuasan dalam suatu hubungan (Alexander, 1973 dalam Nicotera). Komunikasi menjadi sarana yang penting untuk menunjang terjadinya proses transfer ilmu dan terbinanya hubungan sosial antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan guru dengan guru. Tanpa komunikasi, tujuan dalam dunia pendidikan mustahil untuk tercapai. Hal ini seturut dengan pendapat DeVito (2012) bahwa salah satu tujuan dari komunikasi adalah untuk memperoleh (ilmu) pengetahuan.

(20)

kepada pihak lain (DeVito, 1997).

Spitzberg dan Cupach (1989, dalam DeVito, 1997) berpendapat bahwa kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi – misalnya pengetahuan bahwa suatu topik layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi tidak layak bagi pendengar dan lingkungan lain. Pengetahuan tentang tatacara perilaku nonverbal – misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik – juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi. Menurut DeVito (1997), individu mempelajari komunikasi seperti belajar bagaimana tatacara makan dengan sendok dan garpu melalui pengamatan terhadap orang lain, melalui petunjuk eksplisit, melalui coba-coba, dan sebagainya. Dengan demikian, keterampilan untuk berkomunikasi antarbudaya secara efektif bisa dilatih. Salah satu cara untuk membantu para siswa Papua meningkatkan kemampuan dalam melakukan komunikasi antarbudaya secara efektif adalah dengan memberikan pelatihan (training) komunikasi antarbudaya.

(21)

digolongkan ke dalam dua kategori “western” dan “non-western” mengungkap bahwa terdapat peningkatan kualitas pelayanan setelah para tenaga medis dan pasien mengikuti pelatihan komunikasi antarbudaya (Harmsen, et.al., 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, Peneliti tertarik untuk merancang dan menguji coba suatu modul pelatihan komunikasi antarbudaya untuk siswa-siswa Papua di SMA “X” kota Tomohon.

Pelatihan sebagai metode belajar dipilih karena penggunaan pendekatan ini dianggap sesuai untuk mencapai keberhasilan karena tidak hanya memfasilitasi pemahaman pada konsep, melainkan menjadi sarana dalam mengembangkan suatu kemampuan tertentu (Silberman, 2006). Setelah diberikan pelatihan, diharapkan para siswa dari Papua bisa meningkatkan kemampuan komunikasi antarbudaya mereka.

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui apakah rancangan modul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya bisa meningkatkan kemampuan komunikasi antarbudaya para siswa di SMA “X” Tomohon yang berasal dari Papua?

1. 3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. 3. 1. Maksud Penelitian

(22)

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan komunikasi antarbudaya.

1. 3. 2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan modul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi antarbudaya siswa-siswa Papua di SMA “X” Tomohon.

1. 4. Kegunaan Penelitian

1. 4. 1. Kegunaan Teoritis

1) Modul pelatihan untuk memberikan informasi mengenai peningkatan kemampuan komunikasi antarbudaya.

2) Sebagai landasan informatif untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Psikologi Komunikasi dan Psikologi Lintas Budaya.

1. 4. 2. Kegunaan Praktis

1) Modul pelatihan diharapkan bisa membantu siswa-siswa dari Papua di SMA “X” Kota Tomohon untuk mengatasi masalah mereka dalam hal komunikasi antarbudaya.

2) Modul pelatihan ini diharapkan bisa meningkatkan kemampuan komunikasi antarbudaya.

(23)

dijadikan upaya pencegahan (prevensi) untuk angkatan-angkatan selanjutnya.

1. 5. Metodologi

Penelitian ini merupakan program evaluation research. Program evaluation research bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan suatu program berdasarkan tujuan-tujuan yang dicapainya (Raulin & Graziano, 2000).

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Design.

Penelitian dilakukan pada sekelompok siswa dari Papua di SMA “X” Tomohon. Sebelum dan setelah Pelatihan Komunikasi Antarbudaya dilaksanakan, dilakukan

pre-test dan post-test untuk mengukur kemampuan Komunikasi Antarbudaya dari para peserta pelatihan. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1.1 Rancangan Penelitian

(24)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 5. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka Peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Modul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi antarbudaya yang mencakup aspek kepercayaan diri, kebersatuan (immediacy), manajemen interaksi, daya ekspresi, dan orientasi kepada pihak lain dari siswa-siswa Papua kelas matrikulasi tahun 2013 yang mengikuti pelatihan ini.

2. Rancangan modul Pelatihan Komunikasi Antarbudaya secara umum mendapatkan reaksi positif dari siswa-siswa dari Papua kelas matrikulasi tahun 2013 di SMA “X” Tomohon yang menjadi peserta pelatihan ini.

(25)

5. 2. Saran

5. 2. 1. Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka Peneliti mengajukan saran teoritis sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan dengan desain penelitian time series untuk membidik perubahan perilaku dari para siswa.

2. Aspek daya ekspresi merupakan aspek dengan skor yang terendah peningkatannya, sehingga perlu diberikan satu kegiatan pelatihan yang menitik beratkan pada aspek daya ekspresi.

3. Kegiatan ceramah dianggap terlalu panjang oleh beberapa peserta pelatihan, dengan demikian materi kegiatan ceramah perlu disajikan dengan cara yang lebih menarik lagi untuk menghindari kebosanan.

5. 2. 2. Saran Praktis

1. Agar pihak sekolah mengadakan Pelatihan Komunikasi Antarbudaya secara rutin kepada setiap siswa matrikulasi di SMA “X” Tomohon agar kemampuan komunikasi antarbudaya dari para siswa Papua lebih stabil.

2. Para guru dan siswa-siswa dari etnis lain diberikan pelatihan serupa untuk mendukung para siswa dari Papua dalam berinteraksi dengan orang-orang dari lingkungan sekolah dan asrama.

(26)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A., & Urbina, S. 1997. Psychological Testing. (7th ed.). New Jersey: Prentice-Hall. Inc.

Batista, Y. 2012. Games Indoor-Outdoor Paling Gress & Trik Modifikasi. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.

Blanchard, P. N. & Thacker, J. W. 2004. Effective Training: System, Strategies, and Practices. (2nd edition). New Jersey: Prentice Hall

DeVito, J. A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. (Edisi ke-5). Jakarta: Professional Books.

DeVito, J. A. 2012. Human Communication. (12th ed.). Boston: Pearson Education, Inc.

Djoht, D. R. 2002. Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Papua. Jurnal Antropologi Papua. Vol.1, No. 1. Hlm. 15.

Gage, N. L. & Berliner, D. C. 1984. Educational Psychology. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.

Graziano, A. M. & Raulin, M. L. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry. (4th ed.). Boston: Pearson Education Company.

Harmsen, H., Bernsen, R., Meeuwesen, L., Thomas, S., Dorrenboom, G., Pinto, D., Bruijnzeels, M. 2005. The Effect Of Educational Intervention On Intercultural Communication: Results Of A Randomised Controlled Trial.

The British Journal Of General Practice. Vol. 55. Hlm. 343–350.

Kirkpatrick, D. 1998. Evaluating Training Program. (2nd ed.). Boston: Berrete-Koehler Publisher, Inc.

Ko, H. C. & Yang, M. L. 2011. The Effects Of Cross-Cultural Training On Expatriate Assignments. Intercultural Comunication Studies. Vol. XX. No. 1. Hlm. 169. Orridge, M. 1996. 75 Ways To Liven Up Your Training: A Collection Of Energizing

(27)

Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. (edisi revisi). Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. (edisi ke-5). Jakarta: Erlangga.

Silberman, M. (2006). Active Training (3th ed.). San Fransisco: Pfeiffer.

Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence. (6th ed.). New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Syamsu, Y. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Vernoy, M., & Kyle, D. 2001. Behavioral Statistics in Action. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Walter, G.A., & Marks, S. E. 1981. Experiential Learning and Change: Theory, Design, and Practice. New York: John Wiley & sons.

(28)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

______.1999. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Http://www.komisiyudisial.go.id/Undang-Undang/Hukum%20Pidana/UU%20No%2039%20Thn%201999%20HAM.p df [07/08/2011]

______.2012. Sekilas Papua. Http://www.papua.go.id/viewdetailpage1/sekilas -papua.html [18/03/2013]

______.Tanpa Tahun. Dewan Perwakilan Rakyat Papua tentang Papua. Http://www.dprp.go.id/index.php?option=com_content&do_pdf=1&id=60& showall=1 [13/02/2012]

______.Tanpa Tahun. Visi dan Misi SMA Lokon.

Http://smalokon.com/index.php?id=info&kode=1 [07/08/2011]

Hermaya, R. D. A. 2007. Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal Terhadap Kesiapan Bintara POLRI Untuk Berkomunikasi Dengan Masyarakat Dalam Rangka Perpolisian Masyarakat di Polres Bandung Timur. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum membuka bisnis ini, kami sudah merencanakan rencana tata letak dimana kami memilih daerah bandung timur sebagai pusat bisnis agenda furniture yang bekanngan ini

Hasil yang diharapkan pada penelitian ini selaras dengan tujuan penelitian yang dapat mengetahui dan berhasil mengukur tingkat kesiapan proses pembelajaran SMK

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi fisik jaringan irigasi di daerah irigasi Limau Manis, sehingga akan

Internalisasi nilai karakter dalam diri siswa yaitu disiplin interprestasi 49,4 % kategori cukup, kerja keras 38,6 % kategori kurang, kreatif 46,6 % kategori cukup, mandiri 48

[r]

On the other hand, written corrective feedback get the excess of improving stude nts’ accuracy.. and providing a guideline with sufficient information for writing

ANALISIS KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI PADA LEMBAGA PERGURUAN TINGGI UNTUK MEMASTIKAN PELAYANAN BERKELANJUTAN (DS4) MENGGUNAKAN FRAMEWOK COBIT 4.1.. (STUDI KASUS:

Suatu perusahaan atau perbankkan yang sedang berkembang menjadi perusahaan yang besar, dituntut memiliki suatu jaringan koneksi yang saling terhubung untuk