Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 8 No. 2, Agustus 2021
32FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI 6-24 BULAN
Sri Mufida Adhayati, Fahrini Yulidasari, Vina Yulia Anhar, Fauzie Rahman, Ratna Setyaningrum Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru E-mail korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2018 persentase pemberian ASI ekskusif pada bayi 0-6 bulan masih sebesar 72,74%, diketahui wilayah kerja Puskesmas Sungai Turak memiliki cakupan ASI eksklusif yang paling rendah yaitu sebesar 6,59% disusul dengan Puskesmas Pasar Sabtu yaitu sebesar 49,74%. Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan kondisi kesehatan ibu, tempat bersalin, dukungan petugas kesehatan, dukungan suami dan promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif. Desain penelitian adalah observasional analitik dengan metode case control dan jumlah sampel penelitian sebanyak 60 responden. Instrumen penelitian berupa lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi kesehatan ibu (p-value= 0,009), dukungan suami (p-value= 0,011), pomosi susu formula (p- value= 0,001) dengan pemberian ASI eksklusif. Sementara itu, tidak terdapat hubungan tempat bersalin dan dukungan petugas kesehatan dengan oemberian ASI eksklusif p>0,05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara kondisi kesehatan ibu, dukungan suami dan promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif. Tidak terdapat hubungan antara tempat bersalin dan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Kata-kata kunci: ASI eksklusif, kondisi kesehatan ibu, dukungan suami, promosi susu formula ABSTRACT
Exclusive Breast Milk (ASI) is breastfeeding without other additional food for infants. 0-6 months of Based on data from the Hulu Sungai Utara District Health Office in 2018 the percentage of exclusive breastfeeding for infants 0-6 months is still 72.74%, it is known that the Sungai Turak Puskesmas work area has the lowest exclusive breastfeeding coverage, which is 6.59% followed by the Puskesmas Saturday market amounting to 49.74%. The purpose of this study was to analyze the relationship between maternal health conditions, place of delivery, support from health workers, support from husbands and promotion of formula milk with exclusive breastfeeding. The research design was analytic observational withmethod case control and the number of research samples was 60 respondents. The research instrument was a questionnaire sheet. The results showed that there was a relationship between maternal health conditions (p-value= 0.009), husband's support (p-value= 0.011), promotion of formula milk (p-value= 0.001) and exclusive breastfeeding. Meanwhile, there was no relationship between the place of birth and the support of health workers with exclusive breastfeeding, p> 0.05. The conclusion of this study is that there is a relationship between maternal health conditions, husband's support and promotion of formula milk with exclusive breastfeeding. There is no relationship between the place of birth and the support of health workers with exclusive breastfeeding.
Keywords: Exclusive breastfeeding, maternal health conditions, husband's support, promotion of formula milk
PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak bayi. Salah satu yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (1).
ASI eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak. Anak yang diberi ASI eksklusif akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. Hal tersebut sesuai dengan kajian fakta global “The Lancet Breastfeeding Series, 2016” telah membuktikan: 1) menyusui secara eksklusif akan menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak 88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan. 2) sebanyak 31,36% (82%) dari 37,49% anak
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 8 No. 2, Agustus 2021
33 sakit, karena tidak menerima ASI eksklusif. Investasi dalam pencegahan BBLR, stunting dan meningkatkan inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif berkontribusi dalam menurunkan risiko obesitas dan penyakit kronis (2).Indonesia berada di peringkat 49 dari 51 negara yang mendukung pemberian ASI eksklusif.
Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan berfluktuatif. Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 24,36 dari target sebesar 80% (3,4). Menurut laporan tahunan dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, pada tahun 2018 persentase bayi 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif masih sebesar 55,31%. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2018 persentase pemberian ASI ekskusif pada bayi 0-6 bulan masih sebesar 72,74%, diketahui wilayah kerja Puskesmas Sungai Turak memiliki cakupan ASI eksklusif yang paling rendah yaitu sebesar 6,59% disusul dengan Puskesmas Pasar Sabtu yaitu sebesar 49,74% (5,6). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2018 prevalensi gizi kurus dan sangat kurus mencapai 8,77%, prevalensi gizi kurang sebanyak 22,62% dan prevalensi stunting mencapai 26,06% (7). Angka tersebut lebih tinggi dari rerata prevalensi stunting nasional yaitu 23,6,2%. Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius jika prevalensinya sebesar ≥ 20%(4).
Pemberian makanan pendamping selain ASI terlalu dini (sebelum usia 6 bulan) dapat meningkatkan risiko penyakit diare serta infeksi, seperti infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernapasan, dan infeksi telinga. Selain itu juga akan menyebabkan jumlah ASI yang diterima bayi berkurang, padahal komposisi gizi ASI pada 6 bulan pertama sangat cocok untuk kebutuhan bayi, akibatnya pertumbuhan bayi akan terganggu (8,9). Adapun banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, seperti tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu, tempat persalinan, pekerjaan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif terbagi dua, ada faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi usia ibu, pengetahuan ibu, persepsi, dan kondisi kesehatan ibu. Sedangkan faktor eksternal meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tempat bersalin, dukungan petugas kesehatan, dukungan suami, promosi susu formula, dan budaya (3, 10).
Menurut penelitian Rasyid dan Megawati (2016) hasil analisis bivariat dengan uji chi- square, keseluruhan variabel mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian ASI eksklusif yaitu peran tenaga kesehatan (p-value = 0,0001, nilai POR = 13,388). Berdasarkan nilai POR maka ibu yang tidak mendapatkan peran dari tenaga kesehatan 13 kali berpeluang tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan peran dari tenaga Kesehatan. Hhubungan antara promosi susu formula dengan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif diperoleh nilai p = 0,029 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara promosi susu formula dengan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Nilai odds ratio (OR) sebesar 2,94 artinya ibu yang tidak mendapatkan promosi susu formula mempunyai peluang 2,94 kali untuk menyusui eksklusif dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan promosi susu formula (11).
Menurut penelitian Rani (2016) hasil analisis bivariat dengan uji chi-square, hasil analisis hubungan antara kondisi kesehatan dengan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi kesehatan dengan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Nilai odds ratio (OR) sebesar 8,945 artinya ibu yang memiliki kondisi kesehatan baik mempunyai peluang 8,945 kali lebih besar untuk menyusui eksklusif dibandingkan dengan ibu yang memiliki kondisi kesehatan kurang. Adapun hubungan antara tempat bersalin dengan tindakan pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa nilai p = 1,000 >
0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tempat bersalin dengan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif (12).
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif bayi 6-24 bulan pada 2 wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode case control.
Penelitian ini dilakukan pada 2 wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Hulu Sungai Utara. Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak 6-24 bulan yang berada pada 2 wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sampel atau responden pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling dan ditentukan dengan metode purposive sampling. Sampel penelitian sebesar 60 yang terdiri dari 30 kontrol dan 30 kasus. Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar kuesioner. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji alternatif chi-square dengan derajat kepercayaan 95% dengan nilai kemaknaan 5%.
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 8 No. 2, Agustus 2021
34 HASIL DAN PEMBAHASAN1. Analisis Univariat
Hasil penelitian dari variabel yang diteliti yaitu pemberian ASI eksklusif, kondisi kesehatan, tempat bersalin, dukungan petugas kesehatan, dukungan suami dan promosi susu formula disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pemberian ASI eksklusif, kondisi kesehatan, tempat bersalin, dukungan petugas kesehatan, dukungan suami dan promosi susu formula
Variabel Kategori Frekuensi Presentase (%)
Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif 30 50
ASI Eksklusif 30 50
Kondisi Kesehatan Ibu Kurang 16 26,7
Baik 44 75,3
Tempat Bersalin Bukan Fasilitas Kesehatan 0 0
Fasilitas Kesehatan 60 100
Dukungan Petugas Kesehatan Mendukung 7 11,7
Kurang Mendukung 53 88,3
Dukungan Suami Kurang Mendukung 18 30
Mendukung 42 70
Promosi Susu Formula Terpapar 28 46,7
Tidak terpapar 32 53,3
Sumber: Data primer, 2020.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 30 responden (50%) dan responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif adalah sebanyak 30 responden (50%), pada variabel kondisi kesehatan ibu 16 responden (26,7%) memiliki kondisi kesehatan dengan kategori kurang dan 44 responden (88,3%) memiliki kondisi kesehatan dengan kategori baik. Ibu yang bersalin di faslitas kesehatan berjumlah 60 responden (100%). Hasil temuan lapangan responden yang bersalin di Rumah Sakit Umum maupun Swasta sebanyak 22 responden (36,7%) dan sisanya bersalin di praktik bidan sebanyak 38 responden (63,3%). Pada variabel dukungan petugas Kesehatan menunjukkan bahwa 7 responden (11,7%) mendapatkan dukungan petugas kesehatan dengan kategori kurang mendukung dan 53 responden (88,3%) mendapatkan dukungan petugas kesehatan dengan kategori mendukung. Pada variabel dukungan suami 18 responden (30%) mendapat dukungan suami dengan kategori kurang mendukung dan 42 responden (70%) mendapat dukungan suami dengan kategori mendukung dalam memberikan ASI eksklusif dan variabel promosi susu formula menunjukkan bahwa sebanyak 28 responden (46,7%) terpapar dengan promosi susu formula dan 32 responden (53,3%) tidak terpapar dengan promosi susu formula.
2. Analisis Bivariat
Hasil analisis antara kondisi kesehatan, tempat bersalin, dukungan petugas kesehatan, dukungan suami dan promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji statistik antara kondisi kesehatan, tempat bersalin, dukungan petugas kesehatan, dukungan suami dan promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif.
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 8 No. 2, Agustus 2021
35 Sumber: Data primer, 2020.Hasil penelitian variabel kondisi Kesehatan ibu menunjukkan bahwa dari 16 responden (26,7%) dengan kondisi kesehatan ibu kategori kurang, 13 diantaranya (43,3%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 3 responden (10%) memberikan ASI eksklusif. Adapun dari 44 responden (73,3%) dengan kondisi kesehatan ibu kategori baik, sebanyak 17 responden (56,7%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 27 responden (90%) memberikan ASI eksklusif. Hasil uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat adanya hubungan antara kondisi kesehatan ibu dengan pemberian ASI eksklusif bahwa nilai p-value=0,009. Dari nilai p dalam hasil uji statistik didapatkan keputusan Ho ditolak (p<0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara kondisi kesehatan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil Odd Ratio (OR) sebesar 6,882 yang artinya ibu yang memiliki kondisi kesehatan baik 6,882 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang memiliki kondisi kesehatan kurang.
Berdasarkan situasi di lapangan, kondisi kesehatan ibu yang kurang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Sebagian besar responden yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan kondisi kesehatan kurang berhenti memberikan ASI eksklusif dengan alasan ASI tidak keluar sebanyak 4 responden (6,7%), ASI sedikit sebanyak 5 rsponden (8,3%) dan responden yang merasa kesakitan karena kondisi kesehatan yang kurang sebanyak 4 responden (6,7%).
Dua kondisi yang penting dipertahankan karena berpengaruh terhadap pemberian ASI yaitu kondisi fisik dan emosional. Kondisi fisik perlu dipertahankan agar seseorang tidak mengalami masalah kesehatan, tidak terkecuali pada ibu menyusui (13). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rani (2016) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi kesehatan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p- value=0,001, p<0,05) (12).
Hasil penelitian variabel tempat bersalin menunjukkan bahwa keseluruhan responden (100%) bersalin di fasilitas kesehatan. Hasil uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat adanya hubungan antara kondisi kesehatan ibu dengan pemberian ASI eksklusif bahwa nilai p- value=1,000. Dari nilai p dalam hasil uji statistik didapatkan keputusan Ho diterima (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat bersalin dengan pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan situasi di lapangan, tingginya angka persalinan di fasilitas kesehatan dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat bahwa persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan lebih aman. Penolong persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang berkompetensi merupakan salah satu indikator untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak Indonesia (14).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rani (2016) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tempat bersalin dengan pemberian ASI eksklusif (p-value=1,000, p>0,05). Ibu yang melakukan persalian dibantu oleh tenaga kesehatan mempunyai peluang lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan pada kenyataannya banyak tidak memberikan ASI eksklusif.
Hasil penelitian pada variabel dukungan petugas kesehatan menunjukkan bahwa dari 7 responden (11,7%) dengan dukungan petugas kesehatan kategori kurang mendukung, sebanyak 6 responden (20%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 1 responden (3,3%) memberikan ASI eksklusif. Adapun dari 53 responden (88,3%) dengan dukungan petugas kesehatan kategori mendukung, sebanyak 24 responden (80%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 29 responden
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 8 No. 2, Agustus 2021
36 (96,7%) memberikan ASI eksklusif. Berdasarkan hasil uji fisher exact dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan denganpemberian ASI eksklusif dengan p- value=0,103. Dari nilai p dalam hasil uji statistik didapatkan keputusan Ho diterima (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sholikah (2018) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif (p- value=1,000, p>0,05) (16).Berdasarkan situasi di lapangan, banyaknya responden yang tidak memberikan ASI eksklusif meskipun mendapat dukungan dari petugas kesehatan dikarenakan lebih memilih memberikan makanan atau minuman tambahan kepada bayinya. Permasalahan yang dihadapi responden seperti kesulitan saat memberikan laktasi kepada bayi sebanyak seperti kesakitan karena kondisi kesehatan yang kurang sebanyak 4 responden (6,7%) dan merasa ASI yang diberikan kurang dan ASI tidak keluar sebanyak 9 responden (15%), sehingga responden memutuskan untuk memberikan makanan atau minuman tambahan kepada bayinya.
Hasil penelitian pada variabel dukungan suami menunjukkan bahwa dari 18 responden (30%) dengan dukungan suami kategori kurang, sebanyak 14 responden (46,7%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 4 responden (13,3%) memberikan ASI eksklusif. Adapun dari 42 responden (70%) dengan dukungan suami kategori baik, sebanyak 16 responden (53,3%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 26 responden (86,7%) memberikan ASI eksklusif. Hasil uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat adanya hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif bahwa nilai p-value=0,011. Dari nilai p dalam hasil uji statistik didapatkan keputusan Ho ditolak (p<0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil Odd Ratio (OR) sebesar 5,688 yang artinya ibu yang mendapat dukungan suami 5,688 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapat dukungan suami. Penelitian Yamaeka (2017) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif (p-value=0,005, p<0,05) (17).
Berdasarkan situasi di lapangan, dukungan suami yang kurang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Sebagian besar responden dengan dukungan suami yang kurang dan tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan tidak terlibatnya suami dalam mencari informasi tentang pemberian ASI eksklusif dan cara menyusui yang benar sebanyak 37 responden (61,7%), tidak mendampingi ibu saat menyusui bayi sebanyak 33 responden (55%) , tidak membantu ibu menggantikan popok bayi sebanyak 29 responden (48,3%) dan tidak mengingatkan jadwal ibu menyusui sebanyak 25 responden (41,7%). Sebagian besar responden tersebut merasa tidak tega menuntut suami yang sudah lelah bekerja untuk membantu dalam proses pemberian ASI eksklusif.
Roesli (2000) mengemukakan suami dan keluarga berperan dalam mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Dukungan tersebut dapat memperlancar reflek pengeluaran ASI karena ibu mendapat dukungan secara psikologis dan emosi (13).
Hasil penelitian variabel promosi susu formula menunjukkan bahwa dari 28 responden (46,7%) dengan kategori terpapar promosi susu formula, sebanyak 28 responden (93,3%) tidak memberikan ASI eksklusif. Adapun dari 32 responden (53,3%) dengan kategori tidak terpapar promosi susu formula, sebanyak 2 responden (6,7%) tidak memberikan ASI eksklusif dan 30 responden (100%) memberikan ASI eksklusif. Hasil uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat adanya hubungan antara promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif bahwa nilai p-value=0,001.
Dari nilai p dalam hasil uji statistik didapatkan keputusan Ho ditolak (p<0,05) yang artinya ada hubungan antara promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil Odd Ratio (OR) sebesar 0,067 yang artinya ibu dengan paparan promosi susu formula memiliki faktor protektif (faktor risiko penghambat) dalam pemberian ASI eksklusif sebesar 0,067 kali dibanding dengan ibu yang tidak terpapar promosi susu formula. Penelitian Yumni dan Wahyuni (2018) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif (p- value=0,012, p<0,05) (20).
Berdasarkan situasi di lapangan, responden yang terpapar promosi susu formula dan tidak memberikan ASI eksklusif beranggapan bahwa susu formula lebih baik daripada ASI dan menjadi solusi bagi responden yang merasa ASI tidak cukup untuk bayinya sebanyak 5 responden (8,3%) dan bagi respondenyang memiliki masalah saat proses laktasi sebanyak 4 responden (6,7%).
Maraknya promosi iklan susu formula oleh suatu produsen merupakan faktor penghambat terbentuknya kesadaran orang tua akan pentingnya pemberian ASI eksklusif dan berdampak ibu akan memberikan MP-ASI dini dan menjadikan ibu tidak memberikan ASI eksklusif. Berbagai macam bentuk promosi iklan susu formula melalui iklan media, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan pribadi dan pemasaran langsung dapat mengubah cara berfikir ibu dalam memberikan ASI
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 8 No. 2, Agustus 2021
37 eksklusif dan beralih ke pemberian susu formula yang dianggap susu formula lebih penting karena sudah mendapatkan promosi produk susu formula tersebut (20).PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kondisi kesehatan ibu, dukungan suami, promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif. Sementara itu, tidak terdapat hubungan tempat bersalin dan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif. Bagi masyarakat diharapakan dapat mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan tentang ASI ekslusif seperti sosialisasi, edukasi, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agustina TA. Hubungan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Dukuhwaru wilayah kerja Puskesmas Dukuhwaru Kabupaten Tegal Tahun 2015. Jurnal Politeknik Tegal 2016; 5(1):123-125.
2. Aquari B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di klinik/balai Pengobatan Anisa Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin tahun 2017. JKK 2018; 5(3):
133-137.
3. Hasniati Y dkk. Determinan Pemberian ASI eksklusif di Kabuoaten Barito Kuala Kalimantan Selatan. Jurnal MKMI 2015 ;1(1): 30-43.
4. Badan Penelitian Dan Pengembangan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018;
Jakarta: Kemenkes RI, 2018.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Laporan Tahunan, 2018.
6. Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin. Laporan Tahunan 2018.
7. Sahulika H, Dina R, Zen MR. Faktor determinan ayah yang berhubungan degan praktik ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gayamsari Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2015; 3(3): 196-124.
8. Ida. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok tahun 2011. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia, 2012.
9. William TB. Combination formula/breastfeeding and the newborn. St Louis: Mosby Publishing Co, 2011.
10. Rasyid Z dan Astria M. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Senapelan Kota Pekanbaru tahun 2016. Jurnal Photon 2016;
7(1): 49-56.
11. Zakaria R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Tilongkabila Kabupaten Bone Bolabgo tahun 2014. JIKMU 2015;
5(2): 281-293.
12. Rani P. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan status pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sungai Ulin Kota Banjarbaru. Skripsi. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat, 2016.
13. Pertiwi. Gambaran faktor–faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Kunciran Indah Tanggerang. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia, 2011.
14. Wulandari SR dan Handayani S. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing,2011.
15. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif. Jakarta: Kemenkes RI. 2012; 16
16. Sholikah BM. Hubungan penolong persalinan, inisiasi menyusui dini dan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2018; 3(2): 6-
17. Yamaeka F. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi 6-11 bulan di wilayah kerja Puskesmas Rawang Padang pada tahun 2017.
Skripsi. Padang: Poltekkes Kemenkes Padang, 2017.
18. Nopria R, Juniar E, Jumaini. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja. JOM FKP. 2018; 5(2): 336-343.
19. Ramadani M. Hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah keja Puskesmas Air Tawar Kota Padang Sumatra Barat tahun 2009. Tesis. Depok: Universitas Indonesia, 2009.