• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RHODAMIN B PADA PERONA PIPI SERTA PERILAKU KONSUMEN DI PAJUS KOTA MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS RHODAMIN B PADA PERONA PIPI SERTA PERILAKU KONSUMEN DI PAJUS KOTA MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

ADELIA SAGALA NIM. 151000306

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

ANALISIS RHODAMIN B PADA PERONA PIPI SERTA PERILAKU KONSUMEN DI PAJUS

KOTA MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADELIA SAGALA NIM.151000306

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Pada tanggal: 14 Agustus 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Evi Naria, M.Kes.

Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S., M.Si.

2. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.

(5)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Rhodamin B pada Perona Pipi serta Perilaku Konsumen di Pajus Kota Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2019

Adelia Sagala

(6)

Abstrak

Penyalahgunaan bahan berbahaya dalam kosmetik sering terjadi, contohnya penggunaan zat pewarna tekstil untuk mewarnai bahan pangan dan kosmetik. Zat warna sintetis yang dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan kosmetik berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang persyaratan teknis bahan kosmetika salah satunya yaitu rhodamin B. Penggunaan rhodamin B dalam makanan dan kosmetik yang pada jangka panjang (kronis) dapat menyebabkan kanker ataupun gangguan fungsi pada hati dan bila mengenai kulit maka akan terjadi iritasi. Pajak USU (PAJUS) merupakan pasar yang pada saat ini banyak dikunjungi dan menjual berbagai jenis barang salah satunya yaitu kosmetik. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, kecenderungan penggunaan kosmetik di PAJUS semakin meningkat yang ditandai dengan banyaknya penjual kosmetik di PAJUS dan selalu ramai dikunjungi oleh pengguna kosmetik, terutama untuk penjualan perona pipi. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui keberadaan zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada perona pipi dan untuk mengetahui perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi di PAJUS. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa dari 12 sampel perona pipi yang diperiksa terdapat 1 sampel yang positif mengandung rhodamin B dengan kadar 0,0034 mg/L. Konsumen perona pipi di Pajus memiliki pengetahuan yang baik 35 orang (81,4 %), sikap yang baik 36 orang (83,7 %), dan tindakan yang baik 25 orang (58,1%). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku pengguna perona pipi dengan penggunaan perona pipi yang mengandung rhodamin B di Pajus. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah masih ditemukannya bahan berbahaya pada kosmetik dan perilaku konsumen terhadap perona pipi di Pajus tergolong baik. Saran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih kosmetik dan bagi BPOM RI sebaiknya melakukan pengawasan secara berkala terhadap produk kosmetik yang beredar.

Kata kunci: Rhodamin B, Perona pipi, Pengetahuan, Sikap, Tindakan

(7)

Abstract

The abuse of harmful ingredients in cosmetics often occurs, for example the use of textile dyes to color food and cosmetics. Synthetic dye which is prohibited from being used as cosmetic additives based on the regulation of the Head of the Food and Drug Supervisory Board of the Republic of Indonesia concerning the technical requirements for cosmetics is rhodamine B. The use of rhodamine B in food and cosmetics can cause cancer or disorders in the long term (chronic) function on the liver and when it comes to the skin irritation will occur. Pajak Usu (PAJUS) is a market that is currently visited and sells various types of stuffs, one of which is cosmetics. Based on the results of observations that have been made, the tendency of cosmetic use in PAJUS is increasingly marked by the number of cosmetic sellers at PAJUS and always crowded with cosmetic users, especially for the sale of blusher. This type of research is descriptive, namely to determine the presence of rhodamine B coloring agent found on blusher and to determine consumer behavior towards the use of blusher in PAJUS. Based on the results of laboratory tests showed that from 12 blusher samples examined there was 1 positive sample containing rhodamine B with a level of 0.0034 mg / L. Blusher consumers in Pajus have good knowledge of 35 people (81.4%), good attitude 36 people (83.7%), and good actions 25 people (58.1%). There is no significant relationship between the behavior of blush users with the use of blush containing rhodamine B in Pajus. The conclusion of the results of this study is the presence of hazardous ingredients in cosmetics and consumer behavior towards blushes in Pajus are relatively good. Suggestions for people to be more careful in choosing cosmetics and for BPOM RI should conduct regular supervision of outstanding cosmetic products.

Keywords: Rhodamine B, Blush, Knowledge, Attitude, Action

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Rhodamin B pada Perona Pipi serta Perilaku Konsumen di Pajus Kota Medan Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

6. Prof.Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Dr.Drs.R. Kintoko Rochadi, M.KM, selaku dosen pembimbing akademik.

8. Seluruh staf pengajar di Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya dosen peminatan Kesehatan Lingkungan.

9. Teristimewa untuk orang tua terkasih, ayahanda Robert Sagala dan ibunda Surtani Mariani Hutagalung serta saudara dan saudari (Tongam Hendra Erikson Sagala, Friska Sagala, Dewi Lusi Sagala, Debora Novayanti Sagala) yang telah memberikan dukungan doa, motivasi serta dukungan materi kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2019

Adelia Sagala

(10)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Riwayat Hidup xiii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Tujuan umum 6

Tujuan khusus 6

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8

Penggunaan bahan berbahaya pada kosmetik 8

Reaksi negatif kosmetik pada kulit 11

Zat pewarna pada kosmetik 13

Rhodamin B 17

Jalur pemaparan rhodamin B 18

Efek toksik rhodamin B 19

Perona pipi 21

Perilaku 24

Landasan teori 28

Kerangka konsep 32

Metode Penelitian 33

Jenis penelitian 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Populasi dan Sampel 33

Objek Penelitian 35

Variabel dan Defenisi Operasional 35

Metode Pengumpulan Data 36

Metode Pengukuran Data 36

(11)

Hasil Penelitian 41

Gambaran Lokasi Penelitian 41

Hasil Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Perona Pipi 42

Karakteristik Konsumen Perona pipi 43

Pengetahuan Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019 44

Sikap Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019 47

Tindakan Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019 49 Hubungan antara perilaku konsumen dan merek perona pipi 51 yang digunakan

Hubungan antara perilaku konsumen dan keberadaan rhodamin B pada

perona pipi yang digunakan 51

Pembahasan 53

Zat pewarna rhodamin B pada perona pipi 53

Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perona pipi 55

Sikap Konsumen terhadap Perona Pipi 56

Tindakan Konsumen terhadap Perona Pipi 57

Kesimpulan dan Saran 59

Kesimpulan 59

Saran 59

Daftar Pustaka 61

Lampiran 63

ix

(12)

No Judul Halaman 1 Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai

Bahan Berbahaya pada Obat, Makanan dan Kosmetika

16

2 Data Toksisitas Rhodamin B 18

3 Hasil Uji Kualitatif Zat Pewarna Rhodamin B 42

4 Distribusi Konsumen Perona Pipi Berdasarkan

Karakteristik Konsumen di PAJUS Kota Medan Tahun 2019 43 5 Distribusi Konsumen Berdasarkan Pengetahuan

di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

44

6 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan konsumen terhadap perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019.

47

7 Distribusi Konsumen Berdasarkan Sikap di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

47

8 Distribusi Konsumen Berdasarkan Kategori Sikap di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

48

9 Distribusi Konsumen Berdasarkan Tindakan di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

49

10 Distribusi responden berdasarkan tindakan konsumen terhadap perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019.

50

11 Distribusi responden berdasarkan perilaku konsumen terhadap perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019

50

12 Hasil tabulasi silang antara perilaku konsumen 51 dan merek perona pipi yang digunakan konsumen

di Pajus Kota Medan Tahun 2019

13 Hasil tabulasi silang antara perilaku konsumen 52 dan keberadaan rhodamin B pada perona pipi

yang digunakan konsumen di Pajus Kota Medan Tahun 2019

(13)

No Judul Halaman

1 Struktur Kimia Rhodamin B 17

2 Teori Simpul 30

(14)

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Perilaku Konsumen Terhadap 63

Perona Pipi Di Pajus Kota Medan Tahun 2019

2 Master Data Karakteristik konsumen di Pajus 67

3 Master Data Tingkat Pengetahuan Konsumen 69

4 Master Data Sikap Konsumen 71

5 Master Data Tindakan Konsumen 73

6 Hasil Pemeriksaan rhodamin B pada Perona pipi 76

7 Dokumentasi Kegiatan 79

(15)

pada tanggal 2 November 1997. Penulis Bergama Kristen Protestan, anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Robert Sagala dan Ibu Surtani Mariani Hutagalung.

Pendidikan formal dimulai di Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 004 Dumai tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Dumai tahun 2009-2012, sekolah menengahatas di SMA Negeri 2 Dumai tahun 2012- 2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2019

Adelia Sagala

(16)

Latar Belakang

Keamanan kosmetik dari bahan berbahaya memerlukan perhatian khusus.

Kosmetik adalah bahan yang terbuat bermacam-macam bahan aktif dan bahan kimia yang akan bereaksi ketika diaplikasikan secara langsung pada kulit. Bahan berbahaya adalah zat yang menimbulkan reaksi negatif dan berbahaya bagi tubuh terkhusus bagi kesehatan kulit. Akhir-akhir ini banyak ditemukan produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan umumnya ditemukan pada kosmetik pemutih, anti-aging, dan juga kosmetik dekoratif (Muliyawan, 2013).

Beragam efek buruk yang mucul akibat kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dapat memberikan dampak yang lebih luas, tidak hanya sekedar pada jaringan kulit namun juga mempengaruhi sistem jaringan dan organ penting lainnya. Bahan berbahaya tergolong zat beracun, dan jika aplikasikan di kulit lewat penggunaan produk kosmetik maka kulit akan menyerap zat beracun tersebut dan masuk melalui aliran darah yang kemudian terakumulasi pada sel tubuh sehingga menyebabkan berbagai macam dampak negatif, seperti kanker, mutasi DNA, kerusakan sistem saraf, dan gangguan kesehatan lainnya.

(Muliyawan, 2013).

(17)

Kosmetika merupakan bahan yang digunakan untuk bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Permenkes, 2010). Perona pipi adalah produk kosmetik yang digunakan dengan maksud agar memberikan warna pada wajah, sehingga penggunanya tampak lebih cantik dan percaya diri dan juga berfungsi sebagai penyempurna riasan dan membuat kesan segar pada wajah.(Tranggono, 2007).

Public warning yang dikeluarkan oleh BPOM RI pada produk-produk

kosmetik yang ditemukan mengandung bahan aktif berbahaya dan sudah di larang penggunaannya pada produk kosmetik diantaranya yaitu asam retinoat, merkuri, hidrokinon, zat warna merah K.3, jingga K1 dan merah K10 (rhodamin B).

Bahan-bahan ini dilaporkan menimbulkan berbagai reaksi negative terhadap kulit dan membahayakan kesehatan dalam jangka panjang. Pada Tahun 1982, Lin J. T melaporkan bahwa ribuan artis di China menderita pigmented cosmetic dermatitis (hiperpigmentasi) atau timbulnya noda-noda hitam pada kulit setelah mengunakan kosmetik pemutih atau krim mutiara (Muliyawan, 2013).

Bahan yang juga sering ditambahkan pada kosmetik yaitu zat pewarna.

Penyalahgunaan zat pewarna dalam pangan dan kosmetik lumrah terjadi, contohnya zat pewarna tekstil dipakai untuk mewarnai bahan pangan dan kosmetik. Kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang zat pewarna

(18)

yang aman digunakan pada pangan dan kosmetik menimbulkan penyalahgunaan tersebut. Selain itu harga zat pewarna tekstil lebih terjangkau bila dibandingkan dengan zat pewarna yang memang digunakan dalam makanan. Ini terjadi karena bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna non pangan dan zat pewarna tekstil biasanya lebih menarik (Cahyadi, 2017).

Zat warna sintetis yang dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan kosmetik berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang persyaratan teknis bahan kosmetika salah satunya yaitu rhodamin B. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang memiliki bentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak memiliki bau dan dalam larutan akan berwarna merah terang. (BPOM, 2008)

Rhodamin B dalam makanan dan kosmetik yang digunakan pada jangka panjang (kronis) dapat menyebabkan kanker ataupun gangguan fungsi pada hati.

Gejala akut yang ditimbulkan oleh rhodamin B dapat terjadi jika terpapar rhodamin B dalam jumlah besar. Rhodamin B yang masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah ataupun merah muda. Menghirup rhodamin B dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Lalu jika zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata (Yuliarti, 2007).

(19)

Menurut Irianti (2017) zat warna rhodamin B dilarang penggunaannya di Eropa mulai tahun 1984, hal ini dikarenakan rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker yang kuat). Uji toksisitas rhodamin B terhadap mencit dan tikus telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut.Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan oleh Badan POM selama tahun 2017 pada 24.314 sampel kosmetika, diperoleh 285 (1,17%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi 59 (0,24 %) sampel mengandung bahan aktif melebihi batas, 99 (0,41 %) sampel tercemar mikroba, dan 127 (0,52%) sampel mengandung bahan yang dilarang. Hasil pengujian ini mengalami peningkatandari tahun 2016, dimana sampel yang tidak memenuhi syarat mutu diperoleh 235 (1,08 %) jumlah sampel.

Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Arfina (2012), dari 7 sampel perona pipi yang beredar di beberapa pasar tradisional kota Makassar, diperoleh 2 sampel perona pipi yang positif rhodamin B. Penelitian lainnya oleh Winasih, dkk (2015) dari 6 sampel perona pipi yang diperiksa diperoleh 2 sampel yang positif rhodamin B. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aviani (2014), dari 5 sampel perona pipi yang diperiksa, diperoleh 3 sampel yang positif rhodamin B.

Dalam sebuah kasus dilaporkan bahwa sekitar 10 pon bubuk rhodamine tumpah ke lantai gedung perawatan otomotif sehingga menyebabkan aerosol debu rhodamin b yang tersebar di seluruh gedung yang mencemari rambut, kulit, mata, dan pakaian sebagian besar karyawan toko. Gejala akut (rasa sakit dan gatal-gatal pada kulit) dikeluhkan oleh pekerja di bengkel perawatan otomotif yang terpapar

(20)

rhodamin b selama sekitar 15 menit. Paparan akut terhadap Rhodamine B mengakibatkan mata terasa terbakar, iritasi kulit dan kesulitan bernapas pada 17 orang karyawan. (Wilkinson, 1991)

Menurut penelitian Kaji (2000) toksisitas rhodamin b pada sel fibroblast bibir dan kulit manusia akan berkontribusi pada keamanan penggunaan pewarna dalam kosmetik. Pertumbuhan sel fibroblas dalam proses penyembuhan luka dan pertumbuhan kolagen kulit bisa dipastikan menjadi terhambat karena adanya penggunaan zat rhodamin b melalui kosmetik dekoratif yang digunakan.

Tren penggunaan perona pipi saat ini dengan jenis produknya yang semakin beragam membuat wanita dari berbagai kalangan usia tertarik untuk mencobanya, terlebih lagi dengan adanya konten kecantikan di majalah, televisi dan internet yang mempengaruhi pola pikir konsumen yang terobsesi untuk memiliki wajah yang cantik. Tetapi penggunaan kosmetik yang tidak diimbangi dengan perilaku yang baik berpotensi menimbulkan efek negatif bagi penggunanya. (Pasadina, 2015)

Pajak USU (PAJUS) merupakan pasar yang pada saat ini banyak dikunjungi oleh masyarakat medan khususnya siswa sekolah dan mahasiswa.

PAJUS menjual berbagai jenis barang mulai dan salah satu produk yang banyak dijual di PAJUS yaitu produk kosmetik. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, kecenderungan penggunaan kosmetik di PAJUS semakin meningkat yang ditandai dengan banyaknya penjual kosmetik di PAJUS dan selalu ramai dikunjungi oleh pengguna kosmetik, terutama untuk penjualan perona pipi. Dalam

(21)

sehari, masing-masing kios penjual kosmetik bisa menjual 5 sampai dengan 10 perona pipi dari berbagai jenis dan merek.

Perumusan Masalah

Perona pipi dijual dengan bebas oleh pedagang kosmetik di PAJUS tanpa memperhatikan izin peredaran dan bahan berbahaya yang mungkin terdapat di dalam perona pipi. Keberadaan bahan berbahaya akibat penyalahgunaan pewarna sintetis pada perona pipi seperti rhodamin b dapat membahayakan kesehatan pengguna produk, sehingga perlu dilakukan analisis rhodamin b pada perona pipi merek lokal dan perilaku konsumen terhadap perona pipi di PAJUS Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui keberadaan zat pewarna rhodamin B pada perona pipi yang beredar di PAJUS dan perilaku konsumen terhadap perona pipi di PAJUS Kota Medan Tahun 2019.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui ada tidaknya zat pewarna rhodamin B pada perona pipi yang beredar di PAJUS Kota Medan.

2. Mengetahui kadar zat pewarna rhodamin B pada perona pipi yang beredar di PAJUS Kota Medan.

(22)

3. Mengetahui perilaku konsumen terhadap perona pipi di PAJUS Kota Medan.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi untuk konsumen dalam memilih produk perona pipi yang aman digunakan.

2. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dan instansi terkait untuk lebih memperhatikan produk perona pipi yang dijual dipasar.

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian di waktu yang akan datang.

4. Sebagai bahan pengayaan literatur untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan tentang keberadaan rhodamin b pada perona pipi yang dijual di PAJUS.

(23)

Tinjauan Pustaka

Penggunaan bahan berbahaya pada kosmetik

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 bahan berbahaya dan beracun dapat diartikan sebagai bahan yang dapat merusak lingkungan, membahayakan kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya oleh karena sifat, konsentrasinya dan atau jumlahnya yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa bahan-bahan yang berbahaya dalam kosmetik, diantaranya adalah:

Merkuri (Hg). Penggunaan cream pemutih yang memiliki kandungan merkuri sempat marak di Indonesia. Cream pemutih dengan bahan merkuri ini pada mulanya berasal dari China dan sering disebut dengan pearl cream atau cream mutiara. Kulit putih yang dihasilkan oleh pemakaian pearl cream

berlangsung sangat cepat. Faktanya merkuri bersifat toksik (racun). Kosmetik dengan bahan dasar merkuri yang dioleskan pada kulit berdampak negatif bagi kesehatan, bahkan dapat mengganggu fungsi ginjal dan jaringan saraf. Sehingga pemerintah Indonesia melalui BPOM kemudian melarang peredaran kosmetik pemutih yang menggunakan merkuri. Dampak penggunaan kosmetik pearl cream atau cream mutiara yang mengandung merkuri telah dirasakan di China. Kini, penggunaan merkuri dalam membuat kosmetik sudah benar-benar dilarang (Muliyawan, 2013).

(24)

Hidrokinon. Nama lain dari hidrokinon adalah alpa-hydroquinon, hidrokuinol, quinol dan bensoquinon. Hidrokinon memiliki bentuk berupa serbuk putih atau kristal. Senyawa ini seringkali ditambahkan pada kosmetik untuk memutihkan wajah. Hidrokinon dapat menghambat kinerja enzim tirosinase dalam dalam fungsinya untuk memproduksi melanin , yang merupakan pigmen penentu warna kulit. Pigmen kulit yang gelap menandakan kadar melanin dalam kulitnya tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil menunjukkan bahwa hidrokinon bekerja cepat dalam menghilangkan flek hitam atau warna tidak merata pada kulit. Namun, dalam penggunaan hidrokinon ini memberi pengaruh buruk dan dampaknya menghancurkan produksi melanin, sehingga kulit kehilangan fungsinya untuk melindungi dari radiasi sinar matahari dan pengaruh luar lainnya. Efek dalam penggunaan hidrokinon adalah efek yang bersifat akumulasi. Artinya, berapa pun kadar penggunaan hidrokinon saat ini, akan terus menumpuk. Dampak negatif baru akan mucul bila telah digunakan selama sekian bulan atau tahun.

Reaksi negatif yang dihasilkan oleh penggunaan hidrokinon melebihi ambang toleransi, antara lain:

a. Kulit berubah menjadi merah dan terasa panas seperti terbakar.

b. Black spot (flek-flek hitam).

c. Dalam jangka panjang, hidrokinon bisa mengakibatkan kelainan pada ginjal, kanker darah, dan kanker sel hati (Tranggono, 2007).

(25)

Asam retinoat/tretinoin/retinoic acid. Asam retinoat adalah bentuk aktif dari vitamin A. Asam retinoat sering terdapat dalam produk kosmetik khususnya produk anti jerawat dan pemutih wajah. Asam retinoat menghambat terbentuknya melanin pada kulit. Berkurangnya produksi melanin dalam kulit mengakibatkan pigmen kulit menjadi lebih terang (Muliyawan, 2013). Reaksi negatif yang timbul oleh penggunaan asam retinoat, yaitu:

a. Rasa terbakar

b. Kulit menjadi kering.

c. Teratogenik (cacat pada janin)

Bahan pewarna merah K.3 (Cl 15585), merah K.10 (Rhodamin B), dan jingga K.1 (Cl 12075). Bahan pewarna merah K.3 (Cl 15585), merah K.10 (Rhodamin B), dan jingga K.1 (Cl 12075) bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker. Bahan pewarna ini merupakan pewarna yang sering digunakan pada industri kertas, tinta dan tekstil. Reaksi negatif yang dapat ditimbulkan pada penggunaan bahan pewarna sintetis ini adalah:

a. Potensi terjadinya kanker karena bersifat karsinogenik dan berbahaya bagi kesehatan manusia.

b. Rhodamin B pada konsentrasi tinggi berpotensi menimbulkan kerusakan hati. (Muliyawan, 2013)

(26)

Reaksi negatif kosmetik pada kulit

Reaksi negatif yang terjadi akibat penggunaan kosmetik yang tidak aman, baik pada kulit maupun pada sistem tubuh (Tranggono, 2007), diantaranya adalah:

Iritasi. Efek negatif yang timbul secara langsung saat penggunaan pertama kosmetik karena mengandung satu atau lebih bahan-bahan yang bersifat iritan.

Alergi. Reaksi yang timbul pada kulit setelah penggunaan kosmetik beberapa kali bahkan setelah bertahun lamanya, karena didalamnya terdapat bahan yang bersifat alergenik bagi seseorang sekalipun tidak berefek bagi orang lain.

Fotosensitisasi. Reaksi muncul setelah kulit yang menggunakan kosmetik terkena paparan sinar matahari. Hal ini terjadi dikarenakan salah satu atau lebih dari bahan yang dikandung oleh kosmetik bersifat photosensitizer.

Jerawat (acne). Kosmetik yang berfungsi untuk melembabkan kulit (moisturizer) dapat menimbulkan jerawat jika dipergunakan pada jenis kulit yang berminyak, khususnya bagi pengguna yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kosmetik tersebut berpotensi untuk membuat pori- pori kulit tersumbat bersama kotoran dan bakteri. Jenis kosmetik tersebut dinamakan jenis kosmetik yang aknegenik.

Intosidasi. Bahan-bahan yang bersifat toksik dan terdapat pada kosmetik bisa menyebabkan keracunan. Keracunan bisa terjadi secara lokal atau sistemik melalui mulut, hidung dan paparan pada kulit

(27)

Penyumbatan fisik. Penyumbatan dapat terjadi pada pori-pori kulit atau pori- pori kecil pada bagian tubuh yang lain , yang disebabkan oleh kosmetik tertentu yang mengandung bahan yang lengket dan berminyak seperti pelembab atau alas bedak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rekasi negatif pada kulit. Besarnya reaksi negatif pada kulit akibat kosmetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

Lamanya kulit kontak dengan kosmetik. Kosmetik yang digunakan di kulit

dalam jangka waktu yang lama, seperti pelembab dan dasar bedak lebih cepat menimbulkan reaksi negatif bila dibandingkan dengan penggunaan yang hanya sebentar saja dan kemudian segera dibersihkan atau diangkat kembali, misalnya sabun atau shampo yang segera dibilas dengan air sampai bersih setelah digunakan (Tranggono, 2007).

Lokasi pemakaian. Reaksi kulit yang berada pada satu lokasi dengan

lokasilainnya tidak selalu sama terhadap aplikasi suatu jenis kosmetik. Karena kepekaan jenis kulit satu dengan lainnya berbeda. (Muliyawan, 2013).

pH kosmetik. Bila nilai pH kosmetik dan pH fisiologis kulit sangat jauh

berbeda, maka akan mengindikasikan bahwa kosmetik yang digunakan memunculkan reaksi negaitif yang besar. Oleh karena itu sebaiknya pH kosmetik disamakan dengan pH fisiologis kulit, yaitu antara 4,5-6,5 (pH balanced) (Tranggono, 2007).

(28)

Kosmetik yang mengandung gas. Mengakibatkan konsentrasi bahan aktif di dalam kosmetik itu lebih tinggi setelah gas menguap.

Zat pewarna pada kosmetik

Zat pewarna berperan penting dalam kosmetik, terutama kosmetik dekoratif. Zat pewarna memiliki fungsi dalam memberikan corak warna-warni menarik pada kosmetik dekoratif dan menjadi ciri khas pada kosmetik tertentu.

Zat warna dalam kosmetik dekoratif dapat dikelompokkan menjadi:

Zat warna alam yang dapat larut. Zat warna yang termasuk jenis ini tergolong aman untuk kulit, hanya saja dalam penggunaannya pada kosmetik terbilang jarang. Beberapa kelemahan yang terdapat pada zat warna alam larut ini yaitu warna yang dihasilkan kurang tahan lama dan harganya relatif mahal.

Contoh dari zat warna alam yang dapat larut, yaitu:

Alkalain, yaitu zat pewarna merah yang terbuat dari ekstrak kulit akar alkana (Radix alcannae).

Carmine, yaitu zat warna yang menghasilkan warna merah dan diperoleh dari serangga yang sudah melalui proses pengeringan.

Ekstrak klorofil dedaunan hijau, yaitu zat warna yang menghasilkan zat warna hijau.

Henna, zat warna alam yang umumnya dipakai untuk pewarna pada rambut dan kuku.

(29)

Carrotene, yaitu zat warna kuning yang diekstrak dan bagian tanaman tertentu yang mengandung zat warna kuning (Muliyawan, 2013).

Zat warna sintetis yang dapat larut. Zat pewarna sintetis merupakan zat warna yang diperoleh dari proses yang diperoleh lewat proses sintesa senyawa kimia tertentu. Zat warna ini sering disebut dengan aniline atau coal-tar, karena zat warna ini merupakan sintesis dari senyawa-senyawa hasil isolasi dari coal-tar.

Sifat zat warna sintetis, antara lain:

a. Memiliki intensitas warna yang kuat, sekalipun dalam jumlah yang sedikit sudah memberi warna yang kuat.

b. Dapat larut dalam air, alkohol, minyak atau salah satu dari ketiganya.

c. Kemampuan melekat pada rambut, kulit dan kuku berbeda-beda.

d. Dalam beberapa jenis memiliki sifat toksik, sehingga perlu diperhatikan dalam penggunaannya. (Muliyawan, 2013).

Pigmen-pigmen alam. Pigmen-pigmen alami telah sering dipakai pada kosmetik. Salah satunya yaitu pigmen warna yang ada secara alamiah pada tanah contohnya aluminium silikat yang warnanya bergantung pada kandungan besi oksida (mis. kuning ochre, coklat tua, merah bata, coklat). Zat warna ini bersifat alami dan tidak berbahaya. Warna tidak sama, bergantung pada sumbernya. Pada proses pemanasan dengan suhu tinggi dapat menghasilkan pigmen baru.

(Tranggono, 2007).

(30)

Pigmen-pigmen sintetis. Saat ini, banyak ditemukan besi oksida sintetis yang seringkali dipakai untuk menggantikan zat pewarna alami. Warna yang diperoleh dari pigmen sintetis sifatnya lebih cerah dan terang.

Berikut ini merupakan contoh dari pigmen sintetis yang dipakai pada industri kosmetik, yaitu:

a. Besi oksida sintetis yang menghasilkan berbagai pilihan warna sintetis, antara lain warna cokelat, kuning, warna violet dan merah.

b. Titanium oxide dan Zinc oxide (pigmen sintetis putih).

c. Bismuth carbonate juga sering dipakai untuk pigmen putih.

d. Bismuth oxychloride sering dipakai untuk menghasilkan warna putih mutiara.

e. Kobalt dipakai untuk pigmen sintetis biru dan kobalt hijau untuk pigmen warna hijau kebiruan.

f. Zat warna yang berasal dari coal-tar tergolong sebagai pigmen sintetis.

Ada beberapa jenis pigmen sintetis yang penggunaannya tidak perbolehkan dalam kosmetik karena memiliki sifat toksis seperti prussian blue dan cadmium sulfide (Muliyawan, 2013).

Lakes alam dan sintetis. Lakes diperoleh dari proses pengendapan satu atau lebih zat warna yang dapat larut dalam air pada satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sehingga menghasilkan bahan pewarna yang hampir tidak larut dalam air, minyak dan pelarut lainnya. Lakes banyak terbuat zat

(31)

pewarna sintetis. Lakes yang terbuat dari coal-tar adalah zat warna yang berperan penting dalam kosmetik dekoratif karena warna yang dihasilkan lebih cerah dan cocok dengan kulit. Substrat yang paling sering digunakan yaitu zinc oxide, aluminium hidroksida, aluminium phospat, barium phospat, barium sulfat, alumina hydrate, magnesium carbonate, dan kaolin (Tranggono, 2007).

Tabel 1

Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya pada Makanan, Obat, dan Kosmetika

Nama Nomor Indeks Warna (C.I.No)

Auramine (C.IBasic Yellow2) 41000

Alkanet 75520

ButterYellow(C.I. Solvent Yellow2) 11020

Black7984 (FoodVlack 2) 27755

BumUnber(Pigment Brown 7) 77491

Chrysoidine(C.I.Basic Orange) 11270

ChrysoineS(C.IFood Yellow 8) 14270

CitrusRed No. 2Citrus Red No.2 12156

ChocolateBrown FB (Food Brown 2) -

FastRed E (C.I Food Red 4) 16045

Fast Yellow AB (C.I Food Yellow 2) 13015 Guinea Green B (C.I Acid Green No.3) 42085 Indanthrene Blue RS (C.I Food Blue 4) 69800

Magenta (C. I Basic Violet 14) 42510

Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow No.1) 13065 Oil OrangeSS (C.ISolventOrange 2) 12100 Oil OrangeXO (C.ISolventOrange 7) 12140 Oil OrangeAB (C.ISolventYellow 5) 11380 Oil OrangeAB (C.ISolventYellow 6) 11390

OrangeG(C.IFood Orange 4) 16230

Orange GGN (C.I Food Orange 2) 15980

OrangeRN (Food Orange 1) 15970

Orchid and Orcein -

Ponceau 3R (Acid Red 1) 16155

Ponceau SX (C. I Food Red 1) 14700

Ponceau 6R (C.I Food Red 8) 16290

Rhodamin B (C.I Food Red15) 45170

Sudan I(C. I Solvent Yellow14) 12055

ScarletGN (Food Red 2) 14815

Violet 6B 42640

Sumber:Permenkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85

(32)

Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna sintetis dengan bentuk serbuk kristal dan berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, bila dilarutkan dalam air akan berwarna merah kebiruan. Senyawa ini memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl dan berat molekul 479,06 gr/mol. Titik lebur 165℃, dapat larut pada air, benzene, eter dan alcohol, namun tidak dapat larut pada pelarut organik.

Rhodamin B adalah zat warna zat warna dari golongan pewarna kationik (cationic dyes). Rhodamin B biasanya menjadi pewarna untuk tekstil, kertas, sutra dan

digunakan juga sebagai reagen dalam analisis antimony, bismuth, kobalt dan lainnya. Nama lain rhodamin B adalah basic violet, acid brilliant pink B, basic violet 10, calcozine red bx, C.I. basic violet 10, CI Number (No. index warna):45170, diethyl-m-amino-phenolphthalein hydrochloride. Rhodamin B stabil pada temperatur dan tekanan normal. Hasil peruraian yang berbahaya pada pemanasan berupa oksida-oksida nitrogen, senyawa karbon, dan senyawa terhalogensi (BPOM, 2008)

Gambar 1. Struktur kimia rhodamin B

(33)

Sifat kimia dan kandungan logam berat yang ada pada rhodamin B bersifat bahaya bagi kesehatan manusia. Pada rhodamin B terdapat senyawa klorin (Cl).

Klorin adalah senyawa halogen yang reaktif dan bila tertelan, maka senyawa ini akan mengikat senyawa lain yang terdapat dalam tubuh agar mencapai kestabilan, yang mana bersifat racun untuk tubuh. Rhodamin b memiliki senyawa pengalkilasi yang bersifat radikal dan mampu berikatan dengan lemak, protein, dan DNA (Irianti, 2017).

Tabel 2

Data Toksisitas rhodamin B

LD50 (intraperitoneal, tikus) 112 mg / kg

LD50 (intravena, tikus) 89 mg / kg

LD50 (oral, mencit) 887 mg / kg

LD50 (intraperitoneal, tikus) 144 mg / kg

LD50 (subkutan, mencit) 180 mg / kg

Sumber: BPOM 2008

Jalur pemaparan rhodamin b

Jalur pemaparan atau jalur masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui mulut, kulit, sistem pernapasan dan organ lainnya seperti telinga dan mata. Jalur pemaparan rhodamin b, yaitu kontak melewati pernapasan, kulit, dan kontak melewati oral. Berikut merupakan alur masuk rhodamin B ke dalam tubuh menurut Pramono (2013):

Alur masuk rhodamin B melalui inhalasi.

1. Rhodamin B yang terhirup kemudian masuk melewati saluran pernapasan.

(34)

2. Rhodamin B terkumpul di alveoli sehingga menghambat difusi oksigen pada darah

3. Rhodamin B yang terakumulasi menyebabkan inflamasi pada dinding alveoli. Ini terjadi karena zat radikal bebas menghambat penyebaran oksigen ke dalam sel sehingga mengakibatkan iskemik sel dan bila berkelanjutan akan menjadi infark dan kemungkinan terjadi nekrosis.

Respon tubuh terhadap rhodamin B pada rute ini termasuk respon akut.

Alur masuk rhodamin B melalui kulit.

1. Rhodamin B yang menempel pada permukaan kulit tidak akan terserap sampai ke dalam tubuh namun bisa menyebabkan iritasi pada kulit.

Alur masuk rhodamin B lewat makanan dan minuman.

1. Rhodamin B masuk ke tubuh lewat makanan dan minuman yang dimakan.

2. Rhodamin B masuk ke lambung kemudian penyerapan terjadi 3. Penyerapan secara maksimal terjadi di usus halus

4. Rhodamin b yang telah diserap kemudian terbawa bersama dengan nutrisi makanan menuju hepar melalui vena porta.

5. Detoksifikasi rhodamin B dilakukan di hepar dengan bantuan sel kupfer yang berfungsi menghancurkan senyawa asing dalam tubuh.

Efek toksik Rhodamin B

Efek berbahaya atau beracun yang timbul akibat penggunaan suatu zat

(35)

bisa menyebabkan kanker dan gangguan fungsi pada hati. Sedangkan paparan oleh rhodamin B pada jumlah yang besar dalam waktu singkat menyebabkan gejala akut keracunan rhodamin B. Kemudian jika masuk ketubuh lewat makanan maka menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan gejala keracunan berupa perubahan air kencing menjadi berwarna merah atau merah muda. Apabila rhodamin B menempel pada kulit akan menyebabkan iritasi, begitu pula jika terkena pada mata, akan terjadi gangguan yang ditandai dengan mata menjadi merah dan terdapat timbunan cairan (udem) pada mata (Yuliarti, 2007)

Berikut merupakan bahaya utama rhodamin B terhadap kesehatan menurut BPOM (2008) :

Bahaya paparan jangka pendek (Akut)

Jika terhirup. Serbuk atau debunya bersifat iritatif debu atau kabutnya

iritatif bagi saluran pernafasan sehingga menimbulkan gejala seperti sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, dan sulit bernafas

Jika terkena kulit. Rhodamin B yang terkena kulit dalm bentuk serbuk atau larutan mengakibatkan kulit kemerahan, rasa sakit pada kulit dan iritasi.

Jika terkena mata. Bahan pewarna kationik bisa mengakibatkan efek

buruk pada mata berupa hyperemia, udema konjungtiva, mata bernanah, keburaman total, sampai kerusakan jaringan dan stroma kornea yang mengelupas (corneal stroma). Efek yang khas terjadi akibat paparan bahan pewarna kationik dalam jumlah yang toksik terhadap mata kelinci adalah adanya pewarnaan pada

(36)

mata pada permulaannya, yang tidak dapat hilang dibilas. Dalam jangka waktu 1 hari, noda warna akan hilang secara spontan dan warna kornea menjadi keabu- abuan yang tembus cahaya dan hanya sedikit berwarna. Tingkat keburaman meningkat dan dalam jangka waktu 2 minggu kornea melunak, sangat menonjol dan melemah, kadang terjadi pengelupasan dan kerusakan jaringan.

Jika tertelan. Saluran pencernaan dapat mengalami iritasi dan akan

mengalami gejala keracunan seperti mual. Penyalahgunaan pewarna rhodamin b pada sayur yang mengandung rhodamin B secara berlebihan dapat menyebabkan urin berwarna merah.

Bahaya paparan jangka panjang (Kronis). Pada hewan, rhodamin B secara luas diserap oleh saluran pencernaan dan menunjukkan pengikatan dengan protein yang kuat. Konsentrasi yang tinggi dalam makanan jika diberikan pada tikus dapat menyebabkan kerusakan hati. Bukti ilmiah pada hewan percobaan terbatas, dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Perona pipi

Perona pipi merupakan salah satu alat kosmetik yang berfungsi untuk memberi kesan segar pada wajah sekaligus sebagai penyempurna riasan (Suryawan, 2006). Perona pipi bertujuan untuk memberi warna merah pada pipi sehingga membuat penggunanya terlihat lebih cantik dan segar dan dalam penggunaannya biasanya di saat terakhir proses merias wajah (Tranggono, 2007).

Perona pipi diproduksi dalam corak warna yang beragam dan variatif, mulai dari

(37)

warna merah jambu hingga merah tua. Perona pipi konvensional biasanya memiliki pigmen merah atau merah kecoklatan dengan kadar yang tinggi.

Sedangkan untuk perona pipi yang kadar pigmennya rendah biasanya dipakai untuk pelembut warna agar mendapatkan efek warna yang terang. Perona pipi bisa langsung diaplikasikan pada pipi, namun dalam beberapa hal lebih sering dipakai sebagai sediaan alas rias baik itu sesudah ataupun sebelum menggunakan bedak (Depkes RI, 1985).

Jenis – jenis perona pipi

Menurut Muliyawan (2013), terdapat beberapa jenis perona pipi berdasarkan bentuk, diantaranya:

Bentuk serbuk warna. Bentuk perona pipi jenis paling sering digunakan dan hampir sama seperti bentuk bedak padat.

Bentuk puff. Pada bagian atas kemasan, perona pipi jenis ini terdapat puff yang menempel ke kemasan.

Bentuk cream. Menggunakan perona pipi berbentuk cream akan membuat pipi terlihat lebih lembab dan alami.

Bentuk gradasi. Kemasan perona pipi jenis ini menyerupai bentuk serbuk 1 warna. Hanya saja perbedaannya, terdapat beberapa warna berbeda pada satu kemasan.

(38)

Bentuk multi cream. Perona pipi jenis cream ini biasanya bisa digunakan untuk pipi sekaligus bibir.

Bentuk batang. Pada jenis ini, perona pipi dikemas dalam tabung seperti kemasan lipstik.

Bentuk powder ball. Perona pipi ini berbentuk bola-bola kecil dengan warna yang beragam kemudian dikemas dalam suatu wadah.

Dari jenis perona pipi yang beragam, peroa pipi yang berbentuk padat merupakan jenis yang paling banyak digunakan oleh pengguna kosmetik, sedangkan bila dilihat dari ketahanan warna pada kulit, perona pipi dengan bentuk cream merupakan yang terbaik, karena langsung meresap ke kulit, namun bila mengandung bahan berbahaya, perona pipi bentuk cream ini juga paling cepat memberikan efek negatif pada kulit penggunanya.

Komposisi Perona Pipi

Bahan-bahan yang terdapat pada perona pipi dapat dipengaruhi oleh jenis bentuknya.

Compact powder rouges. Berisikan pigmen dan “lakes” yang berbentuk

kering, kemudian dilakukan pengenceran dengan komposisi powder standar seperti talcum,magnesium karbinat, dan zinc stearate. (Pramono, 2013)

Cream rouges. Zat pewarna dilarutkan dalam base fat-oil-wax. Komposisi dari cream rouges ini adalah ceresine, carnauba, beeswax, spermaceti, petrolatum,

(39)

paraffin oil, isopropyl palmitate, lanolin, adeps lanae, cetyl alcohol, eutanol g, stearic acid, lake, titanium dioxide, eosin dyes, perfume. (Tranggono, 2007)

Liquid rouges. Formulasi dari perona pipi jenis liquid ini berupa larutan

warna dengan bahan pelarut air atau hidroalkolholik, erythrosine, propylene glyvol, ethyl alcohol, rose water.

`Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan makhluk hidup yang berkesinambungan bila dilihat dari segi biologis. Perilaku manusia pada hakekatnya merupakan aktivitas manusia itu sendiri. Oleh karena itu, cakupan perilaku manusia sangat luas. Seperti berbicara, berjalan, bereaksi dan lainnya. Bahkan berpikir, emosi dan persepsi juga termasuk perilaku manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukakan makhluk hidup yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Notoadmodjo, 2010).

Menurut Skinner dalam buku Notoadmodjo (2010), mengemukakan bahwa perilaku adalah hasil dari perangsang (stimulus) dan respon yang berhubungan.

Secara opersional perilaku bisa dikatakan sebagai respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut dan memiliki 2 bentuk, yaitu:

1. Perilaku pasif, yaitu reaksi yang terbentuk pada diri manusia dan tidak bisa dilihat secara langsung oleh orang lain. Perilaku bentuk ini dapat digolongkan menjadi perilaku yang terselubung (covert behaviour).

(40)

2. Perilaku aktif, yaitu jika suatu perilaku bisa dilihat atau diamati secara

langsung dalam suatu tindakan nyata sehingga disebut juga overt behaviour.

Benyamin bloom dalam buku Notoadmodjo (2010) mengemukakan pembagian perilaku menjadi 3 domain. Pembagian kawasan ini terbagi menjadi kognitif, afektif dan psikomotor. Setelah dikembangkan umtuk kepentingan hasil pendidikan, domain tersebut dapat diukur dari:

1. Pengetahuan terhadap materi dalam pendidikan yang disajikan (knowledge).

2. Sikap peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).

3. Tindakan yang dikerjakan berkaitan dengan materi yang telah diberikan (practice).

Pengetahuan (Knowledge). Pengetahuan bisa menjadi penyebab ataupun motivasi untuk seseorang dalam mengambil sikap dan berperilaku, sehingga dapat pula menjadi dasar dari terbentuknya suatu tindakan dari seseorang (Azwar, 2007).

Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yakni:

Tahu (know). Tahu dapat didefinisikan sebagai mengingat materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Kata yang mengindikasikan seseorang mengetahui segala sesuatu yang dipelajari yaitu, menyatakan, menguraikan, menyebutkan dan lainnya. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah .

(41)

Memahami (comprehension). Memahami merupakan kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan mampu menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.

Aplikasi (application). Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk mendeskripsikan

materi atau objek ke dalam suatu komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur yang saling berkaitan satu sama lain.

Sintesis (synthesis). Mengarah pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menarik suatu hubungan suatu bagian sehingga membentuk suatu kesatuan yang baru.

Evaluasi (evaluation). Berkaitan dengan kemampuan dalam melakukan suatu

penilaian pada objek tertentu. Penilaian dilakukan dengan menggunakan suatu kriteria yang sudah ada.

Sikap (Attitude). Sikap adalah bentuk pernyataan seseorang pada sesuatu yang dijumpainya, seperti orang, barang, atau suatu fenomena tertentu. Suatu pikap memerlukan rangsangan agar memperoleh suatu respon. Sikap sangat bergantung pada sikap individu, jika suatu individu tertarik pada sesuatu maka ia akan mendekat, namun bila tidak suka maka respon yang muncul adalah sebaliknya. Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada suatu objek. Istilah sikap

(42)

awal mulanya dipakai untuk menunjukkan status mental individu. Sikap individu ditunjukkan pada suatu objek tertentu namun sifatnya masih tertutup. Kesadaran individu dalam menentukan tingkah laku nyata yang mungkin terjadi ialah yang dinamakan dengan sikap (Azwar, 2007).

Allport dalam buku Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa sikap memiliki 3 komponen utama, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Tindakan (Practice)

Menurut Noorkasiani (2009) tindakan terjadi karena beberapa faktor seperti faktor predisposisi atau sikap keyakinan, motivasi, nilai, dan pengetahuan.

Suatu sikap belum seutuhnya langsung terlaksana dalam suatu tindakan. Agar sikap dapat diwujudnyatakan dalam suatu perbuatan, diperlukan faktor penyokong ataupun suatu kondisi yang mendukung seperti fasilitas, sarana dan prasarana.

Tingkatan dalam tindakan menurut Notoadmodjo (2010), yaitu:

Persepsi (Perception). Mengenal berbagai objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan adalah praktek tingkatan pertama.

(43)

Respons Terpimpin (Guided Response). Seseorang mampu mengerjakan

suatu hal berdasarkan urutan yang benar sesuai contoh merupakan indikator keberhasilan pada tingkatan ini.

Mekanisme (Mechanism). Dalam tingkat ini seseorang sudah mampu

mengerjakan sesuatu yang benar dengan otomatis atau bisa disebut dengan kebiasaan.

Adaptasi (Adaptation). Tindakan yang telah berkembang dengan baik

disebut adaptasi. Kegiatan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran dari kegiatan tersebut

Landasan teori

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mencari informasi melalui penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk bahan perbandingan baik dalam kekurangan maupun kelebihan yang ada. Selain itu, peneliti juga mencari informasi dari buku-buku agar mendapatkan informasi yang berkaitan dengan judul yang digunakan agar memperoleh landasan teori ilmiah.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori simpul yang menunjukkan hubungan interaktif antara variabel lingkungan dengan potensi bahaya kesehatan. Gambaran model interaksi lingkungan dan manusia dapat digunakan untuk upaya pencegahan, dapat digunakan pada titik atau simpul tertentu yang bisa dilakukan pencegahan.

(44)

Simpul 1. Simpul 1 adalah sumber penyakit yang bisa berupa virus, bakteri, parasit, bahan kimia berbahaya atau yang lainnya. Dalam penelitian ini yang merupakan simpul 1 yaitu pewarna sintetis rhodamin B.

Simpul 2. Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit misalnya udara, air binatang pembawa penyakit, makanan, dan benda- benda yang berpotensi menularkan dan menyebabkan penyakit. Dalam penelitian ini yang merupakan simpul 2 yaitu, kosmetik perona pipi merek lokal yang mengandung pewarna sintetis rhodamin B.

Simpul 3. Penduduk beserta variabel kependudukannya, misalnya kepadatan, perilaku, pendidikan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam simpul 3 yaitu, perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi.

Simpul 4. Penduduk yang dalam kondisi sehat atau sakit, setelah mendapatkan paparan terhadap faktor lingkungan. Dalam penelitian ini yang merupakan simpul 4 yaitu, konsumen yang mengalami keluhan kesehatan berupa iritasi kulit setelah menggunakan perona pipi mengandung rhodamin B.

(45)

Gambar 2. Teori Simpul

Berdasarkan penelitian Arfina (2012) “Analisis kandungan rhodamin B pada kosmetik perona pipi yang beredar di pasar tradisinal kota Makassar”

memperoleh hasil analisis kandungan rhodamin B yang positif pada 2 merek perona pipi dari 7 sampel yang diperiksa yaitu sebesar 0,433 mg/g pada perona pipi merek Cameo dan 0,998 mg/g pada perona pipi merek Kiss Beauti. Sampel perona pipi yang diambil berdasarkan tiga parameter yaitu perona pipi yang tidak memiliki nomor registrasi dari BPOM, perona pipi yang belum dialih bahasakan, dan perona pipi yang tidak dicantumkan komposisinya.

Dalam penelitian Trisha aviani (2014) Mahasiswi D3 farmasi Universitas Sebelas Maret yang berjudul “Analisis kualitatif dan kuantitatif zat rhodamin B pada perona pipi (Blush on) yang beredar di Surakarta” memperoleh hasil analisis kandungan rhodamin B yang positif pada 3 perona pipi dari 5 sampel yang diperiksa yaitu masing-masing sebesar 0,058 % b/b, 0,00023% b/b, dan yang

4 3

2 1

DAMPAK KESEHATAN IRITASI KULIT PERILAKU

KONSUMEN TERHADAP PENGGUNAANPERO

NA PIPI MANUSIA MEDIA TRANSMISI

PENYAKIT

KOSMETIK PERONA PIPI YANG MENGANDUNG

RHODAMIN B PEWARNA SINTETIS

RHODAMIN B SUMBER PENYAKIT

(46)

tertinggi sebesar 0,02603% b/b yang artinya dalam 100 gram sampel terdapat 26 gram zat rhodamin B.

Penelitian Winasih Rachmawati dkk ( 2015) Mahasiswi Sekolah Farmasi ITB yang berjudul “Identifikasi zat warna rhodamin B pada kosmetik pemerah pipi dan eye shadow dengan menggunakan metode KLT DAN KCKT”

memperoleh hasil analisis kandungan rhodamin B yang positif pada perona pipi, 3 dari 7 sampel yang diperiksa yaitu sebesar 1,57 𝜇𝑔/𝑚𝐿, 1,44 𝜇𝑔/𝑚𝐿 dan yang tertinggi sebesar 1,7 𝜇𝑔/𝑚𝐿 kadar rhodamin B pada perona pipi yang diperiksa.

(47)

Kerangka Konsep

Perona Pipi Pemeriksaan Rhodamin B

Laboratrium

Tidak Ada Tidak Ada Perilaku konsumen

terhadap perona pipi.

(48)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui keberadaan zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada perona pipi dan untuk mengetahui perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi di PAJUS Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PAJUS Kota Medan. Pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah karena pasar tersebut merupakan tempat yang banyak menjual produk kosmetik, mudah dijangkau dan sering dikunjungi masyarakat terutama bagi konsumen dengan usia remaja. Lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2018 – Juni 2019.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh konsumen yang membeli kosmetik di PAJUS Kota Medan.

(49)

Sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposivesampling yaitu konsumen yang membeli perona pipi dan yang

menggunakan perona pipi pada saat berkunjung ke tempat penjualan kosmetik di PAJUS. Perhitungan sampel konsumen sebagai responden menggunakan rumus

α 2 ( )

lemeshow. 𝑛 = (Z12) P 1−P

d2

n = Besar sampel Z1 = derajat kemaknaan

 = 0.5

P = Nilai proporsi yang dikehendaki (0.5)

d = Simpangan baku (selisih maksimal error yang diharapkan dengan rentang 10%-25%)

𝑛 = (1.96)2(0.5)(1 − 0.5) (0.15)2

𝑛 = 3.8416 (0.25) 0.0225

𝑛 = 0.9604

0.0225

𝑛= 42.684 ≈ 43 orang

Menurut rumus perhitungan sample lemeshow, sampel pada penelitian ini minimal 43 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu konsumen yang membeli perona pipi dan yang menggunakan perona pipi pada saat berkunjung ke tempat penjualan kosmetik di PAJUS.

(50)

Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah kosmetik perona pipi yang dijual di PAJUS. Perona pipi yang akan diteliti yaitu sebanyak 12 sampel yang diambil secara purposive sampling, yaitu perona pipi yang banyak diminati konsumen dan produk perona pipi yang tidak memiliki nomor izin edar BPOM.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel pada penelitian ini adalah kadar rhodamin B pada perona pipi dan perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi.

Definisi Operasional

Perona pipi. Serbuk pewarna yang dipdatkan dan dikemas dalam suatu wadah yang diproduksi oleh industri kosmetik.

Kadar Rhodamin B. Banyaknya kadar rhodamin B yang ditemukan pada kosmetik perona pipi melalui pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan kadar rhodamin B dengan menggunakan uji kualitatif dan kuantitatif.

Perilaku Konsumen. Pengetahuan, sikap dan tindakan konsumen mengenai perona pipi yang mengandung rhodamin B.

Ada. Apabila ditemukan rhodamin B pada perona pipi merek lokal.

(51)

Tidak ada. Apabila tidak ditemukan rhodamin B pada perona pipi merek lokal.

Metode Pengumpulan Data

Data Primer. Data diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium laboratorium terhadap rhodamin B yang terdapat dalam perona pipi dan kuesioner perilaku konsumen kosmetik tentang bahaya rhodamin B di PAJUS.

Data Sekunder. Data diperoleh dari berbagai literatur perpustakaan dan penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian.

Metode Pengukuran

Pemeriksaan Rhodamin B. Pemeriksaan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.

Alat dan Bahan.

Alat, Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Benang wol b. Oven c. Corong d. Beaker glass e. Plat tetes f. Desikator g. Neraca analitik

(52)

Bahan, Bahan yang diperlukan selama penelitian adalah:

a. Sampel Perona pipi b. HCl 3%

c. NaOH 3%

d. Aquadest e. n-heksan f. KHSO4 10%

g. NH4OH 12%

h. H2SO4

Cara kerja

Penentuan Kualitatif Rhodamin B

a. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan HCl 3% dan NaOH 3 % hingga pH larutan menjadi 4

b. Benang wol dididihkan bersama dengan aquadest selama 30 menit

c. Kemudian benang wol dikeringkan dengan menggunakan oven selama 20 menit

d. Setelah itu benang wol di potong menjadi 4 bagian.

e. Setelah benang wol di potong, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi sampel dan dididihkan selama 30 menit.

f. Benang wol kemudian dicuci dengan aquadest dan dikeringkan dengan menggunakan oven selama 2 menit

(53)

g. Setelah itu, benang wol diletakkan di dalam masing- masing plat tetes berjumlah 4 buah

h. Pada plat pertama ditambahkan HCl, plat kedua ditambahkan H2SO4, plat ketiga ditambahkan NaOH 10% dan plat keempat ditambahkan NH4OH 12 % lalu diamati perubahannya pada masing-masing plat.

Penentuan Kuantitatif Rhodamin B

a. Benang wol sebanyak 20 cm dicuci dengan menggunakan n-heksan kemudian dikeringkan dalam oven

b. Setelah itu benang didinginkan dalam desikator

c. Lalu ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan dicatat hasilnya d. Sebanyak 50 gram sampel dimasukkan kedalam beaker glass dan

ditambahkan 30 mL larutan KHSO4 10%

e. Kemudian masukkan benang wol dan didihkan sealama 30 menit.

f. Benang kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest panas dan dikeringkan dalam oven bersuhu 100 ℃ selama 15 menit, setelah itu didinginkan dalam desikator

g. Benang wol yang telah kering kemudian ditimbang dan dicatat beratnya h. Hitung selisih berat benang wol sebelum dan sesudah dicampur sampel

lalu dibagi dengan berat sampel.

(54)

Pengukuran perilaku. Dilakukan dengan menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dilakukan berdsarkan perolehan skor nilai dari pertanyaan yang diajukan. Jawaban dengan pilihan a diberikan nilai=0, jawaban dengan pilihan b diberikan nilai=1, sedangkan jawaban dengan pilihan c diberikan nilai=2. Jumlah pertanyaan sebanyak 8 dengan total skor tertinggi yaitu 16. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, maka pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 2 kategori.

Baik : ≥70% dari seluruh skor yang ada.

Buruk : <70% dari seluruh skor yang ada.

Sikap. Pengukuran sikap dilakukan berdasarkan perolehan skor nilai dari pertanyaan yang diajukan. Pernyataan disediakan di dalam kolom beserta 2 pilihan jawaban, “S” untuk setuju dan “TS” untuk tidak setuju. Jawaban yang benar akan diberikan nilai = 1 dan jawaban yang salah akan diberikan nilai = 0.

Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dengan total skor tertinggi yaitu 10. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, maka pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 2 kategori.

Baik : ≥70% dari seluruh skor yang ada.

Buruk : <70% dari seluruh skor yang ada.

(55)

Tindakan. Pengukuran tindakan dilakukan berdasarkan perolehan skor nilai dari pertanyaan yang diajukan. Pernyataan disediakan di dalam kolom beserta 2 pilihan jawaban, “Ya” dan “Tidak”. Jawaban yang benar akan diberikan nilai = 1 dan jawaban yang salah akan diberikan nilai = 0. Jumlah pertanyaan sebanyak 8 dengan total skor tertinggi yaitu 8. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, maka pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 2 kategori.

Baik : ≥70% dari seluruh skor yang ada.

Buruk : <70% dari seluruh skor yang ada.

Metode Analisis Data.

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dibuat dalam bentuk tabel berdasarkan ditemukan atau tidaknya rhodamin B beserta kadarnya pada sampel perona pipi. Data hasil kuesioner tentang perilaku konsumen akan dianalisis secara deskriptif dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

(56)

Hasil Penelitian

Gambaran Lokasi Penelitian

Pajus merupakan salah satu pasar yang terdapat di kota Medan. Pasar ini berada di Jalan Jamin Ginting no.340 a, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Pajak USU menjual berbagai jenis barang dengan harga yang sangat terjangkau bagi konsumen sehingga membuat Pajak USU Padang Bulan ramai dikunjungi oleh siswa sekolah, mahasiswa dan masyarakat umum lainnya. Jenis Barang yang dijual di Pajak USU Padang Bulan mulai dari pakaian, alat-alat elektronik, aksesoris computer dan handphone, sepatu, jam, parfume, Alat Tulis Kantor (ATK) dan juga kosmetik.

Pada tahun 2002 awalnya Pajak USU atau yang sering disebut Pajus berlokasi di dalam kompleks Universitas Sumatera Utara tepatnya dibelakang kampus Fakultas Ekonomi. Pajak USU merupakan hasil kebijakan dari pihak rektorat USU dalam upaya pembenahan USU. Kebijakan ini ditempuh setelah pedagang-pedagang tersebut sebelumnya berjualan di sepanjang Jalan Dr.Mansyur kemudian digusur oleh Pemko Medan karena lingkungan sekitar menjadi kumuh dan semakin banyaknya tempat perjudian.

Tetapi pada tahun 2010, Pajus yang berlokasi di dalam USU tersebut mengalami kebakaran yang menyebabkan kerugian besar bagi para pedagang dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Semenjak itu Pajus kembali buka tetapi

(57)

dan Jalan Jamin Ginting. Dari tiga lokasi Pajak USU yang baru, Pajak USU Padang Bulan yang berlokasi di Jalan Jamin Ginting adalah lokasi yang paling ramai dikunjungi oleh pelanggan dan yang bertahan sampai saat ini. Pajus menjual beraneka ragam barang, salah satunya kosmetik. Terdapat 12 kios pedagang kosmetik yang tersebar di Pajus.

Hasil Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Perona Pipi

Hasil analisis zat pewarna rhodamin B pada perona pipi dengan metode kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara terdapat pada tabel berikut:

Tabel 3

Hasil uji kualitatif zat pewarna rhodamin B pada perona pipi Pajus kota Medan Tahun 2019

No Nama Sampel

Keterangan Kadar

Rhodamin B (g/mL)

Jumlah konsumen yang menggunakan

1 Sampel A Rhodamin (+) 0,0034 2

2 Sampel B Rhodamin (-) - 1

3 Sampel C Rhodamin (-) - -

4 Sampel D Rhodamin (-) - 1

5 Sampel E Rhodamin (-) - 3

6 Sampel F Rhodamin (-) - 1

7 Sampel G Rhodamin (-) - -

8 Sampel H Rhodamin (-) - -

9 Sampel I Rhodamin (-) - -

10 Sampel J Rhodamin (-) - 1

11 Sampel K Rhodamin (-) - -

12 Sampel L Rhodamin (-) - -

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 12 sampel perona pipi yang

(58)

dan kuantitatif, terdapat 1 sampel yang positif mengandung zat pewarna rhodamin B dengan kadar 0,0034 g/mL. Dari 43 konsumen yang menjadi responden, terdapat 9 orang yang pernah menggunakan perona pipi sesuai dengan sampel perona pipi yang diambil. Sampel A yaitu digunakan oleh 2 orang, sampel B sebanyak 1 orang, sampel D digunakan oleh 1 orang, sampel E yaitu sebanyak 3 orang, sampel F sebanyak 1 orang dan sampel J sebanyak 1 orang.

Karakteristik Konsumen Perona pipi

Karakteristik konsumen meliputi umur, jenis pekerjaan, merek perona pipi yang digunakan dan lama penggunaan. Distribusi konsumen berdasarkan karakteristik konsumen di Pajus kota Medan tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4

Distribusi Konsumen Perona Pipi Berdasarkan Karakteristik Konsumen di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

Karakteristik Konsumen Jumlah (orang) Persen (%) 1 Umur

18-21 33 76,7

22-25 10 23,3

Total 43 100

2 Jenis Pekerjaan

Mahasiswa 31 72,1

Karyawan 12 27,9

Total 43 100

3 Merek Perona Pipi

Teregistrasi 34 79,1

Tidak Teregistrasi 9 20,9

Total 43 100

4 Lama Penggunaan

1 tahun 21 48,8

2 tahun 16 37,2

3 tahun 4 9,3

4 tahun 2 4,7

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia rhodamin B
Gambar 2. Teori Simpul
Gambar 1. Sampel perona pipi yang positif rhodamin B (tengah)
Gambar 3. Sampel perona pipi yang negatif rhodamin B
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja karyawan pada PT Bank Negara Indonesia

Adapun kelebihan pendekatan inkuiri adalah: 1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir bagaimana cara memecahkan masalah dan menggunakan kemampuan untuk

mengangkat judul Pengaruh Adopsi Inovasi Dan Harga Produk Terhadap Keberhasilan Usaha Online Shop Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Usaha Bisnis Online Artemis

Inclusion criteria in this study were children aged 10–14 years, diagnosed as suffering from thalassemia major, able to communicate, able to stand and walk without supports, able

Keterbukaan antara dampingan (korban) dengan konselor di lembaga swadaya masyarakat (LSM) SAPUAN (Sahabat perempuan dan anak) Blitar sangat perlu karena dengan adanya

Hasil dari upaya membangun hubungan baik dengan para pembeli selain mereka kembali menjadi pelanggan adalah bahkan ada beberapa pelanggan yang memberi tahu bahwa harga

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar Yuridis Sosiologis Disparitas Putusan Hakim terhadap Tindak Pidana Perjudian di Pengadilan Negeri Malang didasarkan pada pada