• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUTURAN ANAK USIA 2-5 TAHUN YANG BERBAHASA IBU BAHASA INDONESIA DI WILAYAH MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUTURAN ANAK USIA 2-5 TAHUN YANG BERBAHASA IBU BAHASA INDONESIA DI WILAYAH MAKASSAR"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pada Pendidikan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

MA’RIFAH 105330 6360 10

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(2)
(3)

i

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

MA’RIFAH 105330 6360 10

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(4)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia Di Wilayah Makassar

Mahasiswa yang bersangkutan:

Nama Mahasiswa : Ma’rifah

NIM : 10533 6360 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Setelah diperiksa dan diteliti, maka skripsi ini telah memenuhi persyaratan dan layak untuk diujikan.

Makassar, Oktober 2014 Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. A. Rahman Rahim., M. Hum Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd.

Diketahui:

Dekan FKIP Ketua Jurusan Pendidikan

Unismuh Makassar, Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Dr. Munirah, M. Pd.

NBM. 858 625 NBM. 951 576

(5)

iii

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia Di Wilayah Makassar

Mahasiswa yang bersangkutan:

Nama Mahasiswa : Ma’rifah

NIM : 10533 6360 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Setelah diperiksa dan diteliti, maka skripsi ini telah memenuhi persyaratan dan layak untuk diujikan.

Makassar, Oktober 2014 Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. A. Rahman Rahim., M. Hum Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd.

Diketahui:

Dekan FKIP Ketua Jurusan Pendidikan

Unismuh Makassar, Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Dr. Munirah, M. Pd.

NBM. 858 625 NBM. 951 576

(6)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ma’rifah

NIM : 10533 6360 10

Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia Di Wilayah Makassar

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Oktober 2014 Yang Membuat Pernyataan

Ma’rifah

Diketahui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. A. Rahman Rahim., M. Hum Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd.

(7)

v Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ma’rifah

NIM : 10533 6360 10

Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesabaran.

Makassar, November 2014 Yang Membuat Perjanjian

Ma’rifah

Mengetahui:

Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M. Pd.

NBM. 951 576

(8)

vi

Untuk menjadi yang terbaik

Dalam hidup ada masalah, ada gelisah

Ada cobaan menerpa, ada juga lara nestapa Setiap pengalaman adalah hikmah

Dari hal sepele dan sederhana

Bisa menjadi pembelajaran buat kita

Karena pembelajaran itu bisa datang dari siapapun

Persembahan

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk kedua orang

tuaku, serta kakak dan keluarga yang menyayangiku

sekaligus penghargaan kepada orang-orang yang

mencintaiku dengan segenap penghargaaan, doa, dan

kebanggaan mereka untukku

(9)

vii

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia di Wilayah Makassar. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan mengadakan observasi langsung terhadap objek peneltian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.

Metode tersebut digunakan untuk mendeskripsikan tindak tutur anak usia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Tenik pengumpulan data yang digunakan data rekaman dan data mencatat. Dalam teknik ini peneliti merekam pembicaraan anak-anak kemudian mencatat data-data yang didengar dan dilihat.

Berdasarkan hasil penelitian tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia di Wilayah Makassar . Ditemukan bahwa proses pemerolehan bahasa anak melalui beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa.

Kata kunci: percakapan, tuturan langsung.

(10)

viii

hidayah-Nya jualah sehingga skripsi ini dapat terwujud dalam bentuk sederhana.

Salawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad saw., yang telah menunjukkan ke arah keselamatan.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Muhammadiyah Makassar. Di sisi lain, skripsi ini merupakan sumbangsih pemikiran dalam peningkatan mutu pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan referensi yang dimiliki oleh penulis. Namun dengan ketabahan, kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan maka skripsi ini dapat terwujud dan selesai tepat pada waktunya.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Sultan dan Sarimada yang telah berjuang, berdoa, mendidik, dan membiayai dalam proses pencarian ilmu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. A. Rahman Rahim M. Hum, dan Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pembimbing I dan II, yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. Demikian pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Djoko ruwin sebagai penasehat akademik yang dengan ikhlas memberikan motivasi serta arahannya.

(11)

ix

Dr. Munirah, M. Pd., ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuanganku Sutra Ayu, Fajriani, Haerani Sadar, Sitti Anita, Agung budiman, Khumairah Amir dan Asrullah yang selalu menemaniku dalam suka dan duka, sahabat-sahabatku terkasih serta seluruh rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2010 khususnya kelas B, atas segala kebersamaan, motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis yang telah memberi pelangi dalam hidupku.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritik tersebut sifatnya. Mudah-mudahan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin!

Makassar, Oktober 2014

Penulis

(12)

x

Halaman Pengesahan Ujian ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Surat Pernyataan ... v

Surat Persetujuan ... vi

Motto dan Persembahan ... vii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Peneleitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

A. Kajian Pustaka ... 5

1. Penelitian Yang Relevan ... 5

2. Pemerolehan Bahasa ... 6

3. Perkembangan Bahasa Anak ... 8

a. Teori Nativis ... 9

b. Teori Behavioristik ... 9

c. Teori Kognitif ... 9

4. Perkembangan Motorik ... 10

5. Perkembangan Koginitif ... 10

6. Perkembangan Bahasa ... 13

a. Tahap Perkembangan Artikulasi ... 13

b. Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat ... 17

(13)

xi

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Fokus Penelitian ... 27

B. Jenis Penelitian ... 27

C. Batasan Istilah ... 27

D. Data dan Sumber Data ... 28

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

F. Teknik Pengumpulan Data ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Penelitian ... 32

B. Pembahasan ... 42

BAB V PENUTUP ... 44

A. Simpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(14)

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Ma’rifah

Tempat, Tanggal Lahir : Appasareng, 30 April 1990

Stambuk : 10533 6360 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pembimbing : 1. Dr. A. Rahman Rahim., M. Hum 2. Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd.

Judul Skripsi : Tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia (Jenis-Jenis Tindak Tutur Anak)

Catatan;

Mahasiswa hanya dapat mengikuti seminar skripsi jika sudah konsultasi ke Dosen Pembimbing minimal 3 kali.

Makassar, 18 Oktober 2014 Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M.Pd.

NBM. 951 756

No Hari/Tanggal Uraian Perbaikan Tanda

Tangan

(15)

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Ma’rifah

Tempat, Tanggal Lahir : Appasareng, 30 April 1990

Stambuk : 10533 6360 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pembimbing : 1. Dr. A. Rahman Rahim., M. Hum 2. Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd.

Judul Skripsi : Tuturan Anak Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia (Jenis-Jenis Tindak Tutur Anak)

Catatan;

Mahasiswa hanya dapat mengikuti seminar skripsi jika sudah konsultasi ke Dosen Pembimbing minimal 3 kali.

Makassar, 18 Oktober 2014 Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M.Pd.

NBM. 951 576

No Hari/Tanggal Uraian Perbaikan Tanda

Tangan

(16)

1 A. Latar Belakang

Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rencam dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikolinguistik. Bagaimana manusia memeroleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu anak-anak walaupun umumnya tidak ada pengajaran formal.

Walaupun rangsangan bahasa yang diterima oleh anak-anak tidak teratur. Namun mereka berupaya memahami sistem-sistem linguistik bahasa pertama sebelum menjangkau usia lima tahun. Fenomena yang kelihatan menakjubkan ini telah berlaku dan terus berlaku dalam kalangan semua masyarakat dan budaya pada setiap masa. Mengikut penyelidik secara emperikal, terdapat dua teori utama yang membincangkan bagaimana manusia memperoleh bahasa. Teori pertama mempertahankan bahawa bahasa diperoleh manusia secara alamiah atau dinuranikan. Teori ini juga dikenali sebagai Hipotesis Nurani dalam linguistik. Teori yang kedua mempertahankan bahwa bahasa diperoleh manusia secara dipelajari.

(17)

Kajian saintifik dalam bidang pemerolehan bahasa telah dimulakan kurun ke-16 Zulkifli (dalam Lia 19 Mei 2014. http//www.infodiknas.com).

Kajian ini dimulakan oleh Tiedeman, seorang ahli biologi berbangsa Jerman pada tahuun 1987, Charles Darwin, pengazas teori evolusi turut menjalankan kajian dalam bidang pemerolehan bahasa pada tahun 1877. Kajian-kajian yang seterusnya telah dilakukan oleh Preyer pada tahun 1822 dan kajian Sally pada tahun 1885.

Pemerolehan bahasa merupakan satu proses perkembangan bahasa manusia. Lazimnya pemerolehan bahasa pertama dikaitkan dengan perkembangan bahasa anak-anak manakala pemerolehan bahasa kedua bertumpu kepada perkembangan bahasa orang dewasa (Language Acquisition: On-Line).

Perkembangan bahasa anak-anak pula bermaksud pemerolehan bahasa ibu anak-anak berkenaan. Namun terdapat juga pandangan lain yang mengatakan bahwa terdapat dua proses yanng terlibat dalam pemerolehan bahasa dalam kalangan anak-anak, yaitu pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua faktor utama yang dikaitkan dengan pemerolehan bahasa ialah faktor nurture dan faktor nature. Namun, para pengkaji bahasa dan linguistik tidak menolak kepentingan tentang pengaruh faktor-faktor seperti yang dikaitkan oleh ahli linguistik Noam Chomsky dan Lenneberg ataupun kebolehan berbahasa ialah hasil dari pada kebolehan kognisi umum dan interaksi manusia dengan sekitarnya. Mengikut Piaget, semua anak-anak sejak lahir telah dilengkapi dengan alat nurani yang berbentuk mekanikal

(18)

umum untuk semua kebolehan manusia termasuklah kebolehan berbahasa.

Alat mekanisme kognitif yang bersifat umum digunakan untuk menguasai segala-galanya termasuk bahasa. Bagi Comsky dan Miller alat khusus ini dikenali sebagai Langguage Acquisition Device (LAD) yang fungsinya sama seperti yang pernah dkemukakan oleh Lenneberg yang dikenali sebagai

“Innate Prospensity For Language”.

Bayi-bayi yang baru lahir sudah mulai mengecam bunyi-bunyi yang terdapat disekitarnya. Mengikut Brooks (dalam Mulyawati 19 Mei 2014.

http//www.infodiknas.com), kelahiran atau pemerolehan bahasa dalam bentuk yang paling sederhana bagi setiap bayi bermula pada waktu bayi itu berumur lebih kurang 18 bulan dan mencapai bentuk yang hampir sempurna ketika berumur lebih kurang empat tahun. Bagi Mangantar Simanjuntak (dalam Lia 19 Mei 2014. http//www.infodiknas.com), pemerolehan bahasa bermaksud penguasaan bahasa oleh seseorang secara tidak langsung dan dikatakan aktif berlaku dalam kalangan kanak-kanak dalam lingkuagan umur 2-5 tahun. Hal ini tidak bermakna orang dewasa tidak memperoleh bahasa tetapi kadarnya tidak sehebat anak-anak.

Pemerolehan bahasa dikaitkan dengan penguasaan sesuatu bahasa tanpa disadari atau dipelajari secara langsung, yaitu tanpa melalui pendidikan secara formal untuk mempelajarinya, sebaliknya pemerolehan dari bahasa yang dituturkan oleh ahli masyarakat disekitarnya. Beliau seterusnya menegaskan bahwa kajian tentang pemerolehann bahasa sangat penting terutamanya dalam bidang pengajaran bahasa. Pengetahuan yang cukup

(19)

tentang proses dan hakikat pemerolehan bahasa oleh membantu bahkan menentukan kejayaan dalam bidang pengajaran bahasa.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah tuturan anak berusia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia di Wilayah Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk dapat mengetahui bentuk pemerolehan bahasa anak usia 2-5 tahun, dan mendapatkan gambaran mengenai bagaimana ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia 2-5 tahun dalam bertutur.

D. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian “Perilaku Pertuturan Anak Pada Usia 2-5 Tahun Yang Berbahasa Ibu Bahasa Indonesia di Wilayah Makassar” manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk kajian linguistik, hasil dari penlitian ini diharapkan dapat memperkaya data tentang penelitian jenis-jenis tindak tutur anak.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui jenis-jenis tindak tutur anak dan kajian ini diharapkan dapat secara fungsional menguak dan menyikapi tindak tutur anak dalam berberbahasa, sehingga dapat digunakan sebagai substansi dasar bagi pengembangan dan pembinaan bahasa kepada anak-anak.

(20)

5 A. Kajian Pustaka

Teori yang digunakan dalam penelitian ini bersifat elastis, artinya penelitian ini tidak bertumpu pada satu teori tertentu, tetapi berpegang pada beberapa teori yang dianggap cocok dan sejalan dengan penelitian ini.

1. Penelitian Yang Relevan

Fenomena kebahasaan tindak tutur anak tentu saja menarik untuk diteliti karena dapat menambah wawasan keilmuan psikolinguistik saat ini.

Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rencam dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikolinguistik. Bagaimana manusia memeroleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. pemerolehan dan penguasaan berbahasa pada anak-anak memilki keanekaragaman bahkan menarik untuk diteliti. Penelitian mengenai tindak tutur anak dalam pemeroleh berbahasa ini masih jarang dilakukan, maka penulis tertarik untuk menelitinya.

Sepengetahuan penulis, ada beberapa yang sudah meneliti tentang tindak tutur anak dalam pemeroleh berbahasa, diantaranya Nila Sari Hutasuhut (2011) dengan judul „Pemerolehan Bahasa Anak Usia 2-4 Tahun‟. Hasil penelitian ini adalah anak ternyata sudah mampu menyusun kalimat dalam bertutur meskipun masih sangat sederhana dan terbatas.

(21)

Muliyawati Lia (2011) dalam skiripsi berjudul pemerolehan bahasa anak yang berusia tiga tahun Hasil dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan jumlah ujaran setiap gilran tutur anak usia tiga tahun mengucapkan kata-kata secara terpenggal.

2. Pemerolehan Bahasa

Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (BI) anak terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.

Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa.Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.

Pada masa perkembangan pralinguistik anak mengembangkan konsep dirinya. la berusaha membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakan pada tahap satu kata. Anak terus-menerus berupaya mengumpulkan nama benda- benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperolehnya tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata

(22)

sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemberian. Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjang ucapannya.Panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya.

Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya.

Ada lima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi oleh panjang ucapan rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA). Walaupun perkembangan bahasa setiap anak sangat unik, namun ada persamaan umum pada anak-anak, ada persesuaian satu sama lain semua mencakup eksistensi, non eksistensi, rekurensi, atribut objek dan asosiasi objek dengan orang.

Pada masa tahap dua, ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak, yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan/relasi. Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak bergerak dari membuat bunyi menuju ke arah membuat pengertian.

Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara

(23)

insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam.

Anak- anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu yang akan jadi pembendaharaan mereka. Perkembangan ujaran kombinatori anak- anak dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu perkembangan negatif/ penyangkalan, perkembanga ninterogratif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi.

3. Perkembangan Bahasa Anak

Perkembangan bahasa meningkat sesuai dengan bertambahnya usia anak. Sebagai orang tua, mereka harus selalu memperhatikan perkembangan tersebut karena masa ini menentukan proses belajar.

Mereka dapat memberikan contoh yang baik kepada anak. Orang tua sangat bertanggug jawab atas kesuksesan belajar anak dan hendaknya selalu memberikan motivasi kepada anak untuk belajar. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang kontroversial dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada anak-anak bersifat alamiah

(24)

(nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapa\t bahwa

penguasaan bahasa pada anak-anak bersifat “suapan” (nurture).

Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya disebut kognitivisme.

Berikut ini akan dikemukakan seacara singkat ketiga pandangan itu, yaitu:

a. Teori Nativis

Tokoh teori ini adalah Noam Chomsky (dalam Chaer Abdul 2012:222).

Menurut teori ini penguasaan bahasa pada anak-anak bersifat alamiah atau nature. Yang menganggap bahwa lingkungan tidak mempunyai pengaruh dalam pemerolehan bahasa, karena bahasa merupakan pemberian biologis. Para ahli nativis menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan seiring dengan pertumbuhan anak.

b. Teori Behavioristik

Tokoh teori ini adalah B.F Skinner, yang menekankan bahwa proses pemerolahan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan.

c. Teori Kognitif

Jean Piaget (dalam Chaer Abdul 2012:223), menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkah salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.

(25)

4. Pekembangan Motorik

Perkembangan motorik merupakan perkembangan bayi sejak lahir yang paling tampak yakni sebuah perkembangan yang bertahap mulai dari duduk, merangkak sampai berjalan. Motor berarti gerak, dua kemampuan bergerak yang paling banyak diperhatikan para pakar adalah berjalan dan penggunaaan tangan sebagai alat Morgan (dalam Chaer Abdul 2012:225).

5. Perkembangan kognitif

Perkembangan manusia dititik beratkan pada usia dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan sosial yang terjadi sepanjang rentang kehidupan. Perkembangan kognitif secara spesifik difokuskan pada perubahan dalam cara berpikir, memecahkan masalah, memori, dan intelegensi. Kognisi berkembang melalui peningkatan- peningkatan pola-pola yang teratur sejak bayi hingga masa dewasa, dan beberapa kemampuan kognitif akan menurun pada masa tua dikarenakan proses pematangan atau kemunduran neurologis dan fisik individu yang berbaur dengan lingkungannya.

Jean Piaget yang merintis penelitian perkembangan koginisi sepanjang masa kehidupan individu,. Ada beberapa istilah dalam teori ini, yaitu:

a. Organisasi mengacu pada sifat dasar struktur mental untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. Piaget mempersepsikan pikiran bersifat terstruktur atau terorganisasi yang kompleksitasnya terintegrasi.

(26)

b. Skema adalah tingkatan berpikir yang paling sederhana. Skema merujuk kepada potensi yang ada dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Contohnya, sewaktu dilahirkan, bayi telah diberi beberapa gerakan pantulan yang dikenali sebagai skema seperti gerakan memegang. Gerakan memegang, kandungan skemanya adalah memegang benda yang tidak menyakitkan. Bayi akan cenderung memegang benda-benda yang tidak menyakitkan seperti jari ibu. Skema bayi tersebut akan menentukan bagaimana bayi bertindak terhadap sekitarnya sebagai strategi kognitifnya.

c. Adaptasi merupakan satu keadaan di mana wujud keseimbangan di antara akomodasi dan asimilasi untuk disesuaikan dengan sekitarnya.

Asimilasi proses memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan diri organisme tersebut. Dengan cara mengambil sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah ada.

d. Akomodasi suatu adaptasi dengan cara memodifikasi diri organisme tersebut sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal.

Ada empat tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, yaitu :

(27)

a. SensoriMotorik

Tahap ini dimulai sejak usia 0-2 tahun. Ciri-cirinya: dunianya terbatas pada saat sekarang dan disini, belum mengenal bahasa, belum memiliki pikiran pada masa-masa awal, dan belum mampu memahami realitas objektif.

b. Pra Operasional

Dimulai sejak usia 2-7 tahun. Ciri-cirinya: pikirannya bersifat egosentris, pemikirannya didominasi oleh persepsi, intuisinya lebih mendominasi daripada pikiran logisnya. Belum memiliki kemampuan konservasi.

c. Operasional Konkret

Dimulai sejak usia tujuh sampai menjelang sebelas tahun. Pada tahap ini, pikiran bersifat umum dan mmenyeluruh, berpikir proposional, muncul kemampuan membuat hipotesis, dan perkembangan idealisme yang kuat.

d. Operasional Formal

Dimulai sejak usia sebelas tahun ke atas. Pada tahap ini, anak-anak mulai berpikiran logis seperti halnya dengan orang dewasa. Periode operasinal formal ini, anak-anak menggunakan aturan-aturan formal dari pikiran dan logika untuk memberikan dasar kebenaran-kebenaran jawaban mereka.

(28)

6. Perkembangan Bahasa

Bayi baru lahir sampai usia satu tahun lazim disebut dengan istilah infont yang artinya ‟tidak mampu berbicara‟ istilah ini dkaitkan dengan

kemampuan berbicara dan berbahasa. Sehingga tahap perkembangan bahasa bayi anak-anak terbagi dua, yaitu: tahap perkembangan artikulasi dengan tahap perkembangan kata dan kalimat.

a. Tahap Perkembangan Artikulasi

Tahap ini dilalui bayi antara sejak lahir sampai berusia 14 bulan.

Menjelang usia satu tahun bayi sudah mampu menghasilkan bunyi- bunyi vokal “aaa”, “eee”, atau “uuu” dengan maksud untuk menyatakan perasaan tertentu Dora dan Raffler Engel (dalam Chaer Abdul 2012:230). Perkembangan dalam menghasilkan bunyi disebut perkembangan artikulasi, dilalui seorang bayi melalui rangkaian tahap sebagai berikut:

1. Bunyi Resonansi

Penghasilan bunyi yang terjadi dalam rongga mulut disebut sebagai kegiatan dan perkembangan motorik bayi. Kegiatan dan perkembangan motorik bayi pada rongga mulut tersebut dilakukan oleh bayi sampai usia enam bulan, yaitu sampai bayi mmenyusu pada ibunya. Dalam aktifitas menyusu terdapat gerakan refleks yang berada diluar kendali bayi. Gerak refleks tersebut berupa aktivitas

“kenyut-telan” (suck-swallow) yang ritmis. Pengenyutan yang dilakukan dengan gerakan rahang ke atas dan ke bawah.

(29)

Bunyi yang paling umum yang dapat dibuat bayi adalah adalah bunyi tangis, karena merasa tidak enak atau merasa lapar dan bunyi-bunyi sebagai batuk, bersin, dan sendawa. Disamping itu, ada bunyi bukan tangis yang disebut bunyi ”kuasi resonansi”. Bunyi ini belum ada konsonannya dan vokal belum sepenuhnya mengandung resonansi. Udara dihembuskan keluar melalui rongga hidung, sehingga bunyi tersebut menghasilkan bunyi nasal.

2. Bunyi Berdekut

Mendekati usia dua bulan bayi telah mengembangkan kendali otot mulut untuk memulai dan menghentikan gerakan secara mantap.

Pada tahap ini suara tawa dan suara berdekut (cooing) telah terdengar. Bunyi berdekut ini mirip dengan bunyi [ooo] pada burung merpati. Bunyi berdekut ini disebut juga bunyi “kuasi konsonan”

yang berlangsung dalam satu embusan nafas, bersamaan dengan seperti bunyi hambat antara velar dan uvular. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi konsonan belakang dan tengah dengan vokal belakang, tetapi tanpa resonansi penuh. Bunyi resonansinya mirip dengan bunyi [s] dan bunyi hambat velar yang mirip dengan bunyi [k], dan g. Bunyi berdekut yang keluar seringkali meledak-ledak, yang acapkali disertai dengan bunyi tawa.

3. Bunyi Berleter

Berleter adalah menegeluarkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini terdapat pada bayi yang berusia antara

(30)

empat sampai enam bulan. Bayi pada masa usia empat sampai enam bulan sering mencoba-coba berbagai macam bunyi, dan dia semakin dapat mengendalikan bagian-bagian organ yang terlibat dalam mekanisme bunyi. Dengan meningkatnya penguasaan terhadap lidahnya, dia dapat menggembuskan dan menjulurkan lidahnya yang kuat.

Pada masa ini si anak sudah mampu membuat bunyi vokal yang mirip bunyi [a]. Lalu kemampuannya mengatupkan bibir memungkinkan dia menghasilkan bunyi labial. Bunyi dihasilkan itu mirip bunyi frikatif, tetapi lebih bergetar. Masa ini lazim disebut masa anak “berleter” (babble), masa mengeluarkan bunyi yang bersuku kata tunggal yang panjang. Menurut Ferguson dalam Purwo (dalam Abdul Chaer 2012:232), hal itu terjadi antara lain, alat-alat bicara si anak belum sama dengan alat-alat bicara orang dewasa, dan si anak belum mampu menguasai pola-pola efonemis bunyi-bunyi bahasa ibunya.

4. Bunyi Berleter Ulang

Tahap ini dilalui si anak sewaktu berusia anatara enam sampai sepuluh bulan. Menjelang usia enam bulan si anak dapat

“memonyongkan” bibir dan menariknya kedalam tanpa menggerakkan rahang. Dua bulan berikutnya dia dapat mengatupkan bibirnya rapat-rapat selama selam mengunyah dan menelan makanan yang agak cair. Begitupun kini dia dapat mengubah cara mengunyah

(31)

dari yang semula vertikal menjadi lebih memutar. Konsonan yang pertama dapat diucapkan adalah bunyi labial [p] dan [b], bunyi letup alveolar [t] dan [d], bunyi nasal dan bunyi [j]. Bunyinya belum sempurna dan pembentukannya juga agak lambat. Namun, bunyi orang yang keluar pada waktu berleter dengan ulangan lebih mendekati bunyi orang dewasa dalam hal kualitas resonansi dan kecepatannya. Yang paling umum terdengar adalah bunyi suku kata yang merupakan rangkaian kosonan dan vokal seperti “ba-ba-ba”

atau “ma-ma-ma”.

5. Bunyi Vokabel

Vokabel adalah bunyi yang hampir menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti dan bukan merupakan tiruan dari orang dewasa. Vokabel terdiri atas empat bagian, yaitu: (1) satu vokal atau vokal yang diulang, (2) nasal yang silabis , (3) frikatif yang silabis, dan (4) rangkaian konsonan vokal, dengan atau tanpa reduplikasi, dan konsonannya berupa nasal atau bunyi nasal.

Menejelang usia 11 bulan anak sudah dapat menaikkan ujung lidahnya dan mengendalikan gigitannya terhadap makanan yang lunak. Dengan menjelang usia satu tahun anak berleter sudah mampu mengenal berbagai macam bunyi-bunyi. Dia tidak lagi mengulang- ulang gabungan konsonan dan vokal yang sama, tetapi gabungan yang bervariasi.

(32)

b. Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat 1. Kata pertama

Kemampuan mengucapkan kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan artikulasi, dan oleh kemampuan mengaitkan kata dengan benda yang menjadi rujukannya Purwo (dalam Abdul Chaer 2012:234). Menurut Purwo (dalam Chaer Abdul 2012:234), anak belajar mengucapkan kata sebagai suatu keseluruhan, tanpa memperhatikan fonem kata-kata itu satu per satu.

Sedangkan menurut Waterson 1971, Purwo 1989 (dalam Chaer Abdul 2012:234), anak hanya dapat mengungkap ciri-ciri tertentu dari kata yang diucapkan oleh orang dewasa, dan pengucapannya terbatas pada kemampuan artikulasinya. Contohnya, ketika pada tahap tertentu si anak belum mampu mengucapkan fonem [k], tetapi sudah mampu mengucapkan fonem [t], dia akan menirukan kata [ikan] dan bukan yang diucapkan orang dewasa dengan lafal [itan] dan [butan]. Dengan demikian kita bisa melihat anak tersebut menyederhanakan pengucapan yang dilakukannya secara sistematis.

2. Kalimat satu kata

Kata pertama yang berhasil diucapkan anak akan disusul oleh kata kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Ketika anak berbicara yang pertama kalinya mengandung makna yang terdiri atas kalimat satu kata. Yang pertama kali muncul adalah ujaran yang sering

(33)

diucapkan oleh orang dewasa dan yang didengarnya atau yang sudah diakrabinya seperti mainan, orang, binatang piaraan, makanan, dan pakaian.

Kata-kata yang diucapkan oleh anak-anak itu, sebagai ujaran kalimat, biasanya berupa kata-kata satu suku atau dua suku kata berupa rangkaian VK, KV, atau KVKV (sebagai reduplikasi dari KV). Dalam bahasa Inggris seperti kata-kata Owens (dalam Abdul Chaer 2012: 235).

Juice [dus] mama

Cookie [toti] kitti [tidi]

Baby [bibi] hot

Water [wawa] eat, dan sebagainya

Perkembangan kosa kata anak pada awalnya memang lambat.

Namun, kemudian menjadi agak cepat, sehingga pada usia 18 bulan, anak telah memilki kosa kata sebanyak 50 buah. Kata-kata yang dikuasai itu kebanyakan adalah kata benda, dan kemudian menyusul kata yang menyatakan tindakan. Namun menurut Purwo (dalam Chaer Abdul 2012:235), ada anak yang noun lovers (pemegang nomina) dan ada yang noun leavers (pembuang nomina).

3. Kalimat Dua Kata

Kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Kemampuan untuk menggabungkan dua kata ini dalam bentuk sebuah kalimat

(34)

dikuasai anak menjelang usia 18 bulan. Dalam menggabungkan kata, anak mengkuti urutan kata yang terdapat pada bahasa orang dewasa.

Urutan dua kata itu seperti dilaporkan oleh Bloom dan Brown (dalam Chaer Abdul 2012:235), adalah sebagai berikut:

Agen + aksi mommy come; daddy sit

Aksi + objek drive car; eat grape Aksi + lokasi go park; sit chair Entitas + lokasi cup table; toy floor 4. Kalimat lebih lanjut

Setelah penguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu maka berkembanglah penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata. Menurut Brown (dalam Chaer Abdul 2012:236), konstruksi tiga kata ini merupakan hasil dari penggabungan atau perlausan dari konstruksi dua kata sebelumnya yang digabungkan. Menjelang usia dua tahun anak rata-rata sudah dapat menyusun kalimat empat kata yakni dengan cara perluasan, meskipun kalimat dua kata masih mendominasi korpus bicaranya.

Pada masa ini perkembangan bahasa anak meningkat dengan pesat, terutama karena si ibu sering menggunakan berbagai teknik untuk mengajak anak bercakap-cakap. Pertanyaan yang dapat dijawab si anak akan dijawab sendiri oleh si ibu, sehingga menjelang usia tiga tahun anak sudah mengenal pola dialog. Dengan kata lain anak sudah mengerti kapan giliranya berbicara dan kapan giliran

(35)

lawan bicaranya berbicara. Hal ini berlangsung terus sampai anak berusia empat sampai lima tahun.

7. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (dalam Novianti, E 20 Mei 2014. hhtp//epirints.undip.ac.id) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.

Di dalam bukunya How to Do Things with Words, Austin (dalam Novianti, E 20 Mei 2014. hhtp//epirints.undip.ac.id) membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi dua, yaitu konstatif dan performatif. Tindak tutur konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia.Sedangkan tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu, pemakai bahasa tidak dapat mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar, tetapi sahih atau tidak.

(36)

8. Jenis-Jenis Tindak Tutur

Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindak tutur, yaitu:

a. Tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.

b. Tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud;

berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan.

c. Tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.

Pencetus teori tindak tutur, Searle (dalam Novianti, E 20 Mei 2014. hhtp//epirints.undip.ac.id) membagi tindak tutur menjadi lima kategori, yaiu:

a. Representative/asertif, yaitu tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan.

b. Direktif/impositif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.

c. Ekspresif/evaluatif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu.

(37)

d. Komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya.

e. Deklarasi/establisif/isbati, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru.

Tindak tutur juga dibedakan menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Penggunaan tuturan secara konvensional menandai kelangsungan suatu tindak tutur langsung. Tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan tuturan imperatif secara konvensional dituturkan untuk menyatakan suatu informasi, menanyakan sesuatu, dan mernerintahkan mitra tutur melakukan sesuatu.

9. Impilikatur Percakapan

Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik. Implikatur berfungsi untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan atau dimaksudkan oleh penutur (maksud sebenarnya dibalik tuturan). Terkadang untuk mencapai tujuannya seorang penutur tidak berbicara melalui tuturan langsung. Implikatur akan lebih mudah untuk dipahami jika penutur dan petutur memiliki pengetahuan atau pengalaman yang sama tentang hal yang dibicarakan.

Rahardi (dalam Kartika Hadayati 20 Mei 2014.

Hhtp//www.blogspot.com) di dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan

(38)

proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut sebagai implikatur percakapan.

Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut. Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan berbahasa di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu.

B. Kerangka Pikir

Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa adalah suatu proses secara sadar yang dilakukan oleh anak (pembelajar) untuk menguasai bahasa yang dipelajarinya. Penguasaan bahasa tersebut biasanya dilakukan melalui pengajaran yang formal dan dilakukan secara intensif. Selanjutnya, yang dimaksudkan dengan pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa anak yang dilakukan secara alami yang diperoleh dari lingkungannya dan bukan karena sengaja mempelajarinya dengan verbal. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli dilingkungan bahasa itu.

Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap

(39)

berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.

Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam tahap linguistik yang terdiri atas beberapa `= tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata;

(4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).

Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Pengalaman dan proses belajar yang akan membentuk akuisisi bahasanya. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang yang akan belajar mengendarai sepeda.

(40)

Menurut Skinner (dalam Chaer Abdul 2012:223) tingkah laku bahasa dapat dilakukan dengan cara penguatan. Penguatan itu terjadi melalui dua proses yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, yang paling penting di sini adalah adanya kegiatan mengulang-ulang stimulus dalam bentuk respon. Oleh karena itu, teori stimulus dan respon ini juga dinamakan teori behaviorisme. Adapun peneliti tertarik untuk meneliti

“perilaku pertuturan anak usia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa indonesia (studi deskriptif tentang jenis-jenis tindak tutur anak)”.

Permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan bahasa yang dituturkan oleh anak-anak.

Kerangka pikir yang digunakan penulis dapat digambarkan sebagai berikut:

(41)

Bagan Kerangka Pikir

Tindak Lokusi Tindak Ilokusi Tindak Perlokusi Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan Bahasa Anak

Perkembangan Motorik

Jenis-Jenis Tindak Tutur

Anak

Analisis Data

Temuan

Perkembangan Kognitif

Tindak Tutur

Pragmatik

(42)

27

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berfokus pada tuturan anak usia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa indonesia.

B. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang menggambarkan setting sosial atau dimaksudkan untuk ekspolorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah. Untuk itu penulis mengambil penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan gambaran tuturan anak usia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia di Wilayah Makssar.

C. Batasan Istilah

Agar peneltian ini terarah pada objek kajian, maka istilah yang digunakan perlu dibatasi.

1. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik.

2. Tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.

(43)

3. Tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud;

berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan.

4. Tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimak sudkan untuk memengaruhi mitra tutur.

D. Data dan Sumber Data 1. Data

Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan kajian (analisis atau kesimpulan). Data yang dimaksud menyangkut penggunaan tuturan anak usia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia.

2. Sumber Data

Sumber data adalah objek dari mana data diperoleh yang menjadi dasar pengambilan atau tempat untuk memperoleh data yang diperlukan.

Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah melibatkan empat orang anak yang bertutur dalam bahasa Indonesia.

E. Sampel Penelitian

Penelitian ini melibatkan empat orang anak, sampel kajian yang pertama ialah seorang anak perempuan yang bertutur dalam bahasa Indonesia.

Bahasa tersebut merupakan bahasa ibu anak itu. Anak tersebut tinggal bersama-sama dengan Ayah dan Ibunya sendiri, tetapi kalau siang ia diasuh oleh ibunya, karena ditinggal kerja oleh ayahnyanya. Anak tersebut dilahirkan

(44)

pada 12 juni 2012 anak tersebut berumur dua tahun tiga bulan. Nama lengkap anak tersebut Salsbila.

Sampel kajian yang kedua adalah seorang anak laki-laki yang bertuturan dalam bahasa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan bahasa ibu anak tersebut. Anak ini tinggal bersama ayah dan ibunya sendiri, karena kedua orang tuanya sibuk maka orang tuanya memutuskan untuk memasukkannya kesekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berhubung tempat tinggalnya dekat dari sekolah. Ketika pulang dari sekolah anak tersebut dijemput oleh ayahnya dari sekolah karena kantor yang ditempati bekerja oleh ayahnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Anak tersebut dilahirkan pada tanggal 27 Mei 2011. Anak tersebut berumur tiga tahun lima bulan dan nama lengkap anak tersebut A. Ikhsan Nganro.

Sampel kajian yang ketiga ialah seorang anak laki-laki yang juga bertuturan dalam bahasa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan bahasa ibu si anak tersebut. Anak ini tinggal bersama keluarganya sendiri, tetapi anak ini sering berinteraksi atau bermain dilingkungan sekitarnya ia juga masuk dalam sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Anak tersebut dilahirkan pada tanggal 8 Maret 2010. Anak tersebut berumur empat tahun enam bulan.

Nama lengkap anak tersebut Muhammad Akson

Sampel kajian yang keempat adalah seorang anak perempuan yang bertutur dalam bahasa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan bahasa ibu anak itu. Anak tersebut tinggal bersama-sama dengan Ayah dan Ibunya sendiri, tetapi kalau siang ia diasuh oleh ibunya saja, karena ditinggal kerja oleh

(45)

ayahnya. Anak tersebut dilahirkan pada 21 Mei 2009 anak tersebut berumur lima tahun enam bulan. Nama lengkap anak tersebut Aufa Hafizah dalam pergaulan dilingkungan sekitarnya ia sudah dimasukkan sekolah taman kanak-kanak (TK).

Pendekatan interaksi yang digunakan dalam kajian ini memandangkan subjek kajian yang dipilih selalu berpeluang berinteraksi dengan anggota keluarganya serta berinteraksi dengan lingkungannya. Bentuk interaksi observasi ini terdiri daripada interaksi yang tidak dirancang. Sebagai langkah untuk menjamin data kajian yang lebih autentik, latar yang tidak dirancang digunakan. Dengan mengamati definisi dari sampel di atas, maka penulis menyadari dan memutusan bahwa yang akan dijadikan sampel dalam penulisan ini, yaitu dengan mengambil 4 orang anak yang berusia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia tantang jenis-jenis tindak tutur anak.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian lapangan (observasi langsung), yaitu tuturan yang diucapkan antara orang tua dengan anak pada saat berkomunikasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Peneliti secara langsung mengumpulkan data dengan berbicara sekaligus mencatat tuturan yang dituturkan dengan anak tersebut.

a. Data Rekaman

Data rekaman adalah merekam percakapan subjek penelitian ketika melakukan percakapan. Alat yang digunakan merekam, yaitu handphone.

(46)

b. Data Mencatat

Data mencatat adalah mencatat pembicaraan subjek penelitian yang didengar dan dilihat dalam mengumpulkan data. Alat yang digunakan mencatat adalah buku dan pulpen.

G. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif melalui langkah-langkah sebagai berikut.

1. Mendalami tentang teori penggunaan dan pemerolehan bahasa pada anak-anak.

2. Menyeleksi atau menyaring data-data yang sehubungan dengan penelitian.

3. Mengidentifikasi penggunaan dan pemerolehan bahasa pada anak- anak.

(47)

32 A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dibahas bagaimana tuturan anak usia 2-5 tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia yang berada di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya serta bagaimana pemerolehan dan penguasaan bahasa anak tersebut. Uraian ini menggambarkan analisis tindak tutur anak dan merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya Leech (dalam Novianti, E 20 Mei 2014.

hhtp//epirints.undip.ac.id)

Dalam mengumpulkan data penulis melakukan dengan cara langsung mengumpulkan data dengan berbicara sekaligus mencatat tuturan yang dituturkan dengan anak tersebut.

1. Hasil penelitian anak pertama yang berumur dua tahun tiga bulan. Nama lengkap anak tersebut adalah Salsbila atau biasa juga dipanggil Nabila yang dilahirkan pada 12 juni 2012. Nama ayah anak tersebut adalah Sariadi dan nama ibunya adalah Sumarni. Anak tersebut tinggal bersama-sama Ayah dan Ibunya sendiri, tetapi kalau siang ia diasuh oleh ibunya, karena ditinggal kerja oleh ayahnya. Pada waktu penulis melakukan penelitian, penulis berinteraksi dengan Nabila dengan beberapa percakapan meskipun cara berbicaranya belum terlalu dipahami karena nabila masih berumur dua tahun. Berikut bagian-bagian ketika penulis berbicara dengan nabila.

(48)

a. Sewaktu Nabila sedang bangun tidur siang Penulis : Hai.... Nabila baru bangun yah...

Nabila : Nabila hanya diam sambil menunjuk air yang ada digelas karena ia kehausan sesudah tidur.

Penulis : oh....Nabila mau minum???

Nabila : Ia hanya mengangguk

(Setelah perasaan Nabila kembali dengan wajah yang sudah ceria, ia sudah bisa diajak berkomunikasi dengan berbicara meskipun cara berbicaranya kurang lancar)

Penulis : Nabila mau makan???

Nabila : ia...

Penulis : Nabila mau makan apa???

Nabila : Ila au kan kuit (Nabila maukan biskuit) Penulis : Oh... Nabila mau makan biskuit Nabila : (Nabila hanya mengangguk)

b. Ketika Nabila sedang ingin bermain dengan penulis, karena yang ditemani Nabila lebih tua darinya, maka Nabila memanggilnya dengan sebutan kakak dan diajarkan kepada orang tuanya untuk berbicara yang sopan santun kepada yang lebih tua darinya. Ia sedang ingin memperlihatkan maianannya terhadap penulis tersebut.

Nabila : (cara Nabila mengajak penulis untuk bermain adalah dengan menarik-narik tangan si penulis sambil memperlihatkan

(49)

mainannya kepada penulis tesebut sambil berkata) akak...ita ain oneka yuk...(kakak kita main boneka yuk...)

Kakak : (Sang kakakpun mengerti bahwa Nabila ingin mengajaknya bermain) Oh... Nabila mau main boneka..???

Nabila : (ia ketawa sambil mengannguk) Kakak : Ayo...Wah...boneka Nabila cantik...

Dari beberapa contoh percakapan di atas dapat dijelaskan bahwa pengambilan giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam suatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, suatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip-prinsip komunikasi. Dalam kajian ini, didapat bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Nabila dengan peneliti. Hal ini disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Nabila dengan peneliti. Oleh karena itu, dalam percakapan tersebut, Nabila hanya berperan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh peneliti tadi.

Cuplikan wacana di atas membuktikan bahwa Nabila dalam bertutur hanya menjawab pertanyan dengan menggunakan jari telunjuk. Tetapi Jumlah ujaran-ujaran yang diucapkan sangat pendek dan sangat sederhana.

Akan tetapi dia belum dapat memahami semua ujaran yang kita sebutkan terhadapnya. Dan untuk meminta sesuatu pun dia tidak berbicara melainkan dia hanya menunjuk apa atau benda apa yang ia inginkan tersebut. Hal ini

(50)

disebabkan karena bahasa pertama yang anak kuasai adalah bahasa yang sesuai dengan lingkungan pembelajar.

2. Hasil penelitian anak kedua yang berumur tiga tahun lima bulan. Nama lengkap anak tersebut adalah A. Ikhsan Nganro atau biasa juga dipanggil Ikhsan yang dilahirkan pada 27 Mei 2011. Nama ayah anak tersebut adalah A. Baharuddin dan nama ibunya adalah Sukma Wati. Anak tersebut tinggal bersama-sama Ayah dan Ibunya sendiri, karena kedua orang tuanya sibuk maka orang tuanya memutuskan untuk memasukkannya kesekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berhubung tempat tinggalnya dekat dari sekolah. Ketika pulang dari sekolah anak tersebut dijemput oleh ayahnya dari sekolah karena kantor yang ditempati bekerja oleh ayahnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Pada waktu penulis melakukan penelitian, penulis merekam sewaktu ia berinteraksi dengan kedua orang tuanya dengan beberapa percakapan. Karena berumur tiga tahun ia sudah bisa diajak berbicara dan agak mudah dipahami. Berikut bagian-bagian ketika penulis mengambil rekaman ketika Ikhsan berbicara dengan kedua orang tuanya.

a. Sewaktu ibu berbicara kepada anaknya, yaitu Ikhsan dengan memberitahukan bahwa bapaknya ingin pergi ke mesjid.

Ibu : Ikhsan bapakmu mau ke mesjid.

Ikhsan : (Ikhsan bertanya) bapak mau se mejjid??? (bapak mau ke mesjid)

(Ibu mengulang ucapannya lagi karena ingin mengajarkan kepada anaknya dengan cara berbicara yang baik)

(51)

Ibu : Ke mesjid

Ikhsan : (Ikhsan mengulang kata-kata tersebut dengan ucapan yang sama dan tidak mampu mengucapakan kata-kata seperti ibunya). Kemudian ibunya bertanya lagi.

Ibu : Bapaknya naik apa kemesjid??

Ikhsan : Naik botor (naik motor) Ibu : Oh...naik motor

(Tiba-tiba bapak Ikhsan datang dan mengajak Ikhsan berbicara dan menayakan apa yang dilakukan ketika Ikhsan di sekolah)

Bapak : Ikhsan di sekolah ngapain??

Ikhsan : (Ikhsan menjawab pertanyaan bapanya bukan jawaban yang sebenarnya, sehingga bapaknya bertanya ulang)

Bapak : Ikhsan belajar tidak di sekolah??

Ikhsan : Ikhsan belajar papa...

Ayah : Ikhsan belajar apa??

Ikhsan : Ikhsan toret-toret

Bapak : Oh...Ikhsan belajar coret-coret (yang dimaksud dengan coret-coret disini adalah membuat garis-garis)

(Sambil percakapan antara anak dan orang tua berlangsung bapak Ikhsan mengajak Ikhsan untuk bernyanyi dengan lagu potong bebek angsa sambil diikuti oeh ayah dan ibunya. Setiap akhir kalimat dari lagu tersebut Ihksan menyambung lagu tersebut. Hanya sepenggal-penggal

(52)

kalimat saja yang ia mampu ucapkann itupun tidak terlalu jelas kalimat yang diucapkannya).

Dari beberapa contoh percakapan di atasa bahwa pengambilan giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam suatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, suatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip- prinsip komunikasi.

Dalam kajian ini, didapat bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Ikhsan dengan orang tua. Hal ini disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Ikhsan dengan orang tua. Oleh karena itu, dalam percakapan tersebut, Ikhsan hanya berperan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh orang tuanya.

Dan respon yang diberikan Ikhsan dalam percakapan tersebut kurang begitu aktif. Dari cuplikan wacana di atas membuktikan bahwa Ikhsan dalam bertutur hanya menjawab pertanyan dari lawan tutur. Dari jawaban-jawaban yang dituturkan tersebut sangat jelas bahwa Ikhsan sudah mampu merespon pertanyaan dengan baik, meskipun jawaban yang diberikan hanya sepenggal kata saja. Dalam wacana di atas, jelas bahwa Ikhsan mengucapkan kata-kata yang terpenggal. Jadi, dapat disimpulkan anak usia tiga tahun sebenarnya sudah bisa berkomunikasi, meskispun secara terbatas.

(53)

3. Hasil penelitian anak ketiga yang berumur empat tahun enam bulan. Nama lengkap anak tersebut adalah Muhammad Akson atau biasa juga dipanggil Akson yang dilahirkan pada 8 Maret 2010. Nama ayah anak tersebut adalah Muhammad Basri dan nama ibunya adalah Mardiana. Anak tersebut tinggal bersama-sama Ayah dan Ibunya sendiri. Karena kedua orang tuanya sibuk,

maka orang tuanya memutuskan untuk memasukkannya kesekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berhubung tempat tinggalnya dekat

dari sekolah. Ketika pulang dari sekolah anak tersebut dijemput oleh neneknya. Pada waktu penulis melakukan penelitian, penulis merekam sewaktu ia berinteraksi dengan guru yang ada di sekolah Akson belajar.

Karena berumur empat tahun ia lebih mudah diajak untuk berbicara dan lebih mudah juga dipahami. Berikut bagian-bagian ketika penulis mengambil rekaman ketika Akson berbicara dengan guru yang ada di sekolahnya.

a. Percakapan ini berlangsung ketika akson berada dalam sekolah ketika ia ditanya tentang keluarganya.

Guru : Bapaknya kerja dimana??

Akson : Di Soppeng

Guru : Bapaknya kerja apa?

Akson : Kerja motor

Guru : Kalau mama kerja dimana??

Akson : Di sekolah

Guru : mamanya sekang dimana?

(54)

Akson : Di Makssar

Guru : Oh...mama di Makssar, berapa hari mama di Makssar??

Akson : Lima hari

Guru : Dengan siapa di rumah Akson : Sama bapakku

Guru : Sama siapa lagi??

Akson : Sama kakakku dan adekku

Dari beberapa contoh percakapan di atas bahwa pengambilan giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam suatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, suatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip-prinsip komunikasi.

Dalam kajian ini, didapat bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Akson dengan gurunya. Hal ini disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Akson dengan gurunya. Oleh karena itu, dalam percakapan tersebut, Akson hanya berperan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh gurunya tersebut. Dan respon yang diberikan Akson dalam percakapan tersebut kurang begitu aktif. Dari cuplikan wacana di atas membuktikan bahwa Akson dalam bertutur hanya menjawab pertanyan dari lawan tutur. Dari jawaban-jawaban yang dituturkan tersebut sangat jelas bahwa Akson sudah mampu merespon pertanyaan dengan baik. Dalam wacana di atas, jelas bahwa Akson mengucapkan kata-kata yang terpenggal. Jadi, dapat disimpulkan anak usia

(55)

empat tahun sebenarnya sudah bisa berkomunikasi, meskipun cara berkomunikasinya hanya menjawab pertanyaan dari lawan tuturnya.

4. Hasil penelitian anak keempat yang berumur lima tahun empat bulan. Nama lengkap anak tersebut adalah Aufa Hafizah atau biasa juga dipanggil Aufa yang dilahirkan pada 21 Mei 2009. Nama ayah anak tersebut adalah Jamaluddin dan nama ibunya adalah Muliani. Anak tersebut tinggal bersama-sama dengan Ayah dan Ibunya sendiri, tetapi kalau siang ia diasuh oleh ibunya saja, karena ditinggal kerja oleh ayahnya. Anak tersebut dilahirkan pada 21 Mei 2009 anak tersebut berumur lima tahun enam bulan.

Nama lengkap anak tersebut Aufa Hafizah dalam pergaulan dilingkungan sekitarnya ia sudah dimasukkan sekolah taman kanak-kanak (TK). Pada waktu penulis melakukan penelitian, penulis hanya mencatat sewaktu berinteraksi Aufa dengan ibunya. Karena berumur lima tahun ia lebih mudah diajak untuk berbicara dan lebih mudah juga dipahami. Berikut bagian-bagian ketika penulis mencatat hasil interaksi antara Aufa dengan ibunya yang berada di pasar tempat penjual baju.

a. Sewaktu Aufa berada di pasar bersama ibunya dan ia minta untuk dibelikan baju tidur. Aufa memanggil nama ibunya dengan sebutan mama

Aufa : (dengan wajah ceria Aufa memanggil mamanya untuk dibelikan baju tidur tersebut dengan suara yang lantang dan gaya berbicara yang khas) mama...mama... saya mau beli baju tidur ini...

(56)

Mama : (Mama Aufa langsung menjawab dan mengulang pertanyaan anaknya) kamu mau beli baju tidur itu???

Aufa : Ia saya mau beli baju tidur ini...!

Mama : (Mamanya Aufa menjawab lagi) tidak usahmi kamu beli baju tidur itu... bajumu kan sudah banyak, yang lainmi saja nanti mubeli.

(Karena Aufa sudah berumur lima tahun ia sudah bisa diajak kompromi dan mendengar omongan mamanya Aufa mengalah dan meniggalkan tempat penjual baju tersebut).

Aufa : (Sambil Aufa berjalan meninggalkan penjual baju tersebut, tiba-tiba Aufa mencium bau yang tidak enak dan langsung barkata) hmm...bau...(akhirnya semua orang tertawa mendengar celotehannya pada waktu ia berbicara)

Dari beberapa contoh percakapan di atasa bahwa pengambilan giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam suatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, suatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip- prinsip komunikasi.

Dalam kajian ini, didapat bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Aufa dengan peneliti. Hal ini disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Aufa dengan si peneliti. Oleh karena itu, dalam percakapan tersebut, Aufa hanya berperan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh peneliti tersebut. Dan

Referensi

Dokumen terkait

Sekarang Bagian tidak bahasa Dari Metodologi Yang dikenal sebagai Terpadu PEMODELAN Language (UML) Yang Mencoba menyatukan untuk pendekatan Yang mendahuluinya seperti Booch, OMT..

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Hasil pengujian korelasional menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesegaran jasmani dengan hasil belajar siswa pada SMA Negeri I Koto Baru

Keteguhan dan kesabaran merupakan syarat yang penting dalam menghafal Al- Qur’ an, karena orang yang menghafal disamping harus sanggup untuk menghafal juga

berbasis lingkungan untuk perolehan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi tahapan berikut: 1) analisis SKL dan KI mencakup KI 1, KI 2, KI 3, dan KI 4. 2)

terdapat kurang dari 3 (tiga) penawar yang menawar harga kurang dari nilai total HPS maka proses lelang tetap dilanjutkan dengan melakukan evaluasi

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Magister Teknik pada Kekhususan Manajemen Gas Program Studi Teknik Kimia Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia,