EFEK VARIASI WAKTU PLANETARY BALL MILL (PBM) PADA SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR, SIFAT FISIS DAN
MAGNET
SKRIPSI
DAHNIAR HASIBUAN 100801011
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
EFEK VARIASI WAKTU PLANETARY BALL MILL (PBM) PADA SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR, SIFAT FISIS DAN
MAGNET
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
DAHNIAR HASIBUAN 100801011
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
PERSETUJUAN
Judul : Efek Variasi Waktu Planetary Ball Mill (PBM) pada Serbuk NdFeB terhadap Mikrostruktur, Sifat Fisis dan Magnet.
Kategori : Skripsi
Nama : Dahniar Hasibuan
Nomor Induk Mahasiswa : 100801011
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika
Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2014
Diketahui/ Disetujui
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing
Dr. Marhaposan Situmorang Prof. Dr. Zuriah Sitorus, M.S
NIP. 195510301980031003 NIP. 195607261984032003
PERNYATAAN
Efek Variasi Waktu Planetary Ball Mill (PBM) pada Serbuk NdFeB terhadap Mikrostruktur, Sifat Fisis dan Magnet.
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2014
Dahniar Hasibuan 100801011
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelasikan tugas akhir. Salawat beriring salam teruntuk Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi teladan dalam menjalani kehidupan.
Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dn Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan diatas penulis mengerjakan tugas akhir dengan judul : “ Efek Variasi Waktu Planetary Ball Mill (PBM) pada Serbuk NdFeB terhadap Mikrostruktur, Sifat Fisis, dan Magnet “.
Yang dilaksankan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Penulis menyadari bahwa selama proses hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Zuriah Sitorus, M.S, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Perdamean Sebayang M,Sc, selaku dosen di LIPI yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Bambang Widyatmoko, M.Eng, selaku kepala Laboratorium Pusat Penelitian Fisika PPF-LIPI Serpong.
4. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara, Drs. Syahrul Humaidi, MSc. selaku Sekertaris Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara, dan seluruh staf pengajar beserta pegawai administrasi di Departemen Fisika yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan.
6. Bu’ Ayu Yuswita, S.Si, Pak Candra Kurniawan, S.Si, Mas Lukman Faris, Amd, selaku pembimbing lapangan yang telah memberi bimbingan, waktu, dan tenaga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Pak Toto, Pak Didi, Pak Priyo, Pak Muljadi, Pak Agus dan Pak Akhir yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.
8. Keluarga besar Pusat Penelitian Fisika LIPI : Prof Masno Ginting, Ibu Ani, Pak Boiran, Mas Baim, Pak Satpam dan seluruh staf LIPI yang telah memberikan pelayanan dan bantuan yang luar biasa kepada penulis selama melaksanakan penelitian disana.
9. Terkhususnya kedua orang tua saya mamaku tersayang Ratna harahap dan ayah tercinta Alm Dirman Hasibuan yang telah membesarkan, mendidik saya sampai sekarang dan tak henti-hentinya memberi motivasi baik materi maupun moril serta perhatian.
10. Kepada SAHABAT dan teman saya seperjuangan selama di LIPI Citra Wara Br Sinuraya, Eka Sari, Usi Damayanti, Lya Oktavia, Ruth Mentari, Theresia Simanjuntak, Ataran Hadiman, Lasmini, Juliana, Zaylani Ray, Siti Nuraini, kak Delovita, dan kak Yola. “trima Sahabatku dan kakak sudi kiranya bertukar pikiran kepada penulis, telah memberi dukungan smangat, dan motivasi selama penelitian”
11. Kepada Sahabat tercinta Putri Permata sari, Nurlayla Hannum, Maysarah Yuniar, Annisa Alfiani, Riki Efendi, Maizal Isnen, Ikhwanuddin, Rifyan Rinaldi Harahap, Latipa Hairani Hasibuan, Sartika Sari Harahap, dan yang selalu memberi smangat dan do’a kepada penulis.
12. Kepada saudara penulis satu-satunya abang tercinta Juhari Hasibuan yang selalu memberi saya motivasi baik materi maupun moril.
13. Kepada saudari penulis Kak Kholijah Hasibuan, Kak Sopiani, Kak Etti Sahara, Eli Yanti Hasibuan dan smua abang ipar penulis yang telah memberi motivasi baik materi maupun moril.
14. Kepada keponaanku Aidil Ikhzan, Ahmad Fauzi Pardomuan, Rizky Dwi Harayani, Fauziah, Erich Afansyah, Heri syaputra, Aldo dan Aldy. Terimasih do’a dan selalu menghibur penulis.
15. Kepada kak Dila yg slalu beri masukan dan untuk seluruh kaka dan abang 07.
16. Kepada teman-teman stambuk 010, adek-adek 013.
17. Seluruh keluarga besar Ikatan Mahasiswa Fisika.
Akhirnya penulis menerima masukan dan saran yamg membangun dari pembaca agar ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2014
EFEK VARIASI WAKTU PLANETARY BALL MILL (PBM) PADA SERBUK NdFeB TERHADAP MIKROSTRUKTUR, SIFAT FISIS DAN
MAGNET
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan magnet permanen tanah jarang (NdFeB) dengan variasi waktu miling menggunakan PBM. Metode penggilingan yang digunakan adalah miling basah dan miling kering, dengan perbandingan bola 1 : 10. Untuk metode miling basah, ditambahkan proses pengeringan serbuk selama 10 jam, dengan temperatur 60oC di dalam vakum bertekanan 11 mb. Tahapan selanjutnya adalah pencetakan dengan menambahkan Celuna (WE-518) sebanyak 5% dari berat serbuk NdFeB dan dilakukan secara isotropi menggunakan magnetic field pres. Tekanan sebesar 25 kgf/cm2. Tahapan terakhir adalah proses curing dengan temperature 180oC (vakum, tekanan 11 mb) ditahan selama 1 jam. Karakterisasi yang dilakukan meliputi : analisa XRD, fluks density dengan gaussmeter, pengukuran densitas serbuk, pengukuran bukl density, morfologi NdFeB dengan SEM, dan pengukuran particle size analyzer (PSA). Dari hasil pengukuran dapat diketahui bahwa waktu miling PBM (Planetary Ball Mill) adalah 3 jam, dengan nilai bulk density 5,896 g/cm3 (miling basah) dan 5,981g/cm3 (miling kering), densitas 7,75 g/cm3 (miling basah) dan 7,79 g/cm3 (miling kering) dan distribusi partikel 10,74 µm (miling basah) dan 13,12 µm (miling kering) dan memiliki fluk density 1058,2 Gauss (miling kering) dan 977,5 Gauss (miling basah). Selain itu dari hasil analisa XRD di dapat bahwa serbuk yang dihasilkan mengalami perubahan fasanya dan mikrostrukturnya, semakin lama dimiling pori-porinya semakin sedikit.
Kata Kunci : Planetary Ball Mill, NdFeB, ukuran partikel, flux density.
EFFECTS OF PLANETARY BALL MILL TIME (PBM) NdFeB OF POWDER MICROSTRUCTURE, PROPERTIES PHYSICAL AND MAGNET
PROPERTIES ABSTRACT
This research has been conducted on the manufacture of permanent rare earth magnets (NdFeB) with the variation of time miling using PBM. The method used is the wet milling and dry miling, with ball ratio 1: 10. Miling For wet method, add the powder drying for 10 hours, with temperatures of 60 ° C in a vacuum pressure 11 mb. The next stage is to add printing Celuna (WE-518) as much as 5% of the weight of NdFeB powder and isotropy done using a magnetic field pres. Pres of 25 kgf/cm2. The final stage is the curing temperatures of 180 ° C (vacuum, pressure 11 mb) held for 1 hour. Characterization performed included:
XRD analysis, the flux density with Gaussmeter, powder density measurement, measurement bukl density, morphology NdFeB with SEM, the measurement of particle size analyzer (PSA). From the measurement results it can be seen that the time miling PBM Planetary Ball Mill) is 3 hours, with a bulk density value of 5.896 g / cm 3 (wet miling) and 5.981g/cm 3 (dry miling), density of 7.75 g / cm 3 (wet miling) and 7.79 g / cm 3(dry miling) and 10.74 lm particle distribution (wet miling) and 13.12 lm (dry miling) and fluk density 1058.2 Gauss (dry miling) and 977.5 Gauss (wet miling). In addition, from the results of XRD analysis on the resulting powder can that experience. microstructure, the longer miling pores less.
Keywords: Planetary Ball Mill, NdFeB, particle size, flux density.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Lembar Pengesahan ii
Pernyataaan iii
Penghargaaan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xi
Daftar Lampiran xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Tujuan Penelitian 3 1.4. Batasan Masalah 3
1.5. Manfaat Penelitian 3 1.6. Sistematika Penulisan 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet 5
2.2. Pengertian Medan Magnet 6
2.1.1 Momen Magnetik 6 2.1.2 Induksi magnetik 7 2.1.3 Kuat medan Magnetik 8 2.3. Macam-Macam Magnet 8
2.4. Bahan Magnetik 9
2.4.1. Bahan Diamagnetik 9 2.4.2. Bahan Paramagnetik 10 2.4.3. Bahan Ferromagnetik 11
2.5. Perbedaan Magnet Permanen dan Non Permanen 12 2.6. Jenis-Jenis magnet Permanen 14 2.7. Sifat-Sifat Magnet 15 2.8. Sifat Fisis Magnet NdFeB 15
2.8.1. Karakteristik Terhadap Temperatur 15 2.8.2. Ketahanan Terhadap Korosi 16 2.9. Unsur Pemadu pada Nd2Fe14B 16
2.10. Planetary Ball Mill (PBM) 20 2.11. Celuna (WE-518) 20 2.12. Aplikasi 20 2.13. Spesifikasi Magnet NdFeB MQ-B+ 10118-7 21
2.14. Karakterisasi 22 2.14.1. Produk Energi Maksimum (BH)maks 22
2.14.2. Grafik Histerisis 23
2.14.3. X-Ray Diffraction (XRD) 23
2.14.4. Scanning Electron Microscope (SEM) 24
2.14.4.1. Elektron Sekunder 27
2.14.4.2. Elektron Terhambur
(Backscattered Electron- BSC) 27
2.14.5. Densitas 28
2.14.5.1 Densitas Serbuk 28
2.14.5.2 Bulk density 29
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian 30
3.2. Peralatan dan Bahan 30
3.2.1 Alat 30
3.2.2 Bahan 31
3.3. Diagram Alir Penelitian 32
3.4. Proses Planetary Ball Mill 33
3.5. Pembuatan Sampel Uji 33
3.6. Proses Curing 33
3.7. Karakterisasi Hasil 33
3.7.1. Uji Densitas Serbuk 34
3.7.2. Bulk Density 34
3.7.3. Particle Size Analyzer 35
3.8. Sifat Magnet 35
3.9. Analisa Mikrostruktur 35
3.9.1. SEM (Scanning Elactron Microscope) 35
3.10. Struktur Kristal 36
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Hasil Penelitian 37
4.1.1. Sifat Fisis 37
4.1.1.1. Particle Size Analyzer 37
4.1.2. Densitas 38
4.1.2.1. Densitas Serbuk 38
4.1.2.2. Bulk Density 41
4.1.3. Analisa Mikrostruktur 42
4.1.4. Hasil Kuat Medan Sifat Magnet 44
4.1.5. Hasil X-ray Diffraktion 46
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 48
5.2. Saran 49
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Arah momen magnetik bahan non magnetic 7 Gambar 2.2 Arah momen magnetik bahan magnetic 7 Gambar 2.3 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik
sebelum diberi medan magnet luar 10
Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah
diberi medan magnet luar 10
Gambar 2.5 Grafik Histerisis 13
Gambar 2.6 Grafik Histerisis Hard Magnetic Material 13 Gambar 2.7 Grafik histerissi Soft Magnetic Material 14 Gambar 2.8 Arah Partikel Acak (Isotropi) 14 Gambar 2.9 Arah Pertikel Searah (Anisotropy) 14 Gambar 2.10 Magnet Magnet NdFeB yang telah dicoting / Pelapisan 16 Gambar 2.11 Struktur Kristal Boron dengan Sel Satuan Ikosahedral. 17
Gambar 2.12 Struktur Diboron 18
Gambar 2.13 Ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B 19
Gambar 2.14 Ikatan B-B,BB-B dan B-H-B 19
Gambar 2.15 Kurva (BH) Diturunkan dari Kuadran Kedua Loop
Histerisis 22
Gambar 2.16 Siklus Histeresis 23
Gambar 2.17 Difraksi dari Bidang Kristal 24
Gambar 2.18 Skema Prinsip Dasar SEM 26
Gambar 2.19 Piknometer Berukuran 50 ml, Bagian yang Lonjong
Diatas Adalah Tutupnya. 28
Gambar 2.20 a) toluene menempati piknometer seluruhnya
b) Vb menunjukkan volume yang ditempati oleh sampel 29 Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan magnet permanen NdFeB 32
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Diameter terhadap Waktu miling
(a) Wet Miling (b) Dry Miling 37
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Densitas Serbuk terhadap
Waktu Miling 39
Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Diameter terhadap
Densitas Serbuk (a) Wet Miling (b) Dry Miling 40 Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Bulk Density terhadap
Waktu miling 41
Gambar 4.5 Hasil Analisa SEM Pellet NdFeB 43 Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kuat Medan Magnet terhadap
Waktu Miling 44
Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Kuat Medan Magnet terhadap
Densitas Serbuk 45
Gambar 4.8 Analisa XRD tanpa Miling 46
Gambar 4.9 Analisa XRD Setelah Dimiling 47
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Spesifikasi Magnet NdFeB MQP-B+ 10118-7 21 Table 4.1 Data Pengujian Densitas Serbuk NdFeB 39 Table 4.2 Data Pengujian Bulk Density Magnet NdFeB 41
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Gambar Bahan dan Peralatan Penelitian 52
LAMPIRAB 2 Data Sheet Serbuk NdFeB 56
LAMPIRAB 3 Data Percobaaan 57
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan bahan magnet meningkat dengan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Perkembangan yang dramatis di bidang magnet ini terjadi sejak di temukannya bahan magnet permanen berbasis tanah jarang (rare earth permanent magnets) seperti NdFeB, RECo, dan REFeB. Saat ini bahan magnet permanen digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik atau sebaliknya. (Evi yulianti, 2005) Energi yang dapat dihasilkan oleh magnet permanen sangat menguntungkan, karena energi yang dihasilkan cukup tinggi dan tanpa efek pencemaran lingkungan. (Pudji Irasari, 2007) Secara umum kualitas magnet permanen yang utama ditandai oleh beberapa parameter, diantaranya adalah remanensi magnetic (Br), koersivitas magnetic (Hc), energy produk maksimum (BHmax), densitas fluxs magnet, temperature curie, dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, magnet permanen dapat dibuat dari beberapa macam material, seperti logam bahkan keramik. Masing-masing memiliki kualitas dan karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada tujuan aplikasinya. (Candra kurniawan, 2013) Aplikasi dari magnet tanah jarang NdFeB ini banyak dipergunakan dalam banyak bidang, seperti pada peralatan elektronik, motor listik, sensor tranduser, industri otomotif, industri pertokimia, produk peralatan kesehatan dan lain-lain. Penggunaan dalam bidang otomotif juga meningkat dengan cepat setiap tahunnya, seperti pada sistem electric power steering.
Aplikasi pada sensor seperti untuk mendeteksi kecepatan dan putaran. (Novrita 2006)
Magnet permanen berbasis fasa Nd2Fe14B merupakan jenis magnet permanen menarik yang memiliki kualitas magnet terbaik saat ini, dengan energy produk maksimum (BHmax) mencapai 50 MGOe. (D. W. Scott, B. M. Ma, Y. L.
Liang, and C,O. Bounds 1996) Memiliki karakteristik magnet yang tinggi, dalam
aplikasinya magnet NdFeB dapat berukuran lebih kecil. Magnet ini juga dapat menggantikan penggunaan magnet samarium cobalt pada beberapa aplikasi, khususnya penggunaan pada temperatur kurang dari 80oC. (Novrita, 2006)
Selain keunggulan-keunggulan yang telah dikemukakan diatas, magnet ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu suhu curienya relative rendah dan ketahanan terhadap korosi yang rendah, sehingga sulit untuk diaplikasikan pada suhu tinggi. (Julia, 2011)
Untuk menunjang perkembangan teknologi yang semakin pesat dan canggih tersebut, maka, proses pada penelitian ini akan dipelajari mekanisme proses pembuatan magnet permanen berbasis logam tanah jarang (NdFeB) melalui penerapan proses efek variasi waktu miling Planetary Ball Mill (PBM) pada serbuk NdFeB terhadap mikrostruktur, sifat fisis dan magnet.
Pada penelitian ini akan ditambahkan toluena pada saat penggilingan basa (wet miling) dan mengaliri gas argon pada penggilingan kering (dry miling) untuk mencegah terjadinya proses oksidasi (korosi) sebagai bahan yang akan melindugi NdFeB dari korosi udara pada saat penggilingan dilakukan. Pada saat pencetakan sampel ditambahkan WE-518 (Celuna) sebagai bahan perekat. Disamping itu waktu penggilingan akan di variasikan sesuai dengan bahan NdFeB yang mudah terkorosi sehingga waktu milingnya juga harus betul-betul diperhatikan.
Proses curing dalam pembuatan magnet permanen berbasis NdFeB adalah salah satu hal terpenting yang dapat mempengaruhi sifat dan kualitas magnet permanen yang di hasilkan. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan magnet permanen NdFeB dengan menggunakan Planetary Ball Mill, kompaksi , curing dan magnetisasi. Bahan baku yang digunakan adalah NdFeB komersial type MQP – B+ 10118-70. Pada saat kompaksi serbuk dilakukan secara isotropi. Proses curing ditetapkan pada temperatur 180oC, dimana pada temperatur tersebut ditahan selama 1 jam. Besaran yang diamati adalah densitas serbuk, Partikel Size Analyzer (PSA), bulk density, kuat medan magnet dan analisa mikrostrukturnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh waktu miling Planetary Ball Mill pada penggilingan serbuk NdFeB untuk mencapai tingkat kehalusan tertentu dan magnetnya tetap kuat.
2. Bagaimana pengaruh ukuran partikel melalui Planetary Ball Mill terhadap mikrostruktur, densitas dan sifat magnetnya ?
3. Bagaimana sifat fisis dan mikrostruktur dari magnet NdFeB ? 1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek milling Planetary Ball Milling pada pembuatan magnet permanen NdFeB.
2. Mengetahui perbandingan mikrostruktur, densitas dan sifat magnet serbuk NdFeB sebelum dan sesudah di miling Planetary Ball Milling.
1.4. Batasan Masalah
Batasan malasah dalam penelitian ini adalah :
1. Sampel yang digunakan adalah NdFeB MQP – B+ 10118-70
2. Variasi waktu miling selama 0,5 jam - 5 jam dengan prose PBM (Planetary Ball Milling)
3. Karakterisasi bahan NdFeB hasil yang akan dilakukan meliputi:
a. Metode SEM, untuk mengetahui mikrostruktur dari serbuk NdFeB sebelum dan sesudah dimilling dengan Planetary Ball Milling.
b. Metode XRD, untuk mengetahui mikrostuktur.
c. Karakterisasi ukuran partikel yang telah dimilling dengan Planetary Ball Milling (PBM) menggunakan Partikel Size Analyzer (PSA)
1.5. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui teknik pembuatan magnet NdFeB melalui proses Planetary Ball Mill.
2. Meningkatkan kemampuan teknik pembuatan magnet permanen.
3. Sebagai referensi bagi penelitian selajutnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibuat sesuai urutan bab serta isinya yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan malasah, tujuan penelitian, batasan masalah, mamfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 Teori Dasar
Teori dasar berisi materi-materi pendukung penelitian yang terdiri atas, kemagnetan bahan, unsur pemadu NdFeB, histerisis magnet, sifat-sifat magnet, metode Planetary Ball Miling (PBM).
BAB 3 Metode Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, serta langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini.
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil-hasil penelitian dan pembahasannya.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Penutup berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran yang berkaitan dengan hasil kesimpulan penelitian.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet. Di dalam kehidupan sehari-hari kata “magnet” sudah sering kita dengar, namun sering juga berpikir bahwa jika mendengar kata magnet selalu berkonotasi menarik benda. Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh obeng besi) hanya dengan sebuah magnet, misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya dilengkapi dengan sifat magnet sehingga memudahkan untuk mengambil benda yang jatuh di tempat yang sulit dijangkau oleh tangan secara langsung.
Bahkan banyak peralatan yang sering digunakan, antara lain bel listrik, telepon, dinamo, alat-alat ukur listrik, kompas yang semuanya menggunakan bahan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer.
Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua
logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet.
Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi.
2.2. Pengertian Medan Magnet
Medan magnet adalah aktifitas energi yang mengakibatkan interaksi sesama benda feromagnetik. Medan magnet erat kaitannya dengan garis flux, karena garis flux inilah yang menggambarkan intensitas medan magnet itu sendiri, satu garis flux disebut satu Maxwell, dalam Sistem Internasional (SI) satu weber terdiri dari 108 flux, sehingga 1 wb = 108 Mx. Faraday menyimpulkan bahwa ditiap kutub terdapat ribuan titik-titik kutub dimana tiap garis flux terkoneksi dari kutub utara menuju selatan dari satu titik menuju satu titik yang lain yang masing masing terhubung dengan garis-garis flux.
Banyaknya garis flux yang melintas di area tertentu dalam lingkungan medan magnet disebut flux density (B) atau dikenal dengan induksi magnetik.
Satu gauss adalah satu garis flux yang melintasi sepanjang 1 cm2. Dalam Sistem Internasional (SI) 10.000 garis flux dinyatakan dalam satu tesla tiap cm2, sehingga didapatkan persamaan 1 tesla = 10.000 gauss.
Gaya yang menyertai magnet sehingga menghasilkan garis-garis flux disebut dengan kuat medan magnet (magnetic field strength) dinyatakan dalam H atau disebut juga gaya magnetisasi. Satu oersted (Oe) dihasilkan ketika dua buah kutub ditempatkan dalam satu cm, menyebabkan gaya tolak sebesar 1 dyne (senti meter gram), harus diketahui bahwa induksi magnetik dan kuat medan magnet berhubungan namun tidak selaras, pada dasarnya material penyusun magnet magnet harus dipertimbangkan karena mempengaruhi kekuatan gaya magnet.
Hanya di ruang bebas (tanpa penghalang) induksi magnet dan kuat medan magnet dimungkinkan selaras.
2.2.1 Momen Magnetik
Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan –m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya ( adalah
= ml (2.1) Dengan adalah sebuah vector dalam arah unit berarah dari kutub negative ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan- bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol.
Gambar 2.1 Arah momen magnetik bahan non magnetic
Gambar 2.2 Arah momen magnetik bahan magnetic
Momen magnet mempunyai satuan dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A. m2.
2.2.2 Induksi Magnetik
Definisi induksi magnet. Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Adanya kuat medan magneti di sekitar konduktor berarus listrik diselidiki pertama kali oleh Hans Christian (Denmark, 1774 – 1851). Jika jarum kompas diletakkan sejajar dengan konduktor itu dialiri arus listrik. Bila arah arus dibalik, maka penyimpangannya juga berbalik.
Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan magnet luar yang meningkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis sebagai:
= + (2.,2)
Hubungan medan sekunder = 4 , satuan dalam csg adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalam SI adalah tesla (T) atau nanoTesla (nT).
2.2.3 Kuat Medan Magnetik
Kuat medan magnetik disuatu titik adalah gaya magnetik yang dialami tiap satu- satuan kuat kutub magnet utara di suatu titik yang berada di dalam medan magnetik magnet lain. Kuat medan magnetik yang disebabkan oleh arus listrik disebut dengan induksi magnetik.
Kuat medan magnet pada suatu titik yang berjarak r dari m1
didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, da pat dituliskan sebagai:
= =
(oersted) (2.3) Dengan:
F = Gaya (Newton)
= Kuat medn magnet luar (Gauss)
m1, m2 = Kuat kutub magnet 1 dan 2 (Apere meter) r1, r2 = Jarak titik kekutub magnet
µ = Permeabilitas ruang hampa (4 x 10-7 H/m ) / udara (1 H/m)
2.3. Macam-Macam Magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Magnet permanen
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi :
Magnet batang
Magnet ladam (sepatu kuda)
Magnet jarum
Magnet silinder
Magnet lingkaran
b. Magnet remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan.
Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan elektromagnet.Keuntungan elektromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan.
Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya.
2.4. Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam Medan magnetik luar, bahan magnetik terdiri atas tiga kategori, yaitu paramagnetik, feromagnteik dan diamagnetik.
2.4.1 Bahan Diamagnetik
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing- masing atom/ molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol (Halliday & Resnick, 1989). Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu
bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: µ > µo dengan suseptibilitas magnetikbahn: Xm < 0.
Nilai bahan diamagnetic mempunyai orde -10-5 m3/kg. contoh bahan diamagnetic yaitu: Bismut, Perak, Emas, dan Seng.
2.4.2 Bahan Paramagnetik.
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/ molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan (Halliday & Resnick, 1989). Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri karena torsi yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.
Gambar 2.3 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar
Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.
Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet luar
Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5sampai 10-3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram.
2.4.3. Bahan Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar (Halliday & Resnick, 1989). Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan menyebariskan diri dengan medan eksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi).
Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Sifat bahan ferromagnetik biasanya
terdapat dalam bahan ferit. Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri-industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dynamo dan KWH- meter.
2.5. Perbedaan Magnet Permanen dan Non Permanen
Bahan magnet secara umum dibagi menjadi 2 macam yaitu: magnet lunak dan magnet keras. Magnet lunak banyak digunakan untuk aplikasi pada bahan yang mudah dimagnetisasi dan didemagnetisasi. Sedangkan magnet keras banyak digunakan untuk aplikasi bahan yang membutuhkan sifat magnetik yang permanen (tidak mudah imagnetisasi). Medan magnet dapat dihasilkan secara elektromagnetik, yaitu dengan melewatkan arus litrik pada konduktor. Benda bermedan magnet kini sudah bisa diproduksi di laboratorium dan pabrik. Cara pertama adalah dengan mengalirkan arus pada kumparan. Aliran elektron ini membuat kumparan menghasilkan medan magnet. Cara kedua adalah dengan induksi magnet. Prinsip kerja induksi adalah melewatkan bahan pada medan magnet secara berulang-ulang. Karena dibiasakan menerima medan magnet, elektron di dalam bahan menjadi tersusun pada arah momen magnetik yang sama.Namun medan magnet tak abadi. Elektron bisa kehilangan keteraturan momen magnetik jika mendapat gangguan dari luar.Gangguan tersebut bisa berupa panas yang tinggi atau terempas benda keras.
Jika arus dialirkan pada suatu kumparan elektromagnetik, maka akan timbul medan magnet disekitarnya, ketika arus dinaikkan maka medan magnet yang timbul akan meningkat sampai titik konstan, hal ini menandakan bahwa inti feromagnetik telah mencapai titik jenuhnya dan kerepatan fluks mencapai maksimal. Jika arus dihentikan fluks magnet tidak sepenuhnya hilang karena bahan inti elektromagnetik masih mempertahankan sifat kemagnetan.
Kemampuan untuk mempertahankan sifat magnet setelah arus dihentikan disebut retentivity. Sedangkan jumlah fluks magnetik yang masih ada disebut Magnetisme Residual. Ketika fluks telah mencapai maksimal (jenuh) dan arus diturunkan makan akan terjadi pelebaran nilai H (coersive force).Sifat-sifat tersebut dapat direpresentasikan pada kurva hysterisis
Gambar 2.5 Grafik Histerisis
Material magnet permanen memiliki elektron dengan momen magnetik yang bersusun pada arah tertentu. Akumulasi kekuatan elektron inilah yang membuat sebuah bahan memiliki medan magnetik.Bahan feromagnetik yang memiliki retentivity tinggi (hard magnetic material) sangat baik untuk memproduksi magnet permanen.Disamping ini adalah kurva karakteristik hard magnetic material.
Gambar 2.6 Grafik Histerisis Hard Magnetic Material
Berkebalikan dengan bahan material magnet permanen,bahan material magnet non permanen adalah Bahan feromagnetik yang memiliki retentivity rendah (soft magnetic material). Bahan ini ideal untuk digunakan sebagai bahan elektromagnetik,selonoida,atau relay. Disampin ini adalah kurva hysteresis yang merupakan karakteristik soft magnetic material.
Gambar 2.7 Grafik histerissi Soft Magnetic Material
2.6. Jernis-Jenis Magnet Permanen
Produk magnet permanen ada dua macam berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi.
Gambar 2.8 Arah Partikel Acak (Isotropi)
Gambar 2.9 Arah Pertikel Searah (Anisotropy) (Masno G,dkk,2006)
Magnet permanen isotropi magnet dimana pada proses pembentukkan arah domain magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukkan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada gambar diatas untuk membedakan isotropi dan anisotropi. Magnet permanen
isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropy.
2.7. Sifat- sifat Magnet
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet.
Semakin besar gayaa koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar.tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar µoM dalam magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft mangnet.
Remanen adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remananse terjadi pada saat intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu.
Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi kecil jika remannesi yang di kombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting.
Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus.
Remanensi tergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. (Nurul anwar, 2011)
2.8. Sifat Fisis Magnet NdFeB
2.8.1 Karakteristik Terhadap Temperatur
Magnet NdFeB mudah didemagnitisasi pada temperatur tinggi, ini artinya mudah hilang sifat kemagnetannya pada temperatur tinggi. Sifat kemagnetannya akan turun pada temperatur tinggi, tetapi akan meningkat pada temperatur rendah.
Beberapa cara yang dapat mempengaruhi agar magnet ini dapat digunakan pada temperatur tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan bentuk yang lebih tipis akan lebih mudah didegmanetasi dibandingkan dengan bentuk yang lebih tebal.
Bentuk magnet piring datar dan yokes lebih di rekomendasikan untuk digunakan pada temperatur tinggi.
2.8.2 Ketahanan Terhadap Korosi
NdFeB adalah magnet yang sangat mudah terkorosi, untuk itu dlam penggunaanya dilakukan coating / pelapisan dengan nikel, tembga, dan seng untuk meningkatkan ketahanan korosinya.
Gambar 2.10 Magnet Magnet NdFeB yang telah dicoting / Pelapisan
2.9. Unsur Pemadu pada Nd2Fe14B
Paduan merupakan perpaduan dri beberapa unsur pada skala mikrosopik, seperti pada penyusunan magnet Nd2Fe14B juga terdiri dari beberapa unsure pemadu yaitu Nd, Fe, B.
(a) Neodymiun (Nd)
Neodyum (Nd) adalah unsure kimia yang pada table susunan berkala termasuk kedalam kelompok unsur lantanida dan dikenal sebagai unsure tanah jarang yang memiliki nomor atom 60 serta konfigurasi electron terluarnya adalah [Xe]6S24F4. Unsure-unsur lantanida dikenal dengan nama fourteen elements, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium(Pr), Neodymium(Nd), Promhetium(Pm), Samarium(Sm), Europium(Eu), Gadolinium(Gd), Terbium(Tb), Dysprosium(Dy), Holmium(Ho), Erbium(Er), Thulium(Tm), Yeterbium(Yb) dan Lutelium(Lu).Unsur-unsur tersebut ditemukan dialam dalam bentuk mineral yang merupakan campuran oksida, depositnya banyak ditemukan di Scandinavia, India, Unisoviet, dan Amerika.
(b) Besi (Fe)
Merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi yang berbentuk 5% dari pada kerak bumi. Karakter endapan besi ini berupa endapan yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kebanyakan besi ini hadir dalam berbagai jenis senyawa oksida, endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil.
(c) Boron (B)
Boron yang telah dimurnikan adalah padatan hitam dengan kilap logam. Sel satuan Kristal boron mengandung 12, 50, atau 105 atom boron, dan satuan structural ikosahetral B12 terikat satu sama lain dengan ikatan 2 pusat 2 elekton (2c-2e) dan 3 pusat 2 elektron (3c-2e) (ikatan tuna elaktron) antar atom boron (gambar dibawah ini ). Boron bersifat sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor.
Gambar 2.11 Struktur Kristal Boron dengan Sel Satuan Ikosahedral.
Kimia boran (boron hidrida) dimulai dengan riset oleh A. Stock yang dilaporkan pada periode 1912-1936. Walaupun boron terletak sebelum karbon dalam sistem periodik, hidrida boron sangat berbeda dari hidrokarbon. Struktur boron hidrida khususnya sangat tidak sesuai dengan harapan dan hanya dapat dijelaskan dengan konsep baru dalam ikatan kimia. Untuk kontribusinya dalam kimia anorganik boron hidrida, W. N. Lipscomb mendapatkan hadiah Nobel Kimia tahun 1976. Hadiah Nobel lain (1979) dianugerahkan ke H. C. Brown
untuk penemuan dan pengembangan reaksi dalam sintesis yang disebut hidroborasi.
Karena berbagai kesukaran sehubungan dengan titik didih boran yang rendah, dan juga karena aktivitas, toksisitas, dan kesensitifannya pada udara, Stock mengembangkan metoda eksperimen baru untuk menangani senyawa ini dalam vakum. Dengan menggunakan teknik ini, ia mempreparasi enam boran B2H6, B4H10, B5H9, B5H11, B6H10, dan B10H14 dengan reaksi magnesium borida, MgB2, dengan asam anorganik, dan menentukan komposisinya. Namun, riset lanjutan ternyata diperlukan untuk menentukan strukturnya. Kini, metoda sintesis yang awalnya digunakan Stock menggunakan MgB2 sebagai pereaksi hanya digunakan untuk mempreparasi B6H10. Karena reagen seperti litium tetrahidroborat, LiBH4, dan natrium tetrahidroborat, NaBH4, kini mudah didapat, dan diboran, B2H6, yang dipreparasi dengan reaksi 3 LiBH4 + 4 BF3.OEt2 → 2 B2H6 + 3 LiBF4 + 4 Et2O, juga mudah didapat, boran yang lebih tinggi disintesis dengan pirolisis diboran.
Teori baru diusulkan untuk menjelaskan ikatan dalam diboran, B2H6. Walaupun struktur yang hampir benar, yakni yang mengandung jembatan hidrogen, telah diusulkan tahun 1912, banyak kimiawan lebih suka struktur mirip etana, H3B-BH3, dengan mengambil analoginya dengan hidrokarbon. Namun, H.
C. Longuet-Higgins mengusulkan konsep ikatan tuna elektron 3-pusat 2-elektron 3-center 2-bond (ikatan 3c-2e bond) dan bahwa strukturnya memang benar seperti dibuktikan dengan difraksi elektron tahun 1951 (Gambar 4.2).
Gambar 2.12 Struktur Diboron
Struktur ini juga telah dielusidasi dengan difraksi elektron, analisis struktur kristal tunggal sinar-X, spektroskopi inframerah, dsb, dan memang boran terbukti mengandung ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B berikut:
Gambar 2.13 Ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B
Selain ikatan kovalen biasa 2c-2e B-H dan B-B. Struktur semacam ini dapat ditangani dengan sangat memuaskan dengan teori orbital molekul. Boran diklasifikasikan menjadi closo, nido, arachno, dsb. sesuai dengan struktur kerangka atom boron.selain ikatan kovalen biasa 2c-2e B-H dan B-B. Struktur semacam ini dapat ditangani dengan sangat memuaskan dengan teori orbital molekul. Boran diklasifikasikan menjadi closo, nido, arachno, dsb. sesuai dengan struktur kerangka atom boron.
Gambar 2.14 Ikatan B-B,BB-B dan B-H-B
Tidak hanya diboran, boran yang lebih tinggi juga merupakan senyawa yang tuna elektron yang sukar dijelaskan dengan struktur Lewis yang berbasiskan ikatan kovalen 2c -2e. (Nurul Anwar, 2011)
2.10. Planetary Ball Mill (PBM)
Proses Planetary Ball Mill (PBM) adalah sebuah metode miling padatan berupa proses penghancuran partikel serbuk pada energy tinggi yang dihasilkan dari tumbukan dari bola-bola yang ada dalam jar tersebut. Fungsi dari Planetary Ball Mill adalah sebagai alat miling serbuk atau sampel hingga relatif homogen.
Keuntungan dari PBM yaitu:
1. Hasil glinding terbaik, hingga kisaran nano.
2. Cocok untuk glinding basah dan kering dari bahan keras, menengah- keras, rapuh, dan berserat.
3. Cocok untuk percobaan jangka panjang dan terus digunakan .
4. Saat penggilingan bisa di tinggal karena waktu penggilingan bisa distel (dapat diatur).
Bagian – bagian terpenting dari proses Planetary Ball Mill (PBM) adalah bahan baku, tipe miling dan variable proses miling.
2.11. Celuna (WE-518)
Celuna (WE-518) dengan nama kimia etil selulosa merupakan eter selulosa yang dibuat dengan mereaksikan etil klorida dengan alkali selulosa (Wallace,1990).
Celuna (WE-518) yang digunakan berbentuk cairan putih, kental, tidak berbau, tidak berasa, sering digunakan sebagai bahan pengikat dan bersifat mudah mengalir sehingga dapat berfungsi sebagai filter-binder (Anonim,1994).
2.12. Aplikasi
Aplikasi magnet permanen NdFeB cukup banyak, antara lain untuk peralatan elektronik, motor listrik/generator, sensor/tranduser, industry otomotif, industry petrokimia dan produk peralatan kesehatan, komponen gelombang mikro (sirkulator). Magnet NdFeB dapat meningkatkan kapasitas hard disk, miniaturisasi hand held tape recorder, anti lock pada system pengereman kendaraan bermotor.
2.13. Spesifikasi Magnet NdFeB M QP-B+ 10118-7
Sifat fisis magnet NdFeB adalah seperti pada table dibawah ini :
Table 2.1 Spesipikasi Magnet NdFeB M QP-B+ 10118-7
Kalsifikasi Magnet Nilai Magnet
Remanensi (Br) 895-915 mT (8.95-9.15 KG)
Energi Produk (BH)maks 126-134 kJ/m3 (15.8-16.8 MGOe) Koersivitas Intrinsik 716-836 kA/m (9.0-10.5 kOe)
Kekuata koersif 540 kA/m (6.80 kOe)
Bidang magnetizing >95 %, Hs (min) ≥1600 kA/m (≥20 kOe)
Koefisien suhu dari Br -0.11 %oC
Koefisien suhu dari Hcl -0.4 %oC
Temperature curie(Tc) 360 oC
Operasi temperature masimum 120-160 oC
Suhu proses maksimum 200 oC
Densitas (teoritis) 7.64 g/m3
Densitas semu 2.70 g/m3
Distribusi ukuran partikel Total >40 Mesh (420x420 μm opening) <0.1 wt. % Distribusi ukuran partikel Total >60 Mesh (250x250μm
opening) <25 wt. % Distribusi ukuran partikel Total <270 Mesh (53x53μm
opening) <12 wt. %
2.14. Karakterisasi
2.14.1. Produk Energi Maksimum (BH)maks
(BH)maks merupakan sifat yang paling utama dari suatu magnet permanen menunjukkan energi persatuan volume magnet yang dipertahankan di dalam magnet. Besaran ini diturunkan dari kurva kuadran kedua (kurva demagnetisasi) dari loop histerisis sehingga diperoleh kurva (BH) yaitu perkalian antara B dan H sebgai fungsi H tersebut tidak lain adalah tempat kedudukan titik luasan dibawah kurva demagnetisasi. Secara skematik, penentuan kurva (BH) dari kurva demagnetisasi ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Gambar tersebut kurva (BH) memiliki suatu nilai tertinggi sebgai fungsi H dan nilai inilah yang dikenal sebgai produk energy maksimum.
Gambar 2.15 Kurva (BH) Diturunkan dari Kuadran Kedua Loop Histerisis
Nilai (BH)maks suatu magnet permanen dinyatakan didalam satuan j.m-3, menjadi parameter penting oleh karena itu nilai tersebut berbanding terbalik dengan volume magnet. Dengan perkataan lain makin besar nilai (BH)maks makin besar pula energi yang terdapat di dalam suatu volume magnet. Makin besar volume tersebut makin besar pula energi yang tersedia.(Azwar, 2000)
Untuk menentukan produk energi tentunya perlu memiliki informasi tentang loop histeresis material. Sebuah magnet permanet yang hanya tunduk pada pengaruh medan sendiri akan berada dalam keadaan diwakili oleh titik kerja di kedua (atau keempat) kuadran dari loop histeresis. Dalam kuadran ini lapangan menentang kerapatan fluks, dan disebut sebagai bidang demagnetizing .(E.P.Wohlfarth,1988)
2.14.2. Grafik Histerisis
Semua material magnetik yang dikenakan medan magnet bereaksi menurut suatu pola yang dideskripsikan dengan siklus histeresis. Setiap material dengan karakteristik magnet memiliki diagramnya sendiri yang mendeskripsikan tingkah lakunya. Grafik berikut menunjukkan siklus histeresis umum.
Gambar 2.16 Siklus Histeresis
Sebuah kurva histerisis menunjukkan hubungan antara medan magnet, B dalam material dengan besarnya intensitas maknet eksternal, H yang diinduksikan ke material tersebut. Material Hard magnet memiliki kurva histerisis yang berbentuk seperti persegi panjang (Poja Chauhan, 2010).
Kurva histerisis pada bahan merupakan bentuk disipasi energi yang terjadi selama proses pembentukan kurva B-H. Besarnya energi yang didisipasikan pada frekuensi rendah umumnya dipengaruhi oleh densitas, ukuran grain dan impuritas.
2.14.3 Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray diffraction/XRD)
Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
Sinar–X merupakan gelombang elektromagnetik dengan orde panjang
gelombang yang ordenya (1 Ao). Difraksi berupakan gejala gelombang hamburan yang terjadi apabila sinar-X datang pada atom-atom bidang Kristal. Berkas sinar- X monokhromatik jatuh pada sebuah Kristal maka dihamburkan ke segala arah tertentu gelombang hambur itu akan berinterferensi konstruktif sedangkan yang lain berinteraksi destruktif. Atom-atom dalam kristal dapat dipandang sebagai unsure yang membentuk keluarga boidang datar. Sinar-X tidak bermuatan, sehingga sinar bergerak menurut garis lurus dan tidak dibelokkan oleh medan magnet dan medan listrik.
Sinar –X terjadi bila electron yang bergerak dengan kecepatan tinggi tiba- tiba berhenti karena menumbuk suatu bahan. Peristiwa ini disebut Bremsstrahlung.Suatu berkas sinar-X yang panjang gelombangnya (λ) jauh pada kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang Bragg yang jaraknya d.
seberkas sinar mengenai atom A pada bidang pertama dan atom B pada bidang berikutnya, dan masing-masing atom menghambur sebagai berkas tersebut dalam arah rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar terhambur yang sejajar dan beda jarak jalannya λ, 2 λ, 3 λ, dn sebagainya. Jadi beda jarak jalan harus n λ, dengan n menyatakan bilangan bulat.
Gambar 2.17 Difraksi dari Bidang Kristal
2.14.4. Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk pengamatan struktur mikro bahan. Alat ini mempunyai perbesaran abtara 20x sampai 30.000x. SEM dapat digunakan untuk mengambarkan secara detail struktur mikro seluas 1 nm dari bagian sel. Pengamatan struktur mikro dari SEM dapat menggambarkan dalam bentuk tiga dimensi. Alat ini umumnya digunakan
untuk karakterisasi susunan serbuk dan melihat retakan pada permukaannya, yang merupakan informasi penting dalam mempelajari sifat keramik. Mikroskop electron adalah alat optic yang dapat digunakan untuk mengamati benda berukuran kecil (mikro). Pancaran berkas electron yang ditembakkan pada sampel akan berinteraksi dengan atom-atom atau electron dari sampel.
SEM menggunakan prinsip Scanning sesuai dengan namanya maksudnya ialah bahwa berkas electron dari satu titik ke titik pada objek. Gerakan berkas electron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca hal ini disebut Scanning.
Gerakan scanning tersebut ditimbulkan oleh scanning coil sedangkan pantulan dideteksi oleh foto multiplier. Data sinyal dari suatu titik sampel ke titik yang laen diperkuat oleh video amplifier dan selanjutnya setelah disinkronkan oleh scanning circuit digambarkan pada layar CRT ( Chatode Ray Tube). Layar CRT yang digunakan pada SEM merupakan CRT dengan daya pisah yang sangat tinggi. Sebagai contoh, layar yang berukuran 69 mm kali 92 mm mempunyai 2500 garis per frame. Dengan demikian maka daya pisah CRT tersebut (69 mm : 2500 garis = 0,028 mm/garis) masih lebih tinggi dari daya pisah mata manusia (0,07 mm). (Sulisto, 2001)
Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bias mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika electron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jeis pantulan yaitu pantulan elastic dan pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini.
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara lainnya :
1. Pistol elektron, biasanya berupa filament yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron missal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negative dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum menegnai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruh sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:
Gambar 2.18 Skema Prinsip Dasar SEM (Wordpress,2011)
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan patkan sinyaloleh SEM.
Dari pantulan inelastic didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elstik didapatkan sinyal backscattered electron.
Elektronsekuder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered electron memberikan perbedaan berat molekul dari atom-atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah dari pada atom dengan berat molekul rendah.
2.14.4.1 Elektron Sekunder
Pada SEM digunakan berkas elektron yang dibangkitkan dari filament, lalu diarahkan pada sampel. Untuk elektron yang energinya dibawah 50 keV berinteraksi langsung dengan elektron pada atom sampel dipermukaan. Akibatnya elektron-elektron yang ada di kulit terluar atom pada permukaan sampel terlempar keluar dan oleh detektor dikumpulkan dan dihasilkan gambar topografi permukaan sampel. Oleh karena elektron sekunder memiliki kerapatan yang tinggi sebelum mereka memperoleh kesempatan untuk menyebar, maka elektron sekunder ini memiliki resolusi ruang (spatial) yang tinggi dibandingkan dngan signal yang lain yang mungkin timbul akibat interaksi berkas elektron ini dengan sampel. Elektron sekunder membawa hanya sedikit informasi tentang komposisi unsur dari sampel; namum bagaimanapun sensitivitas topografi dan resolusi ruang yang tinggi mereka menyebabkan elektron sekunder sangat mudah diinterpretasikan secara visual karena gambar yang dihasilkan sama dengan lokasinya, itulah sebabnya lekuk-lekuk permukaan sampel dapat dilihat dengan SEM.
2.14.4.2 Elektron Terhambur (Backscattered Electron- BSC)
Jika elektron primer (elektron dari berkas yang dating) berinteraksi dengan inti atom atau satu elektron dari atom sample, elektron primer ini dapat dipantulkan ke suatu arah dengan mengalami sedikit kehilangan energy. Sebagian dari beberapa elektron terhambur ini dapat saja mengarah keluar sampel sehingga, setelah bebrapa kali hamburan dapat dideteksi. Elektron terhambur ini lebih energy dibandingkan dengan elekrton sekunder meskipun sudah terpendam di dalam sampel masih dapat dipantulkan, oleh karena itu bila dibandingkan dengan elektron sekunder, signal elektron terhambur tidak dapat memberikan informasi tentang topografi sampel dan juga resolusi ruang pada sampel. Namun terdapat keuntungan sebagai konpensasi antara satu sama yang lain. Jika nomor atom dalam sampel semakin besar maka besar gaya pantulan inti positifnya lebih besar sehingga elektron terhambur ini dapat memberikan juga informasi tentang komposisi sampel. (Julia Fadilah, 2011)
2.14.5 Densitas
Densitas merupakan ukuran padatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebgai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungan yang dituliskan sebgai berikut:
(2.4)
Keterangan :
ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)
2.14.5.1 Densitas Serbuk
Untuk mengatasi permasalahan dalam pengukuran material berpori, terdapat alat sederhana yang dinamakan piknometer. Sampel yang akan diukur massa jenisnya harus berbentuk serbuk. Dibawah ini adalah gambar sebuah piknometer :
Gambar 2.19 Piknometer Berukuran 50 ml, Bagian yang Lonjong Diatas Adalah Tutupnya.
Massa jenis sebuah sampel berbentuk serbuk sama dengan massa serbuk dibagi volume yang ditempati serbuk. Secara matematis dapai dilihat seperti pada persamaan 2.8 diatas. Tetapi secara teori dapat di hitung seperti berikut :
=
toluen (2.5) Keterangan :
ρt= Densitas toluene (0,867 g/cm3 ) m1= Massa pikno meter kosong
m2= Massa piknometer + massa toluene m3= Massa piknometer + serbuk
m4= Massa piknometer + serbuk+ toluene
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar dibawah ini seberapa banyak toluene yang dimasukkan ke dalam piknometer dan seberapa banyak serbuk sampel yang akan diukur densitasnya.
a b
Gambar 2.20 a) toluene menempati piknometer seluruhnya b) Vb menunjukkan volume yang ditempati oleh sampel
(Imam Setiawan W & Akbar Sujiwa)
2.14.5.2 Bulk density
Adanya volume kosong atau disebut pori menjelaskan bahwa di dalam proses miling Planetary Ball Mill terjadi perubahan bentuk yaitu diameter serbuk yang dihasilkan akan makin halus seiring dengan bertambahnya waktu miling dan terjadi juga aglomirasi yaitu penggupalan dikarenakan waktu optimum yang dihasilkan sudah melebihi. Maksudnya serbuk yang di miling tersebuk sudah tidak bisa lagi mengecil, sehingga pada saat serbuk dimiling menyatu kembali sehingga diameternya membesar. Bulk densitas dari pellet dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip Archimedes sebagai berikut:
(densitas air pada temperature 27oC = 0.99651g/cm3) (2.6) Keterangan :
Mk = Massa Kering sampel (gram) Mb = Massa Basah sampel (gram)
ρ air= Besarnya temperatu air saat pengukuran (g/cm3)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, terhitung dari tanggal 3 Maret 2014 sampai 06 Juni 2014 ditempat Labolatorium Fisika LIPI Serpong, Tangerang, Banten.
3.2 Peralatan dan Bahan:
3.2.1 Alat
Alat-alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Neraca Digital, fungsinya untuk menimbang bahan–bahan yang akan di gunakan dalam pembuatan magnet.
b. Planetatary Ball Milling (PBM) digunakan untuk menggiling bahan atau sampel.
c. Hidraulic Press, fungsinya untuk mengepress bahan agar berubah menjadi padatan atau terbentuk sampel uji.
d. Gauss Meter, berfungsi sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet pada sampel.
e. Spatula, sebagai alat bantu untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk.
f. Picknometer, berfungsi untuk mengukur densitas serbuk.
g. PSA, berfungsi sebagai alat untuk menghitung ukuran partikel dari serbuk.
h. Cawan, berfungsi sebagai tempat untuk membakar/memanaskan sampel.
i. Impluse magnetizer, berfungsi untuk memberikan medan magnet luar pada sampel agar memiliki magnet.
j. SEM-EDS (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersi Spectroscopy) Sebagai alat karakterisasi struktur mikro dari sampel.
k. XRD (X-ray Difraktometer), berfungsi sebagai alat karakterisasi struktur Kristal (fasa) dari sampel.
l. Jangka sorong, berfungsi untuk mengukur diameter dan tebal Pellet
m. Vakum Furnace, berfungsi sebagai alat untuk proses curing drying
n. Glove box (Gas argon), berfungsi sebagai alat untuk tempat memasukkan serbuk dan bola ke dalam jar Planetary Ball Mill
o. Cetakan sampel terbuat dari baja, berfungsi sebagai cetakan sampel uji berbentuk silinder, dengan diameter 1cm.
p. Gelas ukur (pyrex, 1000 ml), berfungsi untuk tempat toluen saat pengukuran densitas serbuk, dan tempat aquades saat pengukuran bulk densitas.
q. Jarmill, berfungsi sebagai tempat miling bahan magnet (dalam serbuk).
r. Bola-bola besi, berfungsi sebagai pengaduk bahan pada saat proses miling.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. NdFeB (Neodymium Iron Boron) MQP – B+ 10118-70
Berfungsi sebagai bahan baku yang digunakan untuk membuat magnet permanen.
b. Toluena
Berfungsi sebagai media pencampuran (wet miling) bahan NdFeB pada proses penggilingan dengan menggunakan Planetary Ball Mill.
c. Celuna (WE-518)
Berfungsi sebagai bahan perekat atau matrix pengikat bahan NdFeB
Serbuk NdFeB
Proses Planetrary Ball Mill ( ½ jam, 1 jam , 2jam, 3jam, 4jam, 5jam)
Dicuring
T = 1800C,Vakum t = 1 Jam True densitas dan PSA
Pencampuran
serbuk NdFeB 95% + Celuna 5%
Cetak isotropi P= 25 kgf/cm2
Karakterisasi:
1.Densitas Bulk 2. Analisa XRD
3. SEM Sampel
True densitas dan PSA 3.3. Diagram Alir Penelitian
Berikut ini adalah diagram alir penelitian yang dilakukan :
Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan magnet permanen NdFeB
Karakterisasi true
Densitas,XRD,SEM, PSA,
Wet Milling (ditambahkan toluen) Dry Miling (gas
argon)
Dikeringkan di oven furnace , T= 60oC; t= 10 jam
Magnetisasi (v=1300 volt)
Karakterisasi sifat magnetnya