• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

45

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan ini bertujuan untuk menganalisis kondisi pada lokasi studi yaitu jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4. Berikut adalah gambaran dari jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4

Gambar 5.1 Lokasi Studi Jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4

(Sumber : Google Maps, 2019)

Pada Gambar 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 memiliki tiga buah tikungan dan juga termasuk tikungan gabungan balik arah. Titik A pada gambar yaitu dari arah Pracimantoro sehingga titik A berada pada stasiun 23+410. Pada titik B yaitu menuju arah Semanu sehingga berada pada stasiun 23+000.

Kecepatan yang melewati jalan ini cenderung rendah dikarenakan kelandaian yang dimiliki jalan ini cukup tinggi.

Tikungan 1

Tikungan 2 Tikungan 3

A

B

(2)

Sedangkan untuk kondisi lingkungan sekitar pada lokasi studi dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 5.2 Lingkungan Sekitar Pada Tikungan 1 Jalan Semanu Pracimantoro km 23-km 23,4

Dapat dilihat dari Gambar 5.2 sekitar tikungan 1 terdapat sawah dan juga jalan kampung yang hanya dilewati oleh petani sekitar.

Gambar 5.3 Lingkungan Sekitar Pada Tikungan 2 Jalan Semanu Pracimantoro km 23-km 23,4

(3)

Dapat dilihat dari Gambar 5.3 sekitar tikungan 2 terdapat sawah dan juga kebun yang berada di kedua sisi jalan. Antara tikungan 1 dan tikungan 2 memiliki elevasi tanah dasar yang cukup rata dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.4 Lingkungan Sekitar Pada Tikungan 3 Jalan Semanu Pracimantoro km 23-km 23,4

Pada tikungan 3 terdapat sawah pada kanan jalan dan pohon-pohon pada kiri jalan.

Kemudian dilakukan pengukuran titik elevasi yang ditinjau pada lapangan menggunakan alat bantu theodolite, didapatkan data setiap titik pada potongan jalan yang kemudian diolah menggunakan software Excel lalu diperoleh data yang berbentuk koordinat sebagai berikut

Gambar 5.5 Sketsa Lokasi Studi

Setelah mengetahui koordinat jalan maka dapat diketahui kondisi geometri jalan dengan menggunakan software Autocad. Berikut adalah gambaran kondisi geometri pada lokasi studi

(4)

Keterangan : elevasi trase eksisting - - - elevasi tanah dasar

Gambar 5.6 Kondisi Geometri Jalan pada Lokasi Studi

Dari Gambar 5.6 diatas dapat diketahui bahwa kondisi geometri pada lokasi studi terdapat kondisi yang kurang standar. Panjang lurus antara tikungan dua dan tikungan tiga yang terlalu pendek sehingga belum memenuhi standar yang mengakibatkan rasa tidak aman pada pengemudi ketika melakukan peralihan dalam menikung.

5.2 Kecepatan Kendaraan 5.2.1 Data Kecepatan di Lapangan

Data kecepatan didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan pada Jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4. Metode yang digunakan yaitu dengan mengukur waktu tempuh kendaraan yang melewati jarak 20 m di tikungan yang ditinjau. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 1

(5)

5.2.2 Analisis Kecepatan

Setelah dilakukan pengamatan di lapangan dapat diketahui kecepatan kendaraan di lapangan seperti pada Lampiran 1. Kecepatan di lapangan termasuk kecepatan terkoreksi.

Sampel :

Uk = kecepatan terkoreksi Uk = 40 km/jam

Perhitungan menetukan nilai V85 sebagai berikut 1. Membuat distribusi frekuensi kecepatan

Menentukan jumlah kelas K = 1 + 3,3 log n Dengan n = ukuran sampel K = 1 + 3,3 log (90) K = 7,5 diambil 8 2. Menentukan nilai lebar kelas

Lebar kelas = 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔

𝑘

Selang = nilai maksimal kecepatan terkoreksi – nilai minimal kecepatan terkoreksi

= 51 – 18

= 33 Lebar kelas = 33

8

= 4,125 diambil 4 3. Menghitung frekuensi

Menghitung nilai tengah, frekuensi, frekuensi kumulatif, persentase relatif, persentase kumulatif relatif. Masing-masing nilai tersebut dimasukkan ke dalam tabel yang terdapat pada Tabel 5.1 di bawah ini

(6)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kecepatan N

o Kecepatan

(km/jam) Nilai

Tengah Freku

ensi Frekuensi

kumulatif Persentase

relatif Persentase kumulatif

1 16-20 18 1 1 1,111 1,111

2 21-25 23 1 2 1,111 2,222

3 26-30 28 26 28 28,889 31,111

4 31-35 33 18 46 20 51,111

5 36-40 38 25 71 27,778 78,889

6 41-45 43 14 85 15,556 94,444

7 46-50 48 2 87 2,222 96,667

8 51-55 53 3 90 3,333 100

Total 90

4. Menentukan nilai V85 dari kurva distribusi frekuensi

Menetukan nilai V85 menggunakan tabel distribusi frekuensi kecepatan.

Dari Tabel 5.3 dibuat kurva distribusi frekuensi. Nilai V85 diplotkan dalam kurva sehingga mendapatkan nilai kecepatan. Kurva distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 5.7 di bawah ini

Gambar 5.7 Grafik Distribusi Persentasi Kumulatif dengan Kecepatan Rencana

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Persentase Kumulatif (%)

Kecepatan (km/jam)

(7)

Rekapitulasi nilai kecepatan pada tikungan 1, tikungan 2, dan tikungan 3 dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah ini

Tabel 5.2 Rekapitulasi Nilai Kecepatan pada lapangan

No Tikungan Kecepatan (km/jam)

1 Tikungan 1 40

2 Tikungan 2 37

3 Tikungan 3 33

5.2.3 Pembahasan Kecepatan

Pengambilan data kecepatan menggunakan metode waktu tempuh, sehingga yang dicatat oleh surveyor adalah waktu kendaraan yang melintas saat melewati jarak tempuh yang sudah disesuaikan yaitu sepanjang 20 m. Terdapat tiga jenis kendaraan dalam pengambilan data yaitu sepeda motor, mobil dan truk. Setelah dilakukan analisis terhadap data kecepatan maka didapat nilai kecepatan di lapangan menggunakan perhitungan kecepatan terkoreksi kemudian hasilnya digunakan untuk menghitung distribusi persentasi kumulatif relatif untuk mendapatkan nilai V85 yang nantinya akan dijadikan sebagai kecepatan rencana.

Diambilnya nilai V85 artinya hanya 15% dari jumlah kendaraan yang disurvey mampu bergerak dengan kecepatan rata-rata sebesar nilai V85, kendaraan selebihnya bergerak dengan kecepatan dibawah nilai tersebut. Jalan Semanu- Pracimantoro km 23-km 23,4 merupakan jalan nasional sehingga termasuk fungsi jalan kolektor I. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 19 tahun 2011 tentang kecepatan rencana, bahwa kecepatan rencana pada fungsi jalan kolektor I bermedan bukit sebesar 50 km/jam sampai dengan 100 km/jam. Hasil analisis yang didapat pada jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 pada tikungan 1 memiliki kecepatan di lapangan sebesar 40 km/jam, tikungan 2 sebesar 37 km/jam dan tikungan 3 sebesar 33 km/jam. Kecepatan di lapangan masih dibawah dari kecepatan rencana sehingga kecepatan di lapangan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(8)

5.3 Lebar Lajur Jalan

5.3.1 Pengambilan Data Lebar Lajur Jalan

Data lebar lajur jalan yang diambil dari pengukuran langsung di lapangan pada jalan Semanu-Pracimantoro km 23 – km 23,4. Data lebar lajur jalan didapat dari pengukuran langsung di lapangan setiap 10 meter untuk tikungan dan setiap 20 meter untuk jalan lurus. Hasil pengukuran lebar lajur jalan dapat dilihat pada Tabel 5.3 sampai Tabel 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.3 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu-Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 1

Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu-Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 2

Stasiun Lajur (m)

Kiri Kanan

23+290 2,65 2,70

23+270 2,70 2,80

23+260 2,80 2,85

23+250 2,85 2,95

Stasiun Lajur (m)

Kiri Kanan

23+410 2,70 2,70

23+390 2,85 2,80

23+380 2,90 2,80

23+370 2,90 2,85

23+360 2,90 2,95

23+350 2,90 2,85

23+340 2,80 2,70

23+330 2,70 2,65

23+320 2,65 2,65

23+300 2,65 2,70

(9)

Lanjutan Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu-Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 2

Stasiun Lajur (m)

Kiri Kanan

23+240 2,90 3,00

23+230 2,90 3,00

23+220 2,90 2,95

23+210 2,80 2,80

23+200 2,75 2,80

23+190 2,70 2,70

23+180 2,70 2,65

23+160 2,65 2,65

Tabel 5.5 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu-Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 3

Stasiun Lajur (m)

Kiri Kanan

23+130 2,70 2,65

23+110 2,70 2,70

23+090 2,85 2,80

23+080 2,90 2,85

23+070 2,95 2,85

23+060 2,95 2,95

23+050 2,95 2,95

23+040 2,90 2,80

23+030 2,80 2,70

23+020 2,70 2,65

23+000 2,65 2,65

(10)

5.3.2 Analisis Lebar Lajur Jalan

Setalah dilakukan pengamatan di lapangan dapat diketahui lebar jalan Semanu-Pracimantoro km 23- km 23,4 yang terdapat pada Tabel 5.6 sampai Tabel 5.8. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 19 tahun 2011 untuk fungsi jalan kolektor I serta memiliki kecepatan rata-rata dibawah 80 km/jam syarat minimum lebar jalannya sebesar 3,5 m. Data yang sudah didapat di lapangan kemudian dibandingkan dengan syarat yang sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 19 tahun 2011. Perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5.6 sampai Tabel 5.8 di bawah ini

Tabel 5.6 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu- Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 1

Stasiun

Lebar Lajur (m) Standar

Permen PU tahun 2011

Arah

kiri Keterangan Arah

Kanan Keterangan

23+410 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,70 Tidak

memenuhi standar

23+390 3,5 2,85 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+380 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+370 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,85 Tidak

memenuhi standar

23+360 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,95 Tidak

memenuhi standar

23+350 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,85 Tidak

memenuhi standar

23+340 3,5 2,80 Tidak

memenuhi standar

2,70 Tidak

memenuhi standar

23+330 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,65 Tidak

memenuhi standar

(11)

Tabel 5.7 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu- Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 2

Stasiun

Lebar Lajur (m) Standar

Permen PU tahun 2011

Arah

kiri Keterangan Arah

Kanan Keterangan

23+290 3,5 2,65 Tidak

memenuhi standar

2,70 Tidak

memenuhi standar

23+270 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+260 3,5 2,80 Tidak

memenuhi standar

2,85 Tidak

memenuhi standar

23+250 3,5 2,85 Tidak

memenuhi standar

2,95 Tidak

memenuhi standar

23+240 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

3,00 Tidak

memenuhi standar

23+230 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

3,00 Tidak

memenuhi standar

23+220 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,95 Tidak

memenuhi standar

23+210 3,5 2,80 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+200 3,5 2,75 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+190 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,70 Tidak

memenuhi standar

23+180 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,65 Tidak

memenuhi standar

23+160 3,5 2,65 Tidak

memenuhi standar

2,65 Tidak

memenuhi standar

(12)

Tabel 5.8 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan Semanu- Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 3

Stasiun

Lebar Lajur (m) Standar

Permen PU tahun 2011

Arah

kiri Keterangan Arah

Kanan Keterangan

23+130 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,65 Tidak

memenuhi standar

23+110 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,70 Tidak

memenuhi standar

23+090 3,5 2,85 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+080 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,85 Tidak

memenuhi standar

23+070 3,5 2,95 Tidak

memenuhi standar

2,85 Tidak

memenuhi standar

23+060 3,5 2,95 Tidak

memenuhi standar

2,95 Tidak

memenuhi standar

23+050 3,5 2,95 Tidak

memenuhi standar

2,95 Tidak

memenuhi standar

23+040 3,5 2,90 Tidak

memenuhi standar

2,80 Tidak

memenuhi standar

23+030 3,5 2,80 Tidak

memenuhi standar

2,70 Tidak

memenuhi standar

23+020 3,5 2,70 Tidak

memenuhi standar

2,65 Tidak

memenuhi standar

23+000 3,5 2,65 Tidak

memenuhi standar

2,65 Tidak

memenuhi standar 5.3.3 Pembahasan Lebar Lajur Jalan

Data yang tersedia hanya lebar lajur jalan saja karena pada jalan Semanu- Pracimantoro km 23-km 23,4 tidak terdapat bahu jalan di sisi kiri maupun sisi kanan

(13)

jalan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 19 tahun 2011 untuk fungsi jalan kolektor I dengan kecepatan rencana dibawah 80 km/jam lebar lajur jalan yang ditentukan sebesar 3,5 m sedangkan untuk bahu jalan dengan medan bukit sebesar 1 m. Dari hasil analisis diatas lebar lajur jalan yang tersedia belum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5.4 Volume Lalu Lintas Harian

5.4.1 Pengambilan Data Volume Lalu Lintas Harian

Pengambilan data volume lalu lintas harian dilakukan dua hari di jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 yaitu pada hari sabtu, 30 Maret 2019 dan hari minggu, 31 Maret 2019. Data yang diambil sesuai dengan pengelompokkan kendaraan yaitu sepeda motor (MC), kendaraan ringan/kecil (LV), kendaraan sedang (MHV), dan kendaraan berat (HV). Rekapitulasi hasil pengamatan jumlah kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan Tabel 5.10

Tabel 5.9 Tabel Rekapitulasi Kendaraan Hari Sabtu 30 Maret 2019 No Jenis

Kendaraan

Arah Tujuan (kendaraan/hari) Total Kendaraan (Kendaraan/hari) Pracimantoro Semanu

1 Sepeda Motor

(MC) 3785 3522 7307

2 Kendaraan

Ringan (LV) 2148 2978 5126

3 Kendaraan

Sedang (MHV) 197 186 383

4 Kendaraan Berat

(HV) 637 380 1017

(14)

Tabel 5.10 Tabel Rekapitulasi Kendaraan Hari Minggu 31 Maret 2019 No Jenis

Kendaraan

Arah Tujuan (kendaraan/hari) Total Kendaraan (Kendaraan/hari) Pracimantoro Semanu

1 Sepeda Motor

(MC) 3760 3973 7733

2 Kendaraan

Ringan (LV) 2686 2758 5444

3 Kendaraan

Sedang (MHV) 212 289 501

4 Kendaraan Berat

(HV) 781 766 1547

5.4.2 Analisis Volume Lalu Lintas Harian

Setelah diketahui data jumlah kendaraan berdasarkan pengelompokan kendaraan kemudian jumlah kendaraan diubah menjadi satuan mobil penumpang dengan cara jumlah kendaraan dikalikan dengan nilai ekivalen penumpang.

Analisis perhitungan volume lalu lintas berdasarkan pengamatan pada hari Sabtu, 30 Maret 2019 pada Tabel 5.9 dapat dilihat sebagai berikut

1 Sepeda Motor (MC)

LHR = jumlah kendaraan x emp

= 7307 x 0,5

= 3653,5 smp/hari 2 Kendaraan Ringan/kecil (LV)

LHR = jumlah kendaraan x emp

= 5126 x 1

= 5126 smp/hari 3 Kendaraan Sedang (MHV)

LHR = jumlah kendaraan x emp

= 383 x 2,4

= 919,2 smp/hari

(15)

4 Kendaraan Berat (HV)

LHR = jumlah kendaraan x emp

= 1017 x 5

= 5085 smp/hari

Rekapitulasi hasil perhitungan volume lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12 di bawah ini

Tabel 5.11 Tabel Rekapitulasi Perhitungan Volume Lalu Lintas Hari Sabtu 30 Maret 2019

N

o Jenis Kendaraan

Arah Tujuan

Total

Kendaraan EMP SMP/hari Praciman

toro Semanu 1 Sepeda

Motor (MC) 3785 3522 7307 0,5 3653,5

2 Kendaraan Ringan

(LV)

2148 2978 5126 1 5126

3 Kendaraan Sedang (MHV)

197 186 383 2,4 919,2

4 Kendaraan

Berat (HV) 637 380 1017 5 5085

Jumlah 14783,7

Tabel 5.12 Tabel Rekapitulasi Perhitungan Volume Lalu Lintas Hari Minggu 31 Maret 2019

N o

Jenis Kendaraan

Arah Tujuan Total Kendara

an

EMP SMP/hari Praciman

toro Semanu 1 Sepeda

Motor (MC) 3760 3973 7733 0,5 3866,5

2

Kendaraan Ringan

(LV)

2686 2758 5444 1 5444

3

Kendaraan Sedang (MHV)

212 289 501 2,4 1202,4

4 Kendaraan

Berat (HV) 781 766 1547 5 7735

Jumlah 18247,9

(16)

Hasil rekapitulasi tersebut dapat dihitung VLHR ruas jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 berdasarkan dua hari pengamatan adalah sebagai berikut

VLHR = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐿𝑎𝑙𝑢 𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

= 14783,7+18247,9 2

= 16515,8 SMP/hari

5.4.3 Pembahasan Volume Lalu Lintas Harian

Hasil perhitungan analisis volume lalu lintas didapatkan nilai VLHR sebesar 16515,8 SMP/hari. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 19 tahun 2011 jalan Semanu-Pracimantoro merupakan jalan medan bukit dan memiliki fungsi jalan kolektor III. Sehingga untuk kelas jalan Nasional dengan fungsi jalan kolektor III belum sesuai, maka untuk trase alternatif diperbaiki menjadi jalan kolektor I.

5.5 Jarak Pandang Henti

5.5.1 Pengambilan Data Jarak Pandang Henti

Pengambilan data jarak pandang henti di lapangan didapatkan dengan cara pengamatan yang dilakukan di masing-masing tikungan. Hasil rekapitulasi hasil jarak pandang di jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 dapat dilihat pada Tabel 5.13 di bawah ini

Tabel 5.13 Jarak Pandang Henti di Lapangan No Tikungan Jarak Pandang Henti di

Lapangan (m)

1 Tikungan 1 56,3

2 Tikungan 2 65,3

3 Tikungan 3 28,2

(17)

5.5.2 Analisis Jarak Pandang Henti

Setalah diketahui nilai kecepatan rata-rata masing-masing tikungan, maka dapat dihitung nilai jarak pandang henti yang sesuai dengan nilai kecepatan rata- rata tersebut menggunakan Persamaan 3.2

f = digunakan 0,4 (asumsi penulis berdasarkan tugas akhir Dwi Ratmoko dengan judul Evaluasi Geometri Ruas Jalan Yogyakarta – Wonosari km 23 – km 26,6)

Tikungan 1 JPH = 𝑉𝑟

3,6𝑇 +(

𝑉𝑟 3,6)2 2𝑔𝑓

JPH = 40

3,6𝑥 2,5 + (

40 3,6)2 2 𝑥 9,81 𝑥 0,4

= 43,509 meter Tikungan 2

JPH = 𝑉𝑟

3,6𝑇 +(

𝑉𝑟 3,6)2 2𝑔𝑓

JPH = 37

3,6𝑥 2,5 + (

37 3,6)2 2 𝑥 9,81 𝑥 0,4

= 39,154 meter Tikungan 3

JPH = 𝑉𝑟

3,6𝑇 +(

𝑉𝑟 3,6)2 2𝑔𝑓

JPH = 33

3,6𝑥 2,5 + (

33 3,6)2 2 𝑥 9,81 𝑥 0,4

= 33,623 meter

5.5.3 Pembahasan Jarak Pandang Henti

Setelah dilakukan analisis perhitungan jarak pandang henti maka didapatkan nilai jarak pandang henti persyaratan. Perbandingan jarak pandang henti di lapangan dan jarak pandang henti persyaratan dapat dilihat pada Tabel 5.14 di bawah ini

(18)

Tabel 5.14 Rekapitulasi Jarak Pandang Henti di Lapangan dengan Jarak Pandang Henti Persyaratan

No Tikungan

JPH di Lapangan

(m)

JPH Persyaratan

(m)

Keterangan

1 Tikungan 1 56,3 43,509 Memenuhi

2 Tikungan 2 65,3 39,154 Memenuhi

3 Tikungan 3 28,2 33,623 Tidak Memenuhi

Hasil analisis jarak pandang henti di atas dapat disimpulkan bahwa jarak pandang henti berdasarkan pengukuran langsung di lapangan pada tikungan 3 tidak memenuhi syarat jarak pandang henti sesuai kecepatan di lapangan karena lebih kecil dari jarak pandang henti persyaratan tersebut.

5.6 Alinyemen Horizontal Trase Eksisting

5.6.1 Analisis Alinyemen Horizontal Trase Eksisting

Pengukuran di lapangan menggunakan alat bantu berupa theodolite, lalu bentuk tikungan dibuat menggunakan software Autocad sedangkan untuk lengkung horizontal pada trase eksisting didapat dengan cara trial. Untuk perhitungan alinyemen horizontal trase eksisting dapat dilihat di bawah ini

1. Tikungan 1 Data :

Vr = 40 km/jam Rc = 35 meter Ls = 20 meter Δ = 37,014°

Perhitungan :

fmax = -0,00065 x V + 0,192

= -0,00065 x 40 + 0,192

= 0,166

(19)

Rmin = 𝑉2

127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥)

= 402

127(0,1+0,166)

= 47,363 m θs = 90.𝐿𝑠

𝜋.𝑅𝑐

= 90𝑥20

𝜋.𝑥35

= 16,370°

Δc = Δ – 2. θs

= 37,014 – 2. 16,370

= 4,274°

Lc = 𝛥𝑐

360. 2π. Rc

= 4,274

360. 2π. 35

= 2,611 m

Karena Lc < 20 m maka dipakai tikungan spiral-spiral dan perhitungannya seperti di bawah ini

Lc = 0 θs = 1

2. Δ = 1

2. 37,014 = 18,507°

Ls = 𝜃𝑠.𝜋.𝑅𝑐

90

= 𝜃𝑠.𝜋.35

90

= 22,611 m Ltot = 2. Ls

= 2. 22,611

= 45,222 m

Xc = Ls. (1- 𝐿𝑠2

40.𝑅𝑐2)

(20)

= 22,611. (1-22,6112

40.352)

= 22,375 m Yc = 𝐿𝑠2

6.𝑅𝑐

= 22,6112

6.35

= 2,435 m

p = Yc – Rc. (1-cos θs)

= 2,435 – 35. (1-cos 18,507)

= 0,624 m

k = Xc – Rc. Sin θs

= 22,375 – 35. Sin 18,507

= 12,510 m Ts = (Rc + p). tan (1

2Δ) + k

= (35 + 0,624). tan (1

2. 37,014) + 12,510

= 24,435 m Es = (Rc + p). sec (1

2Δ). Rc

= (35 + 0,624). sec (1

2. 37,014). 35

= 2,567 m 2. Tikungan 2

Data :

Vr = 40 km/jam Rc = 85 meter Ls = 20 meter Δ = 38,120°

Perhitungan :

fmax = -0,00065 x V + 0,192

= -0,00065 x 40 + 0,192

= 0,166 Rmin = 𝑉2

127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥)

(21)

= 402

127(0,1+0,166)

= 47,363m θs = 90.𝐿𝑠

𝜋.𝑅𝑐

= 90.20

𝜋.85

= 6,741°

Δc = Δ – 2. θs

= 38,120 – 2. 6,741

= 24,638°

Lc = 𝛥𝑐

360. 2π. Rc

= 24,638

360 . 2π. 85

= 36,552m

Karena Lc > 20 m maka lengkung circle dipakai tikungan spiral-circle- spiral

Ltot = Lc + 2. Ls

= 36,552 + 2. 20

= 76,552m Xc = Ls. (1- 𝐿𝑠2

40.𝑅𝑐2)

= 20. (1- 202

40.852)

= 19,972m Yc = 𝐿𝑠2

6.𝑅𝑐

= 202

6.85

= 0,784m

p = Yc – Rc. (1-cos θs)

= 0,784 – 85. (1-cos 6,741)

= 0,197m

(22)

k = Xc – Rc. Sin θs

= 19,972 – 85. Sin 6,741

= 9,995m Ts = (Rc + p). tan (1

2Δ) + k

= (85 + 0, 197). tan (1

2. 38,120 ) + 9,995

= 39,431m Es = (Rc + p). sec (1

2Δ). Rc

= (85 + 0,197). sec (1

2. 38,120). 85

= 5,138m 3. Tikungan 3

Data :

Vr = 40 km/jam Rc = 45 meter Ls = 20 meter Δ = 51,974°

Perhitungan :

fmax = -0,00065 x V + 0,192

= -0,00065 x 40 + 0,192

= 0,166 Rmin = 𝑉2

127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥)

= 402

127(0,1+0,166)

= 47,363m θs = 90.𝐿𝑠

𝜋.𝑅𝑐

= 90.20

𝜋.45

= 12,732°

Δc = Δ – 2. θs

= 51,974 – 2. 12,732

= 26,510°

(23)

Lc = 𝛥𝑐

360. 2π. Rc

= 26,510

360 . 2π. 45

= 20,820m

Karena Lc > 20 m maka lengkung circle dipakai tikungan spiral-circle- spiral

Ltot = Lc + 2. Ls

= 20,820 + 2. 20

= 60,820m Xc = Ls. (1- 𝐿𝑠2

40.𝑅𝑐2)

= 20. (1- 202

40.452)

= 19,901m Yc = 𝐿𝑠2

6.𝑅𝑐

= 202

6.45

= 1,482m

p = Yc – Rc. (1-cos θs)

= 1,482 – 45. (1-cos 12,732)

= 0,375m

k = Xc – Rc. Sin θs

= 19,901 – 45. Sin 12,732

= 9,983m Ts = (Rc + p). tan (1

2Δ) + k

= (45 + 0,375). tan (1

2. 51,974) + 9,983

= 32,101m Es = (Rc + p). sec (1

2Δ). Rc

= (45 + 0,375). sec (1

2. 51,974). 45

= 5,479 m

(24)

5.6.2 Pembahasan Alinyemen Horizontal Eksisting

Setelah didapatkan analisis alinyemen horizontal pada trase eksisting kemudian dilakukan perbandingan antara jari-jari tikungan eksisting dengan jari- jari minimum untuk kecepatan di lapangan. Rekapitulasi perbandingan jari-jari tikungan eksisting dengan jari-jari minimum dapat dilihat pada Tabel 5.15 di bawah ini

Tabel 5.15 Rekapitulasi Perbandingan Jari-jari Tikungan No Tikungan Rmin (m) Rtrase eksisting (m) Keterangan

1 Tikungan 1 47,363 35 Tidak Memenuhi

2 Tikungan 2 47,363 85 Memenuhi

3 Tikungan 3 47,363 45 Tidak Memenuhi

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tikungan 1 dan tikungan 3 belum memenuhi standar jari-jari minimum untuk kecepatan di lapangan karena jari-jari trase eksisting lebih kecil dibandingkan jari-jari minimum.

Dalam lokasi penelitian jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 terdapat tikungan gabungan balik arah. Menurut peraturan Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) setiap tikungan gabungan harus disisipi bagian lurus yang memiliki panjang minimum 20 meter. Namun, untuk tikungan gabungan balik arah harus disisipi bagian lurus minimal 30 meter. Oleh karena itu, panjang lurus antar tikungan minimal sebesar 30 meter. Panjang lurus antar tikungan didapat dari hasil penggambaran menggunakan software Autocad. Rekapitulasi panjang bagian lurus antar pada trase eksisting dapat dilihat pada Tabel 5.16 di bawah ini

Tabel 5.16 Panjang Lurus Antar Tikungan No Tikungan Panjang lurus

(m)

Persyaratan

(m) Keterangan

1 Tikungan 1-2 130,260 30 Memenuhi

2 Tikungan 2-3 29,317 30 Tidak Memenuhi

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa panjang lurus yang terdapat di antara tikungan 2 dan tikungan 3 belum memenuhi persyaratan dari peraturan Direktorat

(25)

Jenderal Bina Marga (1997) karena panjang lurus yang tersedia lebih kecil dari persyaratan yang sudah ditetapkan.

5.7 Superelevasi Trase Eksisting

5.7.1 Analisis dan Pembahasan Superelevasi Trase Eksisting

Gambar superelevasi pada trase eksisting dapat dilihat pada Gambar 5.8 sampai dengan Gambar 5.10 di bawah ini

Gambar 5.8 Superelevasi Tikungan 1 Trase Eksisting

(26)

Gambar 5.9 Superelevasi Tikungan 2 Trase Eksisting

Gambar 5.10 Superelevasi Tikungan 3 Trase Eksisting

5.8 Alinyemen Vertikal Trase Eksisting 5.8.1 Analisis Alinyemen Vertikal Trase Eksisting

Data yang digunakan dalam analisis alinyemen vertikal didapat dari pengukuran langsung di lapangan menggunakan alat theodolite. Nilai kelandaian

(27)

yang diambil dalam analisis alinyemen vertikal yang mendekati kondisi alinyemen vertikal eksisting. Perhitungan alinyemen vertikal sebagai berikut

1. PPV 1

Data lapangan

Vr = 40 km/jam

Elevasi A = 412,230 meter Stasiun A = 0 meter Elevasi PPV 1 = 405,021 meter Stasiun PPV 1 = 77,547meter Elevasi PPV 2 = 397,202 meter Stasiun PPV 2 = 150,034 meter Perhitungan :

g1 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉1−𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐴 𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉 1−𝑠𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐴

= 405,021−412,230 77,547−0

= -9,29%

g2 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉2−𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉 1 𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉 2−𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉 1

= 397,202−405,021 150,034−77,547

= -10,786%

Δ = g2-g1 = 10,786-9,29 = 1,489 % d = 𝑉𝑟

3,6𝑇 +(

𝑉𝑟 3,6)2 2𝑔𝑓

= 40

3,62.5 + (

40 3,6)2 2.9,81.0,38

= 44,337 meter Lv = 𝑑2𝑥 𝐴

398

= 44,3372𝑥 1,489

398

= 7,355 meter

(28)

Ev = 𝐴

800𝑥 𝐿𝑣 = 1,49

800𝑥 7,355 = 0,014 meter

X1 = √(𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉1 − 𝑠𝑡𝑎 𝐴)2 + (𝑒𝑙𝑒𝑣 𝑃𝑃𝑉1 − 𝑒𝑙𝑒𝑣 𝐴)2 = √(77,547 − 0)2+ (405,021 − 412,230)2

= 77,211 meter

Jarak PPV1 = √𝑋2+ (𝑘𝑒𝑙𝑎𝑛𝑑𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑥 𝑋1)2 = √77,2112+ (9,297 𝑥 77,211)2

= 77,544 meter

Elevasi PPV1 = elevasi A + (kelandaian PVC x X1) = 412,230 + (9,727 x 77,211)

= 405,052 meter

Stasiun PPV1 = stasiun A + (jarak PPV)

= 0 + 77,544

= 77,544 meter

Elevasi PVC1 = elevasi PPV – (0,5 x Lv x kelandaian) = 405,502 – (0,5 x 7,355 x 9,297)

= 405,394 meter

Stasiun PVC1 = 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑃𝑃𝑉 − (0,5 𝑥 𝐿𝑣) = 77,544 − (0,5 𝑥 7,355)

= 73,867 meter

Elevasi PVT1 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉 + (0,5 𝑥 𝐿𝑣 𝑥 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑛𝑑𝑎𝑖𝑎𝑛) = 405,502 + (0,5 𝑥 7,355 𝑥 9,297)

= 404,655 meter

Stasiun PVT1 = 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑃𝑃𝑉 + (0,5 𝑥 𝐿𝑣) = 77,544 + (0,5 𝑥 7,355)

= 81,222 meter

(29)

Elevasi dan stasiun tiap pias x1 = 𝐿𝑣

5

= 7,355

5

= 1,471 x2 = 2,942 x3 = 4,413 x4 = 5,884 x5 = 7,355

Elevasi dan stasiun titik pias

Stasiun Pias 1 = Stasiun PVC + x1

= 73,867 + 1,471

= 75,338

Elevasi Pias 1 = elevasi PVC + g1 + x1 +𝛥 𝑥 𝑥1

𝐿𝑣

= 405,502 + 9,297 + 1,471 + 1,489 𝑥 1,471 7,355

= 405,259

Stasiun Pias 2 = Stasiun PVC + x2

= 73,867 + 2,942

= 76,809

Elevasi Pias 2 = elevasi PVC + g1 + x2 +𝛥 𝑥 𝑥2

𝐿𝑣

= 405,502 + 9,297 + 2,942+ 1,489 𝑥 2,942 7,355

= 405,129

Stasiun Pias 3 = Stasiun PVC + x3

= 73,867 + 4,413

= 78,280

Elevasi Pias 3 = elevasi PVC + g1 + x3 +𝛥 𝑥 𝑥3

𝐿𝑣

= 405,502 + 9,297 + 4,413 + 1,489 𝑥 4,413 7,355

= 405,003

(30)

Stasiun Pias 4 = Stasiun PVC + x4

= 73,867 + 5,884

= 79,751

Elevasi Pias 4 = elevasi PVC + g1 + x4 +𝛥 𝑥 𝑥1

𝐿𝑣

= 405,502 + 9,297 + 5,884 + 1,489 𝑥 5,884 7,355

= 404, 882

Stasiun Pias 5 = Stasiun PVC + x5

= 73,867 + 7,355

= 81,222

Elevasi Pias 5 = elevasi PVC + g1 + x5 +𝛥 𝑥 𝑥1

𝐿𝑣

= 405,502 + 9,297 + 7,355 + 1,489 𝑥 7,355 7,355

= 404,765

Untuk perhitungan PPV selanjutnya dapat diihat pada rekapitulasi titik-titik penting pada Tabel 5.17 sampai 5.20

Tabel 5.17 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV2 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV1 77,544 405,394

2 PPV2 150,029 397,248

3 PPV3 220,033 392,639

4 PVC2 139,524 398,381

5 PVT2 160,533 396,561

6 1 143,726 397,910

7 2 147,928 397,403

8 3 152,130 396,860

9 4 156,332 396,282

10 5 160,533 395,668

(31)

Tabel 5.18 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV3 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV2 150,029 397,248

2 PPV3 220,033 392,639

3 PPV4 294,726 383,597

4 PVC3 206,080 393,541

5 PVT3 233,986 390,939

6 1 211,661 393,208

7 2 217,243 392,938

8 3 222,824 392,731

9 4 228,405 392,587

10 5 233,986 392,506

Tabel 5.19 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV4 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV3 220,033 392,639

2 PPV4 294,726 383,597

3 PPV5 364,034 369,983

4 PVC4 275,556 385,865

5 PVT4 313,911 379,703

6 1 283,219 384,871

7 2 290,890 383,758

8 3 298,561 382,525

9 4 306,232 381,174

10 5 313,903 379,703

(32)

Tabel 5.20 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV5 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV4 294,726 383,597

2 PPV5 364,034 369,983

3 B 444,733 365,706

4 PVC5 329,808 376,532

5 PVT5 398,259 367,621

6 1 343,444 373,991

7 2 357,134 371,829

8 3 370,824 370,047

9 4 384,514 368,644

10 5 398,204 367,621

5.8.2 Pembahasan Alinyemen Vertikal Eksisting

Dari perhitungan alinyemen vertikal trase eksisting di atas dapat diketahui bahwa kelandaian pada PPV 1 masih belum memenuhi standar Bina Marga karena nilainya terlalu besar dari kelandaian maksimum yang diizinkan yaitu sebesar 9%

untuk kecepatan 50 km/jam. Sedangkan, untuk panjang lengkung vertikal PPV 1 nilainya sebesar 7,355 m sehingga belum sesuai standar yaitu panjang lengkung minimum untuk kecepatan 40-60 km/jam sebesar 40 sampai 80 meter.

(33)

5.9 Koordinasi Antara Alinyemen Horizontal dan Alinyemen Vertikal Trase Eksisting

Berikut adalah koordinasi antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal pada trase eksisting

Keterangan : elevasi trase eksisting - - - elevasi tanah dasar

Gambar 5.11 Koordinasi Antara Alinyemen Horizontal dan Alinyemen Vertikal Trase Eksisting

Koordinasi antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal didapat menggunakan software Autocad. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pada trase eksisting jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 terdapat 5 buah PPV.

Dapat dilihat bahwa alinyemen vertikal belum berhimpit dengan alinyemen horizontal sehingga akan mengakibatkan rasa tidak nyaman bagi pengemudi, maka koordinasi pada trase eksisting belum sesuai peraturan.

(34)

5.10 Alinyemen Horizontal Trase Alternatif 5.10.1 Gambar Alinyemen Horizontal Alternatif

Setelah melakukan analisis terhadap alinyemen horizontal eksisting, maka dilakukan analisis alinyemen horizontal alternatif. Berikut adalah superposisi antara trase eksisting dan trase alternatif

Gambar 5.12 Superposisi Antara Alinyemen Horizontal Trase Eksisting dan Trase Alternatif

Perencanaan trase alternatif dengan memperhatikan lokasi sekitar tikungan dan juga elevasi tanah dasar. Pada Gambar 5.3 lokasi sekitar tikungan 2 merupakan perkebunan dengan elevasi tanah dasar cukup rata, sehingga jika titik tikungan 2 dipindahkan seperti pada trase alternatif sudah sesuai ketentuan.

5.10.2 Analisis Alinyemen Horizontal Trase Alternatif

Untuk perhitungan alinyemen horizontal trase alternatif dapat dilihat di bawah ini

1. Tikungan 1 Data :

Vr = 50 km/jam Rc = 85 meter Δ = 43,335°

Perhitungan :

fmax = -0,00065 x V + 0,192

= -0,00065 x 50 + 0,192

= 0,160

(35)

Ls = 𝑉𝑟

3,6 x T

= 50

3,6 x 3

= 41,667 m Rmin = 𝑉2

127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥)

= 502

127(0,1+0,166)

= 75,858 m θs = 90.𝐿𝑠

𝜋.𝑅𝑐

= 90.42

𝜋.85

= 14,155°

Δc = Δ – 2. θs

= 43,335 – 2. 14,155

= 15,024°

Lc = 𝛥𝑐

360. 2π. Rc

= 15,024

360 . 2π. 85

= 22,288 m

Karena Lc > 20 m maka lengkung circle dipakai tikungan spiral-circle- spiral

Ltot = Lc + 2. Ls

= 22,288 + 2. 42

= 106,288 m Xc = Ls. (1- 𝐿𝑠2

40.𝑅𝑐2)

= 42. (1- 422

40.852)

= 41,081 m Yc = 𝐿𝑠2

6.𝑅𝑐

= 422

6.85

= 3,459 m

(36)

p = Yc – Rc. (1-cos θs)

= 3,459 – 85. (1-cos 14,155)

= 0,878 m

k = Xc – Rc. Sin θs

= 41,081 – 85. Sin 14,155

= 20,294 m Ts = (Rc + p). tan (1

2Δ) + k

= (85 + 0,878). tan (1

2. 43,335 ) + 20,294

= 54,412 m Es = (Rc + p). sec (1

2Δ). Rc

= (85 + 0,878). sec (1

2. 43,335). 85

= 7,407 m 2. Tikungan 2

Data :

Vr = 50 km/jam Rc = 100 meter Δ = 36,921°

Perhitungan :

fmax = -0,00065 x V + 0,192 = -0,00065 x 50 + 0,192

= 0,160 Rmin = 𝑉2

127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥)

= 502

127(0,1+0,160)

= 75,858m Ls = 𝑉𝑟

3,6 x T

= 50

3,6 x 3

= 41,667 m

(37)

θs = 90.𝐿𝑠

𝜋.𝑅𝑐

= 90.42

𝜋.100

= 12,032°

Δc = Δ – 2. θs

= 36,921 – 2. 12,032

= 12,857°

Lc = 𝛥𝑐

360. 2π. Rc

= 12,857

360 . 2π. 100

= 22,440 m

Karena Lc > 20 m maka lengkung circle dipakai tikungan spiral-circle- spiral

Ltot = Lc + 2. Ls

= 22,440 + 2. 42

= 106,440 m Xc = Ls. (1- 𝐿𝑠2

40.𝑅𝑐2)

= 42. (1- 422

40.1002)

= 41,815 m Yc = 𝐿𝑠2

6.𝑅𝑐

= 422

6.100

= 2,94 m

p = Yc – Rc. (1-cos θs)

= 2,94 – 100. (1-cos 12,032)

= 0,743 m

k = Xc – Rc. Sin θs

= 41,815 – 100. Sin 12,032

= 20,969 m

(38)

Ts = (Rc + p). tan (1

2Δ) + k

= (100 + 0,743). tan (1

2. 36,921 ) + 20,969

= 54,6 m

Es = (Rc + p). sec (1

2Δ). Rc

= (100 + 0,743). sec (1

2. 36,921). 100

= 6,208 m 3. Tikungan 3

Data :

Vr = 50 km/jam Rc = 85 meter Δ = 44,455°

Perhitungan :

fmax = -0,00065 x V + 0,192

= -0,00065 x 50 + 0,192

= 0,160 Rmin = 𝑉2

127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝑓𝑚𝑎𝑥)

= 502

127(0,1+0,160)

= 75,858m Ls = 𝑉𝑟

3,6 x T

= 50

3,6 x 3

= 41,667 m θs = 90.𝐿𝑠

𝜋.𝑅𝑐

= 90.42

𝜋.85

= 14,155°

Δc = Δ – 2. θs

= 44,455 – 2. 14,155

= 16,144°

(39)

Lc = 𝛥𝑐

360. 2π. Rc

= 16,144

360 . 2π. 85

= 23,951 m

Karena Lc > 20 m maka lengkung circle dipakai tikungan spiral-circle- spiral

Ltot = Lc + 2. Ls

= 23,951 + 2. 42

= 107,951 m Xc = Ls. (1- 𝐿𝑠2

40.𝑅𝑐2)

= 42. (1- 422

40.852)

= 41,744 m Yc = 𝐿𝑠2

6.𝑅𝑐

= 422

6.85

= 3,459 m

p = Yc – Rc. (1-cos θs)

= 3,459 – 85. (1-cos 14,155)

= 0,878 m

k = Xc – Rc. Sin θs

= 41,744 – 85. Sin 14,155

= 20,957 m Ts = (Rc + p). tan (1

2Δ) + k

= (85 + 0,878). tan (1

2. 44,455) + 20,957

= 56,051 m Es = (Rc + p). sec (1

2Δ). Rc

= (85 + 0,878). sec (1

2. 44,455). 85

= 7,772 m

(40)

5.10.3 Pembahasan Alinyemen Horizontal Trase Alternatif

Dari perhitungan di atas, kecepatan rencana yang digunakan dalam trase alternatif yaitu 50 km/jam. Kecepatan ini lebih tinggi daripada sebelumnya karena disesuaikan dengan status jalan sendiri yaitu sebagai jalan nasional. Kemudian didapat jari-jari tikungan untuk trase alternatif yang lebih besar dari jari-jari minimum, sehingga sudah memenuhi persyaratan. Rekapitulasi perbandingan jari- jari tikungan alternatif dengan jari-jari minimum dapat dilihat pada Tabel 5.21 di bawah ini

Tabel 5.21 Rekapitulasi Perbandingan Jari-jari Tikungan No Tikungan Rmin (m) Rtrase alternatif (m) Keterangan

1 Tikungan 1 75,858 85 Memenuhi

2 Tikungan 2 75,858 100 Memenuhi

3 Tikungan 3 75,858 85 Memenuhi

Sedangkan untuk panjang lurus antar tikungan trase alternatif didapatkan dari hasil penggambaran menggunakan software Autocad. Untuk tikungan gabungan balik arah harus disisipi bagian lurus minimal 30 meter. Rekapitulasi panjang bagian lurus antar pada trase eksisting dapat dilihat pada Tabel 5.22 di bawah ini

Tabel 5.22 Panjang Lurus Antar Tikungan No Tikungan Panjang lurus

(m)

Persyaratan

(m) Keterangan

1 Tikungan 1-2 31,327 30 Memenuhi

2 Tikungan 2-3 42,040 30 Memenuhi

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa panjang lurus yang terdapat di antara dua tikungan sudah memenuhi persyaratan dari peraturan Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) karena panjang lurus yang tersedia lebih besar dari persyaratan yang sudah ditetapkan.

(41)

5.11 Superelevasi Trase Alternatif

5.11.1 Analisis dan Pembahasan Superelevasi Trase Alternatif

Gambar superelevasi pada trase alternatif dapat dilihat pada Gambar 5.13 sampai dengan Gambar 5.15 di bawah ini

Gambar 5.13 Superelevasi Tikungan 1 Trase Alternatif

Gambar 5.14 Superelevasi Tikungan 2 Trase Alternatif

(42)

Gambar 5.15 Superelevasi Tikungan 3 Trase Alternatif

5.12 Alinyemen Vertikal Trase Alternatif 5.12.1 Gambar Alinyemen Vertikal Alternatif

Gambar alinyemen vertikal trase alternatif dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Keterangan : elevasi trase alternatif - - - elevasi tanah dasar

Gambar 5.16 Alinyemen Vertikal Trase Alternatif

(43)

5.12.2 Analisis Alinyemen Vertikal Trase Alternatif

Setelah melakukan perhitungan alinyemen horizontal maka dilakukan perhitungan untuk alinyemen vertikal. Perhitungan alinyemen vertikal sebagai berikut

1. PPV 1

Data lapangan

Vr = 50 km/jam

Elevasi A = 399,338 meter Stasiun A = 0 meter Elevasi PPV 1 = 396,790 meter Stasiun PPV 1 = 42,801 meter Elevasi PPV 2 = 395 meter Stasiun PPV 2 = 142,131 meter Perhitungan :

g1 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉1−𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐴 𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉 1−𝑠𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐴

= 396,790−399,338 42,801−0

= -5,954%

g2 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉2−𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉 1 𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉 2−𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉 1

= 395−396,790 142,131−42,901

= -1,802%

Δ = g2-g1

= 1,802 – 5,954 = 4,152 % d = 𝑉𝑟

3,6𝑇 +(

𝑉𝑟 3,6)2 2𝑔𝑓

= 50

3,62.5 + (

50 3,6)2 2.9,81.0,35

= 62,813 meter

(44)

Lv = 𝑑2𝑥 𝐴

398

= 62,8132𝑥 4,152

398

= 41,161 meter Ev = 𝐴

800𝑥 𝐿𝑣 = 4,152

800 𝑥 41,161 = 0,214 meter

X1 = √(𝑠𝑡𝑎 𝑃𝑃𝑉1 − 𝑠𝑡𝑎 𝐴)2 + (𝑒𝑙𝑒𝑣 𝑃𝑃𝑉1 − 𝑒𝑙𝑒𝑣 𝐴)2 = √(42,801 − 0)2+ (396,790 − 399,338)2

= 42,725 meter

Jarak PPV1 = √𝑋2+ (𝑘𝑒𝑙𝑎𝑛𝑑𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑥 𝑋1)2 = √42,7252+ (5,954 𝑥 42,725)2

= 42,801 meter

Elevasi PPV1 = elevasi A + (kelandaian x X1) = 399,338 + (5,954 x 42,801)

= 396,794 meter

Stasiun PPV1 = stasiun A + (jarak PPV)

= 0 + 42,801

= 42,801 meter

Elevasi PVC1 = elevasi PPV – (0,5 x Lv x kelandaian) = 396,794 – (0,5 x 41,161 x 5,954)

= 398,019 meter

Stasiun PVC1 = 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑃𝑃𝑉 − (0,5 𝑥 𝐿𝑣) = 42,801 − (0,5 𝑥 41,161)

= 22,220 meter

Elevasi PVT1 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑃𝑉 + (0,5 𝑥 𝐿𝑣 𝑥 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑛𝑑𝑎𝑖𝑎𝑛) = 396,794 + (0,5 𝑥 41,161 𝑥 5,954)

= 396,423 meter

Stasiun PVT1 = 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑃𝑃𝑉 + (0,5 𝑥 𝐿𝑣)

(45)

= 42,801 + (0,5 𝑥 41,161)

= 63,382 meter

Elevasi dan stasiun tiap pias x1 = 𝐿𝑣

5

= 41,161

5

= 8,232 x2 = 16,465 x3 = 24,697 x4 = 32,929 x5 = 41,161

Elevasi dan stasiun titik pias

Stasiun Pias 1 = Stasiun PVC + x1

= 22,220 + 8,232

= 30,453

Elevasi Pias 1 = elevasi PVC + g1 + x1 +𝛥 𝑥 𝑥1

𝐿𝑣

= 398,019 + 5,954 + 8,232 + 4,152 𝑥 8,232 41,161

= 397,563

Stasiun Pias 2 = Stasiun PVC + x2

= 22,220 + 16,465

= 38,685

Elevasi Pias 2 = elevasi PVC + g1 + x2 +𝛥 𝑥 𝑥2

𝐿𝑣

= 398,019 + 5,954 + 16,465 + 4,152 𝑥 16,465 41,161

= 397,176

Stasiun Pias 3 = Stasiun PVC + x3

= 22,220 + 24,697

= 46,917

Elevasi Pias 3 = elevasi PVC + g1 + x3 +𝛥 𝑥 𝑥3

𝐿𝑣

(46)

= 398,019 + 5,954 + 24,697+ 4,152 𝑥 24,697 41,161

= 396,857

Stasiun Pias 4 = Stasiun PVC + x4

= 22,220 + 32,929

= 55,149

Elevasi Pias 4 = elevasi PVC + g1 + x4 +𝛥 𝑥 𝑥1

𝐿𝑣

= 398,019 + 5,954 + 32,929 + 4,152 𝑥 32,929 41,161

= 396,606

Stasiun Pias 5 = Stasiun PVC + x5

= 22,220 + 41,161

= 63,382

Elevasi Pias 5 = elevasi PVC + g1 + x5 +𝛥 𝑥 𝑥1

𝐿𝑣

= 398,019 + 5,954 + 41,161+ 4,152 𝑥 41,161 41,161

= 396,423

Untuk perhitungan PPV selanjutnya dapat dilihat pada rekapitulasi titik-titik penting pada Tabel 5.23 sampai 5.25

Tabel 5.23 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV2 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV1 42,801 396,790

2 PPV2 142,131 395,000

3 PPV3 242,639 392,907

4 PVC2 140,740 395,025

5 PVT2 143,522 394,971

6 1 141,296 395,015

7 2 141,853 395,005

8 3 142,409 394,994

9 4 142,965 394,983

10 5 143,522 394,971

(47)

Tabel 5.24 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV3 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV2 142,131 395,000

2 PPV3 242,639 392,907

3 PPV4 342,777 384,675

4 PVC3 212,212 393,541

5 PVT3 273,067 390,406

6 1 224,383 393,362

7 2 236,554 393,333

8 3 248,725 393,453

9 4 260,896 393,722

10 5 273,067 394,141

Tabel 5.25 Rekapitulasi Titik-titik Penting PPV4 Jalan Semanu Pracimantoro km 23 – km 23,4

No Titik Stasiun Elevasi

1 PPV3 242,639 392,907

2 PPV4 342,777 384,675

3 PPVB 442,6681 376,789

4 PVC4 341,161 384,808

5 PVT4 344,394 384,547

6 1 341,805 384,754

7 2 342,452 384,700

8 3 343,099 384,646

9 4 343,745 384,592

10 5 344,392 384,537

(48)

5.12.3 Pembahasan Alinyemen Vertikal Trase Alternatif

Dari perhitungan alinyemen vertikal pada trase alternatif di atas dapat diketahui bahwa kelandaian pada PPV1 sebesar 5,954% sedangkan nilai kelandaian maksimum yang diizinkan sebesar 9% untuk kecepatan 50 km/jam. Oleh karena itu, kelandaian pada PPV1 sudah memenuhi persyaratan dari Bina Marga karena nilainya sudah lebih kecil dari nilai kelandaian maksimum yang diizinkan.

Kemudian, untuk panjang lengkung vertikal pada PPV1 nilainya sebesar 41,161 meter sedangkan syarat dari Bina marga untuk kecepatan 50 km/jam memiliki panjang lengkung minimum sebesar 40 sampai 80 meter.

5.13 Koordinasi Antara Alinyemen Horizontal dan Alinyemen Vertikal Trase Alternatif

Berikut adalah koordinasi antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal pada trase alternatif

Keterangan : elevasi trase alternatif - - - elevasi tanah dasar

Gambar 5.17 Koordinasi Antara Alinyemen Horizontal dan Alinyemen Vertikal Trase Alternatif

(49)

Koordinasi antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal didapat menggunakan software Autocad. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pada trase alternatif jalan Semanu-Pracimantoro km 23-km 23,4 terdapat 4 buah PPV.

Berdasarkan peraturan Bina Marga, koordinasi alinyemen yang baik yaitu alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal sebaiknya berhimpit. Dapat dilihat pada koordinasi pada trase alternatif kedua alinyemen sudah berhimpit. Pada bagian PPV 3 menuju PPV 4 terlihat penurunan kelandaian dari 2% menjadi 8%.

Penurunan tersebut tidak mengganggu penglihatan karena kelandaian jalan masih dibawah batas maksimum.

5.14 Komparasi Pra dan Pasca Desain Ulang

Setelah dilakukan analisis terhadap trase alternatif maka akan dilakukan perbandingan karakteristik jalan dengan kondisi pra desain ulang dan pasca desain ulang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.26 di bawah

(50)

94 N

o

Parameter Bina Marga (1997)

Permen PU (2011)

Pra Desain Ulang Keterangan Pasca Desain Ulang

Keterangan

1. Ltot 455,048 m 455,648 m

2. Koordinat tikungan 2

X : 473106,55 Y : 9113210,45

X : 473160,45 Y : 9113203,88 3. Kecepatan

Rencana

50 – 100

km/jam 40 km/jam Tidak

Memenuhi 50 km/jam Memenuhi

4. Lebar Lajur 3,5 m

2,75 m Tidak

Memenuhi 3,5 m Memenuhi

5. Alinyemen Horizontal a. Jari-jari

tikungan 1

> 75,858 m

35 m Tidak

Memenuhi 85 m Memenuhi

b.

Panjang lurus antar tikungan

2 dan tikungan 3

30 m

29,317 m

Tidak Memenuhi

42,040 m

Memenuhi

(51)

95 Vertikal

a. Kelandaian < 9 %

10 % Tidak

Memenuhi 5 % Memenuhi

b. Lengkung vertikal

40-80 m

7,355 m Tidak

Memenuhi 41,611 m Memenuhi

(52)

Dari tabel di atas dapat diketahui hampir semua parameter karakteristik jalan untuk pra desain ulang dengan pasca desain ulang berbeda. Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan fungsi jalan dari kolektor III pada trase pra desain ulang menjadi kolektor I pada trase pasca desain ulang. Koordinat pada tikungan 2 mengalami perubahan dikarenakan pada trase pra desain ulang terdapat panjang lurus antar tikungan 2 dan 3 tidak sesuai standar. Maka dari itu pemindahan koordinat ini bertujuan agar panjang lurus antar tikungan 2 dan tikungan 3 sesuai standar. Pemindahan koordinat terletak di daerah kebun sehingga trase pasca desain ulang masih aman. Kecepatan rencana pada pra desain ulang sebesar 40 km/jam, sedangkan pada persyaratan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 (2011) untuk fungsi jalan kolektor 1 pada medan bukit kecapatan rencana berkisar pada 50 sampai 100 km/jam. Dengan demikian kecepatan rencana pada pasca desain ulang sudah memenuhi persyaratan tersebut. Pada persyaratan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 19 untuk lebar jalan pada jalan kolektor minimal sebesar 3,5 meter. Peraturan pada Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) menyebutkan bahwa panjang lurus minimum yang harus tersedia pada antar tikungan gabungan balik arah adalah 30 meter, sehingga pada tabel di atas panjang minimum yang tersedia antara tikungan 2 dan tikungan 3 pada pasca desain ulang sudah memenuhi persyaratan. Sementara, untuk alinyemen vertikal pra desain ulang memiliki kelandaian 9,29 % dan pasca desain ulang sebesar 5,954 % sedangkan peraturan dari Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) memiliki persyaratan bahwa kelandaian maksimum sebesar 9 %. Untuk persyaratan panjang lengkung minimum sebesar 40 sampai 80 meter sehingga nilai lengkung vertikal pada pasca desain ulang sudah memenuhi persyaratan. Berdasarkan koordinasi alinyemen antara trase eksisting pada Gambar 5.11 dan trase alternatif pada Gambar 5.17 terlihat bahwa koordinasi pada trase alternatif sudah memenuhi persyaratan pada peraturan Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) dimana alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal berhimpit. Berbeda dengan koordinasi alinyemen pada trase eksisting, kedua alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal tidak ada bagian yang berhimpit sehingga menutupi jarak pandang pengemudi. Sehingga pada trase alternatif (pasca desain ulang) dapat meningkatkan potensi keselamatan lalu lintas.

(53)

Berikut adalah superposisi alinyemen horizontal antara trase eksisting dan trase alternatif yang dapat dilihat pada Gambar 5.18 di bawah ini

Gambar 5.18 Superposisi Alinyemen Horizontal Antara Trase Eksisting dan Trase Alternatif

Gambar

Gambar 5.3 Lingkungan Sekitar Pada Tikungan 2 Jalan Semanu  Pracimantoro km 23-km 23,4
Gambar 5.4 Lingkungan Sekitar Pada Tikungan 3 Jalan Semanu  Pracimantoro km 23-km 23,4
Gambar 5.7 Grafik Distribusi Persentasi Kumulatif dengan  Kecepatan Rencana 0510152025303540455055606570758085909510010505101520253035 40 45 50 55 60Persentase Kumulatif (%)Kecepatan (km/jam)
Tabel 5.3 Hasil Pengukuran Lebar Lajur Jalan pada Jalan  Semanu-Pracimantoro km 23 – km 23,4 Tikungan 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Pekerjaan kolom batu vibrasi atau vibrated stone column adalah jenis perbaikan tanah dalam dimana alat penggetar atau vibrator digunakan untuk membentuk kolom

a) Setelah penghamparan, setiap lapis harus dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui Pengawas Pekerjaan sampai mencapai kepadatan

a) Setelah penghamparan, setiap lapis harus dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui Pengawas Pekerjaan sampai mencapai kepadatan

alat yang digunakan nantinya memiliki spesifikasi pembacaan hingga 3000 (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2020). g) Tilt Meter, berfungsi untuk membaca pergerakan pada

1 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Utara 2 Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Provinsi Bengkulu 3 Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Bangka Belitung 4

a) Selama proses pelaksanaan pelapisan, Penyedia Jasa harus melakukan pemeriksaan mutu hasil pekerjaan sesuai ketentuan dalam spesifikasi ini, dengan disaksikan

a) Pekerjaan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan struktur tiang pancang baja yang berada di lingkungan air laut dari kerusakan akibat korosi dengan

Dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan Direktorat Jenderal Bina Marga mengacu kepada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina