164 TINGKAT PEMANFAATAN DAN AKSESIBILITAS KAWASAN INDUSTRI
BAWEN
–
PRINGAPUS TERHADAP JALAN TOL SEMARANG-
SOLOCatherine Wahyu NW
Mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada Jl. Grafika 2,Kampus UGM Yogyakarta, 55281 Telp:(0274)545675
E-mail: cath.wahyu@gmail.com
Danang Parikesit
Pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada Jl. Grafika 2, Kampus UGM Yogyakarta, 55281 Telp:(0274)545675
dparikesit@ugm.ac.id
Abstract
One of the goals Semarang-Solo toll road development is to increase the access of industrial area around Semarang - Solo toll road, one of them is Bawen and Pringapus Industrial Area in Kabupaten Semarang. The phenomenon that occurs is still a lot of industrial vehicles that pass the National Road. This study aims to find out utilization rate the Semarang-Solo toll road by Bawen - Pringapus Industrial Area, and measure level of accessibility. A combined measurement procedure was carried out between activity-related measured and infrastructure-based measured, whereby the trips generated divided by impedance or restriction of the connection road network. Impedance of the infrastructure in the form of distance, travel time, service level and road performance. The utilization of the toll roads through commercial areas is 23%,. Accessibility Index of Bawen Industrial Area is 36.32 and Pringapus Industrial Area is 7.31.
Keywords: accessibility, toll road, ac, activity-based measure, infrastrcture-based measure Abstrak
Pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo salah satu tujuannya untuk meningkatkan akses kawasan industri di sekitar jalan tol Semarang – Solo, salah satunya adalah Kawasan Industri Bawen dan Pringapus di Kabupaten Semarang. Namun fenomena yang terjadi adalah masih banyaknya kendaraan industri yang melewati Jalan Nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan jalan tol Semarang-Solo oleh Kawasan Industri Bawen – Pringapus, dan mengukur seberapa besar tingkat aksesibilitasnya. Penelitian dilakukan metode pengukuran gabungan antara activity based measured dan infrastructure based measured, dimana perjalanan yang dihasilkan oleh suatu kawasan dibagi dengan impedance atau hambatan jaringan jalan penghubung dari kawasan strategis menuju gerbang tol terdekat. Impedance infrastruktur berupa jarak, waktu tempuh, tingkat pelayanan dan kondisi perkerasan. Tingkat pemanfaatan jalan tol oleh kawasan industri adalah sebesar 23%, dan Indeks aksesibilitas Kawasan Industri Bawen adalah 36,32 dan Kawasan Industri Pringapus 7,31.
Kata Kunci: aksesibilitas, jalan tol, activity-based measure, infrastrcture-based measure.
LATAR BELAKANG
Kawasan Jogya-Solo-Semarang (Joglosemar) merupakan kawasan yang memiliki potensi yang cukup besar di bidang ekonomi dan sosial, sehingga diperlukan pembangunan infrastruktur jalan tol Semarang – Solo untuk meningkatkan mutu pelayanan publik di bidang transportasi guna meningkatkan kegiatan ekonomi dan sosial yang menghubungkan antar simpul-simpul pusat pertumbuhan. Kawasan-kawasan tersebut terdapat gabungan sektor-sektor unggulan yang strategis yaitu industri, pariwisata, pertanian, dan perikanan.
165 Namun setelah beroperasi sejak tahun 2011 hingga saat ini masih banyak pengguna jalan terutama kendaraan besar seperti truck, trailer, kurang memanfaatkan jalan tol, dan masih memilih jalan nasional sebagai rute perjalanannya, sehingga pengurangan beban jalan nasional Semarang – Solo belum optimal. Terutama kawasan industri di sepanjang koridor jalan nasional seperti enggan menggunakan jalan tol.
Berangkat dari fenomena tersebut, dirumuskan beberapa masalah yang perlu untuk diteliti yaitu seberapa besar tingkat pemanfaatan jalan tol Semarang – Solo oleh kawasan industri di sekitarnya, dan bagaimanakah akses kawasan industri tersebut terhadap Jalan Tol Semarang – Solo.
Tujuan dari penelitian ini dengan mengetahui tingkat pemanfaatan dan tingkat aksesibilitas kawasan industri terhadap Jalan Tol Semarang – Solo, diharapkan dapat memberikan masukan kepada BPJT dan BPIW dalam menangani permasalahan yang menjadi kendala pemanfaatan jalan tol oleh kawasan – kawasan di sekitar jalan tol Semarang - Solo. Selain itu diharapkan pula pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dapat lebih mengoptimalkan infrastruktur guna menunjang pemanfaatan jalan tol Semarang – Solo terhadap perkembangan wilayah.
Lokasi penelitian ditetapkan adalah kawasan strategis di sekitar koridor Jalan Tol Semarang – Solo seksi II yang terletak di wilayah Kabupaten Semarang. Kawasan indsutri yang menjadi sasaran pnelitian adalah Kawasan Industri Pringapus dan Kawasan Industri Bawen yang dilalui oleh Jalan Tol Semarang – Solo.
Penelitian mengenai Tingkat Pemanfaatan dan Aksesibilitas Kawasan Industri Bawen dan Pringapus tehadap Jalan Tol Semarang – Solo belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal yang membedakan penelitian ini berbeda dengan penelitian – penelitian sejenis sebelumnya antara lain :
1. metode penghitungan indeks aksesibilitas menggunakan metode gravity dimana fungsi distance decay yang digunakan adalah fungsi power,
2. variabel yang digunakan dalam penelitian ini lebih banyak karena tdak hanya memperhitungkan waktu tempuh atau jarak tempuh saja, tetapi juga memperhitungkan kondisi infrastruktur (jaringan jalan) pendukung,
3. output atau hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa indeks aksesibilitas dan komponen-komponen aksesibilitas yang berpengaruh.
METODOLOGI
Geurs dan Ritsema (2001) mendefinisikan aksesibilitas : sejauh mana penggunaan lahan dan sistem transportasi memungkinkan (kelompok) individu untuk mencapai kegiatan atau tujuan dengan menggunakan satu atau beberapa moda transportasi. Geurs dan Ritsema juga mengelompokkan cara Pengukuran Aksesibilitas menjadi tiga yaitu :
1. Infrastructure-based ccessibility measures. Pengukuran berdasarkan infrastruktur, yang digunakan untuk menganalisa kinerja dari infrastruktur transportasi. Tipe pengukuran berupa kecepatan rata-rata, level kemacetan dan rata-rata tundaan. Pengukuran berdasarkan infrastruktur ini biasanya digunakan pada studi transportasi dan perencanaan infrastruktur;
166 2. Activity-based accessibility measures. Pengukuran berdasarkan aktivitas, digunakan untuk menganalisa tentang peluang yang ada terhadap distribusi spasialnya dan hambatan perjalanan antara asal dan tujuan. Pengukuran berdasarkan aktivitas ini lebih jauh dapat dibagi menjadi pengukuran secara geografi (potensial) dan pengukuran time-space. Pengukuran aksesibilitas secara geografis menganalisa aksesibilitas pada tingkat makro.
3. Utility-based accessibility measures. Pengukuran ini digunakan untuk menganalisa keuntungan inidvidual yng berasal dari sistem guna lahan – transportasi. Pengukuran jenis ini digunakan dalam studi – studi ekonomi.
Selanjutnya Geurs dan Ritsema membagi komponen aksesibilitas menjadi empat yaitu : 1. Transport component
2. Land use component 3. Temporal Component 4. Individual Component
Tabel 1 Pengelompokan Metode Pengukuran dan Komponen Aksesibilitas Menurut Geurs dan Ritsema
Component Measure
Transport Component
Land-use Component
Temporal Component Individual Component Infrastructure-based
measures
Average travel time;
Travelling speed;
Vehicle hours lost in congestion
Peak hour period 24-hour period
Trip-based statification (e.g.
homework, business trips) Activity-
based measures
Geographi- cal measures
Travel time and/or travel costs between locations of activities, typically using a distance
decayfunction
Distribution of opportunities in space (e.g. number of jobs per zone or grid)
Travel time and costs may differ between hours of the day, between days of the week, or seasons
Strsification of the population (e.g. by income, educational level)
Time-space measures
Travel time Distribution of opportunities in space
Temporal constraints for activities and time available for activity participation are accounted for
Accessibility is analused at individual or household level Utility-based measures Travel time between
locations of activities, using a distance decay function
Distribution of opportunities in space
Travel time and costs may differ between hours of the day, between days of the week, or seasons
Utility is estimated for population groups or at individual level
Sumber : Geurs dan Ritsema (2001)
Pengukuran Aksesibilitas berdasarkan Activity Based dan Infrastructure Based Measure dengan Model Gravity
Pengukuran aksesibilitas berdasarkan model grativitas ini dikembangkan oleh Hansen (1959), yang memasukkan faktor daya tarik seperti faktor pemisah (separation factor).
Pengukuran ini menggunakan pengukuran yang menerus yang digunakan untuk menghitung kesempatann (opportunities) dengan meningkatkan waktu atau jarak dari zona asal. Data yang diutuhkan dalam pengukuran aksesibilitas dengan gravity model adalah ukuran dan lokasi dari tarikan serta waktu perjalanan atau jarak antar zona di wilayah studi.
Persamaan yang dikembangkan dari persamaan diatas menjadi :
167
∑ ⁄ (1)
dimana = aksesibilitas gerbang tol = jumlah perjalanan kawasan j
= travel time dari kawasan j menuju gerbang tol terdekat (i)
= jarak dari kawasan j menuju gerbang tol terdekat (i)
= travel cost dari kawasan j menuju gerbang tol terdekat (i)
= level of service jaringan jalan dari kawasan j menuju gerbang tol terdekat (i)
= kondisi perkerasan jaringan jalan dari kawasan j menuju gerbang tol terdekat (i)
Bisri (2012) dalam jurnal penelitiannya tentang Pengukuran Indeks Aksesibilitas Di Kota Depok Dengan Gravity Model, yang meneliti indeks aksesibilitas menggunakan metode gravity yang diformulakan oleh Hansen (1959), yaitu dengan membagi jumlah populasi dengan faktor impedance berupa jarak dan waktu tempuh. Selanjutnya Sikki (2016) yaitu dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Aksesibilitas Wilayah Hinterland Terhadap Pusat Kawasan Bisnis Di Ibukota Kabupaten Bombana, melihat keterkaitan indeks aksesibilitas terhadap potensi pertambahan penduduk, yang juga model gravity yang dikembangkan oleh Hansen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan industri Bawen dan Pringapus adalah kompleks industri yang hasil produksinya berskala inernasional dan merupakan komoditi ekspor, maka jumlah pergerakan yang dihasilkan oleh kedua kawasan ini cukup tinggi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap pergerakan kendaraan angkutan barang selama satu jam di Kawasan Industri Pringapus dan Bawen, maka dapat diperoleh besaran pergerakan yang dihasilkan oleh kedua kawasan seperti pada Tabel 1.
Tabel 2. Jumlah dan Komposisi Pergerakan Kawasan Industri Bawen dan Pringapus
No. Kawasan Industri
Jumlah
Pergerakan Bangkitan Tarikan Komposisi Kendaraan
LV MHV LT
1. Bawen 116 61 55 54 42 20
2. Pringapus 227 149 128 140 50 37
Tingkat Pemanfaatan Jalan Tol Semarang – Solo
Untuk mengetahui besarnya tingkat pemanfaatan jalan tol oleh kedua kawasan industri ini maka dilakukan pengisian kuesioner kepada responden yaitu driver kendaraan industri.
Dari hasil kuesioner tersebut ternyata hanya 23% dari pelaku perjalanan menggunakan tol Semarang – Solo melalui gerbang tol terdekat (Gerbang Tol Ungaran dan Gerbang Tol Bawen). Sementara 77% sisanya memilih menggunakan jalan nasional III baru kemudian masuk ke Gerbang Tol Tembalang (Tol Semarang Kota). Besarnya pemanfaatan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
168 Gambar 1 Pemanfaatan Jalan Tol melalui Gerbang Tol Terdekat
Tingkat Aksesibilitas Kawasan terhadap Jalan Tol Semarang – Solo
Tingkat aksesibilitas kawasan dapat diketahui dari besarnya nilai indeks aksesibilitas.
Indeks aksesibilitas ini menggambarkan tingkat aksesibilitas dari masing – masing kawasan strategis terhadap gerbang tol terdekat. Nilai indeks aksesibilitas ini diperoleh dengan cara membagi antara jumlah bangkitan interzonal dengan nilai impedansi dari jaringan jalan yang menghubungkan antara kawasan strategis dengan gerbang tol terdekat.
Nilai impedansi ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 3. Nilai Impedansi Jaringan Jalan Penghubung Kawasan Industri dengan Gerbang Tol Semarang – Solo Terdekat
No. Kawasan Industri
GT Terdekat
Faktor Impedansi Distance Travel
Time Cost Level of Service
Road Performance Index
1. Bawen Bawen 13 25 23.911 0,45 4,55
3. Pringapus Ungaran 4,3 7 7.909 0,36 4,48
Selanjutnya perlu dicari nilai parameter friction masing – masing faktor impedansi yang diperoleh dengan cara membagi antara actual volume dengan probability interchange.
Actual volume adalah volume kendaraan yang melewati gerbang tol terdekat. Probability interchange adalah volume kendaraan interzona yang kemungkinan akan menggunakan gerbang tol terdekat apabila faktor impedensi tidak memiliki kekuatan atau pengaruh sebagai pemisah lagi. Rasio antara actual volume dengan probability interchange kemudian dibandingkan dengan faktor impedansi sehingga akan diperoleh besaran parameter masing – masing faktor impedansi. Hasil dari perhitungan parameter faktor impedansi dapat dilihat pada Tabel 4.
169 Tabel 4. Nilai Parameter dari Faktor Impedansi
Faktor Imedansi Distance Travel Time Cost Level of Service
Road Performance Index
Nilai Parameter 0,26 0,11 0,46 0,08 0,65
Setelah diperoleh nilai faktor impedansi dan nilai parameter masing – masing faktor impedansi, maka selanjutnya dapat dihitung besarnya indeks aksesibilitas dengan menggunakan rumus Persamaan 1, sehingga diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks Aksesibilitas Kawasan terhadap Jalan Tol Semarang - Solo
Komponen Simbol Kawasan Industri
Pringapus Bawen
Produk Bangkitan P1 136 259
Actual Volume P2 31 58
Distance d 13,00 4,30
Parameter Jarak α 0,26 0,26
Friction Distance d^α 1,95 1,46
Time : Dibagi 60 t 0,42 0,12
Parameter Time β 0,11 0,11
Friction Time t^β 0,91 0,79
Cost c 23,91 7,91
Parameter Biaya γ 0,46 0,46
Friction Cost l^γ 4,24 2,56
Level Of Service l 0,45 0,36
Parameter LOS δ 0,08 0,08
Friction LOS l^ δ 0,94 0,92
Iri/Rci p 4,55 4,48
Parameter Performance σ 0,65 0,65
Friction Performance p^ σ 2,66 2,63
Friction Total 18,65 7,14
Indeks Aksesibilitas 7,31 36,32
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa indeks aksesibilitas Kawasan Industri Bawen lebih tinggi daripada indeks aksesibilitas Kawasan Industri Pringapus yaitu 36,32 dibandingkan 7,31. Dari Tabel 4 dapat diketahui faktor impedansi yang paling berpengaruh dari kedua kawasan ini adalah faktor impedansi biaya, dapat dilihat bahwa friction cost pada kawasan industri Pringapus adalah lebih tinggi secara signifikan yaitu 4,24 dibandingkan friction cost pada kawasan industri Bawen yang hanya sebesar 2,56. Oleh karena itu, supaya indeks aksesbilitas di Kawasan Industri Pringapus meningkat, maka biaya perjalanan perlu ditekan dengan cara memperpendek jarak dan waktu tempuh. Sementara itu pada Kawasan Industri Bawen, faktor impedansi yang sangat berpengaruh pada nilai indeks aksesibilitas adalah road performance, yang meliputi nilai IRI/RCI serta geometri jalan. Untuk menuju gerbang tol Bawen, harus melewati jalan menanjak, berbeda apabila menggunakan Gerbang Tol Tembalang, jalan yang dilalui cenderung landai. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
170 Gambar 2. Indeks Aksesibilitas Kawasan Industri terhadap Jalan Tol
KESIMPULAN
Setelah melakukan analisa dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpuan dari penelitian ini, antara lain :
1. Tingkat pemanfaatan jalan tol Semarang – Solo oleh kawasan industri di sekitarnya masih tergolong rendah yaitu hanya berkisar 23%. Sementara 77% sisanya masih menggunakan jalan nasional dan kemudian baru masuk Gerbang Tol Tembalang (Tol Semarang Kota)
2. Indeks aksesibilitas Kawasan Industri Pringapus sebsar 7,31 lebih rendah dari indeks aksesibilitas Kawasan Industri Bawen.
3. Faktor impedansi yang sangat berpengaruh secara signifikan terhadap indeks aksesibilitas Kawasan Industri Pringapus adalah biaya perjalanan, dengan nilai friction sebesar 4,24.
4. Faktor impedansi yang paling besar pengaruhnya terhadap aksesibilitas Kawasan Indsutri Bawen adalah kinerja jaringan jalan penghubung dengan nilai friction sebesar 2,65.
5. Untuk meningkatkan pemanfaatan jalan tol Semarang – Solo perlu dibuat gerbang tol tambahan khusus industri pada di sekitar Kawasan Industri Pringapus.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan, 2012, “Pengukuran Indeks Aksesibilitas di Kota Depok dengan Gravity Model”, Jurnal Nusaputra, hlm. 1-10, www.jurnalnusaputra.ac.id (tanggal akses 10 Mei 2017)
Bhat Et.Al, 2000, Urban Accessibility Index : Literatur Review, Technical Report, Texas Departement Of Transportation, Www.Researchgate.Net/Publication
171 Bhat Et.Al, 2002, Development Of An Urban Accessibility Index: Formulations, Aggregation, And Application, Technical Report, Texas Departement Of Transportation, Https://Www.Researchgate.Net/Publication
Bhat Et.Al, 2000, Urban Accessibility Index : Literatur Review, Technical Report, Texas Departement Of Transportation, Www.Researchgate.Net/Publication
Black, J.A. and Blunden,W.R., 1984, “The Land Use/Transport System”, Pergamos Press, Australia
Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, 2004, Tentang Laporan Utama Analisis Dampak Lingkungan, Semarang : Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah
Fotheringham, Stewart A., 2012, Spatial Structure and Distance-Decay Parameters, Annals of the Association of American Geographers, Vol. 71, No. 3 (Sep., 1981), pp.
425-436
Geurs, K.T., Van Eck, J.R. Ritsema, 2001, Accessibility Measure : Review Dan Appication, Urban Research Centre, Utrecht University
Geurs, Karts, T., Van Wee, Bert, 2004, Accessibility Evaluation Of Land-Use And Transport Strategies:Review And Research Directions, Journal Of Transport Geography, Vol 12, 127 – 140
Geurs, Karts, T., Van Wee, Bert, 2011, Discussing Equity and Social Exclusion in Accessibility Evaluations, EJTIR, Issue 11(4) September 2011 pp. 350-367
Geurs, K. T., Dentinho, T., & Patuelli, R., 2016, Accessibility, equity and efficiency. Part 1: Introduction. In K. T. Geurs, R. Patuelli, & T. Dentinho (Eds.), Accessibility, equity and efficiency. Challenges for transport and public services (pp. 3-8). (Nectar Series on Transportation and Communications Network Research). Northampton, USA: Edward Elgar.
Hansen, Walter G., 1959, How Accessibility Shapes Land Use, Journal Of The American Institute Of Planners, 25:2, 73-76
Hansen, Walter G., 1959, Accessibility and Residential Growth, Massachusetts Institute Of Technology
Nancy, HO Wing Hei, 2011, Land Use And Transport: How Accessibility Shapes Land Use, Dissertation, The Department of Urban Planning and Design The University of Hong Kong
Sikki, Muslimin M., 2016, Analisis Aksesibilitas Wilayah Hinterland Terhadap Pusat Kawasan Bisnis Di Ibukota Kabupaten Bombana, Tesis S2, Pascasarjana Universitas Haluoleo, Kendari