• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI TERUMBU KARANG PERAIRAN LAUT TELUK PERING KECAMATAN PALMATAK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI TERUMBU KARANG PERAIRAN LAUT TELUK PERING KECAMATAN PALMATAK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI TERUMBU KARANG PERAIRAN LAUT TELUK PERING KECAMATAN PALMATAK

KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

Hendra Supriadi

Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, hendra.supriadi779@gmail.com

Muzahar

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, mzet.ok@gmail.com

Fadhliyah Idris

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, fadhliyahidris87@_gmail.com

ABSTRAK

Penelitian tentang struktur komunitas Echinodermata di terumbu karang perairan laut Teluk Pering Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas telah dilaksanakan pada 17 Juli 2015.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas Echinodermata di terumbu karang perairan laut Teluk Pering Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.

Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Terdiri dari 3 lokasi pengamatan di terumbu karang perairan laut Teluk Pering. Pengamatan sampel dilakukan dengan metode Benthos Belt Transek (BBT) dengan ukuran 2x70 m2 (140m2). Setiap lokasi pengamatan dilakukan dengan 3 kali ulangan dengan jarak antar ulangan 2 meter. Hasil yang diperoleh 6 jenis dari 3 kelas Echinodermata.

Parameter perairan di terumbu karang perairan laut Teluk Pering mengacu pada standar mutu dari Kep.Men.LH No. 51 Tahun 2004. Kepadatan jenis dan frekuensi jenis echinodermata yang tertinggi pada spesies Diadema setosum. Dari 3 kelas yang ditemukan hidupnya menempel di terumbu karang dan kubangan batu karang.

Kata kunci : Echinodermata, struktur komunitas, Kabupaten Kepulauan Anambas

ABSTRACT

Research on the structure of coral reef communities Echinodermata in marine waters Teluk Pering districts Palmatak Anambas Island was held on 17 July 2015. The purpose of this study was to determine the structure of coral reef communities Echinodermata in marine waters Teluk Pering District of Palmatak Anambas Island.

This research was conducted by purposive sampling method. Consists of three observation locations on the reef marine waters Teluk Pering. Observations were conducted with benthos belt transect method with the size 2x70 m2 (140m2). Each location of the observations performed with 3 repetitions with a distance of 2 meters between replicates. Results obtained six types of third class Echinodermata.

Parameter waters coral reef marine waters Teluk Pering refers to the quality standards of Kep.Men.LH No. 51 of 2004. The density of the type and frequency of the highest type of Echinodermata species Diadema setosum. From 3 classes found her clinging to coral reefs and pools of rocks.

Keyword : Echinodermata, community structure, Kabupaten Kepulauan Anambas

(2)

2 I. PENDAHULUAN

Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki total luas wilayah 46.664.14 km2 dan 98.65%

merupakan lautan seluas 46.029.77 km2 sedangkan daratan yang terdiri dari 255 pulau kecil seluas 634.37 km2 hanya 1.35% dari luas total wilayah.

Kondisi geografis seperti ini menjadikan Kepulauan Anambas menyimpan sumberdaya alam yang melimpah. Lautannya yang luas menjadi potensi perikanan yang sangat besar baik potensi perikanan tangkap (marine cupture) maupun perikan budidaya (marine culture) (Kabupaten Kepulauan Anambas Pusat Komunikasi Publik Parawisata dan Ekonomi Kreatif, 2015).

Echinodermata merupakan fauna penghuni karang (Coral reef) yang penting. Mereka menduduki berbagai mikrohabitat sesuai dengan cara hidup mansing-mansing (Afiati, dkk. 2007)

Clark (1976) dalam Afiati dkk. (2007) menyatakan bahwa terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang penting bagi kehidupan fauna Echinodermata. Faktor yang menguntungkan bagi Echinodermata di daerah terumbu karang adalah tersedianya tempat perlindungan berupa koloni karang hidup maupun karang mati, tersedianya makanan yang penting bagi kelompok herbivora berupa ilalang laut dan alga.

Fuji (1967) dalam Afiati, dkk.,

(2007) menyatakan

bahwa Echinodermata yang biasa dimakan dan bahkan mempunyai nilai niaga adalah (Echinoid), beberapa jenis bulu babi telah lama dikenal manusia, dapat dimakan gonadnya.

Meskipun di Indonesia jenis ini belum popular, namu beberapa negara seperti Hongkong, Korea,

Jepang dan Amerika Serikat merupakan makanan mahal.

Semua jenis yang diusahakan di Jepang tidak ditemukan di Indonesia. Namun di Indonesia dikenal beberapa yang pontesial untuk diusahakan (dimakan) (Anonim, 1973 dalam Afiati, dkk.

2007) yaitu Diadema setosum, Echinothrix sp, Salmacis sp, Trineustes gratilla, Echinononetra mathaei.

Echinodermata adalah sumber daya hayati yang bernilai ekonomis dan digemari seperti bulu babi (Echinoidea) dan teripang (Holothuroidea). Echinodermata ini dieksploitasi oleh masyarakat sebagai sumber makanan serta obat-obatan, sehingga populasinya berkurang. Perlu pencegahan agar tidak punah terhadap sumber daya hayati Echinodermata yang bernilai ekonomis agar selalu dieksploitasi dan diperdagangkan secara besar-besaran (Jumanto, 2013)

Sehubungan masih minimnya informasi tentang struktur komunitas Echinodermata di terumbu karang perairan Teluk Pering, KKA perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi dan Klasifikasi Echinodermata Anggota filum Echinodermata (ca. 6.000 jenis) adalah penghuni lingkungan bahari, terutama di mintakat bentik. Ciri khas adalah bentuk simetri radial yang pentamer, yaitu tubuh yang berjurus lima tersusun mengelilingi suatu sumbu polar. Simetri radial yang ditunjukan hewan dewasa tersebut merupakan perkembangan sekunder dari bentuk larva yang bilateral.

Karenanya, hewan tersebut tidak berkerabat dengan hewan-hewan radial lainnya (Porifera, Coelenterata), apalagi karena semua Echinodermata tergolong coelomata dan

(3)

3 berstruktur jauh lebih tinggi dari pada hewan radial lainya.

Disamping memiliki kerangka dalam yang mempunyai duri (spine), hewan Echinodermata memiliki sistem Coelomic canals yang khas, dengan penjuluran ke permukaan tubuhnya; sistem

itu disebut sistem ambulakra ( ambulacral system).

Kebanyakan anggota filum Echinodermata diosius, bersaluran reproduksi sederhana, sedangkan fertilisasi berlangsung eksternal.

Reproduksi aseksual dapat terjadi dengan fissiparity (Oemarjati dan Wardhana, 1990).

Echinodermata adalah hewan-hewan laut yang kulitnya berduri atau berbintil. Hewan-hewan ini bisa dibagi dalam 5 golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea), bulu babi (Echinoidea) dan lili laut (Crinoidea). Hewan

hewan tersebut sangat umum dijumpai di daerah pantai terutama di terumbu karang (Nontji, 2007).

Jasin (1984:195) dalam Katili (2011) mengelompokan Filum Echinodermata menjadi 5 kelas yaitu :

1. Bintang Laut (Asteroidea) 2. Lili Laut (Crinoidea) 3. Bulu Babi (Echinoidea)

4. Teripang (Holothuroidea) 5. Bintang Ular (Ophiuroidea)

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2015 di Kawasan Perairan Teluk Pering Desa Putik Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.

Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

(4)

4 B. Alat dan Bahan

Multitester, salt meter, peralatan selam under water, water proof, pensil, GPS, daftar quisioner, buku identifikasi, alat tulis, tali, roll meter, kamera, aquades, dan tisu gulung.

C. Pengumpulan dan Sumber Data 1. Metode Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi atau pengamatan langsung kelapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai dokumendi instansi terkait penelitian ini.

2. Penentuan Lokasi Pengamatan

Metode penentuan lokasi pengamatan adalah “Purposive sampling” yaitu berdasarkan keberadaan ekosistem terumbu karang dan keberadaan Echinodermata, dilihat secara visual pada saat survei pendahuluan di lapangan lokasi penelitian. Penentuan titik awal transek yaitu dimana ditemukan ekosistem terumbu karang, dibagi 3 lokasi pengamatan dengan 3 kali ulangan setiap lokasi pengamatan di daerah penelitian.

Setiap lokasi pengamatan terdapat satu transek pengamatan dengan ukuran 2x70 m (140 m2) sejajar garis pantai. Jarak setiap ulangan 2 meter sejajar dengan garis pantai.

3. Metode Pengamatan Sampel

Metode pengamatan sampel menggunakan metode Benthos Belt Transect (BBT) yang merupakan modifikasi dari Belt Transect (Loya , 1978; Munro,( 2013)dengan menggunakan peralatan selam atau SCUBA (self-contained underwater breathing apparatus). Pada transek permanen yang posisinya yang sudah ditetapkan.

Gambar 2. Skema Metode Benthos Belt Transect

1m 2m

1m11 m

70 m

(Loya , 1998; Munro, 2013 dalam Suharsono dan Shumadhiharga, 2014) Modifikasi.

Metode ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Tarik garis dengan pita berskala (roll meter) sejajar garis pantai dengan panjang transek 70 m, garis pantai selalu berada di sebelah kiri penyelaman sewaktu menarik pita transek.

2. Setelah pita transek terpasang, lakukan pengamatan dan pencatatan jenis dan jumlah Echinodermata target dari titik 0 m sampai 70 m dengan lebar observasi 1 meter kiri dan kanan transek, sehingga luas pemantauan menjadi 140 m2 (2x70 m).

3. Selanjutnya, pindahkan data hasil pengamatan ke dalam bentuk spreadsheet dengan menggunakan program microsoft excel.

4. Identifikasi Jenis Echinodermata

Metode yang digunakan dalam identifikasi jenis Echinodermata adalah dengan cara sampel difoto untuk dokumentasi, selanjutnya sampel yang ditemukan diteliti dengan mengamati ciri-ciri berupa bentuk morfologi serta warna tubuh dengan menggunakan buku referensi dari COREMAP tentang Echinodermata.

Jumlah biota dan jenis Echinodermata yang didapat dari setiap transek dihitung dan dicatat berdasarkan jenisnya.

(5)

5 D. Pengukuran Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan diukur secara Insitu pada setiap lokasi pengamatan, pengukuran Insitu yaitu pengambilan dan pengukuran data langsung ditempat penelitian. Parameter lingkungan yang diukur mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor 51 Tahun 2004.

Tanggal 8 April 2004.

E. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh ditabulasi dengan baik secara keseluruhan kemudian di analisis dengan ekologi kuantitatif untuk mengetahui struktur komunitas (Keaneragaman, kemerataan dan kejayaan jenis) dan situasi populasinya.

1. Kepadatan Jenis (Di)

Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas. Kepadatan mansing-mansing jenis pada setiap lokasi pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1971) sebagai berikut :

Keterangan :

Di Kepadatan Jenis (Individu m2) ni Jumlah total individu jenis (Individu) A Luas daerah yang disampling (m2)

2. Kepadatan Relatif (RDi)

Kepadatan relatif adalah perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis Odum (1971) dalam Facrul, (2007).

Keterangan :

RDi Kepadatan relatif

ni Jumlah total jenis i (individu) Jumlah total individu seluruh jenis

3. Frekuensi Jenis (Fi)

Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh yang diamati.

Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Odum, 1971) :

Keterangan : Fi Frekuensi jenis

pi Jumlah petak dimana ditemukan jenis i

∑p Jumlah total petak contoh yang diamati

4. Frekuensi Relatif (Rfi)

Frekuensi relatif adalah perbandingan antara frekuensi jenis (Fi) dengan jumlah frekuensi semua jenis (∑Fi) (Odum, 1971) dalam Jumanto, (2013).

Keterangan :

Rfi Frekuensi relative Fi Frekuensi jenis i

∑Fi Jumlah freuensi semua jenis

5. Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks nilai penting digunakan untuk menghitung dan menduga secara keseluruhan dari perananan suatu jenis dalam suatu komunitas.

Semakin tinggi nilai INP suatu jenis relatif terhadap jenis lainnya maka semakin tinggi peranan jenis tersebut pada komunitasnya. Rumus yang digunakan dalam menghitung INP adalah (Brower et al, 1989) dalam Jumanto, 2013) Di ni

A

RDi

Fi pt ∑p

RFi

(6)

6 Keterangan :

INP = Indeks Nilai Penting Rfi = Frekuensi relatif RDi = Kepadatan relatif

6. Indeks Keaneragaman

Keaneragaman menunjukkan keberagaman jenis. Keaneragaman suatu biota air dapat ditentukan denngan menggunakan teori informasi Shannon - Wienner (H). Tujuan utama teori ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakraturan dalam suatu sistem. Keaneragaman ditentukan berdasarkan indeks keaneragaman (Shannon –Wienner, 1963 dalam Jumanto, 2013), dengan rumus :

Keterangan :

H = Indeks keaneragaman Shannon – Wienner Ni = Jumlah individu dari suatu jenis ke – i N = Jumlah total individu seluruh jenis In = Logaritma nature

Nilai H : H 1 = Keaneragaman rendah 1 H 3 = Keaneragaman sedang H 3 = Keaneragaman tinggi

7. Indeks Keseragaman

Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis Echinodermata digunakan indeks keseragaman, yaitu dengan cara membandingkan indeks keseragaman dengan nilai maksimumnya, dengan rumus indeks Equitabilitas (E) (Fachrul, 2007) :

Keterangan :

E = Indeks Equitabilitas indeks keseragaman H = Jumlah keseluruhan dari jenis

H max = Keseragaman jenis maksimum

Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Bila keseragaman kurang dari 0,4 maka ekosistem tersebut berada dalam kondisi tertekan dan mempunyai keseragaman rendah. Jika indeks keseragaman antara 0,4 sampai 0,6 maka ekosistem tersebut kuranng stabil dan mempunyai keseragaman sedang. Jika indeks keseragaman lebih dari 0,6 maka ekosistem tersebut dalam keadaan stabil dan mempunyai keseragaman tinggi.

8. Indeks Dominansi

Untuk menggambarkan jenis Echinodermata yang paling banyak ditemukan, dapat diketahui dengan menghitung nilai dominansinya. Dominansi dapat dinyatakan dalam indeks dominansi Simpson (Facrul, 2007).

∑ ( )

Keterangan :

D = Indeks dominasi Simpson Pi = Jumlah individu jenis ke-i P = Jumlah total individu seluruh

Nilai indeks dominansi berkiasr antara 0-1.

Semakin besar nilai indeks semakin besar kecenderungan salah satu jenis yang mendominansi populasi.

H

= -∑

E

=

(7)

7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Echinodermata yang Ditemukan

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, Echinodermata di terumbu karang perairan laut teluk pering, yang ditemukan 3 kelas yaitu kelas Asteroidea (Bintang laut) diwakili oleh jenis Linckia laevigata, Acanthaster planci dan Culcita novaguenae. Kelas Echinoidea (Bulu babi), diwakili oleh jenis Diadema setosum dan Echinothrix calamaris dan Kelas Crinoidea (Lili laut) diwakili oleh jenis Lamprometra palmata.

Sedangkan 2 kelas lainnya tidak ditemukan yaitu

dari kelas Holothuroidea (Teripang) dan Ophiruidea (Bintang mengular), dua kelas yang tidak ditemukan disebabkan karena masyarakat banyak memanfaatkan jenis dari kelas (holothoroidea) untuk diperdagangkan dan untuk kelas dari (Ophiuroidea) diduga pada saat siang hari hewan ini bersembunyi di dalam bebatuan karang selanjutnya dijelaskan oleh Brotowijoyo, (1994) dalam Jumanto (2013) hewan ini bersifat Noktural atau bergerak aktif pada malam hari.

Tabel 1. Klasifikasi Echinodermata yang Ditemukan

Sumber : Data Primer

B. Parameter Perairan

Tabel 2. Hasil Rata-rata Parameter Perairan

No. Parameter

perairan Satuan Rata-rata

Baku Mutu Kep. MenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air

Laut untuk biota laut

1. Suhu 0C 30,7 28-30

2. Salinitas 0/00 30,79 33-34

3. PH 8,3 7-8,5

4. DO Ppm(mg/l) 6,7

Sumber : Data Primer

C. Struktur Komunitas Echinodermata 1. Kepadatan jenis (Di)

Struktur komunitas Echinodermata yang ada di terumbu karang perairan laut Teluk Pering memiliki beberapa kriteria, secara keseluruhan memiliki kepadatan jenis yang berbeda, dari 8- 3992 individu/ha, ini merupakan nilai yang rendah sehingga untuk mendapatkan fauna

Echinodermata sangat kecil terutama pada jenis Lamprometra palmata dengan rata-rata 8 individu/ha, Ini diasumsi jika dalam 1250m2 ditemukan 1 jenis Lamprometra palmata. Berarti untuk jenis ini sangat sulit ditemukan

.

ini disebabkan Lamprometra palmata tidak mampu

No. Kelas Family Genus Species Nama Umum

1. Echinoidea Diadematidae Diadema Diadema setosum Bulu babi 2. Diadematidae Echinothrix Echinothrix calamaris Bulu babi 3. Asteroidea Ophidiasteridae Linckia Linckia laevigata Bintang laut biru 4. Acanthasteridae Acanthaster Acanthaster planci Bintang laut berduri 5. Oreasteridae Culcita Culcita novaeguineae Bintang bulat 6. Crinoidea Mariametridae Lamprometra Lamprometra palmata Lili laut

(8)

8 bersaing dalam menempati habitat juga di laporkan Mayer, (1985) dalam Aziz, (1996) banyak juga jenis ikan karang yang memangsa Lili laut antara lain dari suku Lutjanidae, Ephippidae, Sparidae, Chaetodontidae, Labridae, dan Balistidae.

2. Kepadatan relatif (RDi)

Kepadatan relatif Echinodermata tertinggi di terumbu karang perairan laut Teluk Pering adalah jenis Diadema setosum yaitu rata-rata 86,09%, sedangkan terendah adalah jenis Lamprometra palmata yaitu rata-rata 0,12%, nilai tersebut berbeda signifikan sehingga untuk jenis Deadema setosum sangat mudah ditemukan sedang jenis Lamprometra palmata sulit ditemukan.

3. Frekuensi jenis (Fi)

Frekuensi jenis yang tertinggi yaitu pada jenis Diadema setosum dengan nilai rata-rata 0,8333, sedangkan frekuensi jenis terendah pada jenis Lamprometra palmata dengan nilai rata-rata 0,0555. Ini dapat dapat disimpul bahwa peluang untuk menemukan jenis Diadema setosum sangat besar sedang peluang untuk menemukan jenis Lamprometra palamata sangat kecil.

4. Frekuensi relatif (Rfi)

Frekuensi relatif Echinodermata di terumbu karang perairan laut Teluk Pering yang tertinggi adalah pada jenis Diaderma setosum dengan nilai rata-rata 44,91%, sedang frekuensi relatif yang terendah ialah pada jenis Lamprometra palmata dengan nilai rata-rata 2,56%.

5. Indeks nilai penting (INP)

Indeks nilai penting (INP) Echinodermata yang terdapat di terumbu karang perairan laut Teluk Pering yang tertinggi adalah jenis Deadema

setosum dengan rata-rata 131,00, maka jenis ini memiliki fungsi dan peran yang tinggi terhadap komunitas Echinodermata, hal ini diduga Diadema setosum mampu bersaing dalam memperebutkan habitat dan perubahan lingkungan, sedangkan menurut Afiati, at, al., (2007) menyatakan bulu babi di rataan terumbu karang hewan ini menempati berbagai habitat, seperti rataan pasir, komunitas seagrass, timbunan karang mati, dan daerah tubir karang, Diadema setosum cenderung berubah dalam hal bentuk, jumlah, posisi, dan komposisi individunya. Kemungkinan Agregasi ini lebih bersifat untuk pertahanan sebagai satu kesatuan sosial. Hal ini terlihat apabila beberapa individu dingganggu, mereka akan menggerak- gerakkan durinya, sehingga memberi ransangan kepada yang lain dan seluruh agregasi bergerak sebagai satu kesatuan.

6. Indeks keaneragaman

Berdasarkan pada data penelitian di lapangan, indeks keaneragaman Echinodermata dengan rata-rata 0,468687 termasuk dalam kategori rendah dan terjadinya ketidakraturan dalam suatu sistem. Hal ini dilihat dengan keberadaan Echinodermata dimana dari 5 kelas Echinodermata ditemukan hanya 3 kelas, dari 3 kelas hanya terdapat 6 species jenis Echinodermata. Hal ini disebabkan ekosistem terumbu karang dekat dengan daratan dan pemungkiman rumah warga, pembuangan limbah yang masuk di laut diangkut oleh pasang surut, masyarakat juga melakukan penambangan batu karang untuk dijadikan pondasi rumah, kegiatan ini mengakibat terumbu karang rusak sehingga populasi Echinodermata berkurang.

(9)

9 7. Indeks keseragamanan

Nilai keseragaman Echinodermata di terumbu karang perairan laut Teluk Pering menunjukan nilai rata-rata 0,424230 dilihat dari nilai tersebut bahwa Echinodermata yang ada di terumbu karang perairan laut Teluk Pering dalam ekosistem kurang stabil, hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan signifikan komposisi jenis, dilihat dari jenis kehadiran pada setiap lokasi pengamatan. Pada lokasi pengamatan 1 dihadiri 6 jenis, lokasi pengamatan 2 dihadiri 4 jenis sedangkan di lokasi pengamatan 3 hanya 2 jenis.

Ini disebabkan pada lokasi pengamatan 3 terjadi aktifitas penambangan batu karang oleh sebagian masyarakat, mengakibatkan terjadi penggundulan batu karang sehingga keberadaan Echinodermata berkurang.

7. Indeks Dominansi

Selanjutnya indeks dominansi Echinodermata dengan nilai rata-rata 0.757946.

Menurut indeks dominansi Simpon dalam Fahrul (2007) nilai indeks dominansi berkisar 0-1.

semakin besar nilai indeks maka semakin besar kecendrungan salah satu jenis mendominansi, dari nilai yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa, Echinodermata yang terdapat di lokasi penelitian ada satu jenis yang mendominasi dalam satu populasi yaitu, Diadema setosum dari kelas Bulu babi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Komposisi Echinodermata yang ditemukan di terumbu karang perairan laut Teluk Pering terdapat 6 jenis dari 3 kelas Echinodermata yaitu, jenis Diadema setosum dan Echinothrix calamaris dari kelas Echinoidea (Bulu babi), jenis Acanthaster planci, Linckia laevigata dan

Culcita novaeguineae dari kelas Asteroidea (Bintang laut), dan jenis Lamprometra palmata dari kelas Crinoidea (Lili laut).

2. Kepadatan jenis Echinodermata yang tertinggi adalah jenis Deadema setosum rata-rata 3992 individu/ha, atau diasumsikan dalam 2,5m2 ditemukan 1 jenis ini. Indeks nilai penting tertinggi adalah jenis Deadema setosum rata- rata 131,00, sehingga jenis ini memberikan peranan yang penting terhadap komunitasnya.

Dengan indeks keaneragaman 0,468687 sehingga terjadinya ketidakraturan dalam suatu sistem, indeks keseragaman 0,424230 maka ekosistem kurang stabil, dan jenis yang mendominansi adalah jenis Deadema setosum.

3. Hasil pengukukuran kualitas perairan dapat disimpulkan bahwa masih tergolong baik sehingga masih mendukung untuk kehidupan Echinodermata. Hal ini ditinjau dari hasil pengukuran yang dilakukan memilki nilai yang tidak jauh berbeda dari nilai-nilai baku mutu air laut untuk biota laut Kep.Men.LH No.51 Tahun 2004. Tentang baku mutu air laut untuk biota laut.

B. Saran

Penelitian tentang struktur komunitas Echinodermata di terumbu karang perairan laut Teluk Pering masih bersifat bersifat umum dilakukan pada siang hari, sedangkan sebagian dari Echinodermata bersifat noktural, dari 3 kelas Echinodermata yang ditemukan di terumbu karang perairan laut Teluk Pering hidupnya menempel di terumbu karang dan kubangan batu karang.

Sehingga disarankan untuk penelitian lanjutan tentang hubungan Echinodermata dengan kepadatan terumbu karang di perairan laut Teluk Pering.

(10)

10 DAFTAR PUSTAKA

Afiati, N., Djuwito., Haeruddin, dan Sulardiono, B. 2007. Buku Ajar Mata Kuliah Avertebra Air, Universitas Diponegoro, Semarang.

Anonim. Kabupaten Kepulauan Anambas, pkp.parekraf.go.id/oldlook/attacments/24- 2078381286-0.pdf, 12 mei 2015.

Aziz, A., Sugianto, H., dan Supardi. 1996.

Beberapa Catatan Mengenai Kehidupan Lili laut. Oseana, 16(30), 24.

Bactiar, I. 2014.

http//www.Mycoralreef.wordpress.com/2014/

01/15/status-hewan-echinodermata-di-pulau- lombok/, 15 Agustus 2015

Coremap. 2007. Echinodermata,

http//www.coremap.or.id/datin/echino/, 15 Mei 2015

Fachrul, F.M. 2007. Metode Sampling Bioekologi, Bumi Aksara, Jakarta.

Hutabarat, S dan Evans, S.M. 1986.

PengantarOseanografi, UI-PRESS, Jakarta.

Jumanto. 2013. Struktur Komunitas Echinodermata di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Skripsi, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.

Katili, A.S. 2011. Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal di Gorontalo, Skripsi, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota laut, http://www.ppk- kp3k.kkp.go.id/ver2/media/

download/RE.keputusan-menteri-negara- lingkungan-hidup-nomor-51-tahun- 2004_201410008143942.pdf, 12 mei 2015.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014.

Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas dan Laut Sekitarnya di Provinsi Kepulauan

Riau Tahun 2014-2034,

http://infohukum.kkp.go.id/index.php/hukum/

download/555/?type 11 juni 2015.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara, Djambatan, Jakarta

Oemarjati, B.S. dan Wardhana, W. 1990.

Taksonomi Avertebrata Pengantar Praktikum Laboratorium, UI-PRESS, Jakarta.

Philippe, P. 2004. Images,

http://www.poppe.images.com, 12 Mei 2015.

Rani, C. 2011. Status Ekologi Kepadatan Predator Karang Acanthaster planci LINN: Kaitannya dengan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Tomia, Taman Nasional Wakatobi, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makasar.

Puspitasari, Suryanti, dan Ruswahyuni. 2012.

Studi Taksonomi Bintang Laut (Asteroidea, Echinodermata) Dari Kepulauan Karimunjawa, Jepara, of Management of Aquatic Resources., 1(1), 7.

Radjab, A.W., Rumahenga, S.A., Soamole, A., Polnaya, D., dan Barends, W. 2014.

Keragaman dan Kepadatan Ekinodermata di Perairan Teluk Weda, Maluku Utara, Ilmu dan Teknologi Tropis., 6(1), 30.

Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2007. Biologi laut, Djambatan, Jakarta.

Suharsono, dan Sumadhiharga, O.K. 2014.

Panduan Monotoring Kesehatan Terumbu Karang, COREMAP-CTI LIPI, Jakarta.

Tamrin, 2011. http://media.unpad.ac.id/thesis /230210/2009/23021009004917139.pdf, 18 Agustus 2015.

Yudasmara, G.A. 2013. Keaneragaman dan Dominansi Kumunitas Bulu babi

(Echinoidea) di Perairan Pulau Menjangan Kawasan Nasional Bali Barat, Sains dan Teknologi., 2(2).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan resin epoksi sebagai bahan adhesif yang memiliki karakteristik sifat mekanik dan kekuatan adhesif yang baik dan mampu

Apabila anda berada dalam kedudukan kewangan yang baik dengan mempunyai lebihan aliran tunai, maka anda sudah bersedia untuk membuat pelaburan. Ada banyak

4. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan mampu menggali lebih dalam mengenai sistem keamanan yang sudah diterapkan oleh perpustakaan kota Yogyakarta, sehingga

Hal ini didukung pendapat Sujanto yang menyatakan bahwa “Perkembangan pribadi manusia dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri dan lingkungannya” dalam

Dengan kaedah menghadkan kerugian hanya pada 8% di bawah harga belian, kita dapat pastikan setiap kerugian itu adalah kerugian-kerugian kecil, yang tidak dapat menggugat usaha

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama fermentasi yang terbaik dalam fermentasi Jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap Bahan Kering, dan Bahan Organik, dan Abu

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan

METODE PENELITIAN Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode Usability Testing, menurut Zurriyadi 2008, tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian usability