6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa 2..1.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang memiliki arti
“sama”. Istilah communis sering sekali disebut sebagai asal mula kata komunikasi. Namun, membicarakan tentang berbagai definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar maupun definisi yang salah.
Pakar komunikasi sudah sangat banyak memberikan gambaran mengenai definisi komunikasi. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator atau orang yang menyampaikan pesan kepada komunikan atau orang yang menerima pesan dengan menggunakan sebuah media tertentu dengan haapan dapat menghasilkan sebuah efek.
Diana K.Ivy dan Phil Backlund (dalam Deddy Mulyana, 2012:76) menyampaikan pengertian komunikasi yang lain, yaitu komunikasi adalah proses yang terus menerus berlangsung dan dinamis menerima dan mengirim pesan dengan tujuan berbagi makna.
Halord Lasswell menggambarka komunikasi yang baik adalah denga menjawab pernyataan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?”. Pertayaan ini akhirnya menurunkan lima unsu komunikasi yang saling berkaitan, yaitu :
A. Sumber atau Komunikator
Sumber atau komunikator dapat berupa orang, lembaga, buku atau sejenisnya. Sedangkan komunikator merupakan seseorang atau pihak yang menyampaikan pesan menggunakan mdia yang tepat sehingga dapat mengubah perilaku komunnikan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam komunikasi massa, yag menjadi komuikator adalah lembaga atau organisasi. Lembaga yang dimaksud bisa berupa perusahaan penerbitan surat kabar atau majalah, stasiun televisi dan radio, serta lain sebagainya.
B. Pesan
Pesan sendiri memiliki arti sebagai sesuatu yang dikomunikasikan dari sumber atau komunikator kepada komunikan atau si penerima. Pesan memiliki 3 komponen, yaitu makna, symbol yang digunakan, serta bentuk pesan. Materi yang disampaikan bisa berupa lisan maupun tulisan, bisa juga berup lambang, gambar atau isyarat lainnya.
7
Dalam komunkasi massa, pesan berkaitan dengan materi yang disampaikan kepada khalayak melalui media massa. Materi pesan komunikasi massa dapat berupa format berita, pendapat, music, film, da lainnya. Pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka. Yang berarti pesan tersebut dapat diketahui dan dipahami oleh semua orang dari berbagai lapisan dan latar belakang social ekonomi yang beragam pula. Oleh karena itu pesan daam komunikasi massa harus dikemas semenark mungkin agar mudah dipahami oleh khalayak.
C. Media
Media menjadi penyalur sumber dalam menyampaikan pesan kepada penerima, baik secara verbal maupun non-verbal. Dalam komunikasi massa, media yang menjadi penyalur adalah :
1. Media Cetak
Pesan yang disampaikan melalui bahasa tertulis dan dukungan gambar atau foto. Media cetak berupa surat kabar, majalah dan buku.
Penerima pesan dengan menggunakan media cetak harus bersifat aktif dan melek huruf sebagai syarat utamanya.
2. Media Elektronik
a. Radio. Penerima pesan yang menggunakan media radio cenderung bersifat pasif. Untuk menikmati siaran radio, khalayak lebih santai. Siaran radio menggunakan music yang dominan sebagai ilustrasi dan efek suara untuk menambah efek mendramatisi pada pesan yang ingin disampaikan.
b. Televisi. Dari beberapa jenis komunikasi massa yang ada, televisi merupakan jenis yang paling popular. Televisi sendiri merupakan media audio-visual dan sangat dekat dengan penerima pesan karena mudah diakses dan sifatnya yang audio-visual.
c. Film. Produksi film tidak berkala dan bersifat fiktif. Namun, pesan-pesan dalam film tidak hanya sebagai penghibur penontonnya namun juga dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi program tertentu. Mengikuti perkembangan jaman, film tidak lagi hanya bisa dinikmati di bioskop saja, melainkan juga bisa dinikmati melalui televisi dan internet.
d. Media online. Keunggulan pada media online tidak hanya pada kecepatan informasinya, tetapi juga pada sifat interaktifnya dan multimedianya. Penerima pesan yang menggunakan media internet dapat terlayani kebutuhannya dalam bentuk apapun karena mereka dapat mengakses surat kabar, majalah, jurnal, buku, mendengarkan music, menonton televisi, mendengarkan radio, ataupun menonton film hanya melalui internet.
3. Komunikan
8
Komuikan adalah penerima psan yang menjadi sasaran pengirim pesan. Dalam komunikasi massa, komunikan adalah orang-orang yang membaca majalah, mendengarkan radio, menonton televise, menonton film, jug orang-orang yang menggunakan internet.
Charles Wright mengelompokkan beberapa ciri dari komunikan pada komuikasi massa, yaitu :
a. Large. Jumlah komunikan pada komunikasi massa sangat banyak dan tersebar di berbagai lokasi.
b. Heterogen. Komunikan pada komunikasi massa berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka memiliki pekerjaan, umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, strata social, agama yang beragam.
c. Anonim. Komunikan umumnya tidak saling kenal dengan komunikator atau sumber pengirim pesan. Mereka tidak berinteraksi satu sama lain.
4. Efek
Efek adalah sesuatu yang terjadi setelah penerima pesan menerima pesan dari pengirim pesan. Dampak tersebut berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam diri penerima pesan sebagai akibat terpaan pesan-pesan media massa. Menurut Berlo, klasifikasi dampak perubahan yang dialami peerima pesan setelah mengikuti pesan-pesan media massa dapat dibedakan atas ranah pengetahuan, sikap, dan perilaku nyata. Komuikasi massa juga memiliki beberapa fungsi di masyarakat. Robert K. Merton mengemukakan fungsi tersebut yaitu :
a. Fungsi nyata. Adalah fungsi yang nyata diinginkan.
b. Fungsi tidak nyata atau tersembunyi. Fungsi yang tidak diinginkan. Sehingga jika kita ambil kesimpulannya, pada setiap fungsi social yang ada dalam masyarakat memiliki efek yang fungsional dan disfungsional.
2.1.2 Komunikasi Massa
Effendy (1993:91), mengatakan bahwa komunikasi massa merupakan suatu tindakan komunikasi yang pelaksanaannya dilakukan melalui media masa modern, dimana media tersebut menjangkau beberapa contoh yang antara lain surat kabar di mana ia mempunyai jangkauan yang luas, juga siaran radio dan broadcast yang memiliki pasar seperti masyarakat umum, serta film yang ditayankan di bioskop. Kemudian menurut West & Turner (2011:41), komunikasi massa adalah komunikasi pada masyarakat dalam jumlah besar melalui berbagai saluran komunikasi.
Oleh sebab itu, konteks komunikasi massa mencakup saluran komunikasi
9
serta masyarakat umum. (Mc Quail, 2012:62) menjelaskan komunikasi mass memiliki tujuan untuk persebaran konten yang disampaikan oleh lembaga atau kelompok tertentu yang penyampaiannya menggunakan alat teknologi.
Adapun ciri-ciri dari komunikasi massa adalah sebagai berikut : a. Pesan Bersifat Umum
Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa, atau pendapat.
Akan tetapi, tidak semua fakta bisa dimuat oleh media, pesan tersebut harus dirangkai secara menarik dalam bentuk apapun dan merupakan pesan yang penting.
b. Komunikan Anonym dan Heterogen
Sasaran komunikasi massa sangat luas, heterogen, anonym. Hal ini dikarenakan jumlahnya banyak dan tersebar, tidak dibatasi oleh jarak dan geografis. Disebut geografis karena terdiri atas berbagai lapisan masyarakat yang berbeda. Sedangkan anonym dimana masing-masing khalayak tidak saling mengenal meskipun mereka menerima pesan yang sama di saat bersamaan.
c. Komunikator Terlembaga
Komunikator bergerak di dalam organisasi yang komplek dimana terdapat beberapa orang. Organisasi tersebut menyerupai system, dimana system tersebut ialah sekelompok orang atau media yang melakukan kegiatan pengolahan, penyimpanan, menuangkan ide atau gagasan dan menjadikan pesan dengan adanya pengambilan keputusan bersama yang akhirnya menjadi sumber informasi.
d. Menimbulkan Keserempakan
Arti keserempakan menurut Effendy (1981) adalah keserempakan kontak dengan penduduk dari jarak yang jauh, serta penduduk tersebut berada dalam keadaan yang terpisah satu sama lain. Keserempakan ialah pemahaman mengenai pesan yang diterima dalam waktu yang bersamaan atau serempak.
e. Bersifat Satu Arah
Komunikasi massa mempunyai kekurangan dan keunggulan, hal tersebut dikarekan komuikasinya besifat satu arah saja, tidak terdapat komunikasi antara pengirim dan penerima pesan.
f. Peralatan Teknis yang terbatas
Komunikasi massa bergantung pada peralatan teknis yang digunakan. Salah satunya dalam penggunaan media cetak, pihak penerima hanya bisa melihat dan membaca saja.
g. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper
10
Gatekeeper berperan sebagai penyebar informasi melalui media massa. Fungsinya untuk mengurangi, menambah, mengemas agar informasi mudah dipahami oleh massa. Serta menginterpretasikan, menganalisis, menambah atau mengurangi informasi sehingga informasi yang dipublish ke massa lebih memiliki kualitas.
2.1.2.1 Konteks-Konteks Komunikasi
Indikator paling umum untuk mengklasifikasi komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi.
Salah satu pendekatan untuk membedakan koteks-konteks komunikasi adalah pendekatan situasional yang dikemukakan oleh G.R Miller (mulyana 2008:78)
Kategori Jumlah Komunikator
Derajat Kedekatan Fisik
Saluran Indrawi yang tersedia
Kesegeraan Umpan Balik
Banyak Rendah Minimal Paling
Tertunda
Komunikasi Massa
Komunikasi Organisasi
Komunikasi Publik
Komunikasi kelompok kecil
Komunikasi antarpribadi
Komunikasi interpribadi
Satu Tinggi Maksimal Paling segera
11
Tabel 2.1 Kategori yang digunakan dengan pendekatan situasional untuk membedakan jenis-jenis komunikasi
Sumber: Casandra L. Book, ed. “Human Communication: Principles, Context, and Skills”. New York: St. Martin’s Press. 1980, hlm. 110 (dalam
Mulyana,2008:78)
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa ada beberapa perbedaan antara komuikasi massa dengan tingkatan komunikasi yang lainnya. Yang paling jelas terlihat adalah perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi antarpribadi. Dalam berkomunikasi antarpribadi, komunikasinya dapat mengontrol pesan atau topik pembicaraan. Tetapi berbeda dengan komunikasi massa, yang mengatur topic pada pembicaraan adalah komunikator. Dalam penyampaian pesan, komunikasi yang dilakukan pada tingkatan komunikasi antarapribadi dapat saling bertanya dengan luwes.
Namun, berbeda dengan komunikasi massa, hal tersebut jarang bahkan hampir tidak ada keluwesan di dalamnya. Komunikan bisa saja memberikan umpan balik, namun tetap tidak bisa seluwes komunikasi antarpribadi karena umpan balik non-verbal yang diberikan tidak dapat tertangkap oleh pemberi pesan.
a. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi ini adalah komunikasi dengan diri sendiri, contohnya adalah seperti berfikir. Salah satu cara agar berkomunikasi dengan orang lain bergantung dengan bagaimana cara manusia berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Komunikasi intrapribadi ini menjadi salah satu landasan sebelum berkomuikasi dalam konteks antarpribadi, meskipun terkadang tidak disadari.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi ini adalah komunikasi antara orang dengan bertemu secara langsung (face to face), yang memungkinkan untuk merespon rekasi orang lain secara langsung yang baik secara verbal mmaupun non- verbal. Bentuk khusus komunikasi ini adalah komunikasi diadik yang hanya melibatkan dua orang seperti aku dan kamu. Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk mengajak orang lain, karena komunikator dapat meggunakan semua panca indra untuk mempertinggi daya bujuk melalui pesan. Komunikasi antarpribadi dapat menjadi komunikasi paling berperan sampai kapan pun, selama manusia hidup.
c. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok biasanya digunakan dalam komunikasi kelompok kecil yang bersifat tatap muka. Umpan balik dalam
12
komunikasi kelompok dapat langsung direspon oleh komunikan yang lainnya. Dengan sendirinya, komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi (Littlejohn,1996:19)
d. Komunikasi Publik
Tubbs dan Moss (1977) dalam Mulyana (2014:82) mengatakan bahwa komunikasi publik dilakukan antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang. Komunikasi publik bersifat lebih formal.
Pendengar dalam komunikasi publik cenderung lebih pasif. Bahkan, umpan balik non-verbal terkadang hanya diberikan kepada khalayak yang ada di barisan depan.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi ini terjadi di dalam organisasi, bisa bersifat formal maupun non-formal. Komunikasi organisasi sering kali melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi dan juga terkadang komunikasi publik.
f. Komunikasi Massa
Komunikasi ini sering kali menggunakan media massa, baik cetak maupun non-cetak atau elektronik. Pesannya bersifat umum, disampaikan secara serentak dan cepat.
2.2 Film Sebagai Komunikasi Massa
Komunikasi dapat terjadi jika ada media atau sarana sebagai jalan yang mewadahi. Sarana tersebut merupakan wadah untuk membuat, mendaurulang, atau menyebarkan serta menyampaikan pesan atau informasi. Interaksi manusia hanya dapat terjadi jika ada sarana komunikasi atau media komunikasi, maka memang media komunikasi ini sangat diperlukan. Penentuan media komunikasi ini bisa menghasil kan beberpa hal, seperti mempermudah jalannya penyampain informasi bahkan menghambat, karena media komunikasi adalah alat saja untuk menyampaikan informasi. Menggunakannya dengan tepat adalah peran komunikator. Komunikator di zaman modern sekarang mungkin sudah familiar dengan salah satu media komunikasi audio visual dengan cerita yang tertata atau film.
Film adalah sebuah sarana atau media komunikasi yang ditayangkan menggunakan teknologi elektronik dengan penyampaian informasi menggunakan audio dan visual sekaligus (Aw, 2010:227-228). Cerita dalam film selalu merupakan cermin dari kehidupan masyarakat yang ditata sedemikian rupa yang lalu dipancarkan ke dalam layar sehingga dapat dilihat dan dinikmati oleh pendengaran juga pengelihatan penonton (Sobur, 2004:126-127).
Masyarakat dapat merefleksikan diri menggunakan film tentang lingkungan sosial, politik, asmara, bahkan bisa menggunakan film sebagai
13
cerminan diri, secara singkat film adalah cerminan kehidupan. Sehingga penggunaan film sering dijadikan sebuah sarana untuk memberi suatu wawasan untuk mencerahkan dan mendidik serta menjelaskan apa-apa saja yang terjadi dalam seluruh segi kehidupan melalui informasi atau pesan di dalamnya.
2.2.1 Film sebagai Media Komunikasi Budaya
Film dikatakan oleh (Jowwett dan Linton, 1980) mempunyai pengaruh besar atas perubahan yang terjadi dalam masyarakat bahkan bisa dikatakan film merupakan salah satu akar dari sumber kebudayaan. Banyak orang yang membahas film di luar media yang digunakan oleh film seperti buku, podcast, lagu hingga seminar. Maka, bisa dikatakan film merupakan sebuah entitas yang menciptakan busaya massa.
Film mendapatkan peran yang besar sebagai sumber kebudayaan yang menghasilkan buku, kartun strip, lagu dan bintang televisi. Oleh karena itu, film adalah sebuah pencipta budaya massa (Jowett dan Linton, 1980).
Hal ini dipertegas oleh McQuail yang menjelaskan beberapa fungsi film dalam bukunya, yakni:
a. Film memiliki potensi untuk menjadi sarana atau media sumber informasi, pesan bahkan pengetahuan, penonton film di sini dapat menggali informasi tentang fenomena atau peristiwa kondisi masyarakat tidak hanya di daerahnya saja namun seluruh dunia.
b. Film juga memiliki potensi untuk menawarkan nilai-nilai yang berupa warisan kebudyaan atau norma. Sehingga dapat diartikan masyarakat bisa tergerak untuk mewarisi nilai dalam film melalui pesan tertentu yang disampaikan dalam film.
c. Film tidak sekadar sebagai pelempar isu budaya atau sekadar mensosialisasikannya namun juga berpotensi untuk menjadi media berkembangnya suatu kebudayaan.
d. Pengembangan film bisa melalui bermacam bentuk, entah itu dalam kesenian yang bermain dalam bahasa simbol bahkan bisa juga berfungsi untuk menghadirkan media yang membungkus norma-norma, tata cara, gaya hidup dan mode.
Fungsi-fungsi diatas dapat tersampaikan jika ada persamaan persepsi unsur- unsur budaya. Lahirnya pesan yang berfungsi sebagaimana disebutkan diatas biasanya melalui unsur-unsur budaya yang berasal dari suatu kebudayaan di mana film itu lahir. Hal itu sangat bergantung pada pembuat film, lingkungan ia dibesarkan, pendidikan yang ia enyam dan lain-lain sangant mempengaruhi kebudayaan dalam film itu.
C. Kluckholn (dalam Koenjtaraningrat, 1986:203) menjelaskan unsur-unsur budaya itu sebagai berikut.
14 a. Bahasa
Suatu modal komunikasi yang dapat berupa lisan hingga tulisan.
b. Sistem pengetahuan
Pengetahuna yang terikat pada ruang dan waktu kebudayaan itu bertumbuh atau lahir.
c. Organisasi sosial
Sebuah sistem yang memungkinkan manusia untuk hidup berkelompok.
d. Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem ini meliputi sistem yang memudahkan hidup manusia dalam tempat tertentu. Peralatan hidup dan teknologi ini meliputi alat bekerja, moda transportasi hingga jenis khas suatu daerah akan makanan dan minumannya hingga sandangnya juga tempat tinggalnya. Termasuk alat mempertahankan diri dari marabahaya yang disebut senjata.
e. Sistem mata pencaharian hidup
Sistem yang terbentuk dalam masayarakat demi menghasilkan modal untuk memenuhi kebutuhan hidup.
f. Sistem religi
Sistem hubungan vertikal antara manusia dengan tuhan yang terbentuk pada masyarakat tertentu.
g. Kesenian
Kesenian juga merupakan unsur budaya di mana seni disetiap tempat memiliki khas yang berbeda dipengaruhi ruang dan waktu tempat atau daerah tertentu.
2.2.2 Film Sebagai Penyampai Pesan
McQuail dalam Handi (2015) menyebutkan bahwa pesan yang terkandung dalam film muncul berdasarkan atas dasar keinginan untuk mempresentasikan kondisi masyarakat, oleh karena itu banyak film yang mengambil tema atau fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Film juga dignakan sebagai media dukasi karena film memiliki kemampuan utuk menarik perhatian masyarakat. Pendapat ini lebih menekankan fungsi pendidikan dalam sebuah karya film, karena pada dasarnya film tidak hanya dibuat untuk menghibur saja namun juga mengedukasi dan memberikan pegetahuan akan budaya.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa film sebagai media penyampai pesan. Pesan yang disampaikan juga tidak hanya infomatif namu juga terdapat pesan yag mengdukasi dalam gambaran di dalam film, baik dari segi etika, norma, serta budaya yang baik dalam film untuk penontonnya.
15 2.3 Makna Tanda Dalam Pesan 2.3.1 Definisi Makna
Makna akan selalu terkandung dalam seluruh entitas yang ada di dunia ini termasuk kata yang diucapkan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
(Surdayat, 2009:13) menjelaskan bahwa Ogden dan Richards membari definisi pada makna yang diartikan sebagai sebuah kausalitas yang terjadi antara lambang dengan sesuatu yang disebut dengan acuan atau referen.
Kausalitas antara lambang dan acuan ini mempunyai sifat yang tak langsung. Namun berbeda halnya antara lambang dengan refrensi juga refrensi dan acuan, mereka memiliki sifat yang langsung.
Saussure (1994) mengemukakan pendapatnya yang mana makna merupakan suatu paradigma atau pengertian atau pandangan atau konsep pada tanda yang terkandung pada linguistik. Jika dalam KBBI, makna diartikan sebgai maksud yang dikemukakan oleh penyampai pesan.
Jika ditilik dari pandangan linguistik, maka makna dapat memiliki pengertian apapun yang selama itu dikaji dan kemudian mencapai hasil pengertian yang dilakukan oleh manusia, (Hornby dalam Surdayat, 2009:13).
Secara linguistik makna diartikan sebagai apa saja yang diartikan oleh manusia (Hornby dalam Sudaryat, 2009:13). Penekanan dilakukan oleh Rakhmat (1996) dalam (Sobur 2014:20) tentang definisi makna yang ia katakan bahwa para ahli telah mencapai sebuah kesepakatan atas sifat maknna yang subjektif. Makna bergantung pada siapa yang memaknai, siapa yang memaknai tentu memiliki latar belakang hingga pengalaman yang sangat mempengaruhi untuk memberi sebuah konklusi pengertian makna.
Ogden dan Richards (dalam Sudaryat, 2009:14) menjelaskan definisi makna menjadi 14 rincian, yaitu:
1. Suatu yang intrinsik;
2. Hubungan dengan benda-benda lain yang unik dan sulit dianalisis;
3. Kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus;
4. Konotasi kata;
5. Suatu esensi, suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek;
6. Tempat sesuatu di dalam suatu sistem;
7. Konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita mendatang;
8. Konsekuensi teoritis yang terkandung dalam sebuah pernyataan;
9. Emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu
10. Sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih;
11.
16
a. Efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus asosiasi- asosiai yang diperoleh;
b. Beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yang pantas;
c. Suatu lambang seperti yang kita tafsirkan;
d. Sesuatu yang kita sarankan;
e. Dalam hubungannya dengan lambang penggunaan lambang yang secara aktual dirujuk;
12. Pengunaan lambang yang dapat merujuk terhadap apa yang dimaksud;
13. Kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan yang kita maksudkan;
14. Tafsiran lambang;
a. Hubungan-hubungan;
b. Percaya tentang apa yang diacu;
c. Percaya kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya.
Inti dari apa yang kemukakan diatas oleh Ogden dan Richards, makna berarti hubungan antara kata dan benda yang bersifat intrinsik dimana berada dalam suatu sistem dan diproyeksikan ke dalam bentuk lambang (Warsidi, 2014-11).
Dari pengertian-perngertian makna yang telah disampaikan di atas maka bisa disimpulkan bahwa makna adalah hubungan antara kata dengan konsep, serta benda atau sesuatu hal yang dirujuk.
2.3.2 Jenis Makna
Pateda (dalam Abdul Chaer, 2009:59) membagi jenis makna menjadi 25 jenis makna, yaitu afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna ideasional, makna intensis, makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptal, makna konstruksi makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis.
Berbeda dengan Pateda, Leech (dalam Abdul Chaer, 2009:59) membaginya ke dalam tuhuh tipe makna, yaitu makna konseptual, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna tematik.
Sudaryat (2009:22) membagi jenis-jenis makna menjadi dua bagian besar, yaitu makna leksikal dan makna struktural. Selanjutkan makna leksikal ini dibagi lagi menjadi makna langsung dan makna kiasan. Sudaryat (2009:22) menggambarkan ragam makna tersebut dalam bentuk bagan.
17
Umum
Gambar 2.1 Ragam Makna Sudaryat
2.3.3 Definisi Tanda
Semiotik menurut Cobley dan Jenz adalah istilah kata yang berasal dari bahasa Yunani “Semeion” yang memiliki arti tanda atau “Seme”
yang memiliki arti penafsiran.
Sedangkan menurut Eco, semiotik didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai objek, peristiwa, dan seluruh kebudayan sebagai tanda (Sobur, 2006:95).
Tanda sendiri memiliki artian yaitu sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain, atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesautu, dengan memakai segala apapu n yang dipakai untuk mengartikan sesuatu yang lainnya.
Pierce (dalam Berger, 2000:1) mengatakan bahwa tanda merupakan pegangan seseorang akibat ketertarikan dengan tanggapan atau kapasitasnya. Dikatakan pula bahwa tanda juga didefinisikan sebagai yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Zoest, 1993:1).
Sebenarnya, tanda sendiri adalah bentuk dari representasi dari gejala yag memiliki sejumlah kriteria, seperti nama, peran, fungsi, tujuan, dan keinginan tanda ada dimana-mana. Begitu juga dengan benda-benda yang ada di sekitar kita, seperti lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Kata pun juga disebut sebagai tanda.
MAKNA
Leksikal Struktural
Langsung Kiasan Gramatikal Tematis
Khusus Konotatif Afektif Stilistik Reflektif Kolokatif Idiomatikal
18
Beberapa definisi mengenai semiotik sudah dikemukakan oleh beberapa ahli semiotik, baik berupa definisi secara etimologi dan terminologi, diantaranya adalah:
a. Charles Sanders Pierce
Pierce mendefinisikan bahwa semiotik sebagai sesuatu hubungan diantara tanda, objek dan makna (Sobur, 2003:16).
b. Van Zoest
Menurut Zoest, semiotik adalah ilmu tanda dan segala yang berhubungan dengan cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimnya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Sobur, 2001:96).
c. Saussure
Semiologi menurut Saussure adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan dengan demikian menjadi bagian dari disiplin psikologi sosial (Sobur, 2001:12).
Semiotik memiliki peran melakukan interogasi terhadap kode yang dipasang oleh pemberi kode agar penerima kode bisa mengerti makna yang dimaksud oleh pemberi kode dalam sebuah teks (Sobur, 2003: 11).
Sobur mengatakan dalam bukunya (2003:100-101) bahwa semiotik memiliki beberapa macam semiotik yang bertahan hingga sekarang setidaknya ada sembilan macam, yaitu:
a. Semiotik analitik
yaitu merupakan semiotik yang menganalisis tanda. Semiotik ini memiliki objek tanda kemudian dianalisis menjadi ide, obyek dan makna. Ide yang dianalisis disebut sebagai lambang, sedangkan untuk makna sendiri adalah beban yang ada di dalam lambang yang nantinya mengacu pada suatu objek tertentu.
b. Semiotik deskriptif
Semiotik ini merupakan semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang ada sejak dahulu kala namun tetap disajikan dan digunakan hingga saat ini.
c. Semiotik faunal zoosemiotic
yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
d. Semiotik naratif
Semiotik ini merupakan semiotik yang membahas sistem tanda dalam narsi yang berwujud mitos dan cerita lisan.
e. Semiotik natural
Bisa juga disebut dengan semiotik khusus yang membedah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Berbeda dengan semiotik natural, semiotik
19
normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
f. Semiotik sosial
Semiotik ini khusus membeda sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang. Sedangkan semiotil struktural adalah semiotik yang khusus membeda sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
g. Semiotik cultural
Semiotik ini khusus digunakan untuk membeda sistem tanda yang ada dalam kebudayaan suatu masyarakat tertentu. Biasanya, budaya yang akan diteliti memiliki perbedaan dengan kebudayaan di wilayah tertentu.
Barthes menjelaskan dalam teorinya bahwa teori semiotik dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi sendiri merupakan tingkat petandaan yang menjelaskan hubungan penanda dengan petanda dalam relaitas, sehingga menghasilkan makna emplisit, langsung dan pasti. Sedangkan konotasi merupakan tingkatan petanda yang menjelaskan mengenai hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan juga tidak pasti (Yusvita Kusumarini, 2006).
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurutnya, mitos ada pada tingkat kedua penandaan. Tanda tersebut akan muncul menjadi petanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentu tanda baru setelah terbentuknya sistem sign-signifier-signified. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi sebuah makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi sebuah mitos.
2.4 Semiotika Roland Barthes
Penggagas teori semiotika adalah Ferdinand de Sausurre (1857- 1913). Hal ini dijelaskan oleh (Muslimin, 2016:209) yang mengatakan teori Sausurre menyeburkan bahwa tanda adalah sebuah entitas yang bagaikan koin yang terdiri dari dua sisi. Dua sisi itu ia sebut sebagai penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah sesuatu yang dapat dilihat di permukaan atau yang muncul di permukaan seperti wujud karya arsitektur, kalau petanda adalah makna-makna yang cocok atau diungkapkan lewat jalur konsep, nilai-nilai atau fungsi yang terkandung.
Semiotika dikatakan olehj Saussure sebagai sebuah ilmu yang mengkhususkan bahasannya untuk mengkaji tentang perantanda untuk menafsirkan atau menjadi bagaian daripada kehidupan sosial.
Pemikiran Sausurre ini diteruskan oleh Roland Barthes. Roland Barthes meneruskan teori Sausurre dengan menambahkan mitos. Selain itu
20
ia juga mengenmbangkan teori semiotika Sausurre dengan membagi dua penandaan menjadi dua tingkat, yang ia sebut dengan denotasi dan konotasi.
Denotasi merupakan penandaan yang berada dalam tingkatan yang memaparkan kausalitas antara penanda dengan petanda kepada realitas, hasilnya adalah pemaknaan ekplisit, konkrit dan pasti. Bedanya dengan konotasi adalah pemaknaannya yang tidak ekplisit serta juga tidak pasti. Hal itu dijelaskan oleh (Yusita Kusumarini, 2006 dalam Muslimin, 2016:211).
Tidak berhenti disitu, Barthes menambahkan entitas yang masuk dalam aspek lain yakni mitos yang menandai sesuatu simbol dalam masyarakat.
Jelasnya ketika suatu tanda memiliki sebuah makna yang disebut dengan konotasi lalu makna itu mengalami sebuah perkembangan menjadi makna denotasi, maka perubahan akan terjadi pada makna denotasi itu yang bertransformasi menjadi mitos. Teori inilah yang digunakan oleh peneliti.
Gambar 3.1 Peta Tanda Roland Barthes
(Konotasi) Sistem
Makna Sekunder
Sekunder
(Denotasi) Sistem Primer
Makna Primer
Sumber: Barthes 1964. “Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya”. Benny H.Houd
Book. Hlm 179
2.5 Fragmen Gambar Film (Roland Barthes)
Pada beberapa hal yang menjadi pencarian teoritis bahwa sebuah filmis tidak dapat dilacak oleh film yang sedang diputar atau film dalam keadaan apa adanya. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merasa terpesona, ataupun terperdaya oleh tayangan gambar-gambar yang di pajang di luar bioskop. Yang menjadi pengingat bukanlah hal-hal yang berkaitan dengan gambar-gambar tersebut, tetapi lebih kepada imajinasi ketika melihat gambar-gambar tersebut. Penjabaran singkat tersebut merupakan reproduksi dari suatu opini umum perihal fragmen gamdar dalam sebuah film, yang hanyya dianggap sebagai produk sampinga.
Ekspression 2 (Bentuk)
Contenu 2 (Isi) Expression 1
(Bentuk)
Contenu 1 (Isi)
21
Filmis yang spesifik merupakan filmis tentang masa yang akan datang, tidak adanya gerakan imaji-imaji tetapi terlihat dalam makna ketiga yang tidak terartikulasi, makna ketiga ini tidak ditemuin dalam foto yang sederhana ataupun gambar figuratif sebab keduannya tidak memiliki horizon diegesis, yaitu kemungkinan konfigurasi yg telah dijelaskan sebelumnya.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penilit menggunakan penelitian terdahulu milik alumni UIN Alauddin Makassar, Dewi Inrasari. Pada saat kuliah ia mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Judul Skripsi yang ia tulis ialah Representasi Nilai Budaya Minangkabau dalam Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.
Kesimpulan yang didapatkan oleh Dewi adalah dalam film yang ditelitinya budaya Minangkabay diwujudkan secara persis. Perwujudan itu melalui adat yang disuguhkan di banyak adegan, pakaian dan bahasa. Pesan yang ditonjolkan dalam penelitian ini menurut Dewi adalah kritik sosial yang begitu matrilineal serta materialistis.
Perbedaan dengan penelitian itu ialah budaya yang diambil. Dewi menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metodi analisi teks media kalau peneliti di sini menggunakan pendeketan penelitian kualitatif dengan mode interpretatif. Alat uji teorinya pun juga berbeda, jika Dewi menggunakan teori Semiotika Charles Sander Pierce, peniliti memilih untuk menggunakan teori semiotika yang dikemukaan oleh Roland Barthes.