• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial dan simultan berpenga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial dan simultan berpenga"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)

vi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara, serta apakah terjadi Flypaper Effect pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan kuantitatif asosiatif kausal. Data yang bersumber dari data sekunder yaitu dokumen Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pada tahun 2012 sampai 2016. Hasil dari penelitian ini, pertama menunjukkan bahwa dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara. Kedua, Terjadi Flypaper Effect pada Belanja Daerah pada 15 pemerintah Kota dan Kabupaten Sumatera Utara. Hasil perhitungan statistik ini berarti bahwa kemampuan variabel independen dalam menerangkan variasi perubahan variabel dependen sebesar 96,7%.

Kata Kunci : DAU, PAD, Belanja Daerah dan Flypaper Effect

(24)

vii ABSTRACT

This study aims to determine whether the general allocation fund (DAU) and local revenue (PAD) partially and simultaneously have a significant effect on Regional Expenditures in Cities and Regencies in North Sumatra, and whether there is a Flypaper Effect in Cities and Regencies in North Sumatra. This study uses causal quantitative associative. Data sourced from secondary data is the Report on the Realization of Regional Expenditures Budget in 2012 to 2016. The results of this study, first indicate that the general allocation fund (DAU) and local revenue (PAD) are partially and simultaneously have a significant effect on Regional Expenditures in Cities and Regencies in North Sumatra. Secondly, there is a Flypaper Effect on 15 Regional Expenditures in North Sumatra City and Regency governments. The results of this statistical calculation mean that the ability of independent variables in explaining variations in changes in dependent variables is 96.7%.

.

Keywords : DAU, PAD, Regional Expenditure and Flypaper Effect

(25)

xi DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ... ii HALAMAN PERSETUJUAN ... iii HALAMAN PERNYATAAN ... iv ABSTRAK ... vi ABSTRACT ... vii HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5 C. Perumusan Masalah ... 6 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6 E. Keaslian Penelitian ... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ... 9 1. Dana Alokasi Umum ... 9 2. Pendapatan Asli Daerah ... 12 3. Belanja Daerah ... 21 4. Flypaper Effect ... 29 B. Penelitian Terdahulu ... 30 C. Kerangka Konseptual ... 33 D. Hipotesis ... 34 BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ... 35 B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35 C. Definisi Operasional Variabel ... 36 D. Jenis dan Sumber Data ... 37 E. Teknik Pengumpulan Data ... 39 F. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 44 1. Sejarah Pemerintahan Sumatera Utara ... 44 2. Deskripsi Variabel ... 45

(26)

xii

3. Pengujian Asumsi Klasik ... 47 4. Regresi Linier Berganda ... 50 5. Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) ... 51 B. Pembahasan ... 54

1. Pengaruh DAU Secara Parsial Terhadap Belanja Daerah Pemerintah Kota/Kabupaten Di Sumatera

Utara ... 54 2. Pengaruh PAD Secara Simultan Terhadap Belanja

Daerah Pemerintah Kota/Kabupaten Di Sumatera

Utara ... 55 3. Pengaruh DAU dan PAD Secara Simultan Terhadap

Belanja Daerah Pemerintah Kota/Kabupaten Di

Sumatera Utara ... 56 4. Analisis Uji R2 ... 56 5. Analisis Flypaper Effect Pada Belanja Daerah

Pemerintah Kota/Kabupaten Di Sumatera Utara ... 56

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 60 B. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(27)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Jumlah Dana Alokasi Umum di Kota dan Kabupaten di

Sumatera Utara Tahun 2012 sampai 2016 ... 4 Tabel 1.2 Jumlah Dana Alokasi Umum di Kota dan Kabupaten di

Sumatera Utara Tahun 2012 sampai 2016 ... 4 Tabel 1.3 Jumlah Pendapatan Asli Daerah di Kota dan Kabupaten di

Sumatera Utara Tahun 2012 sampai 2016 ... 5 Tabel 2.1 Daftar Penelitian Sebelumnya ... 31 Tabel 3.1 Skedul Proses Penelitian ... 35 Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel ... 36 Tabel 3.3 Daftar Populasi dan Sampel ... 38 Tabel 4.1 Perkembangan Belanja Daerah Pemerintah Kota dan Kabupaten

Di Sumatera Utara ... 45 Tabel 4.2 Perkembangan Dana Alokasi Umum Pemerintah Kota dan

Kabupaten Di Sumatera Utara ... 46 Tabel 4.3 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota dan

Kabupaten Di Sumatera Utara ... 46 Tabel 4.2 Uji Normalitas One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 49 Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas ... 49 Tabel 4.4 Uji Autokorelasi ... 50 Tabel 4.5 Regresi Linier Berganda ... 51 Tabel 4.6 Uji Simultan ... 52 Tabel 4.7 Uji Parsial ... 52 Tabel 4.8 Uji Determinasi ... 53

(28)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 34 Gambar 4.1 Histogram Uji Normalitas ... 47 Gambar 4.2 PP Plot Uji Normalitas ... 48

(29)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kota Dan Kabupaten Di Sumatera Utara”. Proposal ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala dukungan, pemikiran, tenaga, materi dan juga doa dari semua pihak yang telah membantu peneliti selama menjalani masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Muhammad Isa Indrawan S.E, M.M selaku Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi.

2. Ibu Dr. Surya Nita, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Sosial Sains Universitas Pembangunan Panca Budi.

3. Bapak Junawan SE, M.Si selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Sosial Sains Universitas Pembangunan Panca Budi.

4. Ibu Oktarini Khamilah Siregar, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Fitri Yani Panggabean, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan mengenai ketentuan penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan rapi dan sistematis.

(30)

x

6. Yang tercinta kedua orang tua penulis yakni Ayahanda Muhammad Yakub dan Ibunda Suryani serta seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis.

7. Kepada seluruh keluargaku yaitu Winda Devianti, Amd.Kom (Sepupu), Halimah (Adek), Hardiansyah (Adek), Waginem (Nenek), Wiki Sandra (Abang) terima kasih atas dorongan semangat dan kebersamaan yang tidak terlupakan.

8. Kepada teman-temanku Nurma Wati, Rica Atria, Sri Pratiwi, Elia Siregar, Ria Widya dan masih banyak lagi yang belum saya sebutkan. Terima kasih atas dorongan semangat dan kebersamaan yang tidak terlupakan.

9. Kepada teman-teman terdekatku di kampus yaitu Jerni Jurita Nababan, Odi Riski, Fitri May Sari, Irwansyah, Wangsit Efry Lia dan masih banyak lagi yang belum saya sebutkan. Terima kasih atas dorongan semangat dan kebersamaan yang tidak terlupakan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih.

Medan, Januari 2020 Penulis

Desy Ratna Sari 1415100177

(31)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Tata kelola pemerintahan yang baik di tandai dengan adanya trasparansi dan akuntabilitasUndang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan wewenang, hak dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberlakuan otonomi daerah ini menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan daerah. Pengelolaan yang cukup mendasar tersebut adalah mewajibkan pemerintahan daerah untuk menyiapkan laporan keuangan daerah sebagai bagian dari laporan pertanggungjawaban kepala daerah.

Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu sendiri terkandung unsur “pendapatan dan belanja, dimana pendapatan yang dimaksud adalah sumber-sumber penerimaan dalam hal ini untuk daerah dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan belanja yang dimaksud adalah pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya”. (Nordiawan, 2011). Selain itu pula, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor.

(32)

2

33 Tahun 2004 menyatakan bahwa untuk “mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal tersebut, Pemerintah Pusat mengalokasikan dana yang disebut dengan Dana Perimbangan yang mana salah satu diantaranya adalah Dana Alokasi Umum (DAU)”. Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendanaan belanja bagi pemerintah daerah, di samping sumber-sumber pendapatan yang lain. Menurut Santoso (2014), “untuk menutupi kebutuhan pengeluaran (expenditure assigment), DAU masih memegang peran utama. Peran PAD dalam APBD masih relatif kecil”.

Transfer atau yang disebut juga dengan grants dari pemerintahan pusat merupakan sumber dana utama pemerintahan daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh pemerintahan daerah dilaporkan dan diperhitungan sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Adanya transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah dalam memenuhi kebutuhan belanja derahnya agar terciptanya stabilitas terhadap aktivitas perekonomian di daerah (Iskandar, 2012). Anggaran pemerintah daerah merupakan cerminan dari kekuatan perekonomian yang tidak luput dari pengawasan masyarakatnya ataupun publik (Huddleston, 2015).

Semakin besar transfer pemerintahan menunjukkan bahwa adanya ketergantungan pemerintah daerah yang lebih tinggi dalam memenuhi belanja daerahnya sendiri, dan semakin kecil transfer pemerintahan menunjukkan bahwa adanya ketergantungan pemerintah daerah akan lebih kecil dalam memenuhi belanja daerahnya pula (Kang, 2012).

Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahunnya dalam APBN.

Didalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah

(33)

3

dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.

Peraturan perundang-undangan yang secara lengkap mengatur mengenai dana perimbangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.

Selain dana perimbangan, pemerintahan daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD.

PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber utamanya adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. PAD ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali pendanaan seperti belanja daerah, serta dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Didalam pelaksanaannya, salah satu fenomena yang paling mencolok dari otonomi daerah di Indonesia adalah ketergantungan pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat pada aspek keuangan. Alokasi transfer (grants) pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kurang memperhatikan kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber-sumber pendanaannya. Akibatnya, pemerintah daerah akan selalu menuntut transfer yang besar dari pemerintah pusat, bukannya memaksimalkan kapasitas fiskal daerah (potensi fiskal) untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Ketergantungan ini akan menimbulkan rendahnya peran daerah itu sendiri dalam mendanai belanja daerah serta semakin dominannya

(34)

4

peran transfer/grants dari pusat, yaitu Dana Alokasi Umum. Fenomena tersebut di dalam banyak literatur disebut sebagai Flypaper Effect (Tampubolon, 2011).

Tabel 1.1

Jumlah Dana Alokasi Umum di Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2012 sampai 2016

No Nama Pemerintah Daerah

Dana Alokasi Umum (Jutaan)

2012 2013 2014 2015 2016

1 Kab. Asahan 628,975 733,672 795,351 795,351 891,150

2 Kab. Dairi 451,176 512,477 532,723 560,602 623,702

3 Kab. Deli Serdang 1,100,014 1,260,755 1,363,811 1,500,192 1,494,821 4 Kab. Langkat 847,503 982,658 1,039,651 1,039,651 1,200,481 5 Kab. Mandailing Natal 541,107 625,543 692,134 722,942 788,477 6 Kab. Simalungun 865,406 977,809 1,077,986 1,425,601 1,230,816 7 Kab. Tapanuli Selatan 454,322 517,343 572,098 592,764 654,669 8 Kab. Tapanuli Utara 487,346 1,104,926 596,841 616,216 650,827 9 Kab. Toba Samosir 387,623 423,292 495,377 506,844 537,941 10 Kota Medan 1,153,789 1,270,245 1,393,505 1,528,725 1,611,941 11 Kota Pematang Siantar 429,632 492,115 519,436 536,792 593,533 12 Kota Sibolga 292,873 338,507 371,813 380,075 412,806 13 Kota Tebing Tinggi 307,636 368,587 385,030 400,237 432,437 14 Kab.Humbang

Hasundutan 376,847 440,920 486,880 511,805 533,185

15 Kab. Samosir 331,413 384,761 441,619 447,471 459,550 Total 8,655,661 10,433,611 10,764,255 11,565,268 12,116,336 Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id/ (2019)

Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa meningkatnya dana alokasi umum pada tahun 2012 sebesar 8.655.661 sampai tahun 2016 sebesar 12.116.336, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah ketergantungan terhadap dana alokasi umum. Dana Alokasi Umum yang diterima oleh pemerintah daerah maka semakin meningkat nilai pemerintah daerah tersebut, disebabkan peran Dana Alokasi Umum sangat signifikan, karena Belanja Daerah lebih di dominasi dari jumlah Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum yang diterima pemerintah daerah akan ditunjukkan untuk belanja pemerintah daerah, salah satunya adalah untuk belanja modal.

(35)

5

Tabel 1.2

Jumlah Pendapatan Asli Daerah di Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2012 sampai 2016

No Nama Pemerintah Daerah Pendapatan Asli Daerah (Jutaan)

2012 2013 2014 2015 2016

1 Kab. Asahan 37,895 53,692 91,468 98,279 52,170

2 Kab. Dairi 20,912 29,933 53,526 58,792 68,003

3 Kab. Deli Serdang 291,018 328,348 433,886 515,294 573,010 4 Kab. Langkat 129,243 65,521 107,812 122,715 132,673 5 Kab. Mandailing Natal 21,274 47,666 37,966 63,847 70,406 6 Kab. Simalungun 61,246 97,915 96,390 111,893 132,561 7 Kab. Tapanuli Selatan 56,418 69,220 95,588 109,349 76,641 8 Kab. Tapanuli Utara 34,023 75,909 63,696 82,754 94,783 9 Kab. Toba Samosir 16,543 19,803 26,014 30,953 54,391 10 Kota Medan 1,147,124 1,206,170 1,384,246 1,489,723 1,535,310 11 Kota Pematang Siantar 49,915 61,358 90,477 95,558 101,583

12 Kota Sibolga 26,698 29,458 52,923 60,487 68,538

13 Kota Tebing Tinggi 47,331 53,200 74,515 82,410 94,058 14 Kab.Humbang Hasundutan 17,902 17,633 29,491 35,238 42,097

15 Kab. Samosir 17,460 26,661 36,850 34,297 39,268

Total 1,975,001 2,182,487 2,674,849 2,591,590 3,135,493 Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id/ (2019)

Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa menurunnya pendapatan asli daerah pada tahun 2014 sebesar 2.591.590 dari tahun sebelumnya, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat mengelola potensi yang ada di suatu daerah.

Tabel 1.3

Jumlah Belanja Daerah di Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2012 sampai 2016

No Nama Pemerintah Daerah Belanja Daerah (Jutaan)

2012 2013 2014 2015 2016

1 Kab. Asahan 1,037,634 1,143,614 1,388,136 1,241,829 1,501,955

2 Kab. Dairi 593,188 694,247 745,529 864,134 993,346

3 Kab. Deli Serdang 1,801,287 2,005,506 2,361,728 3,260,500 3,005,435 4 Kab. Langkat 1,329,229 1,536,812 1,605,301 1,615,158 2,287,200 5 Kab. Mandailing Natal 765,110 850,556 972,739 1,144,944 1,495,777 6 Kab. Simalungun 1,378,043 1,432,131 1,648,279 2,109,777 2,185,035 7 Kab. Tapanuli Selatan 676,128 842,846 862,248 1,093,721 1,176,894 8 Kab. Tapanuli Utara 737,700 1,668,769 816,538 1,003,988 1,251,194 9 Kab. Toba Samosir 619,897 770,736 770,865 805,673 1,010,632 10 Kota Medan 3,021,172 3,224,449 3,723,643 4,878,166 4,525,231 11 Kota Pematang Siantar 639,607 741,073 774,366 1,007,049 940,141 12 Kota Sibolga 414,041 450,894 521,086 642,489 689,678 13 Kota Tebing Tinggi 479,585 584,572 614,015 651,371 760,703 14 Kab.Humbang Hasundutan 511,538 605,790 700,845 754,044 881,820 15 Kab. Samosir 400,831 506,372 552,483 660,281 810,390 Total 14,404,989 17,058,369 18,057,802 21,733,122 23,515,432 Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id/ (2019)

(36)

6

Berdasarkan tabel 1.3 dapat diketahui bahwa meningkatnya belanja daerah pada tahun 2012 sebesar 14.404.989 sampai tahun 2016 sebesar 23.515.432, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah terlalu besar mengeluarkan belanja daerah.

Hal ini juga menunjukkan adanya ketergantungan antara dana alokasi umum dengan pendapatan asli daerah, dimana dana alokasi umum lebih besar dibandingkan dengan pendapatan asli daerah. Besarnya total dana alokasi umum dan bagi hasil dibandingkan pendapatan asli daerah menunjukkan Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara daerah masih belum mandiri dalam mengelola potensi yang ada di suatu daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kota Dan Kabupaten Di Sumatera Utara”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang akan dibahas penulis sebagai berikut:

a. Meningkatnya dana alokasi umum pada tahun 2012 sebesar 8.655.661 sampai tahun 2016 sebesar 12.116.336, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah ketergantungan terhadap dana alokasi umum.

b. Menurunnya pendapatan asli daerah pada tahun 2015 sebesar 2.591.590 dari tahun sebelumnya, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat mengelola potensi yang ada di suatu daerah.

(37)

7

c. Meningkatnya belanja daerah pada tahun 2012 sebesar 14.404.989 sampai tahun 2016 sebesar 23.515.432, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah terlalu besar mengeluarkan belanja daerah.

2. Batasan Masalah

Mengingat masalah yang akan dihadapi maka agar penelitian ini lebih terarah dan pembahasannya tidak menyimpang maka penulis membatasi pembahasan hanya pada dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah dan belanja daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara, pada tahun 2012 sampai 2016.

C. Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara?

2. Apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara?

3. Apakah terjadi Flypaper Effect yang memiliki Belanja Daerah yang tertinggi dan terendah di pemerintah Kota dan Kabupaten Sumatera Utara?

(38)

8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui apakah dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara.

c. Untuk mengetahui apakah terjadi Flypaper Effect yang memiliki Belanja Daerah yang tertinggi dan terendah di pemerintah Kota dan Kabupaten Sumatera Utara.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis sehubungan dengan dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah.

b. Bagi Pemerintah Daerah, memberikan masukan dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian dan evaluasi dari APBD.

c. Bagi peneliti lainnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan maupun sebagai bahan referensi di dalam melakukan penelitian sejenis.

(39)

9

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Apriliawati (2016), dengan judul Pengaruh PAD dan DAU Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota Jawa Timur. Penelitian ini berjudul analisis pengaruh dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap prediksi belanja daerah pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara.

Penelitian ini memiliki perbedaaan dengan penelitian sebelumnya yang terletak pada:

1. Jumlah Observasi/data (n): peneliti terdahulu menggunakan data pada tahun 2012 sampai 2014. Sedangkan penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 15 pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara dan data pada tahun 2012 sampai 2016.

2. Waktu Penelitian: penelitian terdahulu dilakukan tahun 2016 sedangkan penelitian ini tahun 2019.

3. Lokasi Penelitian: lokasi penelitian terdahulu pada Kabupaten/Kota Jawa Timur, sedangkan penelitian ini dilakukan pada Kota Dan Kabupaten di Sumatera Utara.

(40)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Dana Alokasi Umum

Menurut Nordiawan (2011 : 55), “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan negara yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Menurut Nordiawan (2011 : 56), “Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), dengan ketentuan sebagai berikut” :

a. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.

b. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

(41)

11

c. Jika penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.

DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dalam Undang-Undang Nomor. 33 Tahun 2004 ini ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal (Penjelasan Undang-Undang Perimbangan).

Menurut Nordiawan (2011 : 56), “DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).

Formula penghitungan DAU adalah”:

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitan Fiskal

(42)

12

Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum seperti penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Setiap kebutuhan pendanaan suatu daerah dihitung dengan pendekatan total pengeluaran rata-rata nasional dan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia, dengan asumsi bahwa Jumlah Penduduk adalah variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik disetiap daerah, Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana persatuan wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antardaerah, Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah, dan Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal tersebut diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).Yang dimaksud dengan Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari hasil pajak dan Sumber Daya Alam (Undang-Undang Nomor. 33 Tahun 2004 beserta penjelasannya).

(43)

13

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh provinsi. Bobot provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh provinsi. Menurut Nordiawan (2011 : 56), dengan formula sebagai berikut:

DAU Provinsi = Bobot Provinsi x DAU Provinsi

Bobot Provinsi = Celah Fiskal Provinsi / Σ Celah Fiskal Provinsi.

Menurut Nordiawan (2011 : 57), “Sementara, DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh kabupaten/kota. Bobot kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota. Kebutuhan fiskal daerah dihitung berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel dengan Indeks Jumlah Penduduk, Indeks Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Indeks Produk Domestik Regional Bruto per kapita, sedangkan kapasitas fiskal daerah merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.

2. Pendapatan Asli Daerah

Menurut Nordiawan (2011), “pendapatan asli daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri diberikan sumber-sumber pedapatan atau penerimaan keuangan daerah untuk membiayai seluruh aktivitas

(44)

14

dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan makmur. Sebagaimana halnya dengan negara, maka daerah dimana masing-rnasing pemerintah daerah mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan rakyat dengan jalan melaksanakan pembangunan disegala bidang sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 10 yang menyatakan bahwa Pemerintah daerah berhak dan berwenang menjalankan otonomi, seluas-Iuasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri merupakan suatu upaya untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya dengan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara efisien dan efektif khususnya pada Pendapatan asli daerah. Hal tersebut tercantum pada Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 3 No. 1 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang menyatakan bahwa “Pendapatan Asli Daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan Desentralisasi”.

Menurut Nordiawan (2011 : 60), “Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Pasal 1 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

(45)

15

peraturan perundang-undangan. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) yaitu:

a. Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah

“kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Sedangkan yang dimaksud dengan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis pengelolaan pajak terbagi dua, yaitu pajak yang dikelolal provinsi dan pajak yang dikelola kabupaten/kota, diantaranya adalah:

1) Pajak yang dikelola provinsi

a) Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor.

(46)

16

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.

d) Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

e) Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintahan.

2) Pajak yang dikelola kabupaten/kota

a) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

b) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

c) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.

d) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

e) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan.

g) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan.

h) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

i) Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

(47)

17

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Peraturan Daerah Deli Serdang mengenai Pajak Daerah yaitu Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.

b. Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa “Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-Cuma”.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 108 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Objek Retribusi terbagi atas:

1) Jasa Umum

Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis Retribusi Jasa Umum adalah:

(48)

18

a) Retribusi Pelayanan Kesehatan

b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda d) Penduduk dan Akta Catatan Sipil

e) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat f) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

g) Retribusi Pelayanan Pasar

h) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

i) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran j) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

k) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus l) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

m) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang n) Retribusi Pelayanan Pendidikan

o) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

2) Jasa Usaha

Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan/atau pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:

a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

(49)

19

c) Retribusi Tempat Pelelangan d) Retribusi Terminal

e) Retribusi Tempat Khusus Parkir

f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa g) Retribusi Rumah Potong Hewan

h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j) Retribusi Penyeberangan di Air; dan

k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

3) Perizinan Tertentu

Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan Sumber Daya Alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:

a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c) Retribusi Izin Gangguan

d) Retribusi Izin Trayek

e) Retribusi Izin Usaha Perikanan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 hasil

(50)

20

pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan tersebut dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah/BUMN

3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua kegiatan usahanya dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional dan harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi (Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah).

Penganggaran yang dihasilkan melalui pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan memperhatikan rasionalitas dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan memperhatikan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, dengan berpedoman pada

(51)

21

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah. Pengertian rasionalitas dalam konteks hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang dimaksud adalah (a) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi pemupukan laba (profit oriented) adalah mampu menghasilkan keuntungan atau deviden dalam rangka meningkatkan PAD; dan (b) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi kemanfaatan umum (public service oriented) adalah mampu meningkatkan baik kualitas maupun cakupan layanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Peraturan Dalam Negeri nomor 37 tahun 2014).

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26, Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:

1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2) Jasa giro

3) Pendapatan bunga

4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

5) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

6) Pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah

(52)

22

7) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

8) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan 9) Pendapatan denda pajak

10) Pendapatan denda retribusi

11) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 12) Pendapatan dari pengembalian

13) Fasilitas sosial dan fasilitas umum

14) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan 15) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan

Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah meliputi (Pemendagri Nomor 37 tahun 2014 tentang APBD untuk tahun 2015):

1) Pendapatan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen.

2) Pendapatan bunga atau jasa giro dari dana cadangan 3) Pendapatan dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

3. Belanja Daerah

Pengertian belanja sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 2 Paragraf 7 adalah “semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”. Sedangkan Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 Belanja Daerah didefinisikan sebagai “kewajiban pemerintah daerah

(53)

23

yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (Renyowijoyo, 2010 : 174)”.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri APBD Nomor 37 Tahun 2014 Belanja Daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Renyowijoyo (2010 : 175), “belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dimaksudkan untuk diwujudkan dalam bentuk pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Belanja daerah harus mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan”.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, belanja dikelompokkan menjadi:

a. Belanja Tidak Langsung

Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Belanja Pegawai

a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).

(54)

24

b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD.

c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai.

d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD.

e) Penganggaran tambahan penghasilan PNSD

f) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

g) Tunjangan profesi guru PNSD dan dana tambahan penghasilan guru PNSD yang bersumber dari APBN.

2) Belanja Bunga

Bagi daerah yang belum memenuhi kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang supaya dianggarkan pembayarannya dalam APBD.

3) Belanja Subsidi

Pemerintah daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menyelenggarakan pelayanan publik, antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation). Belanja Subsidi tersebut hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas.

Perusahaan/lembaga tertentu yang diberi subsidi tersebut menghasilkan

(55)

25

produk yang merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial

Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 serta peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial.

5) Belanja Bagi Hasil Pajak

a) Penganggaran Dana Bagi Hasil Pajak Daerah yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pemerintah kabupaten/kota menganggarkan belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota.

c) Pendapatan Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi untuk pemerintah kabupaten/kota dan pendapatan Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari pemerintah kabupaten/kota untuk pemerintah desa dalam APBD harus diuraikan ke dalam daftar nama pemerintah kabupaten/kota.

6) Belanja Bantuan Keuangan

a) Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapat menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan

(56)

26

fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya dan/atau menerima manfaat dari pemberian bantuan keuangan tersebut.

b) Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan

c) Belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan daftar nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan.

7) Belanja Tidak Terduga

Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan Realisasi Tahun Anggaran dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam, dan bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.

b. Belanja Langsung

Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Penganggaran Belanja Langsung

Dalam APBD digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Penganggaran belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam

(57)

27

rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik.

2) Belanja Pegawai

Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud.

3) Belanja Barang dan Jasa

a) Pemberian jasa narasumber/tenaga ahli dalam kegiatan dianggarkan pada jenis Belanja Barang dan Jasa dengan menambahkan obyek dan rincian obyek belanja baru serta besarannya ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

b) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi.

c) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu

e) Penganggaran belanja yang bersumber dari dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan

(58)

28

Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) mempedomani Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014.

f) Penganggaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor milik pemerintah daerah dialokasikan pada masing-masing SKPD.

g) Pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa.

h) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif.

i) Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah, penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai biaya riil atau lumpsum.

j) Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang mengikutsertakan non-PNSD diperhitungkan dalam belanja perjalanan dinas.

k) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan Sumber Daya Manusia Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta pejabat/staf pemerintah daerah, yang tempat penyelenggaraannya di luar daerah harus dilakukan sangat selektif.

l) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah.

(59)

29

4) Belanja Modal

a) Pemerintah daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

b) Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah dan pemeliharaan barang milik daerah menggunakan dasar perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan barang milik

c) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012

d) Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

5) Surplus atau Defisit APBD

a) Surplus atau Defisit APBD adalah selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah.

b) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaan surplus tersebut diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.

c) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, pemerintah daerah menetapkan penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut, yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran

(60)

30

sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan/atau penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.

d) Pemerintah Daerah wajib mempedomani penetapan batas maksimal defisit APBD.

4. Flypaper Effect

Menurut Kuncoro (2012), “Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Tujuan utama implementasi transfer adalah untuk mengatasi masalah eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, pemerataan fiskal antardaerah (horizontal equity) dan mencapai tujuan pembangunan tertentu”. Namun, Pendapatan daerah merupakan syarat utama dalam mengupayakan belanja daerah (Pevcin, 2011). Menurut Kusumadewi (2013) menyatakan bahwa “beberapa penelitian mengenai perilaku Pemerintah Daerah dalam merespon transfer Pemerintah Pusat yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa respon Pemerintah Daerah berbeda untuk transfer dan pendapatan daerahnya sendiri. Ketika respon Pemerintah Daerah lebih besar untuk transfer dibanding pendapatan daerahnya sendiri maka disebut flypaper effect”.

Flypaper effect dapat terkendali dalam dua versi (Kuncoro, 2012) yaitu

“Pertama merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintahan yang berlebihan, dan kedua mengarah pada elastisitas pegeluaran

(61)

31

terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Maimunah (2010) diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah yang Pendapatan Asli Daerahnya tinggi maupun pada daerah yang Pendapatan Asli Daerahnya rendah”.

B. Penelitian Terdahulu

Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu mengenai dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah.

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Variabel Model

Analisis

Hasil penelitian

1 Apriliawati (2016)

Pengaruh PAD dan DAU Terhadap Belanja Daerah Pada

Kabupaten/Kota Jawa Timur.

(X1) = PAD (X1) = DAU

(Y) = Belanja daerah

Regresi Linier Berganda

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa: 1) Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah pada pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 2) Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah pada pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 3) Telah terjadi flypaper effect pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

2 Santoso (2014)

Flypaper Effect Pada

Pengelolaan Keuangan Daerah Di Provinsi Lampung

(X1) = PAD (X2) = DBH (X3) = DAU

(Y) = Belanja daerah

Regresi Linier Berganda

Hasil penelitian menunjukkan PAD, DBH, dan DAU secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah (BD) kab/kota di Provinsi Lampung ; secara parsial PAD dan DAU

berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap Belanja Daerah kab/kota di Provinsi Lampung,

(62)

32

sedangkan variabel DBH secara statistik tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah kab/kota di Provinsi Lampung.

Nilai koefisien DAU lebih besar dari nilai koefisien PAD dan keduanya signifikan, hal ini

menunjukkan telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah kab/kota di Provinsi Lampung.

3 Oktavia (2015)

Flypaper Effect:

Fenomena Serial Waktu Dan Lintas Kabupaten Kota Di Jawa Timur 2003-2013.

(X1) = PAD (X2) = DAU

(Y) = Belanja daerah

Regresi Linier Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) secara umum berpengaruh positif terhadap belanja daerah (BD). Hasil pengujian untuk runtun waktu menunjukkan bahwa dengan data tahun 2003- 2013 terjadi flypaper effect

yang ditunjukkan dengan pengaruh DAU lebih signifikan terhadap Belanja Daerah dari pada pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah.

4 Widjajakoe soema (2011)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pemerintah Kota Kediri.

(X) = PAD

(Y) = Belanja daerah

Regresi Linier Sederhan a

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap belanja daerah (BD).

5 Suryatini (2017)

The Influence Of Dau (General Allocation Fund) And Dak (Special Allocation Fund) On Capital Expenditure Of Bali Province.

(X1) = DAU (X2) = DAK

(Y) = Belanja daerah

Regresi Linier Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap belanja daerah (BD).

6 Panggabean (2014)

Flypaper effect pada

unconditional grant Dan pendapatan asli daerah terhadap Belanja daerah kabupaten/kota

DAU (X1), DBH (X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3).

Belanja daerah (Y)

Regresi Linier Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil dan Pendapatan Asli Daerah secara

simultan berpengaruh terhadap Belanja Daerah

Referensi

Dokumen terkait

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khususnya tenaga ahli (bersertifikasi) memiliki kesempatan lebih luas bekerja di Negara Anggota ASEAN sehingga dapat menghasilkan

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W5, 2017 26th International CIPA Symposium 2017, 28

Judul : A NALISIS PENGARUH MOTIVASI KOMPETENSI DISIPLIN TERHADAP KINERJA KARYAWAN, DAN PENGARUH KINERJA SERTA PEMAHAMAN REGULASI PERPAJAKAN YANG

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi nasabah terhadap keputusan pengajuan pembiayaan musyarakah, untuk mengetahui dan

Selain itu tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 49 Tahun 2014 Pasal 2, tidak diberikan kepada pegawai yang nyata-nyata tidak

Untuk menganalisis pengaruh pembiayaan sewa terhadap kinerja keuangan.

Untuk mengaplikasikan hasil pembelajaran pada Penelitian Pendidikan Fisika digunakan program Matlab dengan menggunakan optimasi dari suatu persamaan gerak bola

membaca kembali transkrip hasil wawancara dan mengutip berbagai pernyataan yang bermakna, menguraikan arti yang ada dalam pernyataan yang signi fi kan untuk menemukan kata